ANALISIS DAYA SAING INDONESIA TAHUN GUSSTIAWAN RAIMANU. Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Tadulako

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYA SAING INDONESIA TAHUN GUSSTIAWAN RAIMANU. Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Tadulako"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYA SAING INDONESIA TAHUN GUSSTIAWAN RAIMANU Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Tadulako

2 Daftar Isi Pendahuluan... 1 Analisis Daya Saing... 2 Gambaran Umum Daya Saing Tahun Faktor Penentu Daya Saing Indonesia... 5 Penghambat Daya Saing... 9 Menurunnya Daya Saing Indonesia Daya Saing Provinsi di Indonesia Kesimpulan Referensi Daftar Gambar Gambar 1. Struktur Faktor Daya Saing Global... 3 Gambar 2. Bobot Subindeks Menurut Tahapan Pembangunan... 3 Gambar 3. Peta Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Daftar Tabel Tabel 1. Sepuluh Negara Berdaya Saing Tinggi Tabel 2. Peringkat Daya Saing Negara ASEAN Tahun Tabel 3. Peringkat Daya Saing Indonesia Menurut Kelompok Pilar 2015 dan Tabel 4. Perubahan Peringkat Daya Saing Indonesia Menurut Kelompok Pilar Tabel 5. Perubahan Peringkat Daya Saing Indonesia Menurut Pilar Tabel 6. Peringkat Indikator Terbaik Indonesia Tahun Tabel 7. Peringkat Indikator Terburuk Indonesia Tahun Tabel 8. Faktor Penghambat Daya Saing Bisnis di Indonesia Tahun Tabel 9. Lima Faktor Penghambat Utama Daya Saing Bisnis di Indonesia Tahun Tabel 10. Lima Faktor Penghambat Utama Daya Saing Bisnis di Beberapa Negara ASEAN Tahun Tabel 11. Peringkat Daya Saing Provinsi Indonesia Tahun

3 ANALISIS DAYA SAING INDONESIA TAHUN : Analisisis Kebijakan Keuangan Internasional Oleh : Gusstiawan Raimanu 1 Pendahuluan Daya saing suatu negara merupakan sebuah bahan kajian yang menarik, baik dari aspek ekonomi, politik, sosial maupun teknologi. Daya saing sebuah negara dianggap sebagai salah satu sumber dari ketahanan suatu negara dalam menghadapi tantangan dalam membangun peradaban bangsa. Sebab peradaban hanya dapat dibangun melalui kekuatan ekonomi, politik, dan budaya yang unggul. Dengan daya saing tinggi, negara dapat menjaga pertumbuhan ekonominya dan mulai membangun kehidupan negara yang teratur dan saat itu pembangunan peradaban dimulai. Pembangunan peradaban tidak dapat dilakukan tanpa adanya kekuatan eknomi. Dan kekuatan ekonomi tidak dapat ditegakkan tanpa adanya daya saing. Dengan demikian, daya saing menjadi sangat penting selain untuk keberlanjutan perekonomian dan peradaban suatu bangsa. Sejarah menunjukkan bahwa negara-negara yang memiliki peradaban yang tinggi selalu disokong oleh kekuatan ekonomi yang hebat. Kerajaan-kerajaan yang berada di sekitar Laut Tengah dan Timur Tengah muncul karena kekuatan ekonomi dan kemudian militernya. Terkadang dengan kekuatan militernya suatu negara menyerang negara lain untuk mengambil alih kekuatan ekonominya. Sehingga negara tersebut menjadi semakin kuat baik secara ekonomi dan militer. Dengan cara ini, daya saing suatu negara dalam berdagang tidaak saja didasarkan atas unggulnya produksi mereka tetapi juga ancaman militer yang senantiasa menakutkan negara lain. Namun demikian, perdagangan yang selalu membangun kekuatan ekonomi suatu negara bukan kekuatan militernya. Oleh sebab itu, banyak negara tetap mengandalkan kekuatan perdagangan untuk membangun ekonominya dan selalu menjaga daya saingnya agar selalu eksis dalam perdagangan dunia. Perusahaan multinasional (MNC) juga dalam melakukan keputusan penanaman modal asing melakukan serangkaian analisis yang kompleks yang meliputi seperangkat strategi, perilaku dan pertimbangan ekonomi (Yulianti & Prasetyo, 2005). Dalam proses ini sudah pasti sebuah MNC turut memperimbangkan pula daya saing suatu negara sebagai bagian dari sekumpulan variabel yang menjadi pertimbangan analisis perusahaan. Dalam melakukan investasi luar negeri, MNC melakukan setidaknya lima pertimbangan strategik yang meliputi: (1) mencari pasar, (2) mencari bahan baku, (3) mengejar efisiensi produksi, (4) mencari pengetahuan, (5) mencari kestabilan politik. Olehnya informasi mengenai peringkat daya saing dan produktivitas negara-negara menjadi penting dalam menunjang pengambilan keputusan strategis perusahaan MNC. Sebuah lembaga non profit internasional yaitu Forum Ekonomi Dunia atau lebih dikenal dengan nama World Economic Forum (WEF) secara berkala melakukan penilaian daya saing secara global melalui laporan tahunan daya-saing global, yaitu The Global Competitiveness Report. Di tengah ketidakpercayaan kepada globalisasi, sebagai dampak miring Brexit serta suara negatif capres AS Donald Trump mengenai perdagangan bebas, World Economic Forum kembali menerbitkan hasil survei mengenai persaingan global untuk tahun , laporan itu dilansir di tengah pertumbuhan ekonomi masih rendah akibat jatuhnya harga-harga komoditas, meningkatnya ketidakseimbangan eksternal, serta tertekannya keuangan pemerintah. WEF berharap agar dokumen rutin yang dipublikasikan setiap tahun sejak 30 tahun yang lalu ini mempermudah 1 Graduate Student of Management Science, Graduate School of Tadulako University g.raimanu@unsimar.ac.id 1

4 penilaian potensi produktivitas setiap negara. Dengan menyajikan berbagai faktor kunci pendorong pertumbuhan ekonomi, diharapkan dapat dipahami mengapa suatu negara dapat lebih berhasil dibandingkan negara lain dalam meningkatkan pendapatannya. Dengan perkataan lain, laporan ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menyusun kebijakan ekonomi nasional suatu negara, maupun pengambilan keputusan manajemen keuangan internasional sebuah perusahaan MNC. Melihat begitu pentingnya analisis daya saing suatu negara, tulisan ini bermaksud mengkaji lebih jauh posisi daya saing Indonesia beserta indikator yang mempengaruhinya pada tahun dan membandingkannya dengan negara-negara lainnya di ASEAN menyusul telah diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) pada akhir tahun 2015 yang lalu. Analisis Daya Saing Analisis daya saing bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai posisi, performa dan kapabilitas sebuah negara pada pasar ekspor, serta faktor yang berguna untuk mengukur daya saing (Reis & Thomas, 2012). Pasar ekspor umumnya memiliki tingkat persaingan yang tinggi sehingga negara yang berdaya saing tinggi pada ekspor umumnya juga lebih unggul pada faktor domestiknya. Hal itu sejalan dengan hubungan timbal balik antara perdagangan dan produktivitas. Beberapa waktu yang lalu World Economic Forum (WEF) kembali mempublikasikan laporan tahunan mengenai daya saing global, yaitu The Global Competitiveness Report Laporan ini dipublikasikan pada saat meningkatnya ketimpangan pendapatan, meningkatnya ketegangan sosial politik, perasaan ketidakpastian tentang masa depan. Tingkat pertumbuhan cenderung konstan rendah dengan jatuhnya harga komoditas sebagai dampak perdangangan. Prospek pertumbuhan masa depan dibatasi oleh tren jangka panjang. Banyak negara berjuang dengan tantangan ganda yaitu pelambatan pertumbuhan produktivitas dan meningkatnya ketimpangan pendapatan, yang diiringi dengan semakin cepatnya proses penuaan masyarakat (aging societies). Laporan WEF tahun 2016 ini menghimpun data-data ekonomi dari 138 negara. Data-data ekonomi tersebut diolah untuk menghasilkan peringkat daya-saing negara-negara. Daya saing didefinisikan sebagai kondisi institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi suatu negara. Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing tinggi, dan daya saing tinggi berpotensi memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat negara tersebut. Terdapat banyak determinan pendorong produktivitas, yang oleh WEF dikelompokkan kedalam 12 pilar daya saing, yaitu: (1) institusi, (2) infrastruktur, (3) makroekonomi, (4) kesehatan dan pendidikan dasar, (5) pendidikan tinggi, (6) efisiensi pasar barang, (7) efisiensi pasar kerja, (8) pasar keuangan, (9) kesiapan teknologi, (10) besaran pasar, (11) kecanggihan bisnis, dan (12) inovasi. Selanjutnya ke 12 pilar tersebut dikelompokkan kedalam 3 kelompok pilar, yaitu kelompok persyaratan dasar, kelompok penopang efisiensi, dan kelompok inovasi dan kecanggihan bisnis. Gambar 1 menunjukkan lebih jelas mengenai pilar daya saing dan kelompok pilar. 2

5 Gambar 1 : Struktur Faktor Daya Saing Global (WEF, 2016) Dalam memperkirakan tingkat daya saing negara, setiap pilar mendapat bobot yang berbeda, tergantung pada kemajuan ekonomi negara tersebut, dengan pertimbangan bahwa indikator yang sama mempunyai pengaruh yang berbeda pada negara-negara dengan tahapan kemajuan ekonomi yang berbeda (Gambar 2). Tahapan ekonomi yang dimaksud adalah : pada tahap awal ekonomi lebih didorong oleh faktor-faktor alam (seperti sumber daya alam dan tenaga kerja tidak terampil), kemudian pada tahap selanjutnya oleh faktor efisiensi, dan pada tahap terakhir oleh faktor inovasi. Untuk tahun 2016, Indonesia termasuk negara dengan kategori pengembangan pada tahap kedua (faktor efisiensi) bersama dengan 30 negara lainnya termasuk China, Brazil, dan Thailand. Stage 1 : Factor Driven Transition from Stage 1 to Stage 2 Stage of Development Stage 2 : Efficiencydriven Transition from Stage 2 to Stage 3 Stage 3 : Innovation- Driven GDP per capita (US$) thresholds* < > Weight for basic requirements 60% 40-60% 40% 20-40% 20% Weight for efficiency enhancers 35% 35-50% 50% 50% 50% Weight for innovation and sophistication factors 5% 5-10% 10% 10-30% 30% Gambar 2. Bobot Subindeks Menurut Tahapan Pembangunan (WEF, 2016) Selanjutnya ke 12 pilar tersebut dibangun dari 103 indikator, yang dihitung dari data statistik dan survey persepsi para eksekutif. Pada laporan tahun 2015, terdapat total 140 negara yang masuk dalam data analisis, namun pada laporan tahun 2016 ini hanya terdapat 138 negara yang tersedia datanya. Beberapa negara telah dimasukan kembali pada tahun 2016 ini setelah tidak dimasukkan selama satu tahun atau lebih. Negara-negara tersebut seperti Barbados dan Yaman (terakhir masuk pada tahun 2014) dan Brunei Darussalam (terakhir masuk pada tahun 2013). Juga untuk pertama kalinya laporan memuat data dari Republik Demokratik Kongo. Beberapa negara tidak dimasukkan karena tidak memenuhi persyaratan data yang ditetapkan seperti Guinea, Guyana, Haiti, Myanmar, Seychelles, dan Swaziland. Sehingga untuk alasan ini, analisis perekonomian negara-negara ini tidak 3

6 termasuk dalam analisis tahun ini. Data-data yang digunakan untuk mengukur peringkat daya saing ini memang sebagian besar berasal dari survey opini kalangan pebisnis setiap negara, hanya sekitar sepertiga yang berdasar pada angka-angka statistic, yang umumnya diolah dari World Economic Outlook (WEO) dari IMF. Data WEO tentunya berasal dari lembaga statistik setiap negara. Gambaran Umum Daya Saing Tahun 2016 a. Peringkat Global Pada tahun 2016, menurut laporan WEF peringkat daya saing dunia dalam urutan 10 teratas tetap didominasi oleh negara-negara Eropa. Switzerland adalah negara paling kopetitif di dunia selama dua tahun berturut-turut yang mencapai skor 5.81 meningkat lebih tinggi dari tahun 2015 yaitu Disusul oleh Singapura, United States, Netherlands, Germany, dll (lihat tabel 1). Singapura dan Jepang adalah negara Asia yang berhasil masuk pada posisi 10 teratas tahun ini, walaupun Jepang mengalami penurunan ke urutan 8 dari 6 pada tahun United States berada pada urutan ke 3, Hong Kong SAR pada urutan 9 dan Finland pada urutan ke 10. Pada tahun 2016, Indonesia berada pada urutan 41, turun 4 tingkat pada tahun Penurunan ini disebabkan oleh naiknya peringkat Azerbaijan (37), berubahnya posisi Kuwait (38 dari 34), naiknya peringkat India (39 dari 55) dan Malta (40 dari 48). Nampaknya Indonesia masih jauh dibawah negara-negara lainnya di Asean seperti Singapore (2), Malaysia (25), dan Thailand (34). Tabel 1. Sepuluh Negara Berdaya Saing Tinggi 2016 (WEF, 2016) Negara Ranking Skor (1-7) Switzerland Singapore United States Netherlands Germany Sweden United Kingdom Japan Hong Kong SAR Finland Switzerland (Swiss) berhasil mempertahankan posisinya di urutan pertama, seperti tahun lalu. Swiss dinilai memiliki kapasitas sempurna untuk inovasi dan budaya bisnis yang canggih. Negara ini menduduki peringkat 4 untuk kecanggihan bisnis dan peringkat 2 untuk kapasitas inovasi. Swiss juga memiliki institusi riset terbaik di dunia, dan kolaborasi kuat antara sektor akademis dan bisnis. Hal ini dikombinasi dengan pengeluaran perusahaan yang tinggi dalam sektor penelitian dan pengembangan (R&D) untuk memastikan semakin banyak penelitian mendukung produk dan proses bernilai. Juga diperkuat perlindungan hak intelektual dan dukungan pemerintah terhadap inovasi dan proses pengadaan barang.lembaga publik di Swiss juga dinilai paling efektif dan transparan di dunia (peringkat 5), atau lebih baik dibanding tahun lalu. Struktur pemerintahan juga memastikan playing field yang sama, meningkatkan kepercayaan bisnis, termasuk aturan hukum kuat, dan sektor publik akuntabel. Daya saing negara ini juga ditopang oleh infrastruktur yang baik (peringkat 6), ketersediaan barang (peringkat 4), pasar keuangan yang maju peringkat 8 dan lapangan kerja paling efisien di dunia peringkat 2, sesudah Singapura. Ekonomi makro Swiss melemah tahun lalu, namun bangkit kembali dan menjadi paling stabil di dunia (ranking 5) dimana saat ini banyak negara berjuang dengan keadaan ini. 4

7 b. Peringkat Negara-Negara ASEAN Diantara negara-negara ASEAN, Singapura masih bertahan pada peringkat ke 2 teratas, disusul oleh Malaysia (peringkat 25) dan Thailand (peringkat 34). Indonesia harus turun 4 tingkat ke posisi 41. Kinerja daya saing Indonesia masih belum mampu unggul dari Malaysia, Thailand dan Singapura sejak tahun 2015 hingga 2016 ini. Namun jika melihat kinerja daya saing Indonesia, masih cenderung lebih baik dibandingkan Malaysia yang turun hingga 7 tingkat. Apabila melihat pada tabel 2 dibawah ini, terlihat bahwa hanya Kamboja yang mampu naik 1 tingkat, sementara negara ASEAN lainnya (diluar Singapura) mengalami penurunan kinerja daya saing. Filipina dan Laos adalah negara yang mengalami penurunan paling tinggi hingga mencapai 10 tingkat. Tabel 2. Peringkat Daya Saing Negara ASEAN Tahun 2016 Negara Ranking Ranking Skor (1-7) (2016) (2015) Perubahan Singapore Malaysia Thailand Indonesia Philippines Brunei Darussalam n/a n/a Vietnam Cambodia Lao PDR Myanmar n/a n/a 131 n/a Sumber : WEF (2016), diolah Pelambatan ekonomi serta meningkatnya sejumlah permasalahan politik ditengarai menjadi pemicu turunnya daya saing global negara-negara ASEAN. Sementara itu secara global, hambatan utama peningkatan daya saing di dunia adalah meningkatnya perdebatan mengenai meningkatnya arus globalisasi. Arus globalisasi dituding menjadi penyebab kesenjangan masyarakat dan memperdalam jurang kemiskinan. Arus globalisasi kini cenderung dipolitisasi. Tingkat frustasi masyarakat di negara maju akibat globalisasi telah meningkat pesat dan terbukti di AS serta Inggris. Proteksionisme terutama di perdagangan internasional justru akan melemahkan pemulihan global. Penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan daya saing Indonesia dijelaskan pada tabel 7, menenai peringkat indikator terburuk Indonesia tahun Faktor Penentu Daya Saing Indonesia a. Analisis Menurut Kelompok Pilar Analisis berikut ini didasarkan pada data-data peringkat daya-saing antara tahun 2016 dan Diantara kelompok pilar daya-saing, yaitu Kelompok Persyaratan Dasar, Kelompok Penopang Efisiensi, dan Kelompok Kecanggihan Bisnis Indonesia turun 4 tingkat dan disusul oleh beberapa negara lain. Meskipun telah dilakukan berbagai reformasi pada lingkungan bisnis, kinerja daya saing Indonesia tetap menurun pada tahun Pada indikator Market Size Indonesia berada pada posisi ke 10, peringkat ke 30 pada pilar Lingkungan Makro Ekonomi (macroeconomic pillar) dan peringkat ke 32 untuk inovasi (innovation). WEF mencatat bahwa Indonesia telah melakukan dengan baik dalam hal pengembangan keuangan 5

8 (peringkat ke 42 naik 7 tingkat). Namun peringkat Indonesia pada pilar pendidikan dasar dan kesehatan (health and basic education) berada pada urutan ke 100 turun hingga 20 tingkat, peringkat ke 108 pada pilar labor market efficiency (naik tujuh tingkat). Indonesia juga menempati peringkat rendah dalam pilar teknologi (peringkat 91, turun 6 tingkat) karena penetrasi ICT tetap rendah, hanya seperlima dari populasi menggunakan internet dan hanya ada satu koneksi broadband untuk setiap 100 orang. Namun begitu, penyereapan tenaga kerja oleh perusahaan teknologi menjadi semakin besar (peringkat ke 53). Tabel 3. Peringkat Daya Saing Indonesia Menurut Kelompok Pilar 2015 dan 2016 Kelompok Pilar Peringkat Perubahan Peringkat Keseluruhan Kelompok Persyaratan Dasar Kelompok Penopang Efisiensi Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis Sumber : WEF (2016), diolah Apabila disandingkan dalam prespektif waktu yang lebih lama, antara tahun 2013 hingga 2016, terjadi penurunan 3 peringkat daya saing Indonesia secara keseluruhan, penurunan 7 peringkat pada kelompok persyaratan dasar, dan hanya terjadi kenaikan masing-masing 3 dan 1 peringkat pada kelompok penopang efisiensi dan inovasi dan kecanggihan bisnis. Hal ini sangat berbeda karena pada tahun 2013, Indonesia mengalami lompatan besar pada hampir seluruh kelompok pilar yang ada. Lihat tabel 4. Tabel 4. Perubahan Peringkat Daya Saing Indonesia Menurut Kelompok Pilar Kelompok Pilar Peringkat Keseluruhan Kelompok Persyaratan Dasar Kelompok Penopang Efisiensi Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis Sumber : WEF ( ), diolah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengatakan Perubahan peringkat daya saing Indonesia yang menurun diantaranya disebabkan oleh minimnya kebijakan ekonoi pada pemerintahan sebelumnya lima tahun yang lalu 2. Pemerintah dianggap sempat lengah saat harga komoditas tinggi. Saat itu Indonesia mengapatkan keuntungan dari ekspor komoditas, seperti pertambangan. Namun pada saat yang sama, negara lain yang minim komoditas bergegas mendorong perekonomian mereka dengan berbagai kebijakan, seperti melakukan deregulasi dan modernisasi, serta membuat perjanjian dagang dengan blok-blok negara maju seperti Eropa dan Amerika. Oleh karena itu, melihat penurunan peringkat daya saing Indonesia saat ini, pemerintah akan mendongkrak daya saing melalui percepatan deregulasi dan modernisasi serta membuat kemitraan-kemitraan dengan blok-blok ekonomi maju, terutama yang berkaitan dengan perbaikan infrastruktur dan efisiensi birorkrasi pemerintah

9 b. Analisis Menurut Pilar Sesuai dengan indikator pendorong produktivitas, terdapat 12 pilar daya saing yang dijadikan parameter untuk mengukur daya saing secara global. Analisis berikutnya akan membandingkan kinerja setiap pilar daya saing dalam kelompok yang sama maupun terhadap pilar-pilar lainnya. Kelompok Persyaratan Dasar dibangun dari pilar-pilar Institusi, Infrastruktur, Makroekonomi, Kesehatan dan Pendidikan Dasar. Kelompok Penopang Efisiensi dibangun dari pilar-pilar Pendidikan Tinggi, Efisiensi Pasar Barang, Efisiensi Pasar Tenaga Kerja, Pasar Keuangan, Kesiapan Teknologi, dan Besaran Pasar. Sedangkan Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis dibangun dari pilar-pilar Kecanggihan Bisnis dan Inovasi. Tabel 5 membantu menjelaskan penyebab turunya posisi daya saing Indonesia pada tahun 2016 (41, turun 4 peringkat) dengan melihat perkembangan indikator pilar-pilar daya saing sepanjang tahun 2013 hingga 2016 terutama pada Kelompok Persyaratan Dasar yang mengalami penurunan tertinggi hingga 7 peringkat yang disebabkan oleh penurunan pada pilar Kesehatan dan Pendidikan Dasar hingga 28 peringkat, disusul oleh penurunan pada pilar Makroekonomi yang menurun hingga 4 peringkat. Pilar Infrastruktur dan Institusi masih meningkat masing-masing 1 dan 11 peringkat dari tahun Beberapa pilar yang terlihat mengalami penurunan yang cukup tinggi selama rentang waktu adalah Kesehatan dan Pendidikan Dasar (turun 28 peringkat), Kesiapan Teknologi (turun 16 peringkat). Sementara itu, pilar yang mengalami perbaikan kinerja ditunjukan oleh pilar Pasar Keuangan (naik 18 peringkat), hal ini tidak terlepas dari kinerja pemerintah dalam mewujudkan kebijakan reformasi birokrasi pengelolaan keuangan di Indonesia melalui optimalisasi pelayanan dan perundang-undangan melalu deregulasi kuartal keempat Hal lainnya yang turut mendukung peraikan pilar pasar keuangan adalah sentimen positif kebijakan tax amnesty, ditambah lagi dengan aliran dana masuk dari tax amnesty tersebut. Tabel 5. Perubahan Peringkat Daya Saing Indonesia Menurut Pilar Kelompok Indikator Peringkat Keseluruhan Kelompok Persyaratan Dasar Makroekonomi Kesehatan dan Pendidikan Dasar Infrastruktur Institusi Kelompok Penopang Efisiensi Pendidikan Tinggi Besar Pasar Kesiapan Teknologi Pasar Keuangan Efisiensi Pasar Barang Efisiensi Pasar Tenaga Kerja Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis Inovasi Kecanggihan Bisnis Sumber : WEF ( ), diolah 7

10 c. Indikator Terbaik dan Terburuk Dari total 138 indikator, 15 diantaranya termasuk peringkat 30 terbesar dunia. Selengkapnya lihat tabel 6. Tabel 6. Peringkat Indikator Terbaik Indonesia Tahun 2016 No Indikator Peringkat 1 Indeks Besar Pasar Domestik 8 2 PDB (PPP) 8 3 Belanja Pemerintah untuk Produk Teknologi Canggih 12 4 Tabungan Nasional Bruto 14 5 Tersedia Kursi Penerbangan Jutaan Kilometer/Minggu 14 6 Indeks Besar Pasar Luar Negeri 18 7 Ketersediaan Modal Ventura 20 8 Kemudahan dalam Mengakses Pinjaman 26 9 Pengeluaran Perusahaan untuk R&D Kesediaan Mendelegasikan Wewenang Kapasitas Negara untuk Menarik Bakat Kolaborasi Perguruan Tinggi-Industri dalam R&D Pembiayaan Melalui Pasar Modal Lokal Pengembangan Sentra Industri Negara Pemborosan Pengeluaran Pemerintah 30 Sumber : WEF (2016), diolah Sementara itu, untuk indikator dalam kategori buruk (< 100) Indonesia memiliki 18 indikator terburuk seperti ditampilkan dalam Tabel 7. Tabel 7. Peringkat Indikator Terburuk Indonesia Tahun 2016 No Indikator Peringkat 1 Biaya Bisnis akibat Kejahatan dan Kekerasan Angka Harapan Hidup Angka Partisipasi Pendidikan Dasar Pengguna Internet Kejahatan Terorganisir Langganan Internet Tetap Broadband (/100 pop) Inflasi Bandwith Internet (kb/s/pengguna) Ekspor (% PDB) Biaya Bisnis karena Terorisme Dampak Bisnis akibat Tuberkulosis Dampak Bisnis akibat HIV/AIDS Waktu untuk Memulai Bisnis Impor (% PDB) Kejadian TBC Berbagai Prosedur Memulai Bisnis Kelebihan Biaya Mingguan Gaji Partisipasi Perempuan dalam Angkatan Kerja (Rasio Laki-laki) 155 Sumber : WEF (2016), diolah 8

11 Penghambat Daya Saing Beberapa faktor umum yang menghambat daya saing ditunjukkan pada tabel 8. Lima masalah utama penghambat daya saing bisnis adalah masalah Korupsi, Birokrasi Pemerintah yang Tidak Efisien, Infrastruktur yang Tidak Memadai, Akses Terhadap Pembiayaan, dan Inflasi. Korupsi dipresepsi merupakan permasalah paling utama di Indonesia dan menempati urutan teratas dalam intensitas masalah. Lihat tabel 8. Faktor Permasalahan Tabel 8. Faktor Penghambat Daya Saing Bisnis di Indonesia Tahun 2016 Intensitas Masalah Korupsi 11.8 Birokrasi Pemerintah yang Tidak Efisien 9.3 Infrastruktur yang Tidak Memadai 9.0 Akses terhadap Pembiayaan 8.6 Inflasi 7.6 Ketidakstabilan Kebijakan Pemerintah 6.5 Etika Kerja Buruk 6.3 Tingkat Pajak 6.1 Tenaga Kerja Terdidik yang Memadai 5.6 Peraturan mengenai Perpajakan 4.8 Kebijakan Nilai Tukar 4.6 Ketidakstabilan Pemerintah 4.1 Pelayanan Kesehatan Publik Buruk 4.0 Kriminalitas dan Pencurian 4.0 Kekurangan Kapasitas untuk Berinovasi 3.7 Ketatnya Peraturan Tenaga Kerja 3.7 Sumber : WEF (2016), diolah Pemerintah Indonesia terus berupaya meminimalisasi indikator penghambat daya saing ini. Korupsi adalah hal yang paling utama dan segera ditangani, penyederhanaan birokrasi juga telah menjadi agenda dalam sasaran 13 paket kebijakan ekonomi pemerintah. Olehnya, paket kebijakan ekonomi tersebut harus benar-benar dapat diimplementasikan agar terwujud dalam bentuk birokrasi yang efisien dan friendly khusunya kepada investor. Selain itu, kelemahan dari sisi infrastruktur juga mendapatkan penanganan serius dari pemerintah saat ini, hal ini dibuktikan melalui alokasi anggaran untuk infrastruktur yang tidak mengalami pemangkasan. Faktor penghambat daya saing bisnis ini dapat menjadi pertimbangan perusahaan MNC dalam melakukan keputusan investasi bisnis ke negara tujuan. Sebab keputusan untuk berinvestasi sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor sosial. Dalam teori, perusahaan harus mampu mengidentifikasi keunggulan kompetitif yang dimilikinya. Apabila perusahaan memiliki keunggulan kompetitif dan terdapat ketidaksempurnaan pasar, maka perusahaan akan dapat menikmati keuntungan yang cukup besar. Namun dalam praktek, perusahaan harus mampu mendapatkan dan memproses semua infomasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang rasional, berdasarkan semua fakta yang terjadi. Perusahaan MNC sangat dipengaruhi oleh situasi politik di negara tuan rumah dan perubahan hubungan politik antara negara tuan rumah, negara asal dan negara pihak ketiga. Keadaan ini disebut risiko negara (country risk) yang merupakan refleksi dampak negatif dari lingkungan suatu negara atas arus kas perusahaan MNC. Keadaan yang dan kejadian politik yang mempengaruhi perusahaan MNC dinamakan risiko politik (Yulianti & Prasetyo, 2005). Pengaruh yang timbul akibat risiko politik tersebut dapat berupa pengaruh positif maupun negatif. Namun dalam dunia nyata, perhatian manajer akan lebih terfokus pada pengaruh negatif yang mungkin terjadi. Risiko ini sangat penting untuk dipertimbangkan ketika perusahaan berencana melakukan bisnis dalam suatu negara. 9

12 Tabel 9. Lima Faktor Peghambat Utama Daya Saing Bisnis di Indonesia Tahun Korupsi Korupsi Korupsi Korupsi Birokrasi Pemerintah Akses Pembiayaan Birokrasi Pemerintah Birokrasi Pemerintah Infrastruktur Inflasi Infrastruktur Infrastruktur Akses Pembiayaan Birokrasi Pemerintah Ketidakstabilan Kebijakan Akses Pembiayaan Regulasi Tenaga Kerja Infrastruktur Akses Pembiayaan Inflasi Sumber : WEF ( ), diolah Tabel 9 menunjukkan lima faktor utama penghambat daya saing dalam memulai bisnis di Indonesia dari tahun 2013 hingga Tampaknya Indonesia memiliki masalah serius dengan masalah korupsi yang merupakan salah satu faktor risiko politik. Hal ini akan melemahkan posisi Indonesia oleh perusahaan MNC dalam melakukan bisnis di Indonesia, sebab korupsi dapat meningkatkan biaya menjalankan usaha atau mengurangi pendapatan. Korupsi, Birokrassi Pemerintah, Infrastruktur, Akses Pembiayaan dan Inflasi Berbeda dengan Singapura, permasalahan utama melakukan bisnis di Singapura adalah ketatnya peraturan tenaga kerja. Sedangkan faktor Korupsi adalah faktor dengan intensitas masalah hanya 0.1. Faktor Birokrasi Pemerintah juga hanya memiliki intensitas masalah 2.7, berbeda dengan Indonesia yang mencapai 9.7. Tabel 10 menunjukkan bahwa di negara ASEAN yang dianalisis, hanya Singapura dan Brunei Darussalam yang tidak memiliki masalah korupsi dalam lima faktor penghambat daya saing bisnis. Berikut lima faktor penghambat daya saing bisnis di beberapa negara ASEAN tahun Tabel 10. Lima Faktor Peghambat Utama Daya Saing Bisnis di Beberapa Negara ASEAN Tahun Negara Singapore Malaysia Thailand Faktor Permasalahan 1. Peraturan Tenaga Kerja 2. Keterbatasan Kapasitas untuk Inovasi 3. Inflasi 4. Tenaga Kerja Terdidik yang Memadai 5. Etika Kerja Buruk 1. Akses Pembiayaan 2. Korupsi 3. Birokrasi Pemerintah 4. Peraturan Tenaga Kerja 5. Kebijakan Nilai Tukar 1. Ketidakstabilan Pemerintahan 2. Birokrasi Pemerintah 3. Korupsi 4. Ketidakstabilan Politik 5. Keterbatasan Kapasitas untuk Inovasi Intensitas Masalah

13 Indonesia 1. Korupsi 2. Birokrasi Pemerintah 3. Infrastruktur 4. Akses Pembiayaan 5. Inflasi Philippines 1. Birokrasi Pemerintah 2. Infrastruktur 3. Korupsi 4. Tarif Pajak 5. Peraturan Pajak Brunei Darussalam 1. Birokrasi Pemerintah 2. Akses Pembiayaan 3. Peraturan Tenaga Kerja 4. Etika Kerja Buruk 5. Infrastruktur Sumber : WEF (2016), diolah Kondisi ekonomi suatu negara menjadi salah satu faktor penting yang diperhatikan perusahaan MNC ketika akan melakukan keputusan bisnisnya. Faktor-faktor penghambat daya saing bisnis akan mempengaruhi kondisi ekonomi suatu negara. Kondisi ekonomi akan berpengaruh pada perubahan nilai mata uang, pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga yang pada akhirnya akan mempengaruhi kegiatan operasi perusahaan MNC. Menurunya Daya Saing Global Indonesia Penjelasan dan uraian sebelumnya telah menjelaskan posisi daya saing global Indonesia pada tahun 2016 yang terus mengalami penurunan dari peringkat 37 pada 2015 menjadi ke 41 pada Meskipun diketahui bahwa dalam dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi-Wapres Jusuf Kalla, telah dikeluarkan sederet reformasi kebijakan dibidang ekonomi, namun hasilnya belum menggembirakan, sehingga kerja keras masih harus terus diupayakan. Terkait dengan berbagai indikator permasalahan di atas, presiden pun mengakui bahwa masih banyak hal yang belum selesai. Melihat fenomena turunya daya saing global Indonesia, setidaknya ada tinga alasan penting mengapa daya saing Indonesia turun. Pertama, dampak paket kebijakan ekonomi belum bisa dirasakan. Hal ini membutuhkan konsistensi pemerintah dalam mewujudkan paket ekonomi tersebut. Sebab dari sisi internal, ke 13 paket kebijakan ekonomi belum bisa dirasakan. Hal kedua ialah, meski Indonesia terus berbenah, negara lain lebih cepat. Seperti diproyeksikan pada tabel 2, diketahui bahwa hampir semua negara ASEAN mengalami penurunan peringkat, kecuali Kamboja. Thailand turun dua peringkat, Malaysia tujuh peringkat, dan Filipina terperosok hingga 10 peringkat. Bahkan, Vietnam pun turun empat peringkat dari peringkat ke 54 menjadi peringkat ke 60. Hanya Kamboja yang naik satu peringkat menjadi peringkat ke 89. Pelambatan ekonomi global memenuhi lingkungan makro dan berdampak pada penurunan peringkat hampir semua negara di ASEAN. Ketiga, dalam peringkat daya saing, terdapat banyak faktor non-struktural yang belum disentuh reformasi. Paling tidak ada tiga pilar persoala yang perlu diperhatikan yaitu: pilar efisiensi pasar tenaga kerja (lihat tabel 5) yang berada pada peringkat ke 108 (turun 5 peringkat), pilar pendidikan dasar dan kesehatan yang menempati peringkat ke 100 (turun 28 peringkat) serta pilar pendidikan 11

14 tinggi dan pelatihan di peringkat ke 63 (naik 1 peringkat). Ketiga pilar ini menurut penulis belum sepenuhnya tersentuh reformasi. Hal menarik lainnya adalah indikator akses ke pembiayaan yang setiap tahun ( ) masuk sebagai indikator utama penghambat daya saing Indonesia. Selama ini, kebijakan industri termasuk industri keuangan dianggap tidak konsisten sehingga belum mampu membangun dan meningkatkan daya saing. Pemanfaatan daya saing komparatif Indonesia (sumber daya alam, lokasi strategis, dan jalur pelayaran dan penerbangan yang cukup padat) tidak diimbangi dengan kebijakan moneter dan perbankan yang baik. Justru, perbankan terlihat semakin melepaskan diri dari sektor riil sehingga tidak mendukung pertumbuhan industri. Selain itu, pendanaan yang tidak cukup luas juga cukup sulit diperoleh terutama untuk sektor manufaktur, infrastruktur dan pertanian. Soy M Pardede, Anggota Dewan Penasehat Kamar Dagang dan Industri Kreatif (Kadin) Indonesia, memandang bahwa upaya peningkatan daya saing harus dilakukan, seperti kebijakan keuangan khususnya perbankan untuk mendukung daya saing dari aspek pembiayaan, kebijakan hilirisasi di bidang industri jasa keuangan 3. Melalui penambahan cabang bank, lembaga keuangan mikro, lembaga keuangan non-bank dan branchless banking. Sehingga industri jasa keuangan dapat mendukung industri produk unggulan dan industri kreatif. Daya Saing Provinsi di Indonesia Sebagai negara kepualauan, Indonesia memiliki 33 provinsi yang masing-masing memiliki potensi dan keunggulan ekonomi. Asean Competitiveness Institute (ACI) Lee Kuan Yew School of Public Policy NUS Singapore, merilis Competitiveness Analysis of ASEAN-10 Countries and Indonesian Provinces pada tahun Tujuannya adalah memberikan gambaran umum dan informasi dalam kemudahan melakukan bisnis di 33 provinsi di Indonesia, serta melihat tantangan regional dan solusinya bagi daya saing Indonesia. Dalam mengukur daya saing regional Indonesia, LKY menggunakan 4 lingkungan utama, dan 12 sub lingkungan serta 103 indikator. Keempat lingkungan utama tersebut adalah : (1) Kestabilan Makroekonomi (Macroeconomy Stability), (2) Pemerintah dan pengaturan Kelembagaan (Government and Institutional Setting), (3) Kondisi Tenaga Kerja, Keuangan dan Usaha (Financial, Business and Manpower Conditions), dan (4) Pengembangan Infrastruktur dan Kualitas Hidup (Quality of Life and Infrastructure Development). Tabel 11. Peringkat Daya Saing Provinsi Indonesia Tahun Sumber : ACI (2016)

15 Laporan peringkat daya saing regional Indonesia tahun 2016 yang dipublikasikan ACI menunjukkan bahwa 5 provinsi dengan peringkat daya saing terbaik adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Daya saing ini sesuai dengan Laporan Nusantara Bank Indonesia per Agustus 2016, yang mencatatkan peningkatan perekonomian Jawa dari 5.31% menjadi 5.73%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa terutama bersumber dari konsumsi baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Bank Indonesia melaporkan bahwa perkembangan terkini indikator perekonomian di berbagai daerah secara agregat mengindikasikan potensi berlanjutnya peningkatan perekonomian. Perbaikan tersebut ditopang oleh akselerasi investasi, baik investasi bangunan maupun non bangunan, membaiknya ekspor, serta masih kuatnya konsumsi rumah tangga. Membaiknya kinerja investasi didorong oleh berlanjutnya realisasi berbagai proyek infrastruktur pemerintah berskala besar. Investasi swasta juga terpantau membaik seiring dengan intensifitasnya kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk mendorong peningkatan iklim usaha di daerah. Gambar 3. Peta Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2016 (BI) Upaya untuk mempertahankan dan mendorong daya saing ekonomi domestic ditengah pemilihan ekonomi global yang belum kuat yang dilakukan pemerintah melalui beragam paket kebijakan yang bertujuan untuk melakukan kebijakan transformasi structural, kemudahan berinvestasi serta peningkatan daya saing dan perbaikan infrastruktur. Namun berbagai kebijakan tersebut dalam implementasinya di daerah ternyata masih menghadapi beberapa kendala. Status daerah sebagai Daerah Otonomi menyebabkan beberapa kebijakan pemerintah pusat perlu dirumuskan kembali dala bentuk peraturan daerah (perda). Namun secara umum, survei yang dilakukan Bank Indonesia mengindikasikan bahwa pelaku usaha, terutama sektor industry memiliki ekspektasi posifit pada insetif yang diberikan pemerintah melalui paket kebijakan. Berbagai kemudahan berinvestasi melalui layanan 3 jam, insentif investasi di bidang farmasi petrokimia, serta keterbukaan investasi asing telah dimanfaatkan sektor industry. Disisi lain, kebijakan jaminan sistem pengupahan tenaga kerja, insentif PPh 21, perbaikan infrastruktur logistic, serta fasilitas biaya impor bahan baku dan pajak di kawasan Inland Fre Trade Arrangement (IFTA) turut mendorong daya saing produk industri, khususnya tujuan ekspor. 13

16 Periode pemerintahan sekarang yang baru 2 tahun berjalan, memang belum dapat membawa perubahan yang signifikan terhadap perbaikan ekonomi serta peningkatan daya saing global bagi Indonesia. Oleh karena itu, kedepan dibuthkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah guna mendorong efektivitas pelaksanaan paket kebijakan, khususnya di tingkat Kab/Kota. Provinsiprovinsi dengan daya saing rendah perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah, agar terjadi pemerataan pembangunan. Kesimpulan Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index, GCI) yang dipublikasikan secara regular oleh WEF merupakan informasi yang berguna bagi pemerintah dan perusahaan MNC karena dapat menjadi sumber informasi dalam hal daya saing ekonomi. Daya saing Global Indonesia pada tahun 2016 mengalami penurunan hingga 4 peringkat ke level 37 dari 138 negara. Hal ini terutama disebabkan oleh naiknya peringkat Azerbaijan (37), berubahnya posisi Kuwait (38 dari 34), naiknya peringkat India (39 dari 55) dan Malta (40 dari 48). Nampaknya Indonesia masih jauh dibawah negara-negara lainnya di Asean seperti Singapore (2), Malaysia (25), dan Thailand (34). Meskipun telah dilakukan berbagai reformasi pada lingkungan bisnis, kinerja daya saing Indonesia tetap menurun pada tahun Apabila ditinjau dari tiga kelompok pilar, Indonesia antara tahun 2013 hingga 2016 terjadi penurunan 3 peringkat daya saing Indonesia secara keseluruhan, penurunan 7 peringkat pada kelompok persyaratan dasar, dan hanya terjadi kenaikan masingmasing 3 dan 1 peringkat pada kelompok penopang efisiensi dan inovasi dan kecanggihan bisnis. Faktor utama penghambat daya saing dalam memulai bisnis di Indonesia dari tahun 2013 hingga 2016 adalah Korupsi. Tampaknya Indonesia memiliki masalah serius dengan masalah korupsi yang merupakan salah satu faktor risiko politik. Hal ini akan melemahkan posisi Indonesia oleh perusahaan MNC dalam melakukan bisnis di Indonesia, sebab korupsi dapat meningkatkan biaya menjalankan usaha atau mengurangi pendapatan. Selain itu pada tahun 2016, lima faktor teratas yang menjadi penghambat daya saing Indonesia adalah Korupsi, Birokrassi Pemerintah, Infrastruktur, Akses Pembiayaan dan Inflasi. GCI melengkapi pemeringkatan kemajuan setiap negara dibandingkan dengan negara lain dalam banyak aspek yang semakin banyak dilakukan, seperti Corruption Preceptions Index (Transparency International), Doing Business Indicator (Bank Dunia), Human Development Index (UNDP), The Climate Competitiveness Index (PBB). Terdapat pula World Competitiveness Yearbook yang dipublikasikan oleh IMD untuk pemeringkatan daya saing. Referensi Bank Indonesia, (2016). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional. Laporan Nusantara, Agustus Vol 11 Nomor 3. Bank Indonesia. Asia Competitiveness Institute (ACI), (2016). Competitiveness Analysis of ASEAN-10 Countries and Indonesian Provinces. Singapore: LKY Reis, J. G., & Thomas, F. (2012). Trade Competitiveness Diagnostic Toolkit. Washington D.C.: World Bank. Yulianti, S. H., & Prasetyo, H. (2005). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Internasional Edisi Ke 2. Yogyakarta: Penerbit Andi. World Economic Forum (WEC), The Global Competitiveness Report, beberapa tahun terakhir 14

Policy Paper PENINGKATAN DAYA-SAING INDONESIA. Oleh Herry Darwanto

Policy Paper PENINGKATAN DAYA-SAING INDONESIA. Oleh Herry Darwanto Policy Paper PENINGKATAN DAYA-SAING INDONESIA Oleh Herry Darwanto 1. PENGANTAR Beberapa waktu yang lalu World Economic Forum (WEF) kembali mempublikasikan laporan tahunan mengenai daya-saing global, yaitu

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karunia- Nya, dapat menyelesaikan Executive Summary Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi

Lebih terperinci

PRESS RELEASE. LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017

PRESS RELEASE. LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017 PRESS RELEASE LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017 Pada tanggal 1 Juni 2017, International Institute for Management Development (IMD) telah meluncurkan The 2017 IMD World

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan

Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan Muliaman D. Hadad, PhD. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Surabaya, 8 Oktober 2015 Indonesia: bergerak ke sektor tersier? 2 Pangsa sektor industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara-negara. Agenda berskala internasional yang diadakan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara-negara. Agenda berskala internasional yang diadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi di berbagai negara semakin meluas dalam berbagai aspek dan dimensi. Globalisasi membuka peluang dan menjadi tantangan bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna mendukung kebutuhan akan finansial yang juga semakin beragam ditengah tumbuh dan berkembangnya perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode 2010-2015, secara umum pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi, dimana pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010-2015, laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL SELEKSI PASAR DAN LOKASI BISNIS INTERNASIONAL Terdapat dua tujuan penting, konsentrasi para manajer dalam proses penyeleksian pasar dan lokasi, yaitu: - Menjaga biaya-biaya

Lebih terperinci

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya yang begitu melimpah ternyata belum mampu dikelola untuk menghasilkan kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat.

Lebih terperinci

ANALISIS PERINGKAT DAYA SAING INDONESIA

ANALISIS PERINGKAT DAYA SAING INDONESIA ANALISIS PERINGKAT DAYA SAING INDONESIA 20 Herry Darwanto Bappenas 7 Oktober 20 www.weforum.org IKHTISAR 1. Konsep Daya Saing 2. Pengukuran Daya Saing 3. Daya Saing Internasional dan Regional 4. Unsur2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan kekuatan ekonomi potensial yang diarahkan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015 1 Oleh : Dr. M. Nasich, Ak 2 Dasar Pembentukan Pasar Tunggal ASEAN Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan jasa profesi akuntansi, khususnya jasa akuntan publik di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Banyak peraturan perundangundangan yang mewajibkan

Lebih terperinci

SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 PT.

SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 PT. SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 1 PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR SEKTOR TRANSPORTASI MELALUI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016 Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing ekonomi menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI Amalia Adininggar Widyasanti Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama

Lebih terperinci

INVESTASI DI INDONESIA

INVESTASI DI INDONESIA INVESTASI DI INDONESIA Agni Indriani Widyaiswara Madya Pusdiklat KNPK Faktor-faktor yang menjadikan investasi di Indonesia menarik Investasi dapat mempunyai multiplier effect yang besar karena dengan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Daya Saing Daerah Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Logistik Nasional memiliki peran strategis dalam menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya sistem pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PERTEMUAN KEEMPAT

LINGKUNGAN BISNIS PERTEMUAN KEEMPAT LINGKUNGAN BISNIS PERTEMUAN KEEMPAT Memahami pengertian, jenis, dan lingkup lingkungan bisnis Memahami hubungan lingkungan dengan perusahaan Memahami pengaruh lingkungan terhadap operasional perusahaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala

Lebih terperinci

Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1

Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1 Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1 Akhmad Farhan Mahasiswa Program Doctor of Business Administration Graduate School of Business, Universiti Kebangsaan Malaysia Abstrak Artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beragam isu membayangi, indeks Pasar Modal Indonesia sukses melewati semua ujian. Sepanjang 2012, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan kondisi

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

Isu Strategis Pengelolaan Industri Dalam Perpekstif Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan)

Isu Strategis Pengelolaan Industri Dalam Perpekstif Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan) Isu Strategis Pengelolaan Industri Dalam Perpekstif Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan) Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Februari 2014 Tema Undang-undang Perindustrian Sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Investor Indonesia Sangat Mendukung Dinaikkannya Usia Pensiun Resmi dari 55 Tahun Survei Manulife

Investor Indonesia Sangat Mendukung Dinaikkannya Usia Pensiun Resmi dari 55 Tahun Survei Manulife TSX/NYSE/PSE: MFC SEHK:945 Untuk disiarkan segera Investor Indonesia Sangat Mendukung Dinaikkannya Usia Pensiun Resmi dari 55 Tahun Survei Manulife Hampir tiga perempat investor mendukung dinaikkannya

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korupsi merupakan musuh bersama setiap negara, karena hal ini sudah menjadi fenomena mendunia yang berdampak pada seluruh sektor. Tidak hanya lembaga eksekutif tersandung

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA Oleh: Mauled Moelyono 2

Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA Oleh: Mauled Moelyono 2 Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA 2015 1 Oleh: Mauled Moelyono 2 Pengantar Isu tentang penguatan sektor UMKM dan pasar domestik akhir-akhir ini kembali marak diperbincangkan setelah

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Makro Ekonomi Disusun oleh: Nama : Nida Usanah Prodi : Pendidikan Akuntansi B NIM : 7101413170 JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi

BAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keadaan perekonomian Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan kinerja yang cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja. BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan ASEAN, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sejak 1980 sampai dengan 2012 (dihitung dengan persentase

Lebih terperinci

Beberapa permasalahan menghambat pertumbuhan produk[vitas Indonesia

Beberapa permasalahan menghambat pertumbuhan produk[vitas Indonesia Beberapa permasalahan menghambat pertumbuhan produk[vitas Indonesia Rigiditas Pasar Tenaga Kerja Employment Protection Legislation Stringency Index Protection of permanent workers against (individual)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat menjadi awal terjadinya krisis ekonomi global. Krisis tersebut menjadi penyebab ambruknya pasar modal Amerika

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Peran pasar modal dalam globalisasi ekonomi semakin penting

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Peran pasar modal dalam globalisasi ekonomi semakin penting BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Peran pasar modal dalam globalisasi ekonomi semakin penting terutama terkait dengan arus permodalan dan pertumbuhan ekonomi. Pasar modal merupakan indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, adalah menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci