Policy Paper PENINGKATAN DAYA-SAING INDONESIA. Oleh Herry Darwanto

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Policy Paper PENINGKATAN DAYA-SAING INDONESIA. Oleh Herry Darwanto"

Transkripsi

1 Policy Paper PENINGKATAN DAYA-SAING INDONESIA Oleh Herry Darwanto 1. PENGANTAR Beberapa waktu yang lalu World Economic Forum (WEF) kembali mempublikasikan laporan tahunan mengenai daya-saing global, yaitu The Global Competitiveness Report Laporan ini disusun pada saat ekonomi dunia mengalami berbagai tantangan. Krisis ekonomi dunia memang sudah menunjukkan penurunan di beberapa negara, namun ada beberapa negara yang berada pada puncak krisisnya seperti Yunani dan beberapa negara Eropa lain. AS juga sedang mengalami pertumbuhan yang menurun dengan tingkat pengangguran yang tinggi, demikian juga Jepang, yang pada beberapa bulan lalu mengalami bencana alam yang dahsyat. Negara-negara berkembang pada umumnya lebih bernasib baik, dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (sekitar 6%/tahun), bahkan beberapa negara perekonomiannya mengalami kepanasan. WEF berharap agar dokumen yang rutin dipublikasikan setiap tahun sejak 30 tahun yang lalu ini mempermudah penilaian potensi produktivitas di setiap negara. Dengan menyajikan berbagai faktor kunci pendorong pertumbuhan ekonomi, diharapkan dapat dipahami mengapa suatu negara dapat lebih berhasil dibandingkan negara lain dalam meningkatkan pendapatannya. Dengan kata lain, laporan ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menyusun rencana kebijakan ekonomi nasional suatu negara. Laporan tahun ini menghimpun data-data ekonomi dari 142 negara. 2 Data-data ekonomi tersebut diolah untuk menghasilkan peringkat daya-saing negara-negara. Daya saing didefinisikan sebagai kondisi institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi suatu negara. Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya-saing yang tinggi, dan daya-saing yang tinggi berpotensi memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Ada banyak determinan pendorong produktivitas, yang oleh WEF dikelompokkan ke dalam 12 pilar daya-saing, yaitu: institusi, infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pasar keuangan, kesiapan teknologi, besaran pasar, kecanggihan bisnis, dan inovasi. Selanjutnya ke 12 pilar itu dikelompokkan ke dalam 3 kelompok pilar, yaitu: kelompok persyaratan dasar, kelompok penopang efisiensi, dan kelompok inovasi dan kecanggihan bisnis (Gambar 1) Sebelumnya WEF menerbitkan The Indonesia Competitiveness Report, yang menganalisis dayasaing Indonesia tahun 2010.

2 Gambar 1. Struktur Faktor Daya Saing Dalam memperkirakan tingkat daya-saing negara, setiap pilar mendapat bobot yang berbeda, tergantung pada kemajuan ekonomi negara tersebut, dengan pertimbangan bahwa indikator yang sama mempunyai pengaruh berbeda pada negara-negara dengan tahapan kemajuan ekonomi yang berbeda (Gambar 2). Tahapan ekonomi yang dimaksud adalah: pada tahap awal ekonomi lebih didorong oleh faktor-faktor alam (seperti sumber daya alam dan tenaga kerja tidak terampil), kemudian pada tahap selanjutnya oleh faktor efisiensi, dan pada tahap akhir oleh faktor inovasi. Gambar 2. Bobot Subindeks menurut Tahapan Pembangunan Ke 12 pilar tersebut dibangun dari 103 indikator, yang dihitung dari data statistik dan survei persepsi para eksekutif. Pada laporan tahun ini ada empat negara yang ditambahkan, yaitu Belize, Haiti, Yemen dan Suriname. Selain itu, Lybia tidak disertakan dalam laporan tahun ini karena tidak adanya data survei sehubungan dengan terjadinya pergolakan domestik. Data-data untuk mengukur peringkat daya-saing ini memang sebagian besar berasal dari survei opini kalangan pebisnis di setiap negara, hanya sepertiganya yang berdasar pada angkaangka statistik, yang umumnya diolah dari World Economic Outlook (WEO) dari IMF. Data WEO tentunya berasal dari lembaga statistik setiap negara. 2. GAMBARAN UMUMDAYA-SAINGTAHUN a. Peringkat Global Tahun ini peringkat daya-saing dunia dalam urutan 10 teratas tetap didominasi oleh negara-negara Eropa. Swiss adalah negara paling kompetitif di dunia, disusul oleh Singapura, Swedia, Finlandia, dll. Lihat Tabel 1. Jepang adalah negara Asia ke 2 yang menempati posisi sepuluh besar. AS berada pada posisi ke 5 dan Inggris pada posisi ke 10. Pada tahun ini, Indonesia menempati posisi ke 46, turun dua tingkat dari tahun Penurunan ini

3 disebabkan oleh naiknya peringkat daya-saingitalia (43), Lithuania (44) dan Portugal (45), serta turunnya peringkat Siprus (dari 40 menjadi 57). TABEL 1. SEPULUH NEGARA BERDAYA-SAING TERTINGGI NEGARA PERINGKAT Swiss 1 Singapura 2 Swedia 3 Finlandia 4 AS 5 Jerman 6 Belanda 7 Denmark 8 Jepang 9 Inggris 10 Sumber: WEF () b. Peringkat Negara-negara ASEAN Diantara negara-negara ASEAN, setelah Singapura, Malaysia menempati posisi teratas (peringkat ke 21), disusul oleh Thailand (39). Lihat Tabel 2. Vietnam dan Filipina berada di belakang Indonesia, pada peringkat ke 65 dan 75 bertururt-turut. Cukup mengejutkan adalah Filipina, yang naik 10 tingkat dari peringkat ke 85 tahun lalu. Kinerja daya-saing Indonesia lebih buruk daripada Thailand, yang hanya turun satu tingkat, kendati Thailand mengalami gejolak politik cukup lama. Malaysia mengalami kenaikan peringkat yang sangat besar (5 tingkat), melampaui posisi Korea Selatan (24). TABEL 2. PERINGKAT DAYA-SAING BEBERAPA NEGARA ASEAN NEGARA PERINGKAT SKOR PERINGKAT 2010 PERUBAHAN Singapura Malaysia Thailand Indonesia Vietnam Filipina c. Peringkat Negara-negara Setingkat BRICS Dibandingkan dengan negara-negara setingkat BRICS, tingkat daya-saing Indonesia lebih baik daripada Afrika Selatan (50), Brazil (53), India (56), Meksiko (58), Turki (59) dan Rusia (66). Namun Indonesia berada di bawah tingkat daya-saing Korea Selatan (24) dan China (26). Lihat Tabel 3. TABEL 3. PERINGKAT DAYA-SAING NEGARA-NEGARA BRICS DAN SETINGKAT NEGARA PERINGKAT SKOR Korea Selatan

4 China Indonesia Afrika Selatan Brazil India Meksiko Turki Rusia Sumber: WEF () d. Peringkat Negara-negara Pesaing Terdekat Indonesia Tabel 4 menunjukkan peringkat daya-saing negara-negara yang menjadi daya-saing Indonesia. Negara-negara yang peringkat daya-saingnya berada tepat di atas Indonesia adalah: Polandia, Barbados, Italia, Lithuania dan Portugal. Sedangkan negara-negara yang tepat berada di bawah peringkat Indonesia adalah Siprus, Hongaria, Panama, Afrika Selatan, dan Malta. Negara-negara ini tentunya akan berusaha menyusul Indonesia dalam peringkat dayasaing di tahun-tahun mendatang. TABEL 4. NEGARA-NEGARA PESAING TERDEKAT INDONESIA NEGARA PERINGKAT Polandia 41 Barbados 42 Italia 43 Lithuania 44 Portugal 45 Indonesia 46 Siprus 47 Hongary 48 Panama 49 Afrika Selatan 50 Malta 51 Sumber: WEF () 3. PERKEMBANGAN DAYA-SAING a. Perubahan Rata-rata per Tahun Ada 59 negara yang selama kurun waktu lima tahun terakhir (2006-) mengalami penurunan tingkat dayasaing. Lihat Tabel 5. Hanya 9 negara yang mengalami kenaikan daya-saing lebih dari 3 peringkat per tahun, sedangkan yang mengalami kenaikan 2 peringkat per tahun ada 19 negara, dan yang mengalami kenaikan 1 peringkat per tahun ada sebanyak 22 negara. TABEL 5. JUMLAH NEGARA MENURUT KENAIKAN PERINGKAT

5 RATA2 PERUBAHAN JUMLAH NEGARA > <0 59 b. Perubahan Peringkat Negara-Negara ASEAN Vietnam adalah negara yang paling tinggi kenaikan daya-saingnya selama 2006-, yaitu 3,6 per tahun. Lompatan peringkat daya-saing terjadi pada tahun dan Indonesia berada pada urutan berikutnya, yaitu 1,6 per tahun, dengan lompatan peringkat terjadi pada tahun , yaitu 9 peringkat. Baik Vietnam maupun Indonesia mengalami penurunan peringkat pada tahun, yaitu masing-masing 5 dan 2 peringkat. Lihat Tabel 6. Sebagai perbandingan, Sri Lanka mengalami kenaikan daya-saing yang jauh lebih besar, yaitu rata-rata 6,2 peringkat per tahun, dengan lompatan daya-saing terjadi ada tahun , dan TABEL 6. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING NEGARA-NEGARA ASEAN NEGARA Vietnam Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Sri Lanka FAKTOR PENENTU PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA a. Analisis menurut Kelompok Pilar Analisis berikut ini didasarkan pada data-data peringkat daya-saing antara tahun 2008 hingga. 3 Di antara 3 kelompokpilar daya-saing, yaitu Kelompok Persyaratan Dasar, Kelompok Penopang Efisiensi, dan Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis, hanya Kelompok Persyaratan Dasar yang mengalami kenaikan peringkat, yaitu naik 7 tingkat (dari ke 60 tahun 2010 menjadi ke 53 tahun ). Lihat Tabel 7. Dua kelompok lain, yaitu Kelompok Penopang Efisiensi dan Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis, mengalami penurunan peringkat yang cukup besar, yaitu masing-masing -5 dan -4. TABEL 7. PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT KELOMPOK PILAR 2010 DAN 3 Untuk menghilangkan pengaruh perubahan jumlah negara dalam pemeringkatan, maka negara-negara yang masuk maupun keluar dari peringkat daya saing tidak diperhitungkan, sehingga hanya 139 negara yang dianalisis dalam bagian ini.

6 KELOMPOK PILAR PERINGKAT PERUBAHAN 2010 Peringkat keseluruhan Kelompok Persyaratan Dasar Kelompok Penopang Efisiensi Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis Dalam perspektif waktu lebih lama, antara tahun 2008 hingga, terjadi kenaikan besar dalam kelompok persyaratan dasar, yaitu 23 peringkat. Sebaliknya kelompok penopang efisiensi mengalami penurunan 7 peringkat. Lihat Tabel 8. TABEL 8. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT KELOMPOK PILAR KELOMPOK PILAR Peringkat keseluruhan Kelompok Persyaratan Dasar Kelompok Penopang Efisiensi Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis b. Analisis menurut Pilar Analisis berikutnya akan membandingkan kinerja dari setiap pilar daya-saing dibandingkan dengan pilar daya-saing lain dalam kelompok yang sama maupun terhadap pilar-pilar lainnya. Kelompok Persyaratan Dasar dibangun dari pilar-pilar Institusi, Infrastruktur, Makroekonomi, dan Kesehatan Dan Pendidikan Dasar. Kelompok Penopang Efisiensi dibangun dari pilar-pilar Pendidikan Tinggi, Efisiensi Pasar Barang, Efisiensi Pasar Tenaga Kerja, Pasar Keuangan, Kesiapan Teknologi, dan Besaran Pasar. Sedangkan Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis dibangun dari pilar-pilar Kecanggihan Bisnis dan Inovasi. Tabel 9 menunjukkan bahwa kenaikan 23 tingkat antara tahun pada Kelompok Persyaratan Dasar didukung oleh kenaikan peringkat pilar Makroekonomi (49) dan Pendidikan &Kesehatan Dasar (23). Sedangkan penurunan peringkat pada Kelompok Penopang Efisiensi disebabkan oleh penurunan peringkat semua pilar di dalamnya, kecuali pilar Besar Pasar dan pilar Pendidikan Tinggi yang mengalami kenaikan 2 tingkat. Sedangkan kenaikan peringkat pada Kelompok Inovasi dan Kecanggihan Bisnis disebabkan oleh kenaikan peringkat pada pilar Inovasi (11), walaupun pilar Kecanggihan Bisnis mengalami penurunan peringkat sebesar 6 tingkat. TABEL 9. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT PILAR Kelompok Indikator Peringkat Keseluruhan Kelompok Persyaratan Dasar Makroekonomi Kesehatan dan Pendidikan Dasar Infrastruktur Institusi

7 Kelompok Penopang Efisiensi Pendidikan Tinggi BesarPasar Kesiapan Teknologi Pasar Keuangan Efisiensi Pasar Barang Efisiensi Pasar Tenaga Kerja Kelompok Inovasi Dan Kecanggihan Bisnis Inovasi Kecanggihan Bisnis Dari ke 12 pilar daya-saing tersebut, yang mengalami penurunan selama tiga atau empat tahun berturut-turut adalah Kesiapan Teknologi, Kecanggihan Bisnis, Pasar Keuangan, Efisiensi Pasar Barang dan Efisiensi Pasar Tenaga Kerja. c. Analisis menurut Indikator Analisis lebih lanjut ditujukan untuk mengetahui perubahan peringkat daya-saing menurut indikator pada setiap pilar. Pada pilar Instiitusi, misalnya, indikator Efisiensi Hukum dalam Penyelesaian Sengketa mengalami perubahan peringkat yang terbesar, yaitu 52 tingkat. Di pihak lain, indikator Perilaku Etis Perusahaan mengalami penurunan peringkat yang paling besar, yaitu 80 tingkat. Tabel L1 hingga Tabel L12pada Lampiran menunjukkan perubahan peringkat daya saing untuk setiap indikator pada setiap pilar. d. Indikator Terbaik dan Terburuk Dari 103 indikator, 13 diantaranya termasuk peringkat 30 terbesar dunia, diantaranya: PDB (PPP), Kemudahan Akses Pinjaman, Indeks Besar Pasar Domestik, Keberadaan Modal Ventura, Keberadaan Pesawat Terbang (Tempat Duduk Kilometer), dll. Lihat Tabel 10. Sedang indikator terburuk dalam daya-saing Indonesia adalah Biaya Redundansi, Waktu utk Memulai Bisnis, Impor / PDB, Pengguna Internet, dll. Lihat Tabel 11. TABEL 10. PERINGKAT INDIKATOR TERBAIK INDONESIA NO INDIKATOR PERINGKAT 1 PDB (PPP) 15 2 Kemudahan Akses Pinjaman 16 3 Indeks Besar Pasar Domestik 16 4 Keberadaan Modal Ventura 17 5 Keberadaan Pesawat Terbang (Tempat 20 Duduk Kilometer) 6 Tabungan Nasional Bruto 21 7 Cakupan dan Pengaruh Pajak 23 8 Indeks Besar Pasar Luar Negeri 23 9 Pembiayaan melalui Pasar Modal Lokal 25

8 10 Pembayaran dan Produktivitas Panjang Rantai Nilai Neraca Anggaran Pemerintah Kapasitas Inovasi 30 Sumber: WEF () TABEL 11. PERINGKAT INDIKATOR TERBURUK INDONESIA INDIKATOR PERINGKAT 1 Dampak Bisnis Malaria Dampak Bisnis HIV/AIDS Kesehatan Perbankan Fleksibilitas Penentuan Upah Biaya Bisnis Terorisme Dampak Bisnis TBC Pengguna Internet Waktu utk Memulai Bisnis Impor / PDB Biaya Redundansi 131 Sumber: WEF () 4. PENGHAMBAT DAYA-SAING Beberapa faktor umum yang menghambat peningkatan daya-saing ditunjukkan dalam Tabel 12. Lima masalah utama penghambat daya-saing bisnisadalahkorupsi, birokrasi pemerintah yang tidak efisien, infrastruktur yang tidak memadai, ketidakstabilan politik dan akses pada pembiayaan. Ke tiga masalah pertama selalu muncul dalam daftar penghambat terbesar daya-saing Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Faktor korupsi dipersepsi semakin memburuk dan menempati urutan teratas dalam tingkat intensitas masalah. Lihat Tabel 13. TABEL 12. FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAYA-SAING NO FAKTOR PENGHAMBAT INTENSITAS MASALAH 1 Korupsi Birokrasi pemerintah yang tidak efisien Infrastruktur yang tidak memadai Ketidakstabilan politik Akses pada pembiayaan Tenaga kerja terdidik yang memadai Etika kerja yang buruk Ketidakstabilan pemerintah Inflasi Peraturan pajak Tingkat pajak Peraturan buruh yang membatasi 3.6

9 13 Kriminalitas dan pencurian Kesehatan umum yang buruk Peraturan mata uang asing 2.3 Sumber: WEF () TABEL 13. LIMA FAKTOR PENGHAMBAT UTAMA DAYA-SAING INDONESIA Birokrasi pemerintah Birokrasi pemerintah Birokrasi pemerintah Infrastruktur Infrastruktur Korupsi 2 Ketidakstabilan Korupsi Infrastruktur 3 politik Peraturan Akses Korupsi 4 buruh pembiayaan Akses Inflasi Inflasi 5 pembiayaan Korupsi Birokrasi pemerintah Infrastruktur Ketidakstabilan politik Akses pembiayaan 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI a. Kesimpulan Indeks Daya-saing Global (Global Competitiveness Index, GCI) yang dipublikasikan secara reguler oleh WEF merupakan informasi yang berguna bagi pemerintah setiap negara karena dapat digunakan sebagai benchmarking dengan negara lain dalam hal daya-saing ekonomi. Laporan Daya-saing Global tahun menunjukkan bahwa daya-saing Indonesia mengalami penurunan dua tingkat, setelah pada tahun sebelumnya mengalami lompatan yang sangat signifikan. Penurunan peringkat daya-saing pada tahun ini disebabkan oleh penurunan peringkat yang besar dari pilar Efisiensi Pasar Tenaga Kerja, Efisiensi Pasar Barang dan Kecanggihan Bisnis. Secara lebih rinci lagi, penurunan peringkat daya-saing Indonesia disebabkan oleh penurunan yang signifikan dari indikator Perilaku Etis Perusahaan, Kualitas Pasokan Listrik, Indeks Hak Hukum, dan Kepemilikan Investor Asing. Faktor penghambat daya-saing bisnisyang utamaadalahkorupsi, birokrasi pemerintah yang tidak efisien, dan infrastruktur. GCI melengkapi pemeringkatan kemajuan setiap negara dibandingkan dengan negara lain dalam banyak aspek yang semakin banyak dilakukan, seperti Corruption Perceptions Index (Transparency International), Doing Business Indicator (Bank Dunia), Human Development Index (UNDP), The Climate Competitiveness Index (PBB), dll. Untuk daya-saing sendiri, GCI bukan satu-satunya pemeringkatan daya-saing, adapula World Competitiveness Yearbook yang dikembangkan oleh IMD. 4 b. Rekomendasi Untuk keperluan perencanaan pembangunan, Bappenas perlu mencermati indikator daya-saing yang berperingkat rendah dan yang mengalami penurunan, kemudian menyusun kebijakan/program/kegiatan peningkatan kinerja pada indikator-indikator ini. Peringkat daya-saing Indonesia yang mengalami penurunan tersebut menuntut perlunya dilakukan kaji ulang terhadap kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Bappenas juga perlu merumuskan kebijakan/program/kegiatan untuk mempertahankan indikator yang meningkat dan yang berperingkat tinggi. 4

10 Dalam merumuskan kebijakan/program/kegiatan tersebut, Bappenas dapat belajar dari negara-negara lain, khususnya yang telah menunjukkan lompatan peringkat secara konsisten. Kementerian dan lembaga yang membidangi setiap pilar dan indikator yang mengalami penurunan peringkat perlu bekerja lebih dari biasa untuk menaikkan peringkat pada masing-masing indikator dan pilar daya-saing tersebut. Bappenas perlu pula melengkapi indikator daya-saing ini dengan berbagai pemeringkatan pada aspek-aspek lain seperti indeks pembangunan manusia, indeks persepsi korupsi, indeks kemudahan bisnis, dll. sehingga didapat peringkat kemajuan pembangunan negara-negara secara lebih holistik. Kemajuan pembangunan Indonesia dapat dipantau dengan mengukur indeks komposit ini untuk kemudian dirumuskan berbagai kebijakan/program/kegiatan yang tepat. --o0o-- Referensi: WEF, The Global Competitiveness Report,beberapa tahun terakhir

11 LAMPIRAN TABEL L1. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR INSTITUSI Efisiensi Hukum dlm Penyelesaian Sengketa Perlindungan HAKI Hak Cipta Beban Regulasi Pemerintah Efiensi Hukum dlm Penegakan Peraturan Kebocoran Anggaran Kolusi Pejabat Kepercayaan thd Politisi Penyimpangan Dana Pemerintah Kekuatan Perlindungan Investor Ongkos Bisnis dari Kejahatan Dan Kekerasan Kriminalitas Terorganisasi Kehandalan Polisi Perlindungan Kepentingan Pemegang Saham Minoritas Praktek Penyuapan Kemampuan Dewan Direksi Transparansi Pemerintah Kebebasan Peradilan Ongkos Bisnis dari Terorisme Kekuatan Standar Akuntansi dan Pelaporan Perilaku Etis Perusahaan TABEL L2. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR INFRASTRUKTUR Kualitas Infrastruktur Transportasi Udara Kualitas Jalan Pelanggan Telpon Gerak Kualitas Infrastruktur Kereta Api Kualitas Infrastruktur Umum Keberadaan Pesawat Terbang (Tempat Duduk Kilometer) 7 Sambungan Telpon Tetap

12 8 Kualitas Infrastruktur Pelabuhan Kualitas Pasokan Listrik TABEL L3. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR MAKROEKONOMI Neraca Anggaran dan Belanja Pemerintah Hutang Pemerintah Tingkat Tabungan Nasional Peringkat Kredit Negara Sebaran Suku Bunga Inflasi TABEL L4. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR KESEHATAN & PENDIDIKAN DASAR Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar Kejadian TBC Harapan Hidup Kualitas Pendidikan Dasar Persebaran HIV Kematian Bayi Kejadian Malaria Dampak Bisnis Malaria Dampak Bisnis TBC Dampak Bisnis HIV/AIDS TABEL L5. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR PENDIDIKAN TINGGI Tingkat Partisipasi Pendidikan Menengah Akses Internet di Sekolah Tingkat Partisipasi Pendidikan Tinggi Kualitas Sistem Pendidikan Kualitas Pendidikan Matematika dan Keilmuan

13 6 Keberadaan Pendidikan Dan Riset Khusus Kualitas Sekolah Manajemen Pelatihan utk Karyawan TABEL L6. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR EFISIENSI PASAR BARANG Beban Prosedur Kepabeanan Jumlah Prosedur utk Memulai Bisnis Tarif Perdagangan Waktu utk Memulai Bisnis Keluasan dan Efek Perpajakan Impor/PDB Tingkat Pajak Total Efektivitas Kebijakan Anti Monopoli Keluasan Dominasi Pasar Ongkos Kebijakan Pertanian Kepuasan Pembeli Tingkat Orientasi Konsumen Dampak Bisnis Peraturan PMA Keberadaan Hambatan Perdagangan Intensitas Kompetisi Lokal Kepemilikan Investor Asing TABEL L7. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR EFISIENSI PASAR TENAGA KERJA Partisipasi Perempuan dlm Ketenagakerjaan Pembayaran dan Produktivitas Biaya Redundansi Kekakuan Lapangan Kerja Perpindahan Keluar Negeri Tenaga Terdidik Kebergantungan pada Manajemen Profesional Praktek Penerimaan dan Pemutusan Kerja Fleksibilitas Penentuan Upah Kerjasama Hubungan Karyawan-Pengusaha

14 TABEL L8. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR PASAR KEUANGAN Kemudahan Akses Pinjaman Keberadaan Modal Ventura Keberadaan Jasa Keuangan Kesehatan Bank Kemampuan Membayar Jasa Keuangan Pembiayaan Melalui Pasar Saham Lokal Peraturan Perdagangan Saham Indeks Hak Hukum TABEL L9. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR KESIAPAN TEKNOLOGI Penyerapan Teknologi Perusahaan Pelanggan Internet Pita Lebar Pita Lebar Internet Pengguna Internet Keberadaan Teknologi Terbaru PMA dan Transfer Teknologi TABEL L10. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR BESAR PASAR Indeks Besar Pasar Domestik Indeks Besar Pasar Luar Negeri PDB (PPP) Ekspor/PDB

15 TABEL L11. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR KESCANGGIHAN BISNIS Kecanggihan Proses Produksi Panjang Rantai Nilai Sifat Keunggulan Daya Saing Keluasan Pemasaran Kuantitas Pemasok Lokal Pengendalian Distribusi Internasional Kualitas Pemasok Lokal Perkembangan Klaster Kesediaan Mendelegasikan Kewenangan TABEL L12. PERUBAHAN PERINGKAT DAYA-SAING INDONESIA MENURUT INDIKATOR PADA PILAR INOVASI Lelang Pemerintah Utk Produk Teknologi Maju Kapasitas Inovasi Kerjasama Universitas-Industri Dalam Riset Belanja Riset Perusahaan Paten Per Sejuta Penduduk Keberadaan Ilmuwan Dan Insinyur Kualitas Lembaga Riset Keilmuan

ANALISIS PERINGKAT DAYA SAING INDONESIA

ANALISIS PERINGKAT DAYA SAING INDONESIA ANALISIS PERINGKAT DAYA SAING INDONESIA 20 Herry Darwanto Bappenas 7 Oktober 20 www.weforum.org IKHTISAR 1. Konsep Daya Saing 2. Pengukuran Daya Saing 3. Daya Saing Internasional dan Regional 4. Unsur2

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karunia- Nya, dapat menyelesaikan Executive Summary Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi

Lebih terperinci

Corruption Perception Index Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta.

Corruption Perception Index Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta. Corruption Perception Index 2016 Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta. Apa itu Corruption Perception Index (CPI)? Indeks Gabungan Hingga 13 sumber data Menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

PRESS RELEASE. LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017

PRESS RELEASE. LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017 PRESS RELEASE LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017 Pada tanggal 1 Juni 2017, International Institute for Management Development (IMD) telah meluncurkan The 2017 IMD World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok kepentingan yang berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya dengan upaya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL SELEKSI PASAR DAN LOKASI BISNIS INTERNASIONAL Terdapat dua tujuan penting, konsentrasi para manajer dalam proses penyeleksian pasar dan lokasi, yaitu: - Menjaga biaya-biaya

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

Lampiran 1 Daftar Indikator

Lampiran 1 Daftar Indikator Lampiran Daftar by 37.44.207.69 on 02/07/7. For personal use only. o. Satuan STABILITAS EKOOMI MAKRO. Kedinamisan Ekonomi Regional..0 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Rupiah (juta), harga konstan..02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman

Lebih terperinci

Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi:

Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi: Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi: Pengembangan Ekonomi Kreatif Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA Dewan Pendiri/Ekonom Senior INDEF Anggota Komite

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode 2010-2015, secara umum pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi, dimana pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010-2015, laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

INVESTASI DI INDONESIA

INVESTASI DI INDONESIA INVESTASI DI INDONESIA Agni Indriani Widyaiswara Madya Pusdiklat KNPK Faktor-faktor yang menjadikan investasi di Indonesia menarik Investasi dapat mempunyai multiplier effect yang besar karena dengan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan inovasi di bidang finansial yang semakin canggih.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan inovasi di bidang finansial yang semakin canggih. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika perekonomian dunia yang terjadi pada beberapa periode terakhir turut mewarnai perkembangan dan aktivitas bisnis dalam negeri baik secara langsung dan tidak

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing ekonomi menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN 2012 I. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 Lembaga 2011 2012 World Bank 6,4 6,7 IMF 6,2 6,5 Asian Development

Lebih terperinci

Corruption Perception Index 2014

Corruption Perception Index 2014 Korupsi di Indonesia masih tinggi. Pemerintah Perlu Mempercepat Sistem Integritas Nasional Corruption Perception Index 2014 Apa itu Corruption Perception Index? Indeks Gabungan (hingga 13 sumber data)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015 1 Oleh : Dr. M. Nasich, Ak 2 Dasar Pembentukan Pasar Tunggal ASEAN Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Permbangunan ekonomi merupakan tujuan utama negara-negara sedang berkembang (NSB). Keberhasilan kinerja pemerintah dan lembaganya cenderung diukur dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia

Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia oleh: Mhd Hendra Wibowo 1 Indonesia Kreatif dan Mandiri Teknologi melalui Pendayagunaan Kekayaan Intelektual (KI) adalah cita-cita yang wajar

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 1 June 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Arus Modal Masuk, Menopang Rupiah Pasar Eropa mulai agak tenang di akhir bulan Mei dalam rangka menyongsong pekan pertama bulan Juni. Tekanan yang begitu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini jasa telah menjadi bagian yang cukup dominan pengaruhnya di dalam kehidupan kita sehari-hari. Jasa transportasi, jasa pendidikan, jasa reparasi,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN CLUSTER EKONOMI DI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PERSIAPAN PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

PENGEMBANGAN CLUSTER EKONOMI DI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PERSIAPAN PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PENGEMBANGAN CLUSTER EKONOMI DI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PERSIAPAN PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Palangka Raya, 18 Agustus 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat perusahaan merasa tidak aman bahkan di wilayah negaranya

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat perusahaan merasa tidak aman bahkan di wilayah negaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar ekonomi dunia yang semakin terbuka di era globalisasi sekarang ini menuntut para pelaku usaha untuk lebih kreatif dan inovatif dalam rangka memenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang, yang membutuhkan investasi cukup besar untuk menopang pertumbuhan ekonominya. Sementara sumber-sumber dana yang berasal

Lebih terperinci

Corruption Perception Index Metode Berubah, Indonesia Masih Tetap di Bawah

Corruption Perception Index Metode Berubah, Indonesia Masih Tetap di Bawah Corruption Perception Index 2012 Metode Berubah, Indonesia Masih Tetap di Bawah Apakah CPI? CPI is an aggregate indicator that ranks countries in term of the degree to which corruption is perceived to

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 1 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BAGIAN I PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI 2 PERINGKAT GLOBAL MEMBAIK Realisasi Investasi (Rp Triliun) 313 399 463 +12,4%2 016 (y/y) 545 613 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Lebih terperinci

KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI 54 IV. KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Selanjutnya pada bab ini akan memberikan uraian secara rinci terkait dengan aspek-aspek korupsi, pembangunan manusia dan investasi di delapan negara kawasan ASEAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

Sektor Riil. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sektor Riil. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menggerakkan Sektor Riil Ina Primiana Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad Disampaikan pada Pekan Ilmiah Universitas Padjadjaran Dalam Rangka Dies Natalis,Bandung, 19 November 2009 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDONESIA TAHUN GUSSTIAWAN RAIMANU. Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Tadulako

ANALISIS DAYA SAING INDONESIA TAHUN GUSSTIAWAN RAIMANU. Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Tadulako ANALISIS DAYA SAING INDONESIA TAHUN 2016-2017 GUSSTIAWAN RAIMANU Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Tadulako Daftar Isi Pendahuluan... 1 Analisis Daya Saing... 2 Gambaran

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. produk domestik bruto. Menurut BPS (2014) Produk Domestik Bruto (PDB)

1. BAB I PENDAHULUAN. produk domestik bruto. Menurut BPS (2014) Produk Domestik Bruto (PDB) 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi adalah meningkatnya pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Untuk menilai peningkatan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

Katalog BPS: BADAN PUSAT STATISTIK STATISTICS - INDONESIA

Katalog BPS: BADAN PUSAT STATISTIK STATISTICS - INDONESIA ht tp :// w w w.b ps.g o.id Katalog BPS: 9199007 BADAN PUSAT STATISTIK STATISTICS - INDONESIA tp :// w ht.g o ps.b w w.id LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2011 ISSN : 1858-0963 No. Publikasi : 07330.1208

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korupsi merupakan musuh bersama setiap negara, karena hal ini sudah menjadi fenomena mendunia yang berdampak pada seluruh sektor. Tidak hanya lembaga eksekutif tersandung

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-03.GR.01.06 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR M.HH-01.GR.01.06 TAHUN 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah

Lebih terperinci

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI Pengembangan ekspor tidak hanya dilihat sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga untuk mengembangkan ekonomi nasional. Perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.217, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Imigrasi. Visa. Bebas. Kunjungan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

RERANGKA ANALISIS LINGKUNGAN PEMASARAN GLOBAL

RERANGKA ANALISIS LINGKUNGAN PEMASARAN GLOBAL PEMASARAN INTERNASIONAL MINGGU KETIGA BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. FAKULTAS EKONOMI UNIV. IGM POKOK BAHASAN LINGKUNGAN EKONOMI GLOBAL LINGKUNGAN POLITIK GLOBAL LINGKUNGAN HUKUM GLOBAL LINGKUNGAN SOSIO-KULTURAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta merupakan bandar udara pengumpul atau hub di satu dari 12 bandar udara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura II. Pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

Artikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39

Artikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39 Prof Mudrajad Kuncoro Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental* Oleh: Mudrajad Kuncoro** Laporan Bank Dunia yang berjudul Doing Business 2016 (DB2016) menempatkan Indonesia pada peringkat 109 dari 189 negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

Anggota Klaster yang terbentuk adalah sebagai berikut :

Anggota Klaster yang terbentuk adalah sebagai berikut : Anggota Klaster yang terbentuk adalah sebagai berikut : Anggota Klaster Pertama No. Negara 1 Republik Rakyat China Anggota Klaster Kedua No. Negara 1 Malaysia 2 Singapura Anggota Klaster Ketiga No Negara

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016 Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

Perusahaan terkemuka dengan upaya suap dalam menjalankan bisnisnya di luar negeri, turut menghambat pembangunan di negaranegara

Perusahaan terkemuka dengan upaya suap dalam menjalankan bisnisnya di luar negeri, turut menghambat pembangunan di negaranegara TRANSPARENCY INTERNATIONAL INDONESIA EMBARGOED FOR TRANSMISSION AND RELEASE UNTIL 4 OCTOBER 2006 at 09.00 GMT; 11.00 CET; 05.00 EST (16.00 WIB) Perusahaan terkemuka dengan upaya suap dalam menjalankan

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 6th, 2012) Economic and Market Watch (February, 6th, 2012) Ekonomi Global Pengangguran AS kembali turun Sejak September 2011, tingkat pengangguran AS terus mengalami penurunan dan mencapai 8,5 persen di akhir tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. populasi dan pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN. Dimana, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. populasi dan pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN. Dimana, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tabel 1.1 menunjukkan data statistik mengenai total pendapatan (PDB), jumlah populasi dan pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN. Dimana, Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan perbankan yang kerap kali muncul menjadi isu krusial bagi perbankan Indonesia dan menjadi perhatian masyarakat adalah masalah tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Transparency International korupsi adalah the abuse of public

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Transparency International korupsi adalah the abuse of public BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Transparency International korupsi adalah the abuse of public office for private gain. Definisi dari TI tersebut telah banyak digunakan sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

PEMASARAN INTERNASIONAL

PEMASARAN INTERNASIONAL PENGANTAR PEMASARAN PEMASARAN INTERNASIONAL Suwandi PROGRAM STUDI MANAGEMENT RESORT & LEISURE UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG PEMASARAN INTERNASIONAL 1. Globalisasi perdagangan dunia 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO 1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk piramida penduduk Indonesia yang expansif menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk piramida penduduk Indonesia yang expansif menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berpenduduk terbanyak nomor empat di dunia setelah China (RRC), India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2010, sebanyak 237.641.326

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah dalam beberapa tahun belakangan ini. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa

Lebih terperinci

Surat Kabar Harian BERITA NASIONAL, terbit di Yogyakarta, Edisi 14 Juni RANKING KOMPETISI INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian BERITA NASIONAL, terbit di Yogyakarta, Edisi 14 Juni RANKING KOMPETISI INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko Surat Kabar Harian BERITA NASIONAL, terbit di Yogyakarta, Edisi 14 Juni 1996 RANKING KOMPETISI INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko Barangkali kita masih teringat akan pengalaman sekitar dua atau tiga tahun lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

KEGIATAN DAN LINGKUNGAN BISNIS

KEGIATAN DAN LINGKUNGAN BISNIS KEGIATAN DAN LINGKUNGAN BISNIS Week-9 By: Dr. Ida Nurnida Contents 1 Konsep Lingkungan Organisasi 2 Peran Lingkungan Perekonomian Bagi Bisnis 3 Peran Lingkungan Teknologi Bagi Bisnis 4 Peran Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy)

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi global telah merubah cara kerja dari perusahaan. Suatu usaha tidak lagi hanya bergantung pada kemampuan modal fisik saja sebagai faktor penentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci