BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah rakyat Indonesia; (2) mencerdaskan kehidupan bangsa; (3) memajukan kesejahteraan umum; dan (4) ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut, pemerintah harus berusaha untuk mendorong dilakukannya pembangunan di segala bidang. Dalam pelaksanaan pembangunan, tentunya diperlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Salah satu masalah yang dihadapi oleh kebanyakan negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, dalam melakukan pembangunan adalah terbatasnya dana. Keterbatasan dana tersebut, salah satunya dikarenakan minimnya sumber dana yang berasal dari dalam negeri seperti tabungan domestik. Berdasarkan Tabel 1.1, pada tahun jumlah tabungan bruto domestik dapat menutupi kebutuhan jumlah investasi sehingga kesenjangan tabungan dengan investasi pada periode tersebut dalam kondisi positif. Kondisi berbeda terjadi pada tahun , jumlah tabungan bruto domestik tidak dapat menutupi kebutuhan jumlah investasi sehingga kesenjangan tabungan dengan investasi pada periode tersebut dalam kondisi minus. Namun, secara ratarata kesenjangan tabungan dan investasi di Indonesia pada tahun berada pada kondisi minus. 1

2 Tabel 1.1 Tabungan Domestik Bruto, Investasi, dan Kesenjangan Tabungan dengan Investasi di Indonesia Tahun (Dalam Persen) Tahun Tabungan Bruto Domestik Investasi Kesenjangan Tabungan-Investasi ,09 49,91 0, ,32 47,68 4, ,11 48,89 2, ,93 50,07-0, ,60 49,40 1, ,43 50,57-1, ,11 50,89-1, ,88 51,12-2, ,57 53,43-6, ,06 52,94-5,88 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS, 2015) Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, pemerintah dalam melakukan pembangunan dapat menggunakan sumber dana yang berasal dari luar negeri. Sumber dana dari luar negeri meliputi bantuan pembangunan, pinjaman kredit, investasi langsung (Penanaman Modal Asing/PMA), investasi portofolio, dan kredit ekspor (Kuncoro, 2010: 354). Di antara beberapa sumber dana dari luar negeri yang telah disebutkan di atas, Panayotou (1997) menjelaskan bahwa PMA lebih penting dalam menjamin kelangsungan pembangunan dibandingkan dengan sumber dana luar negeri lainnya. Hal tersebut dikarenakan masuknya PMA ke suatu negara akan diikuti dengan adanya proses alih teknologi, know-how, management skill, risiko relatif kecil dan lebih menguntungkan. PMA didefinisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal 2

3 asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007). Menurut Kurniati et al. (2007), PMA adalah investasi jangka panjang yang dilakukan secara langsung oleh investor asing di dalam suatu bidang usaha warga negara domestik. Menurut Kuncoro (2010: 357), PMA adalah penanaman modal langsung yang dilakukan oleh penduduk atau perusahaan asing, yang berupa kontrol penuh atau parsial melalui partisipasi dalam modal dan manajemen. Menurut Jhingan (1996: 496), beberapa kelebihan dari PMA antara lain: (1) PMA dapat memberikan manfaat berupa ilmu, teknologi, dan organisasi yang baru; (2) PMA dapat mendorong perusahaan lokal untuk melakukan investasi pada industri pendukung atau bekerja sama dengan perusahaan asing; (3) sebagian keuntungan yang diperoleh PMA akan diinvestasikan kembali ke dalam pengembangan, modernisasi, atau pembangunan industri terkait; dan (4) PMA digunakan pada sektor produktif, sehingga berdampak pada peningkatan kapasitas produksi. Arsyad (2010: 229), menyebutkan bahwa tujuan investasi asing ke NSB adalah untuk menciptakan lapangan kerja, proses alih teknologi dan ketrampilan yang bermanfaat, dan sebagai sumber tabungan atau devisa. Menurut Kim et al. (2013), PMA tidak akan langsung masuk ke suatu daerah/negara begitu saja. Masuknya PMA ke suatu negara/daerah biasanya dikarenakan adanya faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor). Faktor pendorong merupakan faktor-faktor yang menyebabkan keluarnya modal yang berasal dari negara asal penanam modal. Faktor-faktor tersebut antara 3

4 lain kebijakan perekonomian, pergeseran atau perubahan orientasi pembangunan di negara penanam modal, atau kondisi yang terjadi pada perekonomian global, seperti penurunan suku bunga (biasanya suku bunga AS) dan perlambatan perekonomian di negara maju. Faktor penarik merupakan faktor-faktor yang dimiliki oleh suatu negara/daerah, yang dapat digunakan untuk menarik minat pemodal asing agar mau menginvestasikan modal di negara atau daerahnya. Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) biaya yang rendah (seperti gaji tenaga kerja yang rendah, biaya bahan baku yang rendah, dan harga lahan yang murah); (2) pasar yang besar dan pertumbuhannya yang tinggi; (3) stabilitas politik dan ekonomi (seperti tidak adanya hyperinflation dan adanya jaminan keamanan individu); (4) ketersediaan infrastruktur (seperti transportasi dan informasi); dan (5) jaminan atas hak kepemilikan asing. Alecsandru dan Raluca (2015), menyebutkan bahwa aliran masuk PMA ke sektor manufaktur di Rumania secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan tenaga kerja dan biaya operasional yang rendah. Huyen (2015), menyebutkan bahwa aliran masuk investasi asing ke Provinsi Thanh Hoa dipengaruhi oleh pasar dan infrastruktur. Tang et al. (2014), menyebutkan bahwa aliran masuk PMA pada sektor industri elektrikal dan elektronik di Malaysia dalam jangka panjang dipengaruhi oleh variabel PDB, variabel nilai tukar riil, variabel pembangunan keuangan dan variabel ketidakpastiaan makro ekonomi, variabel pajak penghasilan badan, dan variabel ketidakpastian sosial. 4

5 Goswami dan Haider (2014), menyebutkan bahwa masuknya PMA di 146 negara pada kurun waktu , dipengaruhi oleh faktor ukuran pasar, faktor pertumbuhan ekonomi, faktor keterbukaan perdagangan, dan faktor ketersediaan infrastruktur seperti pendidikan, telepon, dan telepon seluler. Aggarwal dan Verma (2014), menyebutkan bahwa masuknya PMA pada sektor retail di India dipengaruhi oleh faktor inflasi, faktor tingkat bunga, faktor keterbukaan perdagangan, dan faktor cadangan devisa. Pradhan dan Kelkar (2014), menyebutkan bahwa masuknya PMA di India pada dipengaruhi oleh faktor cadangan devisa, faktor inflasi, dan faktor gross capital formation. Alam dan Shah (2013), menyebutkan bahwa masuknya PMA ke 10 negara anggota Organization of Economic Cooperation Development (OECD) dipengaruhi oleh faktor ukuran pasar, faktor biaya tenaga kerja, dan faktor kualitas infrastruktur. Sarwedi (2002), menyebutkan bahwa masuknya PMA di Indonesia pada tahun dipengaruhi oleh variabel-variabel makroekonomi seperti PDB, tingkat pertumbuhan ekonomi, upah, dan ekspor mempunyai hubungan positif, sedangkan variabel non ekonomi yaitu stabilitas politik (SP) mempunyai hubungan negatif. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia dari segi nilai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah selalu meningkat, dan secara konsisten selalu berada pada urutan ke-4 sebagai provinsi dengan nilai PDRB terbesar di Indonesia. 5

6 Berdasarkan Tabel 1.2, rata-rata nilai PDRB (atas dasar harga konstan tahun 2000 tanpa migas) Provinsi Jawa Tengah tahun adalah sebesar Rp164 triliun. Dengan rata-rata nilai PDRB sebesar itu, Provinsi Jawa Tengah berkontribusi sebesar 8,5 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, ratarata nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah lebih rendah dari rata-rata nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Jawa Barat. Rata-rata nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah lebih baik bila dibandingkan dengan rata-rata nilai PDRB Provinsi Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 1.2 Rata-rata Nilai PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tanpa Migas Menurut Provinsi Tahun Beserta Kontribusinya No Provinsi Rata-rata Nilai PDRB (dalam miliar rupiah) Kontribusi (%) 1 DKI Jakarta ,67 18,96 2 Jawa Timur ,90 16,47 3 Jawa Barat ,41 15,09 4 Jawa Tengah ,40 8,50 5 Sumatera Utara ,89 5,65 6 Banten ,41 4,27 7 Kalimantan Timur ,40 3,15 8 Sulawesi Selatan ,04 2,43 9 Sumatera Selatan ,46 2,42 10 Riau ,77 2,30 11 Kepulauan Riau ,07 1,88 12 Sumatera Barat ,19 1,87 13 Lampung ,44 1,83 14 Kalimantan Barat ,47 1,47 15 Kalimantan Selatan ,74 1,45 16 Aceh ,93 1,42 17 Bali ,67 1,39 18 Papua ,57 1,07 6

7 No Provinsi Tabel 1.2 Lanjutan Rata-rata Nilai PDRB (dalam miliar rupiah) Kontribusi (%) 19 DI Yogyakarta ,31 1,03 20 Nusa Tenggara Barat ,26 0,91 21 Kalimantan Tengah ,41 0,90 22 Sulawesi Utara ,28 0,86 23 Sulawesi Tengah ,41 0,82 24 Jambi ,91 0,75 25 Nusa Tenggara Timur ,07 0,61 26 Sulawesi Tenggara ,45 0,55 27 Kep. Bangka Belitung ,06 0,52 28 Bengkulu 7.782,12 0,40 29 Papua Barat 5.374,44 0,28 30 Sulawesi Barat 4.447,48 0,23 31 Maluku 3.980,73 0,21 32 Maluku Utara 2.805,63 0,14 33 Gorontalo 2.675,52 0,14 Sumber: BPS (2015) Tingginya nilai PDRB tersebut, ternyata tidak berbanding lurus dengan jumlah PMA yang masuk di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Tabel 1.3, ratarata nilai PMA yang masuk ke Provinsi Jawa Tengah tahun adalah sebesar 564 juta USD. Dengan rata-rata nilai PMA yang masuk sebesar itu, Provinsi Jawa Tengah hanya berada di urutan ke-11 sebagai provinsi yang memperoleh jumlah PMA terbanyak di Indonesia. Bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, rata-rata jumlah PMA yang masuk di Provinsi Jawa Tengah lebih rendah dari rata-rata jumlah PMA yang masuk di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Jawa Timur. Rata-rata jumlah PMA yang masuk di Provinsi Jawa Tengah hanya lebih baik dari rata-rata jumlah PMA yang masuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. 7

8 Tabel 1.3 Rata-rata Jumlah PMA di Indonesia Menurut Provinsi Tahun (Dalam Juta USD) No Provinsi Rata-Rata Jumlah PMA 1 DKI Jakarta 8.988,7 2 Banten 3.616,7 3 Jawa Barat 2.782,5 4 Papua 1.709,5 5 Jawa Timur 1.258,2 6 Kalimantan Timur 1.176,2 7 Sumatera Utara 1.015,3 8 Kalimantan Tengah 724,8 9 Kalimantan Barat 664,1 10 Sulawesi Tengah 568,7 11 Jawa Tengah 564,0 12 Riau 517,3 13 Kepulauan Riau 413,3 14 Sumatera Selatan 301,2 15 Bali 271,6 16 Sulawesi Selatan 203,9 17 Nusa Tenggara Barat 189,5 18 Kalimantan Selatan 143,5 19 Lampung 90,7 20 Sulawesi Utara 78,7 21 Maluku Utara 74,3 22 Jambi 65,5 23 Papua Barat 62,6 24 Bengkulu 53,6 25 Sumatera Barat 46,2 26 Kepulauan Bangka Belitung 45,3 27 Aceh 32,3 28 DI Yogyakarta 28,1 29 Maluku 26,9 30 Sulawesi Barat 24,0 31 Sulawesi Tenggara 18,6 32 Gorontalo 16,3 33 Nusa Tenggara Timur 4,4 Sumber: BPS (2015) 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya PMA ke suatu negara/daerah telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak di berbagai negara/daerah. Ringkasan dari penelitian-penelitian tersebut tersaji pada Tabel

9 Tabel 1.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Penulis Variabel Kesimpulan 1. Alecsandru dan Raluca (2015) 2. Huyen (2015) 3. Tang et al. (2014) a. Infrastruktur b. Pasar c. Tenaga Kerja d. Wilayah Aglomerasi e. Ketersediaan Bahan Baku a. Politik/Pemerintahan/Hukum b. Sosial dan Budaya c. Ekonomi dan Pasar d. Keuangan e. Ketersediaan Sumber Daya Alam f. Infrastruktur a. Pendapatan Domestik Bruto b. Nilai Tukar Riil c. Pembangunan Keuangan d. Pajak Penghasilan Badan e. Ketidakpastian Sosial f. Ketidakpastian Makroekonomi a. Masuknya PMA di Rumania pada sektor manufaktur secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan tenaga kerja dan rendahnya biaya operasional. b. Di wilayah Rumania Tengah, masuknya PMA pada sektor manufaktur dipengaruhi oleh faktor kualitas tenaga kerja, aglomerasi ekonomi, serta tingkat litbang yang tinggi. c. Di Rumania Barat Laut, masuknya PMA pada sektor manufaktur dipengaruhi oleh faktor infrastruktur dan keberadaan tenaga kerja yang berkualitas. d. Di Rumania Timur Laut, masuknya PMA pada sektor manufaktur dipengaruhi oleh faktor harga bahan baku yang murah serta lahan yang masih luas dan harganya yang rendah. e. Di Rumania Selatan, masuknya PMA pada sektor manufaktur dipengaruhi oleh faktor tingkat sewa yang rendah dan adanya pasar yang potensial. a. Aliran masuk investasi asing ke provinsi Provinsi Thanh Hoa di Vietnam dipengaruhi oleh faktor pasar dan faktor infrastruktur. b. Faktor politik/pemerintahan/ hukum, faktor ketersediaan sumber daya, dan faktor keuangan berpotensi untuk menarik lebih banyak investasi. c. Faktor sosial dan budaya tidak begitu terlalu diperhatikan oleh para investor dalam melakukan investasi di wilayah tersebut. a. Aliran masuk PMA di Malaysia dipengaruhi oleh faktor PDB, nilai tukar riil, pembangunan keuangan, pajak, ketidakpastian sosial dan makroekonomi. b. PDB, nilai tukar riil, pembangunan keuangan dan ketidakpastiaan makro ekonomi memberikan pengaruh positif. c. Pajak dan ketidakpastian sosial memberikan pengaruh negatif. 9

10 Tabel 1.4 Lanjutan No Penulis Variabel Kesimpulan 4. Goswami dan Haider (2014) 5. Pradhan dan Kelkar (2014) 6. Alam dan Shah (2013) 7. Aggarwal dan Verma (2014) a. Pangsa Pasar b. Pertumbuhan Ekonomi c. Keterbukaan Pasar d. Infrastruktur e. Risiko Politik a. Ukuran Pasar b. Keterbukaan Perdagangan c. Nilai Tukar d. Cadangan Devisa e. Pembentukan Modal Bruto a. Ukuran Pasar b. Biaya Tenaga Kerja c. Produktivitas Tenaga Kerja d. Pajak Perusahaan e. Keterbukaan Perdangangan f. Stabilitas Politik g. Nilai Tukar Riil h. Inflasi i. Kualitas Infrastruktur a. Nilai Tukar b. Infasi c. Suku Bunga d. Ukuran Pasar e. Keterbukaan Perdagangan f. Cadangan Devisa 8. Sarwedi (2002) a. PDB b. Pertumbuhan Ekonomi c. Upah d. Ekspor e. Stabilitas Politik a. Aliran masuk investasi asing ke suatu negara dipengaruhi oleh faktor ukuran pasar, pertumbuhan ekonomi, keterbukaan perdagangan, dan ketersediaan infrastruktur. b. Aliran masuk investasi asing ke suatu negara juga dipengaruhi faktor politik seperti konflik budaya dan perilaku negara partner kepada negara tuan rumah dapat menjadi penghalang masuknya FDI ke suatu negara. a. Cadangan devisa, inflasi, dan pembentukan modal bruto merupakan faktor yang mempengaruhi masuknya FDI ke India selama kurun waktu , sedangkan pendapatan domestik bruto, keterbukaan perdagangan, dan nilai kurs tidak. b. Cadangan devisa dan inflasi memberikan pengaruh positif terhadap, sedangkan pembentukan modal bruto memberikan pengaruh negatif. Berdasarkan hasil penelitian aliran masuk FDI ke negara OECD (Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Italia, Jepang, Norwegia, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat) dipengaruhi oleh faktor ukuran pasar, biaya tenaga kerja, dan kualitas infrastruktur. Aliran masuk FDI pada sektor retail di India dipengaruhi oleh faktor inflasi, tingkat bunga, keterbukaan perdagangan, dan cadangan devisa. Ukuran pasar dan nilai tukar tidak mempengaruhi. PDB, tingkat pertumbuhan ekonomi, upah, dan ekspor mempunyai hubungan positif dengan masuknya FDI di Indonesia, sedangkan stabilitas politik (SP) mempunyai hubungan negatif. 10

11 Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Alam dan Shah (2013). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut. 1. Lokasi penelitian adalah Provinsi Jawa Tengah. 2. Waktu penelitian adalah tahun Variabel penelitian yang digunakan, yaitu realisasi PMA sebagai variabel terikat, sedangkan pendapatan per kapita, ketersediaan tenaga kerja, biaya tenaga kerja, infrastruktur, dummy daerah, dan dummy waktu sebagai variabel bebas. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, diketahui bahwa PMA yang masuk di Provinsi Jawa Tengah tahun masih rendah bila dibandingkan dengan PMA yang masuk di provinsi lain di Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan masuknya PMA di Provinsi Jawa Tengah. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang di atas, perlu diketahui hal-hal sebagai berikut. 1. Di manakah lokasi PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun ? 2. Apakah sektor yang menjadi tujuan PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun ? 11

12 3. Dari manakah negara yang melakukan penanaman modal di Provinsi Jawa Tengah tahun ? 4. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun ? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis lokasi PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun Menganalisis sektor yang menjadi tujuan PMA di Provinsi Jawa Tengah tahun Mengidentifikasi negara yang melakukan penanaman modal di Provinsi Jawa Tengah tahun Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya PMA di Jawa Tengah tahun Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai masukan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam merencanakan pembangunan di masa yang akan datang. 2. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti mengenai masalah sejenis di masa yang akan datang. 12

13 1.7 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, memuat latar belakang dilakukannya penelitian, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan; Bab II Survei Literatur, memuat landasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian; Bab III Metodologi Penelitian, memuat metode pengumpulan data, definisi operasional, model penelitian, instrumen penelitian, dan metode analisis data; Bab IV Analisis, memuat analisis dan pembahasan; dan Bab V Simpulan dan Saran, memuat simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran. 13

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi pada hakekatnya adalah langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat dinamis. Sasaran pembangunan yang dilakukan oleh negara sedang

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK. 29/03/Th. XIX, 15 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 RUPIAH TERAPRESIASI 3,06 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terapresiasi 3,06 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi Boks 2 REALISASI INVESTASI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU I. GAMBARAN UMUM Investasi merupakan salah satu pilar pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, karena mampu memberikan multiplier effect

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan kategori bisnis berskala kecil menengah yang dipercaya mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014 Invest in remarkable indonesia indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia indonesia remarkable indonesia invest in Invest in indonesia Invest

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 78/08/Th. XVIII, 18 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015 JULI 2015 RUPIAH TERDEPRESIASI 1,25 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terdepresiasi 1,25 persen

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH APRIL 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/05/Th. XVIII, 15 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH APRIL 2015 APRIL 2015 RUPIAH TERAPRESIASI 0,23 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah mencatat apresiasi 0,23

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu daerah didasarkan pada bagaimana suatu daerah dapat meningkatkan pengelolaan serta hasil produksi atau output dari sumber dayanya disetiap

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel SUPLEMEN 1 SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel Salah satu strategi Presiden Ronald Reagen di bidang ekonomi ketika memimpin

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan daripada modal atau investasi. Modal merupakan faktor yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. peranan daripada modal atau investasi. Modal merupakan faktor yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi adalah peranan daripada modal atau investasi. Modal merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan. Pentingnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015 No. 10/02/14/Th. XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN EKONOMI RIAU TAHUN TUMBUH 0,22 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Riau tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990 aliran investasi asing langsung (Penanaman Modal Asing, PMA)

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990 aliran investasi asing langsung (Penanaman Modal Asing, PMA) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak tahun 1990 aliran investasi asing langsung (Penanaman Modal Asing, PMA) dunia mengalami pertumbuhan yang tinggi, bahkan pertumbuhannya melebihi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVIII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2016 TUMBUH 5,57 PERSEN LEBIH

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan atau mereka yang tergolong angkatan kerja 1 tetapi sedang mencari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan atau mereka yang tergolong angkatan kerja 1 tetapi sedang mencari pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengangguran merupakan masalah yang serius dan merefleksikan kurangnya pemanfaatan tenaga kerja di sebuah negara. Tingginya tingkat pengangguran tidak hanya menghambat

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO

BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO Baik di industri furniture maupun industri lainnya, akan ada faktor eksternal yang akan mempengaruhi keberlangsungan bisnis perusahaan. Ada 5 faktor eksternal yang turut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.21/04/Th.XIV, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$14,40 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$14,40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebagai kerangka awal untuk memudahkan dan menghindari kesalah pahaman dalam memahami maksud dari judul ini, maka perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu beberapa

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 48/05/Th. XVIII, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL MENCAPAI US$13,08 MILIAR Nilai ekspor Indonesia April mencapai US$13,08

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 No. 63/11/Th.XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 EKONOMI DIY TRIWULAN III-

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state of mind) dari suatu masyarakat yang telah melalui kombinasi tertentu dari proses sosial,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA Triwulan I Tahun 2018 Jakarta, 30 April 2018 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) - RI DAFTAR ISI I. TRIWULAN I 2018: Dibanding Tahun 2017 II. TRIWULAN I 2018: Sektor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial SEMINAR 20 Agustus 2015 S. 401 SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial Tadjuddin Noer Effendi Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.40/07/Th.XIV, 1 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI MENCAPAI US$18,33 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$18,33 miliar atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional adalah mencapai masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo 1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

Ketenagakerjaan Indonesia dan Distribusi Upah Peserta Jaminan Pensiun

Ketenagakerjaan Indonesia dan Distribusi Upah Peserta Jaminan Pensiun Ketenagakerjaan Indonesia dan Distribusi Upah Peserta Jaminan Pensiun E. Ilyas Lubis Direktur Perluasan Kepesertaan Dan Hubungan Antar Lembaga Hotel Grand Cempaka, 1 Maret 2017 Prepared by actuarialteam@bpjsketenagakerjaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tujuannya untuk mewujudkan cita-cita suatu bangsa khususnya cita-cita luhur bangsa Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan salah satu kunci dalam setiap pembicaraan tentang pertumbuhan ekonomi. Menurut penggunaannya investasi diartikan sebagai pembentukan modal

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci