BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada berbagai kelas diameter dan kelas lereng yang telah ditentukan, maka akan didapatkan bahwa rata rata keterbukaan yang diakibatkan oleh penebangan oleh satu batang pohon dari seluruh contoh pengukuran yang diambil secara umum adalah adalah sebesar 196,85 m 2 /phn. Pada tabel 11 juga terlihat bahwa dengan semakin besarnya diameter pohon yang ditebang ternyata tidak selalu diikuti dengan semakin besarnya keterbukaan yang terjadi begitu juga dengan kelas lereng. Tabel 11 Tabulasi pengukuran keterbukaan areal (m 2 ) akibat penebangan Diameter (cm) Ulangan Kelas Lereng (%) 0 15 (B1) (B2) 26 up (B3) 1 145,55 120,20 164, ,10 174,41 249, (A1) 3 280,85 189,85 185, ,77 89,05 117, ,45 248,87 228,90 Jumlah 782,72 822,38 945, ,86 139,61 177, ,60 250,40 280, (A2) 8 245,09 315,35 207, ,73 228,07 161, ,20 212,84 72,75 Jumlah 798, ,27 899, ,14 325,35 151, ,55 369,18 117,96 81 up (A3) ,70 87,62 327, ,61 161,64 163, ,52 186,27 186,27 Jumlah 1387, ,06 946,03 Total 8.858,57 m 2 Rata - rata 196,85 m 2

2 Luas areal yang terbuka akibat penebangan satu batang pohon di PT. Austral Byna ini lebih tinggi dari luas areal yang terbuka yang dikemukakan Sukanda (1995) di PT. Narkata Rimba (127,86 m 2 atau 1,28%) juga lebih tinggi dari hasil penelitian Wijayanti (1993)(136,48 m 2 atau 1,36%) dan hasil penelitian Yanuar (1992) (177,96 m 2 atau 1,77). Wiradanata dan Widarmana (1980) yang mengutip pendapat Dawkins (1959), mengemukakan bahwa setiap penebangan satu pohon besar di hutan tropika basah akan merusak paling sedikit 0,02 Ha (2%) pada vegetasi sekelilingnya sehingga angka keterbukaan sebesar 196,85 m 2 /phn atau 1,96% ini tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan oleh Wiradanata dan Widarmana. Hasil sidik ragam (tabel 20) pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa diameter, kelas lereng dan interaksinya tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap besarnya keterbukaan areal. Tabel 12 Tabel ANOVA keterbukaan areal akibat penebangan Keterangan Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel Pr>F DIAMETER , ,87 0,28 3,266 0,75 KLS LRG , ,36 2,55 3,266 0,09 AB , ,89 1,42 2,64 0,24 Error , ,71 Corrected Total , Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penyaradan Dalam melakukan kegitan penyaradan, PT. Austral Byna menggunakan alat berat berupa bulldozer. Bulldozer yang digunakan di PT. Austral Byna adalah bulldozer jenis Caterpillar type D7G yang memiliki mesin 6 silinder yang memiliki tenaga sebesar 200 tenaga kuda. Berat dari bulldozer ini adalah 18 ton. Pisau dari bulldozer ini 4 meter untuk lebarnya dan memiliki Winch pada bagian belakangnya yang digunakan untuk menyarad kayu dengan panjang 20 meter.

3 Daya jelajah efektif dari bulldozer ini pada umumnya adalah sejauh 500 meter sehingga apabila kayu yang disarad jaraknya sudah lebih dari 500 meter dari TPn, maka akan dibuatkan lagi TPn yang baru untuk menumpuk kayu hasil saradan. Tabel 13 Luas Keterbukaan Areal Pada Tiap Petak Petak Areal Jl Sarad Jl Angkut TPn Jumlah Terlayani (m2) Luas (m2) % Luas (m2) % Luas (m2) % Luas (m2) % CW , ,80 18, ,00 5,33 414,00 0, ,80 23,82 CX , ,80 19, ,20 5,92 621,00 0, ,00 25,61 CU , ,95 16, ,52 5,56 138,88 0, ,35 21,92 CU , ,29 16, ,16 2,01 104,16 0, ,61 18,82 Jumlah , , , ,76 Rata ,71 17, ,72 4,70 319,51 0, ,94 22,54 Berdasarkan Tabel 13, maka dapat terlihat bahwa besarnya keterbukaan areal akibat pembuatan jalan sarad, jalan angkutan dan Tpn berdasarkan areal yang terlayani, pada tiap petak berukuran 100 ha adalah sebesar 22,54% per petak atau seluas ,94 m 2. Pada petak CW 50 sebenarnya sebagian dari kegiatan pemanenan yang dikerjakan masuk ke dalam petak CV 50 karena target kayu tebangan yang dikeluarkan pada petak CW 50 ternyata kurang sehingga perusahaan mengambil sebagian kayu hasil tebangan dari petak CV 50. Petak CX 50 memiliki luas keterbukaan areal yang begitu besar karena oleh banyaknya jalan sarad yang dibuat oleh bulldozer ketika akan mengambil kayu hasil penebangan untuk disarad. Juga karena oleh banyaknya TPn yang dibuat dalam petak tersebut, tercatat petak CX 50 memiliki 8 buah TPn. Sedangkan pada petak CU 52 dan CU 53 jalan sarad tidak menjangkau keseluruhan petak karena pada bagian sisi barat pari petak ini terdapat ladang dari masyarakat sehingga sudah tidak ada kayunya dan ditak dibuat jalan saradnya serta adanya sungai yang cukup lebar sehingga tidak bisa diseberangi oleh bulldozer. Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat terlihat bahwa areal terbuka begitu beragam. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti :

4 1. Faktor kondisi lapangan yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya penyaradan karena adanya ladang milik masyarakat. 2. Adanya sungai yang cukup lebar sehingga tidak bisa dilintasi. 3. Faktor tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan yang kurang karena operator dari bulldozer tersebut tidak dibekali dengan peta pohon sehingga ketika ingin menyarad kayu yang telah ditebang, operator dari bulldozer tersebut harus berkordinasi dengan Chainsaw Man untuk mendapatkan informasi lokasi dari pohon pohon tersebut. 4. Operator bulldozer juga tidak memiliki pengetahuan yang banyak terhadap metode pembuatan jalan sarad yang efektif dan efisien yang sesuai dengan Reduce Impact Logging. 5. Faktor alam seperti cuaca dan medan yang memiliki tingkat kelerengan yang berbeda beda. Secara keseluruhan, apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran di Brazil pada tahun 1996 yang dilakukan oleh Forest Ecology and Management yang menerapkan metode RIL dan Konvensional menunjukan bahwa besarnya keterbukaan untuk metode RIL dengan petak kerja seluas 108 Ha adalah sebesar 4,8% sedangkan yang berdasarkan metode konvensional dengan petak kerja seluas 112 Ha adalah sebesar 8,9%. Apabila dibandingkan dengan keterbukaan yang terjadi di PT. Austral Byna maka dapat terlihat bahwa keterbukaan yang terjadi di PT. Austral Byna sebesar 22,54% untuk petak kerjsa berukuran 100 Ha adalah tinggi. Besarnya keterbukaan ini nantinya akan mengakibatkan terjadinya laju erosi yang tinggi yang dapat mengakibatkan menurunnya kesuburan tanah sehingga pertumbuhan semai dan pancang menjadi tidak baik karena terjadinya run off yang berlebihan sehingga hara dari tanah akan hilang yang kemudian akan berdampak kepada persediaan kayu didaur tebangan yang akan datang menjadi tidak terlalu banyak, sehingga nilai ekonomis dari hutan akan semakin terus berkurang. Untuk mengatasi hal ini maka perlu diterapkan kegiatan pemanenan yang berbasis RIL yang dapat menekan laju keterbukaan areal akibat kegiatan pemanenan. Bidang perencanaan harus membuat peta pohon yang telah lengkap dengan arah rebah pohon dan rencana jaringan jalan sarad agar operator Chainsaw

5 dapat menentukan arah rebah pohon dengan benar, sehingga keterbukaan yang terjadi tidak besar. Operator bulldozer juga disarankan perlu dibekali dengan peta rencana jaringan jalan sarad yang telah dibuat oleh bidang perencanaan dan dibekali dengan kemampuan untuk membaca peta. Hal ini diperlukan agar operator bulldozer tidak salah arah dalam mebuat jalan sarad serta tidak salah tempat dalam menentukan lokasi TPn, dimana selama ini operator bulldozer tidak dibekali peta sehingga dalam membuat jalan sarad, operator bulldozer harus masuk dahulu ke dalam hutan untuk mencari pohon yang telah ditebang dan dalam menentukan TPn terkadang tidak strategis dan mewakili pohon yang ditebang. 5.2 Kerusakan Tegakan Tinggal Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Kerusakan tegakan tinggal terjadi karena tertimpanya pohon pada tegakan oleh pohon yang ditebang. Dengan robohnya satu batang pohon, maka akan menimbulkan kerusakan pada pohon di sekitarnya. Kerusakan tegakan tinggal itu sendiri terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu kategori tingkat kerusakan ringan, tingkat kerusakan sedang dan tingkat kerusakan berat. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan pada tingkat kerusakan berat, maka didapatkan data bahwa besarnya kerusakan tegakan tinggal oleh robohnya satu batang pohon yaitu 6,46 batang pohon (4,15 m 3 ), 19,73 batang tiang dan 35,06 pancang.

6 Tabel 14 Jumlah kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan satu batang pohon pada berbagai tingkat kerusakan dan tingkat jenis No Jenis Kerusakan Jumlah kerusakan menurut tingkat kerusakan Kategori Pohon Tiang Pancang Jumlah 1 Patah batang Berat 2,64 5,43 4, Pecah batang Berat 0,37 0,46 0,13 0,96 3 Roboh Berat 1,47 5,33 16,11 22,91 4 Doyong > 45o Berat 0,82 5,96 12, Doyong < 45o Sedang 0,40 4,88 7,97 13,25 6 Rusak tajuk > 50% Berat 1,06 1,24 0,44 2,74 7 Rusak tajuk 30-50% Sedang 1,64 1,83 1,33 4,8 8 Rusak tajuk <30% Ringan 0,64 1,24 0,44 2,32 9 Luka batang >1/2 d Berat 0,06 1,31 1,22 2,59 10 Luka batang 1/4-1/2 d Sedang 0,69 2,84 3,32 6,85 11 Luka batang <1/3 d Ringan 0,64 1,93 1,26 3,83 12 Rusak banir >1/2 d Berat 0, ,02 13 Rusak 1/4-1/2 d Sedang 0,11 0,00 0,00 0,11 14 Rusak banir <1/4 d Ringan 0,07 0,00 0,00 0,07 Jumlah 10,63 32,45 49,37 92,45 Kerusakan tegakan tinggal itu sendiri terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu kategori tingkat kerusakan ringan, tingkat kerusakan sedang dan tingkat kerusakan berat (Elias, 1998). Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan pada jenis pengamatan tingkat pohon dan jenis kerusakan berat dan pengukuran pada seluruh kelas diameter dan kelas lereng yang telah ditentukan, maka didapatkan data bahwa besarnya kerusakan tegakan tinggal tingkat berat yang diakibatkan oleh robohnya satu batang pohon akan merusakan 6,46 batang pohon (4,15 m 3 ), 19,73 batang tiang dan 35,06 pancang. Secara keseluruhan besarnya kerusakan yang terjadi pada seluruh jenis kerusakan dan tingkat jenis, maka untuk satu batang pohon rebah akan menghasilkan kerusakan sebesar 92,45 batang. Berdasarkan tipe kerusakan yang di kemukakan oleh Elias (1998), didapatkan bahwa jenis kerusakan dengan tingkat kerusakan berat yang paling sering terjadi pada tingkat pohon adalah berupa tipe patah batang yang berjumlah 119 batang yang mengalami rusak patah batang atau rata- rata terjadi 2,64 batang pohon yang patah batang untuk setiap pohon yang roboh, serta mempunyai total volume kerusakannya sebesar 65,714 m 3 /ha atau rata rata setiap pohon yang

7 direbahkan akan menyebabkan kerusakan patah batang sebesar 1,46 m 3 /phn. Bentuk kerusakan yang terjadi setelah patah batang adalah rusak tajuk dengan besar kerusakan sebesar 1,06 batang pohon yang rusak untuk setiap pohon yang ditebang atau rata rata sebesar 1,03m 3 untuk setiap pohon yang dirobohkan. Pada tingkat kerusakan sedang dan kecil serta tingkat kerusakan pada tingkat tiang dan pancang dapat dilihat pada bagian lampiran. Apabila dalam satu hektar terdapat 5 pohon yang ditebang, maka besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi untuk setiap hektar adalah sebesar 20,75 m 3 /ha. Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil pengukuran tegakan tinggal oleh Ade (2003) yang mengukur kerusakan dengan teknik RIL (Reduce Impact Logging) di PT. Sumalindo, dimana dalam satu hektar terdapat 4,43 pohon yang ditebang terdapat kerusakan tegakan tinggal sebanyak 3,77 phn/ha atau sebesar 7,54 m 3 /ha. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran Sukanda (1995), maka angka ini lebih rendah Sukanda mendapatkan nilai kerusakan tegakan tinggal pada sistem pemanenan konvensional dalam setiap hektarnya adalah sebesar 33,93 m 3 /ha. Namun secara umum kategori kerusakan tegakan tinggal yang terjadi di PT. Austral Byna ini tergolong tinggi. Bila dibandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Muhdi (1998) menunjukan bahwa kerusakan pada tingkat pohon akibat kegiatan penebangan per hektarnya dengan intensitas tebangan adalah 6 pohon per hektar adalah sebesar 35,6 pohon per ha dimana untuk setiap 1 batang pohon yang ditebang akan menghasilkan kerusakan sebanyak 5,95 pohon. Apabila menggunakan metode RIL maka kerusakan per hektarnya adalah sebesar 22,7 pohon per hektar, dimana untuk setiap 1 batang pohon yang ditebang akan menghasilkan kerusakan sebesar 4,28 pohon. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi di PT. Austral Byna apa bila dibandingkan adalah sangat tinggi. Untuk menentukan tingginya kerusakan di PT. Austral Byna ini, maka perlu di bandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Bull, et al (2001) yang menunjukan bahwa penebangan satu batang pohon pada petak kerja, dengan meotde RIL (Reduce Impact Logging) akan menghasilkan kerusakan tegakan tinggal berupa pohon diameter >10cm sebanyak 9 batang pohon rusak. Pada metode konvensional untuk setiap satu batang pohon yang ditebang akan

8 menghasilkan 22 batang pohon rusak. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran ini, maka kerusakan tegakan tinggal di PT. Austral Byna adalah lebih tinggi yaitu untuk satu batang pohon yang ditebang akan menghasilkan kerusakan pohon (>10 cm) sebesar 26,19 batang pohon rusak. Dapat disimpulkan bahwa kerusakan tegakan tinggal yang terjadi di PT. Austral Byna ini adalah tinggi. Kerusakan yang tinggi ini nantinya akan mengakibatkan menurunnya kualitas pohon yang tidak ditebang sehingga dengan cacat yang diderita pada pohon tersebut akan mengakibatkan menurunnya kesempatan hidup dari pohon pohon tersebut. Dengan menurunnya kesempatan hidup dari pohon pohon yang rusak tersebut maka persediaan kayu mendatang akan semakin berkurang sehingga kayu yang akan ditebang akan semakin berkurang dan nilai ekonomis dari hutan akan semakin menurun. Menurut Siapno (1970), tegakan tinggal dinilai cukup baik apabila pada tegakan tinggal tersebut terdapat pohon pohon yang sehat 41% - 59%. Bila dikaitkan dengan pernyataan tersebut, dengan jumlah pohon per hektar berdasarkan LHC adalah rata rata sebanyak 34,34 phn/ha, maka jumlah kerusakan yang terjadi di PT. Austral Byna pada tingkat pohon adalah sebesar 20,5 phn/ha atau sebesar 59,69 % sehingga jumlah pohon yang sehat adalah 40,3 % maka tegakan tinggal setelah pemanenan di PT. Austral Byna bisa dikategorikan kurang baik karena berada dibawah nilai dari kriteria yang ditetapkan oleh Siapno. Bila berdasarkan pedoman TPTI, maka setidaknya untuk tingkat pohon harus ada 25 pohon per hektar yang masih sehat dengan jenis komersial yang masih tertinggal. Bila dibandingkan dengan pedoman TPTI tersebut maka dengan pohon yang tertinggal sebannyak 13,34 pohon per hektar, maka tegakan tinggal yang ada dinilai kurang karena berada di bawah persyaratan tegakan tinggal berdasarkan pedoman TPTI. Langkah langkah yang disarankan adalah dengan menerapkan sistem pemanenan yang terencana dan berdampak kerusakan rendah, dalam hal ini adalah sistem pemanenan berbasis RIL. Dengan sistem pemanenan RIL ini diharapkan akan menurunkan tingkat kerusakan yang diakibatkan kegiatan penebangan dan penyarada sehingga akan meningkatkan kesempatan hidup dari pohon pohon yang tidak ditebang yang nantinya akan dimanfaatkan untuk daur

9 tebang berikutnya. Dapat juga dengan melakukan kegiatan penanaman yang lebih pada areal yang memiliki kerusakan tinggi tersebut yang diharapkan nantinya akan tumbuh sebagai pengganti dari pohon yang telah mati akibat kegiatan penabangan dan penyaradan Pengaruh lereng dan diameter terhadap kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Pada Tabel 15 dapat terlihat bahwa jumlah kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada tiap faktor adalah sangat beragam. Jumlah kerusakan tegakan tinggal berupa batang pohon terbesar berada pada faktor kelas diameter > 80 cm dan kelas lereng > 26% (A3B3) dengan besar kerusakannya adalah berjumlah 41 batang pohon. Jumlah pohon yang rusak kerusakan tegakan tinggal yang terkecil tejadi pada kelas diameter cm dan kelas lereng % (A1B2) sebesar 24 batang pohon.

10 Tabel 15 Tabulasi jumlah kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan satu batang pohon Kelas Lereng (%) Diameter (cm) 0 15 (B1) (B2) 26 up (B3) Phn (btg) Phn (btg) Phn (btg) 35 batang pohon rusak 24 batang pohon rusak 34 batang pohon rusak (rata rata 7 batang (rata rata 4,8 batang (rata rata 6,8 batang (A1) 34 batang pohon rusak 35 batang pohon rusak 33 batang pohon rusak (rata rata 6,8 batang (rata rata 5 batang (rata rata 6,6 batang (A2) 37 batang pohon rusak 22 batang pohon rusak 41 batang pohon rusak 81 up (rata rata 7,4 batang (rata rata 4,4 batang (rata rata 8,2 batang (A3) Untuk mengetahui faktor mana saja yang paling berpengaruh pada tingkat kerusakan tegakan tinggal, maka dilakukanlah sidik ragam (ANOVA) seperti terlihat pada Tabel 16. Hal ini untuk menguji hipotesis apakah salah satu faktor saja yang berpengaruh atau diantara kedua faktor tersebut memiliki interaksi yang saling mempengaruhi.

11 Tabel 16 Tabel ANOVA kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Keterangan Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F tabel Pr > F DIAMETER 2 14,20 7,10 3,30 3,266 0,048* LERENG 2 6,71 3,35 1,56 3,266 0,22 AB 4 1,21 0,30 0,14 2,64 0,96 Error 36 77,44 2,15 Corrected Total 44 99,58 Keterangan * = Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA), pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa diameter mempunyai pengaruh yang nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Lereng dan interaksi antara kelas lereng dan diameter tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan tegakan tinggal. Dari tabel sidik ragam diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa (Ho) ditolak karena F hitung sebesar 3,3 lebih besar dari pada F tabel sebesar 3,266 atau perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada kerusakan tegakan. Tabel 17 Hasil uji jarak Duncan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Pengelompokan Rata - rata N DIAMETER A 4, A3 A B A 4, A1 B B 3, A2 Karena diameter mempunyai pengaruh yang nyata, maka dilakukanlah uji Duncan. Berdasarkan hasil uji Duncan ini didapatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh pada besarnya kerusakan tegakan tinggal adalah kelas diameter > 81 cm. Dengan semakin besarnya diameter dari pohon tersebut maka tinggi pohon tersebut juga akan semakin tinggi memiliki luasan penampang tajuk yang lebih besar sehingga apabila pohon tersebut ditebang, maka akan memiliki jangkauan yang lebih jauh dibandingkan dengan pohon yang memiliki diameter lebih kecil. Diameter pohon yang besar tersebut akan memiliki daya rusak yang lebih besar dibandingkan dengan pohon dengan diameter yang lebih kecil.

12 5.2.3 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penyaradan Kegiatan penyaradan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya kerusakan tegakan tinggal. Berdasarkan hasil pengukuran, kerusakan tegakan tinggal di empat petak pengamatan (15 kali ulangan) dengan panjang jalan sarad yang diamati sepanjang 100 meter untuk satu kali ulangan pada setiap petaknya sehingga total jalur yang diamati panjangnya adalah 1500 meter, didapatkan bahwa bulldozer dapat merusak rata rata sebanyak 13,48 batang pohon per hm atau rata- rata sebesar 11,03 m 3 /hm. Bentuk kerusakan yang terjadi umumnya berupa batang roboh, patah batang, pecah batang dan batang miring lebih dari 45 o yang diakibatkan oleh dorongan dari pisau bulldozer saat bulldozer akan membuka jalan sarad. Tabel 18 Jumlah tingkat pohon yang rusak pada kegiatan penyaradan Petak Panjang jalur Panjang Total Jumlah pohon Kerusakan pengamatan Jalan Sarad Kerusakan rusak phn/hm (hm) (m) (phn) CU , ,04 834,95 CU , ,90 CX , , ,82 CW , ,59 Jml ,933 Rata2 202,25 13, , ,61 Tabel 18 menunjukan banyaknya kerusakan tingkat tiang per hektometer rata rata adalah sebesar 13,48 batang pohon per hectometer dengan total kerusakan sebesar 1.064,61 batang pohon per 15 hm. Besarnya kerusakan pada tingkat pohon tertinggi terdapat pada petak CX 50. Hal ini disebabkan karena pada saat dilakukaanya pengukuran, didapati jalan sarad yang dibuat beberapa kali menyeberangi sungai sehingga operator bulldozer perlu menumpuk beberapa pohon dan tiang disekitar sungai untuk dijadikan jembatan sementara bagi bulldozer untuk menyeberangi sungai tersebut. Besarnya kerusakan ini juga disebabkan karena saat bulldozer akan menyarad kayu, bulldozer tersebut terlebih

13 dahulu membuat jalan sarad yang mengakibatkan pohon pohon yang terlewati jalan akan roboh terkena gusura bulldozer dan juga terkena sapuan dari kayu yang disarad sehingga pohon disekitar jalan sarad akan roboh dan menimpa pohon lainnya. Tabel 19 Jumlah tingkat tiang dan pancang yang rusak akibat kegiatan penyaradan Petak Panjang Jalur Pengamatan (hm) Tiang Pancang jumlah Batang/hm Jumlah Batang/hm CU CU CX CW Jumlah Rata rata 909, ,53 Tabel 19 menunjukan bahwa besarnya kerusakan tingkat tiang rata rata adalah sebesar 60,633 batag tiang per hektometer dengan total kerusakan sebesar 909,5 batang tiang. Pada tingkat pancang kerusakan rata rata adalah sebesar 217,53 dengan total kerusakan 3262 batang pancang. Kerusakan ini lebih disebabkan pada kegiatan pembuatan jalan sarad oleh bulldozer sehingga tiang dan pancang akan tergerus oleh pisau dari bulldozer dan juga karena sapuan dari batang kayu yang disarad sehingga pohon akan roboh dan menimpa tiang dan pancang. Besarnya kerusakan ini disebabkan karena operator bulldozer tidak dibekali oleh peta jaringan jalan sarad, sehingga dalam melakukan pembuatan jalan sarad, operator bulldozer tidak bisa memperkirakan jalur yang terdekat untuk dilalui sehingga terkadang ditengah pembuatan jalan sarad, operator bulldozer bisa sampai menyeberangi aliran sungai yang sama hingga dua kali. Hal ini mengakibatkan operator bulldozer membutuhkan pohon, tiang, maupun pancang yang ada disekitar untuk dijadikan jembatan sementara agar bisa menyeberangi sungai tersebut sehingga jumlah kerusakan yang terjadi pada tingkat pohon, tiang dan pancang menjadi lebih besar khususnya pada petak CX 50.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 PWH BAB II TINJAUAN PUSTAKA PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2) ISSN 1411 67 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 9, No. 1, 27, Hlm. 32-39 32 DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM (Studi Kasus di Areal HPH PT.

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM (Studi Kasus di Areal HPH PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat) The Effect of Reduced Impact Timber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

TINGKAT KERUSAKAN DAN KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENYARADAN KAYU DI HUTAN ALAM DATARAN RENDAH TANAH KERING REINALDO SAPOLENGGU

TINGKAT KERUSAKAN DAN KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENYARADAN KAYU DI HUTAN ALAM DATARAN RENDAH TANAH KERING REINALDO SAPOLENGGU TINGKAT KERUSAKAN DAN KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENYARADAN KAYU DI HUTAN ALAM DATARAN RENDAH TANAH KERING REINALDO SAPOLENGGU DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KERUSAKAN TINGKAT TIANG DAN POHON AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT. SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN TENGAH ANIS WIJAYANTI

KERUSAKAN TINGKAT TIANG DAN POHON AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT. SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN TENGAH ANIS WIJAYANTI KERUSAKAN TINGKAT TIANG DAN POHON AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT. SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN TENGAH ANIS WIJAYANTI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT

PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT. RATAH TIMBER MARISA M WINDA SITANGGANG DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. KARYA TULIS EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL HUTAN AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI PULAU SIBERUT KEPULAUAN MENTAWAI SUMATERA BARAT ADYTIA MACHDAM PAMUNGKAS

KETERBUKAAN AREAL HUTAN AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI PULAU SIBERUT KEPULAUAN MENTAWAI SUMATERA BARAT ADYTIA MACHDAM PAMUNGKAS KETERBUKAAN AREAL HUTAN AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI PULAU SIBERUT KEPULAUAN MENTAWAI SUMATERA BARAT ADYTIA MACHDAM PAMUNGKAS DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. IV. METODOLOGI PENELITIAN A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur. Waktu penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. B.

Lebih terperinci

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh : PERKEMBANGAN KEADAAN TEGAKAN TINGGAL DAN RIAI' DIAMETER POHON SETELAH PEMANENAN KAYU DENGAl\' SISTEM TPTI DI AREAL HPH PT. KlANI LESTARI KALIMANTAN TIMUR Oleh : ROUP PUROBli\1 E 27.0932.IURUSAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4 PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4 Dinda Wahyuni Venza Rhoma S Meiliana Larasati Rinaldo Pratama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING TERHADAP KOMPOSISI TEGAKAN DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

DAMPAK PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING TERHADAP KOMPOSISI TEGAKAN DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. KARYA TULIS DAMPAK PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING TERHADAP KOMPOSISI TEGAKAN DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DAMPAK PENYARADAN MENGGUNAKAN MONOCABLE (MESIN PANCANG TARIK) DAN BULLDOZER TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN

PERBANDINGAN DAMPAK PENYARADAN MENGGUNAKAN MONOCABLE (MESIN PANCANG TARIK) DAN BULLDOZER TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN PERBANDINGAN DAMPAK PENYARADAN MENGGUNAKAN MONOCABLE (MESIN PANCANG TARIK) DAN BULLDOZER TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN Yason Liah 1, Yosep Ruslim 2 dan Paulus Matius 3 1 Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968)

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968) LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968) NAMA : JONIGIUS DONUATA NIM : 132 385 018 MK KELAS : KETEKNIKAN KEHUTANAN : A PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan hasil hutan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang dapat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN DAN KERUSAKAN TEGAKAN AKIBAT PRODUKSI JENIS MERBAU ( INTSIA

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN DAN KERUSAKAN TEGAKAN AKIBAT PRODUKSI JENIS MERBAU ( INTSIA PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN DAN KERUSAKAN TEGAKAN AKIBAT PRODUKSI JENIS MERBAU (INTSIA SPP.) DI IUPHHK PT MEGAPURA MAMBRAMO BANGUN PAPUA BARAT (Forest Area Opening and Log Damages due to Production of Merbau

Lebih terperinci

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. KARYA TULIS DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 1961 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TEKNIK PENYARADAN KAYU

TEKNIK PENYARADAN KAYU TEKNIK PENYARADAN KAYU Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam Muhdi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropika yang

Lebih terperinci

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM Muhdi, *) Abstract The objective of this research was to know the productivity skidding by tractor of Komatsu

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENEBANGAN DENGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT WIJAYA SENTOSA PAPUA BARAT ARI SEKTIAJI

KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENEBANGAN DENGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT WIJAYA SENTOSA PAPUA BARAT ARI SEKTIAJI KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENEBANGAN DENGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT WIJAYA SENTOSA PAPUA BARAT ARI SEKTIAJI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU PERENCANAAN PEMANENAN KAYU A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERENCANAAN PEMANENAN KAYU Defenisi : Perencanaan pemanenan kayu diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi,

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGUKURAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH MENGGUNAKAN DUA BENTUK DAN UKURAN PLOT YANG BERBEDA AGUNG SUDRAJAD

PENGUKURAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH MENGGUNAKAN DUA BENTUK DAN UKURAN PLOT YANG BERBEDA AGUNG SUDRAJAD PENGUKURAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH MENGGUNAKAN DUA BENTUK DAN UKURAN PLOT YANG BERBEDA AGUNG SUDRAJAD DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations)

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations) Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations) Ujang Suwarna 1*, Harnios Arief 2, dan Mohammad Ramadhon 3 1* Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium)

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium) Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium) Data Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Volume total petak 2.667164112 2.741236928 2.896762245 2.572835298 2.753163234 Volume per hektar 66.6791028

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : Vol.3, No.1. April (2) : 17-24

Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : Vol.3, No.1. April (2) : 17-24 Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : 2356-4725 Vol.3, No.1. April 2016. (2) : 17-24 PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TRAKTOR CATTERPILLAR D7G DI AREAL HUTAN PRODUKSI PT INHUTANI II, KALIMANTAN

Lebih terperinci

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PENEBANGAN POHON DI PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI, PROVINSI PAPUA ADITA AGUNG PRADATA

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PENEBANGAN POHON DI PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI, PROVINSI PAPUA ADITA AGUNG PRADATA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PENEBANGAN POHON DI PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI, PROVINSI PAPUA ADITA AGUNG PRADATA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 KERUSAKAN

Lebih terperinci

Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan (Reduced Impact Tractor Logging)

Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan (Reduced Impact Tractor Logging) Kerjasama Teknik Indonesia-Jerman Departemen Kehutanan dan Perkebunan Bekerjasama dengan Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan

Lebih terperinci

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (1): 61 65 Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis. Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Ruslandi

Petunjuk Teknis. Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Ruslandi Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Ruslandi Petunjuk Teknis Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Panduan ini diproduksi oleh The Nature Conservancy dengan

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI PENEBANGAN IUPHHK-HA PT. ANDALAS MERAPI TIMBER. Oleh: WAHYUNI/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI PENEBANGAN IUPHHK-HA PT. ANDALAS MERAPI TIMBER. Oleh: WAHYUNI/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI PENEBANGAN IUPHHK-HA PT. ANDALAS MERAPI TIMBER Oleh: WAHYUNI/ 051203003 TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN No Standar Guru (SKG) Guru Mata Pelajaran 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,

Lebih terperinci

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN PEMNENAN KAYU RAMAH LINGKUNGAN Oleh: Dulsalam SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN Koordinator: Dulsalam TARGET OUTPUT RPI 2010-1014 SINTESIS OUTPUT 1 Teknologi penentuan luas petak tebang

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN FAKTOR KOREKSI VCORR DAN TCORR

LAPORAN PERHITUNGAN FAKTOR KOREKSI VCORR DAN TCORR LAPORAN PERHITUNGAN FAKTOR KOREKSI VCORR DAN TCORR NAMA : JONIGIUS DONUATA NIM : 132 385 018 MK KELAS : KETEKNIKAN KEHUTANAN : A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN

Lebih terperinci

Baharinawati W.Hastanti 2

Baharinawati W.Hastanti 2 Implementasi Sistem Silvikultur TPTI : Tinjauan eberadaan Pohon Inti dan ondisi Permudaannya (Studi asus di Areal IUPHH PT. Tunas Timber Lestari, Provinsi Papua) 1 Baharinawati W.Hastanti 2 BP Manokwari

Lebih terperinci

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II UNIT MALINAU KALIMANTAN UTARA WINDA LISMAYA

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II UNIT MALINAU KALIMANTAN UTARA WINDA LISMAYA KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II UNIT MALINAU KALIMANTAN UTARA WINDA LISMAYA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

tinggi pohonjtegakan paling rendah 30 meter atau lebih, banyak liana-liana yang berbatang tebal dan

tinggi pohonjtegakan paling rendah 30 meter atau lebih, banyak liana-liana yang berbatang tebal dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARAKTERISTIK HUTAN TROPIKA BASAH Richards (1964), Ashton (1965 ) dan Whitmore (1975) dalam Bratawinata (1991), mengatakan bahwa hutan tropika basah mempunyai sifat selalu hijau,

Lebih terperinci

Oleh/By : Yosep Ruslim. Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawaraman ABSTRACT

Oleh/By : Yosep Ruslim. Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawaraman ABSTRACT ASPEK TEKNIS DAN EKONOMIS PENYARADAN DENGAN MENGGUNAKAN PANCANG TARIK (MONOCABLE WINCH) DI PT BELAYAN RIVER TIMBER (Tehnical and Economical Aspects of Skidding with Monocable Winch System (Pancang Tarik

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 40 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di hutan alam produksi lestari dan hutan alam produksi tidak lestari di wilayah Kalimantan. Pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERANCANGAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN (PWH) DENGAN UTILITY ANALYSIS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERANCANGAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN (PWH) DENGAN UTILITY ANALYSIS KARYA TULIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERANCANGAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN (PWH) DENGAN UTILITY ANALYSIS MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512 DEPARTEMEN ILMU KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) LAMPIRAN 1. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) 1 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan 14 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan kiri Jalan Sanggi-Bengkunat km 30 - km 32, Pesisir Barat, Taman Nasional

Lebih terperinci

POTENSI PENURUNAN SIMPANAN BIOMASSA DAN KARBON AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN LEONI SUNANDAR PUTRI

POTENSI PENURUNAN SIMPANAN BIOMASSA DAN KARBON AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN LEONI SUNANDAR PUTRI POTENSI PENURUNAN SIMPANAN BIOMASSA DAN KARBON AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN LEONI SUNANDAR PUTRI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Yosep Ruslim 1, Muchlis Rachmat 1 dan Erina Hertianti 2 1 Laboratorium

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG Kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB terus merosot dari 1,5% (1990-an) menjadi 0,67% (2012)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PEMBALAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541) STRUKTUR TEGAKAN TINGGAL PADA UJI COBA PEMANENAN DI HUTAN PENELITIAN LABANAN, KALIMANTAN TIMUR (Structure of Residual Stand in Logged Technique Experiment at Labanan Forest Research, East Kalimantan)*

Lebih terperinci

EMISI KARBON POTENSIAL AKIBAT PEMANENAN KAYU SECARA MEKANIS DI HUTAN ALAM TROPIS (KASUS KONSESI HUTAN PT

EMISI KARBON POTENSIAL AKIBAT PEMANENAN KAYU SECARA MEKANIS DI HUTAN ALAM TROPIS (KASUS KONSESI HUTAN PT EMISI KARBON POTENSIAL AKIBAT PEMANENAN KAYU SECARA MEKANIS DI HUTAN ALAM TROPIS (KASUS KONSESI HUTAN PT. SALAKI SUMMA SEJAHTERA, PULAU SIBERUT, PROVINSI SUMATERA BARAT) FRENSI FIRMA DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci