PRESTASI KERJA DAN SISTEM PENGUPAHAN KEGIATAN PENANAMAN PADA REHABILITASI HUTAN BEKAS TERBAKAR DI HPH PT MELAPI TIMBER KALIMANTAN TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRESTASI KERJA DAN SISTEM PENGUPAHAN KEGIATAN PENANAMAN PADA REHABILITASI HUTAN BEKAS TERBAKAR DI HPH PT MELAPI TIMBER KALIMANTAN TIMUR"

Transkripsi

1 PRESTASI KERJA DAN SISTEM PENGUPAHAN KEGIATAN PENANAMAN PADA REHABILITASI HUTAN BEKAS TERBAKAR DI HPH PT MELAPI TIMBER KALIMANTAN TIMUR Job Performance and Wage System for Planting Activities of Burntover Forest Rehabilitation at the Forest Concession of PT Melapi Timber, East Kalimantan Hening Dwi Saputro 1), Slamet Mulyono 2) dan Muchlis Rachmat 2) Abstract. The purpose of this research was to indentify the job performance in the activities of making planting lines and planting of Meranti and Waru seedlings in the burnt-over forest rehabilitation areas. This research reveald that the working duration for making planting lines, Meranti and Waru seedling planting could be categorized as good, that it ranged between 6 8 hours a day. In the activities of making planting lines, it was found that the workers could accomplish 1.71 mandays per hectare, in the activities of planting Meranti seedlings 0.56 mandays per hectare and Waru seedlings 1.82 mandays per hectare. The slope steepness level influenced establishment of plant lines and Meranti seedling planting activities but did not influence Waru seedling planting activities. Wage systems per hour for making planting lines, planting of Meranti and Waru seedlings based on minimum wages standard in East Kalimantan were Rp3143, Work Contract Wage Rp7429, Rp5083 and Rp4289, Absolute Contract Wage Rp5349 and Rp5337, Taylor Defferential Wage Rp6824, Rp4526 and Rp3959, Halsey Premium Wage Rp7511, Rp5142 and Rp4314, Rowan Premium Wage Rp8727, Rp5191 and Rp4337, Gantt Bonus Wage Rp8595, Rp5798 and Rp4931, Bedaux Wage Rp7719, Rp5352 and Rp4382, respectively. The best wage systems in the establishment of plant line were Work Contract Wage, Absolute Contract Wage, Rowan Premium Wage and Bedaux Wage; in the activities of planting Meranti seedling, the wage systems included Work Contract Wage and Absolute Contract Wages; and in the activities of planting seedling, the best systems were Work Contract Wage, Absolute Contract Wages and Bedaux Wage. Kata kunci: prestasi kerja, sistem pengupahan, Meranti, Waru. Indonesia mengalami kebakaran hutan pada tahun 1983 hingga kini (Anonim, 1998). Kalimantan Timur juga mengalami kebakaran hutan pada tahun dan terjadi lagi tahun 1986, 1991, 1997 dan Kebakaran tahun 1997/1998 1) Fakultas Kehutanan Universitas Palangkaraya, Palangkaraya 2) Laboratorium Rekayasa Pemanenan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda 25

2 26 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005 mencapai luas ha (Anonim, 1999). HPH PT Melapi Timber berdasarkan peta hot spot satelit NOAA serta survey udara, pada peristiwa kebakaran tahun 1997/1998 diperkirakan areal kerja yang terbakar seluas ha terdiri dari kawasan berhutan ha, areal non hutan ha, areal garapan masyarakat ha dan areal yang tidak terbakar ha dari area kerjanya ha. HPH PT Melapi Timber telah melakukan kegiatan rehabilitasi lahan bekas terbakar sejak tahun 1989 dengan jenis Meranti, Kapur, Akasia dan Sungkai seluas ha dengan jumlah batang. Tahun 2000/2001 dilakukan penanaman dengan jenis-jenis Meranti, Kapur, Akasia dan Waru seluas ha dengan jumlah batang Petunjuk teknis yang telah dibuat untuk pelaksanaan kegiatan penanaman pada rehabilitasi hutan bekas terbakar masih bersifat umum, untuk itu perlu dibuat standar waktu kerja untuk pedoman pada kegiatan penanaman. Salah satu faktor penting agar tercapai kondisi pekerja yang optimal adalah dengan pemberian sistem dan besarnya upah memadai oleh perusahaan kepada pekerja. Waktu kerja perlu diketahui yang berhubungan dengan upah yang diberikan kepada pekerja, di samping itu, perusahaaan dapat mengetahui kemampuan kerja dan kelayakan upah yang diberikan. HPH PT Melapi Timber pada pekerjaan rehabilitasi hutan menggunakan sistem pengupahan berdasarkan upah harian yang besarnya diberikan berdasarkan upah minimum propinsi sektoral dan sistem pengupahan berdasarkan kesepakatan kerja yang besarnya telah ditentukan oleh perusahaan. Untuk itu perlu perhitungan sistem upah lain yang menguntungkan bagi perusahaan dan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prestasi kerja kegiatan pembuatan jalur tanam dan penanaman bibit Meranti dan Waru di daerah rehabilitasi hutan bekas terbakar yang bisa dipakai sebagai dasar pengupahan; mengetahui upah yang diterima pekerja pada berbagai sistem pengupahan (upah minimum propinsi sektoral, upah berdasarkan kesepakatan kerja, upah borongan mutlak, upah Deferential Taylor, sistem premi dari Halsey, sistem premi dari Rowan, sistem upah bonus dari Gantt dan sistem upah Bedaux); selain itu juga untuk menentukan sistem upah terbaik yang diterapkan di daerah penelitian. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di HPH PT Melapi Timber di Kecamatan Tabang Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan Timur. Objek penelitian adalah pekerja pada kegiatan pembuatan jalur tanam dan kegiatan penanaman. Pengamatan kegiatan pembuatan jalur tanam dan penanaman Meranti terletak di petak 360, kegiatan penanaman Waru terletak di petak 336. Sampel kegiatan pembuatan jalur tanam adalah waktu untuk membuat panjang jalur tanam. Prestasi kerja dihitung setiap 1 jam selama 1 hari kerja dan pada kelerengan yang ditemui dalam pembutan jalur tanam. Jumlah sampel prestasi kerja jalur tanam sebanyak 23 kelerengan, didapat dari 18 jalur tanam yang dilakukan oleh 6 orang pekerja.

3 Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 27 Sampel kegiatan penanaman adalah waktu yang diperlukan untuk menanam sejumlah bibit (bibit Meranti mulai kegiatan mambawa dan mananam bibit, bibit Waru hanya menanam karena bibit sudah diletakkan di samping ajir). Perhitungan prestasi kerja dihitung setiap 1 jam selama 1 hari kerja dan pada kelerengan yang ditemui dalam menanam bibit dalam jalur tanam. Jumlah sampel prestasi kerja kegiatan penanaman Meranti pada 23 kelerengan didapat dari 18 jalur tanam yang dilakukan oleh 2 orang pekerja dan jumlah sampel prestasi kerja kegiatan penanaman bibit Waru pada 28 kelerengan didapat dari 24 jalur tanam yang dilakukan oleh 3 orang pekerja. Pengukuran dilakukan pada tiap pekerja jam kerja selama 1 hari kerja. Satuan unit sampel adalah meter/jam (kegiatan pembuatan jalur tanam) dan bibit/jam (kegiatan penanaman). Data yang dikumpulkan adalah Jarak tanam, sudut kelerengan, waktu kerja pembuatan jalur, waktu kerja penanaman, upah pembuatan jalur tanam dan penanaman yang berlaku di perusahaan, upah minimum sektoral propinsi (UMSP), kebutuhan hidup minimal (KHM) dan data lain yang berhubungan dengan penelitian Pengukuran waktu kerja yang digunakan pada penelitian ini adalah metode non stop. Sebagai pembanding juga digunakan jam tangan. Perbedaan waktu positif atau negatif antara jam tangan dengan stopwatch dapat dibenarkan jika nilainya <3 %. Waktu kerja pada setiap elemen kerja dikelompokkan menjadi tiga yaitu: waktu kerja murni, waktu umum dan waktu total Data waktu kerja dan prestasi kerja kegiatan pembuatan jalur tanam, penanaman Meranti dan penanaman Waru dianalisis secara tabulasi. Hasil analisisis berupa prestasi kerja dan hasil kerja setiap jam yang dilakukan oleh pekerja pembuatan jalur tanam dan pekerja penanaman, selain itu juga dicatat waktu kerja dan prestasi kerja pada kelerengan yang didapat pada setiap jalur oleh pekerja pembuatan jalur tanam dan pekerja penanaman. Sistem pengupahan yang digunakan adalah sebagai berikut: Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP), Upah Berdasarkan Kesepakatan Kerja, Upah Berdasarkan Borongan Mutlak, Upah Deferential Taylor, Sistem Upah Premi Halsey, Sistem Upah Premi Rowan, Sistem Upah Bonus Gantt, Sistem Upah Bedaux Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara prestasi kerja pada berbagai kelerengan (X) dan upah tenaga kerja (Y), maka dilakukan analisis statistik dengan menggunakan model regresi linier sederhana (Gomez dan Gomez, 1995; Siahaya, 1996). Model-model yang akan diselidiki sebagai berikut: y = a + bx lny = a + bx 1/y = a + bx y = a + b lnx lny = a + b lnx 1/y = a + b lnx y = a + b 1/x lny = a + b 1/x 1/y = a + b 1/x, yang mana: y = upah tenaga kerja; a, b = konstanta ; x = prestasi kerja Derajat hubungan antara prestasi kerja dan upah dilihat dari koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R 2 ).

4 28 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005 Model regresi terbaik adalah yang mempunyai nilai Indek Furnival (IF) terkecil. Nilai IF dapat diperoleh dengan rumus: IF = f x s; yang mana: f = faktor koreksi; s = simpangan baku (galat baku regresi) Tabel 1. Nilai Faktor Koreksi Menurut Peubah Terikat Peubah terikat Nilai f Y 1 Ln Y GM (Y) 1/Y GM (Y 2 ) Keterangan: GM = geometrik mean (rataan geometrik) lnyi GM (Y) = anti ln n l GM (Y 2 nyi 2 ) = anti ln n Karmini (2000) menyatakan, bahwa penetapan sistem upah yang baik adalah berdasarkan jumlah skor unsur-usur yang dimiliki oleh masing-masing sistem pengupahan. Unsur-usur yang digunakan dalam menilai tingkat kebaikan sistem pengupahan adalah sebagai berikut: 1. Kelayakan. Penentuan skor kelayakan adalah ssebagai berikut: [{(upah KHM) (selisih upah dan KHM terkecil)} / {(selisih upah dan KHM terbesar) (selisih upah dan KHM terkecil) / 99}] + 1 Berdasarkan unsur kelayakan sistem pengupahan, maka dikelompokan menjadi tiga yaitu: Kurang layak (C) = 1 33,9; Layak (B) = 34 66,9 dan Sangat layak (A) = Keadilan. Penentuan skor keadilan adalah sebagai berikut: [{(r r terkecil)} / {(r terbesar r terkecil)} / 99] + 1 Berdasarkan unsur keadilan, sistem pengupahan dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Kurang adil (C) = 1 33,9; Adil (B) = 34 66,9 dan Sangat adil (A) = Manfaat upah. Penentuan skor manfaat upah adalah sebagai berikut: [{(upah upah terendah)} / {(upah tertinggi upah terendah)} / 99] + 1 Berdasarkan unsur manfaat upah sistem pengupahan, maka dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Kurang bermanfaat (C) = 1 33,9; Bermanfaat (B) = 34 66,9 dan Sangat bermanfaat (A) = Pengaruh upah terhadap prestasi kerja. Penentuan skor pengaruh upah terhadap prestasi kerja didapat dari: [{(IF IF tertinggi)} / {(IF terendah IF tertinggi)} / 99] + 1 Berdasarkan unsur pengaruh upah terhadap prestasi kerja, maka sistem pengupahan dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Kurang berpengaruh (C) = 1 33,9; Berpengaruh (B) = 34 66,9 dan Sangat berpengaruh (A) = Pengaruh upah terhadap biaya produksi. Penentuan skor pengaruh upah terhadap biaya produksi didapat dari: [{(tarif tarif terendah)} / {(tarif tertinggi tarif terenah)} / 99] + 1

5 Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 29 Berdasarkan unsur pemanfaatan upah terhadap biaya produksi, maka sistem pengupahan dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Kurang berpengaruh (C) = 1 33,9; Berpengaruh (B) = 34 66,9; Sangat berpengaruh (A) = Menentukan sistem upah terbaik berdasarkan unsur-unsur. Karmini (2000) menyatakan, bahwa penetapan sistem upah yang baik adalah berdasarkan jumlah skor yang dimiliki oleh masing-masing sistem pengupahan. Jumlah skor diperoleh dengan cara menjumlahkan ke-5 nilai skor dari unsur-unsur penentu tingkat kebaikan sistem pengupahan. Nilai skor tiap unsur sebelumnya dikalikan dengan jumlah bobot yang diberikan kepada masing-masing unsur yaitu 20 %. Klasifikasi sistem pengupahan berdasarkan jumlah nilai skor yang diperoleh adalah sebagai berikut: Sangat tidak baik (E) = 0 19,9; Tidak baik (D) = 20 39,9; Cukup baik (C) = 40 59,9; Baik (B) = 60 79,9; Sangat baik (A) = HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembuatan Jalur Tanam dan Penanaman 1. Waktu kerja dan prestasi kerja pembuatan jalur tanam setiap jam Waktu dan prestasi kerja setiap jam pada pembuatan jalur tanam ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Waktu Kerja dan Prestasi Kerja setiap Jam pada Kegiatan Pembuatan Jalur Tanam Jam ke- Waktu kerja Prestasi kerja Murni Umum Jumlah (meter) (batang (menit) % (menit) % (menit) % ajir) I 43,61 72,68 16,39 27, ,33 14 II 60,00 10, , ,17 18 III 40,44 67,40 19,56 32, IV 60, ,00 0, ,33 19 V 59, ,00 0,00 59, ,17 16 VI 60, ,00 0, VII 60, ,00 0, ,67 18 VIII 12,88 35,57 23,28 64,43 36, ,33 4 Jumlah/orang 394,14 86,94 59,23 13,06 453, Dari tabel di atas dapat dilihat rata-rata waktu kerja dari 6 orang pekerja dalam satu hari berkerja selama 453,37 menit (7 jam 33,37 menit). Waktu kerja tersebut termasuk baik menurut Suma mur (1977). 2. Hubungan waktu kerja dengan prestasi kerja pembuatan jalur tanam Prestasi kerja tertinggi terjadi pada jam kedua, keempat dan ketujuh, hal ini disebabkan pada jam-jam tersebut waktunya benar-benar dipakai untuk kegiatan membuat jalur tanam. Dari keadaan tersebut didapat bahwa waktu kerja murni semakin besar, waktu umum berkurang, sedang prestasi kerja semakin besar.

6 30 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005 Prestasi kerja 77,08 m/jam (waktu total), berdasarkan waktu kerja murni adalah 89,05 m/jam. Prestasi kerja pembuatan jalur tanam berdasarkan luas areal per hektar dengan jarak antar jalur 10 m didapat 1,71 hok/ha. 3. Produktivitas pembuatan jalur tanam pada berbagai kelerengan Dari hasil analisis keragaman pengaruh kelerengan terhadap prestasi kerja pembuatan jalur tanam menunjukkan, bahwa kelerengan berpengaruh terhadap prestasi kerja. Hubungan antara kelerengan dengan prestasi adalah erat dan ada faktor lain yang tidak terlibat dalam prestasi kerja pembuatan jalur tanam, diduga faktor lain ini adalah: faktor interen yaitu pada kemampuan yang kurang, disebabkan kurang baiknya gizi dan faktor eksteren yaitu pada fasilitas perusahaan yang kurang memadai. Penanaman Bibit Meranti 1. Waktu kerja dan prestasi kerja penanaman bibit Meranti setiap jam Waktu kerja penanaman 2 orang pekerja selama satu hari rata-rata 426,28 menit (7 jam 6,28 menit) (Tabel 3). Waktu kerja tersebut termasuk baik sesuai dengan peneltian yang dilakukan oleh Suma mur (1977). Tabel 3. Rata-rata Waktu Kerja Penanaman dan Prestasi Kerja Setiap Jam Pengamatan pada Penanaman Bibit Meranti Waktu kerja Prestasi Jam ke- Murni Umum Jumlah (batang) (menit) % (menit) % (menit) % I 33,00 55,00 27,00 45,00 60, II 48,94 81,56 11,07 18,44 60, III 49,98 81,63 11,02 18,37 60, IV 44,21 77,57 12,78 22,42 56, V 47,82 79,70 12,18 20,30 60, VI 48,58 80,97 11,42 19,03 60, VII 40,84 58,93 28,46 41,07 69, Jumlah 311,97 73,30 113,93 26,70 426, Waktu kerja murni pada jam pertama adalah sedang, kemudian meningkat pada jam kedua dan menurun lagi pada jam ketiga, lalu menurun lagi pada jam keempat selama 44,21 menit menjelang istirahat. Kejadian ini terulang lagi setelah istirahat siang, yang mana pada jam kelima adalah sedang lalu meningkat pada jam keenam dan turun pada jam ketujuh menjelang pulang ke camp. Pada Tabel 3 di atas terlihat, bahwa waktu kerja murni pada jam pertama dan kedelapan adalah rendah; hal tersebut disebabkan besarnya waktu umum. Besarnya waktu umum pada jam pertama dan kedelapan digunakan untuk perjalanan berangkat dari camp ke lokasi kerja dan pulang dari lokasi kerja ke camp (jarak lokasi kerja dari camp ±1 km) serta untuk istirahat. Rata-rata prestasi kerja penanaman bibit Meranti pada jam pertama adalah sebanyak 40 batang, kemudian prestasi meningkat pada jam kedua sebanyak 54 batang, pada jam ketiga meningkat lagi sebanyak 58 batang lalu menurun menjelang istirahat pada jam keempat menjadi 48 batang. Prestasi kerja penanaman

7 Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 31 bibit Meranti setelah istirahat pada jam kelima sebanyak 54 batang, kemudian meningkat pada jam keenam sebanyak 59 batang lalu menurun menjelang pulang ke camp pada jam ketujuh menjadi 47 batang. Dari penelitian prestasi kerja terlihat bahwa pada awal jam kerja prestasinya rendah, karena waktu awal banyak digunakan untuk waktu kerja umum (kegiatan persiapan), kemudian prestasi meningkat dan menurun lagi menjelang waktu istirahat. Kejadian prestasi kerja seperti ini berulang setelah istirahat siang hingga waktu kerja selesai. Kecenderunan ini berbeda dengan kecenderungan yang dikemukakan oleh Wignjosoebroto (2000) yang dikutip dari Taylor (1954) tentang efisiensi/produktivitas kerja manusia berkaitan dengan fungsi waktu kerja, yang mana efisiensi/produktivitas meningkat (tinggi) pada waktu memulai kerja dan menjelang waktu istirahat. Perbedaan terletak pada produktivitas pada permulaan kerja disebabkan waktu kerja banyak digunakan untuk waktu umum 2. Hubungan waktu kerja dengan prestasi kerja penanaman bibit Meranti Terdapat kesamaan antara waktu kerja murni dengan prestasi penanaman bibit Meranti, bila waktu kerja murni rendah dan waktu umum tinggi, maka prestasi kerja penanaman bibit Meranti rendah. Sebaliknya bila waktu kerja tinggi dan waktu umum rendah, maka prestasi tinggi. Prestasi kerja kegiatan penanaman bibit Meranti adalah 51 bibit/jam (waktu total), sedangkan berdasarkan waktu kerja murni adalah 68 bibit/jam. Prestasi kerja penanaman bibit Meranti berdasarkan luas areal per hektar dengan jarak antar jalur 10 m dan jarak antar bibit yang ditanam 5 m akan didapat 0,56 hok/ha. 3. Prestasi kerja kegiatan penanaman bibit Meranti pada berbagai kelerengan Kelerengan sangat berpengaruh terhadap prestasi kerja penanaman bibit Meranti, hubungan antara kelrengan dengan prestasi kerja erat dan ada faktor lain yang tidak terlibat terhadap prestasi penanaman bibit Meranti selain kelerengan. Penanaman Bibit Waru 1. Waktu kerja dan prestasi kerja penanaman bibit Waru setiap jam Waktu kerja dan prestasi kerja penanaman bibit Waru setiap jam ditampilkan pada Tabel 4. Penanaman bibit Waru dikerjakan dengan cara berkelompok, yang mana kegiatan penanaman bibit dilakukan oleh 2 orang tenaga kerja, pekerja pertama bertugas meletakkan bibit Waru, sedangkan orang kedua bertugas Tabel 4. Rata-rata Waktu Kerja dan Prestasi Kerja Setiap Jam pada Kegiatan Penanaman Bibit Waru Waktu kerja Prestasi Jam ke Murni Umum Jumlah (batang) (menit) (%) (menit) (%) (menit) (%) I 47,78 79,63 12,22 20, II 44,13 73,54 15,87 26, III 41,99 69,98 18,01 30, IV 41,60 69,14 18,69 34,86 60, V 43,34 72,23 16,66 27, VI 36,63 61,05 23,37 38, VII 31, ,40 38,52 50, Jumlah 286,49 69,75 124,22 30,25 410,

8 32 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005 menanam bibit. Waktu kerja dan prestasi kerja dihitung berdasarkan waktu kerja penanam bibit (orang kedua) dengan upah yang dibayarkan berdasarkan bibit yang ditanam bukan yang diletakkan pada ajir. Waktu kerja penanaman bibit Waru ratarata 410,71 menit (6 jam 50,71 menit) adalah termasuk baik menurut Suma mur (1977). Kecenderungan waktu kerja murni dan prestasi kerja penanaman bibit Waru sesuai dengan kecenderungan yang dikemukakan oleh Wignjosoebroto (2000) dikutip dari Taylor (1954) tentang efisiensi/produktivitas kerja manusia berkaitan dengan fungsi waktu kerja. Efisiensi/prorduktivitas meningkat (tinggi) pada waktu memulai kerja dan setelah waktu istirahat menurun hingga waktu istirahat. 2. Hubungan waktu kerja dan prestasi kerja penanaman bibit Waru Kecenderungan antara waktu kerja murni dengan prestasi penanaman bibit Waru yang bila waktu kerja murni rendah, maka prestasi kerja penanaman bibit rendah dan bila waktu kerja murni tinggi prestasi penanaman juga naik. Keadaan ini terbalik dengan waktu kerja umum. Prestasi kerja kegiatan penanaman bibit Waru 45 bibit/jam/orang (waktu kerja total). Berdasarkan waktu kerja murni adalah prestasi sebanyak 64 bibit/jam/orang. Prestasi kerja berdasarkan luas areal per hektar didapat 1,82 hok/ha. 3. Prestasi kerja penanaman bibit Waru pada berbagai kelerengan Berdasarkan Anova ternyata kelerengan tidak berpengaruh terhadap prestasi kerja penanaman bibit Waru dan hubungan antara kelerengan dengan prestasi kerja tidak erat. Perbedaan Prestasi Kerja Penanaman Bibit Meranti dan Bibit Waru Prestasi penanaman bibit Meranti dan Waru adalah berbeda, diduga disebabkan oleh faktor interen, yaitu metode kerja yang dipengaruhi oleh standar metode kerja dan jarak tanam. Faktor eksteren yaitu sarana kerja berupa bahan baku dan lingkungan yang dipengaruhi oleh lokasi yang berbeda. Upah Sistem pengupahan didasarkan pada 3 hal, yaitu waktu kerja, hasil kerja dan premi. Sistem pengupahan berdasarkan waktu kerja/sistem harian menggunakan sistem UMSP, hasil kerja menggunakan sistem upah Borongan Mutlak dan Kesepakatan Kerja, sedangkan sistem premi menggunakan sistem Deferential Taylor, Halsey, Rowan, Gantt dan Bedaux. Hasil perhitungan upah dari hasil penelitian ditampilkan pada Tabel 5. Penilaian kemampuan berbagai sistem pengupahan dalam memenuhi KHM menggunakan data KHM daerah Kutai bulan Mei 2002 sebesar Rp /bulan atau Rp2.959/jam. Kemampuan sistem pengupahan dapat dilihat pada Tabel 6. Pada kegiatan pembuatan larik tanam, semua sistem pengupahan dapat memenuhi KHM berdasarkan kebutuhan hidup pemuda lajang sebesar 3000 kalori/hari dengan urutan terendah UMSP, Borongan Mutlak, Taylor, Kesepakatan Kerja, Halsey, Bedaux, Gantt dan Rowan. Pada kegiatan penanaman Waru semua sistem pengupahan dapat memenuhi KHM dengan urutan dari yang terendah

9 Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 33 UMSP, Taylor, Kesepakatan Kerja, Halsey, Rowan, Bedaux, Gantt dan Borongan Mutlak. Tabel 5. Rata-rata Upah yang Dibayarkan pada Berbagai Sistem Pengupahan (Rp/Jam) Sistem Pembuatan Penanaman Penanaman pengupahan jalur tanam bibit Meranti bibit Waru UMSP Kesepakatan Kerja Borongan Mutlak Taylor Halsey Rowan Gantt Bedaux Tabel 6. Kemampuan Besarnya Upah untuk Memenuhi KHM Kegiatan Sistem Upah KHM Kelebihan pengupahan (Rp/jam) (Rp/bulan) (Rp/bulan) (Rp/bulan) Pembuatan UMSP jalur Borongan Mutlak tanam Taylor Kesepakatan Kerja Halsey Bedaux Gantt Rowan Penanaman UMSP bibit Taylor Meranti Kesepakatan Kerja Halsey Rowan Borongan Mutlak Bedaux Gantt Penanaman UMSP Bibit Taylor Waru Kesepakatan Kerja Halsey Rowan Bedaux Gantt Borongan Mutlak

10 34 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005 Hubungan Antara Prestasi Kerja dan Upah Hubungan antara prestasi kerja dan upah tenaga kerja pada kegiatan di persemaian dijelaskan dengan menggunakan koefisien korelasi (r), sedangkan untuk melihat apakah ada faktor lain yang mempengaruhi upah selain dari prestasi keja dilihat koefisien determinasi (R 2 ) seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi Berbagai Kegiatan dan Sistem Pengupahan Sistem Pembuatan jalur tanam Penanaman Meranti Penanaman Waru pengupahan R 2 r R 2 r R 2 r Kesepakatan Kerja Borongan Mutlak Deferential Taylor 0,856 0,925 0,822 0,906 0,713 0,844 Halsey 0,701 0,837 0,716 0,846 0,581 0,762 Rowan 0,709 0,820 0,725 0,851 0,585 0,765 Gantt 0,781 0,884 0,821 0,906 0,771 0,878 Bedaux 0,983 0,992 0,950 0,975 0, Nilai koefisien korelasi (r) = 1 pada kegiatan pembuatan jalur tanam, kegiatan penanaman bibit Meranti dan bibit Waru adalah sistem upah kesepakatan kerja dan borongan mutlak. Nilai koefisien korelasi = 1 berarti bahwa 100 % dari seluruh data prestasi kerja yang mengikuti pola peningkatan prestasi kerja akan menyebabkan peningkatan upah yang diterima oleh pekerja atau sebaliknya bila upah yang diberikan meningkat akan menyebabkan peningkatan prestasi kerja tenaga kerja. Nilai koefisien korelasi (r) = <1, berarti bahwa kurang dari 100 % dari seluruh data prestasi kerja yang mengikuti pola peningkatan prestasi kerja akan menyebabkan peningkatan upah yang diterima dengan system pengupahan yang bernilai r <1. Sisa data tidak mengikuti pola tersebut, jadi kemungkinan hubungan yang terjadi adalah bila prestasi kerja meningkat, maka upah yang diterima oleh pekerja atau dikeluarkan perusahaan juga meningkat atau bisa juga sebaliknya menurunnya upah yang diberikan oleh perusahaan akan menyebabkan peningkatan prestasi kerja oleh tenaga kerja Nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 1 berarti variasi nilai dari peubah random X (prestasi) menyebabkan berubahnya nilai Y (upah) sebesar 100 %, dengan kata lain peningkatan upah yang diterima hanya dipengaruhi oleh faktor prestasi kerja, tidak ada faktor lain yang mempengaruhi. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) <1 berarti variasi nilai dari peubah random X (prestasi) menyebabkan berubahnya nilai Y (upah) kurang dari 100 %, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terlibat dalam model regresi. Faktor yang mempengaruhi berubahnya upah yang diterima oleh pekerja kegiatan ini antara lain adalah: i) faktor tenaga kerja yang terdiri dari jumlah tenaga kerja, biaya hidup sehari-hari dan ii) faktor kondisi dan manajemen perusahaan yang terdiri dari likuiditas keuangan perusahaan, peran pengusaha yang bersangkutan dalam menentukan harga, tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan serta fasilitas yang diberikan oleh perusahaan.

11 Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 35 Penentuan Sistem Upah yang Terbaik Unsur-unsur yang digunakan untuk penilaian terhadap berbagai sistem pengupahan adalah: Kelayakan, Keadilan, Manfaat upah, Pengaruh upah terhadap prestasi kerja, Pengaruh upah terhadap biaya produksi, Penentuan sistem upah yang terbaik. Nilai skor dari setiap unsur dikalikan dengan 0,2 sehingga didapat nilai dan kriteria sebagai berikut: Tidak baik (E) = 0 <20, Agak baik (D) = 20 <40, Baik (C) = 40 <60, Cukup baik (B) = 60 <80 dan Sangat baik (A) = Sistem pengupahan dan kriterianya ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8. Skor dan Kriteria Sistem Pengupahan pada Berbagai Sistem Pengupahan Sistem Pembuatan Penanaman Penanaman pengupahan jalur tanam bibit Meranti bibit Waru Skor Kriteria Skor Kriteria Skor Kriteria UMSP 20,40 D 20,40 D 20,40 D Kes. Kerja 77,10 B 76,40 B 70,80 B Bor. Mutlak 69,40 B 76,80 B 80,20 A Taylor 46,80 C 39,40 D 55,00 C Halsey 57,40 C 53,00 C 48,80 C Rowan 62,80 C 53,20 C 47,20 C Gantt 44,80 C 53,20 C 46,60 C Bedaux 73,80 B 65,80 D 63,40 B Sistem pengupahan UMPS pada ketiga kegiatan agak baik diterapkan karena dapat memenuhi KHM. Sistem pengupahan kesepakatan kerja yang berlaku di lokasi penelitian pada kegiatan pembuatan jalur tanam, penanaman bibit Meranti dan Waru cukup baik. Secara nyata upah yang diterima sangat dipengaruhi oleh prestasi kerja. Bila pihak perusahaan ingin meningkatkan output dan pekerja ingin meningkatkan upah adalah dengan melakukan upaya peningkatan hasil kerja. Sistem pengupahan borongan mutlak cukup baik pada kegiatan pembuatan jalur tanam dan penanaman bibit Meranti, sedangkan kegiatan penanaman bibit Waru sangat baik. Bila perusahaan akan menerapkan sistem pengupahan borongan mutlak, perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang rata-rata prestasi kerja. Sistem upah ini adalah baik bagi perusahaan dan pekerja karena penetapan upah per satu satuan output adalah berdasarkan upah minimum yang berlaku di perusahaan. Sistem pengupahan diferensial Taylor pada kegiatan pembuatan jalur tanam dan penanaman bibit Waru adalah baik, sedang penanaman bibit Meranti agak baik diterapkan. Sistem pengupahan diferensial Taylor ini memacu pekerja untuk berprestasi di atas rata-rata prestasi agar mendapat upah penuh (100 %), bila kurang dari rata-rata prestasi kerja, pekerja hanya dibayar 75 % per satu satuan output dari upah yang telah disepakati. Sistem pengupahan Halsey, Rowan dan Gantt pada ketiga kegiatan adalah baik untuk diterapkan oleh perusahaan. Pada sistem upah Halsey, Rowan dan Gantt besar upah yang didapatkan adalah berdasarkan prestasi kerja dan waktu kerja,

12 36 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005 berbeda dengan sistem upah kesepakatan kerja dan borongan mutlak, yang mana upah seluruhnya ditentukan oleh hasil kerja. Sistem pengupahan Bedaux cukup baik diterapkan pada kegiatan pembuatan jalur tanam dan penanaman bibit Waru, sedang kegiatan penanaman bibit Meranti agak baik untuk diterapkan pada lokasi penelitian. Pemberian premi akan meningkatkan motivasi pekerja, sehingga prestasi kerja akan meningkat tetapi dalam batas-batas tertentu karena semakin banyak hasil output, maka premi yang diterima semakin menurun. Dengan pemberian premi yang semakin mengecil, perusahaan dapat menjaga biaya untuk upah yang berlebihan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Waktu kerja pembuatan jalur tanam, penanaman bibit Meranti dan penanaman bibit Waru adalah termasuk baik yaitu antara 6 8 jam sehari. Pembuatan jalur tanam dapat dikerjakan 1,71 hok/ha dengan lebar jalur 2 m, pada penanaman bibit Meranti dapat dikerjakan 0,56 hok/ha jarak tanam 10x5 m dan kegiatan penanaman bibit Waru dapat dikerjakan 1,82 hok/ha dengan jarak tanam 6 x 3 m. Pada pembuatan jalur tanam dan penanaman Meranti, kelerengan berpengaruh terhadap prestasi kerja, sedangkan penanaman bibit Waru kelerengan tidak berpengaruh. Upah yang diterima per jam pada berbagai kelerengan pada beberapa sistem pengupahan dalam pembuatan jalur tanam, penanaman Meranti dan Waru berturutturut berdasarkan UMSP Kalimantan Timur semuanya sama yaitu Rp3.143, upah berdasarkan Kesepakatan Kerja masing-masing Rp7.429, Rp5.083 dan Rp4.289, Upah Borongan Mutlak Rp5.349, Rp5.337 dan Rp5.319, Upah Deferential dari Taylor Rp6.824, Rp4.526 dan Rp3.959, Sistem Premi dari Halsey Rp7.511, Rp5.142 dan Rp4.314, Sistem Premi dari Rowan Rp8.727, Rp5.191 dan Rp4.337, Sistem Upah Bonus dari Gantt Rp8.595, Rp5.798 dan Rp4.931, Sistem Upah Bedaux Rp7.719, Rp5.352 dan Rp Pada kegiatan pembuatan jalur tanam dengan kriteria cukup baik adalah upah berdasarkan Kesepakatan Kerja, Upah Borongan Mutlak, Sistem Premi dari Rowan dan Sistem Upah Bedaux; kriteria baik adalah Upah Deferential dari Taylor, Sistem Premi dari Halsey dan Sistem Upah Bonus dari Gantt; kriteria agak baik adaalah UMPS Kalimantan Timur. Pada kegiatan penanaman bibit Meranti dengan kriteria cukup baik adalah upah berdasarkan Kesepakatan Kerja dan Upah Borongan Mutlak; kriteria baik adalah Sistem Premi dari Halsey, Sistem Premi dari Rowan dan Sistem Upah Bonus dari Gantt; kriteria agak baik adalah UMSP Kalimantan Timur, Upah Deferential dari Taylor dan Sistem Upah Bedaux. Pada kegiatan penanaman bibit Waru dengan kriteria sangat baik adalah Upah Borongan Mutlak; kriteria cukup baik adalah upah berdasarkan Kesepakatan Kerja dan Sistem Upah Bedaux; kriteria baik adalah Upah Deferential dari Taylor, Sistem Premi dari Halsey, Sistem Premi dari Rowan dan Sistem Upah Bonus dari Gantt; kriteria agak baik adalah UMPS Kalimantan Timur.

13 Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 37 Saran Diperlukan adanya pengawasan dari perusahaan untuk menekan waktu umum kegiatan penanam bibit Meranti dan Waru. Bantuan fasilitas bagi tenaga borongan dari perusahaan juga diperlukan dengan harapan dapat meningkatkan prestasi kerja. Sistem upah yang menguntungkan bagi perusahaan dan bagi pekerja selain dari Kesepakatan Kerja perlu dikaji untuk digunakan. Disarankan pemberian upah untuk pembuatan jalur tanam dan penanaman bibit Meranti berdasarkan perbedaan kelerengan. Sistem Upah Minimum Propinsi Sektoral (UMPS) digunakan perusahaan sebagai standar upah harian, untuk itu pemerintah perlu memikirkan besarnya UMPS tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) tetapi juga yang dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum (KFM) karena lebih manusiawi. DAFTAR PUSTAKA Anonim Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia; Faktor, Dampak dan Upaya Penanggulangannya. Jilid I. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. Anonim Data Luasan Kebakaran Hutan di Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua (Terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta. Karmini Analisis Upah Tenaga Kerja Persemaian dengan Berbagai Sistem Pengupahan pada HPH PT Bina Wana, Separi Kalimantan Timur. Tesis Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Siahaya, J Hubungan Antara Diameter Pohon dan Limbah yang Dihasilkan di Tempat Penebangan. Buletin Penelitian Kehutanan 9 (2). Suma mur Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Pekerjaan Kehutanan dan Industri Perkayuan. Lembaga Nasional Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, Jakarta. Wignjosoebroto, S Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Cetakan kedua. Penerbit Guna Widya, Surabaya.

14

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM Muhdi, *) Abstract The objective of this research was to know the productivity skidding by tractor of Komatsu

Lebih terperinci

Oleh/By: Dulsalam 1 & Agustinus Tampubolon 1. Diterima, 9 April 2010; disetujui, 9 September 2010 ABSTRACT

Oleh/By: Dulsalam 1 & Agustinus Tampubolon 1. Diterima, 9 April 2010; disetujui, 9 September 2010 ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PENANAMAN BIBIT SECARA SEMI MEKANIS DI LAHAN KERING (Productivity and Cost of Semi Mechanical Seedling Cultivation on a dry land) Oleh/By: Dulsalam 1 & Agustinus Tampubolon 1 1

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah merupakan model yang menggambarkan langkah-langkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah. Metodologi penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

STEVIA ISSN No Vol. II No. 01-Januari 2012

STEVIA ISSN No Vol. II No. 01-Januari 2012 Manajemen Pembinaan Hutan Alam P. Inhutani IV i HPH Sijunjung Sumatera Barat Juliana Simbolon 1) 1) osen Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Quality ABSRAC Activities are included in the guidance of

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA PROSES PENGERINGAN KAYU GERGAJIAN DI PT SUMALINDO LESTARI JAYA DAN PT KALINDO PACIFIC

PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA PROSES PENGERINGAN KAYU GERGAJIAN DI PT SUMALINDO LESTARI JAYA DAN PT KALINDO PACIFIC PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA PROSES PENGERINGAN KAYU GERGAJIAN DI PT SUMALINDO LESTARI JAYA DAN PT KALINDO PACIFIC Productivity and Cost Analysis of Drying Process of Sawn Timber at PT Sumalindo Lestari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Sebelum hasil penelitian disajikan, maka terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Sebelum hasil penelitian disajikan, maka terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karateristik Responden Sebelum hasil penelitian disajikan, maka terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai karateristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. telah ada pada pokok bahsan bab awal. Hipotesa penulis adalah : Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya.

BAB IV ANALISIS DATA. telah ada pada pokok bahsan bab awal. Hipotesa penulis adalah : Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya. 83 BAB IV ANALISIS DATA A. Pengujian Hipotesis Sebelum menjabarkan tentang analisis data dalam bentuk perhitungan menggunakan program SPSS, penulis membuat hipotesis sebagaimana yang telah ada pada pokok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Artikel (Article) PENDUGAAN BIOMASSA POHON BERDASARKAN MODEL FRACTAL BRANCHING PADA HUTAN SEKUNDER DI RANTAU PANDAN, JAMBI Fractal Branching Model

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium)

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium) Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium) Data Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Volume total petak 2.667164112 2.741236928 2.896762245 2.572835298 2.753163234 Volume per hektar 66.6791028

Lebih terperinci

Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN

Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN 1412-4645 EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN JATI PADA AREAL GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Evaluation of plant growth in Teak on National Movement for

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB 4. PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISA DATA

BAB 4. PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Waktu siklus Stasiun Kerja Stik (Jahit) Tabel 4.1 Data Waktu Siklus Stasiun Kerja Stik (Jahit) Per 1 pasang Pengamatan Waktu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Yosep Ruslim 1, Muchlis Rachmat 1 dan Erina Hertianti 2 1 Laboratorium

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA ( Exploitation Factor of Mangium ( Accacia mangium Wild) Plantation Forest : Case

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN

Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN Jenis Bambang Lanang Studi Pertumbuhan dan Hasil (Growth and Yield) Pembangunan Database Growth and Yield Kuantifikasi Kualitas Tempat Tumbuh Jenis Kayu bawang Studi Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 53 TAHUN 2001 T E N T A N G IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IHT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA HUTAN TANAMAN (IUHT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Time Study Time study merupakan suatu pengukuran waktu kerja yang dikembangkan oleh F.W. Taylor untuk menentukan suatu sistem kerja yang baik. Taylor sampai saat ini dipandang

Lebih terperinci

Regresi Linear untuk Memperkirakan Pengurangan Hutan di Indonesia

Regresi Linear untuk Memperkirakan Pengurangan Hutan di Indonesia Regresi Linear untuk Memperkirakan Pengurangan Hutan di Indonesia Athia Saelan (23515038) Program Magister Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

Pertemuan 7. Nova Yanti Maleha,S.E.MM 10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1

Pertemuan 7. Nova Yanti Maleha,S.E.MM   10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1 Pertemuan 7 Nova Yanti Maleha,S.E.MM E-mail : novayanti608@gmail.com 10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1 PENGERTIAN KOMPENSASI? KOMPENSASI Adalah semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang, langsung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Data Pohon Contoh Untuk penyusunan tabel volume pohon sebagai alat bantu IHMB di PT. Ratah Timber ini diperlukan data-data dimensi pohon dari setiap pohon contoh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 50 TAHUN 2001 T E N T A N G IZIN PEMANFAATAN HUTAN (IPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT (Productivity and Cost of Felling Forest Plantation in PT Inhutani II Pulau Laut) Oleh/By : Marolop Sinaga

Lebih terperinci

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) 6.1. Analisis Nilai Tambah Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998 Tentang PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DENGAN SISTEM TEBANG PILIH DAN TANAM JALUR KEPADA ATAS

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE 53 PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE Felling Productivity on Community Teak (Tectona grandis) Forest Bone Regency Andi Mujetahid ABSTRACT Community teak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang meliputi eksplorasi dan pemilihan data PUP, evaluasi, koreksi dan ekstraksi data PUP dilaksanakan di Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Upah Upah dapat diartikan sebagai suatu imbalan yang diperoleh pekerja dari majikan atas prestasi yang telah mereka berikan berdasarkan perjanjian kerjanya. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

D. 9. Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Rochadi Kristiningrum 3

D. 9. Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Rochadi Kristiningrum 3 D. 9 Produksi Kayu Bulat dan Nilai Harapan Lahan Hutan Tanaman Rakyat Gaharu (Aquilaria microcarpa) Di Desa Perangat Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Sofya A. Rasyid dan Abubakar M. Lahjie 2 Faperta Universitas Muhammadiyah, Palu. 2 Laboratorium Politik,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan hal-hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan hasil penelitian. 8.1.

pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan hal-hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan hasil penelitian. 8.1. BAB VIII. KE SIMPU LAN DAN SARAN BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisikan pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan

Lebih terperinci

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary Jurnal Penelitian Hasil Hutan Forest Products Research Journal Vol. 13, No. 1 (1995) pp. 19-26 PENGARUH PEMBUANGAN BANIR DALAM PENEBANGAN POHON TERHADAP EFISIENSI PEMUNGUTAN KAYU (Study kasus di suatu

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. yang didapatkan dari puyuh Coturnix-cotunix japonica pada umur 15 minggu yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. yang didapatkan dari puyuh Coturnix-cotunix japonica pada umur 15 minggu yang 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh dan telur yang didapatkan dari puyuh Coturnix-cotunix japonica

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

IV HASIL dan PEMBAHASAN

IV HASIL dan PEMBAHASAN IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum 4.1.1. Lokasi Penelitian Desa Sumber Lor merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Cirebon. Keadaan geografis Desa Sumber Lor berada di dataran rendah pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Produksi Kedelai Dalam ketersediaan kedelai sangat diperlukan diberbagai penjuru masyarakat dimana produksi kedelai merupakan suatu hasil dari bercocok tanam dimana dilakukan dengan

Lebih terperinci

Sona Suhartana dan Yuniawati

Sona Suhartana dan Yuniawati 37 PENGARUH TEKNIK PENEBANGAN, SIKAP TUBUH PENEBANG, DAN KELERENGAN TERHADAP EFISIENSI PEMANFAATAN KAYU MANGIUM (Acacia mangium Wild) (THE EFFECT OF FELLING TECHNIQUE, FELLER POSTURES, AND SLOPE TO TIMBER

Lebih terperinci

KONSEPSI HUTAN, PENGELOLAAN HUTAN DAN PENERAPANNYA DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI DI INDONESIA

KONSEPSI HUTAN, PENGELOLAAN HUTAN DAN PENERAPANNYA DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI DI INDONESIA Hadirin sekalian, penulis berpendapat, beberapa permasalahan besar di muka sangatlah penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan hutan, akan tetapi pembahasan terhadap konsep-konsep dasar ilmu kehutanan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN HUTAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB) LAMPIRAN 4. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB) 1 PEDOMAN

Lebih terperinci

Usulan Perhitungan Insentif Karyawan CV. Miracle Berdasakan Jumlah Produksi

Usulan Perhitungan Insentif Karyawan CV. Miracle Berdasakan Jumlah Produksi Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional [ Teknik Industri] Itenas No.2 Vol.1 September-2013 Usulan Perhitungan Insentif Karyawan CV. Miracle Berdasakan Jumlah Produksi DUWAR

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU 30 ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU (Manihot esculenta) DI DESA PUNGGELAN KECAMATAN PUNGGELAN KABUPATEN BANJARNEGARA Supriyatno 1), Pujiharto 2), dan Sulistyani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distributor memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat karena distributor merupakan perantara antara produsen dan konsumen. Menurut Anief (2000),

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) LAMPIRAN 2. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) 1 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

penggunaan nilai wajar yang di adopsi oleh IAI yaitu mengenai properti investasi yang diatur dalam PSAK 13 dan IAS 40 pada standar IFRS.

penggunaan nilai wajar yang di adopsi oleh IAI yaitu mengenai properti investasi yang diatur dalam PSAK 13 dan IAS 40 pada standar IFRS. Pada standar IFRS terdapat penggunaan metode nilai wajar. Salah satu penggunaan nilai wajar yang di adopsi oleh IAI yaitu mengenai properti investasi yang diatur dalam PSAK 13 dan IAS 40 pada standar IFRS.

Lebih terperinci

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15 TABEL ISI POHON JENIS BINTANGUR (Callophyllum sp.) DI KPH SANGGAU, KALIMANTAN BARAT (Tree Volume Table of Bintangur (Callophyllum sp.) in the Forest District of Sanggau, West Kalimantan) Oleh/By: Sofwan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Statistik Data Plot Contoh Jumlah total plot contoh yang diukur di lapangan dan citra SPOT Pankromatik sebanyak 26 plot contoh. Plot-plot contoh ini kemudian dikelompokkan

Lebih terperinci

Pertemuan ke: 5. Pokok Bahasan : Petak Ukur (PU)

Pertemuan ke: 5. Pokok Bahasan : Petak Ukur (PU) Pertemuan ke: 5 Capaian pembelajaran: Mahasiswa mampu memahami hakekat pembuatan petak ukur dalam inventarisasi SDH dan mampu mengaplikasikannya di lapangan. Pokok Bahasan : Petak Ukur (PU) Sub Pokok Bahasan:

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi (PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Dengan bekerja, manusia berharap akan memperoleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Dengan bekerja, manusia berharap akan memperoleh suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bekerja merupakan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan bekerja, manusia berharap akan memperoleh suatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan

Lebih terperinci

ANALISA PERTUMBUHAN TEGAKAN MUDA MERANTI (Shorea sp.) DENGAN TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN) DI PT. TRIWIRAASTA BHARATA KABUPATEN KUTAI BARAT

ANALISA PERTUMBUHAN TEGAKAN MUDA MERANTI (Shorea sp.) DENGAN TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN) DI PT. TRIWIRAASTA BHARATA KABUPATEN KUTAI BARAT Jurnal AGRIFOR Volume XV mor 2, Oktober 2016 ISSN P 1412-6885 ISSN O 2503-4960 ANALISA PERTUMBUHAN TEGAKAN MUDA MERANTI (Shorea sp.) DENGAN TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN) DI PT. TRIWIRAASTA BHARATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Susu Aneka Rasa Mommy Cow Tulungagung

Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Susu Aneka Rasa Mommy Cow Tulungagung Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Susu Aneka Rasa Mommy Cow Tulungagung Tontowi Jauhari Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Kadiri Jl. Selomangleng No. 1 Kediri, Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Manajemen Proyek Manajemen proyek konstruksi adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

Regresi Linier Sederhana dan Korelasi. Pertemuan ke 4

Regresi Linier Sederhana dan Korelasi. Pertemuan ke 4 Regresi Linier Sederhana dan Korelasi Pertemuan ke 4 Pengertian Regresi merupakan teknik statistika yang digunakan untuk mempelajari hubungan fungsional dari satu atau beberapa variabel bebas (variabel

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Terdistribusi Kualitas Sistem Informasi Business

BAB 4 HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Terdistribusi Kualitas Sistem Informasi Business BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Data Terdistribusi Kualitas Sistem Informasi Business Trip Berdasarkan instrumen penelitian yang menggunakan skala 1 (satu) sampai

Lebih terperinci