APLIKASI METODE MOLINA DAN RAO PADA PENDUGAAN UKURAN KEMISKINAN MONETER DI KABUPATEN DAN KOTA MALANG NURUL HIDAYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI METODE MOLINA DAN RAO PADA PENDUGAAN UKURAN KEMISKINAN MONETER DI KABUPATEN DAN KOTA MALANG NURUL HIDAYATI"

Transkripsi

1 APLIKASI METODE MOLINA DAN RAO PADA PENDUGAAN UKURAN KEMISKINAN MONETER DI KABUPATEN DAN KOTA MALANG NURUL HIDAYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Metode Molina dan Rao pada Pendugaan Ukuran Kemiskinan Moneter di Kabupaten dan Kota Malang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Nurul Hidayati NIM G

4 RINGKASAN NURUL HIDAYATI. Aplikasi Metode Molina dan Rao pada Pendugaan Ukuran Kemiskinan Moneter di Kabupaten dan Kota Malang. Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN dan ANANG KURNIA. Strategi penanggulangan kemiskinan membutuhkan ketersediaan data kemiskinan yang akurat dan tepat. Salah satu sisi penting dari data kemiskinan adalah metode pengukuran kemiskinan. Pengukuran kemiskinan yang dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan upaya pengentasan kemiskinan. Konsep kemiskinan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah pendekatan moneter dengan mengukur kemiskinan berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga. Indikator-indikator yang digunakan BPS menggunakan indikator yang dikembangkan Foster et. al (1984), yaitu (1) persentase penduduk miskin (Head Count Index, P 0 ), (2) indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index, ), dan (3) indeks keparahan kemiskinan (Distributionally Sensitive Index, ). Pendugaan ukuran kemiskinan moneter dilakukan BPS secara langsung berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Metode pendugaan langsung ini tidak mampu memberikan ketelitian yang baik jika ukuran contoh kecil, sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki ragam yang besar dan akurasi yang rendah. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode pendugaan area kecil. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh ukuran contoh pada pendugaan ukuran kemiskinan moneter yang digunakan oleh BPS dan mencari solusi alternatif pendugaan ukuran kemiskinan moneter pada saat ukuran contoh kecil. Simulasi dilakukan dengan cara membangkitkan data pengamatan (observasi) berukuran untuk 9 (sembilan) skenario berdasarkan pola sebaran data lognormal,, yang parameternya dikombinasikan untuk menghasilkan suatu nilai harapan yang sama. Evaluasi dilakukan berdasarkan ukuran contoh yang bervariasi dan diulang sebanyak 500 kali, sedangkan contoh aplikasi menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Potensi Desa (PODES) tahun 2008 Propinsi Jawa Timur. Pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga sebagai peubah respon ( ) dan data jumlah desa yang memiliki status kelurahan sebagai peubah penjelas untuk rumah tangga anggota contoh ( diambil dari dari data Susenas tahun Adapun data pendukung adalah proporsi desa dari setiap kecamatan yang berstatus kelurahan ( ) diambil dari data Podes tahun Kajian simulasi menunjukkan bahwa jika ukuran contoh kecil, nilai dugaan yang dihasilkan pendugaan langsung tidak berbias, namun memiliki ragam yang besar. Hal ini diperjelas melalui perbandingan simulasi berbagai ukuran contoh dan perilaku Relative Bias (RB), Absolute Relative Bias (ARB), dan Relative Mean Square Error (RMSE) untuk semua skenario penelitian. Analisis terhadap data kemiskinan di Provinsi Jawa Timur memperlihatkan bahwa evaluasi pendugaan ukuran kemiskinan moneter level kabupaten/kota relatif tidak ada masalah karena ukuran contoh besar, kecuali Kota Mojokerto dan

5 Kota Blitar yang masing-masing nilai dugaannya sebesar 0% kemiskinan, sesuatu yang tidak mungkin terjadi bahwa nilai dugaan kemiskinan disuatu daerah benilai nol, tapi itu bisa terjadi ketika pengaruh ukuran contoh yang tidak mencukupi. Hal serupa terjadi pada saat dilakukakan analisis untuk level kecamatan. Pendugaan area kecil memperbaiki prosedur pendugaan langsung dengan menyusun model yang baik yang menggambarkan populasi. Model ini menghasilkan penduga tak langsung dan memungkinkan mengurangi galat pendugaan, seperti yang ditunjukkan oleh metode Bayes empirik (Molina dan Rao, 2010) pada kasus pendugaan kemiskinan di Kabupaten/Kota Malang. Kata kunci: ukuran kemiskinan moneter, pendugaan langsung, pendugaan Molina dan Rao

6 SUMMARY NURUL HIDAYATI. Moneter Poverty Estimate With Molina dan Rao Method Application in County and City Malang. Supervised by ASEP SAEFUDDIN and ANANG KURNIA. The strategy of poverty solution needs the availability of accurate data regarding the poverty itself. One of the most important things on the poverty data is the poverty measurement. The poverty measurement is assumed to become a powerful instrument for the policy makers to focus their attention toward the living condition of poor people. The concept of poverty which is used by Badan Pusat Statistik (The Statistic Center) is the monetary approach by measuring the poverty based on the expenses per capita of the house holders. The indicators used by the BPS in measuring the poverty are the monetary approach developed by Foster, et. al. they are (1) the percentage of poor people [Head Count Index (HCI), P0], (2) Poverty Gap Index [(PGI), P1], and (3) the Distributional Sensitive Index [(DSI), P2]. The estimation calculation of the monetary poverty measurement is done directly by BPS which is based on the data of Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)/The National Survey of Socio Economy. This direct estimation method was not be able to give the good accurateness if it is conducted on the small scale sample, therefore the statistical result gained through this method will show the big various score as well as the lack of accuracy. Nevertheless, this situation can be solved by a method called the small area estimation method. This study aims to analyze the sample size on the monetary poverty estimation which is used by BPS and to find the alternative solution on the monetary poverty measurement estimation in the case small sample area. The approach of the study is divided into two groups the simulation and the application. The simulation was conducted through nine scenarios based on the pattern of which has the combined parameter to make the same expectation score E( ). It was also conducted through resampling data by using various size of sample, for 500 repetition. The application in this study is from two data sources, they are the data from the Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) in 2008 and the data from the Potensi Desa (PODES)/the village potency in 2008 in East Java. From Susenas data, there are two variables the data of householders expenses per capita as the treatment variable ( ), and the data of village amount which has kelurahan status as the control variable for the householder member sample ( The PODES is used as the source for supporting i.e the proportion of kelurahan status in each kecamatan. This data is used as the control variable for non-sample householder. The result on the simulation approach shows that if the sample size is small, so the estimation value resulted on the direct estimation method is unbiased with big variance. This situation is proved by the simulation comparison of all samples size and also by looking into the index bias behavior of bias Relative Bias (RB), Absolute Relative Bias (ARB), and Relative Mean Square Error (RMSE). Whereas, the result from the Bayes empiric found non-zero result. Therefore, the

7 direct estimation can be corrected by the Bayes empiric estimation in term of small scale sample. Key words: monetary poverty measurement, direct estimation, Bayes empiric estimation.

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

9 APLIKASI METODE MOLINA DAN RAO PADA PENDUGAAN UKURAN KEMISKINAN MONETER DI KABUPATEN DAN KOTA MALANG NURUL HIDAYATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

10 Penguji pada Ujian Tesis : Farit M. Afendi

11 Judul Tesis : Aplikasi Metode Molina dan Rao pada Pendugaan Ukuran Kemiskinan Moneter di Kabupaten dan Kota Malang Nama : Nurul Hidayati NIM : Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin. MSc Dr. An Kurnia Ketua Anggota Diketabui oleh Ketua Program Studi Statistika Terapan Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS Tanggal Ujian: 08 Mei 2013 Tanggal Lulus: 2 4 JUL 2013

12 Judul Tesis : Aplikasi Metode Molina dan Rao pada Pendugaan Ukuran Kemiskinan Moneter di Kabupaten dan Kota Malang Nama : Nurul Hidayati NIM : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M. Sc Ketua Dr. Anang Kurnia Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Statistika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Anik Djuraidah, M. S Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr Tanggal Ujian: 08 Mei 2013 Tanggal Lulus:

13 PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Aplikasi Metode Molina dan Rao pada Pendugaan Ukuran Kemiskinan Moneter di Kabupaten dan Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik nilai dugaan dengan berbagai ukuran contoh dengan metode pendugaan langsung dan mencari solusi alternatif pendugaan ukuran kemiskinan moneter pada ukuran contoh kecil. Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M. Sc selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Anang Kurnia selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terimakasih untuk Bapak Dr. Farit Muhammad Affendi, M. Si selaku penguji tesis dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, M. S selaku Ketua Program Studi Statistika Terapan S2. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf administrasi Rektorat dan staf Program Studi Statistika yang telah turut membantu kelancaran administrasi dalam penyelesaian tesis ini. Ungkapkan terimakasih terkhusus penulis sampaikan kepada ayahanda (Prof. Dr. Syukri Hamzah, M. Si), Ibunda (Pancawati, S. E), kakak (Dian Fitriansyah, S. T) dan adik-adikku (Ikhsanulhakim, S. E dan Rizky Aulia), Bucik (Meliyani) dan lentera hati, serta seluruh keluarga atas do a yang tulus, pengorbanan yang tak ternilai, dukungan dan kasih sayangnya. Terimakasih juga untuk teman-teman Statistika (S1, S2, dan S3) dan Statistika Terapan (S2), Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, dan Staf Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta atas bantuan, saran, dan ilmu yang positif. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan tesis ini dan karya ilmiah secara utuh. Semoga tesis ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat. Bogor, Juli 2013 Nurul Hidayati

14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA... 3 Ukuran Kemiskinan Moneter... 3 Pendugaan Ukuran Kemiskinan FGT Menggunakan Metode Bayes Empirik METODE... 7 Kajian Simulasi... 7 Kajian Aplikasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Simulasi Kajian Aplikasi KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP vi vi vii

15 DAFTAR TABEL 1 Kombinasi Nilai Tengah, Simpangan Baku ( ), dan Deskriptif Statistik Pengeluaran per Kapita per Bulan Rumah Tangga (dalam rupiah) Jumlah Rumah Tangga dan Nilai Penduga Langsung Ukuran Kemiskinan Moneter Tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur (dalam persen) Hasil Penduga Langsung Ukuran Kemiskinan dan Pendugaan Bayes Empirik Tingkat Kecamatan di Kabupaten/Kota Malang (dalam persen) DAFTAR GAMBAR 1 Diagram Alir Kajian Simulasi Diagram Alir Kajian Aplikasi Diagram Alir Metode Adopsi Molina dan Rao (2010) Plot ukuran evaluasi Relative Bias (RB) metode penduga langsung ukuran kemiskinan moneter hasil simulasi vs ukuran contoh yang digunakan: (a), (b), (c) Plot ukuran evaluasi ARB metode penduga langsung ukuran kemiskinan moneter hasil simulasi vs ukuran contoh yang digunakan: (a), (b), (c) Plot ukuran evaluasi RMSE metode penduga langsung ukuran kemiskinan moneter hasil simulasi vs ukuran contoh yang digunakan: (a), (b), (c) Histogram Pengeluaran per Kapita per Bulan Rumah Tangga Nilai Pendugaan Langsung Ukuran Kemiskinan dan Pendugaan Bayes Emprik Tingkat Kecamatan di Kabupaten/Kota Malang(a), (b), (c) Peta Kabupaten Malang Berdasarkan Persentase Penduduk Miskin: (a) Penduga Langsung, (b) Bayes Empirik Peta Kota Malang Berdasarkan Persentase Penduduk Miskin: (a) Penduga Langsung, (b) Bayes Empirik

16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Algoritma Metode Penduga Langsung Kajian Simulasi Syntax Program R Kajian Simulasi Penduga Langsung Garis Kemiskinan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun Relative Bias (RB) Kajian Simulasi Relative Bias (RB) Kajian Simulasi Relative Bias (RB) Kajian Simulasi Absolute Relatif Bias (ARB), Relatif Mean Square Error (RMSE), dan Simpangan Baku (σ) R ij Kajian Simulasi P Absolute Relatif Bias (ARB), Relatif Mean Square Error (RMSE), dan Simpangan Baku (σ) R ij Kajian Simulasi P Absolute Relatif Bias (ARB), Relatif Mean Square Error (RMSE), dan Simpangan Baku (σ) R ij Kajian Simulasi P Algoritma Metode Molina dan Rao Syntax Program R Metode Molina dan Rao (2010) Peubah-Peubah yang digunakan Metode Bayes Emprik... 40

17

18 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan sebagian dari masalah pembangunan yang berkaitan dengan berbagai dimensi yang meliputi sosial, ekonomi, budaya, politik, regional dan waktu. Kemiskinan didefinisikan sebagai keadaan masyarakat yang berada pada suatu kondisi yang serba terbatas, baik keterbatasan dalam aksebilitas pada faktor produksi, peluang atau kesempatan berusaha, pendidikan, maupun fasilitas hidup lainnya, sehingga dalam setiap aktivitas maupun usaha menjadi sangat terbatas pula (Mafruhah, 2009). Di sisi lain, strategi penanggulangan kemiskinan membutuhkan ketersediaan data kemiskinan yang akurat dan tepat. Salah satu sisi penting dari data kemiskinan adalah pengukuran kemiskinan. Pengukuran kemiskinan dapat menjadi instrumen bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Pendekatan-pendekatan untuk mengukur kemiskinan, yaitu pendekatan nonmoneter dan pendekatan moneter. Pada pendekatan nonmoneter, konsep kesejahteraan dilihat dalam bentuk pencapaian atas keberhasilan dari individu dan rumah tangga. Dengan demikian indikator yang digunakan dalam pendekatan nonmoneter adalah indikator yang melekat pada individu dan rumah tangga (Abdillah, 2011). Pada pendekatan moneter, kesejahteraan diukur dari total konsumsi (kalori) yang dinikmati individu. Menurut Rozuli (2012) indikator yang digunakan dalam pendekatan moneter adalah pendapatan dan pengeluaran konsumsi per kapita rumah tangga. Konsep kemiskinan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah pendekatan moneter. BPS mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dari kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan (BPS, 2008). Kebutuhan dasar ini diukur berdasarkan pengeluaran, dalam bentuk pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin (BPS, 2008). Foster et.al (1984) mengembangkan ukuran kemiskinan yang dikenal dengan rumus Foster, Greer, dan Thorbecke (FGT) yaitu (1) persentase penduduk miskin (Head Count Index, P0) adalah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, (2) indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index, ) adalah rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, semakin tinggi indeks maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan dan (3) indeks keparahan kemiskinan (Distributionally Sensitive Index, adalah gambaran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, semakin tinggi nilai indeks maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

19 2 Perhitungan pendugaan ukuran kemiskinan moneter dilakukan BPS secara langsung berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Pendugaan langsung ini tidak mampu memberikan ketelitian yang baik jika ukuran contoh kecil, sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki ragam yang besar dan akurasi yang rendah. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan suatu metode pendugaan area kecil untuk meningkatkan efektifitas ukuran contoh dengan cara menambahkan informasi pada area tersebut dari area lain atau sumber informasi lain melalui pembentukan model yang tepat. Pendugaan parameter kemiskinan moneter saat ini dirasakan sangat penting seiring dengan berkembangnya otonomi daerah untuk mendapatkan informasiinformasi pada level kabupaten/kota, kecamatan, bahkan kelurahan atau desa. Informasi-informasi tersebut dapat digunakan untuk pedoman dalam menyusun sistem perencanaan, pemantauan, dan kebijakan daerah lainnya tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar untuk mengumpulkan data sendiri. Namun demikian, ada suatu permasalahan yang ditemui dalam pendugaan parameter kemiskinan moneter untuk area administrasi di bawah kabupaten/kota, yaitu pengamatan survei (dalam hal ini Susenas) memiliki ukuran contoh yang kecil. Elbers, Lanjouw dan Lanjouw (2003) mengusulkan suatu metode yang kemudian diterapkan oleh Bank Dunia dalam pemetaan kemiskinan yang mengasumsikan satuan model level dari kombinasi data sensus dan survei. Haslett et. al (2010) membandingkan teknik-teknik regresi untuk menentukan model yang cocok pada pendugaan kemiskinan area kecil dalam metode ELL. Proyek EURAREA yang dilakukan di Eropa mengembangkan metode pendugaan karakteristik pendapatan area kecil yang terbatas pada parameter linier. Metode tersebut berdasarkan pada aplikasi model campuran yang menggunakan informasi tambahan untuk mendefinisikan penduga-penduga dalam area kecil (Saei dan Chambers, 2003). Tesis ini membahas karakteristik nilai dugaan ukuran kemiskinan moneter dengan menggunakan metode pendugaan langsung dan pemecahan masalah pendugaannya dengan mengadopsi metode yang diajukan oleh Molina dan Rao (2010). Lebih rinci tulisan ini akan membahas tentang pengaruh ukuran contoh pada pendugaan ukuran kemiskinan moneter yang digunakan oleh BPS dan solusi alternatif pendugaan ukuran kemiskinan moneter pada saat ukuran contoh kecil. Tesis ini memaparkan hasil simulasi metode pendugaan langsung yang dievaluasi menggunakan relative bias, absolute relative bias, dan relative mean square error serta metode yang disarankan diaplikasikan pada data Susenas untuk area administrasi di bawah kabupaten/kota dengan ukuran contoh kecil. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh ukuran contoh terhadap pendugaan parameter kemiskinan moneter dan menentukan alternatif pendugaan ukuran kemiskinan moneter pada saat ukuran contoh kecil.

20 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran Kemiskinan Moneter Berkenaan dengan kemiskinan, Foster et. al (1984) merumuskan tiga ukuran kemiskinan, yaitu indeks kemiskinan (P 0 ), indeks kedalaman kemiskinan ( ) dan indeks keparahan kemiskinan ( ). Tiga ukuran kemiskinan ini juga dikenal sebagai ukuran kemiskinan FGT (Foster, Greer, dan Thorbecke). Ukuran kemiskinan FGT ini kemudian dikembangkan oleh Molina dan Rao, dengan persamaan sebagai berikut : (1) dan (2) dengan : = Garis kemiskinan = Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga pada area = Jumlah penduduk pada area = Persentase penduduk miskin pada area = Indeks kedalaman kemiskinan pada area = Indeks keparahan kemiskinan pada area serta jika (rumah tangga yang dikategorikan miskin) dan jika (rumah tangga yang dikategorikan tidak miskin). Penduga langsung dari ukuran kemiskinan FGT untuk area adalah (3) Jika adalah pembobot survei untuk setiap contoh (tergantung metode penarikan contoh yang digunakan), maka penduga langsung untuk adalah (4)

21 4 dengan adalah penduga tak bias bagi dan adalah bobot satuan contoh ke- dari area ke-. Jika ukuran contoh yang dipilih dari area ke- sangat kecil atau kejadiannya nol, maka penduga langsung (3) atau (4) tidak tepat digunakan. Pendugaan Ukuran Kemiskinan FGT Menggunakan Metode Bayes Empirik Pendugaan Bayes empirik bagi ukuran kemiskinan Rao, 2010):, yaitu (Molina dan (5) untuk memperoleh nilai penduga dari Bayes empirik ( ) digunakan model regresi linier tersarang. Model ini berhubungan secara linier untuk semua area, peubah populasi ditransformasi ke vektor yang mengandung nilai dari peubah penjelas dan termasuk sebuah pengaruh khusus area acak dan memiliki galat (Molina dan Rao, 2010): (6) dengan pengaruh area dan galat saling bebas. Misalkan didefinisikan vektor dan matriks yang diperoleh dengan stacking element untuk area : Kemudian vektor saling bebas dengan dengan: dengan dinotasikan sebuah vektor kolom dari sesuatu yang berukuran dan adalah matriks identitas. Misalkan penguraian dari adalah anggota contoh dan bukan anggota contoh, dengan dan penguraian yang bersesuaian dari dan. Sehingga sebaran dari bersyarat adalah: dengan : (7) (8) (9)

22 5 untuk dan - (10). Jika diasumsikan bahwa partisi ) dari ke dan diketahui serta peubah penjelas diketahui berhubungan dengan, maka dan akan mempunyai sebaran yang sama. Selanjutnya, Molina dan Rao (2010) menyatakan bahwa pendekatan Monte Carlo dilakukan dengan mensimulasi buah vektor yang berukuran -, dengan sebaran. Simulasi ini diulang sebanyak kali. Namun, simulasi ini tidak dapat dikerjakan dengan mudah jika besar. Adapun prosedur yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan ini adalah membangkitkan dengan menggunakan model berikut: dengan matriks (10) bersesuaian dari matrik koragam. Pengaruh peubah acak yang baru dan galat yang saling bebas dan memenuhi: (11) Persamaan (11) digunakan untuk membangun vektor normal ganda, untuk. Seperti yang dijelaskan sebelumnya parameter model yang diduga dari dan peubah dibangun dari pendugaan sebaran normal yang bersesuaian. Setelah melakukan simulasi untuk memperoleh nilai dengan menggunakan persamaan (11), selanjutnya menghitung nilai dengan menggunakan persamaan (1). Langkah berikutnya adalah menghitung nilai penduga Bayes empirik bagi ukuran kemiskinan dengan menggunakan persamaan (5). Secara ringkas langkah-langkah metode EBP untuk menduga ukuran kemiskinan, yaitu: a. Menduga parameter yang tidak diketahui dari sebaran vektor y yang ditransformasi menggunakan data contoh. b. Mengambil vektor yang merupakan vektor luar contoh, dengan l=1,...,l. Dari (8) atau (11), tetapi dengan mengganti parameter yang tidak diketahui dengan penduga yang diperoleh pada bagian (a). c. Menggabungkan masing-masing dari bangkitan vektor dengan data sampel untuk membentuk vektor populasi, menghitung parameter area kecil. Pendekatan Monte Carlo pada EBP dari yang diperoleh dengan merata-ratakan parameter area kecil untuk simulasi L populasi :

23 6 Metode ini hanya memerlukan sebaran dari transformasi dari peubah pengeluaran per kapita rumah tangga yang diketahui dan sebaran bersyarat dari dapat diperoleh.

24 7 3 METODE Kajian Simulasi Data kajian simulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga di Propinsi Jawa Timur tahun 2008 yang diasumsikan menyebar lognormal dengan nilai tengah dan simpangan baku atau. Hal ini dikarenakan sebaran log normal mengakomodir bentuk dari karakteristik pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga di Propinsi Jawa Timur tahun Oleh karena itu, data ini perlu ditransformasi log sedemikian sehingga Berdasarkan hasil dari transformasi data aplikasi diperoleh nilai tengah dan simpangan baku, sehingga nilai harapan dapat ditentukan. Nilai tengah, simpangan baku dan yang diperoleh akan digunakan untuk membangkitkan data sebanyak pengamatan ( ) yang mengikuti sebaran. Pembangkitan data dilakukan sebanyak sembilan gugus data, yang selanjutnya disebut skenario. Skenario pertama dibangkitkan dengan menggunakan nilai tengah dan simpangan baku yang diperoleh dari data pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga yaitu nilai tengah dan simpangan baku, sedangkan nilai tengah dan simpangan baku untuk skenario-skenario yang lain diperoleh dengan cara membuat kombinasi nilai tengah dan simpangan baku sedemikian sehingga nilai. Persamaan yang digunakan untuk membuat kombinasi nilai tengah dan simpangan baku, yaitu : Hasil kombinasi nilai tengah dan simpangan baku disajikan pada Tabel 1. Kombinasi nilai tengah dan ragam dengan nilai sama untuk masing-maisng skenario digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dugaan pada berbagai kondisi keragaman data. Kajian simulasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh ukuran contoh terhadap perhitungan pendugaan langsung ukuran kemiskinan. Adapun tahapan-tahapan dalam kajian simulasi adalah sebagai berikut: Tahap I : Pembangkitan data simulasi Data dibangkitkan mengikuti sebaran lognormal dengan dan ( bernilai tetap untuk setiap skenario) yang merupakan nilai rata-rata garis kemiskinan dari 38 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur dan parameter hasil kombinasi yang tertera pada Tabel 1. Gugus data

25 8 bangkitan ini selanjutnya disebut skenario. Berikut tabel kombinasi nilai tengah dan, simpangan baku ( ) : Tabel 1 Kombinasi Nilai Tengah, Simpangan Baku ( ), untuk Skenario 1 12,6 0,6 2 11,8 1,4 3 11,5 1,6 4 9,9 2,4 5 9,4 2,6 6 7,0 3,4 7 6,3 3,6 8 3,1 4,4 9 2,2 4,6 Tahap II : Perhitungan nilai persamaan : dari data pada setiap skenario dengan Tahap III : Melakukan penarikan contoh Melakukan penarikan contoh dengan menggunakan ukuran contoh (n) yang bervariasi, yaitu 250, dan 300 sebanyak 500 kali ulangan. Tahap IV : Perhitungan nilai persamaan: dari setiap penarikan contoh dengan Tahap V : Evaluasi nilai penduga Dari data yang telah dibangkitkan pada tahap I-IV, selanjutnya dilakukan analisis untuk mengevaluasi nilai duga dari penduga langsung. Evaluasi nilai penduga dilakukan dengan tiga metode yaitu: relative bias (RB), absolute relative bias (ARB), dan relative means square error (RMSE). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

26 9 RB = ARB = RMSE = Langkah-langkah kajian simulasi secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut: Data Susenas 2008 Pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga (, E(, E( ) tetap, dengan kombinasi Simulasi dengan ulangan , dan 300 Evaluasi Sifat-Sifat Penduga dengan RB, ARB, RMSE Gambar 1 Diagram Alir Kajian Simulasi

27 10 Kajian Aplikasi Kajian aplikasi menggunakan dua sumber data, yaitu data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008 dan data Potensi Desa (PODES) 2008 Propinsi Jawa Timur. Pada data Susenas 2008 diambil dua peubah, yaitu data pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga sebagai peubah respon ( ) dan data jumlah desa yang memiliki status kelurahan sebagai peubah penjelas untuk rumah tangga anggota contoh (. Data Potensi Desa (PODES) 2008 yang digunakan sebagai sumber data pendukung adalah data proporsi desa yang berstatus kelurahan dari setiap kecamatan. Data ini digunakan sebagai peubah penjelas untuk rumah tangga yang bukan anggota contoh ). Kajian aplikasi dilakukan untuk mengevaluasi pendugaan langsung pada data aplikasi yaitu ukuran kemiskinan moneter tingkat kabupaten/kota dan kecamatan di Kabupaten dan Kota Malang, Propinsi Jawa Timur. Salah satu metode alternatif yang digunakan untuk mengevaluasi pendugaan langsung adalah metode Bayes empirik. Langkah-langkah yang dilakukan pada kajian aplikasi adalah sebagai berikut: 1. Eksplorasi data dan menentukan bentuk sebaran dari peubah (pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga). 2. Perhitungan nilai duga ukuran kemiskinan untuk tingkat Kabupaten/Kota menggunakan persamaan (1). 3. Perhitungan nilai duga ukuran kemiskinan untuk tingkat kecamatan di Kabupaten Kota Malang di Provinsi Jawa Timur menggunakan persamaan (1). 4. Pengulangan langkah 3 dengan mengadopsi metode yang diajukan oleh Molina dan Rao (2010) dengan data aplikasinya adalah data PODES 2008, sebagai peubah penyerta. Penjelasan langkah-langkah metode Molina dan Rao yang lebih rinci terdapat di lampiran 7.

28 Langkah-langkah analisis data aplikasi secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini : 11 Data Susenas 2008 Eksplorasi data dan menentukan bentuk sebaran dari ( ) Mencari tingkat kecamatan untuk Mencari untuk tingkat kabupaten/kota Metode Molina dan Rao (2010) Peubah Penyerta dari Podes 2008 Gambar 2 Diagram Alir Kajian Aplikasi Langkah-langkah analisis dari metode Molina dan Rao, dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini: anggota contoh ( Populasi anggota bukan contoh ( Gambar 3 Diagram Alir Metode Adopsi Molina dan Rao (2010)

29 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Simulasi Simulasi ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh ukuran contoh terhadap perhitungan metode penduga langsung ukuran kemiskinan. Evaluasi dilakukan berdasarkan pada relative bias (RB), absolute relative bias (ARB), dan relative mean square error (RMSE). Relative Bias (RB) Gambar 4 menunjukkan pola fluktuasi positif dan negatif di sekitar nol nilai RB untuk penduga yang dihasilkan dari 9 skenario simulasi. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa semakin besar ukuran contoh yang digunakan, nilai RB untuk yang dihasilkan akan mendekati nilai 0. Skenario 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 merupakan skenario dengan nilai RB yang lebih dekat dengan nol jika dibandingkan dengan skenario 1. Nilai RB yang dihasilkan skenario 1 mendekati nol ketika ukuran contohnya besar ( ). Persen p (a) Persen Ukuran Contoh Ukuran Contoh (b) 3 Persen Keterangan : -3 Ukuran Contoh (c) Gambar 4 Plot ukuran evaluasi Relative Bias (RB) metode penduga langsung ukuran kemiskinan moneter hasil simulasi vs ukuran contoh yang digunakan: (a), (b), (c).

30 13 Absolute Relative Bias (ARB) Nilai ARB yang disajikan pada Gambar 5 menunjukkan trend yang cenderung menurun sejalan dengan bertambahnya ukuran contoh dan pola pergerakan penurunan yang stabil untuk setiap skenario simulasi. Nilai ARB tertinggi dihasilkan oleh skenario 1 pada semua ukuran contoh yang dicobakan. Selain itu, gambar ini juga memperlihatkan bahwa nilai ARB yang dihasilkan oleh skenario 9 merupakan skenario terbaik, karena pada setiap ukuran contoh nilainya selalu lebih kecil daripada skenario simulasi yang lain Persen Persen Ukuran Contoh Ukuran Contoh (a) (b) Persen Ukuran Contoh Keterangan : (c) Gambar 5 Plot ukuran evaluasi ARB metode penduga langsung ukuran kemiskinan moneter hasil simulasi vs ukuran contoh yang digunakan: (a), (b), (c)

31 14 Salah satu sifat dari penduga parameter adalah konsisten. Suatu penduga dikatakan konsisten apabila nilai dugaan cenderung mendekati nilai parameter untuk yang semakin besar atau mendekati tak hingga. Jadi, ukuran contoh yang besar cenderung memberikan penduga yang lebih baik dibandingkan ukuran contoh kecil. Bila ukuran contoh pada subpopulasi kecil bahkan nol maka statistik dari penduga langsung akan memiliki ragam galat yang besar bahkan pendugaan tidak dapat dilakukan (Rao, 2003). Hal ini sejalan dengan hasil simulasi yang telah dilakukan, yaitu semakin besar ukuran contoh maka bias yang dihasilkan akan semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil ukuran contoh yang digunakan, maka bias yang dihasilkan akan semakin besar. Relative Mean Square Error (RMSE) Gambar 6 menyajikan hasil nilai RMSE untuk dari 9 skenario. Gambar 6 memperlihatkan adanya pergerakan penurunan nilai RMSE yang stabil seiring bertambahnya jumlah ukuran contoh yang digunakan. Nilai RMSE yang dihasilkan berbanding terbalik dengan ukuran contoh yang digunakan. Semakin besar ukuran contoh yang digunakan, maka semakin kecil nilai RMSE yang dihasilkan atau nilainya mendekati nol. Hal ini terlihat dari nilai RMSE yang dihasilkan untuk setiap skenario. Nilai RMSE yang tertinggi terdapat di skenario 1 dengan dan yang terendah terdapat di skenario 9 dengan. Artinya bahwa ketika jarak data penelitian besar untuk ukuran contoh yang kecil, nilai RMSE yang dihasilkan akan besar. Begitupun sebaliknya, jika menggunakan ukuran contoh yang besar pada jarak data yang besar, nilai RMSE yang dihasilkan kecil. Suatu penduga yang baik memiliki sifat mean square error (MSE) dengan ragam dan bias yang kecil. Untuk menemukan pendugaan dengan sifat MSE yang baik, perlu dicari penduga yang mengontrol ragam dan bias. Pada beberapa kasus tertentu, ada perpotongan antara ragam dengan biasnya yaitu kenaikan kecil dari bias akan menyebabkan penurunan nilai ragam, sehingga akan menghasilkan kenaikan nilai MSE (Casella dan Berger, 2002).

32 15 Persen Persen Ukuran Contoh Ukuran Contoh (a) (b) Persen Ukuran Contoh (c) Keterangan : Gambar 6 Plot ukuran evaluasi RMSE metode penduga langsung ukuran kemiskinan moneter hasil simulasi vs ukuran contoh yang digunakan: (a), (b), (c)

33 16 Kajian Aplikasi Eksplorasi Data Eksplorasi data dilakukan terhadap data pengeluaran per kapita dari tiap kabupaten di Propinsi Jawa Timur. Pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur sangat beragam yang ditunjukkan oleh simpangan baku sebesar Rp Kabupaten Trenggalek memilki pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga paling kecil (Rp ) dan Kota Surabaya memiliki pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga sebesar Rp Deskriptif statistik pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Deskriptif Statistik Pengeluaran per Kapita per Bulan Rumah Tangga (dalam rupiah) Statistik Pengeluaran per Kapita per Bulan Rumah Tangga Rata-Rata Simpangan Baku Minimum Maksimum Pola sebaran log normal mengakomodir bentuk dari karakteristik pengeluaran per kapita di Provinsi Jawa Timur yaitu bernilai positif, memiliki ekor yang cenderung menjulur ke kanan dan pengeluaran yang mengumpul di sisi kiri. Selain itu, pola datanya bersifat cenderung mengelompok di suatu nilai dan terlihat ada beberapa rumah tangga memiliki pengeluaran per kapita yang jauh melebihi rata-rata pengeluaran per kapita rumah tangga. Histogram sebaran data pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Histogram Pengeluaran per Kapita per Bulan Rumah Tangga

34 Evaluasi Penduga Langsung Tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Hasil penduga langsung ukuran kemiskinan moneter untuk tingkat kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur disajikan pada Tabel 3. Kabupaten Probolinggo memiliki nilai yang tertinggi sebesar 45% dan juga nilai yang tertinggi, 11%. Adapun nilai tertinggi yaitu sebesar 3,9% terdapat pada kabupaten Bangkalan. Lebih lanjut, untuk nilai dan yang terendah terdapat pada Kota Surabaya, dengan masing-masing pendugaan nilai ukuran kemiskinannya yaitu sebesar 9,3%, 1,4%, dan 0,3%. Metode pendugaan yang digunakan oleh BPS untuk data Susenas adalah metode penduga langsung yaitu metode pendugaan yang didasarkan pada data yang diperoleh dari suatu proses penarikan contoh di suatu area tertentu. Metode pendugaannya semata-mata didasarkan pada metode penarikan contoh yang digunakan. Hasil penduga langsung yang disajikan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa untuk ukuran contoh rumah tangga yang kecil tidak diperoleh hasil nilai dugaan ukuran kemiskinan moneter (nilai pendugaannya nol). Hal ini karena penduga langsung pada subpopulasi relatif tidak memiliki presisi yang memadai karena kecilnya jumlah contoh yang digunakan untuk memperoleh dugaan survei sensus. Hasil yang diperoleh dari penduga langsung memberikan gambaran bahwa pada area dengan ukuran contoh kecil dapat menghasilkan pendugaan yang kurang akurat. Suatu area sangat tidak mungkin nilai persentase penduduk miskinnya bernilai nol. Evaluasi Penduga Langsung Tingkat Kecamatan di Kabupaten dan Kota Malang Penduga langsung ukuran kemiskinan dan pendugaan Bayes empirik untuk setiap kecamatan di Kabupaten dan Kota Malang disajikan pada Gambar 8 dan Tabel 4. Dapat dilihat bahwa Kecamatan Pakis, Pagak, dan Purjon merupakan tiga kecamatan yang mempunyai indeks kemiskinan tertinggi di Kabupaten Malang. Hal ini dapat dilihat dari nilai. Kecamatan Pakis mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar 56,25%, Kecamatan Pagak mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar 11,09%, dan Kecamatan Purjon mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar 3,58%. Kecamatan Dau, Klojen, dan Lowokwaru mempunyai indeks kemiskinan yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang mencapai nilai 0%. Pendugaan langsung ini mempunyai berbagai kelemahan, salah satunya yaitu ukuran contoh. Jika ukuran contoh kecil maka akan cenderung mempunyai tingkat akurasi dugaan yang rendah, artinya meskipun sifat dari pendugaan ini tidak bias tetapi mempunyai ragam yang besar. Hal ini didukung oleh hasil simulasi seperti pembahasan di atas. Solusi untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan pendugaan Bayes. Pada Tabel 4, dengan metode penduga Bayes dapat dilihat bahwa Kecamatan Singosari merupakan kecamatan termiskin di Kabupaten Malang. Hal ini dapat dilihat dari nilai berturut-turut yaitu 38,11%, 13,54%, dan 6,58%. Kecamatan Sukun merupakan kecamatan termiskin di Kota Malang. Hal ini dapat dilihat dari nilai berturut-turut yaitu 32,21%, 17

35 18 10,87%, dan 5,10%. Kecamatan Dau, Klojen, dan Lowokwaru mempunyai indeks kemiskinan yang rendah atau dapat dikatakan penduduknya makmur. Hasil ini cukup berbeda dengan penduga langsung. Kecamatan Dau menjadi kecamatan termakmur karena mempunyai nilai indeks kemiskinan terendah, yaitu 4,68%, 1,12%, dan 0,41%. Tabel 3 Jumlah Rumah Tangga dan Nilai Penduga Langsung Ukuran Kemiskinan Moneter Tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur (dalam persen) Kode Kab/kota Nama Kab/Kota Jumlah RT P0 P1 P Kota Mojokerto 22 00,0 0,0 0, Kota Blitar 32 00,0 0,0 0, Kota Probolinggo 37 33,4 6,8 2, Kota Pasuruan 47 19,5 3,7 0, Kota Madiun 48 23,2 3,4 0, Kota Batu 48 20,5 4,4 1, Kota Kediri 74 27,5 5,5 1, Kab. Pacitan ,0 4,5 1, Kab. Madiun ,1 3,7 1, Kab. Trenggalek ,3 5,5 2, Kab. Situbondo ,8 7,6 2, Kab. Magetan ,5 3,2 0, Kab. Bondowoso ,8 5,8 1, Kab. Pamekasan ,1 6,1 1, Kab. Bangkalan ,9 11,0 3, Kota Malang ,0 1,9 0, Kab. Sampang ,1 3,5 1, Kab. Ngawi ,3 2,9 0, Kab. Ponorogo ,1 2,6 0, Kab. Mojokerto ,0 2,4 0, Kab. Nganjuk ,4 2,5 0, Kab. Lumajang ,8 3,5 0, Kab. Tulungagung ,5 1,8 0, Kab. Tuban ,3 3,1 0, Kab. Gresik ,3 8,7 2, Kab. Sumenep ,0 6,4 1, Kab. Purbolinggo ,2 9,6 2, Kab. Blitar ,4 1,9 0, Kab. Bojonegoro ,7 2,3 0, Kab. Jombang ,6 2,8 0, Kab. Lamongan ,3 2,3 0, Kab. Pasuruan ,6 5,8 1, Kab. Kediri ,2 6,2 1, Kab. Banyuwangi ,4 2,4 0, Kab. Sidoardjo ,4 2,0 0, Kab. Jember ,5 5,5 1, Kab. Malang ,1 5,4 1, Kota Surabaya ,3 1,4 0,3

36 Tabel 4 Hasil Penduga Langsung Ukuran Kemiskinan dan Pendugaan Bayes Empirik Tingkat Kecamatan di Kabupaten/Kota Malang (dalam persen) 19 Nama Kecamatan Jumlah Pendugaan Langsung Bayes Empirik RT P0 P1 P2 P0 P1 P2 Kab.Malang Donomulyo 16 25,00 5,21 1,15 23, Kalipare 16 12,50 0,84 0,06 13, Pagak 15 40,00 11,09 3,50 26, Bantur 32 18,75 4,10 1,21 26, Gedangan 16 12,50 0,71 0,06 16, Sumbermanjing 16 12,50 1,43 0,19 16, Dampit 30 40,00 6,67 1,90 22, Tirtoyudo 16 18,75 3,93 1,13 15, Ampelgading 15 33,33 3,71 0,58 22, Poncokusumo 16 18,75 2,31 0,48 21, Wajak 32 37,50 7,44 2,18 25, Turen 15 13,33 2,26 0,60 18, Bululawang 31 22,58 5,74 1,80 27, Gandanglegi 16 31,25 5,14 1,03 19, Kepanjen 32 3,13 0,59 0,11 14, Sumberpucung 16 50,00 8,38 1,85 33, Ngajum 16 31,25 5,61 1,61 22, Wonosari ,12 1,82 22, Wagir 16 12,50 2,55 0,67 24, Pakisaji 32 25,00 6,85 2,25 15, Tajinan 16 25,00 5,76 1,61 28, Tiumpang 15 20,00 3,59 0,89 23, Pakis 16 56,25 10,92 2,64 25, Lawang 16 6,25 0,23 0,01 24, Singosari 45 24,44 3,21 0,66 38, Karangploso 15 20,00 4,61 1, Dau 15 0,00 0,00 0, Purjon 14 35,71 9,06 3, Ngantang 16 37,50 7,31 2, Kota Malang Kedungkandang 48 20,83 3,47 0, Sukun 48 10,42 1,92 0, Klojen 16 0,00 0,00 0, Blimbing 31 9,68 1,38 0, Lowokwaru 47 0,00 0,00 0,

37 Persen Persen Kecamatan Kecamatan (a) Persen (b) Kecamatan (c) Keterangan : Gambar 8 Nilai Pendugaan Langsung Ukuran Kemiskinan dan Pendugaan Bayes Empirik Tingkat Kecamatan di Kabupaten/Kota Malang: (a), (b), (c)

38 Indikator kemiskinan ini mempunyai hubungan yang kuat. Hal ini dibuktikan dengan hasil dari nilai korelasi antara pada Kabupaten dan Kota Malang yang mendekati satu dan bernilai positif. Berdasarkan data persentase penduduk miskin yang diperoleh dari metode penduga langsung dan Bayes emprik, maka masing-masing daerah kecamatan di Kabupaten dan Kota Malang dapat dibagi menjadi tiga kriteria. Kriteria tersebut didasarkan atas tiga interval yaitu 1) persentase penduduk miskin lebih dari 18,5% tergolong tinggi, 2) persentase penduduk miskin 15,4% sampai dengan 18,5% tergolong sedang, dan 3) persentase penduduk miskin kurang dari 15,4% tergolong rendah. Skala interval diperoleh berdasarkan persentase penduduk miskin tingkat propinsi Jawa Timur (18,5%) dan nasional (15,4%). Gambar 9 menyajikan persentase penduduk miskin untuk setiap kecamatan di Kabupaten Malang dengan menggunakan metode penduga langsung dan Bayes empirik. Gambar 9 (a) memperlihatkan bahwa daerah yang mempunyai persentase penduduk miskin yang tergolong tinggi ada dua puluh satu daerah kecamatan, yaitu: Donomulyo, Pagak, Bantur, Dampit, Tirtoyodo, Ampelgading, Poncokusumo, Wajak, Bululawang, Gandanglegi, Sumberpucung, Ngajum, Wonosari, Pakisaji, Tajman, Tiumpang, Pakis, Singosari, Karangploso, Purjon, dan Ngantang. Sedangkan daerah yang persentase penduduk miskinnya tergolong rendah ada delapan kecamatan, yaitu: Kalipare, Gedangan, Sumbermanjing, Turen, Kepanjen, Wagir, Lawang, dan Dau. Persentase penduduk miskin untuk setiap kecamatan di Kabupaten Malang dengan metode Bayes Empirik yang disajikan pada Gambar 9b menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin yang tergolong tinggi ada dua puluh daerah kecamatan, yaitu: Donomulyo, Pagak, Bantur, Dampit, Ampelgading, Poncokusumo, Wajak, Bululawang, Gandanglegi, Sumberpucung, Ngajum, Wonosari, Wagir, Tajinan, Tiumpang, Pakis, Lawang, Singosari, Purjon, dan Ngantang. Daerah yang tergolong sedang berdasarkan persentase penduduk miskinnya ada lima kecamatan, yaitu Gedangan, Sumbermanjing, Tirtoyudo, Turen, dan Pakisaji. Sedangkan daerah yang persentase penduduk miskinnya rendah ada empat kecamatan, yaitu Kalipare, Kepanjen, Karangploso, dan Dau. Pada Gambar 10a dapat dilihat bahwa persentase penduduk miskin yang tergolong tinggi di Kota Malang ada empat daerah kecamatan, yaitu Kecamatan Sukun, Klojen, Blimbing, dan Lowokwaru. Daerah yang tergolong rendah persentase penduduk miskinnya, yaitu Kecamatan Kedungkandang. Berdasarkan Gambar 10b, persentase penduduk miskin yang tergolong tinggi di Kota Malang ada dua daerah kecamatan, yaitu Kecamatan Klojen dan Bimbing. Daerah yang persentase penduduk miskinnya tergolong sedang yaitu Kecamatan Lowokwaru. Sedangkan daerah yang persentase penduduk miskinnya tergolong rendah adalah kecamatan Kedungkandang dan Sukun. 21

39 22 (a) (b) Keterangan gambar : Rendah Sedang Tinggi Bukan Sampel Gambar 9 Peta Kabupaten Malang Berdasarkan Persentase Penduduk Miskin: (a) Penduga Langsung, (b) Bayes Empirik (a) (b) Keterangan gambar : Rendah Sedang Tinggi Gambar 10 Peta Kota Malang Berdasarkan Persentase Penduduk Miskin: (a) Penduga Langsung, (b) Bayes Empirik

40 Berdasarkan Gambar 9 dan 10, perbedaan hasil diperoleh dari metode penduga langsung dan Bayes empirik. Kabupaten Malang pada penduga langsung dan Bayes empirik ada tiga kecamatan yang mengalami penurunan peringkat tingkat kemiskinan, sedangkan untuk sembilan kecamatan yang lain mengalami kenaikan peringkat tingkat kemiskinan. Kecamatan di Kota Malang juga mengalami perubahan peringkat tingkat kemiskinan. Ada tiga kecamatan yang mengalami kenaikan peringkat tingkat kemiskinan, sedangkan kecamatan yang lain mengalami penurunan peringkat tingkat kemiskinan. Perubahan peringkat tingkat kemiskinan yang ditunjukkan pada gambar 9 dan 10 menunjukkan bahwa metode penduga langsung dapat dikoreksi dengan metode Bayes empirik, karena memberikan hasil pendugaan yang cukup akurat, ditunjukkan dengan ragam yang kecil dan dapat menduga titik yang bukan anggota contoh dengan memanfaatkan kekuatan area sekitarnya. 23

41 24 5 KESIMPULAN Permasalahan yang dihadapi dalam pendugaan area kecil adalah besarnya keragaman dari penduga langsung, sehingga statistik yang dihasilkan tidak efisien dan presisi dugaan yang rendah. Nilai ARB dan RMSE hasil penduga langsung untuk suatu nilai garis kemiskinan (titik potong) tertentu semakin kecil dengan meningkatnya kemiringan data (simpangan baku yang semakin besar). Dalam penelitian ini pendugaan ukuran kemiskinan moneter dengan Metode Bayes empirik yang diajukan oleh Molina dan Rao (2010) cukup mampu memperbaiki keragaman dari penduga langsungnya.

42 25 DAFTAR PUSTAKA Abdillah R Pengelompokkan Kabupaten/Kota Berdasarkan Ukuran Kemiskinan Moneter dan Nonmoneter di Jawa Tengah Tahun 2008 [skripsi]. Jakarata : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Jakarta : Badan Pusat Statistik Casella G, Berger RL Statistical Inference. California: Duxbury. Elbers C, Lanjouw JO, Lanjouw P Micro-level Estimation of Poverty and Inequality. Econometrica, 71, hlm Foster J, Greer J, Thorbecke E A Class of Decomposable Poverty Measures. Econometrica, Vol. 52 No.3, hlm Haslett S, Jones G, Isidro M Potential for Small Area Estimation of Malnutrition at District and Commune level in Cambodia. Massey University : Feasibility Report Phases 1 and 2. Mafruhah I Multidimensi Kemiskinan. Surakarta: LPP dan UNS Press. Molina I, Rao JNK Small Area Estimation of Poverty Indicators. The Canadian Journal Statistics, 2010, Vol.38, No.3, p: Rao JNK Small Area Estimation. New York : John Willey &Sons.. Rozuli AI Menakar Program-Program Penanggulangan Kemiskinan dan Upaya Pembangunan Berkelanjutan. [diacu 2012 Mei 8]. Tersedia dari: Imron-Rozuli-FISIB-UB-Malang.pdf. Saei A, Chambers R Small Area Estimation: A Review of Methods Based on The Application of Mixed Model. University of Southampton: S3RI Methodology Working Paper M30/16.

43 26

44 27 Lampiran 1 Algoritma Metode Penduga Langsung Kajian Simulasi ALGORITMA : 1. Pembangkitan data dengan jumlah populasi sebanyak (untuk skenario ke-1) 2. Perhitungan nilai dari data populasi yang telah dibangkitkan. Persamaan yang digunakan : 3. Penarikan contoh dengan ukuran contoh dengan pengulangan sebanyak 500 kali untuk masing-masing ukuran contoh. 4. Perhitungan nilai dari masing-masing ukuran contoh pada setiap ulangan dengan menggunakan persamaan pada algoritma Ulangi langkah 1 sampai dengan 4 untuk skenario ke-2 sampai skenario ke-.

45 28 Lampiran 2 Syntax Program R Kajian Simulasi Penduga Langsung ############################# Populasi ############################# z< n< meanlog<-12.6 ##### Diganti sesuai nilai yang tertera di Tabel 1 ##### sdlog<-0.6 ##### Diganti sesuai nilai yang tertera di Tabel 1 ##### pengeluaran<-rlnorm(n, meanlog, sdlog) miskin<-ifelse(pengeluaran<z,1,0) df<-dataframe(pengeluaran,miskin) y<-subset(df, miskin==1)$pengeluaran P0<-(1/n)*sum(((z-y)/z)^0) P1<-(1/n)*sum(((z-y)/z)^1) P2<-(1/n)*sum(((z-y)/z)^2) writetable(pengeluaran,file="d:kapita1csv",sep=",") ################ fungsi untuk menentukan nilai p0,p1,p2################ p<-function(x) { n<-length(x) y<-subset(x,x<z) P0<-(1/n)*sum(((z-y)/z)^0) P1<-(1/n)*sum(((z-y)/z)^1) P2<-(1/n)*sum(((z-y)/z)^2) out<-c(p0, P1, P2)} ######################### Penarikan Contoh ######################### nsamp300 <-list() #nsamp ( 250, 300) # for(i in 1:500){nsamp300[[paste("samp",i,sep="")]]<sample(pengeluaran,300,replace="T")} ######### menentukan nilai p untuk penarikan contoh 300 (500 kali) ######### p300<- list() ####memesan tempat#### for(i in 1:500){p300[[i]]<-p(nsamp300[[paste("samp",i,sep="")]])} #################### Untuk Menyimpan di Excel #################### pc<-c() for (i in 1:500) {pc[i]<-p300[[i]][1]} writeclipboard(ascharacter(for (i in 1:500) {p300[[i]][1]})) writeclipboard(ascharacter(pc))

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN LAMONGAN PROFIL KEMISKINAN DI LAMONGAN MARET 2016 No. 02/06/3524/Th. II, 14 Juni 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Kabupaten/Kota DAU 2010 PAD 2010 Belanja Daerah 2010 Kab Bangkalan 497.594.900

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sidang Tugas Akhir Surabaya, 15 Juni 2012 Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wenthy Oktavin Mayasari

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 40/06/35/Th. XIV, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 IPM Jawa Timur Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penaksir Robust Metode mencari himpunan bagian dari himpunan X sejumlah h elemen di mana n p 1 h n di mana determinan matrik kovariansi minimum. Misalkan himpunan bagian

Lebih terperinci

PENDUGAAN ANGKA PUTUS SEKOLAH DI KABUPATEN SEMARANG DENGAN METODE PREDIKSI TAK BIAS LINIER TERBAIK EMPIRIK PADA MODEL PENDUGAAN AREA KECIL SKRIPSI

PENDUGAAN ANGKA PUTUS SEKOLAH DI KABUPATEN SEMARANG DENGAN METODE PREDIKSI TAK BIAS LINIER TERBAIK EMPIRIK PADA MODEL PENDUGAAN AREA KECIL SKRIPSI PENDUGAAN ANGKA PUTUS SEKOLAH DI KABUPATEN SEMARANG DENGAN METODE PREDIKSI TAK BIAS LINIER TERBAIK EMPIRIK PADA MODEL PENDUGAAN AREA KECIL SKRIPSI Disusun Oleh: NANDANG FAHMI JALALUDIN MALIK NIM. J2E 009

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Variabel Prediktor pada Model MGWR Setiap variabel prediktor pada model MGWR akan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui variabel prediktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PENDUGAAN AREA KECIL (SMALL AREA ESTIMATION) PADA PENENTUAN PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN KLUNGKUNG

PENERAPAN METODE PENDUGAAN AREA KECIL (SMALL AREA ESTIMATION) PADA PENENTUAN PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN KLUNGKUNG E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.3, Agustus 2013, 35-39 ISSN: 2303-1751 PENERAPAN METODE PENDUGAAN AREA KECIL (SMALL AREA ESTIMATION) PADA PENENTUAN PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN KLUNGKUNG PUTU

Lebih terperinci

PENDUGAAN PENGELUARAN PER KAPITA DI KABUPATEN BREBES

PENDUGAAN PENGELUARAN PER KAPITA DI KABUPATEN BREBES PENERAPAN METODE EMPIRICAL BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION (EBLUP) PADA MODEL PENDUGA AREA KECIL DALAM PENDUGAAN PENGELUARAN PER KAPITA DI KABUPATEN BREBES SKRIPSI Disusun Oleh : RAHAYU NINGTYAS 24010211130042

Lebih terperinci

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Oleh : Nita Indah Mayasari - 1305 100 024 Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Jawa Timur Angka Rawan Pangan 19,3 % STATUS EKONOMI SOSIAL Rumah Tangga Pedesaan Rumah Tangga Perkotaan Perbedaan pengeluaran

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M. 16 JANUARI ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDUDUK MISKIN DAN PENGELUARAN PERKAPITA MAKANAN DI JAWA TIMUR DENGAN METODE REGRESI NONPARAMETRIK BIRESPON SPLINE Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas tentang pola penyebaran angka buta huruf (ABH) dan faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically Weighted Regression (GWR),

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Seminar Hasil Tugas Akhir Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Mega Pradipta 1309100038 Pembimbing I : Dra. Madu Ratna, M.Si Pembimbing II

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan Lampiran. Data Dana Perimbangan DANA PERIMBANGAN (Dalam Ribuan) No Daerah 2009 200 20 202 203 Kab. Bangkalan 628,028 64,037 738,324 870,077,004,255 2 Kab. Banyuwangi 897,07 908,07 954,894,70,038,299,958

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

Universitas Negeri Malang Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia.

Universitas Negeri Malang   Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia. 1 PERBANDINGAN JUMLAH KELOMPOK OPTIMAL PADA METODE SINGLE LINKAGE DAN COMPLETE LINKAGE DENGAN INDEKS VALIDITAS SILHOUETTE: Studi Kasus pada Data Pembangunan Manusia Jawa Timur Yuli Novita Indriani 1, Abadyo

Lebih terperinci

Listyanti, A.S Gandeng 74 Universitas, Pemerintah Targetkan Entas 50 Daerah Tertinggal.

Listyanti, A.S Gandeng 74 Universitas, Pemerintah Targetkan Entas 50 Daerah Tertinggal. 149 DAFTAR PUSTAKA Amir, H. dan S. Nazara. 2005. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi (Economic Landscape) dan Kebijakan Strategi Pembangunan Jawa Timur Tahun 1994 dan 2000: Analisis Input Output. Jurnal

Lebih terperinci

BAB VIII STANDAR PERJALANAN DINAS

BAB VIII STANDAR PERJALANAN DINAS BAB VIII STANDAR PERJALANAN DINAS A. STANDAR PERJALANAN DINAS TUJUAN 1. Di Dalam Wilayah Kabupaten Malang a. Tingkat A: Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Uang Harian Biaya Transpostasi

Lebih terperinci

OPTIMASI BIAYA PROYEK PENGASPALAN JALAN DENGAN PENGATURAN JUMLAH ASPHALT MIXING PLANT

OPTIMASI BIAYA PROYEK PENGASPALAN JALAN DENGAN PENGATURAN JUMLAH ASPHALT MIXING PLANT Spectra Nomor 21 Volume XI Januari 2013: 90-101 OPTIMASI BIAYA PROYEK PENGASPALAN JALAN DENGAN PENGATURAN JUMLAH ASPHALT MIXING PLANT Widyawati Budikusuma Program Pascasarjana Teknik Sipil Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal Oleh: DELTA ARLINTHA PURBASARI 1311030086 Dosen Pembimbing: Dr. Vita

Lebih terperinci

METODE PREDIKSI TAK-BIAS LINEAR TERBAIK DAN BAYES BERHIRARKI UNTUK PENDUGAAN AREA KECIL BERDASARKAN MODEL STATE SPACE KUSMAN SADIK

METODE PREDIKSI TAK-BIAS LINEAR TERBAIK DAN BAYES BERHIRARKI UNTUK PENDUGAAN AREA KECIL BERDASARKAN MODEL STATE SPACE KUSMAN SADIK METODE PREDIKSI TAK-BIAS LINEAR TERBAIK DAN BAYES BERHIRARKI UNTUK PENDUGAAN AREA KECIL BERDASARKAN MODEL STATE SPACE KUSMAN SADIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Objek Wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi 29 kabupaten dan 9 kota. Peta wilayah disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDUGAAN AREA KECIL TERHADAP PENGELUARAN PER KAPITA DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN PENDEKATAN KERNEL SKRIPSI

PENDUGAAN AREA KECIL TERHADAP PENGELUARAN PER KAPITA DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN PENDEKATAN KERNEL SKRIPSI PENDUGAAN AREA KECIL TERHADAP PENGELUARAN PER KAPITA DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN PENDEKATAN KERNEL SKRIPSI Disusun Oleh : BITORIA ROSA NIASHINTA 24010211120021 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 OLEH : Drs. MUDJIB AFAN, MARS KEPALA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR DEFINISI : Dalam sistem pemerintahan di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN UNGGULAN PADA TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN MALANG

ANALISIS POTENSI EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN UNGGULAN PADA TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN MALANG ANALISIS POTENSI EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN UNGGULAN PADA TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN MALANG SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi Oleh: YENI NUR HIDAYATI 08630074

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

PREDIKSI TERBAIK EMPIRIK UNTUK MODEL TRANSFORMASI LOGARITMA DI DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PENERAPAN PADA DATA SUSENAS ANANG KURNIA

PREDIKSI TERBAIK EMPIRIK UNTUK MODEL TRANSFORMASI LOGARITMA DI DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PENERAPAN PADA DATA SUSENAS ANANG KURNIA PREDIKSI TERBAIK EMPIRIK UNTUK MODEL TRANSFORMASI LOGARITMA DI DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PENERAPAN PADA DATA SUSENAS ANANG KURNIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAAN

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

APROKSIMASI BOOTSTRAP PARAMETRIK PADA PENDUGAAN SELANG PREDIKSI STATISTIK AREA KECIL LA ODE ABDUL RAHMAN

APROKSIMASI BOOTSTRAP PARAMETRIK PADA PENDUGAAN SELANG PREDIKSI STATISTIK AREA KECIL LA ODE ABDUL RAHMAN APROKSIMASI BOOTSTRAP PARAMETRIK PADA PENDUGAAN SELANG PREDIKSI STATISTIK AREA KECIL LA ODE ABDUL RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA

RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA oleh INTAN LISDIANA NUR PRATIWI NIM. M0110040 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENDUGAAN INDEKS STANDAR HIDUP LAYAK DENGAN PENDEKATAN SEBARAN LOGNORMAL RAFIKA NURUNNISA

PENDUGAAN INDEKS STANDAR HIDUP LAYAK DENGAN PENDEKATAN SEBARAN LOGNORMAL RAFIKA NURUNNISA PENDUGAAN INDEKS STANDAR HIDUP LAYAK DENGAN PENDEKATAN SEBARAN LOGNORMAL RAFIKA NURUNNISA DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENENTUAN PETA KEMISKINAN JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE SMALL AREA ESTIMATION

PENENTUAN PETA KEMISKINAN JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE SMALL AREA ESTIMATION PENENTUAN PETA KEMISKINAN JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE SMALL AREA ESTIMATION Oleh EKO YULIASIH M0105003 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR Gangga Anuraga Dosen Program Studi Statistika MIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya E-mail : ganuraga@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 Realisasi belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur Oktober 2016 PROVINSI KABUPATEN/KOTA Provinsi Gorontalo Provinsi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. maka diperoleh kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut : tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

BAB V PENUTUP. maka diperoleh kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut : tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur tahun 2008-2012, maka diperoleh kesimpulan yang

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENDAPATAN PADA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN DEFINITIF BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PASAL 25/29) DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini salah satunya karena Provinsi Jawa Timur menepati urutan pertama

Lebih terperinci

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS Muhammad Aqik Ardiansyah Fatah Nurdin 1310 Hamsyah 030 076 1310 030 033 08 Januari 2014 PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA JURUSAN STATISTIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) SEKOLAH MENENGAH PADA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO

CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO 1 CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN Serial Paper Manajemen Penulis: Ilham Akhsanu Ridlo PHMovement

Lebih terperinci

PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA

PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA TESIS PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA TITIS KRISNAWATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 JUDUL TESIS PENGARUH

Lebih terperinci

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Qonitatin Nafisah, Novita Eka Chandra Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN SEMENTARA BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PASAL 25/29 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Lebih terperinci

CHAPTER XI POVERTY BAB XI KEMISKINAN

CHAPTER XI POVERTY BAB XI KEMISKINAN BAB XI KEMISKINAN Pada bab ini menyajikan gambaran umum kondisi kemiskinan di Kota Kendari yang mencakup jumlah penduduk miskin, Garis Kemiskinan, serta persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur I. PEMOHON Hj. Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI WILAYAH PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur

Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur Nama : Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur Dimas Okky S. (1307030006) Dosen Pembimbing : Dr.Dra.Ismaini Zain, MSi PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Partisipasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN NONO SAMPONO SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS 1 Nurul Komariyah (1309 105 013) 2 Muhammad Sjahid Akbar 1,2 Jurusan Statistika FMIPA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA CABANG DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada tiga indikator kemiskinan yang digunakan, Pertama Head Count Index (HCI- P0) yaitu persentase penduduk yang dibawah garis

Lebih terperinci

MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER

MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER Etis Sunandi 1), Khairil A Notodiputro 2), Anik Djuraidah 2) 1) Jurusan Matematika FMIPA Universitas Bengkulu 2) Jurusan Statistika,

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M. JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Seminar hasil TUGAS AKHIR Ayunanda Melliana 1309100104 Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kabupaten Jember Pengeluaran Per kapita

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kabupaten Jember Pengeluaran Per kapita TINJAUAN PUSTAKA Profil Kabupaten Jember Berdasarkan data BPS (2009), Kabupaten Jember secara geografis terletak pada 113 0 30-113 0 45 Bujur Timur dan 8 0 00-8 0 30 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Efferin, Darmadji dan Tan (2008:47) pendekatan kuantitatif disebut juga pendekatan

Lebih terperinci