PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27"

Transkripsi

1 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27

2 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Prakata 1. Ruang Lingkup Acuan Normatif Istilah Dan Definisi Ketentuan Ketentuan Umum Fungsi Trotoar Ketentuan Teknis Keperluan Trotoar Penempatan Trotoar Dimensi Trotoar Perlengkapan Trotoar Tipe Trotoar Konstruksi Trotoar Kemiringan Memanjang dan Melintang Permukaan Trotoar Pelandaian Trotoar Prosedur Perencanaan...25 Lampiran A. (informatif) Daftar Nama dan Lembaga 1-27

3 Daftar Tabel Tabel 1 Nilai N...8 Tabel 2 Lebar Trotoar sesuai penggunaan lahan disekitarnya

4 Daftar Gambar Gambar 1 Ruang Bebas Trotoar...9 Gambar 2 Potongan melintang Trotoar pada Rumija yang cukup lebar...10 Gambar 3 Trotoar pada Rumija yang dibatasi Lereng...11 Gambar 4 Trotoar pada Rumija yang dibatasi Sandaran Jembatan...11 Gambar 5 Trotoar dengan Rumija dibatasi bangunan/pertokoan...12 Gambar 6 Trotoar di dalam Terowongan...12 Gambar 7 Trotoar di depan tempat Pemberhentian Bis/Angkot...13 Gambar 8 Trotoar di belakang tempat Pemberhentian Bis/Angkot...13 Gambar 9 Konstruksi Trotoar Blok Terkunci...14 Gambar 10 Konstruksi Trotoar Beton...14 Gambar 11 Konstruksi Trotoar Permukaan Aspal...15 Gambar 12 Kemiringan Memanjang Trotoar dan Penyediaan Landasan Rata...16 Gambar 13 Tekstur Bulat Ubin Peringatan...17 Gambar 14 Tekstur Garis Ubin Pengarah...17 Gambar 15 Penempatan Ubin Pemandu Pada Trotoar (Simpang Empat)...18 Gambar 16 Penempatan Ubin Pemandu Pada Trotoar (Simpang Tiga)...18 Gambar 17 Penempatan Ubin Pemandu Pada Belokan Trotoar...18 Gambar 18 Penempatan Ubin Pemandu Pada Pelandaian Trotoar Menuju Zebracross..18 Gambar 19 Denah Penempatan Ubin Pemandu...19 Gambar 20 Trotoar di Persimpangan dan di tempat-tempat lain yang memerlukan... pelandaian...20 Gambar 21 Detail konstruksi Pelandaian trotoar berjalur hijau atau berjalur fasilitas pada pertemuan dengan tempat penyeberangan pejalan kaki...21 Gambar 22 Detail Konstruksi Pelandaian trotoar tanpa jalur fasilitas pada pertemuan dengan tempat penyeberangan pejalan kaki. Konstruksi ini dipakai pada kerb yang tinggi Gambar 23 Detail Konstruksi Pelandaian trotoar pada pertemuan dengan jalan masuk dari tempat penyeberangan pejalan kaki...22 Gambar 24 Pelandaian Pada Sudut Jalan...22 Gambar 25 Pelandaian pada Sudut Jalan dengan Pemakaian Tekstur Bulat Ubin Peringatan...23 Gambar 26 Detail pelandaian pada jalan masuk (untuk kendaraan) ke persil yang berpotongan dengan Trotoar

5 PRAKATA Pedoman Perencanaan Trotoar ini merupakan acuan baku baik untuk perencanaan teknis, pelaksanaan pembangunan, maupun untuk pengawasan pembuatan Trotoar. Draft ini diajukan sebagai revisi terhadap Spesifikasi yang diterbitkan tahun 1990 dengan judul dan nomor: Spesifikasi Trotoar SK SNI S Secara umum Pedoman ini membahas : 1) penyesuaian dengan istilah dan substansi dalam Undang-undang no.38/2004 tentang Jalan, 2) mengacu kepada cara penulisan yang berlaku, dan 3) detail gambar teknik. Pedoman ini melengkasi Pedoman Teknik tentang Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar Kota, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, spesifikasi kerb, dan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). 4-27

6 PERENCANAAN TROTOAR 1. Ruang Lingkup Pedoman Perencanaan Trotoar ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi perencanaan teknis, pelaksana, dan pengawas lapangan dalam menentukan dimensi, bentuk, bahan, dan kemiringan yang diperlukan trotoar. 2. Acuan Normatif Spesifikasi Trotoar, SK SNI S A Policy on Geometric Design of Highway and Streets, AASHTO, 2001 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (DitJen Bina Marga, 1997) Tata Cara Perencanaan Jalan Antar Kota (DitJen Bina Marga, 1997) Tata Cara Perencanaan Jalan Perkotaan (DitJen Bina Marga, 2001) Spesifikasi Kurb Beton, SNI Spesifikasi Latasir, SNI Spesifikasi Beton Struktural, SNI Persyaratan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, KepMen PU No.468, 1998 Petunjuk Perencanaan Trotoar, No.007/T/BNKT/ Istilah Dan Definisi 3.1 Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median, dan bahu jalan. 3.2 Jalur Lalu-lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih). 3.3 Kerb adalah pembatas antara sisi perkerasan jalan dengan lajur pejalan kaki. 5-27

7 3.4 Pembina Jalan adalah institusi yang bertanggung jawab atas kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan dalam bidang jalan; 3.5 Pelandaian adalah perubahan kelandaian trotoar pada perpotongan dengan jalur penyeberang pejalan kaki (zebra cross), baik di persimpangan maupun di ruas jalan, dan jalan masuk ke persil. Pelandaian berupa muka perkerasan yang menghubungkan dua muka perkerasan yang berbeda. 3.6 Rumaja (Ruang manfaat jalan) adalah bagian ruang jalan yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. 3.7 Rumija (Ruang milik jalan) adalah bagian ruang jalan yang meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. 3.8 Ruwasja (Ruang pengawasan jalan) adalah bagian ruang jalan yang merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan. 3.9 Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang sejajar dan bersebelahan dengan jalur lalu-lintas yang diperkeras dengan konstruksi perkerasan dari: 1) blok terkunci, atau 2) beton, atau 3) aspal Kemiringan Memanjang adalah kemiringan yang diukur sejajar dengan arah perjalanan, yang dihitung dengan membagi perubahan elevasi vertikal dengan jarak horisontalnya 3.11 Kemiringan Melintang adalah kemiringan yang diukur tegak lurus dengan arah perjalanan 3.12 Landasan Rata adalah bagian datar yang harus disediakan pada trotoar pada jarak tertentu bila kemiringan memanjang trotoar cukup besar 6-27

8 4. Ketentuan 4.1 Ketentuan Umum Fungsi Trotoar Fungsi utama Trotoar adalah memfasilitasi pejalan kaki berupa jalur yang diperkeras untuk melakukan perjalanannya dengan aman dan nyaman. Fungsi Trotoar lainnya antara lain: 1) meningkatkan kelancaran lalu-lintas baik lalu-lintas kendaraan maupun pejalan kaki; 2) memberikan ruang di bawah trotoar untuk menempatkan utilitas kelengkapan jalan seperti saluran air buangan muka jalan, penempatan rambu lalu-lintas, dan lain-lain. 4.2 Ketentuan Teknis Keperluan Trotoar Suatu jalan memerlukan Trotoar apabila: 1) terdapat keperluan untuk menyalurkan pejalan kaki dengan lancar dan aman. Ketentuan untuk hal ini mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (DitJen Bina Marga, 1997) 2) terdapat tempat-tempat dimana jumlah lalu-lintas pejalan kaki cukup banyak, atau diperkirakan akan tumbuh menjadi banyak, ketentuan untuk hal ini mengacu kepada MKJI. Tempat-tempat tersebut antara lain: perumahan sekolah pertokoan dan pusat-pusat perbelanjaan terminal dan pemberhentian bis dan angkot pusat-pusat perkantoran pusat-pusat hiburan pusat-pusat kegiatan sosial daerah industri jembatan/terowongan Penempatan Trotoar Trotoar ditempatkan sejajar dengan lajur lalu-lintas dan terletak pada Rumaja. Pada tempattempat tertentu, Trotoar dapat juga tidak sejajar dengan lajur lalu-lintas misalnya karena topographinya atau pada pertemuan-pertemuan dengan fasilitas jalan yang lain. Trotoar dapat juga terletak di Rumija. 7-27

9 4.2.3 Dimensi Trotoar Kebutuhan lebar trotoar dihitung berdasarkan volume pejalan kaki rencana (V). Volume pejalan kaki rencana (V) adalah volume rata-rata per menit pada interval puncak. V dihitung berdasarkan survey penghitungan pejalan kaki yang dilakukan setiap interval 15 menit selama jam sibuk dalam satu hari untuk 2 (dua) arah. Lebar trotoar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: W V = + N 35 (1) Dimana: W= Lebar trotoar (m) V = Volume pejalan kaki rencana/dua arah (orang/meter/menit) N = Lebar tambahan sesuai dengan keadaan setempat (m) Nilai N ditentukan dalam Tabel 1 berikut: Tabel 1 N (meter) 1,5 1,0 0,5 Nilai N Keadaan Jalan di daerah pasar Jalan di daerah perbelanjaan bukan pasar Jalan di daerah lain Lebar Trotoar juga dapat ditentukan berdasarkan Tabel 1. Tabel 2 Lebar Trotoar sesuai penggunaan lahan disekitarnya Penggunaan Lahan di sekitarnya perumahan sekolah pertokoan dan pusat-pusat perbelanjaan terminal dan pemberhentian bis/angkot pusat-pusat perkantoran pusat-pusat hiburan pusat-pusat kegiatan sosial daerah industri jembatan dan terowongan Lebar minimum mutlak, c (m) 1,20 1,50 2,00 1,50 1,50 2,00 1,50 2,00 1,20 Bila lebar trotoar yang diperoleh dari persamaan (1) lebih kecil dari lebar trotoar pada Tabel 2, maka yang digunakan adalah lebar trotoar pada Tabel

10 4.2.4 Perlengkapan Trotoar Trotoar sebaiknya dilengkapi dengan beberapa hal: - Jalur fasilitas, yaitu jalur diantara Trotoar dengan bahu jalan. Jalur ini disiapkan untuk: 1) penempatan perlengkapan jalan seperti rambu-rambu lalu-lintas, tiang penerangan jalan, dan lain-lain, 2) memisahkan pergerakan arus lalu-lintas kendaraan dengan arus pejalan kaki; 3) memberikan ruang bebas bagi kendaraan parkir membuka pintunya. Jalur fasilitas dikecualikan pada kondisi ruang jalan terbatas, misalnya pada jembatan dan terowongan. - Ruang bebas Ruang bebas yang perlu disediakan pada trotoar adalah sebagai berikut: kebebasan vertikal sekurang-kurangnya 2,5m dari permukaan Trotoar kedalaman minimum 1,00m dari permukaan Trotoar kebebasan samping minimum (e) 0,30m Gambar 1 Ruang Bebas Trotoar 9-27

11 4.2.5 Tipe Trotoar 1) Trotoar pada Rumija yang cukup lebar Trotoar yang terletak pada Rumija yang cukup lebar memungkinkan untuk dengan semua elemen trotoar. dilengkapi Gambar 2 Potongan melintang Trotoar pada Rumija yang cukup lebar Keterangan Gambar: Saluran samping (a), besarnya ditentukan sesuai kebutuhan, mengacu kepada SNI No tentang perencanaan Drainase Permukaan Jalan Bagian dari Rumija (b), yang lebarnya bervariasi, dapat dipakai sebagai: jalur hijau, lahan cadangan bagi perlebaran jalan, atau keperluan lainnya. Trotoar (c), lebarnya ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar. Jalur fasilitas (d) dapat juga dipakai sebagai jalur hijau dan jalur yang memisahkan arus lalu-lintas dan arus pejalan kaki Kebebasan samping bagi jalur pejalan kaki minimum (e), 0,30m Kebebasan jalur lalu-lintas minimum (f), 0,60m

12 2) Trotoar pada Rumija yang terbatas Trotoar yang terletak pada Rumija yang terbatas (Pada lereng, jembatan, bangunan pertokoan, dan terowongan), sekurang-kurangnya dilengkapi dengan beberapa elemen penting dari trotoar. Gambar 3 Trotoar pada Rumija yang dibatasi Lereng Keterangan Gambar: Lebar trotoar (c) ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar. Gambar 4 Trotoar pada Rumija yang dibatasi Sandaran Jembatan Keterangan Gambar: Lebar trotoar (c) ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar 11-27

13 Gambar 5 Trotoar dengan Rumija dibatasi bangunan/pertokoan Keterangan Gambar:. Ruang bebas samping trotoar tidak kurang dari 0,30 m Trotoar (c), lebarnya ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar. Kebebasan jalur lalu-lintas minimum 0,60m. Gambar 6 Trotoar di dalam Terowongan Keterangan Gambar: Lebar trotoar (C) ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan trotoar dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar

14 3) Trotoar pada pemberhentian Bis/Angkot Trotoar pada pemberhentian bis/angkot dibedakan menjadi 2(dua) yakni: di depan pemberhentian bis/angkot di belakang pemberhentian bis/angkot. Gambar 7 Trotoar di depan tempat Pemberhentian Bis/Angkot Keterangan Gambar: Lebar trotoar (C) ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar. Gambar 8 Keterangan Gambar: Trotoar di belakang tempat Pemberhentian Bis/Angkot Lebar trotoar (C) ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar. Kebebasan samping bagi jalur pejalan kaki minimum (e), 0,30m 13-27

15 4.2.6 Konstruksi Trotoar Pada umumnya konstruksi trotoar terdiri dari: 1) Blok terkunci, 2) Beton, dan 3) Perkerasan beraspal. Spesifiksi masing-masing tipe dapat dlihat pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11 berikut: 1) Blok terkunci Spesifikasi trotoar dengan konstruksi blok terkunci adalah sebagai berikut: Gambar 9 Konstruksi Trotoar Blok Terkunci Keterangan Gambar: Dimensi dan bahan kerb trotoar (a) mengacu pada SNI mengenai Spesifikasi Kerb Beton Blok terkunci mengacu pada SNI mengenai Tata Cara Pemasangan Blok beton terkunci untuk permukaan jalan Lebar trotoar (C) ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar. Jalur fasilitas dapat juga dipakai sebagai jalur hijau dan jalur yang memisahkan arus lalulintas dan arus pejalan kaki 2) Beton Spesifikasi trotoar dengan konstruksi beton adalah sebagai berikut: 0,08 0,15 Gambar 10 Konstruksi Trotoar Beton 14-27

16 Keterangan Dimensi dan bahan kerb trotoar mengacu pada SNI mengenai Spesifikasi Kerb Beton. Mutu beton trotoar minimal K 175, mengacu pada SNI mengenai Spesifikasi Beton Struktural Lebar trotoar (C) ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar. Jalur fasilitas dapat juga dipakai sebagai jalur hijau dan jalur yang memisahkan arus lalulintas dan arus pejalan kaki 3) Perkerasan Beraspal. Spesifikasi trotoar dengan konstruksi perkerasan beraspal adalah sebagai berikut: Gambar 11 Konstruksi Trotoar Permukaan Aspal Keterangan: Dimensi dan bahan kerb trotoar mengacu pada SNI mengenai Spesifikasi Kerb Beton LATASIR (Lapisan Aspal Tipis Pasir) mengacu pada SNI mengenai Spesifikasi LATASIR Lebar trotoar (C) ditentukan sesuai kebutuhan (Tabel 1). Permukaan dimiringkan 2-4% untuk menyalurkan air dari permukaan perkerasan Trotoar Jalur fasilitas dapat juga dipakai sebagai jalur hijau

17 4.2.7 Kemiringan Memanjang dan Melintang a. Kemiringan memanjang Kemiringan memanjang trotoar idealnya tidak melebihi 7% dan disediakan landasan rata setiap jarak 9,00 m dengan panjang minimal 1,20m. Landasan Rata Permukaan Kemiringan Memanjang Peninggian Landasan Rata Panjang Proyeksi Horisontal Gambar 12 Kemiringan Memanjang Trotoar dan Penyediaan Landasan Rata b. Kemiringan Melintang Kemiringan melintang trotoar yang direkomendasikan adalah 2-4% (dapat dilihat pada Gambar 2 s/d Gambar 8)

18 4.2.8 Permukaan Trotoar Permukaan trotoar, khususnya untuk para pengguna yang mengalami gangguan penglihatan atau tunanetra, harus stabil, kuat, tahan cuaca, dan tidak licin. Selain itu perlu ditambahkan informasi khusus pada permukaan trotoar. Beberapa tipe informasi yang dapat diakses ya ng ditambahkan ke lingkungan trotoar adalah: 1. Permukaan ubin yang timbul, berfungsi sebagai peringatan. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya/warning. Gambar 13 Tekstur Bulat Ubin Peringatan 2. Permukaan ubin yang timbul, yang digunakan untuk menentukan arah. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan. Gambar 14 Tekstur Garis Ubin Pengarah 3. Material yang memiliki perbedaan bunyi/suara yang menyolok 4. Alur 5. Perbedaan warna yang kontras untuk pedestrian dengan kemampuan melihat yang rendah 17-27

19 Susunan ubin pemandu (ubin peringatan dan pengarah), seyogyanya diletakkan pada beberapa lokasi di trotoar sebagai berikut: Gambar 15 Penempatan Ubin Pemandu Pada Trotoar (Simpang Empat) Gambar 16 Penempatan Ubin Pemandu Pada Trotoar (Simpang Tiga) Gambar 17 Penempatan Ubin Pemandu Pada Belokan Trotoar Gambar 18 Penempatan Ubin Pemandu Pada Pelandaian Trotoar Menuju Zebracross 18-27

20 Keterangan Ubin Pemandu: 1. Ubin Pengarah 2. Ubin Peringatan Gambar 19 Denah Penempatan Ubin Pemandu 19-27

21 4.2.9 Pelandaian Trotoar Pada tempat-tempat penyeberangan pejalan kaki, jalan masuk (akses) dengan atau tanpa jalur fasilitas perlu dibuat pelandaian. Pada Gambar dibawah ini, dibedakan pelandaian trotoar antara lain: A) pada penyeberangan zabra cross, dimana Trotoar dilengkapi jalur fasilitas B) pada penyeberangan zabra cross, dimana Trotoar tidak dilengkapi jalur fasilitas C) Pada penyeberangan zebra cross yang juga merupakan akses persil. Kostruksi pelandaian ini, dapat juga dipakai untuk akses persil saja. Fungsi pelandaian ini adalah: 1) untuk menfasilitasi perubahan tinggi secara baik, 2) untuk menfasilitasi pejalan kaki yang menggunakan kursi roda atau membawa tas besar pembawa barang beroda. Beberapa tempat yang memerlukan pelandaian dapat dilihat pada Gambar 20, Gambar 24, dan Gambar 25. Sementara detil pelandaian dapat dilihat pada Gambar 21, Gambar 22, Gambar 23, dan Gambar 26 Gambar 20 Trotoar di Persimpangan dan di tempat-tempat lain yang memerlukan pelandaian 20-27

22 A A A A Gambar 21 Detail konstruksi Pelandaian trotoar berjalur hijau atau berjalur fasilitas pada pertemuan dengan tempat penyeberangan pejalan kaki. B B B B Gambar 22 Detail Konstruksi Pelandaian trotoar tanpa jalur fasilitas pada pertemuan dengan tempat penyeberangan pejalan kaki. Konstruksi ini dipakai pada kerb yang tinggi

23 C C C C Gambar 23 Detail Konstruksi Pelandaian trotoar pada pertemuan dengan jalan masuk dari tempat penyeberangan pejalan kaki. Gambar 24 Pelandaian Pada Sudut Jalan 22-27

24 Gambar 25 Pelandaian pada Sudut Jalan dengan Pemakaian Tekstur Bulat Ubin Peringatan 23-27

25 Gambar 26 Detail pelandaian pada jalan masuk (untuk kendaraan) ke persil yang berpotongan dengan Trotoar 24-27

26 5. Prosedur Perencanaan Tahapan yang harus dilakukan dalam perencanaan trotoar adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi jenis kawasan di lokasi mana trotoar akan dibangun. 2. Tentukan besarnya arus pejalan kaki dalam orang/menit/meter dalam satu lintasan, satu seksi yang mewakili ruas jalan. 3. Dengan menggunakan Persamaan (1), hitung lebar jalur pejalan kaki W dalam meter 4. Bila lebar trotoar yang diperoleh dari persamaan (1) lebih kecil dari lebar trotoar pada Tabel 1, maka yang digunakan adalah lebar trotoar pada Tabel Kalau ada fasilitas pelengkap, tetapkan penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki

27 LAMPIRAN A (Informatif) DAFTAR NAMA dan LEMBAGA 1) Pemrakarsa Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum. 2) Penyusun Hikmat Iskandar Yoggie Natalia Tanan N a m a Lembaga Puslitbang Jalan dan Jembatan Puslitbang Jalan dan Jembatan Puslitbang Jalan dan Jembatan 26-27

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator); POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Pengertian Umum Potongan melintang jalan (cross section) adalah suatu potongan arah melintang yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, sehingga dengan potongan melintang

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR A.1. A.1.1. A.1.1.1. Lajur Lalu-lintas A.1.1.2. Bahu A.1.1.3. Median A.1.1.4. Selokan Samping UJI FUNGSI TEKNIS GEOMETRIK Potongan melintang badan jalan Lebar lajur Fungsi jalan Jumlah lajur Arus Lalu-lintas

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang Penentuan fasilitas penyeberangan tidak sebidang harus sesuai kondisi lalu lintas jalan yang ditinjau. Berikut metode penentuan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1 Lokasi Penelitian U Gambar 5.1 Lokasi Penelitian Gambar 5.2 Lokasi Penelitian 30 31 Pemilihan titik lokasi penelitian seperti pada Gambar 5.2, pemilihan lokasi ini

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

Spesifikasi geometri teluk bus

Spesifikasi geometri teluk bus Standar Nasional Indonesia Spesifikasi geometri teluk bus ICS : 93.080.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

Spesifikasi bukaan pemisah jalur

Spesifikasi bukaan pemisah jalur Standar Nasional Indonesia Spesifikasi bukaan pemisah jalur ICS 93.080.30 adan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan...iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik Jalan

Perencanaan Geometrik Jalan MODUL PERKULIAHAN Perencanaan Geometrik Jalan Pengantar Perencanaan Geometrik Jalan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Teknik Sipil Tatap Muka Kode MK 02 Disusun Oleh Reni Karno Kinasih, S.T., M.T Abstract

Lebih terperinci

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan Standar Nasional Indonesia Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan ICS 93.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi... Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < < SPESIFIKASI PENYEDIAAN PRASARANA JALAN LHRT (SMP/H ari) PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER JALAN BEBAS HAMBATAN Medan Datar < 156.000 < 117.000 Medan Bukit < 153.000

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Angkutan Umum Sarana angkutan umum mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

Spesifikasi kereb beton untuk jalan

Spesifikasi kereb beton untuk jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi kereb beton untuk jalan ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... iii Pendahuluan...iv 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN J A L A N NO.: 011/T/Bt/1995 TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN DER P A R T E M EN PEKERJAAN UMUM DIRE KTORAT JENDERAL BINA MARGA D I R E K T O R A T B I N A T E K N I K

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : BAB III METODOLOGI 3.1. Bagan Alir Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : START PENGUMPULAN DATA DATA PRIMER Geometrik Volume Lalu Lintas Kecepatan Kendaraan Hambatan Samping Volume

Lebih terperinci

Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki

Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki Standar Nasional Indonesia ICS 93.080.20 Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu cara bagi peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

3.4 Uji Laik Fungsi Jalan Teknis Geometrik Jalan Teknis Struktur Perkerasan Jalan Teknis Struktur Bangunan

3.4 Uji Laik Fungsi Jalan Teknis Geometrik Jalan Teknis Struktur Perkerasan Jalan Teknis Struktur Bangunan x 3.4 Uji Laik Fungsi Jalan... 18 3.4.1 Teknis Geometrik Jalan... 18 3.4.2 Teknis Struktur Perkerasan Jalan... 34 3.4.3 Teknis Struktur Bangunan Pelengkap Jalan... 37 3.4.4 Teknis Pemanfaatan Ruang Bagian-Bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Ruas jalan Cicendo memiliki lebar jalan 12 meter dan tanpa median, ditambah lagi jalan ini berstatus jalan arteri primer yang memiliki minimal kecepatan 60 km/jam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Outline Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota metropolitan yang sedang berkembang menjadi kota jasa, perkembangan tempat komersil terjadi dengan begitu pesat dan hampir merata

Lebih terperinci

Kresnanto NC Janabadra

Kresnanto NC Janabadra Geometrik Jalan (1) Bagian-bagian Jalan BAGIAN-BAGIAN JALAN Ambang pengamanan Saluran tepi Trotoar Ruang lansekap Jalur tepian Jalur tepian Bahu Jalur lalulintas Median Jalur lalulintas Bahu Trotoar Badan

Lebih terperinci

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS 1 Ruang lingkup Pedoman ini meliputi ketentuan untuk perencanaan fasilitas pengendali kecepatan lalu lintas di jalan kecuali jalan bebas hambatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang Menurut MKJI (1997), kendaraan bermotor di jalan perkotaan dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV), dan

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990 TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA P R A K A T A Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Transportasi khususnya transportasi darat, fasilitas bagi pengguna jalan akan selalu mengikuti jenis dan perilaku moda yang digunakan. Sebagai contoh, kendaraan

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 147 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian Analisis Kelaikan Fungsi Jalan Secara Teknis dengan Metode Kuantitatif dimaksudkan untuk menilai fungsi suatu ruas jalan ditinjau dari segi teknis.

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BERKESELAMATAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BERKESELAMATAN - 1-1. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BERKESELAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kemacetan lalu lintas Kemacetan adalah keadaan dimana pada saat tertentu kendaraan yang sedang berjalan melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta UJI LAIK FUNGSI JALAN DALAM MEWUJUDKAN JALAN YANG BERKESELAMATAN (STUDI KASUS JALAN UTAMA DI PUSAT KOTA TERNATE) Josanty Zachawerus Jurusan Manajemen Proyek Konstruksi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

HASIL MONITORING DAN EVALUASI KONDISI JALAN KOTA DI KOTA PEKANBARU

HASIL MONITORING DAN EVALUASI KONDISI JALAN KOTA DI KOTA PEKANBARU MONITORING DAN EVALUASI KONDISI JALAN KOTA DI KOTA PEKANBARU PENYELENGGARA JALAN Nomor/Nama Ruas Panjang Ruas Segmen ke Panjang Segmen dari Pangkal Ruas Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Lokasi Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN LOKASI PENELITIAN ` Gambar 3.1. Lokasi Penelitian Sumber : Peta Lapangan Sebagaimana tujuan tugas akhir ini, untuk mengetahui performance

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Fasilitas Penyeberangan Fasilitas penyeberangan pejalan kaki menurut Departemen Pekerjaan Umum, dalam Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999:1) adalah

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990 TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA P R A K A T A Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan

Lebih terperinci

yang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat.

yang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan geometrik jalan merupakan bagian dari perancangan jalan yang dititik beratkan pada perancangan bentuk fisik jalan sedemikian sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) A. Tujuan Instruksional 1. Umum SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hierarki Jalan Peranan jalan menurut fungsinya menurut SK Menteri Kimpraswil No.375/KPTS/M/2004 terbagi atas tiga yaitu : 1. Jalan Arteri, adalah jalan yang melayani angkutan

Lebih terperinci

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM PENGERTIAN PEDESTRIAN Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi

Lebih terperinci

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gerbang Tol Kopo merupakan salah satu pintu bagi kendaraan yang akan masuk ataupun keluar dari kota Bandung, Selain itu Gerbang Tol Kopo merupakan akses pergerakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pejalan Kaki 1. Definisi Pejalan kaki adalah orang yang melakukan aktifitas berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur pengguna jalan. (Keputusan Direktur Jendral Perhubungan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang PENGARUH PERGERAKAN PEJALAN KAKI TERHADAP KINERJA RUAS JALAN YANG DISEBABKAN OLEH KURANG OPTIMALNYA PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN (KAJIAN WILAYAH : JALAN MERDEKA UTARA MALANG) Iin Irawati 1 dan Supoyo

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP:

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP: PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP: 0721079 Pembimbing: Dr. Budi Hartanto S., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalannya yang menggambarkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan pada arah

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

ANALISIS LAIK FUNGSI JALAN ARTERI DI KOTA MAKASSAR. Kata kunci : transportasi, laik fungsi, standar teknis.

ANALISIS LAIK FUNGSI JALAN ARTERI DI KOTA MAKASSAR. Kata kunci : transportasi, laik fungsi, standar teknis. ANALISIS LAIK FUNGSI JALAN ARTERI DI KOTA MAKASSAR H. Nur Ali 1, M. Isran Ramli 1, Wilda Isnaeni 2 Abstrak Ruas jalan arteri di Kota Makassar merupakan jalan yang berfungsi sebagai jalur transportasi masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

UU NO. 38 TAHU UN 2004 & PP No. 34 TA AHUN 2006 TENTANG JALAN DIREKTORAT BINA TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

UU NO. 38 TAHU UN 2004 & PP No. 34 TA AHUN 2006 TENTANG JALAN DIREKTORAT BINA TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM UU NO. 38 TAHU UN 2004 & PP No. 34 TA AHUN 2006 UU No. 38 TAHUN 2004 & PP No. 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DIREKTORAT BINA TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM A. Jalan menurut

Lebih terperinci

PENATAAN ULANG TROTOAR TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI (Studi Kasus Penggal Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta)

PENATAAN ULANG TROTOAR TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI (Studi Kasus Penggal Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta) PENATAAN ULANG TROTOAR TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI (Studi Kasus Penggal Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

REKOMENDASI HASIL UJI dan EVALUASI LAIK FUNGSI JALAN NASIONAL

REKOMENDASI HASIL UJI dan EVALUASI LAIK FUNGSI JALAN NASIONAL HASIL UJI dan EVALUASI LAIK FUNGSI JALAN NASIONAL Tim Uji Laik Fungsi Jalan Nasional di Lingkungan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 110/KPTS/M/2012 Ketua

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG Rio Reymond Manurung NRP: 0721029 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T.,M.T. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pedestrian / Pejalan Kaki Dirjen Perhubungan Darat (1999) menyatakan bahwa pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah perkotaan. Pejalan kaki merupakan

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Lokasi Studi

BAB III METODOLOGI Lokasi Studi BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Lokasi Studi ini berada di wilayah Kecamatan Klojen Kota Malang. Jalan Kawi mempunyai panjang jalan dengan total 925 m dan mempunyai dua jenis tipe jalan terlihat digambar

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen No.315, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU. Sarana Prasarana. Pejalan Kaki. Perkotaan. Pemanfaatan. Penyediaan. Perencanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Alur Kerja Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Kegiatan III - 1 3.2 Pelaksanaan Survey Lalu Lintas 3.2.1 Definisi Survey Lalu Lintas Survey lalu lintas merupakan kegiatan pokok

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki (Pedestrian) Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum

Lebih terperinci

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian umum yang berhubungan dengan parkir, cara dan jenis parkir, pengaturan parkir, metode-metode parkir, kebijakan parkir, serta standar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai

Lebih terperinci