BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Perspektif/Paradigma Kajian Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai dasar dalam menyusun kerangka pemikiran. Paradigma adalah pandangan dalam kepercayaan yang telah diterima dan disepakati bersama oleh masyarakat ilmuan berkaitan dengan teori suatu keilmuan (Sudjana, 2004:5). Paradigma secara garis besar adalah cara pandang atau seperangkat asumsi seseorang terhadap suatu realitas yang akan mempengaruhinya dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku. Paradigma akan mempengaruhi cara pandang seseorang dalam melihat realitas dan bagaimana cara menyikapinya. Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita, bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan (Chariri, 2009:120). Paradigma tersusun atas tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya dalam menanggapi suatu realita. Perspektif atau paradigma yang peneliti gunakan dalam peneitian ini adalah paradigma positivisme Paradigma Positivisme Positivisme pada dasarnya, merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran empirisme yang didukung oleh filsuf Inggris seperti Locke, Berkeley, dan Hume. Empirisme ini menjadi sumber filosofis bagi positivisme, terutama pandangan objektivistik mereka terhadap ilmu pengetahuan. Menurut empirisme, seperti yang telah diakui bersama, realitas adalah segala sesuatu yang hadir melalui data sensasi, atau dengan kata lain, pengetahuan kita harus berawal dari verifikasi empiris. Keyakinan dasar paradigma ini adalah paham ontologi realisme, yang menyatakan bahwa realitas ada dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws) yang tujuan utamanya adalah untuk mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya (Wignjosoebroto, 2005:95-96). Positivisme lebih berusaha ke arah mencari fakta atau sebab-sebab terjadinya fenomena secara objektif, terlepas dari pandangan pribadi yang bersifat subjektif. Positivisme dipahami sebagai suatu paham yang menuntut agar setiap metodologi 9

2 10 yang dipikirkan untuk menentukan kebenaran hendaknya memerlukan realitas sebagai sesuatu yang eksis, sebagai suatu objek yang harus dilepaskan dari sembarang macam prakonsepsi metafisis yang subjektif sifatnya (Anwar dan Adang, 2008:46). Paradigma ini memandang bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui oleh seseorang adalah apa yang tertangkap oleh panca indera. Panca indera dianggap merupakan satu-satunya yang membekali akal manusia dengan konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan. Paradigma positivisme menekankan objektivitas bahwa fenomena dunia dapat dijelaskan dengan hukum-hukum yang objektif, rasional, dan dapat diuji. Oleh karena itu, objek kajian dari positivisme ini pada umumnya konkret dan individual sifatnya. Pada dasarnya, positivisme mengharuskan setiap konsep yang digunakan untuk didefinisikan secara operasional dengan menentukan aspek pembatasan serta ukuran-ukuran tertentu. Oleh karena itu dalam positivisme diakui bahwa operasionalisasi konsep-konsep menjadi langkah penting dalam penelitian ilmiah. Dalam positivisme, istilah atau konsep yang digunakan harus didefinisikan secara spesifik agar dengan itu peneliti dapat melakukan pengukuran-pengukuran (Pawito, 2008:50). Bagi positivisme, seluruh aktivitas ilmiah menggunakan metode yang sama dalam mempelajari dan mencari jawaban serta mengembangkan teori. Dunia nyata berisi hal-hal yang bersifat berulang-ulang dalam aturan maupun urutan tertentu sehingga dapat dicari hukum sebab akibatnya. Dengan demikian, teori dalam pemahaman ini terbentuk dari seperangkat hukum universal yang berlaku. Sarana metode positivisme adalah pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis (Danandjaja, 2012:13). Ciri paradigma positivisme adalah bebas nilai atau objektif, dimana dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dengan semesta dengan bersifat imparsial-netral. Peneliti hanya melalui fakta-fakta yang teramati dan terukur, maka pengetahuan tersusun dan menjadi cermin realitas; fenomenalis, dimana pengetahuan yang absah hanya berfokus pada fenomena semesta; nominalisme, dimana positivisme berfokus pada apa yang merupakan individual-partikular karena itulah kenyataan satu-satunya; reduksionisme, dimana alam semesta direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat dipersepsi; naturalisme,

3 11 dimana menekankan terhadap keteraturan dari peristiwa-peristiwa alam; mekanisme, dimana semua gejala alam dianggap dapat dijelaskan secara mekanikal-determinisme (Anwar dan Adang, 2008:50). Positivisme menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmuilmu manusia maupun alam sehingga dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar, yakni eksplanatoris dan prediktif. Beranjak dari kriteria tersebut maka ilmuilmu harus memiliki pandangan positivistik sebagai berikut: Pertama, Objektif. Teori-teori tentang semesta haruslah bebaas nilai. Kedua, fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya membicarakan tentang semesta yang teramati. Ketiga, reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati. Keempat, naturalisme. Alam semesta adalah objek-objek yang bergerak secara mekanis (Bungin, 2006:10). Positivisme lebih menekankan pembahasan singkat sehingga peneliti harus berani membangun teori-teori atau konsep dasar kemudian disesuaikan dengan kondisi lapangan. Paradigma inilah yang digunakan peneliti sebagai pandangan dasar untuk melihat dan menganalisis kredibilitas pendidik institusi pendidikan formal dan pendidik institusi pendidikan nonformal di mata siswa Ganesha Operation yang bersekolah di SMA Santo Thomas 2 Medan. 2.2.Kerangka Teori Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti harus menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk menggunakan sudut pandang apa yang digunakan peneliti dalam menyoroti permasalahan yang akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti dalam pelaksanaan penelitian menggunakan teoriteori yang relevan dengan permasalahan, yaitu: Public Speaking Pengertian publik adalah sekelompok orang yang menaruh perhatian pada sesuatu hal yang sama. Publik dapat merupakan kelompok kecil yang terdiri dari orang-orang dalam jumlah sedikit, juga dapat merupakan kelompok besar. Biasanya individu-individu yang termasuk dalam kelompok itu mempunyai rasa solidaritas terhadap kelompoknya, walaupun tidak terikat oleh struktur yang nyata dan tidak mempunyai hubungan langsung (Abdurrachman, 2001:28-29).

4 12 Public speaking atau seni berbicara di depan umum adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan tentang sesuatu hal atau topik di hadapan banyak orang. Berbicara di depan umum merupakan kegiatan yang pada dasarnya dilakukan dalam rangka komunikasi (Sukadji, 2004:5). Berbicara di depan umum artinya menyampaikan pesan pada orang-orang yang latar belakangnya berbeda. Menurut David Zarefsky dalam bukunya Public Speaking: Strategies for Success, Public Speaking adalah suatu proses komunikasi yang berkelanjutan dimana pesan dan lambang bersirkulasi ulang secara terus menerus antara pembicara dan para pendengarnya. Tujuannya antara lain untuk mempengaruhi, mengajak, mendidik, mengubah opini, memberikan penjelasan, dan memberikan informasi kepada masyarakat di tempat tertentu (Zarefsky, 2002:5). Public speaking juga dapat diartikan sebagai suatu proses berbicara kepada sekelompok orang secara sengaja serta ditujukan untuk menginformasikan, mempengaruhi, atau menghibur pendengar. Secara sederhana, Public speaking merupakan keahlian berbicara dalam berbagai keadaan dan situasi di depan sejumlah orang (Danandjaja, 2011:108). Filsuf Yunani, Aristoteles, membahas mengenai prinsip-prinsip public speaking yang efektif dalam bukunya Rhetoric. Bagi Aristoteles, persuasi berpusat pada tiga prinsip public speaking yang efektif, yaitu Ethos atau kredibilitas pembicara, pathos atau daya tarik emosional pembicara, dan logos atau daya tarik logis pembicara. Ethos merujuk pada karakter, intelegensi, dan niat baik yang dipersepsikan dari seorang pembicara katika hal-hal ini ditunjukkan melalui public speaking. Pathos berkaitan dengan emosi yang dimunculkan dari para pendengar seperti rasa bahagia, sakit, benci, atau takut. Logos adalah bukti-bukti logis yang digunakan oleh pembicara, termasuk didalamnya argumen, rasionalisasi, dan bahasa yang jelas (West dan Turner, 2008:9) Komunikator Proses komunikasi dimulai atau bersumber dari sumber atau pengirim pesan, yaitu dimana gagasan, ide atau pikiran berasal, yang kemudian akan disampaikan kepada pihak lainnya, yaitu penerima pesan. Sumber atau pengirim pesan sering pula disebut dengan komunikator. Kedudukan individu dalam komunikasi sangatlah penting, mengingat kedudukan mereka dalam berkomunikasi berpengaruh terhadap

5 13 peranan mereka dalam proses komunikasi. Menurut Hovland (1953), karakteristik sumber berperan dalam memengaruhi penerimaan awal pada pihak penerima pesan, namun memiliki efek minimal dalam jangka panjang tergantung dari seberapa dapat dipercaya sumber yang menyampaikan informasi tersebut. Sumber yang dapat dipercaya (credible) akan dapat memperkuat nilai informasi yang disampaikan (Morrisan dan Wardhany, 2009:18). Langkah pertama yang dilakukan oleh seorang komunikator dalam proses komunikasi adalah ideation, yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan. Langkah selanjutnya dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu komunikator menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-tanda atau labang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain (Bungin, 2008: ). Proses komunikasi yang terjalin di lingkungan kelas melibatkan interaksi komunikasi antara pendidik dan siswa. Dalam hal ini baik pendidik maupun siswa dapat berperan sebagai komunikator mengingat proses komunikasi yang terjadi di dalam kelas dapat berubah sewaktu-waktu menjadi komunikasi dua arah. Apabila diadakan diskusi dan tanya jawab di dalam kelas, siwa bisa saja berperan sebagai komunikator dan pendidik sebagai komunikan yang mendengarkan pesan yang disampaikan oleh siswa sehingga peran komunikator di kelas tidak terbatas hanya pada pendidik saja. Namun peran pendidik sebagai komunikator di dalam kelas tetap saja menjadi sesuatu yang penting yang perlu diperhatikan Teori Kredibilitas Sumber Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility Theory) dikembangkan oleh Hovland, Janis, dan Kelley pada tahun 1951 berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap beberapa mahasiswa universitas di Yale. Teori ini menjelaskan bahwa seseorang dimungkinkan lebih mudah dibujuk atau dipersuasi jika sumber-sumber persuasinya (bisa komunikator itu sendiri) memiliki kredibilitas yang tinggi. Seseorang biasanya akan lebih percaya dan cenderung menerima dengan baik pesanpesan yang disampaikan oleh orang yang dipercaya memiliki kredibilitas di bidangnya (Tan, 1981: ).

6 14 Teori ini menegaskan bahwa status, kehandalan, dan keahlian sumber menambah bobot kualitas pesan. Sumber atau komunikator yang memiliki hal tersebut sekaligus akan menambah bobot sumber dalam proses komunikasi. Hovland juga berpendapat walaupun komunikator yang kredibel dapat memengaruhi keberhasilan proses komunikasi, namun dampak komunikator terhadap penerima pesan bervariasi dari satu situasi kepada situasi lainnya, dari satu topik ke topik lainnya dan dari satu waktu ke waktu lainnya. Namun demikian, setidaknya komunikator yang memiliki kredibilitas tinggi dapat memberikan pengaruh kepada penerima pesan dalam hal daya penerimaan awal dari suatu pesan (Morrisan dan Wardhany, 2009:18) Kredibilitas Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Kredibilitas menurut Aristoteles (dalam Cangara, 2004:87), bisa diperoleh jika seseorang memiliki kekuatan dan daya tarik baik dari karakter pribadinya maupun dari argumentasi yang diucapkannya. Dengan demikian, untuk menjadi seorang komunikator yang efektif harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas berkenaan dengan dua komponen penting yaitu keahlian dan keadaan dapat dipercaya. Keahlian disini bergantung pada latihan, pengalaman, kemampuan, intelegensi, pencapaian profesional, dan status sosial. Seorang komunikator yang ahli atau pakar dalam bidangnya tentu akan lebih menarik perhatian komunikan; Sedangkan keadaan dapat dipercaya adalah tingkatan dimana komunikator dipahami sebagai sumber yang objektif (Tan, 1981: 105). Menurut bentuknya kredibilitas dapat dibedakan atas tiga macam, yakni: a.) Initial Credibility (Prior Ethos) Initial credibility atau prior ethos adalah kredibilitas yang diperoleh komunikator sebelum proses komunikasi berlangsung. Komunikan membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman wakilan, rujukan, petunjukpetunjuk nonverbal yang ada pada diri komunikator, atau berdasarkan sponsor.

7 15 b.) Derived Credibility Derived credibility adalah kredibilitas yang diperoleh seseorang pada saat komunikasi berlangsung. Derived credibility dibentuk oleh topik yang dipilih, cara penyampaian, teknik-teknik pengembangan pokok bahasan, dan bahasa yang dipergunakan, serta organisasi pesan atau sistematika yang dipakai. c.) Terminal Credibility (Intrinsic Ethos) Terminal credibility atau intrinsic ethos adalah kredibilitas yang diperoleh seorang komunikator setelah pendengar atau pembaca mengikuti ulasannya. Dalam hal ini seorang komunikator yang ingin memperoleh kredibilitas perlu memiliki pengetahuan yang dalam, pengalaman yang luas, kekuasaan yang dipatuhi dan status sosial yang dihargai. Selain pelaku persepsi dan topik yang dibahas, faktor situasi juga mempengaruhi intrinsic ethos, meskipun belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengamati pengaruh situasi pada persepsi komunikan mengenai komunikator (Rakhmat, 2005:259). Kredibilitas seorang komunikator bisa berubah bila terjadi perubahan khalayak, topik, dan waktu. Artinya kredibilitas seorang pembicara pada suatu tempat belum tentu bisa sama di tepat lain kalau khalayaknya berubah. Demikian pula halnya dengan perubahan topik dan waktu. Seorang komunikator bisa saja menguasai topik tertentu, tetapi belum tentu dengan topik yang lain (Cangara, 2004:89). Komponen-komponen dalam kredibilitas antara lain: a. Keahlian (Expertise) Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Tentu sebaliknya, komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh. b. Kepercayaan (Trustworthiness) Kepercayaan adalah kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis? Atau apakah ia dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu,

8 16 tidak adil, dan tidak etis? Aristoteles menyebutnya good moral character. Quintillianus menulis Orang baik berbicara baik. c. Dinamisme (Dynamism) Menurut Koehlr, Annatol, dan Aplbaum komponen kredibilitas ditambah dengan dinamisme yang berkenaan dengan cara berkomunikasi, bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan. d. Sosiabilitas (sociability) Sosiabiitas adalah kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang periang dan suka bergaul. e. Koorientasi (co-orientation) Koorientasi adalah kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok dan nilai-nilai dari komunikan. f. Kharisma Menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan seperti magnet menarik benda-benda sekitarnya. Karisma terletak pada persepsi komunikan. g. Daya Tarik (Attractiveness) Secara umum konsep ini meliputi penampilan fisik dan identifikasi psikologis. Pada konteks ini daya tarik berbeda dengan kharisma. Seseorang mungkin saja menarik, namun tidak memiliki kharisma, dan sebaliknya. Daya tarik dibagi menjadi dua yakni, daya tarik fisik dan daya tarik psikologis. Daya tarik fisik berkenaan dengan penampilan fisik, orang yang memiliki daya tarik fisik secara sosial lebih mendapat perhatian, lebih dihargai, lebih diterima, lebih banyak mendapat umpan balik positif pada setiap awal interaksi yang dilakukan; sedangkan daya tarik psikologis biasanya menyangkut kesamaan (similarity). Kesamaan antara komunikan dan komunikator dapat meningkatkan daya tarik yang membuat komunikasi lebih efektif (Rakhmat, 2005:260) Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (adanya saling

9 17 kebergantungan), mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut, meskipun setiap anggota boleh jadi memiliki peran berbeda. Dengan demikian dapat dipahami bahwa komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok (Mulyana, 2010:82). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005:46-47) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi yang secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah. Komunikasi kelompok dibagi menjadi dua yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Komunikasi pendidikan atau komunikasi yang terjalin di dalam kelas antara pendidik dan siswa-siswinya tergolong sebagai komunikasi kelompok besar. Komunikasi kelompok besar atau komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang sebagai khalayak komunikannya. Komunikasi kelompok menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian, dan kemampuan menghadapi sejumlah besar orang. Daya tarik fisik pembicara bahakan sering merupakan faktor penting yang menentukan efektivitas pesan, selain keahlian dan sifat dapat dipercaya pembicara (Mulyana 2010: 82). Ciri-ciri komunikasi kelompok besar adalah terjadi di tempat umum, biasanya di auditorium, kelas, tempat ibadah atau tempat lainnya yang dihadiri sejumlah besar orang; merupakan peristiwa sosial yang biasanya telah direncanakan; terdapat agenda; dan beberapa orang ditunjuk untuk menjalankan fungsi-fungsi khusus. Komunikasi publik sering bertujuan memberikan penerangan, menghibur, memberikan penghormatan, atau membujuk (Mulyana 2010:83). Komunikasi yang terjadi di dalam kelas baik di sekolah maupun di bimbingan belajar merupakan komunikasi kelompok besar yang dalam pelaksanaannya pada keadaan tertentu melibatkan komunikasi dua arah, misalnya apabila diadakan diskusi dimana ada interaksi antara pendidik dan siswanya atau pada saat pendidik dan siswa melakukan tanya-jawab Komunikasi Pendidikan Menurut UNESCO (dalam TPIP FIP-UPI, 2007:19) pendidikan adalah komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan

10 18 belajar. Atas dasar pengertian tersebut maka tujuan utama komunikasi yang terorganisasi dan berkelanjutan itu adalah timbulnya kegiatan belajar. Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya komunikasi. Ketika seseorang belajar, berpengalaman, maka orang tersebut melakukan dan membutuhkan komunikasi. Komunikasi memegang peranan dan dalam pemantapan pembelajaran dan perilaku yang diharapkan, hubungan antara pendidik dengan peserta didik, dan penyampaian instruksi, termasuk di dalamnya bertanya, dan pemberian feedback bagi individu. Pada hakekatnya, komunikasi pendidikan dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang terjadi dalam lingkungan pendidikan baik secara teoritis maupun secara praktis. Komunikasi pendidikan adalah proses komunikasi yang dirancang dan dipersiapkan secara khusus untuk tujuan-tujuan penyampaian pesan atau informasi pendidikan. Komunikasi pendidikan menekankan interaksi dua pihak atau multi pihak, yaitu guru, siswa, dan lingkungannya sehingga terjadi hubungan dialogis dan interaksional melalui dialog. Guru atau pendidik berperan dalam menciptakan dialog dengan dasar saling mempercayai dan saling membantu. Sedangkan siswa diajak untuk menghayati nilai sosial budaya yang ada di masyarakat (TPIP FIP-UPI, 2007:61). Driyakara (dalam Koesoema, 2007:62) memahami pendidikan dalam konteks tindakan komunikatif. Pendidikan tidak lain merupakan sebuah proses komunikasi yang autentik antarmakhluk yang berada. Ia memandang pendidikan sebagai komunikasi eksistensia manusiawi yang autentik kepada manusia-muda supaya dimiliki, dilanjutkan, dan disempurnakan. Komunikasi ini terlaksana dalam kesatuan interpersonal antara pendidik dan anak didik Konsep Pendidikan Carlo Nanni mendefinisikan pendidikan sebagai sebuah pengembangan kemampuan fundamental pribadi untuk menghayati kehidupannya di dunia ini secara bebas dan bertanggung jawab, dalam kebersamaan dengan orang lain, seiring perjalanan waktu dan usia, dalam persimpangan relasi interpersonal dan dalam kehidupan sosial yang tertata terorganisasi secara historis. Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah usaha sadar yang ditujukan bagi pengembangan diri manusia secara

11 19 utuh, melalui berbagai macam dimensi yang dimilikinya (religius, moral, personal, sosial, kultural, temporal, institusional, relasional, dll.) demi proses penyempurnaan dirinya secara terus menerus dalam memaknai hidup dan sejarahnya di dunia ini dalam kebersamaan dengan orang lain (Koesoema, 2007:63). Martin Buber memiliki pemahaman pendidikan bukan hanya melengkapi apa yang kurang dalam kodrat kita, melainkan lebih sebagai sebuah perjumpaan yang menumbuhkan. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari perhatian adanya keberadaan orang lain yang ikut campur dan memengaruhi pembentukan diri kita. Pendidikan dengan demikian memiliki tujuan pokok untuk membentuk pribadi agar memiliki karakter mulia (Koesoema, 2007:62). Pendidikan secara umum dapat dipahami sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara pendidikan (instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya) untuk mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Secara khusus, pendidikan dilakukan oleh pelaksana pendidikan yaitu pendidik (guru, tutor, pelatih, instruktur) terhadap peserta didik untuk mempersiapkan peserta didik agar lebih mampu menghadapi tugas, pekerjaan, dan kehidupannya di masa depan. Secara normatif ada tiga tujuan pendidikan. Pertama, sebagai pedoman arah bagi proses pendidikan. Sebagai pedoman arah tujuan pendidikan bersifat direktif dan orientasional bagi lembaga pendidikan. Dengan demikian kegiatan pendidikan memiliki arah, dan arah ini akan memberikan hasil-hasil tertentu atas campur tangan pendidikan. Kedua, tidak sekadar mengarahkan proses pendidikan, melainkan semestinya juga menjadi sumber motivasi yang menggerakkan insan pendidikan untuk mengarahkan seluruh waktu dan tenaganya pada tujuan tersebut. Pendidikan bukan sekadar menjadi orientasi secara kelembagaan, melainkan juga menjadi motivasi bagi setiap individu yang terlibat di dalam dunia pendidikan. Ketiga, menjadi dasar atau kriteria untuk melaksanakan sebuah evaluasi bagi kinerja pendidikan (Koesoema, 2007:64-66). Pendidikan di Indonesia terbagi menjadi 3 jalur utama, yakni pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.

12 20 Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus (Sudjana, 2004:79). Pendidikan formal memiliki program yang berurutan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan dan dapat diterapkan secara seragam di semua tempat yang memiliki kondisi sama. Tujuan program pendidikan formal adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan umum untuk kehidupan masa depan. Pendidikan formal berorientasi pada ijazah, artinya hasil akhir belajar ditandai dengan pengesahan kemampuan melalui ijazah, dengan kata lain ganjaran atas keberhasilan terutama diperoleh pada akhir program (TPIP FIP-UPI, 2007:20). Pada pendidikan formal memerlukan seleksi penerimaan peserta didik, peserta didik diseleksi dengan persyaratan ketat (ujian) guna mengetahui kemampuan yang diperlukan. Berdasarkan aspek waktu, pendidikan formal memerlukan waktu yang relatif lama, jarang selesai dalam satu tahun; sering melampaui batas waktu yang ditetapkan, kadang-kadang diselesaikan lebih dari sepuluh tahun. Satu jenjang menjadi syarat untuk mengikuti jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan formal berorientasi ke masa depan, dan menggunakan waktu penuh serta terus menerus. Berdasarkan proses pembelajarannya, pendidikan formal dipusatkan di lingkungan sekolah dan terlepas dari lingkungan kehidupan peserta didik di masyarakat (TPIP FIP-UPI, 2007:20-21). Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya (Sudjana, 2004:79). Pendidikan nonformal mempunyai derajat keketatan dan keseragaman yang lebih longgar dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan formal. Pendidikan nonformal memiliki bentuk dan isi program yang bervariasi, tujuan program pendidikan nonformal juga tidak seragam dan tidak memiliki persyaratan

13 21 ketat bagi peserta didiknya sebagaimana persyaratan yang berlaku bagi peserta didik pendidikan formal (TPIP FIP-UPI, 2007:13). Sebagaimana dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik (warga belajar) dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilanfungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Hoxeng (1973), Srinivasan (1977), dan pakar pendidikan lainnya menggolongkan program-program pendidikan nonformal ke dalam beberapa kategori yaitu: Pertama, pendekatan yang berpusat pada isi program, dimana isi program pendidikan nonformal disusun dan digunakan untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru dalam bidang tertentu dan untuk membantu peserta didik agar mereka dapat mengadopsi hal-hal tersebut; Kedua, pendekatan yang diarahkan pada pemusatan perhatian terhadap pemecahan masalah, dimana peserta didik dibantu agar mereka mampu menghimpun dan menggunakan informasi yang tepat dalam menemukan masalah serta pemecahannya dalam kehidupan sehari-hari; Ketiga, pendekatan pengembangan sumber daya manusia dan perencanaan kreatif, dimana diarahkan untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan merencanakan yang terdapat pada diri peserta didik sehingga mereka dapat berfungsi lebih dinamis dan efektif (dalam TPIP FIP-UPI, 2007:16). Tujuan program pendidikan nonformal bersifat jangka pendek dan khusus, untuk memenuhi kebutuhan tertentu yang fungsional dalam kehidupan masa kini dan masa depan. Pendidikan nonformal kurang menekankan pentingnya ijazah. Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program berwujud hasil, produk, pendapatan, dan keterampilan. Pada pendidikan nonformal kualifikasi bagi peserta didik tidak menjadi persyaratan utama, persyaratan untuk mengikuti program pendidikan nonformal ialah kebutuhan, minat, dan kesempatan. Berdasarkan aspek waktu, pendidikan nonformal memerlukan waktu yang relatif singkat, lama penyelenggaraan program tergantung pada kebutuhan belajar peserta didik. Pendidikan nonformal menggunakan waktu tidak terus menerus, waktu ditetapkan dengan berbagai cara

14 22 sesuai dengan kesempatan peserta didik. Berdasarkan proses pembelajarannya, pendidikan nonformal dipusatkan di lingkungan masyarakat dan lembaga. Kegiatan belajar dapat dilakukan di berbagai lingkungan atau satuan pendidikan nonformal seperti sanggar kegiatan belajar, pusat latihan, dan sebagainya (TPIP FIP-UPI, 2007:20-21). Bimbingan Belajar Secara etimologis bimbingan berasal dari kata bimbing yang dalam bahasa inggris disebut guidance yang berarti mengarahkan, membantu, mengatur, atau menuntun. Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seorang individu dari setiap unsur, untuk menolong dirinya dalam mengatur kegiatan-kegiatan hidupnya, mengembangkan pendirian atau pandangan hidupnya, membuat putusan-putusan, dan memikul beban hidupnya sendiri (Purwanto, 2008). Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan; berdasarkan norma yang berlaku (Prayitno dan Amti, 2001:99). Bimbingan belajar adalah suatu proses pemberian bantuan terus-menerus dan sistematis kepada individu atau peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kaitannya dengan kegiatan belajar (Ahmadi, 2007:111). Bimbingan belajar adalah suatu proses pemberian bantuan dari pendidik kepada siswa dengan cara mengembangkan suasana belajar yang kondusif dan menumbuhkan kemampuan agar siswa dapat mengatasi serta terhindar dari kesulitan belajar yang mungkin dihadapinya sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Bimbingan belajar adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar dan memecahkan masalah-masalah belajar. Bimbingan belajar dilakukan dengan cara mengembangkan suasana belajar mengajar yang kondusif agar siswa mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan pendidikan. Tujuan dari bimbingan belajar adalah agar siswa memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat, memiliki keterampilan atau

15 23 teknik belajar yang efektif, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, berusaha memperoleh informasi mengenai berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas, dan memiliki kesiapan mental serta kemampuan untuk menghadapi ujian (Yusuf, 2009:37-52). Secara garis besar bimbingan belajar adalah wadah dalam menambah waktu belajar dengan bimbingan dari para pendidik yang berkompeten dan merupakan kegiatan penunjang kurikulum. Bimbingan belajar dikategorikan kedalam ekstrakurikuler atau kegiatan yang dilakukan diluar sekolah atau di tengah-tengah masyarakat yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memenuhi kebutuhannya akan pendidikan. Bimbingan belajar erat kaitannya dengan pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan terkait. Bimbingan belajar nonformal dianggap sangat potensial dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pendidik Dalam kegiatan pendidikan, pendidik memegang peranan penting dalam mengembangkan kecakapan dan kepribadian siswa. Pendidik atau guru merupakan jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus. Pendidik adalah unsur penting di dalam keseluruhan sistem pendidikan. Di dalam pendidikan, guru mempunyai beberapa tugas pokok yang harus dilaksanakan, yaitu tugas profesional, tugas kemasyarakatan, dan tugas manusiawi. Tugas profesional adalah tugas yang berhubungan dengan profesinya. Tugas profesional ini meliputi tugas untuk mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik mempunyai arti untuk meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar mempunyai arti untuk meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi, dan tugas melatih mempunyai arti untuk mengembangkan keterampilan; Tugas manusiawi merupakan tugas sebagai seorang manusia. Pendidik dalam hal ini harus bisa menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua bagi siswa serta harus bisa menarik simpati siswa dan menjadi idola bagi siswa; Tugas kemasyarakatan adalah tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang berfungsi sebagai pencipta masa depan dan penggerak kemampuan ( Dalam lembaga pendidikan, seorang pendidik dituntut untuk berupaya menstimulasi peserta didik agar mengembangkan potensi yang dimilikinya dapat berkembang seoptimal mungkin, harus mampu menyelenggarakan proses

16 24 pembelajaran, serta mampu membimbing siswa untuk terlibat dalam proses belajar secara produktif. Siswa Siswa atau peserta didik merupakan sebutan untuk anak didik pada jenjang pendidikan dasar dan juga menengah. Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Seorang peserta didik memiliki potensi yang perlu dikembangkan melalui pendidikan baik fisik maupun psikis.

17 Kerangka Pemikiran Siswa Kredibilitas Pendidik Institusi Pendidikan Formal Institusi Pendidikan Formal Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

KREDIBILITAS PENDIDIK INSTITUSI PENDIDIKAN FORMAL DAN NONFORMAL DI MATA SISWA

KREDIBILITAS PENDIDIK INSTITUSI PENDIDIKAN FORMAL DAN NONFORMAL DI MATA SISWA KREDIBILITAS PENDIDIK INSTITUSI PENDIDIKAN FORMAL DAN NONFORMAL DI MATA SISWA (Kredibilitas Pendidik Institusi Pendidikan Formal dan Nonformal di Mata Siswa Kelas 12 SMA Santo Thomas 2 Medan yang Mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah 1.1.Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN Keberadaan bimbingan belajar di kota-kota besar di Indonesia semakin tahun semakin bertambah jumlahnya. Hal ini menunjukkan bahwa bimbingan belajar sangat diminati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyiar radio, presenter TV, negosiator dan masih banyak lagi.

BAB I PENDAHULUAN. penyiar radio, presenter TV, negosiator dan masih banyak lagi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia selamanya, komunikasi digunakan sebagai media penyampaian pesan dari individu ke individu maupun kelompok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

05FIKOM PSIKOLOGI KOMUNIKASI PSIKOLOGI KOMUNIKATOR

05FIKOM PSIKOLOGI KOMUNIKASI PSIKOLOGI KOMUNIKATOR Modul ke: Fakultas 05FIKOM PSIKOLOGI KOMUNIKASI PSIKOLOGI KOMUNIKATOR Psikologi Komunikator Faktor Efektivitas Atraksi Kekuasaan Komunikator Yang Baik Novi Erlita S.Sos.M.A Program Studi PUBLIC RELATIONS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting bagi kehidupan manusia. Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan adalah seperangkat sasaran kemana pendidikan itu di arahkan. Tujuan pendidikan dapat dimaknai sebagai suatu sistem nilai yang disepakati kebenaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Raden Aufa Mulqi, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Raden Aufa Mulqi, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang karena melalui pendidikan, seseorang dapat memiliki karir yang baik dan memiliki kemampuan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Perguruan Tinggi pada umumnya berusia antara 18-24 tahun. Mahasiswa merupakan masa memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial, dimana satu sama lain saling menumbuhkan yang didalamnya akan terbentuk dan terjalin suatu interaksi atau hubungan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara dalam mengenyam pendidikan. Mulai dari sekolah dasar,

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara dalam mengenyam pendidikan. Mulai dari sekolah dasar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mengajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara kita (Indonesia) tentang pendidikan juga diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai level/jenjang pendidikan. Mulai dari pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

Human Relations. Memahami Konsep Dasar Komunikasi dalam Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi

Human Relations. Memahami Konsep Dasar Komunikasi dalam Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi Human Relations Modul ke: Memahami Konsep Dasar Komunikasi dalam Human Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Amin Shabana Program Studi Hubungan Masyarakat www.mercubuana.ac.id Inti Aktivitas Human Relations

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus disiarkan kepada seluruh umat manusia. Nabi Muhammad SAW pernah

BAB I PENDAHULUAN. harus disiarkan kepada seluruh umat manusia. Nabi Muhammad SAW pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama dakwah, artinya Islam merupakan agama yang harus disiarkan kepada seluruh umat manusia. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, yang artinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Nelayan Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga sang manusia menutup mata untuk yang terakhir kalinya. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hingga sang manusia menutup mata untuk yang terakhir kalinya. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan suatu dasar yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Karena komunikasi sendiri sebenarnya sudah berlangsung sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia yang potensial dalam pembangunan nasional adalah melalui sektor pendidikan. Pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena komunikasi merupakan alat manusia untuk saling berinteraksi satu sama lain. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam Undang- Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam Undang- Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran dan pendidikan merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran dan pendidikan merupakan proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Lembaga pendidikan ini diharapkan mampu untuk mewujudkan suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia untuk dapat mensejahterakan kehidupannya. Melalui pendidikan manusia dapat memperoleh kelebihan yang tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan. meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. karena itu pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan. meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia, oleh karena itu pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan mutu bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai mahluk sosial, adalah perilaku berkomunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 yang wajib dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

PERIKLANAN KOMUNIKASI PERSUASIF

PERIKLANAN KOMUNIKASI PERSUASIF PERIKLANAN KOMUNIKASI PERSUASIF KOMUNIKASI PERSUASIF Kata persuasi bersumber dari istilah persuasio (kata kerjanya persuadere), yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Komunikasi persuasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Sebagai mahluk sosial manusia memiliki dorongan keinginan untuk saling berhubungan dengan individu lainnya. Dorongan sosial tersebut mengharuskan setiap individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar salah satu proses penting. Hasil belajar peserta didik turut menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Kriteria untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

Negeri 2 Teupah Barat Kabupaten Simeulue Tahun Pelajaran 2014/2015. Oleh: PARIOTO, S.Pd 1 ABSTRAK

Negeri 2 Teupah Barat Kabupaten Simeulue Tahun Pelajaran 2014/2015. Oleh: PARIOTO, S.Pd 1 ABSTRAK 145 Upaya Meningkatkan Kualitas Guru Melalui Konsep Pembelajaran Learning Together Di Sma Negeri 2 Teupah Barat Kabupaten Simeulue Tahun Ajaran 2014/ /2015 Oleh: PARIOTO, S.Pd 1 ABSTRAK Pembelajaran learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan institusional yang diemban oleh sebuah lembaga pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelanggan merupakan kunci keberhasilan bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan berbagai cara untuk membuat pelanggan meningkat dan tetap setia, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga karena setiap manusia besar dan dididik di dalamnya. Tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga karena setiap manusia besar dan dididik di dalamnya. Tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehiduan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Komunikasi

Pengantar Ilmu Komunikasi MODUL PERKULIAHAN Pengantar Ilmu Komunikasi Ruang Lingkup Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Marcomm 03 85001 Deskripsi Pokok bahasan pengantar ilmu komunikasi membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah terlepas dari komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk komunikasi tersebut dapat berupa simbol dan tanda-tanda dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan bahwa manusia dibentuk oleh dunia ide dan cita-cita, bukan oleh situasi sosial yang nyata begitu pula dengan pendidikan yang masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu menjadi suatu paradigma yang sangat kental bagi setiap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu menjadi suatu paradigma yang sangat kental bagi setiap orang tua. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga yang menjadi sarana belajar bagi seorang individu. Sekolah merupakan suatu lingkungan formal yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memadai saja yang dapat tumbuh dan bertahan. Setiap profesi dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. memadai saja yang dapat tumbuh dan bertahan. Setiap profesi dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, persaingan menjadi semakin ketat dan hanya mereka yang siap dan mempunyai bekal serta sikap profesionalisme yang memadai saja yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran Biologi Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti kehidupan dan logos yang berarti ilmu. Jadi biologi adalah cabang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan implementasi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mencerdaskan bangsa. Kurikulum dijadikan sebagai pedoman setiap jenjang pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut Effendy (2009: 5), komunikasi adalah aktivitas makhluk sosial. Dalam praktik komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Pendidikan merupakan tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan hasil studi pustaka, peneliti menentukan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan pengetahuan, potensi, akal dan perkembangan diri manuisa, baik itu melalui jalur pendidikan formal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arti formal, yaitu pendidikan yang diterima oleh siswa melalui guru dan biasanya

BAB I PENDAHULUAN. arti formal, yaitu pendidikan yang diterima oleh siswa melalui guru dan biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang secara luas dikenal di masyarakat adalah pendidikan dalam arti formal, yaitu pendidikan yang diterima oleh siswa melalui guru dan biasanya dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan serta meningkatkan kemampuan berbahasa. Tarigan (1994: 1) berpendapat bahwa.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan serta meningkatkan kemampuan berbahasa. Tarigan (1994: 1) berpendapat bahwa. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan umum pengajaran Bahasa Indonesia di SMA adalah siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra, dengan tujuan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

ini. TEORI KONTEKSTUAL

ini. TEORI KONTEKSTUAL TEORI KOMUNIKASI DASAR-DASAR TEORI KOMUNIKASI Komunikasi merupakan suatu proses, proses yang melibatkan source atau komunikator, message atau pesan dan receiver atau komunikan. Pesan ini mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap manusia yang telah dimulai sejak dari buaian hingga liang lahat. Oleh sebab itu, setiap manusia wajib untuk belajar baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni 91 BAB IV ANALISIS DATA Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni pengorganisasian data kedalam pola-pola yang saling berhubungan, serta setiap kategori maupun sistem yang ada. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar pendidikan formal yang teroganisasi, sistematis, dan berjenjang.

BAB I PENDAHULUAN. luar pendidikan formal yang teroganisasi, sistematis, dan berjenjang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 31 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh setiap orang dari generasi ke generasi dalam upaya peningkatan kualitas hidupnya. Undang- Undang Nomor 20

Lebih terperinci

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1 1.1 Pengertian Komunikasi bisnis adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis ynag mencakup berbagai macam bentuk komunikasi baik komunikasi verbal maupun non verbal. Berikut ini merupakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak didik agar dapat menemukan kediriannya agar menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses panjang dan berkelanjutan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses panjang dan berkelanjutan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat

Lebih terperinci

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MINAT MENJADI GURU DITINJAU DARI PERSEPSI SISWA TENTANG KARAKTERISTIK GURU DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI IPS SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA (TAHUN AJARAN 2009/2010) SKRIPSI Disusun oleh: DWI KUSTIANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting sehingga suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Rohiman Lesmana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Rohiman Lesmana, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat menciptakan kemajuan peradaban dan kualitas hidup bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan faktor pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, karena pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI KOMUNIKATOR. Tine A. Wulandari, M.I.Kom.

PSIKOLOGI KOMUNIKATOR. Tine A. Wulandari, M.I.Kom. PSIKOLOGI KOMUNIKATOR Tine A. Wulandari, M.I.Kom. He doesn t communicate what he says, he communicate what he is.. Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh : ELY ERNAWATI A

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh : ELY ERNAWATI A PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN SIKAP SISWA DALAM MENERIMA PELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN AKUNTANSI SMK NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN AJARAN 2009/ 2010 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar eksistensi suatu masyarakat yang dapat menentukan struktur suatu masyarakat dalam suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu usaha yang memiliki tujuan, maka pelaksanaannya harus berada dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Madrasah adalah sarana efektif dan strategis untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan sekolah merupakan suatu proses yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu, dalam UU RI No. 20, Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. itu, dalam UU RI No. 20, Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana yang menumbuh kembangkan potensi kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna. Selain itu, dalam UU RI No. 20,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian generasi muda. Gejala kemerosotan moral antara lain diindikasikan dengan merebaknya kasus penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari masalah belajar. Pada dasarnya, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia seutuhnya yang berkualitas. Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran

Lebih terperinci

Seminar Pendidikan Matematika

Seminar Pendidikan Matematika Seminar Pendidikan Matematika TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH Oleh: Khairul Umam dkk Menulis Karya Ilmiah adalah suatu keterampilan seseorang yang didapat melalui berbagai Latihan menulis. Hasil pemikiran,

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Obyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Obyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul ke: TEORI KOMUNIKASI Teori Berdasarkan Pendekatan Obyektif Fakultas ILMU KOMUNIKASI SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Program Studi MARKETING COMMUNICATIONS & ADVERTISING www.mercubuana.ac.id Pengertian

Lebih terperinci