BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI Bab ini berisi kajian teori terkait topik penelitian dengan sumber referensi dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian dan self efficacy. Fasilitas pedestrian yang akan dibahas yaitu mengenai fasilitas utama dan fasilitas pendukung serta Self efficacy yang akan dibahas mengenai aksesibilitas, keamanan dan kenyamanan. 2.1 Fasilitas Pedestrian Pedestrian berasal dari Bahasa Yunani yaitu pedos atau pedester-pedestris yang berarti kaki, jadi pedestrian adalah pejalan kaki. Pejalan kaki adalah pergerakan atau perpindahan manusia dari suatu tempat ketempat lainnya (Danoe, 2006). Pemerintah mengatur hak pejalan kaki pada UU No 22 tahun 2009 yaitu setiap lalu lintas jalan harus dilengkapi dengan perlengkapan jalan. Perlengkapan jalan yang dimaksud adalah fasilitas pedestrian. sudah selayaknya pejalan kaki bisa menikmati fasilitas pedestrian. Perencanaan dan perancangan fasilitas pedestrian yang memenuhi kebutuhan penggunanya akan mendorong minat seseorang untuk berjalan karena dengan berjalan individu akan mendapat banyak manfaat. Menurut Ariffin dan Zahari (2013) manfaat dari berjalan kaki yaitu jika dilihat dari aspek ekonomi, dapat mengurangi biaya transportasi dan keuntungan dikawasaan komersial dapat menghidupkan aktivitas perdagangan, dari aspek 5

2 sosial yaitu dapat meningkatkan interaksi dengan masyarakat serta jika dilihat dari aspek manfaat lingkungan yaitu dapat mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan sehingga bisa meningkatkan kualitas lingkungan karena berkurangnya polusi udara dan konsumsi energi. Faktor-faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pejalan kaki (Pattisinai, 2013) yaitu: (1) waktu, (2) kenyamanan, (3) tata guna lahan dan (4) ketersediaan kendaraan. Berjalan kaki pada waktu tertentu mempengaruhi jarak berjalan yang mampu ditempuh. Misalnya individu yang berjalan untuk tujuan berbelanja akan berjalan lebih jauh tanpa disadari. Sebab berjalan dengan tujuan belanja dilakukan dengan santai dan biasanya kecepatan berjalan lebih rendah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Danoe (2006) usia juga mempengaruhi jarak tempuh serta kecepatan berjalan kaki. Kategori orang dewasa cenderung berjalan lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dan orang tua. Cuaca dan jenis aktivitas juga mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki (Pattisinai, 2013). Indonesia memiliki iklim tropis dengan cuaca yang panas dan lembab. Apabila pejalan kaki terpapar langsung oleh sinar matahari maka akan mengurangi minat untuk beraktivitas. Pejalan kaki pada dasarnya membutuhkan ruang untuk dapat terhindar dari paparan sinar matahari langsung dan cuaca buruk. Tata guna lahan juga mempengaruhi kecepatan berjalan individu (Pattisinai, 2013). Misalnya pada tata guna lahan campuran diperkotaan, 6

3 kebanyakan individu mempunyai jadwal yang padat atau sibuk sehingga kecenderungan individu untuk berjalan lebih cepat. Selain itu, ketersediaan transportasi umum dan pribadi sebagai moda penghantar sebelum atau sesudah berjalan kaki akan mempengaruhi jarak tempuh orang saat berjalan kaki. Menurut Kusbiantoro, Natalivan dan Aquarita (2007), terdapat kategori pejalan kaki menurut sarana perjalanannya, yaitu: (1) Pejalan kaki penuh; (2) Pejalan kaki memakai kendaraan umum; (3) Pejalan kaki memakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi; (4) Pejalan kaki memakai kendaraan pribadi. Ketersediaan fasilitas kendaraan umum yang memadai dalam hal penempatan akan mendorong orang untuk berjalan lebih jauh. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu reaksi terhadap orang disekeliling, pengaruh lalu lintas dan tujuan berjalan kaki. Pada penelitian ini fasilitas pedestrian dibagi menjadi 2 yaitu: fasilitas utama dan fasilitas pendukung Fasilitas Utama Jalur pedestrian merupakan fasilitas utama dalam suatu perencanaan sebuah kota. Jalur pedestrian adalah jalur khusus yang berfungsi sebagai ruang sirkulasi pejalan kaki (Pratitis, 2015). Sirkulasi yang memberikan individu kemudahan untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Perencanaan sirkulasi pedestrian harus mempertimbangkan dimensi ruang penggunanya. Pada jalur pedestrian dengan fungsi perdagangan dibutuhkan lebar untuk pejalan kaki sebesar 2,8-3,6 m (Gambar 2.1.). Selain itu, jalur pedestrian juga harus bisa mengakomodasi pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas yaitu pengguna kursi roda (Gambar 2.2). 7

4 Gambar 2.1 Kebutuhan ruang pejalan kaki normal (Sumber: Washington State Department of Transportation 1997) Gambar 2.2 Kebutuhan ruang pejalan kaki untuk penyandang cacat (Sumber: Washington State Department of Transportation 1997) Perencanaan dan perancangan jalur pedestrian yang baik akan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh penggunanya. Menurut Suryani, Wahid dan Ginting (2010) jalur pedestrian yang baik tercipta dengan memperhatikan beberapa 8

5 kriteria dalam perancangan antara lain: Keamanan dari kecelakaan yang disebabkan kendaraan bermotor, kriminalitas, kemudahan jalur pedestrian, daya tarik yang berasal dari jalur pedestrian dan fasilitas pendukung. Untuk memenuhi kriteria perencanaan yang baik, jalur pedestrian harus direncanakan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Adapun persyaratan menurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/Bt/1995 pada jalur pedestrian yaitu: 1. Lebar jalur pejalan kaki harus leluasa, minimal bila dua orang pejalan kaki berpapasan, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalur lalu lintas kendaraan. Berdasarkan pedoman perhitungan kapasitas lingkungan jalan (2013), jalan lokal dengan guna lahan perdagangan yang memiliki lebar badan jalan antara 5-12 m harusnya mempunyai lebar jalur pedestrian antara 2,5-4 m. 2. Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka jalur harus diperkeras. 3. Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah apabila fasilitas pendukung ditempatkan pada jalur tersebut. Adapun penambahan lebar jalur pedestrian dapat dilihat pada tabel 2.1 9

6 Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki Fasilitas Lebar Tambahan (cm) Patok penerangan Patok lampu lalu lintas Rambu lalu lintas Kotak surat Keranjang sampah 100 Tanaman peneduh Pot bunga 150 (Sumber: Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/Bt/1995) Keselamatan pejalan kaki merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Begitu juga dengan pejalan kaki difabel yang menggunakan kursi roda. Penggunaan ramp di jalur pedestrian mempengaruhi keselamatan pejalan kaki. Ramp di jalur pedestrian berfungsi untuk memudahkan pejalan kaki difabel serta pelayanan angkutan barang. Pada umumnya ramp dibuat di jalur pedestrian yang berdekatan dengan fasilitas penyeberangan dan persimpangan jalan. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengguna khususnya pejalan kaki yang menggunakan kursi roda untuk bisa mengakses keseluruh bagian jalan. Selain itu, kemiringan ramp juga harus diperhatikan untuk keselamatan pejalan kaki (Prijadi, Sangkertadi dan Tararo, 2014). Ramp dengan sudut kemiringan yang tidak memenuhi standar, akan menganggu pejalan kaki difabel yang menggunakannya. Adapun persyaratan teknis ramp berdasarkan Peraturan Pemerintah No 468 / KPTS / 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan yaitu permukaan awalan dan akhiran ramp dibuat datar serta bertekstur agar tidak licin saat hujan, ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup untuk membantu pengguna ramp dimalam hari, ramp 10

7 harus diberi pembatas yang berada di tepi ramp dengan tinggi 10 cm yang berfungsi untuk melindungi pengguna kursi roda agar tidak jatuh atau keluar dari jalur ramp. Gambar 2.3 Ramp pada jalur pedestrian (Sumber: Peraturan Pemerintah No 468 / KPTS / 1998) Selain dari penggunaan ramp, fasilitas penyeberangan juga mempengaruhi keamanan pejalan kaki. Tersedianya fasilitas penyeberangan yang baik dapat meminimalisir kecelakaan lalu lintas (Sutikno dkk, 2013). Fasilitas penyeberangan dibedakan menjadi 2 yaitu penyeberangan sebidang dan penyeberangan tidak sebidang. Zebra cross merupakan penyeberangan sebidang. Zebra cross dipergunakan pada arus lalu lintas kendaraan. Manurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995 Zebra cross dibuat pada jarak pandang yang cukup, namun apabila tidak memungkinkan menggunakan zebra cross, maka gunakan fasilitas tidak sebidang seperti jembatan dan terowongan penyeberangan. Pada umumnya zebra cross dibuat 5 m dari 11

8 lengan persimpangan di penyeberangan pejalan kaki dan biasanya dilengkapi dengan stop line sejauh 3 m yang menjadi zona aman pejalan kaki untuk menyeberang di depan lalu lintas kendaraan yang berhenti (World Health Organization, 2013 hal 63) Gambar 2.4 Zebra Cross (Sumber: Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995) Bentuk dan warna perkerasan di jalur pedestrian mempengaruhi ketertarikan pejalan kaki untuk menggunakannya (Danoe, 2006). Hal ini berkaitan dengan penggunaan lapisan permukaan dari material tertentu. Adapun elemen material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian (Danoe, 2006) yaitu: (1) Paving Block; (2) Batu alam; (3) Bata. Pada umumnya material paving block paling sering digunakan di jalur pedestrian karena pemasangan dan pemeliharaan material paving block yang mudah serta memiliki daya tahan yang kuat. Pola paving block dapat dibuat sesuai keinginan untuk menghindari kesan monoton. Material batu di jalur pedestrian memiliki daya tahan kuat serta pemeliharaannya yang mudah. Batu granit adalah salah satu material yang umum digunakan untuk jalur pedestrian. Batu granit memiliki komposisi, bentuk dan warna alami yang 12

9 memiliki keindahan. Material lainnya adalah bata. Bata dapat menyerap air dan panas dengan cepat namun daya tahannya kurang karena mudah retak Fasilitas Pendukung Pada jalur pedestrian terdapat fasilitas pendukung yang dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Letak fasilitas pendukung yang konsisten, bisa lebih menarik minat orang untuk berjalan (Natalivan, 2003). Adapun fasilitas pendukung yang dimaksud yaitu: Lampu Penerangan Lampu Penerangan yang memadai dapat meminimalisir dari tindak kejahatan dan masalah transportasi (Florez dkk, 2014). Oleh sebab itu penerangan harus dirancang menurut standar lokal yang berlaku agar memberikan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki Adapun kriteria penerangan jalan di kawasan perkotaan menurut SNI (7391:2008) yaitu menghasilkan kekontrasan antara objek dan permukaan jalan sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, meningkatkan keselamatan pengguna jalan khususnya pada malam hari, mendukung keamanan lingkungan, serta memberikan keindahan lingkungan jalan dengan bentuk dan warna yang menarik (Gambar 2.5). 13

10 Gambar 2.5 Penerangan Jalan (Sumber: SNI (7391:2008)) Tempat Sampah Lingkungan yang bersih dapat membuat suatu kawasan lebih menarik (Zakaria dan Ujang, 2015). Tempat sampah digunakan untuk menjaga agar jalur pedestrian tetap bersih. Lingkungan yang tidak higienis akan menganggu psikologi dan fisik pejalan kaki (Alfonzo, 2005). Jalur pedestrian yang bersih akan menambah daya tarik serta kenyamanan individu saat berjalan. Menurut danoe (2006) jarak antar tempat sampah adalah m, mudah dalam sistem pengangkutan sampah (Gambar 2.6). Gambar 2.6 tempat sampah (Sumber: 14

11 Tempat duduk Tempat duduk merupakan fasilitas pendukung yang dapat menciptakan kenyamanan pejalan kaki serta dapat memperindah jalur pedestrian jika di desain dengan baik. Pedoman penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang pejalan kaki di perkotaan yang dikeluarkan oleh departemen pekerjaan umum bahwa tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 m dengan lebar centimeter, panjang 150 centimeter dan menggunakan bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak. Menurut pattisinai (2013) jalur pedestrian memiliki fungsi rekreatif sehingga diperlukan bangku untuk tempat beristirahat. Sedangkan menurut natalivan (2003) bangku merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kenyamanan pejalan kaki dan mudah digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Fungsi lain dari bangku yaitu meningkatkan interaksi sosial dengan masyarakat lainnya (Natalivan, 2003) Vegetasi Penempatan dan pemilihan jenis vegetasi yang sesuai akan memberikan kenyamanan secara fisik dan psikologi pejalan kaki. Pemilihan jenis pohon tertentu dapat menghindari pejalan kaki dari paparan sinar matahari Serta dapat menyaring polusi (sutikno, 2013). Vegetasi bukan hanya dipergunakan sebagai penambah nilai estetis suatu kawasan, namun bisa dipergunakan untuk pemisah antara jalur pedestrian dan jalan lintas kendaraan (Danoe, 2006). 15

12 Rambu Jalan Rambu jalan berfungsi untuk memberikan informasi maupun larangan kepada kendaraan (Danoe, 2006). Kendaraan yang mematuhi peraturan lalu lintas akan mengurangi konflik dengan pejalan kaki, sehingga akan mengurangi resiko kecelakaan. Adapun persyaratan rambu lalu lintas menurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995 yaitu rambu diletakkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas dan berada di tepi paling luar jalur pedestrian, mudah terlihat khususnya pada malam hari, tidak menghalangi pejalan kaki serta bersifat tetap dan kokoh Bangunan Berjalan kaki di jalur pedestrian membutuhkan pemandangan visual yang baik karena bangunan memberikan pengalaman visual pada pejalan kaki (Zakaria dan Ujang, 2015). Proporsi serta fasad bangunan mengambil peranan penting untuk meningkatkan minat berjalan serta menambah rasa nyaman ketika seseorang berada pada suatu lingkungan (Natalivan, 2003). Pemasangan kanopi bangunan merupakan inisiatif pemilik bangunan komersial untuk menambah kenyamanan. Keberadaan kanopi bangunan khususnya pada area komersial bisa menjadi penghalang pejalan kaki dari paparan sinar matahari langsung (Aristo dan Natalivan, 2012). 2.2 Self Efficacy Self efficacy adalah kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimiliki untuk dapat meraih tujuan tertentu (Bandura dan Locke, 2003). Self 16

13 efficacy juga diartikan sebagai kemampuan individu untuk dapat memunculkan keyakinan pada diri sendiri (Idrus, 2014). Individu yang percaya dengan dirinya mampu menunjukkan bakat, pengetahuan, keterampilan dengan kesabaran dan ketekunan untuk meraih kesuksesan. Hal ini menunjukan bahwa self efficacy pada penelitian tersebut terfokus dari dalam diri individu atau internal efficacy. Sedangkan, Internal efficacy berbeda dengan eksternal efficacy. Eksternal efficacy menurut Eden (2001) adalah kepercayaan inividu terhadap sumber daya yang berasal dari luar dirinya. Eksternal efficacy tidak mengacu kepada kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, melainkan kepercayaan yang muncul karena pengaruh dari luar dirinya. Self efficacy berkaitan dengan identitas tempat yang merujuk kepada lingkungan fisik yang berada di luar dirinya (Ernawati, 2011). Identitas tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbentuk karena adanya pemahaman dan pemaknaan terhadap tempat yang melekat di pikiran manusia (Amar, 2010). Selanjutnya identitas juga terbangun karena adanya persepsi positif sehingga membentuk keterikatan terhadap tempat (Twigger dan Uzzel, 1996). Persepsi berdasarkan kondisi lingkungan yang dapat meningkatkan keyakinan diri. Hal tersebut berdasarkan respon manusia terhadap lingkungan, sehingga lingkungan mengambil peranan penting dalam pembentukan makna sebuah tempat yang pada akhirnya berkontribusi terhadap identitas. Ginting dan Rahman (2016) berpendapat bahwa identitas tempat dapat memberikan keunikan dan daya tarik pariwisata. 17

14 Faktor lingkungan fisik merupakan elemen penting untuk meningkatkan eksternal efficacy (Ben-Ami dkk, 2014). Kriteria lingkungan yang dapat meningkatkan eksternal efficacy yaitu lingkungan yang mampu memfasilitasi dan memudahkan individu untuk mencapai tujuan. Berikut adalah penelitian dari beberapa teori mengenai self efficacy yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu sebagai berikut: Tabel 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy Referensi Faktor Pembahasan Kenyamanan Fasilitas pendukung Ginting (2016) Keamanan Jalur pedestrian Aksesibilitas Transportasi umum Keyakinan Internal efficacy Kemungkinan Gerakan (Usia dan berat badan) Waktu Aksesibilitas Kesinambungan jalan Keamanan Kriminalitas Alfonzo Penerangan jalan (2005) Desain yang sesuai standar Kenyamanan Fasilitas pedestrian yang memadai Kesenangan Estetika lingkungan Twigger dan Uzzel (1996) Kenyamanan Keamanan Aksesibilitas Polusi Fasilitas umum Kriminalitas Transportasi publik Pada penelitian Alfonzo (2005) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan self efficacy saat berjalan, faktor kemungkinanpada jangka waktu tertentu menjadi hal utama untuk meningkatkan self efficacy yang dipengaruhi motivasi dari dalam diri (internal efficacy) karena individu mempunyai harapan yang baik terhadap lingkungan fisik. Akses yang mudah akan ikut serta memantapkan keyakinan diri 18

15 untuk datang berkunjung (Ginting, 2016). Lalu ketika sampai pada tempat tujuan, lingkungan yang aman dan nyaman akan semakin meningkatkan eksternal efficacy sehingga individu mendapatkan kesenangan di lingkungan tersebut. Atas dasar teori-teori tersebut, unsur-unsur utama self efficacy pada fasilitas pedestrian yaitu aksesibilitas, keamanan dan kenyamanan Aksesibilitas Akses yang mudah akan mempengaruhi minat individu untuk datang berkunjung ke suatu tempat (Ginting, 2016). Individu tidak bisa merasakan lingkungan yang aman dan nyaman apabila tidak terdapat akses yang memadai menuju kesuatu tempat. Aksesibilitas diartikan sebagai kemudahan bergerak dari tempat asal ke tempat tujuan (Zakaria dan Ujang, 2015). Hal tersebut berkaitan erat dengan kesinambungan jalur pedestrian. Kesinambungan jalur pedestrian akan mempermudah akses seseorang ke tempat tujuan yang diinginkannya. Natalivan (2003) menjelaskan bahwa pejalan kaki membutuhkan jalur pedestrian yang mampu memenuhi kebutuhan untuk bisa bersosialisasi. Artinya jalur pedestrian membutuhkan lebar yang mencukupi untuk individu saling berinteraksi satu sama lainnya, minimal harus bisa dilalui oleh 2 pejalan kaki. Selain itu jalur pedestrian harus mampu mengakomodasi pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas Keamanan Lingkungan yang aman memberikan individu kebebasan untuk beraktivitas, karena dengan merasa aman, individu merasa terlindungi dari bahaya yang mengancam jiwanya (Nur dan Suwandono, 2015). Hal tersebut dapat 19

16 meningkatkan efficacy pengunjung untuk berperilaku efisien dan rasional pada suatu lingkungan (Ginting, 2016), sehingga berpengaruh terhadap pencapaian tujuan karena tidak ada perasaan takut akan rintangan yang menghambat tujuan. Individu yang berkunjung kesuatu tempat membutuhkan keamanan dan kenyamanan untuk berkeliling menikmati suasana. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan yang aman yaitu faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik adalah kualitas fisik jalur pedestrian yang terhindar dari hambatan untuk memudahkan individu bergerak ketempat tujuan yang diinginkan (Nataliven, 2003). Kualitas fisik jalur pedestrian akan menentukan keinginan pejalan kaki untuk mengakses jalur pedestrian (Rahman, Shuhana, dan Izzam 2014). Kualitas fisik tersebut berkaitan dengan keadaan permukaan jalur pedestrian. Sedangkan faktor non fisik adalah kriminalitas. Twigger dan Uzzel (1996) menjelaskan bahwa lingkungan dengan kriminalitas yang tinggi membuat individu tidak betah untuk berlama-lama berada dilingkungan tersebut. Lingkungan yang transparan akan mengurangi resiko dari tindakan kejahatan (Zakaria dan Ujang, 2015). Karena individu dapat bebas melihat kawasan sekitar. Selain itu, perilaku pengendara motor juga berpengaruh terhadap keselamatan pejalan kaki (Zakaria dan Ujang, 2015). Untuk meminimalisir konflik antara pejalan kaki dan pengendara dapat dicegah dengan tersedianya jalur penyeberangan untuk pejalan kaki, rambu jalan dan penerangan yang memadai pada malam hari. 20

17 2.2.3 Kenyamanan Cukup sulit untuk menentukan kenyamanan seseorang, sebab setiap orang mempunyai cara berbeda dalam merespon dan memberikan persepsi pada lingkungan. Konsep kenyamanan menurut Zakaria dan Ujang (2015) yaitu keadaan menyenangkan dari fisiologis, fisik dan psikologi manusia terhadap lingkungannya. Alfonzo (2005) juga menjelaskan bahwa kenyamanan merupakan tingkatan dari kemudahan, nyaman lalu merasa puas. Pernyataan-pernyataan tersebut mengacu kepada perasaan senang individu ketika berinteraksi dengan lingkungan. Dengan merasa nyaman seseorang pasti merasa senang berada di lingkungan. Lingkungan mengambil peranan yang penting untuk kenyamanan seseorang. Keharmonisan dan keindahan lingkungan sekitar akan menambah kesenangan orang untuk berjalan (Natalivan, 2003), sehingga pejalan kaki akan berjalan lebih jauh. Faktor polusi juga berpengaruh terhadap kenyamanan. Suatu kawasan dengan tingginya minat menggunakan kendaraan serta tidak adanya penanganan dapat menimbulkan permasalahan seperti polusi udara dan suara (Florez dkk, 2013). Hal ini akan membuat minat individu untuk berjalan semakin berkurang. 2.3 Rangkuman Untuk mendukung kegiatan suatu tempat, dibutuhkan fasilitas yang dapat memudahkan manusia untuk melakukan berbagai aktivitas sehingga akan 21

18 meningkatkan self efficacy. Fasilitas pedestrian menjadi kebutuhan untuk mendukung kegiatan berbelanja. Menurut Ginting (2016), Alfonzo (2005) serta Twigger dan Uzzel (1996) beberapa hal yang dapat meningkatkan self efficacy pada fasilitas pedestrian yaitu kenyamanan, keamanan, dan aksesibilitas. Berikut adalah kerangka teori dari self efficacy pada fasilitas pedestrian di Jalan Perniagaan. Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Jalan Perniagaan Self Efficacy Fasilitas Pedestrian Kenyamanan Fasilitas Utama Keamanan Jalur pedestrian Aksesibilitas Fasilitas Pendukung Penerangan Tempat Sampah Bangku Vegetasi Bangunan Rambu Gambar 2.7 Diagram Kerangka Teori Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Jalan Perniagaan 22

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Jalur pedestrian di Jalan Sudirman Kota Pekanbaru dinilai dari aktivitas pemanfaatan ruang dan Pedestrian Level of Service. Jalur pedestrian di Jalan Sudirman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Angkutan Umum Sarana angkutan umum mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Lebih terperinci

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN 4.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa temuan studi, yaitu: Secara normatif, terdapat kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA 33 IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA Kuncoro Harsono, Yayi Arsandrie, Wisnu Setiawan Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.I Ruang Pejalan Kaki Jalur Ruang pejalan kaki Pengertian Pada masa lalu, perancangan ruang pejalan kaki di kota jarang dilakukan. Ketika suatu mall dirancang dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Wilayah studi dalam penelitian ini adalah Area Taman Ayodia, Jalan Barito, Jakarta Selatan. Gambaran umum terhadap wilayah studi pada awalnya akan dipaparkan gambaran

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN VI.1. KESIMPULAN Kegiatan pasar minggu pagi di kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada diminati oleh kalangan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat luas sebagai sarana relaksasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang Penentuan fasilitas penyeberangan tidak sebidang harus sesuai kondisi lalu lintas jalan yang ditinjau. Berikut metode penentuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat kota sebagai kawasan yang akrab dengan pejalan kaki, secara cepat telah menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah menjadi lingkungan

Lebih terperinci

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP) KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP) ABSTRAKSI Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN J A L A N NO.: 011/T/Bt/1995 TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN DER P A R T E M EN PEKERJAAN UMUM DIRE KTORAT JENDERAL BINA MARGA D I R E K T O R A T B I N A T E K N I K

Lebih terperinci

STUDI PERSEPSI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KENYAMANAN KAWASAN SIMPANG LIMA SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK TUGAS AKHIR

STUDI PERSEPSI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KENYAMANAN KAWASAN SIMPANG LIMA SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK TUGAS AKHIR STUDI PERSEPSI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KENYAMANAN KAWASAN SIMPANG LIMA SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK TUGAS AKHIR Oleh: ENI RAHAYU L2D 098 428 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya didapat sebuah kesimpulan bahwa kondisi eksisting area sekitar stasiun Tanah Abang bersifat tidak ramah terhadap para pejalan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 204 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh,

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan di segala bidang terutama di kota besar. Pertumbuhan tersebut diikuti oleh pembangunan infrastruktur kota seperti jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pedestrian II.1.1 Pengertian Jalur Pedestrian Di era modern sekarang, dalam tata ruang kota jalur pejalan kaki merupakan elemen yang sangat penting. Selain karena memberikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan BAB V KESIMPULAN Dari hasil analisis, peneliti menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana kondisi sistem setting dan livabilitas di ruang terbuka publik di Lapangan Puputan dan bagaimana bentuk persepsi

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU (BEHAVIOURISME) Tandal dan Egam (2011) menyatakan perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diketahui bahwa keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring dengan pergantian

Lebih terperinci

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut 5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut Ruang urban Depok terutama jalan Margonda Raya sangat ramai dan berbahaya. Pada pagi hari pukul

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan studi yang merupakan ringkasan hasil studi yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam melakukan studi, serta saran-saran

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju

Lebih terperinci

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator); POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Pengertian Umum Potongan melintang jalan (cross section) adalah suatu potongan arah melintang yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, sehingga dengan potongan melintang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1 Lokasi Penelitian U Gambar 5.1 Lokasi Penelitian Gambar 5.2 Lokasi Penelitian 30 31 Pemilihan titik lokasi penelitian seperti pada Gambar 5.2, pemilihan lokasi ini

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH TUNANETRA BANDUNG

SEKOLAH MENENGAH TUNANETRA BANDUNG V. KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam merancang sebuah sekolah mengengah luar biasa tunanetra ialah dengan cara membuat skenario perancangan pada desain yang

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM PENGERTIAN PEDESTRIAN Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi

Lebih terperinci

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar Mimin Andriani Sudjana (1), Virda Evi Yanti Deril (2), Ihsan Latief (3) (1) Program

Lebih terperinci

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.

BAB I PENDAHULUAN. komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan menambah semakin banyaknya tingkat transportasi yang ada. Transportasi merupakan sektor pendukung dalam setiap aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar.  Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir BAB IV : KONSEP 4.1 Konsep Dasar Table 5. Konsep Dasar Perancangan Permasalahan & Kebutuhan Konsep Selama ini banyak bangunan atau gedung kantor pemerintah dibangun dengan hanya mempertimbangkan fungsi

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Kembali Terminal Bus. Tamanan Kota Kediri mencangkup tiga aspek yaitu:

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Kembali Terminal Bus. Tamanan Kota Kediri mencangkup tiga aspek yaitu: BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Kembali Terminal Bus Tamanan Kota Kediri mencangkup tiga aspek yaitu: Standar Perancangan Objek Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah bagi pejalan kaki yang mempunyai ukuran dan dimensi berdasarkan skala manusia (Nasution,

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter yang menyatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas berjalan kaki merupakan suatu bagian integral dari aktivitas lainnya. Bagi masyarakat di daerah tropis, berjalan kaki mungkin kurang nyaman karena masalah

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Sekolah Dasar Islam Khusus Anak Cacat Fisik di Malang memiliki dasar konsep dari beberapa penggambaran atau abstraksi yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak terhadap perkembangan kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan kota sebagai pusat

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan di jalan raya merupakan issue yang sedang berkembang saat ini. Menurut data dari WHO dalam Sutawi (2006) sejak penemuan kendaraan bermotor lebih dari seabad

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan BAB VI HASIL RANCANGAN Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan perancangan. Batasan-batasan perancangan tersebut seperti: sirkulasi kedaraan dan manusia, Ruang Terbuka Hijau (RTH),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Malioboro merupakan salah satu pusat pertumbuhan di Kota Yogyakarta. Dokumen RPJMD Kota Yogyakarta tahun 2012 2016 juga menyebutkan bahwa Kawasan Malioboro

Lebih terperinci

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Sebagai Kampus Konservasi,

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Tesis desain ini bertujuan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang publik di kota Jakarta, juga sekaligus dapat mendekatkan ruang publik dengan masyarakat

Lebih terperinci

ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI

ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI PENGARUH ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI ( Studi Kasus : Penggal Jalan Pandanaran, Dimulai dari Jalan Randusari Hingga Kawasan Tugu Muda ) Danoe Iswanto ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul berbagai macam permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang muncul berkembang tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Data Umum Jalur sepeda adalah jalur lalu lintas yang khusus diperuntukan bagi pengguna sepeda, dipisahkan dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam perancangaan Hotel Resort ini saya menggunakan kosep dasar adalah Arsitektur Hijau dimana bangunan ini hemat energi, minim menimbulkan dampak negatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Fasilitas pejalan kaki harus direncanakan berdasarkan ketentuanketentuan sebagai berikut : 1. Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin, aman dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLISI TIDUR (ROAD HUMPS) Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat pengendali pemakai jalan sebagai alat pembatas kecepatan, dan memiliki banyak nama

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen No.315, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU. Sarana Prasarana. Pejalan Kaki. Perkotaan. Pemanfaatan. Penyediaan. Perencanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

1. Manajemen Pejalan Kaki

1. Manajemen Pejalan Kaki 1. Manajemen Pejalan Kaki 1. Desain Fasilitas Pejalan Kaki Terdapat 2 jenis design fasilitas pejalan kaki 1. Traditional engineering design Meminimumkan biaya dan memaksimalkan efisiensi. Contoh: waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pedestrian merupakan permukaan perkerasan jalan yang dibuat untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Di mana orang-orang dapat tetap berpindah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo

ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo ANALISIS PENATAAN RUANG PARKIR PASAR CENTRAL KOTA GORONTALO Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Gorontalo Abstrak : Permasalahan parkir sangat penting untuk dikaji lebih mendalam, karena

Lebih terperinci

Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia

Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) (STUDI KASUS PADA FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI JL. SOEKARNO HATTA BANDUNG) Edy Supriady Koswara 1, Roestaman, 2 Eko Walujodjati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci