BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dimulai dari proses pemilihan bahan, penggilingan dan pencampuran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dimulai dari proses pemilihan bahan, penggilingan dan pencampuran"

Transkripsi

1 BAB I HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap penerapan sistem menajemen mutu dan keamanan produk bakso daging sapi di produsen bakso A, B dan C di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian dimulai dari proses pemilihan bahan, penggilingan dan pencampuran bumbu, pencetakan, perebusan bakso, penirisan dan penyimpan bakso. A. Analisis Pembuatan Bakso Sapi A, B, dan C Observasi pertama yang dilakukan yaitu membandingkan proses pengolahan bakso di lapangan dengan standar prosedur dari sumber pustaka. Pengamatan dilakukan pada semua tahap mulai dari bahan baku daging utuh sampai menjadi butiran bakso. Tabel 6. Pemilihan Bahan Baku Daging Sampel Bakso Aktual (yang memenuhi standar) Point Persentase Standar A % 4 point B 2 50 % C % Standar pemilihan bahan baku daging untuk bakso ada 4 yaitu daging yang 1) bersih, 2) segar, 3) daging tebal ( misalnya topside), dan 4) reparasi daging atau membuang lemak pada daging. Produsen bakso A, B dan C menggunakan daging sapi yang masih segar. Produsen bakso A membeli langsung dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Segoroyoso yang dibungkus dengan kantong plastik dan keranjang kemudian diangkut dengan sepeda motor sedangkan produsen bakso B dan C membeli dari 1

2 pasar dibungkus dengan kantong plastik dan diangkut dengan sepeda motor. Daging sapi yang dipilih, berbeda-beda sesuai dengan jenis bakso sapi yang dibuat, namun umumnya digunakan bagian topside, mayang dan tetelan. Topside merupakan bagian pangkal kaki belakang. Bagian ini memiliki bentuk yang ramping, cukup lembut, dan mudah matang. Daging sapi bagian mayang daging berwarna merah segar dan banyak bergajih (lemak). Bagian tetelan pada daging sapi biasanya terdiri dari daging-daging yang melekat pada tulang. Daging yang melekat langsung pada tulang memiliki komposisi serat otot yang teksturnya cukup kenyal. Bagian tetelan sangat cocok digunakan untuk membuat bakso urat. Preparasi daging sapi sebelum digunakan hanya dilakukan oleh produsen bakso A yaitu dengan memisahkan lemak / gajih dan dagingnya. Lemak pada bakso dapat mencipatakan rasa gurih namun apabila terlalu banyak mengakibatkan bakso menjadi lembek. Tabel 7. Penggilingan dan Pencampuran Bumbu Sampel Bakso Aktual (yang memenuhi standar) Point Persentase Standar A % 4 point B % C % Standar penggilingan daging sekaligus pencampuran bumbu ada 4, yaitu 1) mesin penggiling dan alat harus bersih, 2) penambahan es selama penggilingan, 3) daging harus dicincang kasar terlebih dahulu, 4) bebas dari bahan daging babi. Daging sapi dicincang kasar sebelum digiling yang tujuannya agar serat daging dapat hancur saat digiling dengan mesin. Penambahan air es selama penggilingan berlangsung bertujuan agar suhu adonan tidak panas yang memungkinkan bakteri lebih cepat tumbuh oleh karena itu diberi es agar adonan 2

3 dingin. Penambahan es juga bertujuan agar bakso kenyal meski tanpa bahan pengenyal. Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap selama proses penggilingan seperti celemek, sarung tangan, penutup kepala, sepatu boot malah ada yang tidak menggunakan APD sama sekali. Hal tersebut dapat menyebabkan kontaminasi silang dari kulit atau kuku ke bahan adonan bakso. Ketiga tempat penggilingan yaitu di penggilingan pasar Condongcatur, penggilingan pasar Terban, dan penggilingan pasar Demangan tidak menerima penggilingan daging babi, sehingga daging yang digiling ditempat tersebut tidak tercampur daging babi. Tabel 8. Pencetakan dan Perebusan Bakso Sampel Bakso Aktual (yang memenuhi standar) Total Point Persentase Standar A 2 66,7 % 3 point B 1 33,3 % C 2 66,7 % Standar pencetakan dan perebusan bakso ada 3 yaitu 1) pencetakan menggunakan plastik dan sarung tangan, 2) perebusan pertama pada suhu o C, 3) perebusan kedua pada suhu 100 o C selama 15 menit. Pencetakan bakso dilakukan secara manual menggunakan tangan dan sendok. Pekerja tidak menggunakan sarung tangan, celemek, dan penutup kepala selama proses pencetakan sehingga beresiko terjadi kontaminasi dari pekerja ke adonan bakso. Menurut Sutrisna (2009 b : 15) pemasakan/ perebusan bakso dilakukan 2 tahap namun ketiga produsen bakso A, B, dan C hanya melakukan satu kali proses perebusan. Produsen bakso A dan C langsung merebus bakso yang selesai dicetak ke air hangat yang langsung dipanaskan di atas kompor kemudian 3

4 menunggu sampai bakso mengapung sedangkan produsen bakso B, mencetak bakso kemudian dimasukan dalam air keran biasa, setelah semua bakso selesai dicetak baru dipanaskan diatas kompor sampai bakso mengapung. Perebusan pertama yaitu mencetak bakso dan merebusnya dalam air hangat dengan suhu kurang lebih o C. Langkah kedua yaitu merebus bakso dengan suhu 100 o C (mendidih) selama 15 menit hingga bakso matang yang ditandai dengan mengapung di permukaan. Tujuan dari perebusan pertama dengan air hangat yaitu agar permukaan produk bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah sedangkan tujuan perebusan kedua mencapai suhu 100 o C (titik didih air) selama 15 menit yaitu agar bakso matang sempurna dan membunuh bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus yang mati pada suhu 72 o C namun ada pula yang baru mati dengan pemanasan mencapai 100 o C. Tabel 9. Penirisan dan Penyimpanan Bakso Sampel Bakso Aktual (yang memenuhi standar) Total Point Persentase Standar A 2 66,7 % 3 point B 1 33,3 % C 2 66,7 % Standar penirisan dan penyimpanan bakso ada 3 yaitu 1) wadah penirisan bersih dan terbuat dari bahan yang aman ( Food grade), 2) penyimpanan bakso dalam plastik yang tebal/ wadah tertutup, 3) penyimpanan pada suhu -14 o C. Bakso yang telah matang diangkat dan ditiriskan dalam keranjang plastik besar. Keranjang plastik yang digunakan diketiga produsen bakso bersimbol PP (kode 5) yaitu plastik yang terbuat dari bahan polipropilena yang aman digunakan sebagai wadah makanan. Hal tersebut sesuai dengan Mamang (2015) kode 5 4

5 merupakan pilihan terbaik untuk bahan plastik terutama untuk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum dan botol minum untuk bayi. Bakso yang telah dingin pada suhu ruang, bakso dapat langsung dijual dengan kuah bakso ataupun disimpan. Produsen bakso A dan C menyimpan dan menjual produk bakso frozen yang dibungkus dengan plastik klip tebal dan kedap udara kemudian disimpan dalam chest freezer (suhu -14 o C sampai -18 o C). Penyimpanan dengan cara demikian dapat bertahan hingga kurang lebih 1 bulan. Produsen bakso B menyimpan bakso hanya menggunakan kantong plastik dan disimpan dalam chiller suhunya berkisar 0-10 o C. Penyimpanan dengan cara demikian hanya dapat bertahan selama 2 hari sejak produksi, jadi penjual harus segera menjual bakso kurang dari 48 jam. Penyimpanan bakso pada suhu kurang dari -14 o C beresiko tumbuhnya bakteri patogen yang terus meningkat (Inoy, 2012: 5). Penyimpanan dengan kantong plastik biasa dapat menyebabkan tekstur bakso menjadi tidak kenyal dan kompak. Menurut Tahrir (2009: 7) penyimpanan vakum dengan plastik klip selama tiga minggu dalam suhu refrigerator tidak menunjukkan perubahan kekenyalan yang berarti. Hal ini dikarenakan pengaruh daya mengikat air yang tidak berbeda nyata. Keberadaan air dalam produk bakso sapi mempengaruhi kekenyalan bakso. 5

6 B. Analisis Penerapan GMP dan SSOP Produksi Bakso Sapi Tabel 10. Hasil Analisis Penerapan GMP dan SSOP Sampel Bakso A, B, dan C Aspek Kriteria Skor Memenuhi Syarat Skor Tidak Memenuhi Syarat A B C A B C GMP 1. Lokasi Bangunan Fasilitas sanitasi Alat produksi Bahan baku dan tambahan Pengolahan Produk akhir Karyawan Wadah dan kemasan Penyimpanan Pemelliharaan SSOP 1. Keamanan Air Proses Produksi Kondisi Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan 3. Pencegahan Kontaminasi Silang Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi, dan Toilet Perlindungan dari Bahan-Bahan Kontaminasi Pengawasan Kesehatan Karyawan Pengendalian Hama dari Unit Pengolahan Jumlah Persentase (%) 71,54 42,31 63,08 28,46 57,69 36,92

7 Tabel 10 dapat menunjukkan persentase penerapan seluruh aspek GMP dan SSOP pada ketiga produsen A, B, C berturut-turut yaitu 71,54 % ; 42,31 % ; 63,08% seperti pada gambar 5 di mana produsen A lebih baik penerapan GMP dan SSOP nya dibandingkan produsen B dan produsen C. Analisis GMP dan SSOP dilakukan dengan observasi/ pengamatan langsung dilapangan, kemudian dihitung total skor yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat SSOP dan GMP produksi bakso ,54 63, , Produsen A Produsen B Produsen C Gambar 5. Grafik Penerapan GMP dan SSOP Produsen Bakso A, B, dan C Penerapan GMP dan SSOP terendah yaitu pada proses produksi produsen bakso B yang artinya banyak aspek GMP dan SSOP yang tidak memenuhi standar produksi. Aspek GMP yang tidak memenuhi syarat paling banyak yaitu pada aspek bangunan. Kondisi bangunan tempat produksi bakso B sulit dibersihkan karena lantainya tidak rata, karena lantai hanya semen tidak keramik sehingga pekerja menggunakan alas kaki dari luar ke dalam dan mengakibatkan lantai sangat kotor. 7

8 Lantai yang terkena air menjadi agak becek karena tidak landai ke arah drainase. Ruang penyimpanan bahan, alat, dan tempat memasak tidak terpisah, tidak ada pintu pembatas, sehingga aktivitas dan lalu lintas pekerja tidak lancar. Langit-langit ruangan sulit untuk dibersihkan dan tidak rata. Jendela tidak ada, hanya ada pintu keluar ke arah pembuangan sampah sehingga penerangan dan peredaran udara kurang. Banyaknya aspek GMP yang tidak memenuhi syarat juga berkaitan dengan SSOP, yaitu aspek perlindungan dari bahan-bahan kontaminasi, dari 12 poin 10 poin diantaranya tidak memenuhi syarat. Kondisi bangunan yang layak berdampak pada kurangnya perlindungan dari bahan atau hal-hal yang dapat mengkontaminasi produk dan beresiko tinggi menurunkan mutu bakso B dari segi organoleptik dan biologis. Ketiga tempat produksi bakso A, B, dan C semua pekerjanya tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap selama bekerja. Kesadaran pekerja untuk tidak bercakap-cakap selama bekerja masih kurang, khususnya saat pencetakan bakso. Pengawasan kesehatan pekerja juga tidak dilakukan oleh pemilik usaha, sehingga kemungkinan pekerja yang sakit tetap bekerja, yang dapat menyebabkan kontaminasi atau penularan penyebab penyakit ke bahan makanan. Ketiga produsen juga tidak memiliki mekanisme penanganan dan pencegahan serangga dan hewan pengerat yang dapat menjadi vektor penyakit bawaan makanan. Produk akhir bakso tidak dilakukan pemeriksaan fisik, kemis dan mikrobiologi. 8

9 C. Analisis Bahaya, Titik Kendali Kritis dan Batas Kritis Pada Proses Pembuatan Bakso Analisis berikutnya, setelah mengetahui bagaimana penerapan GMP dan SSOP pada tiap tempat produksi bakso A, B, C dilanjutkan dengan menganalisis bahaya pada tiap tahapan proses produksi bakso A, B, dan C yang disajikan pada tabel 10. Analisa bahaya dilakukan pada tiap proses tahapan, disertai bahaya yang menurunkan mutu pangan, dan tingkat keparahan/ dampak yang terjadi. Mencari tindakan preventif atau pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi dampak negatifnya. Titik kendali kritis/ Critical Control Points (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi) dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan, dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini ditentukan setelah proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi. Penentuan titik kendali kritis (CCP) dilakukan dengan menggunakan pohon keputusan (decission tree) sebagai berikut: 9

10 Sumber: Sere, 2011: 12 Gambar 6. Alur Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP Decission Tree) 10

11 Tabel 11. Analisa Bahaya Bakso A Tahapan Bahaya Kategori Bahaya Tindakan Pencegahan S T ST Pemilihan daging 1. Resiko kontaminasi E.coli dan S.aureus lingkungan dan penjual daging Memilih daging yang bersih, bebas dari kotoran/feses, memilih tempat pemotongan yang Preparasi dan Pencacahan kasar daging Penggilingan dan pencampuran bumbu Pencetakan Perebusan Penirisan Penyimpanan bersih. Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat pelindung diri (APD) lengkap 1. Kontaminasi dari pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan 2. Kontaminasi alat yang digunakan Pengecekan dan pembersihan/ sterilisasi alat yang akan digunakan 1. Kontaminasi alat yang digunakan Pengecekan dan pembersihan/ sterilisasi alat yang akan digunakan 2. Kontaminasi dari pekerja yang tidak menggunakan APD lengkap Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat pelindung diri (APD) lengkap. 1. Kontaminasi dari pekerja yanng tidak Pekerja diberikan APD lengkap. Pengetahuan dan menggunakan APD khususnya sarung tangan dan penerapan mengenai hygiene pekerja dan disiplin masker. kerja 1. Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat (APD). 2. Bakteri patogen seperti E.coli dan Staphylococcus aureus tidak mati apabila tidak dipanaskan dengan benar. 1. Kontaminasi dari lingkungan, wadah dan penjamah (pekerja) yang tidak menggunakan APD khususnya sarung tangan. 1. Bakso yang langsung dijual diletakkan di rak kaca tanpa penutup sehingga terkontaminasi udara dan tempat penyimpanan. pelindung diri (APD) lengkap. Merebus bakso kedua dengan air mendidih mencapai suhu 100 o C selama 15 menit Gunakan wadah yang tertutup, dan sarung tangan selama kontak dengan produk makanan. Bakso yang langsung dijual disimpan dalam chiller agar mikroorganisme tidak berkembang. Bakso yang tidak langsung dijual sebaiknya dibungkus plastik tebal kedap udara disimpan dalam freezer.

12 Tabel 12. Analisa Bahaya Bakso B Tahapan Bahaya Kategori Bahaya Tindakan Pencegahan S T ST Pemilihan daging 1. Resiko kontaminasi E.coli dan S.aureus dari feses, lingkungan dan penjual daging. Memilih daging yang bersih, bebas dari kotoran/feses, memilih tempat pemotongan yang bersih. 2. Daging yang dibeli dari sapi sehat atau sakit Pengetahuan tentang ciri-ciri daging yang berasal Preparasi dan Pencacahan kasar daging Penggilingan dan pencampuran bumbu Pencetakan dari sapi sakit atau sapi sehat. Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat pelindung diri (APD) lengkap 1. Kontaminasi dari pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan 2. Kontaminasi alat yang digunakan Pengecekan dan pembersihan/ sterilisasi alat yang akan digunakan 1. Kontaminasi alat yang digunakan Pengecekan dan pembersihan/ sterilisasi alat yang akan digunakan 2. Kontaminasi dari pekerja yang tidak menggunakan APD lengkap Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat pelindung diri (APD) lengkap. 1. Kontaminasi dari pekerja yanng tidak Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat menggunakan APD. Bekerja sambil berbicara dan pelindung diri (APD) lengkap. Pengetahuan dan makan sehingga dapat terjadi kontaminasi silang penerapan mengenai hygiene pekerja dan disiplin dari pekerja ke adonan bakso. kerja Perebusan 1. Pekerja tidak menggunakan APD. Pekerja diwajibkan dan diberikan APD lengkap. 2. Bakteri patogen seperti E.coli dan sel bakteri Staphylococcus aureus tidak mati apabila tidak dipanaskan dengan benar. Merebus bakso kedua dengan air mendidih mencapai suhu 100 o C selama 15 menit Penirisan 1. Kontaminasi dari lingkungan, wadah dan penjamah (pekerja) yang tidak menggunakan APD khususnya sarung tangan. Gunakan wadah yang tertutup, gunakan sarung tangan selama kontak dengan produk makanan.

13 Penyimpanan 1. Bakso yang langsung dijual diletakkan di rak kaca tanpa penutup sehingga terkontaminasi udara dan tempat penyimpanan Bakso yang langsung dijual sebaiknya disimpan dalam chiller agar mikroorganisme tidak berkembang. Bakso yang tidak langsung dijual sebaiknya dibungkus plastik tebal kedap udara disimpan dalam freezer. Tabel 13. Analisa Bahaya Bakso C Tahapan Bahaya Kategori Bahaya Tindakan Pencegahan S T ST Pemilihan daging 1. Resiko kontaminasi E.coli dan S.aureus dari feses, lingkungan dan penjual daging. Preparasi dan Pencacahan kasar daging Penggilingan dan pencampuran bumbu Pencetakan Memilih daging yang bersih, bebas dari kotoran/feses, memilih tempat pemotongan yang bersih. 2. Daging yang dibeli dari sapi sehat atau sakit Pengetahuan tentang ciri-ciri daging yang berasal dari sapi sakit atau sapi sehat. 1. Kontaminasi dari pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat pelindung diri (APD) lengkap 2. Kontaminasi alat yang digunakan Pengecekan dan pembersihan/ sterilisasi alat yang akan digunakan 1. Kontaminasi alat yang digunakan Pengecekan dan pembersihan/ sterilisasi alat yang akan digunakan 1. Kontaminasi dari pekerja yang tidak Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat menggunakan APD lengkap pelindung diri (APD) lengkap. 1. Kontaminasi dari pekerja yanng tidak Pekerja sebaiknya diwajibkan dan diberikan alat menggunakan APD. Bekerja sambil berbicara dan pelindung diri (APD) lengkap. Pengetahuan dan makan sehingga dapat terjadi kontaminasi silang penerapan mengenai hygiene pekerja dan disiplin dari pekerja ke adonan bakso. kerja Perebusan 1. Pekerja tidak menggunakan APD Pekerja diwajibkan dan diberikan APD lengkap.

14 Penirisan Penyimpanan 2. Bakteri patogen seperti E.coli dan Staphylococcus aureus tidak mati apabila tidak dipanaskan dengan benar. 1. Kontaminasi dari lingkungan, wadah dan penjamah (pekerja) yang tidak menggunakan APD khususnya sarung tangan. 1. Bakso yang langsung dijual diletakkan di rak kaca tanpa penutup sehingga terkontaminasi udara dan tempat penyimpanan Merebus bakso kedua dengan air mendidih mencapai suhu 100 o C selama 15 menit Gunakan wadah yang tertutup, gunakan sarung tangan selama kontak dengan produk makanan. Bakso yang langsung dijual sebaiknya disimpan dalam chiller agar mikroorganisme tidak berkembang. Bakso yang tidak langsung dijual sebaiknya dibungkus plastik tebal kedap udara disimpan dalam freezer. Keterangan: S = Sedang T = Tinggi ST = sangat Tinggi

15 Kategori bahaya sedang apabila bahaya pada tahapan proses tidak terlalu berdampak terhadap mutu bakso, misalnya pada tahap perebusan pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri, kategori bahayanya sedang karena selama proses perebusan tidak terjadi kontak antara bakso dengan pekerja. Pengadukan menggunakan pengaduk berbahan stainless steel dan lingkungan bakso yang terendam air panas selama proses perebusan. Tahap preparasi/ pencacahan daging, kontaminasi dari alat pencacahan (pisau dan talenan kayu) kategori bahayanya sedang, karena risiko serbuk kayu menempel pada daging dapat dihilangkan, penjelasan tiap tahap dapat dilihat pada lampiran 10. Semua tahapan proses pengolahan bakso mulai dari pemilihan/ pembelian daging, preparasi daging dan pencacahan kasar, penggilingan dan pencampuran bumbu, pencetakan bakso, perebusam, penirisan, dan penyimpanan dianalisis yang memiliki bahaya (hazard) ditentukan apakah merupakan CCP atau bukan CCP yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 14 Tabel 14. Penentuan CCP Pada Tahapan Proses Tahap Proses Pembelian/ pemilihan daging Preparasi/ Pencacahan kasar daging Penggilingan dan pencampuran bumbu Jenis Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP / BUKAN Biologi Ya Tidak Ya Ya Non CCP Fisik Biologi Fisik Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak - Ya - Non CCP Non CCP Non CCP Biologi Ya Tidak Tidak - Non CCP Pencetakan Biologi Ya Tidak Tidak - Non CCP Perebusan Biologi Ya Ya Ya Tidak CCP Penirisan Biologi Ya Ya Ya Tidak CCP Penyimpanan Biologi Ya Ya Ya Tidak CCP 15

16 Tiga dari tujuh tahapan proses produksi sebagai CCP, yaitu pada tahap perebusan, penirisan, dan penyimpanan. Ketiga proses akhir ini dianggap sebagai titik kendali kritis karena tidak ada tahapan proses lain yang mampu menghilangkan bahaya (hazard). Penentuan batas kritis dicari setelah CCP sudah ditetapkan. Batas kritis dapat berupa suhu, waktu, kandungan kimia, total bakteri dan lainnya. Tidak hanya menentukan batas kritis, tetapi juga ditentukan cara monitoring atau cara pemantauan, waktu, hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan. Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Batas kritis ketiga CCP dapat dilihat pada tabel

17 Tabel 15. Penentuan Batas Kritis dan HACCP Plan Tahapan proses Perebusan Penirisan Penyimpa nan Bahaya Bakteri patogen seperti E.coli dan sel bakteri Staphylococcus aureus tidak mati apabila tidak dipanaskan dengan benar. Terkontaminasi bakteri dari pekerja yang tidak menggunakan APD dan dari lingkungan Kontaminasi bakteri dari penjamah dan lingkungan penyimpanan Batas Kritis Suhu perebusan bakso dengan air mendidih (100 o C) selama 15 menit Menggunakan wadah tertutup dan penjamah menggunakan sarung tangan saat kontak dengan produk makanan. Bakso sebelum dijual disimpan pada suhu 0 o C (chiller) sedangkan bakso untuk penyimpanan jangka lama disimpan pada suhu dibawah -14 o C (freezer) Monitoring Apa Bagaimana Kapan Siapa Suhu dan Pekerja lama waktu perebusan Proses penirisan dan lokasi pengolahan makanan terbuka Suhu penyimpan an dan tempat penyimpan an Pengukuran suhu dan waktu. Pengamatan visual Pengamatan visual Pengaturan suhu lemari pendingin Setelah proses pencetakan bakso dan perebusan pertama Setelah perebusan dan selama packing Setelah penirisan (bakso sudah dingin suhu ruang) Pekerja atau produsen Pekerja atau produsen Tindakan koreksi Merebus bakso kedua dengan air mendidih mencapai suhu 100 o C selama 15 menit Gunakan wadah yang tertutup, gunakan sarung tangan selama kontak dengan produk makanan. Bakso yang langsung dijual disimpan dalam chiller. Bakso yang tidak langsung dijual dibungkus plastik tebal kedap udara disimpan dalam freezer.

18 D. Uji Mikrobiologis Bakso Sapi A, B dan C Uji mikrobiologis yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji Angka Lempeng Total (ALT), Uji Escherichia coli, dan Uji Staphylococcus aureus. Sampel bakso yang digunakan umur 1 hari setelah produksi. Tabel 16. Hasil Uji Bakteriologis Bakso A, B, dan C Sampel Ulangan Uji E.coli (APM/gr) S.aureus (koloni /gr) ALT (cfu/gr) Bakso A < 10 1,26 x < 10 1,11 x 10 4 Bakso B 1 >1100 < 10 1,25 x >1100 < 10 1,36 x 10 4 Bakso C 1 >1100 < 10 1,05 x < 10 1,26 x 10 4 Baku mutu bakso < 3 1 x x 10 5 Hasil pemeriksaan uji bakteri Escherichia coli pada 3 sampel bakso A, B, C dapat dilihat pada tabel 16, ketiga sampel diuji menggunakan metode MPN (Most Probable Number) seri 3 tabung. Masing-masing dibuat 2 kali ulangan. Uji pertama yang dilakukan yaitu uji pendugaan dengan media LB (Lactosa Broth) yang di dalamnya sudah terisi tabung durham. Komposisi media LB yaitu Laktosa sebagai sumber C, beef extract dan pepton sebagai sumber nutrisi essensial untuk metabolisme bakteri. Media LB digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kehadiran bakteri coliform (bakteri Gram negatif) berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli. Gas yang terbentuk akan terperangkap ke dalam tabung durham. Berikut hasil uji bakteri Escherichia coli seri 3 tabung dapat dilihat pada tabel 17 dibawah

19 Tabel 17. Hasil Uji Bakteri Escherichia coli pada Bakso A, B dan C Sampel A B C Ulangan Jumlah Tabung Positif 0,1 ml 0,01 ml 0,001 ml Berdasarkan tabel 17 ada 47 tabung positif koliform, yang ditandai dengan adanya gelembung gas pada tabung durham lebih 10% dari volume di dalam tabung durham selain itu terjadi kekeruhan pada tabung reaksi. Tabung yang positif tersebut dapat dilakukan uji penegasan untuk memastikan keberadaan Escherichia coli pada sampel bakso. Uji penegasan menggunakan media EC broth (Escherichiacoli broth). Media ini juga mengandung laktosa, dimana jika ada E.coli maka bakteri ini akan memfermentasi laktosa sehingga menghasilkan gelembung gas. EC broth juga mengandung bile salts yang berfungsi sebagai penghambat bakteri gram positif dan gram negatif selain coliform (Novianti, 2015: 3). Tabung reaksi diinkubasi selama 24 jam pada suhu 40 o C hasilnya semuanya (47 tabung) positif menunjukan adanya Escherichia coli ditandai dengan adanya gelembung gas pada tabung durham dan kekeruhan pada tabung reaksi kemudian hasilnya dihitung dan dicocokkan dengan tabel MPN seri 3 tabung, hasilnya seperti pada tabel 16. Hasil tersebut menunjukkan bahwa seluruh sampel bakso A, B, dan C tidak memenuhi baku mutu pangan produk bakso, di mana syarat baku mutunya < 3/gr (tidak terdapat E.coli pada semua tabung).

20 Uji bakteri Staphylococcus aureus dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta. Uji S.aureus dilakukan dengan metode tuang menggunakan media Baird Parker Agar (BPA) yang dicampur dengan Egg Yolk Tellurite Emulsion. Fungsi Egg Yolk adalah untuk mendeteksi produksi Lecithinase dan aktivitas lipase. Staphylococcus aureus yang dibiakan pada media BPA terlihat jelas adanya clear zone. Media BPA sering digunakan untuk pengujian screening awal dan biasa digunakan untuk mendeteksi S. aureus pada makanan, produk susu, dan bahan-bahan lainnya. Media BPA akan menghambat bakteri selain Staphylococcus karena media BPA mengandung glycine, lithium chlorida, dan potassium tellurite yang berperan sebagai agen selektif koloni S.aureus (Sylvia, 2015: 8). Sumber : Gambar 7. Koloni Staphylococcus aureus Pada Media Baird Parker Agar Koloni Staphylococcus aureus pada media BPA mempunyai ciri khas bundar, konvex, basah/lengket bila disentuh dengan ose, hitam, dikelilingi zona opak dengan zona luar yang jelas (clear zone). Warna koloni hitam disebabkan oleh reduksi tellurite, clear zone disebabkan adanya produksi lecitihinase yang

21 memecah egg yolk sehingga menyebabkan clear zone disekitar koloni sedangkan zona opak muncul karena adanya aktivitas lipase yang dihasilkan oleh S.aureus (Patricia, 2014: 45). Semua sampel menunjukkan S. aureus dalam bakso A, B, dan C kurang dari 10 koloni/gr. Semua sampel juga ditumbuhi Staphylococcus jenis lain. Hasil tersebut menunjukan seluruh sampel bakso A, B, dan C memenuhi standar keamanan Staphylococcus aureus pada produk bakso, yaitu standarnya sebesar 1x10 2 koloni / gr. Tabel 18. Hasil Uji Angka Lempeng Total Bakteri pada Bakso A,B dan C Sampel Angka Lempeng Total (cfu/gr) 1 2 A 1,15 x ,11 x 10 4 B 1,25 x ,36 x 10 4 C 1,05 x ,26 x 10 4 Angka Lempeng Total (ALT) merupakan merupakan suatu metoda pendugaan jumlah koloni mikroorganisme secara keseluruhan dalam suatu bahan pangan maupun hasil olahannya. Metode ini dapat menggambarkan kualitas mikrobiologi pada bahan pangan, apabila nilai ALT tinggi maka kualitas mikrobiologi pangan dianggap rendah karena tingginya nilai ALT pada pangan mengindikasikan jumlah mikroorganisme yang banyak, sehingga dapat membahayakan konsumen (BPOM, 2008: 6). Uji ini menggunakan media Buffer Pepton Water (BPW) sebagai media pengencer, dan media Nutrient Agar (NA) sebagai media tumbuh. Pengenceran sebelumnya sampai 10-9 namun bakteri tidak tumbuh, kemudian diambil setengah dari pengenceran 10-9 yaitu pengenceran Sampel diinkubasi selama 24 jam secara terbalik pada media NA dengan suhu 37 o C kemudian dihitung cawan petri yang ditumbuhi mikroba antara koloni.

22 Untuk menghitung nilai ALT menggunakan rumus dibawah ini: N = jumlah koloni per cawan x 1 faktor pengenceran Hasil perhitungan angka lempeng total dapat dilihat pada tabel 18. Pengenceran 10-1 semua cawan petri tidak dapat dihitung karena koloni tumbuh spreader. Pertama, dihitung ALT tiap pengenceran kemudian dibandingkan hasil pengenceran berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya. Nilai rata-rata ALT dari dua ulangan bakso A yaitu sebesar 1,13 x 10 4 cfu/gr, bakso B yaitu 1,31 x 10 4 cfu/gr dan bakso C sebesar 1,16 x 10 4 cfu/gr. Angka Lempeng total terendah pada bakso A, apabila dikaitkan dengan presentase penerapan SSOP dan GMP bakso A sebesar 71,54 % maka dapat dikatakan penerapan SSOP dan GMP yang baik berpengaruh terhadap mutu pangan dilihat dari aspek mikrobiologis yaitu jumlah ALT yang paling rendah. Baku mutu bakso menurut BPOM yaitu 1 x 10 5 koloni/gr sehingga seluruh sampel bakso A, B, dan C memenuhi baku mutu bakso untuk kriteria pengujian Angka Lempeng Total. E. Uji Kemis Bakso Daging Sapi A, B dan C Uji kemis yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji kualitatif borak dan uji kualitatif formalin/ formaldehid. Pengujian dilakukan dua ulangan. Tabel 19. Hasil Uji Boraks dan Formalin pada Bakso A, B, dan C Uji Sampel A Sampel B Sampel C Boraks Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Formalin Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

23 Pengujian formalin secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode KMnO4 (Merck). Senyawa KMnO 4 yang direaksikan pada makanan yang mengandung formalin akan terjadi perubahan warna dari ungu menjadi warna pudar atau tidak berwarna. Menurut Cahyadi (2006: 46) perubahan warna tersebut disebabkan gugus fungsi yang dimiliki oleh aldehid dan keton adalah karbonil. Posisi gugus karbonil ini menyebabkan kereaktifan aldehid lebih tinggi dibandingkan keton. Gugus aldehid akan dengan mudah dioksidasi menjadi gugus karboksilat dengan oksidator seperti KMnO4 tetapi jika tidak terjadi perubahan pada sampel berarti makanan tersebut tidak mengandung formalin. Hasil uji kandungan formalin pada semua sampel bakso A, B dan C hasilnya negatif yaitu ditandai dengan tidak terjadi perubahan warna KMnO4 (tetap warna violet). Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antar protein yang berdekatan akibatnya protein mengeras dan tidak dapat larut. Formaldehid juga dapat menbunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri terdehidrasi sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru yang dapat melindungi dari serangan bakteri. Perbedaan formaldehid dengan desinfektan lainnya yaitu formaldehid akan beraksi secara kimiawi dan tetap ada dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan bakteri berikutnya (Eka, 2003: 23). Uji kualitatif boraks pada bakso dengan menggunakan metode pengabuan yaitu dengan memanaskan sampel bakso yang telah dilhaluskan diatas porselen sampai menjadi arang kemudian diteteskan metanol dan asam sulfat selanjutnya disulutkan api. Tujuan pengabuan tersebut untuk menghilangkan senyawa-senyawa

24 organik yang ada dalam sampel sehingga tersisa hanya bentuk logam serta garamgaram. Tujuan penambahan asam sulfat pekat yaitu memberi suasana asam pada arang sampel. Jika menghasilkan nyala api yang pinggirannya hijau atau terbakar hal tersebut menunjukkan bahwa makanan tersebut mengandung boraks. Warna hijau pada nyala api disebabkan adanya reaksi antara api dan tembaga barium yang terbentuk karena reaksi metanol dan boraks (Svehla, 1985: 44). H3BO3 + 3CH3OH B(OCH3)3 + 3H2O (asam borat) (metanol) (metil borat) Gambar 8. Reaksi Metanol dan Asam Borat Mengonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak, dan testis. Boraks dapat mengganggu enzim-enzim metabolisme dan juga alat reproduksi pria. Boraks menyandung senyawa boron yang merupakan bakterisida lemah. Cara kerjanya dengan mengikat logam yang menjadi kofaktor enzim sehingga metabolisme bakteri tidak jalan (Eka, 2003: 23). Hasil uji boraks pada ketiga sampel bakso A, B, dan C menunjukan hasil negatif ditandai dengan tidak munculnya nyala api dengan pinggiran hijau. Semua sampel menunjukkan nyala api berwarna merah. F. Uji Sensoris/Organoleptik Bakso Sapi Parameter uji organoleptik pada penelitian ini yaitu warna, bau/aroma, tekstur dan rasa. Selain parameter uji, dilakukan pengujian daya terima untuk mengetahui bakso mana yang lebih disukai panelis.

25 Tabel 20. Hasil Uji Organoleptik Bakso A, B, dan C Sampel A B C Parameter Warna Bau Tekstur Rasa Daya Terima Putih keabuabuan Cukup khas Kurang Cukup Suka daging kenyal gurih Putih keabuabuan Kurang Tidak Kurang Tidak suka khas daging kenyal gurih Putih keabuabuan Kurang khas daging Cukup kenyal Cukup gurih Suka Hasil uji organoleptik dari 15 panelis dengan rentang usia tahun menunjukan ketiga sampel bakso A, B, C berwarna putih keabu-abuan, bakso A berbau cukup khas daging sedangkan B dan C kurang khas daging, tekstur masingmasing bakso berbeda dan untuk rasa bakso A dan C sudah cukup gurih sedangkan bakso B kurang gurih. Menurut Wibowo (1999 : 44) mutu sensori bakso memiliki bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk, bau bumbu cukup tajam. Hal tersebut menerangkan bahwa aroma bakso sangat dipengaruhi oleh jumlah daging dan bahan lain yang digunakan. Bakso A memiliki aroma khas daging karena bakso A menggunakan 3 macam daging sapi, yaitu topside, mayang, dan tetelan. Perbandingan daging dan tepung tapioka untuk membuat bakso A yaitu 6 kg daging (topside dan mayang) dan 1 kg tepung ( satu adonan) oleh karena itu aroma yang dihasilkan berbau khas daging. Bakso B hanya menggunakan daging mayang yang berlemak dengan perbandingan daging dan tepung yaitu 3 kg daging sapi mayang dan 0,5 kg tepung tapioka. Bakso C menggunakan daging sapi mayang dan tetelan, dengan perbandingan 4 kg daging (mayang dan tetelan) dan 0,5 kg tepung tapioka. Bau khas daging lebih menonjol pada bakso A dikarenakan jumlah

26 daging yang digunakan ada 3 macam khususnya menggunakan daging sapi topside yang berkualitas baik. Menurut Siska (2013: 7) menyatakan bahwa sebagian besar responden menyukai bakso dengan rasa daging yang kuat. Rasa bakso juga dipengaruhi oleh kadar air pada bakso. Rasa bakso yang sangat menentukan penerimaan konsumen ada 3 macam yaitu kegurihan, keasinan, dan rasa daging. Ketiga bakso A, B dan C hanya bakso B yang dianggap kurang gurih dikarenakan bakso B hanya menggunakan daging sapi mayang dan adonannya terlihat lembek (terlalu banyak air) sehingga rasa bumbu dan daging kurang terasa. Kekenyalan bakso merupakan kemampuan produk pangan untuk kembali ke produk asal sebelum pecah akibat daya tekan. Kekenyalan merupakan bagian pembentuk tektur yang diperhitungkan konsumen dalam menilai kesukaan dan penerimaan daging serta produknya. Menurut Wibowo (1999: 47) mutu sensori bakso memiliki tekstur kompak, elastis, kenyal tapi tidak liat atau membal, tidak lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh. Berdasasrkan SNI bahan pengisi dalam pembuatan bakso tidak boleh lebih dari 50%. Peningkatan penggunaan bahan pengisi menyebabkan peningkatan kekerasan bakso. Masing-masing tekstur bakso berbeda-beda, bakso A memiliki tektur yang kurang kenyal, bakso B bertekstur tidak kenyal sama sekali, sedangkan bakso C bertekstur cukup kenyal. Menurut Agung (2013: 8) kekenyalan bakso sapi dipengaruhi oleh tepung tapioka, air, dan jenis daging. Bakso B bertekstur paling lembek atau tidak kenyal, dikarenakan bakso B terbuat dari daging mayang yang berlemak, dan lemaknya tidak dibuang. Lemak pada bakso dapat membuat citarasa

27 gurih, tetapi apabila terlalu benyak membuat bakso menjadi lembek, mudah pecah Selain itu adonan yang dibuat juga lebih lembek dibanding adonan bakso A dan C. Daya terima merupakan penilaian secara keseluruhan dari kriteria organoleptik (warna, rasa, aroma, kekenyalan). Hasil penelitian menunjukan bakso A dan C disukai panelis, sementara bakso C tidak disukai. Kriteria organoleptik bakso C memang memiliki rasa, tekstur, dan bau yang tidak disukai oleh panelis. G. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki 4 keterbatasan, yaitu: 1. Penelitian ini belum dilakukan uji kadar protein untuk mengetahui kadar protein pada masing-masing jenis daging sapi yang digunakan dalam pembuatan bakso dan pengaruhnya terhadap jumlah cemaran mikroba. Hal ini terjadi karena keterbatasan alat pengukur. 2. Uji mikrobiologis bakso yang belum dilakukan yaitu uji Salmonella sp dan Clostridium perfingens dikarenakan keterbatasan media differensial untuk kedua bakteri tersebut. 3. ariabel bebas yaitu bahan baku daging yang seharusnya dihomogenkan belum dilaksanakan. Hal ini terjadi karena sulit mencari beberapa outlet produsen bakso yang menggunakan bahan baku daging yang sama. 4. Pengukuran tekstur/ kekenyalan yang seharusnya menggunakan alat texture analyzer belum dilakukan karena keterbatasan alat yang sulit didapat.

ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA

ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA 335 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 6 Tahun 2017 ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA Analyze Of HACCP And Bacteria Test Meatballs Production In Sleman, Yogyakarta

Lebih terperinci

ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI

ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. C), 6 gerobak pangsit (gerobak pangsit D, E, F, G,H dan I). Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. C), 6 gerobak pangsit (gerobak pangsit D, E, F, G,H dan I). Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dilingkungan Universitas Negeri Gorontalo yang berjumlah 9 penjual jajanan bakso, yang terdiri dari 3 kantin ( kantin

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya ANALISIS CEMARAN MIKROBA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. uji kandungan bakteriologis Escherichia coli pada es buah yang dijajakan dipasar

BAB III METODE PENELITIAN. uji kandungan bakteriologis Escherichia coli pada es buah yang dijajakan dipasar BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yaitu dengan mendeskriptifkan atau memberi gambaran tentang hygiene sanitasi dan uji

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya No. unit prosesing CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya 1. Sortasi daging biologis (bakteri pathogen, jamur, serangga dsb.),cemaran kimia (logam berat,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di Balai Laboratorium Kesehatan Medan. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah garam buffer

Lebih terperinci

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan MODUL 1 BAKSO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah bakso ikan yang bertekstur kenyal dan lembut serta bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu bakso

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 215 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PENGUJIAN KUALITAS ASPEK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan, 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam karya tulis ini adalah jenis penelitian eksperimen yang didukung dengan studi pustaka. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging mempunyai asam amino essensial yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan protein yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian deskripsi dengan metode observasi. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 12 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada Bulan April sampai Juli 2014. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Che-Mix Pratama,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA Siti Fatimah1, Yuliana Prasetyaningsih2, Meditamaya Fitriani Intan Sari 3 1,2,3 Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A 4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa sebuah proses produksi dari

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel nasi bungkus diambil dari penjual nasi bungkus di wilayah sekitar kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

Metode penelitian Rancangan penelitian (reseach Design) Rancangan Percobaan

Metode penelitian Rancangan penelitian (reseach Design) Rancangan Percobaan Abstrak Wedang cor merupakan minuman khas jember yang biasanya di jual dipenggiran jalan. Minuman ini sangat diminati oleh kalangan Mahasiswa maupun mayarakat. Wedang cor ini terdiri dari jahe, ketan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB X PENGAWASAN MUTU

BAB X PENGAWASAN MUTU BAB X PENGAWASAN MUTU Pengawasan mutu merupakan aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat mempertahanan sebagaimana yang telah direncanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan 67 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP Penelitian ini dimulai dengan observasi pada suatu proses produksi di katering A di Semarang, Jawa Tengah dengan acuan checklist SSOP dan GMP.

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantin yang ada di lingkungan Asrama

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantin yang ada di lingkungan Asrama BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantin yang ada di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara Universitas Negeri Gorontalo yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 3.2.Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

PRAKTIKUM LAPANGAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

PRAKTIKUM LAPANGAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN PRAKTIKUM LAPANGAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN Nama NIM Kelompok Asisten Oleh : : Lathifah : B0A013042 : 1 (Satu) : Rifqi Aulia Akbar LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, di Indonesia banyak sekali makanan siap saji yang dijual di pasaran utamanya adalah makanan olahan daging.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN DAGING BAKSO Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada penjual minuman olahan yang berada di pasar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada penjual minuman olahan yang berada di pasar BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada penjual minuman olahan yang berada di pasar Sentral Kota Gorontalo. Dari keseluruhan penjual

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

HYGIENE SANITASI DAN KANDUNGAN MIKROBA PADA KECAP MANIS YANG DIGUNAKAN DI KANTIN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2012

HYGIENE SANITASI DAN KANDUNGAN MIKROBA PADA KECAP MANIS YANG DIGUNAKAN DI KANTIN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2012 HYGIENE SANITASI DAN KANDUNGAN MIKROBA PADA KECAP MANIS YANG DIGUNAKAN DI KANTIN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2012 Ismiaty Abdullah Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tuladenggi Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tuladenggi Kecamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo Tahun 2014. Waktu penelitian ini pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada penjual daging sapi di tempat pemotongan hewan di Kota Gorontalo dan selanjutnya diambil sampel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional untuk mengetahui hubungan antara jarak perpipaan distribusi air perpipaan Instalasi

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1. Materi Penelitian 2.1.1. Lokasi Sampling dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini sampel diambil dari lokasi-lokasi sebagai berikut: 1. Rumah Pemotongan Hewan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS (Channa striata) Dewi Farah Diba Program Studi Budidaya Peraiaran STITEK

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Yijk = + αi + βj + (αβ) ij + ijk

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Yijk = + αi + βj + (αβ) ij + ijk METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Mikrobiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2010 terdapat 28.501 TPUM (Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan), salah satunya adalah pusat makanan jajanan.

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI VIROLOGI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI VIROLOGI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI VIROLOGI Perhitungan Jumlah Bakteri Dengan Metode Most Probable Number (MPN) atau Angka Paling Mungkin (APM) Oleh : Dyah Sukma Rengganingtyas Novi Astuti Novita Ratna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain media penyegaran mikroba, media pertumbuhan, media pemupukan mikroba, pengencer, medium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Susu 1. Pengertian Susu Susu segar merupakan cairan yang berasal dari sekresi ambing sapi sehat, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak

Lebih terperinci