SKRIPSI. PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR GEL INSTAN BERBASIS PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERMODIFIKASI. Oleh: SHINTA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI. PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR GEL INSTAN BERBASIS PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERMODIFIKASI. Oleh: SHINTA F"

Transkripsi

1 SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR GEL INSTAN BERBASIS PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERMODIFIKASI Oleh: SHINTA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR GEL INSTAN BERBASIS PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERMODIFIKASI Oleh: SHINTA F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR GEL INSTAN BERBASIS PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERMODIFIKASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh SHINTA F Dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1984 di Tangerang Tanggal lulus : 13 Desember 2006 Disetujui, Bogor, 22 Januari 2007 Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. Dosen pembimbing 1 Dosen pembimbing 2 Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen

4 Shinta. F Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. RINGKASAN Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan pati ubi jalar putih menjadi bubur gel instan melalui tahap modifikasi kimia dan fisik agar diperoleh tingkat gel yang baik dan stabil baik sebelum atau sesudah diberikan media pelengkap, seperti susu. Modifikasi kimia yang digunakan adalah hidrolisis asam dengan variasi ph 2, 3, 4 selama 2 dan 4 jam yang dilanjutkan dengan modifikasi ikatan silang menggunakan 5% STPP (sodium tripolifosfat) pada ph 9 dan modifikasi fisik (pre-gelatinisasi) menggunakan drum dryer. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh pati instan yang memiliki tingkat gel yang baik dan dapat dikonsumsi sebagai bubur gel. Pengaruh peningkatan ph dan waktu inkubasi pada pati termodifikasi asam terikat silang menyebabkan kadar amilosa cenderung semakin meningkat sehingga adanya modifikasi asam mempengaruhi kenaikan kadar amilosa pati. Peningkatan kekerasan gel hanya terjadi pada pati termodifikasi dengan perlakuan ph 2 (2 jam dan 4 jam). Kenaikan suhu awal gelatinisasi terjadi pada pati termodifikasi asam terikat silang dengan perlakuan ph 3 (2 jam dan 4 jam), sedangkan kenaikan suhu akhir gelatinisasi terjadi pada semua perlakuan terhadap pati termodifikasi asam terikat silang dan pati terikat silang. Derajat pembengkakan pati termodifikasi kimia memiliki grafik yang semakin meningkat dan cenderung stabil dibandingkan pati tanpa modifikasi pada suhu 100ºC. Semakin lama waktu inkubasi saat modifikasi asam, maka viskositas maksimum pada setiap perlakuan ph cenderung meningkat dengan viskositas maksimum tertinggi terjadi pada perlakuan ph 2 (2 jam dan 4 jam). Viskositas maksimum pati termodifikasi lebih tinggi dibandingkan pati tanpa modifikasi, yaitu hasil terbesar terdapat pada pati termodifikasi asam pada ph 2 selama 2 jam terikat silang (A2B2S), pati termodifikasi asam pada ph 2 selama 4 jam terikat silang (A2B4S), dan pati terikat silang (S) dengan nilai masing-masing 1510 BU, 1455 BU, dan 1420 BU. Namun, yang memiliki tingkat kekerasan gel yang terbesar adalah A2B2S dan A2B4S. Pemilihan pati yang dimodifikasi fisik adalah pati termodifikasi kimia yang memiliki kekerasan gel terbesar (di atas 50gf) adalah A2B2S dan A2B4S, yaitu sebesar 56.0gf dan 68.3gf yang juga memiliki viskositas maksimum tertinggi. Kedua pati tersebut kemudian dimodifikasi fisik dan dilakukan uji organoleptik. Produk A2B2S, A2B4S, dan produk tanpa modifikasi (A0B0) sebagai pembanding diuji secara organoleptik untuk mendapatkan produk pilihan yang paling disukai panelis. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa produk A2B4S merupakan produk yang paling disukai dengan skor hedonik citarasa sebesar 3.47 (cenderung disukai), skor tekstur sebesar 3.10 (netral), dan skor overall sebesar 3.47 (cenderung disukai).

5 Produk A2B4S memiliki kadar fosfor sebesar 0.151%. Kadar fosfor produk ini lebih tinggi jika dibandingkan kadar fosfor yang secara alami sudah ada sebesar 0.131% pada pati tanpa modifikasi. Meningkatnya kandungan fosfor tersebut menunjukkan telah terjadi ikatan silang antara fosfor dengan komponen di dalam granula pati. Adanya ikatan silang ditunjukkan dengan nilai derajat substitusi sebesar yang menunjukkan bahwa pada produk A2B4S memiliki 8 ikatan silang di setiap 1000 unit anhidroglukosa atau satu ikatan silang di setiap 125 unit anhidroglukosa. Sebelum penambahan gula halus dan garam, produk A2B4S memiliki kadar air sebesar 5.51 % (bb), kadar abu sebesar 0.19 %, kadar protein sebesar 0.20 %, kadar lemak sebesar 2.04 %, dan kadar karbohidrat sebesar %. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Labuza, diketahui masa kadaluarsa produk bubur gel instan dengan parameter mulai terjadinya penggumpalan dalam kemasan polipropilen selama 465 hari atau 1.3 tahun, sedangkan dalam kemasan polietilen selama 310 hari atau 10 bulan.

6 RIWAYAT PENULIS Penulis bernama lengkap Shinta yang dilahirkan di Tangerang, 20 Mei Ia adalah putri ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Teng Tjong Tek dan Lisa Sari Karwita. Riwayat pendidikan penulis dimulai di SDK Santa Patricia Jakarta (tahun ) kemudian dilanjutkan di SLTP Santa Patricia Jakarta (tahun ) dan SMU 78 Jakarta (tahun ). Penulis memulai jenjang pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor pada tahun Setamat SMU, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, (yang kemudian berganti nama pada tahun 2005 menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian) melalui jalur SPMB (Seleksi Penyaringan Mahasiswa Baru). Penulis terlibat dalam beberapa kegiatan organisasi selama masa studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, yaitu Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) tahun , UKM Keluarga Mahasiswa Buddhis Aditthana (KMBA) tahun dan pada tahun sempat menjabat sebagai sekretaris KMBA, Food Chat Club pada tahun dan sempat menjabat sebagai bendahara pada tahun serta sebagai sekretaris pada tahun Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian acara di dalam kampus. Selain itu, penulis juga memiliki pengalaman kerja, yaitu saat menjalani praktek lapangan pada tahun 2005 selama dua bulan di PT. Essence Indonesia afiliasi dari IFF (International Flavor and Fragrance). Sebagai tugas akhir, penulis menyusun skripsi dengan judul Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi di bawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. Penelitian ini didanai sepenuhnya oleh PT Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill melalui Bogasari Nugraha Award 2005.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan bantuan yang sangat berharga kepada: 1. Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. selaku dosen pembimbing kedua atas segala bimbingan, arahan, masukan, dan nasihat-nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi penulis. 2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. selaku dosen penguji atas saran, masukan, dan kesediaannya meluangkan waktu untuk menguji penulis. 3. PT Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill selaku pihak yang telah mendanai sepenuhnya penelitian dan penulisan skripsi ini melalui Bogasari Nugraha Award Kedua orang tua dan saudara atas doa, kasih sayang dan dukungan moril yang tiada hentinya kepada penulis. 5. Ivan Armatias selaku pemberi inspirasi dan penyemangat hidup yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang. 6. Sahabat-sahabat tercinta sekaligus sebagai tim ubi jalar Bogasari, yaitu Nanda, Ribka, dan Pretty atas segala kerjasama, bantuan, dan semangat serta dukungan yang diberikan dalam suka dan duka selama empat tahun di ITP. 7. Para laboran laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Pilot Plant, dan laboratorium Gizi Seafast Center. 8. Teman-teman kos di Perwira 45: Ingelia yang selama 3 tahun setia menjadi teman sekamar dengan suka duka bersama, Greth yang menjadi teman sekamar yang baru serta telah banyak memberikan dukungan, Mami Manda, Ci Ine, Cecep, Joana, Agus, dan Dita serta teman-teman sejurusan; Shieni, iv

8 Herold, Stut, Meilina, Tukep, Karen, Julia, Arvi, Yeye, Randy, Evrin, Nene, Inggrid, Ajeng, Ina, Inal, Yudan, Steisi, Hanna, Inda, Feni, Ijal, Woro, Nya2, Boyon, Risna, Manginar, Nisvi, Bahar, Inda, Ulik, Dadik, Kiki, Farah, Putra, Hana, Didin, Eva, Manto, Dhenok, Temin, Gumilar, Eko, Zulkifli, Rahmat, dan teman-teman angkatan 39 lainnya yang juga bersama-sama melakukan penelitian di laboratorium atau magang. Terima kasih atas segala bantuan dan hiburannya. 9. Teman-teman angkatan 40, 41, dan Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi yang memerlukan sehingga dapat dilakukan pengembangan untuk memperoleh hasil yang lebih optimum lagi. Penulis Bogor, Desember 2006 v

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR... 5 B. PATI UBI JALAR... 6 C. MODIFIKASI PATI Modifikasi Kimia... 9 a. Hidrolisis Asam b. Ikatan Silang Modifikasi Fisik III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama a. Modifikasi Pati (1) Modifikasi asam (2) Modifikasi Ikatan Silang (3) Modifikasi Fisik b. Perlakuan vi

10 C. METODE PENGAMATAN Metode Pengamatan Pati Tanpa Modifikasi a. Rendemen Pati b. Efisiensi Ekstraksi Pati c. Derajat Putih c. Analisis Kadar Pati Metode Pengamatan Pati Tanpa Modifikasi a. Penentuan Suhu Gelatinisasi dan Viskositas b. Derajat Pembengkakan c. Analisis Kadar Amilosa d. Bentuk Granula Pati e. Kekerasan Gel Metode Pengamatan Produk a. Kadar Air Metode Oven b. Kadar abu c. Kadar Protein d. Kadar Lemak e. Kadar Karbohidrat f. Bentuk Granula Pati g. Penentuan Kadar Fosfor h. Derajat Substitusi i. Uji Organoleptik j. Penentuan Umur Simpan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI PATI UBI JALAR B. KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR B. MODIFIKASI KIMIA ). Kadar Amilosa ). Kekerasan Gel ). Suhu Gelatinisasi dan Viskositas ). Derajat Pembengkakan vii

11 C. MODIFIKASI FISIK D. KARAKTERISTIK DUA PRODUK UNGGULAN ). Karakteristik Organoleptik ). Bentuk Granula Produk Prototipe ). Derajat Substitusi Produk Prototipe ). Uji Proksimat Produk Prototipe ) Penentuan Umur Simpan Produk Prototipe V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produksi, luas panen dan hasil per hektar ubi jalar di Indonesia....1 Tabel 2. Kode sampel berdasarkan variasi perlakuan Tabel 3. Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam suatu bahan dengan metode Luff-Schoorl Tabel 4. Cara pembuatan standar amilosa Tabel 5. Nilai RH dan Aw dari larutan garam jenuh yang digunakan (suhu 30ºC) Tabel 6. Hasil rendemen pati ubi jalar putih Tabel 7. Hasil proksimat produk A2B4S tanpa penambahan gula halus dan garam ix

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Halaman (a) Sruktur kimia amilosa; (b) Struktur kimia amilopektin; (c) Penampakan amilosa dan amilopektin di dalam granula pati..8 Gambar 2. Proses pengolahan pati ubi jalar Gambar 3. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi secara keseluruhan. 17 Gambar 4. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi asam Gambar 5. Gambar 6. Diagram alir modifikasi pati dengan metode ikatan silang menggunakan STPP Diagram alir modifikasi fisik pembuatan tepung bubur gel instan dari pati ubi jalar Gambar 7. Brabender Amylograph Gambar 8. Texture Analyzer TA-XT2i Gambar 9. (a) Ubi jalar putih varietas Sukuh sebelum dicuci dan dikupas; (b) Ubi jalar putih varietas Sukuh setelah dicuci dan dikupas Gambar 10. Pati ubi jalar hasil pengendapan yang siap dikeringkan Gambar 11. Pati ubi jalar kering yang siap dihaluskan Gambar 12. Hasil grafik Brabender Amylograph pati tanpa modifikasi Gambar 13. Grafik Brabender Amylograph pati termodifikasi dan tanpa termodifikasi yang menunjukkan kisaran suhu gelatinisasi dan viskositas maksimum Gambar 14. Kadar amilosa pati termodifikasi dan pati tanpa modifikasi Gambar 15. Kekerasan gel pati termodifikasi dan tanpa modifikasi Gambar 16. (a) Penampakan gel dengan kekerasan gel dibawah 50gf (b) Penampakan gel dengan kekerasan gel diatas 50gf Gambar 17. Suhu awal gelatinisasi dari pati ubi jalar putih yang telah dimodifikasi asam dan ikatan silang Gambar 18. Viskositas maksimum pati termodifikasi dan tanpa modifikasi x

14 Gambar 19. Grafik derajat pembengkakan ( g/g basis kering) pati modifikasi dan tanpa modifikasi diberbagai suhu Gambar 20. Pati pre-gelatinisasi yang belum dihaluskan Gambar 21. Penampakan produk sebelum penambahan susu; (a) 24 S, (b) 22 S, (c) NS Gambar 22. Skor hedonik tekstur Gambar 23. Skor hedonik overall Gambar 24. Hasil uji ranking bubur gel Gambar 25. Penampakan granula pati pada perbesaran 200x; (a) Pati NS sebelum modifikasi fisik, (b) Pati 24 S sebelum modifikasi fisik, (c) Pati NS sesudah modifikasi fisik, (d) Pati 24 S sesudah modifikasi fisik xi

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1a. Alat abrassive peeler Lampiran 1b. Slicer Lampiran 1c. Alat pengayak pati 100 mesh Lampiran 2. Proses penghancuran ubi jalar putih dan pengekstrakan pati.. 72 Lampiran 3. Kadar pati murni pada pati ubi jalar tanpa modifikasi Lampiran 4. Hasil ANOVA kadar amilosa Lampiran 5. Hasil ANOVA kekerasan gel Lampiran 6a. Hasil ANOVA suhu awal gelatinisasi Lampiran 6b. Hasil ANOVA suhu akhir gelatinisasi Lampiran 7. Hasil ANOVA viskositas maksimum Lampiran 8. Data derajat pembengkakan ( g/g basis kering) diberbagai suhu Lampiran 9. Double drum dryer (pengering drum ganda) Lampiran 10 Form pengujian oeganoleptik Lampiran 11. Data rekapitulasi terhadap citarasa produk Lampiran 12. Hasil ANOVA citarasa Lampiran 13. Data rekapitulasi terhadap tekstur produk Lampiran 14. Hasil ANOVA tekstur Lampiran 15. Data rekapitulasi terhadap overall produk Lampiran 16. Hasil ANOVA overall Lampiran 17. Nilai ranksum uji ranking Lampiran 18. Hasil uji ranking dengan Friedman test Lampiran 19. Hasil analisa lanjut uji ranking dengan LSD test xii

16 Lampiran 20. Hasil analisis kadar fosfor Lampiran 21a. Data hasil pengujian kadar air Lampiran 21b. Data hasil pengujian kadar abu produk A2B4 S Lampiran 21c. Data hasil pengujian kadar protein produk A2B4 S Lampiran 21d. Data hasil pengujian kadar lemak produk A2B4 S Lampiran 22. Perhitungan umur simpan xiii

17 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia kaya akan sumber daya alam, tetapi masyarakat Indonesia terbatas dalam pemanfaatannya sehingga banyak sumber daya alam tersebut kurang memiliki nilai tambah, khususnya dalam bidang pangan. Pendayagunaan yang kurang optimal tersebut disebabkan masih sedikitnya teknologi pengolahan pascapanen yang diterapkan dan nilai ekonomis ubi jalar yang rendah. Oleh karena itu, perlunya optimalisasi sumber daya alam yang ada di Indonesia sebagai upaya penganekaragaman pangan serta meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam tersebut. Salah satu bahan pangan yang berpotensi adalah ubi jalar karena selama ini pemanfaatannya di Indonesia juga kurang optimal, sedangkan produksi ubi jalar di Indonesia dari tahun ke tahun cukup tinggi (Tabel 1). Meskipun luas lahan produksi ubi jalar di Indonesia rata-rata mengalami penurunan setiap tahunnya, tetapi produktivitas rata-rata hasil panen per hektar meningkat. Tabel 1. Produksi, luas panen dan hasil per hektar ubi jalar di Indonesia Tahun Produksi (ton) a Luas panen (ha) b Hasil per hektar (ton/ha) c , , , , , , , Sumber: a) Departemen Pertanian, 2003a b) Departemen Pertanian, 2003b c) Departemen Pertanian, 2003c 1

18 Pada saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia membutuhkan pangan yang praktis, khususnya untuk memenuhi kebutuhan sarapan. Oleh karena itu, perlu dibuat produk dalam bentuk instan sehingga produk dapat dikonsumsi hanya dengan menggunakan air matang. Dengan demikian, produk ini disebut sebagai convenient foods yang juga cocok untuk daerah korban bencana alam karena pada daerah pengungsian mereka sulit untuk memasak. Tanaman ubi jalar mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan tanaman sumber pati lainnya, yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi iklim yang kurang baik, petumbuhannya tidak tergantung dari jenis atau tipe tanah khusus, tidak membutuhkan input produk yang intensif, umur tanaman yang pendek (3.5-4 bulan) sehingga mudah diperbanyak. Sebagian besar ubi jalar terdiri atas air dan karbohidrat, yaitu sebesar 72.8% dan 24.3%. Karbohidrat pada ubi jalar terdiri atas pati, gula, selulosa, pektin, dan hemiselulosa. Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat dalam bentuk pati. Kadar pati ubi jalar dipengaruhi oleh umur tanaman ubi tersebut saat dipanen. Pati ubi jalar terdiri atas 60%-70% amilopektin dan 10%-25% amilosa (Banks dan Greenwood, 1975). Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan α-glikosida yang berperan sebagai cadangan makanan yang terdapat dalam biji-bijian atau umbi-umbian. Pati atau karbohidrat secara umum merupakan bahan organik pertama yang diproduksi dari reaksi antara karbondioksida dari udara dan air dari dalam tanah, pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi kimia menjadi suatu substansi atau zat yang dapat dimakan oleh manusia ataupun hewan pada umumnya. Dengan demikian, menurut Greenwood dan Munro (1987), pati memegang peranan penting dalam bidang pangan, terutama dalam hal menyediakan kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi. Selain itu, pati lebih mudah diubah sifatnya dengan menggunakan modifikasi pati secara kimia ataupun fisik sehingga sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Oleh karena itu, basis pati dipilih sebagai objek pada penelitian ini. 2

19 Dalam bentuk aslinya secara alami, pati merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Menurut Hodge dan Osman (1987)n, bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya. Pati ubi jalar memiliki diameter granula yang berukuran antara 15 μm sampai 55 μm (Fennema, 1976). Produk yang dikembangkan dari pati modifikasi tersebut adalah bubur instan yang dapat dikonsumsi dalam basis gel dengan penyajian yang cepat serta dapat dikonsumsi oleh semua golongan umur sebagai makanan sarapan. Bentuk bubur gel ini dipilih karena umumnya masyarakat mengkonsumsi bubur sebagai makanan sarapan, sedangkan basis gel dipilih karena pati mudah sekali membentuk gel. Selain itu, banyak masyarakat Indonesia menyukai produk berbasis gel. Pati termodifikasi adalah pati yang diperlakukan secara fisik atau kimia untuk mengubah salah satu atau lebih sifat fisik atau kimianya yang penting. Definisi pati termodifikasi lainnya adalah pati yang diberi perlakuan tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya menjadi sifat yang diinginkan. Beberapa keunggulan pati modifikasi dibandingkan pati alami, antara lain pati modifikasi dapat memiliki sifat fungsional yang tidak terdapat pada pati alami. Selain itu, pati modifikasi dapat lebih luas penggunaannya dalam skala industri besar yang lebih baik daripada pati alami karena pati alami memiliki viskositas yang tidak stabil, penampakan yang kurang baik serta memiliki stabiitas gel yang rendah. Pati modifikasi juga memiliki sifat yang lebih konsisten dibandingkan dengan pati alami sehingga memudahkan pengontrolan dan pembuatan produk dengan kualitas yang dapat dipercaya. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan modifikasi fisik dan kimia untuk menghasilkan tingkat gel yang baik. 3

20 B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pati instan yang memiliki tingkat gel yang baik melalui modifikasi kimia dan fisik dan dapat dikonsumsi sebagai bubur gel. 4

21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan tumbuhnya, yaitu hawa panas dengan udara yang lembab, suhu optimumnya 27 o C dan lama penyinaran jam per hari. Ubi jalar dapat tumbuh sepanjang tahun di dataran rendah maupun di pegunungan sampai 1000 m. Tidak seperti tanaman palawija lainnya, ubi jalar tidak memerlukan tanah yang subur (Soemartono, 1984). Tanaman ini menyimpan cadangan makanannya di dalam batang. Bagian batang yang berada di dalam tanah dan mengandung cadangan makanan ini disebut umbi batang. Pada umumnya umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat terutama pati atau sumber citarasa dan aroma karena mengandung oleoresin. Pembentukan umbi secara cepat dimulai satu bulan setelah tanam dan mengembang setelah dua bulan. Umbi yang ideal adalah lonjong agak panjang dan beratnya mencapai gram (Soemartono, 1984). Tanaman ubi jalar mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan tanaman sumber pati lainnya. Kelebihan-kelebihan tersebut adalah dapat bertahan hidup dalam kondisi iklim yang kurang baik, petumbuhannya tidak tergantung dari jenis atau tipe tanah khusus, tidak membutuhkan input produk yang intensif, dan umur tanaman yang pendek (3.5-4 bulan) sehingga mudah diperbanyak. Ubi jalar bermacam-macam jenisnya. Berdasarkan warna daging umbinya, terdapat ubi jalar putih, ubi jalar merah, dan ubi jalar ungu. Kulit ubi jalar lebih tipis dibandingkan dengan kulit ubi kayu. Bentuk umbi ubi jalar sering tidak seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol). Warna dagingnya putih, krem, kuning, merah muda, dan jingga bergantung pada jenis dan banyaknya pigmen yang terdapat di dalamnya. 5

22 Sebagian besar umbi ubi jalar terdiri atas air dan karbohidrat, yaitu sebesar 72.8% dan 24.3%. Karbohidrat pada ubi jalar terdiri atas pati, gula, selulosa, pektin, dan hemiselulosa. Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat dalam bentuk pati. Pati ubi jalar terdiri dari 60-70% amilopektin dan sisanya adalah amilosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Selain karbohidrat, ubi jalar putih juga mengandung lemak dan protein (Soemartono, 1984). Ubi jalar varietas Sukuh memiliki rendemen yang tinggi dengan kandungan pati yang tinggi dibandingkan dengan varietas yang lainnya. Tanaman ubi jalar tersebut memiliki karakteristik semi kompak dengan panjang cm, tidak memiliki umbi yang kembar pada satu tanaman, dan daunnya secara umum berbentuk hati. Ubi jenis ini dapat tumbuh dengan stabil pada tiga daerah dengan iklim yang berbeda, yaitu Bogor, Lembang, dan Malang. Bogor adalah daerah dengan iklim tropis lembab dengan keadaan tanah yang kurang subur. Lembang memiliki iklim yang lebih dingin dan berdataran tinggi, sedangkan Malang memiliki tanah yang sangat subur. Masa panen yang ideal terjadi pada hari ke-120 setelah penanaman (di dataran rendah) dan hari ke-150 (di dataran tinggi) (Tjintokohadi et al., 2001). B. PATI UBI JALAR Menurut Greenwood dan Munro (1979) yang diacu dalam Muchtadi et al. (1987), pati memegang peranan penting dalam bidang pangan, terutama dalam hal penyediaan kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi. Lebih dari 80% tanaman pangan terdiri atas biji-bijian atau umbi-umbian dan tanaman sumber pati lainnya. Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan α-glikosida yang berperan sebagai cadangan makanan yang terdapat dalam biji-bijian atau umbi-umbian. Pati atau karbohidrat secara umum merupakan bahan organik pertama yang diproduksi, yaitu reaksi antara karbondioksida dari udara dan air dari dalam tanah, pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi kimia menjadi suatu substansi atau zat yang dapat 6

23 dimakan oleh manusia ataupun hewan pada umumnya (Greenwood dan Munro, 1979). Kadar pati ubi jalar dipengaruhi oleh umur tanaman ubi tersebut saat dipanen. Semakin tua umur ubi dipanen, maka kadar patinya semakin kecil, sedangkan serat kasar dan kadar abunya tidak dipengaruhi oleh tanaman ubi saat dipanen. Dalam bentuk aslinya secara alami, pati merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976). Pati ubi jalar memiliki dianmeter granula yang berukuran antara 15 μm sampai 55 μm (Fennema, 1976). Karbohidrat yang terdapat pada ubi jalar umumnya sekitar 80-90% dari bobot kering ubi jalar. Pati ubi jalar merupakan bagian terbesar karbohidrat dalam ubi jalar dan amilopektin merupakan bagian terbesar dari pati ubi jalar. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak. Umumnya pati ubi jalar mengandung 60%-70% amilopektin, 10%-25% amilosa, dan 5%-10% material antara (Banks dan Greenwood, 1975). Amilosa merupakan polimer linier yang terdiri atas unit glukosa yang dihubungkan melalui ikatan glikosida α-d-(1,4) membentuk rantai lurus dengan bobot molekul 10 6 (Gambar 1 (a)) (Fennema, 1976). Tiap rantai pati dapat mengandung 200 sampai 2000 unit glukosa. Amilopektin merupakan polimer bercabang dimana terdiri dari ± 4000 unit glukosa dan tiap unit glukosa dihubungkan dengan ikatan glikosida α-d-(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan glikosida α-d-(1,6) pada titik percabangannya (Gambar 1 (b)). Tiap cabangnya mengandung unit glukosa (Fennema, 1976;Wurzburg, 1989). Percabangan ini menyusun sekitar 4-5% dari seluruh ikatan pada amilopektin. Bobot molekul amilopektin sebesar (Fennema, 1976). 7

24 (((((( Secara mikroskopik, dalam granula pati, campuran molekul berstruktur linier dan bercabang membentuk lapisan-lapisan tipis yang berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut terpusat mengelilingi titik awal yang disebut hilum atau hilus (Bouwkamp, 1985). Antara molekul amilosa yang berdekatan atau bagian luar cabang amilopektin dapat mengadakan hubungan paralel melalui ikatan hidrogen membentuk daerah kristal atau misel. Diantara misel-misel terdapat daerah amorf (daerah yang kurang padat) yang mempunyai sifat mudah menyerap air (Hodge dan Osman, 1976). Misela menyebabkan granula pati memiliki sifat birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan atau memantulkan cahaya terpolarisasi sehingga granula akan tampak berwarna-warni di bawah mikroskop (Gambar 17) (Whistler et al., 1984) Penampakan amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dapat dilihat pada Gambar 1. (a) (b) Gambar 1. (c) (a) Sruktur kimia amilosa; (b) Struktur kimia amilopektin; (c) Penampakan amilosa dan amilopektin di dalam granula pati (Banks dan Greenwood, 1975) 8

25 C. MODIFIKASI PATI Pati termodifikasi adalah pati yang diperlakukan secara fisik atau kimia untuk mengubah salah satu atau lebih sifat fisik atau kimianya yang penting. Definisi pati termodifikasi lainnya adalah pati yang diberi perlakuan tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya menjadi sifat yang diinginkan. Beberapa keunggulan pati modifikasi dibandingkan dengan pati alami, antara lain: (1) pati modifikasi dapat memiliki sifat fungsional yang tidak terdapat pada pati alami, (2) pati modifikasi dapat lebih luas penggunaannya dalam skala industri besar dan lebih baik daripada pati alami. Pati alami memiliki viskositas yang tidak stabil, penampakan yang kurang baik serta memiliki stabilitas gel yang rendah. Pati modifikasi juga memiliki sifat yang lebih konsisten dibandingkan pati alami sehingga memudahkan pengontrolan dan pembuatan produk dengan kualitas yang dapat dipercaya. 1. Modifikasi Kimia Menurut Langan (1989), modifikasi kimia yang biasa digunakan dalam industri pangan adalah ikatan silang, stabilisasi, pemutihan, hidrolisis, oksidasi, substitusi lipofilik, dan teknik hidrofobik. Pati ikatan silang dapat tahan terhadap suhu yang tinggi, ph yang rendah, dan gesekan yang keras serta dapat meningkatkan viskositas (Nabeshima dan Grossmann, 2001). Modifikasi dengan stabilisasi terdiri atas reaksi esterifikasi dan eterifikasi. Modifikasi ini menghasilkan pati dengan tingkat retrogradasi yang lebih rendah dan stabilitas yang meningkat serta dapat mengurangi pembentukan gel. Modifikasi pemutihan berguna untuk menghilangkan noda-noda yang secara alami terdapat pada pigmen sehingga dapat meningkatkan derajat keputihan. Selain itu, modifikasi pemutihan dapat menurunkan populasi mikroba pada pati (Langan, 1989). Hidrolisis asam merupakan modifikasi yang dapat menurunkan viskositas, tetapi pati 9

26 menjadi mudah membentuk gel. Modifikasi oksidasi juga dapat menurunkan viskositas serta dapat menghasilkan gel yang lembut. Substitusi lipofilik digunakan untuk modifikasi yang berkaitan dengan emulsi minyak dalam air dan pati, sedangkan modifikasi hidrofobik digunakan untuk membuat produk pati yang tahan terhadap air (Langan, 1989). Berdasarkan kegunaan masing-masing modifikasi yang telah dijelaskan sebelumnya, maka untuk membentuk bubur gel pati yang memiliki tingkat gel dan stabilitas yang baik, pada penelitian ini dilakukan dual modifikasi, yaitu modifikasi kimia metode hidrolisis asam yang dilanjutkan metode ikatan silang dan modifikasi fisik dengan pre-gelatinisasi. a) Hidrolisis Asam Hidrolisis asam adalah salah satu bentuk modifikasi asam yang dapat merubah sifat fisik dan kimia pati tanpa merubah struktur granulanya (Shi dan Seib, 1992). Jika hidrolisis asam dilakukan dengan menggunakan asam kuat, maka berat molekul dari komponen pati akan semakin rendah karena asam akan menghidrolisis ikatan glikosida sehingga memperpendek rantai ikatan kimia pada pati (Wurzburg, 1989). Menurut French (1984) yang diacu dalam Whistler et al. (1984), potongan yang memiliki berat molekul rendah akan memudahkan penggabungan dari rantai molekul linier. Penggabungan tersebut akan menghasilkan pembentukan gel pati melalui pembentukan jaringan tiga dimensi dari molekul pati, terutama tarik-menarik antara rantai lurus dari amilosa dan antara molekul dengan ikatan hidrogen pada molekul air (Meyer, 1973). Kerr (1950) diacu dalam Wurzburg (1989) menyatakan bahwa daerah amorf yang mengandung cabang pada ikatan glikosida β-d- (1,6) lebih mudah mengalami hidrolisis oleh asam dibandingkan daerah amorf pada ikatan α-d-(1,4) sehingga cabang tersebut dapat 10

27 mudah menjadi fraksi linier. Oleh karena itu, pada tahap awal modifikasi ini, jumlah amilosa atau fraksi linier dari pati tersebut lebih tinggi dibandingkan pati tanpa modifikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa amilopektin lebih mudah terhidrolisis daripada amilosa. b) Ikatan Silang Menurut Wurzburg (1989), senyawa kimia yang biasa digunakan untuk membuat pati terikat silang ini adalah asam adipat, fosfor oksiklorit, sodium trimetafosfat (STMP), epiklorohidrin, dan sodium tripolifosfat (STPP). Pereaksi asam adipat merupakan asam dikarboksilat (C 6 H 11 O 4 ), hasil oksidasi dari berbagai jenis lemak, digunakan bersama-sama dengan senyawa anhidrid sehingga menghasilkan pati adipat. Fosfor oksiklorit, STMP, dan STPP akan menghasilkan pati fosfat, sedangkan epiklorohidrin akan menghasilkan pati gliserol. Akan tetapi, dalam membuat pati modifikasi untuk bidang pangan hanya dapat menggunakan pati adipat dan pati fosfat (Wurzburg, 1989). Reaksi yang terjadi dengan menggunakan fosfor oksiklorit atau asam adipat yang dicampur dengan anhidrid akan berlangsung sangat cepat. Bagian yang tidak bereaksi dengan pati akan dapat dengan cepat terhidrolisis. Kecepatan reaksi dengan menggunakan STMP dan STPP berjalan lebih lambat dibandingkan dengan reaksi menggunakan pereaksi fosfor oksiklorit dan asam adipat. (Wurzburg, 1989). Pada pati adipat, ikat silang dikombinasikan dengan hidroksil pada pati melalui ikatan organik ester. Pati tersebut tahan terhadap kondisi asam. Pati fosfat terjadi melalui ikatan antara pati dengan ikatan ester anorganik. Pati tersebut tahan terhadap kondisi asam. (Wurzburg, 1989). 11

28 Metode ikatan silang dapat menghasilkan ikatan sintetik yang dapat menggantikan ikatan hidrogen yang secara alami terdapat dalam pati dan berperan dalam menjaga bentuk pati (Langan, 1989). Dengan adanya pemanasan, maka granula pati akan mengembang seiring melemahnya ikatan hidrogennya yang kemudian terjadi perpecahan ikatan hidrogen tersebut. Akan tetapi, bentuk granula tetap dapat dipertahankan karena adanya ikatan kimia akibat reaksi ikatan silang yang membentuk jembatan antar molekul di dalam pati sehingga menghasilkan keutuhan yang cukup untuk menjaga bentuk granula yang sedang mengalami pembengkakan. Dengan demikian, reaksi ikatan silang ini dapat meminimalkan atau mencegah kehilangan viskositas (Wurzburg, 1989). Jika dibandingkan dengan pati yang tidak dimodifikasi, viskositas pati akan meningkat sampai mencapai puncak tertentu karena masih adanya ikatan hidrogen, meskipun dalam kondisi melemah akibat pemanasan. Akan tetapi, ketika pemanasan terjadi secara kontinyu, maka ikatan hidrogen yang menjaga bentuk granula akan bersama-sama pecah dan hancur dengan bentuk granula tersebut sehingga viskositas menjadi menurun (Wurzburg, 1989). Penambahan sodium sulfat atau sodium klorida sebelum pengkondisian ph basa pada modifikasi ikatan silang berfungsi menghambat pati tergelatinisasi secara awal. Mudahnya pati menjadi tergelatinisasi tersebut akibat kondisi ph yang terlalu basa sehingga mempercepat amilosa dan amilopektin keluar dari granula. Selain itu, bahan kimia tersebut berfungsi mempercepat reaksi fosforilasi (Woo dan Seib, 2002). 2. Modifikasi Fisik Modifikasi fisik merupakan perubahan karakteristik pati yang disebabkan perlakuan fisik, biasanya dikenal dengan pre-gelatinisasi. Alat yang umumnya digunakan dalam pre-gelatinisasi adalah spray dryer atau drum dryer sehingga dapat menghasilkan produk yang 12

29 mudah larut dalam air dingin (Langan, 1989). Produk pre-gelatinisasi ini biasanya digunakan untuk produk-produk yang menggunakan pati gel yang dibuat dalam basis instan. Nama lain pati pregelatinisasi adalah precooked starch, pregelled starch, instant starch, cold water starch, dan cold water swellable starch. Mekanisme dari pre-gelatinisasi sama prinsipnya dengan gelatinisasi. Akan tetapi, pre-gelatinisasi tersebut menyebabkan pati yang telah mengalami gelatinisasi terhidrasi. Sifat inilah yang menyebabkan pati pre-gelatinisasi dapat larut dalam air dingin. Pada proses gelatinisasi, granula pati akan mengembang dalam air panas atau hangat. Pembengkakan granula pati tersebut bersifat reversible jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi irreversible jika telah mencapai suhu gelatinisasi (Greenwood dan Munro, 1979). Mekanisme gelatinisasi pati, yaitu ketika suspensi pati dipanaskan, molekul-molekul air akan berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Dengan naiknya suhu suspensi pati dalam air, maka pembengkakan granula semakin besar. Hal ini disebabkan karena ikatan-ikatan hidrogen yang menahan molekul amilosa dan amilopektin semakin lemah (Hodge dan Osman, 1976). Pembengkakan tersebut bersifat reversible, artinya granula pati yang telah mengalami pembengkakan dapat kembali seperti kondisi semula. Jika pemanasan diteruskan, maka setelah mencapai suhu tertentu, maka sifat pembengkakan granula menjadi irreversible. Pada akhirnya, granula pati akan pecah sehingga molekul-molekul pati akan keluar terlepas dari granula masuk ke dalam sistem larutan. Proses itulah yang disebut gelatinisasi, sedangkan suhu dimana proses gelatinisasi berlangsung disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1984). Menurut Hodge dan Osman (1976), suhu gelatinisasi merupakan suatu kisaran karena granula dari tiap jenis pati memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi sehingga energi yang diperlukan untuk 13

30 pembengkakan granula juga berbeda. Selain itu, proses gelatinisasi juga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan seperti viskositas, peningkatan kejernihan pasta, larutnya molekul amilosa, dan hilangnya sifat birefringence pati. Menurut BeMiller dan Whistler (1996), ubi jalar memiliki suhu gelatinisasi sekitar o C. Suhu gelatinisasi ini berhubungan dengan sifat granula pati seperti diameter, densitas, dan jumlah senyawa yang diserap. Menurut Chiu et al. (1982), dalam membuat gel instan dari pati atau pati yang dapat membentuk gel hanya dengan mencampurkan air dingin, dapat menggunakan metode modifikasi gabungan antara hidrolisis asam dan ikatan silang dengan tambahan modifikasi fisik untuk membuat produk menjadi instan, yaitu dengan pre-gelatinisasi. Kombinasi tersebutlah yang digunakan dalam penelitian ini. Kombinasi antara modifikasi asam (metode hidrolisis asam) dan ikatan silang tersebut digunakan karena adanya hidrolisis asam dapat mengontrol jumlah amilosa yang keluar dari granula, sedangkan ikatan silang dapat menjaga bentuk granula tetap utuh agar tidak mudah kehilangan viskositas. Selain itu, ikatan silang dapat meningkatkan daya tahan granula akibat gesekan akibat tahap pre-gelatinisasi. Tepung bubur gel pati ubi jalar ini merupakan produk akhir yang diinginkan. Penyajian yang digunakan pada tepung bubur ini adalah dilakukan penambahan air panas dengan takaran tertentu selama beberapa menit (tergantung hasil penelitian) hingga dihasilkan penyerapan 100%. Penyajian berikutnya adalah penggunaan media pelengkap untuk bubur tersebut yang berupa cairan, yaitu dapat digunakan susu atau santan, dimana disesuaikan dengan selera. Adanya media susu atau santan yang digunakan dalam penyajiannya, maka tepung bubur instan ini diharapkan memiliki sifat yang minimum terhadap penyerapan akibat penambahan media tersebut sehingga tidak merusak tekstur gel yang telah terbentuk. 14

31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar putih varietas Sukuh yang diperoleh dari pasar tradisional yang berlokasi di Ciapus, Bogor. Bahan-bahan tambahan yang digunakan antara lain air, HCl pekat, H 2 SO 4 pekat, HNO 3 pekat, NaOH 10%, natrium sulfat (Na 2 SO 4 ), sodium tripolifosfat (Na 5 P 3 O 10 ), etanol 80%, larutan Pb asetat, pereaksi vanadat molibdat, larutan P 2 O 5, Na-oksalat anhidrat, larutan Luff-Schoorl, larutan Na-thiosulfat 0.1 N, indikator pati, kertas saring, ether, heksana, garam jenuh, air destilasi, dan air bebas ion. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah abrassive peeler, slicer, blender, kain batis, saringan 100 mesh, pompa vakum, oven, drum dryer, neraca analitik, hot plate, sealer, vortek, inkubator goyang, waterbath, sentrifus, tabung sentrifus, spektrofotometer, ph meter, texture analyzer TA-XT2i, strirer, serta alatalat untuk analisis kimia, analisis fisik, peralatan uji organoleptik, desikator, timbangan, alat-alat gelas, dan alat masak lainnya. B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan Pada tahap ini dilakukan ekstraksi pati ubi jalar melalui tahap pencucian, pengupasan, pengecilan ukuran, penyaringan, pengendapan, dan pengeringan. Tahapannya disajikan pada Gambar 2. Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah rendemen pati, efisiensi ekstraksi pati, derajat putih, kadar amilosa, suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat pembengkakan, kekerasan gel, bentuk granula pati, dan kadar fosfor. 15

32 Ubi jalar segar bersih (10 kg) Disortasi Dibersihkan (abrassive peeler;lampiran 1a) kotoran Dirajang (slicer;lampiran 1b) Air Diblender Lampiran 2 Disaring (kain batis) ampas Diendapkan 5 jam Pati ubi jalar basah Dikeringkan (oven 40 C) Pati ubi jalar kering Digiling Disaring dengan pengayak 100 mesh (Lampiran 1c) Pati ubi jalar ( 5.1 kg) Gambar 2. Proses pengolahan pati ubi jalar 2. Penelitian Utama a. Modifikasi Pati Modifikasi pati ubi jalar dilakukan dengan metode hidrolisis asam dan ikatan silang. Metode hidrolisis asam menggunakan asam klorida sebagai pereaksi, yaitu pada ph 2, ph 3, dan ph 4 dan dengan lama waktu reaksi 2 jam dan 4 jam, sedangkan metode ikatan silang menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) dengan konsentrasi 5% pada ph 9. Diagram alir tahapan modifikasi secara keseluruhan disajikan pada Gambar 3. Analisis yang dilakukan 16

33 terhadap pati termodifikasi kimia adalah kadar amilosa, suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat pembengkakan, dan kekerasan gel. Pati yang terpilih kemudian dimodifikasi fisik sehingga dihasilkan produk. Analisis yang dilakukan terhadap produk terpilih adalah kadar amilosa, suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat pembengkakan, kekerasan gel, dan uji organoleptik. Hasil terpilih dari uji organoleptik kemudian dilakukan analisis kadar amilosa, suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, derajat pembengkakan, kekerasan gel, proksimat, bentuk granula pati, dan kadar fosfor Pati ubi jalar Modifikasi asam Modifikasi ikatan silang Pemilihan pati berdasarkan kekerasan gel terbesar Modifikasi fisik Percampuran gula halus dan garam Produk Gambar 3. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi secara keseluruhan (Modifikasi Erungan, 1991) 17

34 (1) Modifikasi Asam Diagram alir tahapan modifikasi asam disajikan pada Gambar 4, dimana menggunakan asam pekat HCl 0.1 N. Variasi ph yang digunakan pada pati, yaitu pada ph 2, 3, dan 4 dengan masing-masing waktu inkubasi selama 2 jam dan 4 jam. Pati + air (1 : 3) Ditambahkan HCl 0.1 N sampai mencapai ph tertentu (ph 2, 3, 4) kemudian dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada suhu 35 C selama 2 dan 4 jam dengan kecepatan 200 rpm Dinetralkan dengan NaOH 5 % dan etanol 80 % dengan perbandingan 1 : 1 Disaring dengan pompa vakum Dicuci dengan air destilata sebanyak 1 x Dikeringkan dengan oven pada suhu 40 C Pati termodifikasi asam Gambar 4. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi asam (Modifikasi Erungan, 1991) 18

35 (2) Modifikasi Ikatan Silang Diagram alir tahapan modifikasi ikatan silang disajikan pada Gambar 5, dimana menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) sebanyak 5% ke dalam pati termodifikasi asam yang telah dikondisikan pada ph 9. Penambahan sodium sulfat sebelum pengkondisian ph 9 berfungsi menghambat pati tergelatinisasi secara awal. Pati termodifikasi asam Ditambahkan Na 2 SO 4 5% basis kering pati yang telah dilarutkan ke dalam air bebas ion (70 ml tiap 50 gram basis kering) Ditambahkan NaOH 10% sampai mencapai ph 9 Ditambahkan STPP (sodium tripolifosfat) 5% basis kering pati Dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada 25ºC selama 1 jam dengan kecepatan 200 rpm Dimasukkan ke dalam inkubator goyang pada 40ºC selama 3 jam dengan kecepatan 200 rpm Diatur ph menjadi 5.5 dengan HCl 0.1 N Dipompa vakum menggunakan kertas saring Whatman No. 01 dengan pembilasan air bebas ion sebanyak 5x Dikeringkan dengan oven pada suhu 40ºC Pati modifikasi asam terikat silang Gambar 5. Diagram alir modifikasi pati dengan metode ikatan silang menggunakan STPP (Wattanachant et al., 2003) 19

36 (3) Modifikasi Fisik Pati yang terpilih dari hasil modifikasi kimia kemudian dilanjutkan dengan tahapan modifikasi fisik. Diagram tahapan modifikasi fisik disajikan pada Gambar 6, dimana menggunakan drum dryer (Lampiran 12). Pati ubi jalar termodifikasi air Suspensi pati 10% Pregelatinisasi (drum dryer; 4 bar, 5 rpm) Digiling halus bersama gula halus dan garam (pati : gula halus : garam 3 : 1 : 0.1) Tepung pati termodifikasi termodifikasi instan ubi jalar Gambar 6. Diagram alir modifikasi fisik pembuatan tepung bubur gel instan dari pati ubi jalar (Kalogianni et al, 2002) 20

37 b. Perlakuan Pati termodifikasi asam diperoleh dari hasil modifikasi asam dengan menggunakan asam pekat HCl 0.1 N pada berbagai ph selama waktu inkubasi tertentu. Pati termodifikasi asam tersebut kemudian masing-masing dimodifikasi ikatan silang dengan menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat (STPP) 5% sehingga dihasilkan pati termodifikasi kimia sebagai berikut (Tabel 2) : Tabel 2. Kode sampel berdasarkan variasi perlakuan Kode Sampel Perlakuan A2B2S Pati termodifikasi asam ph 2 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang A2B4S Pati termodifikasi asam ph 2 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang A3B2S Pati termodifikasi asam ph 3 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang A3B4S Pati termodifikasi asam ph 3 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang A4B2S Pati termodifikasi asam ph 4 selama waktu inkubasi 2 jam dan terikat silang A4B4S Pati termodifikasi asam ph 4 selama waktu inkubasi 4 jam dan terikat silang S Pati terikat silang tanpa termodifikasi asam A0B0 Pati tanpa modifikasi C. METODE PENGAMATAN 1. Metode Pengamatan Pati Tanpa Modifikasi b. Rendemen Pati Rendemen pati ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan bobot kering pati yang diperoleh terhadap bobot umbi segar tanpa kulit (bobot bersih). Perhitungan rendemen dihitung dengan menggunakan rumus : Rendemen pati (%) = a x 100% b 21

38 Keterangan : a = bobot kering pati ubi jalar b = bobot umbi ubi jalar bersih c. Efisiensi Ekstraksi Pati Efisiensi ekstraksi pati dihitung berdasarkan perbandingan rendemen pati yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap kadar pati di dalam umbi. Efisiensi ekstraksi pati dihitung dengan menggunakan rumus : Efisiensi ekstraksi pati (%) = a x 100% b Keterangan : a = rendemen pati hasil penelitian b = kadar pati di dalam umbi d. Derajat Putih metode Whiteness Meter Derajat putih diukur dengan menggunakan alat Whitenessmeter. Pada alat ini dibandingkan derajat putih contoh dengan derajat putih standar (MgO) yang bernilai 100%. Skala terkecil dari Whitenesssmeter adalah 0% (sama dengan warna hitam) dan skala terbesar adalah 100% (sama dengan warna putih dari standar MgO). Pembacaan derajat putih contoh dapat dilihat langsung pada skala yang terdapat pada Whitenessmeter. Derajat putih dari contoh yang diukur mempunyai nilai 0-100%. e. Analisis Kadar Pati (Apriyantono et al., 1989) Pati tanpa modifikasi sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml kemudian ditambahkan 50 ml akuades lalu diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci 22

39 dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang. Pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci dengan 10 ml eter untuk menghilangkan lemak pada pati. Eter dibiarkan menguap dari residu kemudian dicuci dengan alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml akuades dan tambahkan 20 ml HCl ± 25 % (bobot jenis 1.125), erlenmeyer ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air mendidih selama 2.5 jam. Setelah dingin, larutan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml lalu disaring. Kadar gula dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh berdasarkan tabel Luff-Schroorl (Tabel 3). Kadar glukosa dikalikan 0.9 merupakan kadar pati. Tabel 3. Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam suatu bahan dengan metode Luff-Schoorl ml 0.1 N Nathiosulfat Glukosa, fruktosa, gula invert mg C 6 H 12 O 6 ml 0.1 N Nathiosulfat Glukosa, fruktosa, gula invert mg C 6 H 12 O

40 2. Metode Pengamatan Pati Termodifikasi dan Tanpa Modifikasi a. Penentuan Suhu Gelatinisasi dan Viskositas (Metode Brabender) Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas pati ditentukan dengan metode Brabender Amylograph. Alat Brabender Amylograph dapat dilihat pada Gambar 7. Air destilata sebanyak 450 ml dimasukkan ke dalam 45 gram sampel di dalam gelas piala. Suspensi dimasukkan ke dalam wadah amilograf. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam wadah dengan cara menaikkan head amilograph. Suhu awal termoregulator diatur pada suhu 20 C. Switch pengatur suhu harus pada posisi nol. Switch pengatur diatur pada posisi bawah (97 C) sehingga jika masih hidup, suhu akan meningkat 1,5 C tiap 1 menit. Mesin amilograf dihidupkan sehingga wadah akan berputar. Setelah suspensi mencapai suhu 30 C, pena pencatat diatur pada skala kertas. Setelah pasta mencapai suhu 95 C, pena akan terus bergerak sampai mencapai suhu dan viskositas maksimum. Gambar 7. Brabender Amylograph b. Derajat Pembengkakan (Sasaki dan Matsuki., 1998) Sampel sebanyak 0.2 gram basis kering ditimbang dalam tabung sentrifus yang telah ditimbang kemudian ditambahkan 5 ml air destilata. Tabung sentrifus divortek kemudian dimasukkan ke dalam waterbath goyang pada suhu 40 C, 50 C, 60 C, 70 C, 80 C, dan 90 C selama 30 menit serta 100 C selama 1 jam. Tabung kemudian didinginkan secepatnya dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk kemudian dibuang. 24

41 Endapan yang terbentuk kemudian ditimbang. Derajat pembengkakan dihitung dengan menggunakan rumus : Derajat pembengkakan (g/g basis kering) = W2-W1 W Keterangan : W2 = bobot tabung sentrifus setelah supernatan sudah dibuang (gram) W1 = bobot tabung sentrifus dalam keadaan kering (gram) W = bobot pati yang dimasukkan ke dalam tabung sentrifus (gram basis kering) c. Analisis Kadar Amilosa (Aliawati, 2003) Standarisasi Amilosa Amilosa murni 40 mg dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1N. Larutan dibiarkan selama 23 jam pada suhu kamar atau dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100 C selama 10 menit. Larutan kemudian dipipet dalam labu takar 100 ml dengan perlakuan seperti tercantum pada Tabel 4. Masing-masing larutan ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml I2 2% lalu diencerkan sampai volume 10 ml. Absorban diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada gelombang 620 nm dengan rumus : Abs rata-rata per1 ppm : a/2 + b/4 + c/6 + d/8 + e/12 + f/ kadar air 25

42 Tabel 4. Cara pembuatan standar amilosa Larutan (ml) Konsentrasi Absorban Absorban (ppm) 1 ppm A a/ B b/ C c/ D d/ E e/ F f/16 Penentuan Kadar Amilosa Sampel Sampel pati 100 mg dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1N. Larutan dibiarkan selama 23 jam pada suhu kamar atau dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100 C selama 10 menit dan didinginkan selama 1 jam. Larutan diencerkan dengan air suling menjadi 100 ml kemudian sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang berisi 60 ml air dan sebanyak 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml I 2 2 % ditambahkan dan diencerkan sampai volume 100 ml. Larutan dikocok dan didiamkan selama 20 menit kemudian diukur absorbannya pada gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus : Kadar amilosa (%) = A 620 x f.k x 100 x 100% 100-k.a Dimana f.k = 1 Abs 1 ppm x 50 Keterangan : A 620 = absorban contoh k.a = kadar air f.k = faktor konversi 26

43 d. Bentuk Granula Pati (metode mikroskopik) Satu tetes suspensi pati ubi jalar diletakkan pada gelas objek. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan kamera (Olympus C-35 A, Tokyo, Japan). f. Kekerasan Gel (Anonim a, 2005) Kekerasan gel pati ubi jalar menggunakan Texture Analyzer (TA- XT2i) dengan jenis probe jenis cylinder delrin ukuran ½ inchi. Perangkat alat Texture Analyzer (TA-XT2i) yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Texture Analyzer TA-XT2i 2. Metode Pengamatan Produk a. Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995) Sejumlah sampel (kurang lebih 5g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 o C hingga diperoleh bobot yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus : c ( a b) Kadar air (wet basis) (%) = x100% c c ( a b) Kadar air (dry basis) (%) = x100% a b 27

44 Keterangan : a = bobot cawan dan sampel akhir (g), b = bobot cawan (g), c = bobot sampel awal (g) b. Kadar Abu (AOAC, 1995) Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu o C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu o C selama 4 6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Kadar abu dhitung dengan menggunakan rumus: berat abu ( g) Kadar abu (%) = x100% berat sampel ( g) c. Kadar Protein (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml kemudian ditambahkan 1.9 gram K 2 SO 4, 40 mg HgO, dan 2 ml H 2 SO 4. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian biru metilen 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H 3 BO 3. ditambah larutan NaOH-Na2SO3 sebanyak 8-10 ml kemudian didestilasi dalan erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai 28

45 terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protain dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar N (%) = (ml HCl ml blanko) x N HCl x x 100 mg sampel Kadar protein (%) = % N x faktor konversi (6.25) d. Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu ºC kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana. Refluks dilakukan minimum selama 5 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak kemudian didestilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100ºC hingga beratnya konstan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan mengggunakan rumus : Kadar lemak (%) = berat lemak (gram) x 100% berat sampel (gram) e. Kadar Karbohidrat by difference (AOAC, 1995) Kadar karbohidrat dengan metode by difference merupakan penentuan kadar karbohidrat bahan makanan secara kasar dimana bukan berdasarkan analisis, melainkan melalui perhitungan. Kadar karbohidrat tersebut diperoleh berdasarkan rumus : Kadar karbohidrat (%) = 100%- %( protein + lemak + abu + air) 29

46 f. Bentuk Granula Pati (metode mikroskopik) Satu tetes suspensi pati ubi jalar diletakkan pada gelas objek. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan kamera (Olympus C-35 A, Tokyo, Japan). g. Penentuan Kadar Fosfor (Apriyantono et al., 1989) Pembuatan kurva standar Larutan fosfat standar masing-masing 0.00, 1.25, 2.50, 5.00, 7.50 ml dimasukkan ke dalam satu seri labu takar 100 ml. Masing-masing aliquot diencerkan sampai volume ml dengan akuades. Sebanyak 25 ml pereaksi vanadat-molibdat ditambahkan ke dalam masing-masing labu takar dan diencerkan sampai volume 100 ml dengan akuades. Larutan didiamkan selama 10 menit kemudian absorbansi masingmasing larutan di dalam kuvet gelas diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Masing-masing larutan tersebut mengandung 0, 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 mg P 2 O 5 / 100 ml. Kurva absorbansi vs mg P 2 O 5 /100 ml kemudian dibuat. Persiapan sampel Sebanyak 10 ml HCl 5M ditambahkan pada sejumlah abu dari pengabuan kering. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman No. 1 dan filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Cawan dibilas dengan akuades kemudian air pembilas yang telah disaring dicampurkan dengan filtrat di dalam labu takar. Endapan dicuci dengan kertas saring sebanyak 2x dengan 20 ml akuades. Filtrat diencerkan sampai tanda tera. Penetapan sampel Sebanyak 10 ml larutan yang diperoleh dari persiapan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat ditambahkan dan kemudian 30

47 diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan didiamkan selama 10 menit kemudian absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor dari kurva standar berdasarkan absorbansi yang terbaca kemudian dicatat. Kadar fosfor dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar fosfor (%) = mg fosfor sampel x total vol lar abu x 100% vol lar abu yang digunakan x berat sampel(mg) h. Derajat Substitusi (Chang dan Lii, 1992) Banyaknya ikatan silang yang terjadi dapat ditentukan dengan mengetahui besarnya derajat substitusi (DS). Derajat substitusi dihitung dengan rumus : Derajat substitusi (DS) = 162 P P dimana P adalah kadar fosfor i. Uji Organoleptik Analisis organoleptik dilakukan kepada 30 orang panelis tidak terlatih terhadap produk bubur gel ubi jalar. Analisis organoleptik meliputi uji hedonik dan uji ranking. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk tersebut, sedangkan uji ranking untuk mengetahui formulasi mana yang paling disukai. Parameter yang diujikan untuk uji hedonik adalah citarasa, tekstur, dan overall dengan menggunakan lima skala (1 = sangat tidak suka; 5 = sangat suka). Uji ranking dilakukan dengan pemberian ranking pada produk. Ranking 1 menunjukkan produk yang paling disukai. Data uji hedonik yang diperoleh kemudian dianalisa secara statistik dengan program komputer statistik untuk uji keragaman atau ANOVA. Jika sampel yang dianalisis berbeda nyata, kemudian 31

48 dilanjutkan dengan uji Duncan (SPSS 11.5). Data uji ranking yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan menggunakan Friedman test yang dilanjutkan dengan uji lanjut LSD (SPSS 11.5). j. Penentuan Umur Simpan Penentuan umur simpan pada tepung bubur gel instan dari pati ubi jalar dilakukan dengan penentuan kurva sorpsi isothermis, penentuan kadar air kritis, dan pengukuran umur simpan. Penentuan kurva sorpsi isothermis dilakukan dengan penyimpanan di dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan garam jenuh yang sesuai pada 8 level RH (Tabel 4) yang berbeda sampai mengalami kerusakan. Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis (Spies dan Wolf, 1987) Sampel sebanyak 5 gram diletakkan pada cawan aluminium lalu dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan larutan garam jenuh yang sesuai. Nilai RH dan Aw dari masing-masing larutan garam jenuh yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai RH dan Aw dari larutan garam jenuh yang digunakan (suhu 30 o C) Larutan Garam Jenuh RH (%) Aw NaOH KF K 2 CO NaBr KI NaCl NaI K 2 SO Sumber : Syarief dan Halid (1993) 32

49 Desikator kemudian disimpan pada suhu 30 o C (konstan). Contoh ditimbang secara periodik hingga beratnya konstan dengan selang penimbangan satu hari. Contoh yang telah mencapai berat konstan lalu diukur kadar air dan aktivitas air kesetimbangan maka dapat dibuat kurva sorpsi isothermisnya. Penentuan Kadar Air Kritis Penentuan kadar air kritis dilakukan dengan meletakkan sampel ke dalam desikator yang telah dijenuhkan garam jenuh KNO 3 dengan RH 93.00%. Parameter yang diamati yaitu pada saat sampel mulai menggumpal kemudian diukur kadar air kritisnya. Pengukuran Umur Simpan (Labuza, 1982) Data-data yang dibutuhkan untuk menentukan umur simpan produk pada suatu suhu dan RH tertentu adalah kadar air awal (mi), kadar air kritis (mc), kadar air kesetimbangan (me), permeabilitas uap air kemasan (k/x), berat kering produk (Ws), luas permukaan kemasan (A), tekanan uap air jenuh (Po) dan kemiringan/slope kurva sorpsi isotermis (b). Kemudian dari nilai-nilai di atas umur simpan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : me mi ln me mc gain θ = k A Po x Ws b Keterangan : θgain : waktu perkiraan umur simpan (hari) me : kadar air kesetimbangan (%bk) mi : kadar air awal (%bk) mc : kadar air kritis (%bk) Ws : berat kering bahan (g) A : luas permukaan kemasan (m2) k/x : permeabilitas uap air kemasan (g/m2/hari/mmhg) Po : tekanan uap jenuh (mmhg) b : slope kurva sorpsi isotermis 33

50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI PATI UBI JALAR Ubi jalar putih varietas Sukuh yang digunakan pada penelitian ini memiliki umur panen berkisar empat bulan. Penampakan ubi jalar putih varietas Sukuh segar dapat dilihat pada Gambar 9. (a) (b) Gambar 9. (a) Ubi jalar putih varietas Sukuh sebelum dicuci dan dikupas; (b) Ubi jalar putih varietas Sukuh setelah dicuci dan dikupas Hasil rendemen yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Rendemen pati ubi jalar dihitung berdasarkan bobot pati (bobot kering) per bobot ubi jalar segar bersih. Tabel 6 menunjukkan rata-rata rendemen pati sebesar 12.64%. Efisiensi ekstraksi pati dihitung berdasarkan rata-rata rendemen pati dari penelitian ini per rendemen pati berdasarkan SNI tentang ubi jalar yaitu sebesar 25% sehingga dihasilkan efisiensi ekstraksi pati sebesar 51%. Tabel 6. Hasil rendemen pati ubi jalar putih Berat bersih (kg) Kadar air pati berat kering Berat pati (kg) Berat kering pati (kg) Rendemen (%) (%) Rata-rata : Efisiensi ekstraksi pati : (12.64/25) x 100% = 51% 34

51 B. KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR Pati ubi jalar yang telah dihasilkan yang belum dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan yang sudah dikeringkan dan siap dihaluskan dapat dilihat pada Gambar 11 dengan derajat putih pati sebesar 85.7%. Standar mutu pati ubi jalar di Indonesia terhadap derajat putih ini memang belum ada, tetapi jika dibandingkan dengan standar mutu tapioka (pati ubi kayu) berdasarkan SNI , yaitu sebesar 94.5% untuk mutu I dan 92% untuk mutu II. Secara visual, pati ubi jalar yang dihasilkan memang memiliki warna putih kecoklatan. Gambar 10. Pati ubi jalar basah hasil pengendapan yang siap dikeringkan Gambar 11. Pati ubi jalar kering yang siap dihaluskan Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak (Banks dan Greenwood, 1975). Dengan demikian, pati yang diperoleh melalui ekstraksi pati belum merupakan pati murni sehingga masih mengandung material antara. Oleh karena itu, dilakukan analisis kadar pati. Berdasarkan hasil 35

52 analisis tersebut, kadar pati murni dari pati ubi jalar putih yang dihasilkan sebesar 81% dengan kadar amilosa sebesar 14.1%. Gambar 12 menunjukkan grafik suhu gelatinisasi dan viskositas pati ubi jalar putih tanpa modifikasi dengan menggunakan Brabender Amylograph. Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh suhu awal gelatinisasi sebesar 75 C, suhu puncak gelatinisasi sebesar 82 C, dan viskositas maksimumnya sebesar 710 BU. Setelah mencapai suhu puncak gelatinisasi, viskositas pati menurun sehingga grafiknya menurun. Viskositas pati tersebut menurun setelah mencapai viskositas puncak saat pengaturan suhu 95 C pada Brabender Amylograph karena ikatan hidrogen pada granula pati melemah sehingga granula yang telah mengembang bersama-sama dengan ikatan hidrogen menjadi pecah dan hancur menyebabkan air yang semula berada di dalam granula pati ikut keluar mengakibatkan viskositas menjadi menurun (Wurzburg, 1989). Gambar 12. Hasil grafik Brabender Amylograph pati tanpa modifikasi C. MODIFIKASI KIMIA Hidrolisis asam merupakan tahap modifikasi awal yang dilakukan sebelum modifikasi ikatan silang. Hal ini dikarenakan pati yang telah terikat silang memiliki granula yang tahan terhadap kondisi asam, sedangkan hidrolisis asam tersebut berfungsi mengontrol jumlah amilosa yang keluar dari 36

53 granula agar menghasilkan tingkat gel yang lebih baik (Anonim, 2005). Dengan adanya ikatan silang, dapat menjaga bentuk granula tetap utuh agar tidak mudah kehilangan viskositas akibat pecahnya granula. Selain itu, ikatan silang dapat meningkatkan daya tahan granula akibat gesekan pada tahap pregelatinisasi. Hasilnya dapat dilihat pada uji viskositas melalui grafik Brabender Amylograph, dapat dilihat pada Gambar 13 yang menunjukkan bahwa grafik pati tanpa modifikasi memiliki puncak gelatinisasi yang tidak stabil, sedangkan pati yang termodifikasi kimia memiliki puncak gelatinisasi yang stabil. Pati tanpa modifikasi memiliki viskositas maksimum yang menurun setelah mencapai puncak gelatinisasi, sedangkan pati yang termodifikasi kimia memiliki viskositas maksimum yang stabil. Keterangan : 22 S = A2B2S, 24 S = A2B4S, 32 S = A3B2S, 34 S = A3B4S, 42 S = A4B2S, 44 S = A4B4S, S = S, NS = A0B0 Gambar 13. Grafik Brabender Amylograph pati termodifikasi dan tanpa modifikasi yang menunjukkan kisaran suhu gelatinisasi dan viskositas maksimum Hidrolisis asam pada penelitian ini menggunakan asam kuat HCl sebagai pereaksinya. Modifikasi asam ini dapat mengubah sifat fisik dan kimia pati tanpa merusak struktur granula pati tersebut (Wang et al., 2003). Reaksi 37

54 tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi asam, waktu reaksi, dan suhu (Wang et al., 2003). Konsentrasi HCl yang digunakan dalam modifikasi ini adalah 0.1 N karena dalam pembentukan gel dengan tingkat kekerasan yang tinggi, dibutuhkan hidrolisis asam menggunakan asam kuat dengan konsentrasi yang lemah. Menurut penelitian Wang et al. (2003), pati tanpa modifikasi memiliki kekerasan gel jauh lebih rendah dibandingkan pati yang dihidrolisis asam. Namun, jika konsentrasi asam yang digunakan terlalu tinggi, maka kekerasan gel yang dihasilkan semakin rendah. Kekerasan gel yang menurun tersebut akibat rendahnya jumlah molekul amilosa yang memiliki berat molekul besar. Berdasarkan penelitiannya, kekerasan gel pati jagung yang menggunakan HCl 1 N sebesar 776 gf, dengan HCl 0.06 N sebesar 1089 gf, sedangkan pati tanpa modifikasi sebesar 472 gf. Setelah perlakuan modifikasi asam, maka dilakukan modifikasi ikatan silang untuk setiap variasi perlakuan dimana menggunakan pereaksi kimia sodium tripolifosfat (STPP) sebagai pereaksi kimia ikatan silang karena pereaksi ini lebih mudah diperoleh dibandingkan sodium trimetafosfat (STMP). Selain itu, STPP lebih murah dibandingkan STMP. Menurut Muhammad et al. (1999), hasil terbaik dari pati yang dimodifikasi dengan menggunakan kedua pereaksi tersebut adalah campuran STMP dan STPP dibandingkan kedua pereaksi tersebut digunakan secara masing-masing. Sifat pati terikat silang dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi pereaksi kimia, kondisi reaksi seperti variasi ph, temperatur, dan kecepatan pengadukan (Wurzburg, 1989). Pati yang telah dimodifikasi secara kimia kemudian dianalisa kadar amilosa, kekerasan gel, suhu gelatinisasi, viskositas maksimum, dan derajat pembengkakan. 1) Kadar Amilosa Pengujian kadar amilosa ini didasarkan pada terjadinya hidrolisis pati oleh asam pada saat modifikasi asam menggunakan HCl 0.1N. Molekul yang terhidrolisis adalah molekul amilosa dan amilopektin, dimana HCl memotong secara acak rantai pada amilosa dan amilopektin yang memiliki berat molekul besar sehingga menghasilkan rantai-rantai 38

55 yang lebih pendek, yaitu memiliki berat molekul yang lebih kecil (French, 1984). Menurut Osman (1972), percabangan amilopektin akan mencegah terjadinya ikatan intermolekuler yang diperlukan untuk pembentukan gel, sedangkan amilosa mempermudah dalam pembentukan ikatan intermolekuler menjadi struktur jaringan tiga dimensi pada konsentrasi rendah. Potongan yang memiliki berat molekul kecil akibat hidrolisis pati dapat memudahkan penggabungan dari rantai molekul linier (amilosa) sehingga mempermudah dalam pembentukan gel (French, 1984). Penggabungan tersebut akan menghasilkan gel pati melalui pembentukan jaringan tiga dimensi dari molekul pati akibat tarik-menarik antara rantai lurus dari amilosa dan antara molekul dengan ikatan hidrogen dari molekul air (Meyer, 1973). Pernyataan tersebutlah yang juga mendasari dilakukannya penentuan kadar amilosa. Pada penelitian ini dilakukan penentuan kadar amilosa setelah perlakuan modifikasi asam dan modifikasi ikatan silang serta dilakukan juga penentuan kadar amilosa untuk pati terikat silang tanpa termodifikasi asam (S) dan pati tanpa modifikasi (A0B0) sebagai perbandingan sebanyak dua kali ulangan. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 14 dimana pati tanpa modifikasi (A0B0) dan pati terikat silang tanpa modifikasi asam (S) memiliki kadar amilosa yang lebih rendah dibandingkan yang dimodifikasi asam, yaitu sebesar 14.1% pada A0B0 dan 21.7% pada S. Berdasarkan hasil uji ANOVA (Lampiran 4), terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara kadar amilosa pati terikat silang termodifikasi asam dengan tanpa termodifikasi asam dan pati tanpa modifikasi pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini terjadi karena adanya asam yang menghidrolisis sebagian amilopektin menjadi amilosa. Pernyataan ini didukung oleh Kerr (1950) diacu dalam Wurzburg (1989) bahwa amilopektin lebih mudah terhidrolisis dibandingkan amilosa sehingga sampel yang telah dimodifikasi asam mengalami peningkatan kadar amilosa. 39

56 Gambar 14 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan kadar amilosa terhadap peningkatan ph dan waktu inkubasi, ditunjukkan dengan adanya perbedaan nyata (p<0.05) dari hasil uji ANOVA. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya beberapa bagian amilosa terhidrolisis menjadi gula akibat pengaruh ph yang terlalu rendah dan waktu inkubasi yang semakin lama menyebabkan fragmen linier amilopektin menjadi terpisahpisah menjadi amilosa. Berdasarkan klasifikasi dari IRRI (International Rice Research Institute), kadar amilosa bahan berpati digolongkan menjadi tiga, yaitu amilosa rendah (<20%), amilosa sedang (20-25%), dan amilosa tinggi (>25%). Dengan demikian, berdasarkan hasil kadar amilosa, pati tanpa modifikasi termasuk golongan amilosa rendah, pati terikat silang tanpa modifikasi asam termasuk golongan amilosa sedang, dan pati terikat silang termodifikasi asam termasuk golongan amilosa tinggi. Kadar amilosa (%bk) A2B2S A2B4S A3B2S A3B4S A4B2S Sampel A4B4S S A0B0 Gambar 14. Kadar amilosa pati termodifikasi dan pati tanpa modifikasi 2) Kekerasan Gel Kekuatan gel dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu pengukuran kekerasan gel dan daya pecah gel (Malz, 1961). Kekerasan gel merupakan besarnya beban untuk melakukan deformasi gel sebelum terjadi 40

57 pemecahan gel atau kerusakan gel. Semakin besar kekerasan gel, maka gel semakin sulit melakukan deformasi. Daya pecah gel merupakan batas elastisitas gel atau besarnya daya tahan gel terhadap deformasi (Elliason, 1986). Pada penelitian ini hanya dilakukan pengukuran kekuatan gel dalam hal kekerasan saja karena produk bubur gel ini bukanlah berbentuk gel seperti agar-agar. Berdasarkan penelitian Wang et al. (2003), kekerasan gel paling rendah terjadi pada pati termodifikasi asam yang memiliki molekul amilosa dengan berat molekul besar berada dalam jumlah rendah. Rendahnya berat molekul besar diakibatkan terhidrolisisnya sebagian amilosa yang memiliki berat molekul besar oleh asam yang terlalu tinggi konsentrasinya sehingga menghasilkan amilosa dengan berat molekul yang lebih kecil. Selain itu, sebagian amilopektin juga ikut terhidrolisis menjadi amilosa. Dengan demikian, kadar amilosa yang diperoleh terdiri dari molekul dengan berat molekul besar dan berat molekul kecil, hanya bervariasi dalam proporsinya. Hal inilah yang menjadi alasan bervariasinya kekerasan gel (Gambar 15) pada pati yang memiliki kadar amilosa relatif sama (Gambar 14). Konsentrasi yang digunakan dalam pengukuran kekerasan gel tersebut sebesar 12% karena menurut Erungan (1991), pada konsentrasi pati termodifikasi asam 12%, kekerasan gel meningkat dengan meningkatnya waktu inkubasi, sedangkan pada konsentrasi 15% dan 18%, kekerasan gel akan menurun dengan meningkatnya waktu inkubasi. Pengujian kekerasan gel dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer-XT2i. Gambar 15 menunjukkan bahwa kekerasan gel pati meningkat pada ph 2, dibuktikan berdasarkan uji ANOVA (Lampiran 5), yaitu terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara pati termodifikasi asam ph 2 dengan pati lainnya pada taraf kepercayaan 95%. Gambar 15 juga menunjukkan adanya kecenderungan kekerasan gel semakin meningkat dengan semakin menurunnya ph dan meningkatnya waktu inkubasi pada modifikasi asam. Hasil tersebut diperkuat oleh penelitian Erungan (1991), dimana semakin 41

58 rendah ph, maka semakin tinggi kekerasan gelnya pada suhu inkubasi 35ºC. Hal ini terjadi akibat terpisahnya fragmen linier amilopektin selama perlakuan hidrolisa sehingga fragmen-fragmen tersebut saling berjajar antar sisi untuk membuat kristal dengan ikatan antar rantai yang kuat. Penggabungan tersebut akan menghasilkan gel pati melalui pembentukan jaringan tiga dimensi dari molekul pati akibat tarik-menarik antara rantai linier dan antara molekul dengan ikatan hidrogen dari molekul air (Meyer, 1973). Pemilihan pati yang dimodifikasi fisik ditentukan berdasarkan kekerasan gel, dimana memiliki kekerasan gel di atas 50gf. Pemilihan tersebut berdasarkan penampakan gel yang dapat dilihat pada Gambar 16. Kekerasan gel (gram force) A2B2S A2B4S A3B2S A3B4S A4B2S Sampel A4B4S S A0B0 Gambar 15. Kekerasan gel pati termodifikasi dan tanpa modifikasi (a) (b) Gambar 16. (a) Penampakan gel dengan kekerasan gel di bawah 50gf (b) Penampakan gel dengan kekerasan gel di atas 50gf 42

59 3) Suhu Gelatinisasi dan Viskositas Berdasarkan Gambar 17, suhu awal gelatinisasi pati tanpa modifikasi (A0B0) maupun pati yang termodifikasi tidak terlihat selisih yang begitu jauh, yaitu memiliki kisaran 75 C-81 C. Namun, hasil uji ANOVA (Lampiran 6a) menunjukkan bahwa suhu awal gelatinisasi pati A0B0 berbeda nyata (p<0.05) pada taraf kepercayaan 95% dengan pati termodifikasi kimia, kecuali pada pati A4B4S. Selain itu, kenaikan suhu awal gelatinisasi terjadi pada perlakuan ph 3 (2 jam dan 4 jam) berdasarkan hasil ANOVA. Suhu puncak gelatinisasi antara pati tanpa modifikasi (A0B0) dan pati termodifikasi terlihat jelas, dimana pati tanpa modifikasi (A0B0) memiliki suhu puncak gelatinisasi sebesar 82 C, sedangkan pati yang termodifikasi memiliki suhu puncak gelatinisasi sebesar 87 C-99 C. Lampiran 6b menunjukkan pati A0B0 memiliki perbedaan nyata dengan suhu puncak gelatinisasi pati termodifikasi kimia (p<0.05) pada taraf kepercayaan 95%. Begitupula yang terjadi antara pati termodifikasi kimia, dimana ada yang berbeda nyata dan tidak berbeda nyata (Lampiran 6b). Dengan adanya perlakuan ikatan silang, maka suhu puncak gelatinisasi pati menjadi semakin meningkat karena sulitnya granula tersebut pecah. Suhu (oc) Suhu Awal Gelatinisasi Suhu Puncak Gelatinisasi 0 A2B2S A2B4S A3B2S A3B4S A4B2S A4B4S S A0B0 Sampel Gambar 17. Suhu awal gelatinisasi dari pati ubi jalar putih yang telah dimodifikasi asam dan ikatan silang 43

60 Begitupula yang terlihat dari viskositas maksimum antara pati yang termodifikasi dengan yang tidak dimodifikasi. Pati yang tidak dimodifikasi (A0B0) memiliki viskositas paling rendah jika dibandingkan dengan yang dimodifikasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Anonim b (2005) yang menyatakan bahwa efek utama dari reaksi ikatan silang adalah peningkatan suhu gelatinisasi, perubahan viskositas, perubahan karakter dari larutan pati, dan penurunan kesensitifitas dari adanya tekanan. Besar viskositas maksimum antara pati yang termodifikasi dengan berbagai perlakuan memiliki variasi tingkat viskositas. Tingkat kekerasan gel diduga ada kaitannya dengan viskositas maksimum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pati yang memiliki kekerasan gel tinggi, cenderung memiliki viskositas maksimum tinggi, tetapi tidak sebaliknya karena viskositas maksimum yang tinggi belum tentu selalu berbentuk gel. Gambar 18 menunjukkan bahwa lama waktu inkubasi berpengaruh terhadap viskositas maksimum, dimana waktu inkubasi 2 jam memiliki viskositas maksimum yang lebih rendah dibandingkan dengan waktu inkubasi 4 jam. Hal ini menunjukkan dengan semakin lama waktu inkubasi, maka viskositas maksimum semakin meningkat akibat semakin banyaknya cabang amilopektin yang terhidrolisis menjadi amilosa sehingga menyebabkan kekerasan gel yang juga semakin meningkat, tentunya karena adanya amilosa dengan berat molekul yang tinggi dalam jumlah yang banyak. Variasi ph juga mempengaruhi viskositas maksimum, tetapi berkaitan dengan kesinergisan antara ph pada modifikasi asam dengan reaksi ikatan silang yang terjadi. Hasil maksimum dari kesinergisan tersebut terjadi pada ph 2 yang memiliki nilai Brabender Unit (BU) terbesar. Berdasarkan Gambar 12, kekerasan gel terbesar adalah pati A2B2S dan pati A2B4S. Kedua pati tersebut juga memiliki viskositas maksimum yang paling tinggi diantara pati termodifikasi asam terikat silang, yaitu masing-masing sebesar 1420 BU dan 1510 BU (p<0.05;lampiran 7). Jika dibandingkan dengan viskositas maksimum seluruh pati, pati S memiliki 44

61 viskositas maksimum yang lebih tinggi dari pati A2B2S, tetapi tidak memiliki kekerasan gel yang tinggi, yaitu hanya sebesar 35.2gf. Oleh karena itu, pati S tidak dipilih untuk perlakuan selanjutnya, yaitu pregelatinisasi. Viskositas maksimum (BU) A2B2S A2B4S A3B2S A3B4S A4B2S Sampel A4B4S S A0B0 Gambar 18. Viskositas maksimum pati termodifikasi dan tanpa modifikasi Gambar 13 menunjukkan bahwa pati yang mengalami ikatan silang memiliki viskositas yang lebih stabil setelah terjadinya peningkatan grafik gelatinisasi. Peningkatan grafik tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya ikatan silang, viskositas pati akan terus meningkat dan bertahan sehingga tidak mengalami penurunan viskositas. Titik dimana grafik mulai stabil inilah yang menjadi dasar dari penentuan suhu puncak gelatinisasi dan viskositas maksimum. Lain halnya pada pati tanpa modifikasi (A0B0) yang memiliki grafik turun secara drastis setelah mencapai suhu puncak gelatinisasi. 4) Derajat Pembengkakan Derajat pembengkakan adalah berat endapan granula yang membengkak setiap gram pati kering (Sasaki dan Matsuki, 1998). Berdasarkan Gambar 19, pati tanpa modifikasi (A0B0) memiliki penurunan derajat pembengkakan pada suhu 100 C. Hal ini dikarenakan 45

62 setelah mencapai suhu gelatinisasi, maka pati alami akan menurun viskositasnya akibat pemanasan yang kontinyu diatas suhu gelatinisasi sehingga ikatan hidrogen yang menjaga bentuk granula yang sudah mengembang akan bersama-sama pecah dan hancur yang mengakibatkan viskositas menjadi menurun (Wurzburg, 1989). Pati terikat silang termodifikasi asam dan pati terikat silang memiliki peningkatan derajat pembengkakan sampai suhu mencapai 100 C. Hal ini terjadi akibat terjadinya ikatan silang, yaitu jembatan antara molekul yang membentuk jaringan makromolekul yang kaku dan kuat, menyebabkan struktur granula pati sulit dirusak sehingga air di dalam granula tetap terjaga di dalam granula. Akan tetapi, pada suhu di bawah 100 C, pati terikat silang termodifikasi asam memiliki derajat pembengkakan yang lebih rendah dibandingkan pati tanpa modifikasi (A0B0). Menurut Swinkels (1985), granula yang termodifikasi asam memiliki derajat pembengkakan lebih rendah dibandingkan pati tanpa modifikasi akibat terhidrolisisnya daerah amorf yang rentan akan asam sehingga daerah amorf yang bersifat mudah menyerap air tersebut tidak berfungsi dengan baik dalam menyerap air. Oleh karena itu, pati terikat silang tanpa termodifikasi asam tetap memiliki derajat pembengkakan lebih tinggi dibandingkan pati terikat silang termodifikasi asam pada suhu di bawah 100 C. Pati terikat silang tanpa termodifikasi asam memiliki derajat pembengkakan lebih tinggi dibandingkan pati tanpa modifikasi akibat air yang memasuki daerah amorf sulit untuk keluar lagi karena adanya jembatan ikat silang antara molekul di dalam pati dengan fosfor yang dapat mempertahankan struktur granula meskipun dalam suhu yang semakin meningkat. Namun, derajat pembengkakan yang tinggi bukan berarti memiliki tingkat kekerasan gel yang tinggi, melainkan memiliki tingkat kekerasan gel yang rendah. Hal ini disebabkan dengan semakin banyaknya air yang diserap, maka gel pun menjadi lebih encer. 46

63 derajat pembengkakan (g/g basis kering) suhu ( o C) A2B2S A2B4S A3B2S A3B4S A4B2S A4B4S S A0B0 Gambar 19. Grafik derajat pembengkakan ( g/g basis kering) pati modifikasi dan tanpa modifikasi diberbagai suhu D. MODIFIKASI FISIK Modifikasi fisik yang dilakukan pada penelitian ini adalah pregelatinisasi pati, dimana produk bubur gel ini dapat bersifat instan karena terjadinya keporosan pada granula pati sehingga mudah direhidrasi tanpa harus mengalami proses pemasakan. Pre-gelatinisasi ini menggunakan drum dryer yang prinsip kerjanya terlampir pada Lampiran 9. Terdapat lima variabel yang berkaitan dengan operasi dari drum dryer, yaitu tekanan uap, kecepatan putaran drum, jarak antara kedua drum, jarak antara drum dengan bahan pangan, dan kondisi bahan pangan (konsentrasi dan karakter fisik bahan) (Kalogianni et al., 2002). Tekanan uap merupakan media penghantar panas yang digunakan untuk penyediaan panas ke permukaan silinder. Kecepatan putaran drum menentukan kontak antara film dengan permukaan drum panas. jarak antara kedua drum menentukan ketebalan lapisan film yang terbentuk. Jarak antara drum dengan bahan pangan dan kondisi bahan pangan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelembaban dari bahan pangan dan karakteristik pati yang telah dipregelatinisasi tersebut. 47

64 Pati pre-gelatinisasi (Gambar 20) dihaluskan dengan blender agar dapat tercampur rata dengan penambahan gula halus dan garam, yaitu dengan perbandingan pati : gula halus : garam sebesar 3 : 1 : 0.1 yang kemudian diaduk secara merata sehingga terbentuklah produk. Penambahan gula halus dan garam bertujuan untuk meningkatkan citarasa produk karena secara alami pati memiliki rasa tawar. Penambahan tersebut dilakukan setelah tahap pregelatinisasi untuk menghindari terjadinya kelengketan dan pencoklatan akibat adanya penambahan gula jika dilakukan sebelum pre-gelatinisasi. Gambar 20. Pati pre-gelatinisasi yang belum dihaluskan E. KARAKTERISTIK DUA PRODUK UNGGULAN Pati yang terpilih sebagai produk bubur gel adalah pati yang memiliki kekerasan gel yang tinggi. Produk tersebut adalah pati A2B2S (termodifikasi asam ph 2 selama 2 jam, terikat silang dan termodifikasi fisik) dan produk A2B4S (termodifikasi asam ph 2 selama 4 jam, terikat silang dan termodifikasi fisik). Pemilihan tersebut berdasarkan pati yang memiliki kekerasan gel di atas 50gf dengan grafik puncak gelatinisasi dan viskositas maksimum yang tinggi stabil (viskositas maksimum>1000 BU) serta derajat pembengkakan yang relatif semakin meningkat di atas suhu gelatinisasi yang bernilai rendah. Dengan kekerasan gel yang tinggi, maka dapat diatur kekerasan gel yang diinginkan melalui variasi perbandingan air. Semakin banyak air yang digunakan dalam pembentukan bubur gel, maka semakin rendah kekerasan gel yang dihasilkan pada konsentrasi pati yang sama. Pemilihan ini didukung berdasarkan pengamatan secara visual dimana tingkat gel yang keras diantara semua perlakuan adalah gel yang memiliki kekerasan gel lebih besar dari 50gf 48

65 (Gambar 16(b)), yaitu memiliki tekstur yang lebih keras, sedangkan gel dengan kekerasan gel di bawah 50 gf memiliki tingkat gel yang terlihat encer (Gambar 16(a)). 1) Karakteristik Organoleptik Pengujian organoleptik bertujuan untuk mengetahui mutu dari organoleptik suatu produk pangan. Organoleptik merupakan sifat mutu subyektif yang hanya dapat diukur dengan instrumen manusia, yaitu organ indera. Sifat mutu inderawi pangan adalah sifat produk atau komoditas pangan yang hanya dikenali dengan proses penginderaan, yaitu penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan, atau pendengaran dengan telinga (Soekarto, 1990). Penilaian mutu suatu produk dapat dilakukan dengan uji fisik dan kimia serta uji gizi sehingga dapat menunjukkan suatu produk pangan bermutu tinggi. Namun, tidak ada artinya jika produk pangan tersebut tidak dapat dimakan karena sifat organoleptiknya tidak membangkitkan selera. Dengan demikian, pengujian organoleptik merupakan suatu keharusan bagi komoditas pangan (Soekarto, 1990). Pengujian mutu organoleptik komoditas pangan bukanlah sekedar rasa saja, melainkan bentuk, ukuran, warna, tekstur, dan bau yang juga berperan sangat penting. Pada pengujian ini, sampel yang disajikan kepada panelis sudah dalam bentuk siap santap. Penyajian yang dilakukan, yaitu produk ditambahkan air matang dengan perbandingan 5 ml untuk 3 gram produk kemudian diaduk hingga merata. Produk yang telah terkena air, secara langsung akan berubah menjadi gel tanpa perlu dipanaskan lagi. Hasil bubur gel sebelum penambahan susu dapat dilihat pada Gambar 21. Bubur gel tersebut kemudian ditambahkan susu sebagai media. Fungsi susu ini adalah untuk meningkatkan citarasa serta menambah nilai gizi dan penambah kalori karena produk ini dapat menjadi pangan sarapan dan convenient food. Susu yang digunakan merupakan susu cair plain komersial. Susu yang ditambahkan sebanyak 10 ml untuk 6 gram produk. 49

66 Namun, sebenarnya ukuran saji untuk susu dapat disesuaikan dengan selera konsumen. Pada penyajian sampel terdapat tiga jenis produk, yaitu produk A0B0, produk A2B4S, dan produk A2B2S dengan bentuk formulir dapat dilihat pada Lampiran 10. Pengujian dilakukan dengan uji hedonik dengan skala 1-5 dan uji ranking yang dilakukan oleh 30 orang. Menurut Resurreccion (1998), jumlah minimal panelis yang dibutuhkan untuk meminimalkan standar deviasi pada uji afektif skala laboratorium sebanyak 25 orang. Uji hedonik dan uji ranking merupakan uji afektif atau uji kesukaan, dimana uji hedonik dilakukan untuk mendukung hasil dari uji ranking karena formula terbaik belum tentu dapat diterima oleh konsumen (Moskowitz, 2000), sedangkan uji ranking merupakan cara yang paling sederhana untuk membandingkan beberapa formula dengan cara mengurutkan formula berdasarkan tingkat kesukaannya secara keseluruhan. (a) (b) (c) Gambar 21. Penampakan produk sebelum penambahan susu; (a) A2B4S, (b) A2B2S, (c) A0B0 50

67 Data uji hedonik terhadap produk diuji dengan ANOVA untuk mengetahui perbedaan nyata populasi (Santoso, 2001a). ANOVA digunakan untuk mengetahui keberadaan perbedaan nyata dari nilai ratarata data populai. Apabila terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji Post-Hoc. Hipotesis yang dipakai adalah H 0 yang menunjukkan bahwa ketiga nilai rata-rata populasi adalah sama dan H 1 yang menunjukkan bahwa ketiga nilai rata-rata populasi adalah berbeda. Jika probabilitas < 0.05, maka H 0 ditolak (Santoso, 2001b). Berdasarkan data uji hedonik produk dengan skala 5 terhadap citarasa (Lampiran 11) dengan menggunakan ANOVA yang menunjukkan bahwa antara ketiga sampel tersebut tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 12). Hal ini terjadi karena secara alami citarasa pati tanpa penambahan gula, garam, dan susu adalah tawar sehingga dengan penambahan ingridien tersebut akan menyebabkan citarasa pada ketiga sampel tersebut tidak berbeda nyata. Lain halnya pada hasil ANOVA uji hedonik produk dengan skala 5 terhadap tekstur (Lampiran 14) yang menunjukkan perbedaan nyata antarsampel bubur gel dengan nilai signifikansi = (p<0.05) pada taraf signifikansi α = Hasil skor rata-rata uji lanjut Duncan (Gambar 22) menunjukkan bahwa skor rata-rata tekstur bubur gel berkisar antara 2.20 (tidak suka) sampai 3.10 (netral). Pati tanpa modifikasi memiliki skor rata-rata paling rendah sebesar 2.20 (tidak suka) yang menunjukkan bahwa produk tanpa modifikasi paling tidak disukai teksturnya, sedangkan produk A2B4S paling disukai teksturnya dengan skor rata-rata kesukaan sebesar 3.10 atau netral. 51

68 5 Skor hedonik tekstur c b 2.20 a 0 A0B0 A2B2S A2B4S Sampel Keterangan : a ; b ; c = nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada setiap grafik menunjukkan nilai berbeda nyata (uji Duncan α = 0.05) Gambar 22. Skor hedonik tekstur Secara overall, hasil uji ANOVA (Lampiran 16) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antarsampel bubur gel dengan nilai signifikansi = (p<0.05) pada taraf signifikansi α = Hasil skor rata-rata uji lanjut Duncan (Gambar 23) menunjukkan bahwa skor rata-rata overall bubur gel berkisar antara 2.70 (netral) sampai 3.47 (cenderung disukai). Produk A2B4S merupakan produk yang paling disukai secara overall dengan skor sebesar 3.47 (cenderung disukai). Skor hedonik overall b a 2.83 a A0B0 A2B2S A2B4S Sampel Keterangan : a ; b = nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada setiap grafik menunjukkan nilai berbeda nyata (uji Duncan α = 0.05) Gambar 23. Skor hedonik overall 52

69 Berdasarkan data uji ranking (Lampiran 17), nilai rank sum terkecil terdapat pada produk A2B4S, yang menunjukkan produk yang paling disukai diantara produk lainnya. Akan tetapi, hasil tersebut perlu dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Friedman. Berdasarkan hasil uji Friedman (Gambar 18), nilai rata-rata peringkat produk yang paling disukai adalah produk A2B4S yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata ranking yang paling kecil. Dari tabel chi-square pada derajat bebas (s-1)=2 taraf 5% diperoleh nilai 5.99, sedangkan berdasarkan chi-square produk sebesar Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara tingkat kesukaan ketiga sampel tersebut pada taraf kepercayaan 95% yang ditunjukkan dengan hasil chi-square produk lebih besar dari hasil chi-square tabel nilai kritik. Adanya perbedaan nyata yang terjadi terhadap tingkat kesukaan produk yang diujikan, maka perlu dilakukannya uji lanjut menggunakan uji LSD untuk mengetahui hubungan antar anggota populasi dimana anggota populasi (J) yang berbeda dengan anggota populai acuan (I). Berdasarkan hasil LSD (Lampiran 19), produk A2B4S berbeda nyata dengan produk A2B2S dan A0B0, sedangkan produk A2B2S tidak berbeda nyata dengan produk A0B0 pada taraf kepercayaan 95%. 5 4 Skor ranking A0B0 A2B2S A2B4S Sampel Gambar 24. Hasil uji ranking bubur gel 53

70 2) Bentuk Granula Produk Prototipe Berdasarkan hasil uji organoleptik, produk A2B4S merupakan produk yang paling disukai diantara produk terpilih sehingga menjadi produk prototipe. Oleh karena itu, dilakukan uji mikroskopik terhadap kondisi granula akibat modifikasi kimia dan modifikasi fisik terhadap produk tersebut. Pati yang telah termodifikasi kimia tidak terjadi perubahan bentuk granula pati, dapat dilihat dengan membandingkan antara pati sebelum dimodifikasi (Gambar 25 (a)) dengan pati yang sudah dimodifikasi kimia (Gambar 25 (b)). Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Wurzburg (1989) yang menyatakan bahwa bentuk granula pati yang telah dimodifikasi kimia tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan pati sebelum dimodifikasi pada pengamatan secara mikroskopik. Menurut Gambar 25 (c) dan 25 (d), pati yang telah mengalami modifikasi fisik terjadi perubahan bentuk granula, yaitu sifat birefringence pati telah menjadi hilang. Namun, pati termodifikasi yang sudah dimodifikasi fisik tetap terlihat bentuk granulanya, sedangkan pati tanpa modifikasi yang sudah dimodifikasi fisik sudah tidak terlihat lagi bentuk granulanya. akibat pecahnya granula yang menyebabkan seluruh amilosa dan amilopektinnya keluar dari granula. Ketahanan bentuk granula pada pada termodifikasi kimia tersebut disebabkan adanya ikatan silang yang terbentuk antara molekul-molekul di dalam pati. 54

71 (a) (b) (c) (d) Gambar 25. Penampakan granula pati pada perbesaran 200x; (a) Pati A0B0 sebelum modifikasi fisik, (b) Pati A2B4S sebelum modifikasi fisik, (c) Pati A0B0 sesudah modifikasi fisik, (d) Pati A2B4S sesudah modifikasi fisik 3) Derajat Substitusi Produk Prototipe Menurut Wurzburg (1989), derajat substitusi adalah rata-rata jumlah bagian grup yang tersubstitusi (terikat silang) per satu unit anhidroglukosa (AGU). Menurut Chang dan Lii (1992), banyaknya ikatan silang yang terjadi dapat ditentukan dengan mengetahui besarnya derajat substitusi (DS), yaitu melalui suatu rumus sebagai berikut; DS = P dimana P merupakan persen dari kadar fosfor suatu produk. Pada penelitian ini dilakukan uji kadar fosfor produk prototipe dan produk tanpa modifikasi kimia (hanya modifikasi fisik (pre-gelatinisasi)) sebagai perbandingan. 55

72 Berdasarkan Lampiran 20, kadar fosfor produk A2B4S sebesar 0.151% dan A0B0 sebesar 0.131%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi kriteria batas maksimum kandungan fosfor pada pangan menurut Food and Drugs Administration (FDA), yaitu jika menggunakan pereaksi sodium tripolifosfat batas maksimumnya sebesar 0.4% (Solarek, 1989). Adanya kandungan fosfor yang terdapat dalam produk A0B0 menunjukkan bahwa pati ubi jalar secara alami memang mengandung fosfor, tetapi tidak terikat silang. Menurut Muhammad et al. (2000), tanaman lain seperti sagu secara alami juga memiliki kandungan fosfor yaitu sebesar 0.009%. Hasil kadar fosfor produk A2B4S kemudian dimasukkan kedalam rumus di atas sehingga diketahui nilai DS produk A2B4S yaitu sebesar Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat 8 grup yang tersubstitusi dengan fosfor atau terdapat 8 ikatan silang di setiap 1000 unit anhidroglukosa atau sama artinya dengan satu ikatan silang di setiap 125 unit anhidroglukosa. Menurut Wurzburg (1989), pada umumnya pati yang terikat silang memiliki ikatan silang sekitar satu ikatan silang setiap 100 sampai 3000 unit anhidroglukosa. Tingkat ikatan silang yang tinggi memiliki satu ikatan silang di setiap 100 atau kurang unit anhidroglukosa. Dengan demikian, produk A2B4S ini memiliki tingkat ikatan silang yang cukup tinggi sehingga menyebabkan bentuk granula pati pada uji mikroskopik (Gambar 25(d)) masih terlihat dalam bentuk yang membengkak. 4) Proksimat Produk Prototipe Dengan telah diperolehnya produk terpilih dari hasil analisis uji-uji yang telah dilakukan sebelumnya, maka dilakukan uji terakhir, yaitu pengujian proksimat. Pengujian ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat pada produk sebelum penambahan garam dan gula (Tabel 7). 56

73 Tabel 7. Hasil proksimat produk A2B4S tanpa penambahan gula halus dan garam Proksimat Persentase Kadar air 5.51 % b.b Kadar abu 0.19 % Kadar Protein 0.20 % Kadar Lemak 2.04 % Kadar Karbohidrat % a. Kadar air Menurut Winarno (2002), kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran, dan penerimaan konsumen. Kadar air merupakan parameter utama yang terlibat dalam kebanyakan reaksi perusakan bahan pangan. Pengujian dilakukan terhadap produk A2B4S sebelum dan sesudah penambahan garam serta gula. Berdasarkan hasil analisis, kadar air yang terdapat pada produk A2B4S sebelum penambahan garam dan gula memiliki kadar air sebesar 5.51% (bb), sedangkan produk A2B4S sesudah penambahan garam dan gula sebesar 6.89% (bb) (Lampiran 21a). SNI mengenai pati ubi jalar belum ada sehingga sebagai perbandingan pada penelitian ini digunakan SNI pati ubi kayu (tapioka), dimana berdasarkan SNI , kadar air maksimum tapioka sebesar 15% (bb). Dengan demikian, pati ubi jalar tersebut masih memenuhi standar maksimum kadar air sebagai bahan pangan. b. Kadar abu Adanya kadar abu ini di dalam suatu bahan, menunjukkan bahwa terdapatnya kandungan mineral berupa mineral anorganik yang memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan. Kadar abu yang terdapat di dalam produk A2B4S sebesar 0.19 % (Lampiran 57

74 21c). Adanya mineral yang tidak terlalu besar tersebut dimungkinkan berasal secara alami dari umbi segar dan akibat pengaruh dari pereaksi kimia yang dipakai pada saat reaksi ikatan silang, yaitu fosfor yang terikat silang dengan molekul di dalam granula pati. Syarat maksimum kadar abu pati ubi kayu berdasarkan SNI sebesar 0.60%. Dengan demikian, kadar abu yang terdapat pada pati ubi jalar tersebut masih memenuhi standar maksimum sebagai bahan pangan. Menurut Riana (2000), ubi jalar secara alami mengandung mineral Ca, Fe, Mg, P, K, Na, Zn, Cu, Mn dan Se. c. Kadar protein Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsurunsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2002). Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan kandungan nitrogen yang terdapat dalam bahan. Kadar protein yang terdapat pada produk A2B4S sebesar 0.20 % (Lampiran 21c). d. Kadar lemak Lemak merupakan sumber energi yang lebih penting dibandingkan protein dan karbohidrat karena satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan energi sebesar 9 Kal, sedangkan protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 Kal (Winarno, 2002). Kadar lemak yang terdapat pada produk A2B4S sebesar 2.04 % (Lampiran 21c). e. Kadar karbohidrat Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh. Karbohidrat juga berperan dalam pembentukan karakteristik produk pangan. Kadar karbohidrat produk A2B4S ini diperoleh berdasarkan by difference, yaitu penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dimana penentuannya dilakukan bukan melalui analisis, melainkan melalui perhitungan (Winarno, 2002). 58

75 Kadar karbohidrat pada produk A2B4S tersebut sebesar %, dimana hasil ini sudah termasuk serat kasar. Kandungan karbohidrat yang sangat tinggi ini belum tentu memiliki kandungan kalori yang sangat besar meskipun menurut Winarno (2002), jumlah kalori yang dihasilkan per gram karbohidrat sebesar 4 Kal karena menurut Astawan dan Widowati (2006), besarnya kadar pati ataupun kadar karbohidrat suatu bahan pangan belum tentu dapat menghasilkan energi besar yang dapat dimanfaatkan di dalam tubuh serta belum tentu mampu meningkatkan kadar glukosa darah karena dipengaruhi oleh daya cerna pati itu sendiri. 5) Penentuan Umur Simpan Produk Prototipe Menurut Institute of Food Technology (IFT, 1974) diacu dalam Arpah dan Syarief (2000), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi, sedangkan Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Menurutnya, umur simpan produk pangan yang dikemas dapat ditetapkan dengan metode Accelerated Storage Studies (ASS), yaitu dengan menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat terjadinya reaksi-reaksi penurunan mutu produk pangan. Salah satu metode ASS yang diterapkan pada produk pangan kering adalah Pendekatan Kadar Air Kritis (PKK) melalui pengkondisian lingkungan penyimpanan dengan kelembaban relatif yang ekstrim sehingga produk pangan yang kering yang disimpan pada kondisi tersebut, maka akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Penentuan umur simpan pada penelitian ini menggunakan metode Pendekatan Kadar Air Kritis Labuza (1982), dimana penentuannya berdasarkan tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity;RH). Metode 59

76 tersebut menggunakan prinsip kadar air kesetimbangan dan kadar air kritis. Kadar air kesetimbangan adalah kadar air pada tekanan uap air yang setimbang dengan lingkungannya (Heldman dan Singh, 1981) atau kadar air bahan pada saat seimbang dengan lingkungannya pada suhu dan RH tertentu (Hall, 1980). Pada saat itu bahan tidak lagi menyerap maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara. Hal tersebut terjadi jika bahan telah disimpan pada lingkungan tertentu pada jangka waktu yang lama (Brooker et al., 1974). Proses tercapainya kadar air suatu bahan dengan lingkungannya karena bahan kehilangan sebagian kandungan airnya disebut sebagai proses desorpsi, sedangkan bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungannya yang mempunyai kelembaban relatif lebih tinggi, maka bahan tersebut mencapai kadar air keseimbangan melalui proses absorpsi. Proses desorpsi dan absorpsi ini disebut isotermis sorpsi air (Labuza, 1968). Menurut Hall (1980), hubungan antara kadar air suatu bahan pangan dan kelembaban relatif keseimbangan pada suhu tertentu dapat dinyatakan dengan kurva kadar air kesetimbangan. Kurva ini sering disebut kurva isotermis sorpsi karena nilai-nilai yang diplotkan pada setiap kurva biasanya berhubungan dengan suhu tertentu. Hasil kurva isotermis sorpsi produk bubur gel ini kering dapat dilihat pada Gambar 26, dimana memiliki persamaan y = x Nilai slope tersebut digunakan untuk mengetahui umur simpan dengan menggunakan rumus model matematika Labuza (1982). 60

77 Kadar Air Kesetimbangan (% b.k) Kelembaban Relatif (%) Gambar 26. Kurva sorpsi isotermis produk A2B4S Parameter kadar air kritis yang digunakan pada penelitian ini adalah penggumpalan, dimana merupakan masalah yang serius bagi industri tepung. Menurut Chung et al. (2000) diacu dalam Arpah et al. (2002), menyatakan bahwa fenomena penggumpalan dapat menurunkan kelarutan, aktivitas enzim, oksidasi lemak, perubahan aroma dan kekambaan pada tepung instan kering sehingga bagi konsumen, fenomena penggumpalan adalah indikator rendahnya mutu dan keamanan produk. Berdasarkan hasil penelitian ini, kadar air kritis produk sebesar 15.69%, dimana penggumpalan mulai terjadi selama penyimpanan dua hari di dalam desikator garam jenuh KNO 3 dengan RH 93%. Penampakan awal terjadinya penggumpalan ini adalah adanya beberapa gumpalan kecilkecil. Definisi dari masa kadaluarsa produk bubur gel instan ini atau dikenal dengan days until caking (DUC) adalah masa kondisi partikel tepung tidak dapat lagi memisah seperti semula dan berubah menjadi lengket antara satu dengan partikel lainnya (Arpah et al., 2002). Menurut Labuza (1982), variasi DUC dipengaruhi oleh tiga unsur, antara lain unsur sifat fisik produk (me, mi, mc, Ws, dan b), unsur pengemas (k/x, A), dan lingkungan (RH penyimpanan dan b). Berdasarkan penelitian Arpah et al., pengaruh pengemas > sifat fisik produk > lingkungan. Oleh karena itu, jenis pengemas sangat penting untuk proteksi produk yang higroskopis 61

78 sehingga pengemasan produk bubuk instan sebaiknya menggunakan pengemas yang memiliki nilai permeabilitas uap air sangat kecil. Pada penelitian ini digunakan kemasan polipropilen dan polietilen. Kelebihan dari polipropilen dibandingkan jenis kemasan lain adalah harga relatif murah, relatif lebih disukai konsumen, dapat dibuat dalam berbagai rupa, warna serta bentuk, dan ringan sehingga dapat mengurangi biaya transportasi (Erliza et al., 1987). Selain itu, kelebihan polipropilen menurut Syarief et al. (1989) adalah kekuatan tarik lebih baik daripada polietilen, tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi, permeabilitas uap air rendah. Adapun kekurangannya adalah tidak tahan terhadap suhu tinggi (Erliza et al., 1987). Polietilen merupakan film yang lunak, transparan, dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110 C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1980). Berdasarkan perhitungan rumus Labuza (1982), maka diperoleh masa kadaluarsa selama 465 hari atau 1.3 tahun dengan menggunakan kemasan polipropilen, sedangkan masa kadaluarsa dengan kemasan polietilen sebesar 310 hari atau 10 bulan. Hasil tersebut membuktikan bahwa masa kadaluarsa produk dengan menggunakan kemasan polietilen memiliki masa kadaluarsa yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan polipropilen sehingga menyebabkan masa kadaluarsa menurun. Hal ini disebabkan polietilen memiliki permeabilitas terhadap uap air yang lebih tinggi dibandingkan polipropilen. 62

79 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pengaruh peningkatan ph dan waktu inkubasi pada pati termodifikasi asam terikat silang menyebabkan kadar amilosa cenderung semakin meningkat sehingga adanya modifikasi asam mempengaruhi kenaikan kadar amilosa pati. Peningkatan kekerasan gel hanya terjadi pada pati termodifikasi dengan perlakuan ph 2 (2jam dan 4 jam). Kenaikan suhu awal gelatinisasi terjadi pada pati termodifikasi asam terikat silang dengan perlakuan ph 3 (2 jam dan 4 jam), sedangkan kenaikan suhu akhir gelatinisasi terjadi pada semua perlakuan terhadap pati termodifikasi asam terikat silang dan pati terikat silang. Derajat pembengkakan pati termodifikasi kimia memiliki grafik yang semakin meningkat dan cenderung stabil dibandingkan pati tanpa modifikasi pada suhu 100ºC. Semakin lama waktu inkubasi saat modifikasi asam, maka viskositas maksimum pada setiap perlakuan ph cenderung meningkat dengan viskositas maksimum tertinggi terjadi pada perlakuan ph 2 (2 jam dan 4 jam). Viskositas maksimum pati termodifikasi lebih tinggi dibandingkan pati tanpa modifikasi, yaitu hasil terbesar terdapat pada pati termodifikasi asam pada ph 2 selama 2 jam terikat silang (A2B2S), pati termodifikasi asam pada ph 2 selama 4 jam terikat silang (A2B4S), dan pati terikat silang (S) dengan nilai masing-masing 1510 BU, 1455 BU, dan 1420 BU. Namun, yang memiliki tingkat gel yang baik adalah A2B2S dan A2B4S. Produk bubur gel instan terpilih untuk dimodifikasi fisik berdasarkan hasil analisis secara kimia dan fisik adalah A2B2S dan A2B4S, dimana keduanya dilanjutkan dengan modifikasi fisik atau pre-gelatinisasi yang kemudian dilakukan pemilihan produk terbaik melalui uji organoleptik dengan tambahan produk pati tanpa modifikasi (A0B0) sebagai pembanding. Hasil uji ranking panelis terhadap produk yang telah tersaji bersama media pelengkap susu menunjukkan bahwa produk A2B4S merupakan produk yang paling disukai. Skor uji hedonik citarasa produk A2B4S sebesar 3.47 (cenderung disukai), skor tekstur sebesar 3.10 (netral), dan skor overall sebesar 3.47 (cenderung disukai). 63

80 Pati A2B4S memiliki kadar amilosa sebesar 34.2%. Kekerasan gelnya sebesar 68.3gf, dimana merupakan kekerasan gel tertinggi. Suhu awal gelatinisasi A2B2S sebesar 77ºC dengan suhu puncak gelatnisasi sebesar 87ºC. Viskositas maskimumnya sebesar 1510 BU yang merupakan nilai terringgi. Pati A2B4S memiliki derajat pembengkakan yang semakin meningkat dan stabil, tetapi bernilai rendah. Kandungan fosfor produk A2B4S sebesar 0.151% sehingga dapat diketahui derajat substitusinya sebesar Sebelum penambahan gula halus dan garam, kadar air produk A2B4S sebesar 5.51 % (bb), kadar abu sebesar 0.19 %, kadar protein sebesar 0.20 %, kadar lemak sebesar 2.04 %, dan kadar karbohidrat dengan by difference sebesar %. Berdasarkan segi keunggulan, produk ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki waktu penyajian yang sangat cepat dan mudah, penambahan airnya tidak memerlukan air panas (cukup dengan air matang), penyajiannya dapat ditambahkan media pelengkap seperti susu untuk meningkatkan gizi. Selain itu, dapat digunakan media pelengkap lain sesuai dengan selera. B. SARAN Perlunya dilakukan optimasi perbandingan gula halus, garam, dan air yang ditambahkan sehingga citarasa dan kekenyalan yang dihasilkan benarbenar sesuai dengan keinginan konsumen. Selain itu, bagi yang tidak menyukai susu, dapat menggunakan media pelengkap seperti santan maupun gula merah. 64

81 DAFTAR PUSTAKA Anonim a Sago Based Gelling Starch. [2 Mei 2005]. Anonim b Starch Modification. [2 Mei 2005]. Aliawati, G Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin Teknik Pertanian 8(2), pp : Anderson, R. A., H. F. Conwoy, P. F. Pfeifer, dan F. L. Griffin Gelatinized of corn grifts by roll and extrusion cooking. Cereal Sci. 14 : Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. AOAC Official Method of Analysis of The Association of Official Agricultural Chemist. Assoc. of Official Agriculture Chemist, Washington D.C. Arpah, M. dan R. Syarief Evaluasi model-model pendugaan umur simpan pangan dari difusi hukum Fick undireksional. Bul. Teknol. dan Industri Pangan 11 (1) : Arpah, M., R. Syarief, dan S. Daulay Penerapan uji DUC (days until caking) dalam penetapan waktu kadaluarsa tepung. J. Teknol. dan Industri Pangan 13 (3) : Astawan, M. dan S. Widowati Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Ubi Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan Penelitian RUSNAS, Bogor. Banks, W. dan C. T. Greenwood Starch Its Component. Halsted Press, John Willey and Sons, New York. BeMiller, J. N. dan R. L.Whistler Carbohydrates. Di dalam: Fennema, O.R. Food Chemistry (Ed.), 3 rd Ed. Marcel Dekker Inc, New York, pp : Bouwkamp, J. C Sweet Potato Products: A Natural Resource for the Topics. CRC. Press, Inc. Boca Raton, Florida, USA. Brooker, D. B., F. W. Bakker, Arkema, dan C.W. Hall Drying Cereal Grains. The AVI Pulishing Co., Inc, Westport, Connecticut. 65

82 Chang, Y. H. dan C. Y. Lii Preparation of starch phosphate by extrusion. J. Food Sci. 57 (1) : Chiu, C. W. dan M. W. Rutenberg Cold Water Dispersible; Gelling Starch. United_States_Patent http;// tmldocument. [26 Maret 2006]. Chung, M. S., R. R. Ruan, P. Chen, S. H. Chung, T. H. Anh, dan K. H. Lee (2000). Study of caking in powdered foods using nuclear mangnetic resonance spectroscopy. J. Food Science 65(1) : 1. Departemen Pertanian. 2003a. Produksi Ubi Jalar Per Propinsi. [1 April 2005]. Departemen Pertanian. 2003b. Luas Panen Ubi Jalar Per Propinsi. [1 April 2005]. Departemen Pertanian. 2003c. Produktivitas Ubi Jalar Per Propinsi. [1 April 2005]. Erliza, M. Nabil, M. Z. Nasution, dan Suteja Pengantar Pengemasan. Lab. Pengemasan, Jur. Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Elliason, A. C Viscoelastic behavior during the gelatinization of starch. J. Texture Studies 17 : Erungan, A. C Modifikasi Pati Ubi Kayu (Manihot utilisima) dengan Cara Hidrolisis menggunakan HCl dan α-amilase. Program Pasca Sarjana KPK IPB-Unsrat Manado, Manado. Fennema, O. R Principle of Food science, Part I Food Chemistry. Marcell Dekker Inc, New York. Fennema, O.R Food Chemistry (Ed.), 3 rd Ed. Marcel Dekker Inc, New York. Floros, J. D. dan V. Gnanasekharan Shelf life prediction of packaged foods. Elsevier Publ., London. French, D Organization of starch granules. Di dalam : Whistler, R. L., J. N. BeMiller, dan E. F. Paschall (Eds.). Starch Chemistry and Technology. Academic Press, London. Greenwood, C. T. dan D. N. Munro. Carbohydrates Di dalam : Muchtadi, T.R., P. Hariyadi, dan A.B. Azra (Eds.). Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. 66

83 Hall, C. W Drying & Storage of Agricultural Crops. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut. Heldman, D. R. Dan R. P. Singh Food Process Engineering. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut. Hodge, J. E. dan E. M. Osman Carbohydrates. Di dalam : Muchtadi T.R., P. Hariyadi, dan A.B. Azra (Eds.). Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. IFT Shelf-life of food. J. Food Sci. 39 : 861. Kalogianni, E. P., V. A. Xynogalos, T. D. Karapantsios, dan M. Kostoglou Effect of feed concentration on the production of pregelatinized starch in a double drum dryer. Lebensm-Wiss u-technol. 35 : Kerr, R. W Chemistry and Industry of Starch. Academic Press, New York, pp : 133. Labuza, T.P Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press, Inc., Westport, Connecticut. Labuza, T. P Sorption phenomena. Food Technology 22 : Langan, O. R Food Industry. Di dalam : Wuzburg, O.B (Ed.). Modified Starches : Properties and Uses. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida, pp : Meyer, L. H Food Chemistry. East-West Press PVT.Ltd., New Delhi. Moskowitz, H. R R & d-driven product evaluaton in the early stage of development. Di dalam : Brody, A. L. dan J. B. Lord (Eds.). Developing New Food Products for a Changing a Marketplace. CRC Press, Boca Raton. Muhammad, K., F. Hussin, H. M. Ghazali, dan J. F. Kennedy Effect of ph on phosphorylation of sago starch. Faculty of Food Science and Biotechnology, University Putra Malaysia. Elsevier Sci. Ltd., Carbohydrate Polymers 42 : Nabeshima, E. H. dan Grossmann, M. V. E Functional properties of pregelatinized and cross-linked cassava starch obtained by extrusion with sodium trimetaphosphate. Carbohydrate Polymers 45 : Osman, E. M Starch and other polysaccharides. Di dalam : Paul, R. J. dan H. Palmer (Eds.). Food Theory and Applicaton. John Willey and Sons Inc., New York. 67

84 Resurreccion, A. V Consumer Sensory Testing for Product Develpoment. An Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg-Maryland. Riana, A Nutrisi Ubi Rambat Mentah. [8 Desember 2005]. Santoso, S. 2001a. Buku Latihan SPSS : Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Santoso, S. 2001b. SPSS versi 10 : Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Sasaki, T dan J. Matsuki Effect of wheat starch structure on swelling power. Cereal Chem. 75 : Shi, Y. C. dan Seib, P. A The structure of four waxy starches related to gelatinization and retrogadation. Carbohydrate Research 227 : Soemartono Ubi Jalar. CV Yasaguna, Jakarta. Solarek, D. B Phosphorylated starches and miscellaneous inorganic esters. Di dalam : Wuzburg, O.B (Ed.). Modified Starches : Properties and Uses. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida, pp : Spies, W. E. L. dan W. Wolf Critical Evaluation of Methods to Determine Moisture Sorption Isotherm. Di Dalam: Water Activity : Theory and Application to Food (Rockland, R. B. - Beuchat ed.). Marcel Dekker Inc., New York. Swinkels, J. J Source of starch. its chemistry and physics. Di dalam : G. M. A. Van Beynum dan J. A. Rolls (Eds.) Starch Conversion Technology. Marcell Dekker, New York. Syarief, R. dan H. Halid Teknologi penyimpanan Pangan. PAU Rekayasa Proses Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief, R., S. Santana dan St. Isyana Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Rekayasa Proses Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tjintokohadi, A. S., M. Jusuf, K. O. Fuglie Sweetpotato Varietis Released in Indonesia : CIP-Rilet. International Potato Center, Bogor. Wang, Y. J., V. D. Truong, L. Wang Structures and rheological properties of corn starch as affected by acid hydrolysis. Carbohydrate Polymers 52 :

85 Wattanachant, S., K. Muhammad, D. Mat Hashim, dan R. A. Rahman Effect of crosslinking reagents and hydroxypropylation levels on dualmodified sago starch properties. Department of Food Technology, Faculty of Agro-Industry, Prince of Songkla University. Elsevier Sci. Ltd., Carbohydrate Polymers 80 : Whistler, R. L., J. N. BeMiller, dan E. F. Paschall Starch Chemistry and Technology. Academic Press, London. Winarno, F. G Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Woo, K. S. dan Seib, P. A Cross-linked resistant starch: Preparation and properties. Cereal Chem.. 79 : Wuzburg, O.B Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida. 69

86 Lampiran 1. Alat-alat pada proses ekstraksi pati Lampiran 1a. Alat abrassive peeler Deskripsi Alat ini merupakan bagian dari starch line yang digunakan pada proses pencucian dan pengupasan. Prinsip kerja dari alat ini berdasarkan prinsip gaya gesek bahan dengan permukaan batu gerinda sehingga kulit tersebut akan terkelupas dan terbuang bersama air melalui saluran pembuangan. Alat ini memanfaatkan gaya sentrifugal sehingga bahan akan terlempar ke dinding dan tergesek dengan permukaan gerinda tersebut. Type : PAT

87 Lampiran 1b. Slicer Deskripsi Prinsip kerja alat ini adalah gaya tekan dan gaya sobek, dimana biasa digunakan untuk mengiris bahan-bahan berserat, seperti umbi-umbian sehingga bahan menjadi ukuran yang lebih kecil yang dimanfaatkan untuk mempermudah dan mengefisienkan dalam proses selanjutnya, yaitu penghancuran bahan. Bahan dimasukkan ke dalam alat tersebut yang telah berwadahkan lempengan bulat dengan pisau pemotong di bagian permukaannya sehingga dengan bantuan alat penekan yang sekaligus berfungsi sebagai penutup alat dengan arah tekanan ke putaran pisau, maka akan memotong bahan menjadi lebih kecil dan tipis sesuai dengan ukuran mata pisau yang digunakan. type : U C II, Alexanderwerk 71

88 Lampiran 1c. Alat pengayak pati 100 mesh Lampiran 2. Proses penghancuran ubi jalar putih dan pengekstrakan pati 72

89 Lampiran 3. Kadar pati murni pada pati ubi jalar tanpa modifikasi Ulangan Berat sampel (g) TB (ml) TS (ml) TB-TS (ml) Kadar pati (%) Rata-rata kadar pati (%) Rata-rata total kadar pati (%) 81 Contoh perhitungan : (Berdasarkan Tabel Luff-Schroorl (Tabel 2) pada halaman 18) Nilai TB-TS pada ulangan 1 (simplo) = Untuk ml 0.1 N Na-thiosulfat sebesar 1, maka nilai a = 47.1, nilai b = 2.9 Kadar pati (%) = [(0.10 x b) + a] x pengenceran x 0.9 x 100% berat sampel (mg) = [(0.10 x 2.9) ] x 10 x 0.9 x 100% = 81.35% 73

90 Lampiran 4. Hasil ANOVA kadar amilosa Oneway AMILOSA ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets AMILOSA Duncan SAMPEL N Subset for alpha = Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = Keterangan : 1 = A2B2S 2 = A2B4S 3 = A3B2S 4 = A3B4S 5 = A4B2S 6 = A4B4S 7 = S 8 = A0B0 74

91 Lampiran 5. Hasil ANOVA kekerasan gel Oneway ANOVA GF Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Duncan Subset for alpha =.05 SAMPEL N Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = GF Keterangan : 1 = A2B2S 2 = A2B4S 3 = A3B2S 4 = A3B4S 5 = A4B2S 6 = A4B4S 7 = S 8 = A0B0 75

92 Lampiran 6a. Hasil ANOVA suhu awal gelatinisasi Oneway SAG ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Post Hoc Tests Homogeneous Subsets SAG Duncan Subset for alpha =.05 SAMPEL N Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = Keterangan : 1 = A2B2S 2 = A2B4S 3 = A3B2S 4 = A3B4S 5 = A4B2S 6 = A4B4S 7 = S 8 = A0B0 76

93 Lampiran 6b. Hasil ANOVA suhu akhir gelatinisasi Oneway SPG ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Post Hoc Tests Homogeneous Subsets SPG Duncan Subset for alpha =.05 SAMPEL N Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = Keterangan : 1 = A2B2S 2 = A2B4S 3 = A3B2S 4 = A3B4S 5 = A4B2S 6 = A4B4S 7 = S 8 = A0B0 77

94 Lampiran 7. Hasil ANOVA viskositas maksimum Oneway VMAKS ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Post Hoc Tests Homogeneous Subsets. VMAKS Duncan SAMPEL N Subset for alpha = Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = Keterangan : 1 = A2B2S 2 = A2B4S 3 = A3B2S 4 = A3B4S 5 = A4B2S 6 = A4B4S 7 = S 8 = A0B 78

95 Lampiran 8. Data derajat pembengkakan ( g/g basis kering) diberbagai suhu Sampel 40 C 50 C 60 C 70 C 80 C 90 C 100 C A2B2S A2B4S A3B2S A3B4S A4B2S A4B4S S A0B Lampiran 9. Double drum dryer (pengering drum ganda) Deskripsi Prinsip kerja dari alat ini berdasarkan pengeringan produk cair yang dikenakan pada permukaan drum (silinder) yang berputar dengan kecepatan yang telah diatur. Drum berputar pada sumbu horisontal dan dipanaskan secara internal dengan uap air. Produk cair yang menempel pada drum secara perlahan-lahan akan diubah menjadi produk kering. Setelah mencapai ¾ putaran, produk kering akan dikikis dengan pisau pengikis sehingga terpisah menjadi bentuk lapisan film. Type : 4650 ; R. Simon Ltd, Nottingham England 79

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar putih varietas Sukuh yang diperoleh dari pasar tradisional yang berlokasi di Ciapus, Bogor.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI PATI UBI JALAR Ubi jalar putih varietas Sukuh yang digunakan pada penelitian ini memiliki umur panen berkisar empat bulan. Penampakan ubi jalar putih varietas Sukuh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG III. KEGIATAN MAGANG A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang dilaksanakan di sebuah perusahaan snack di wilayah Jabotabek selama empat bulan. Kegiatan magang ini dimulai pada tanggal 10 Maret sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung sukun, dan air distilata. Tepung sukun yang digunakan diperoleh dari Badan Litbang Kehutanan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan yaitu umbi garut kultivar creole berumur 10 bulan yang diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar Cilembu dan ubi jalar ungu Ayamurasaki. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah akuades, K

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yaitu mulai Februari 2011 sampai dengan Juli 2011 di Kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan Laboratorium Limbah Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan pektin kulit jeruk, pembuatan sherbet

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Waktu penelitian yakni pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian 25 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium jurusan pendidikan kimia dan laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1. BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN A.1. Alat yang digunakan : A.1.1 Alat yang diperlukan untuk pembuatan Nata de Citrullus, sebagai berikut: 1. Timbangan 7. Kertas koran 2. Saringan 8. Pengaduk 3. Panci

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG Devy Nur Afiah 123020120 Pembimbing Utama :Dr. Tantan Widiantara,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci