SISTEM BUDIDAYA DAN PERFORMANS TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT
|
|
- Farida Yulia Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SISTEM BUDIDAYA DAN PERFORMANS TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT (Raising System and Morphology Performances of Swamp Buffalo in Pasaman District of West Sumatra) A. HARYADI 1 dan A. ANGGRAENI 2 1 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 2 Balai Penelitian Ternak, Bogor ABSTRACT Increasing productivity of local buffalo is necessary in supporting national meat demand. This study was aimed to obtain some informations on raising system and its influence on morphology of local swamp buffalo in three subdistricts of Lubuk Sikaping (LS), Panti (PTi) and Rao Utara (RU) in Pasaman District, West Sumatra. A number of quantitative trait were observed by purposive sampling on adult buffaloes (3-5 years) for the number of animal in LS 34 hds, PTi 42 hds, and RU 60 hds. Information on raising system was obtained by interviewing farmers for some aspects including raising pattern, ownership, management, and feeding. Quantitative trait of various body sizes (7 variables) of males and females were classified into three age groups. Investigation on the differences of each body measurement among the three locations was conducted using t test. Most farmers kept buffaloes in a semi-intensive condition, in which by keeping buffalo outside during the day and housing them during the night. The main source of forages fed to buffalo was wild grass and rice straw. Many farmers fed buffalo at night, namely in LS 73.3%, PTi 63.2% and RU 53.8% respectively. Buffaloes in LS and PTi had body sizes were almost similar (P > 0.05), but these were higher than that of buffalo in RU (P < 0.01). The exception was for body length and hips wide being unsignificantly different (P > 0.05) among the three locations. Environment, management, and ownership status in general affected morphological performances of buffaloes. Farmers maintaining buffalo under a profit sharing and raising buffalo in small scale resulted in better growth performances than that in a reverse condition. Key Words: Local Swamp Buffalo, Livestock System, Morphology ABSTRAK Peningkatan produktivitas kerbau lokal perlu dilakukan dalam mendukung kebutuhan daging nasional. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi pola budidaya dan pengaruhnya terhadap tampilan morfologi tubuh kerbau rawa di tiga lokasi, meliputi Kecamatan Lubuk Sikaping (LS), Panti (Pti) dan Rao Utara (RU) di Kabupaten Pasaman, Sumbar. Pengamatan performans tubuh dilakukan secara purposive sampling pada kerbau dewasa (3 5 tahun) dengan jumlah ternak berurutan di LS 34 ekor, Pti 42 ekor dan RU 60 ekor. Informasi budidaya diperoleh dengan mewawancarai peternak meliputi aspek pemeliharaan, kepemilikan, manajemen dan pemberian pakan. Pengumpulan data ukuran tubuh (7 ukuran) dari jantan dan betina diklasifikasi pada tiga kelompok umur dan untuk mengetahui perbedaan nilai antara ketiga kecamatan dilakukan uji t. Sebagian besar peternak memelihara kerbau secara semi intensif, dimana kerbau digembalakan siang hari dan pada malam hari dikandangkan. Sumber pakan utama yang diberikan pada kerbau adalah rumput alam dan jeramai padi. Sebagian peternak memberi pakan pada kerbau saat malam hari, yaitu di LS 73,3%, PI 63,2% dan RU 53,8%. Kerbau di LS dan Pti mempunyai ukuran tubuh tidak berbeda nyata (P > 0,05), tetapi lebih besar dibandingkan kerbau yang ada di RU (P < 0,01). Kekecuali pada panjang badan dan lebar pinggul tidak menunjukkan perbedaan nyata (P > 0,05) antara ketiga lokasi. Lingkungan, manajemen pemeliharaan, dan status kepemilikan secara umum mempengaruhi performans tubuh kerbau. Peternak yang memelihara kerbau dengan sistem bagi hasil dan pemeliharaan kerbau dalam jumlah sedikit memberikan performans tubuh kerbau lebih baik dari kondisi sebaliknya. Kata Kunci: Kerbau Rawa Lokal, Budidaya, Morfologi Tubuh 189
2 PENDAHULUAN Kerbau memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai ternak kerja maupun sumber pangan hewani bagi manusia. Kerbau membantu petani dalam membajak sawah, sehingga dapat mengatasi keterbatasan tenaga keluarga. Memelihara kerbau untuk membajak sawah sudah menjadi kegiatan yang diwariskan secara turun temurun, sehingga membudaya bagi khususnya masyarakat pertanian di lahan sawah. Petani berpendapat membajak sawah menggunakan kerbau memberikan hasil lebih baik daripada menggunakan traktor. Membajak menggunakan kerbau menurut petani tidak menyebabkan tanah menjadi padat, lebih mudah diolah dan biaya lebih murah. Hasil penelitian di daerah Banten memperlihatkan salah satu tujuan petani memelihara kerbau adalah untuk mengolah lahan sawah. Peternak tidak hanya menggunakan kerbau untuk membajak sawahnya sendiri, tetapi kerbau juga disewakan, sehingga memberi tambahan penghasilan dari jasa penyewaan (SANTOSA, 2007). Sektor pertanian merupakan sektor paling dominan sebagai lapangan usaha penduduk di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Subsektor peternakan adalah salah satu dari sektor pertanian yang memberi arti penting bagi penduduk. Kabupaten Pasaman juga memiliki kesesuaian klimatologi, topografi dan ketersediaan pakan yang berasal dari rumput alam dan sisa hasil pertanian. Kabupaten ini memiliki ketinggian antara m dpl. Luas lahan yang sesuai untuk pengembangan peternakan sekitar ha (84,82%) dari luas wilayah Kabupaten Pasaman (BPS KABUPATEN. PASAMAN, 2008). Kerbau di Sumatera Barat adalah kerbau rawa, dengan jumlah populasi tahun 2008 sebanyak ekor, terdiri dari kerbau jantan ekor dan kerbau betina ekor. Populasi kerbau dari yang terbanyak berurutan terdapat di Kabupaten Padang Pariaman ( ekor), Pesisir Selatan ( ekor), Limapuluh Kota ( ekor), Tanah Datar ( ekor), Agam ( ekor), Solok ( ekor) dan Pasaman (2.757 ekor) (DINAS PETERNAKAN SUMBAR, 2008). Dengan demikian Kabupaten Pasaman termasuk sebagai salah satu sentra budidaya ternak kerbau di Provinsi Sumatera Barat. Untuk pengembangan potensi ternak kerbau, perlu dilakukan upaya peningkatan produktivitasnya baik secara kualitas maupun kuantitas. Informasi tentang karakteristik morfologi dan potensi biologis ternak kerbau khususnya di Kabupaten Pasaman masih kurang. Informasi produktivitas kerbau sangat berguna untuk menentukan kebijakan pengembangan ternak kerbau, seperti perbaikan produktivitas, dukungan manajemen produksi, dan kebijakan lainnya. Perbedaan morfologi ternak kerbau antar daerah menjadi informasi yang sangat penting. Melalui pengamatan terhadap keragaman fenotipe dari sifat-sifat pertumbuhan diharapkan menjadi informasi berguna dalam menggali potensi kerbau di Kabupaten Pasaman. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi pola budidaya dan pengaruhnya terhadap tampilan morfologi tubuh kerbau rawa lokal di tiga kecamatan, meliputi Lubuk Sikaping, Panti, dan Rao Utara di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Hasil yang diperoleh dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam memperbaiki produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Pasaman dan Kabupaten lainnya yang memiliki pola budidaya dan agro ekosistem hampir sama. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus, Penelitian berlokasi di tiga Kecamatan meliputi Lubuk Sikaping, Panti, dan Rao Utara di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah kerbau rawa lokal dengan jumlah total sebanyak 136 ekor. Sebaran dan jumlah ternak kerbau pengamatan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan asal tertera pada Tabel
3 Gambar 1. Peta lokasi dari tiga kecamatan tempat dilakukan pengukuran tubuh kerbau sampel penelitian di Kabupaten Pasaman Keterangan: Lokasi Penelitian Sumber: DINAS PEMERINTAH KABUPATEN PASAMAN (2008) Tabel 1. Jumlah kerbau yang diamati berdasarkan umur, jenis kelamin dan asal Kecamatan Umur (tahun) Jenis kelamin Lubuk Sikaping Panti Panti (ekor) Jantan Betina Jantan Betina > 5 Jantan Betina Jumlah
4 Kerbau yang diamati dari tiga lokasi Lubuk Sikaping (34 ekor), Panti (42 ekor) dan Rao Utara (60 ekor) telah diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok umur dan dua jenis kelamin. Umur ditetapkan berdasarkan informasi dari peternak dan pergantian gigi seri. Apabila kerbau belum memiliki gigi tetap (I 0 ) dikatakan berumur satu tahun, sedangkan jika memiliki sepasang gigi tetap (I 1 ) berumur dua tahun, dua pasang gigi tetap (I 2 ) tiga tahun, tiga pasang gigi tetap (I 3 ) empat tahun, dan empat pasang gigi tetap (I 4 ) berumur 5 tahun (LESTARI, 1986). Data kuantitatif yang diamati meliputi sejumlah ukuran morfometrik tubuh, yaitu tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar pinggul, lebar dada, dalam dada, dan lingkar dada. Analisis data Keragaman tubuh kerbau antara ketiga lokasi dianalisis dengan sidik ragam satu arah (one way ANOVA) dalam Rancangan Acak Kelompok, dengan umur sebagai kelompok dan lokasi sebagai perlakuan (GAZPERSZ, 1991). Data kualitatif dianalisis menggunakan frekuensi relatif, yaitu persentase dari hasil pembagian jumlah ternak dengan parameter tertentu terhadap jumlah total ternak pengamatan. Kuisioner dan hasil wawancara dengan peternak serta data dari Pemerintah Kabupaten Pasaman dijadikan sebagai data pendukung pada penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum lokasi penelitian Kabupaten Pasaman Kabupaten Pasaman memiliki luas wilayah sekitar 3.947,63 km2 yang terdiri dari 12 kecamatan dan 32 nagari atau desa. Secara geografis, dilintasi khatulistiwa dan berada pada 0055 Lintang Utara sampai dengan Lintang Selatan dan Bujur Timur sampai dengan Bujur Timur. Ketinggian antara m dpl. Lokasinya terletak paling utara dari Provinsi Sumbar. Bagian utara Kabupaten Pasaman berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Padang Lawas dari Provinsi Sumatera Utara; bagian timur dengan Kabupaten Kampar, dan Rokan Hulu dari Provinsi Riau serta Kabupaten Lima Puluh Kota; bagian selatan dengan Kabupaten Agam; serta bagian barat dengan Kabupaten Pasaman Barat (DINAS PEMERINTAH. KABUPATEN PASAMAN, 2008). Dari ha luas lahan di Kabupaten Pasaman, terdiri dari antara lain kawasan hutan ha (48,24%), padang rumput ha (19,07%), sawah ,38 ha (6,72%), lahan perkebunan ,79 ha (10,49%) dan kawasan industri 39 ha (0,01%) (BPS KABUPATEN PASAMAN, 2008). Kondisi tofografi Lahan yang dapat dipakai sebagai sumber hijauan ruminansia di Kecamatan Lubuk Sikaping, Panti, dan Rao Utara masing-masing seluas 2.679, 4.297, dan ha (DIN. PEM. KABUPATEN PASAMAN, 2008). Ketiga kecamatan berada pada dataran tinggi, dengan ketinggian ketiganya berurutan 2.340, 1.521, dan m dpl. Ketinggian tempat berpengaruh langsung terhadap ternak. Menurut JOSEPH (1996) setiap ketinggian 100 m dari permukaan laut akan menurunkan suhu sebesar 10 C. Kondisi suhu rendah pada daerah dataran tinggi memberi situasi lingkungan lebih kondusif bagi pertumbuhan ternak kerbau. Pengaruh tidak langsung terjadi melalui ketersediaan hijauan pakan ternak dari segi kualitas dan kuantitasnya. Kondisi peternak Rumah tangga (RT) peternak di Kabupaten Pasaman mencapai sebanyak RT (36,6%) dari total rumah tangga. Rumah tangga dengan mata pencaharian sebagai peternak terbanyak berurutan di Kecamatan Duo Koto (3.287 RT), Bonjol (2.634 RT), Lubuk Sikaping (2.510 RT), Panti (2.108 RT), Rao Utara (1.560 RT), dan lainnya (BPS KABUPATEN PASAMAN, 2008). Tingkat pendidikan peternak masih tergolong rendah, dengan persentase cukup besar tidak selesai SD (25,6%), namun persentase terbanyak menyelesaikan pendidikan SD (51,1%) dan SLTP (14,8%). Sebagian peternak memiliki pendidikan cukup tinggi, yang berhasil meyelesaikan SLTA (7,4%) dan PT (1,1%) (BPS KABUPATEN PASAMAN, 2008). 192
5 Populasi kerbau Populasi kerbau antar ketiga lokasi bervariasi (Tabel 2). Perkembangan populasi kerbau dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kondisi lingkungan, lahan penggembalaan, dan manajemen pemeliharaan. Populasi kerbau di Lubuk Sikaping, Rao Utara, dan Panti berurutan sejumlah 162, 505, 140 ST atau sekitar 13,7; 14,3 dan 44,5% dari total populasi ternak (dalam ST) di Kabupaten Pasaman (Tabel 2). Luasan lahan yang bisa difungsikan sebagai sumber penanaman hijauan untuk ternak ruminansia di Lubuk Sikaping, Panti, dan Rao Utara berurutan 2.679, 4.297, dan ha. Lahan tersebut dapat menampung sekitar 1181, 979, dan 1134 ST. Data tersebut menunjukkan bahwa kapasitas tampung di Lubuk Sikaping dan Panti lebih besar daripada di Rao Utara. Tanaman padi menjadi salah satu sumber pakan utama ternak kerbau. Peternak sudah biasa memanfaatkan jerami padi sebagai sumber hijauan untuk kerbau dan ternak ruminansia lainnya yang mereka pelihara. Panti merupakan wilayah paling produktif bagi tanaman padi. Produktivitas padi di Panti melebihi dua lokasi lainnya, yakni sebanyak ton untuk padi sawah dan 221 ton untuk padi ladang, sedangkan di Lubuk Sikaping dan Rao Utara produksinya masing-masing ton dan ton padi sawah dan 124 ton dan 225 ton padi ladang. Sistem usaha ternak Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha ternak kerbau adalah manajemen pemeliharaan yang sesuai dengan kondisi daerah tempat ia hidup dan berkembang. Sistem pemeliharaan akan mempengaruhi produktivitas ternak, akibatnya dapat mempengaruhi pendapatan peternak. Status kepemilikan Terdapat perbedaan status kepemilikan kerbau antara Lubuk Sikaping, Panti dan Rao Utara (Tabel 3). Peternak di Rao Utara sebagian besar (92,0%) memelihara kerbau milik sendiri, sebaliknya peternak hanya Tabel 2. Populasi ternak ruminansia di lokasi penelitian Jenis ternak Kecamatan Lubuk Sikaping Panti Rao Utara (ST) Kerbau Sapi Kuda Kambing Total Anak kerbau/sapi/kuda : 1/4 ST Dara kerbau/sapi/kuda : 1/2 ST Dewasa kerbau/sapi/kuda : 1 ST Dewasa kambing : 1/7 ST Sumber: BPS KABUPATEN PASAMAN (2008) Tabel 3. Status kepemilikan kerbau Kecamatan Jumlah responden (orang) Status kepemilikan Milik sendiri Milik orang lain Lubuk Sikaping 12 5 (41,6%) 7 (58,3%) Panti 11 4 (36,3%) 7 (63,6%) Rao Utara (92,0%) 2 (8,0%) Total (66,7%) 16 (33,3%) 193
6 sebagai pemelihara kerbau orang lain ditemukan lebih banyak di Panti (63,6%) dan Lubuk Sikaping (58,3%). Status kepemilikan dapat mempengaruhi perhatian yang diberikan peternak pada ternak yang dipelihara. Peternak di Panti dan Lubuk Sikaping sangat memperhatikan kerbau yang dipeliharanya, mungkin ini disebabkan oleh sistem bagi hasil yang diterapkan. Selain itu, di Panti dan Lubuk Sikaping satu orang peternak biasanya memelihara kerbau dengan skala lebih kecil (l 3 ekor), dibandingkan di Rao Utara dimana peternak umum memiliki kerbau dengan skala lebih besar (> 5 ekor). Sistem pemeliharaan Peternak di Kabupaten Pasaman memiliki beberapa alasan untuk memelihara kerbau, diantaranya beternak kerbau adalah tradisi turun-temurun yang diwariskan dari orangtua, kondisi alam yang cocok, mudah memeliharanya, dan tahan terhadap penyakit. Peternak juga menggunakan kerbau untuk membajak sawah, sehingga didapatkan penghasilan tambahan dari jasa sewa tersebut. Kotoran yang dihasilkan kerbau juga dapat dijadikan pupuk untuk menyuburkan lahan pertanian. Namun dengan berkembangnya teknologi pertanian, traktornisasi menyebabkan berkurangnya pendapatan peternak. Hal ini dirasakan oleh peternak di Lubuk Sikaping dan Panti, yang merasa rugi dengan kehadiran traktor, sebaliknya hal tersebut tidak begitu terasa di Rao Utara. Peternak di Rao Utara masih memiliki kemauan kuat untuk membajak sawah dengan menggunakan kerbau, karena kotoran ini sangat bermanfaat sebagai sumber pupuk organik yang dapat mempertahankan kesuburan tanah. Tabel 4. Sistem pemberian pakan malam hari pada kerbau Kecamatan Jumlah Responden (Orang) Sistem pemeliharaan kerbau oleh peternak di ketiga lokasi lebih berupa pemeliharaan semi intensif, kerbau digembalakan pada siang hari kemudian dikandangkan malam hari. Kandang dibangun dengan kondisi tergolong tradisional, lantai hanya berupa tanah, dinding terbuat dari bahan kayu sederhana atau bambu, sedangkan atap terbuat dari plastik terpal atau seng. Peternak lebih suka membuat kandang secara tradisional karena biayanya murah, seperti kayu dan bambu tersedia berlimpah sehingga bisa didapat secara cuma-cuma atau dibeli dengan harga murah. Dengan demikian biaya untuk menyiapkan kandang bagi ternak kerbau dapat dijangkau peternak. Pemberian pakan Pakan merupakan faktor utama dalam menentukan produktivitas ternak, disamping potensi genetik dan lingkungan. Kebutuhan zat gizi disesuaikan dengan status fisiologis ternak serta tingkat produksi yang diharapkan. Hasil wawancara pada 60 responden untuk ketiga lokasi menunjukkan peternak di semua lokasi memberikan jerami padi dan rumput lapang untuk pakan ternaknya. Jerami padi diberikan jika musim panen tiba, sedangkan pada musim kemarau peternak harus membawa kerbaunya menempuh jarak yang cukup jauh untuk menemukan padang penggembalaan yang masih memiliki rumput hijau. Sebagian peternak memberikan pakan pada malam hari, sebaliknya ada juga yang tidak memberikan pakan. Pakan yang diberikan pada malam hari adalah hijauan berupa rumputrumputan dan leguminosa. Peternak di Lubuk Sikaping lebih banyak memberikan pakan pada malam hari (73,3%) jika dibandingkan dengan peternak di Panti (63,2%) dan Rao Utara (53,8%) (Tabel 4). Diberi pakan Perlakuan Pakan Tidak diberi pakan Lubuk Sikaping (73,3%) 4 (26,7%) Panti (63,2%) 7 (36,8%) R. Utara (53,8%) 12 (46,2%) Total (61,7%) 23 (38,3%) 194
7 Penampilan morfometrik tubuh Tubuh hewan tumbuh dengan teratur, meskipun demikian tubuh tidak tumbuh secara satu kesatuan, karena berbagai jaringan tubuh tumbuh dengan laju berbeda sejak lahir sampai dewasa (VACCARO dan RIVERO, 1985). Pola pertumbuhan tercepat terjadi pada kehidupan awal, kemudian meningkat secara perlahan, sampai mencapai konstan saat ternak tua (LAWRENCE dan FOWLER, 2002). Kerangka tubuh atau tulang tulang tubuh mencapai pertumbuhan atau ukuran maksimum lebih dini dibandingkan dengan komponen tubuh lainnya seperti otot dan lemak. Pertumbuhan adalah salah satu faktor yang penting dalam menentukan produktivitas ternak. Pertumbuhan ternak secara keseluruhan diukur dengan bertambahnya berat badan sedangkan besarnya badan dapat diketahui antara lain melalui pengukuran tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada. Hasil pengukuran sejumlah ukuran tubuh kerbau di setiap lokasi telah diklasifikasikan berdasarkan tiga kelompok umur dan jenis kelamin (Tabel 5). Sejalan dengan bertambahnya umur, ukuran tubuh juga bertambah besar (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan konsep pertumbuhan, dimana ternak akan terus mengalami petumbuhan dengan bertambahnya umur, sampai pertumbuhan tersebut mencapai kondisi konstan ketika umur dewasa tercapai (LAWRENCE dan FOWLER, 2002). Selain umur, jenis kelamin juga berpengaruh terhadap ukuran tubuh ternak, dimana kerbau jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar dari kerbau betina. Jantan mengalami pertumbuhan lebih cepat daripada betina, dan perbedaan laju pertumbuhan antara kedua jenis kelamin menjadi semakin besar dengan bertambahnya umur GATENBY (1986). Androgen yang termasuk sebagai hormonal jantan menstimulan pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan jantan lebih cepat dari betina, terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder ternak jantan (HAFEZ dan DYER, 1969). Tinggi pundak merupakan perpaduan antara ukuran tulang kaki dan dalam dada, Tinggi pundak penting untuk diperhatikan karena hewan yang memiliki dimensi tulang kaki besar cenderung tumbuh lebih cepat dan menghasilkan daging lebih banyak dibandingkan dengan hewan berkaki kecil. Tinggi pinggul juga salah satu ukuran linier tubuh lainnya yang menunjukkan dimensi pertumbuhan kerbau. Kerbau jantan dan betina dari Panti tinggi pundak dan pinggul sedikit lebh tinggi dari kerbau di Lubuk Sikaping, tidak memperlihatkan perbedaan nyata (P > 0,05). Sebaliknya kerbau di Rao Utara kedua jenis kelamin pada umur yang sama memiliki ukuran tinggi pundak dan pinggul terendah (P < 0,05) (Tabel 5). Hal ini mengindikasikan bahwa pada umur bersesuaian, kerbau di Rao Utara memiliki tinggi badan lebih rendah dari kerbau di Panti dan Lubuk Sikaping. Tinggi pinggul kerbau betina umur 4 5 tahun di Panti dan Lubuk Sikaping lebih tinggi jika dibandingkan dengankerbau rawa di Cisata Tabel 5. Sejumlah ukuran tubuh kerbau berdasarkan jenis kelamin, umur, dan lokasi Peubah (cm) Umur (tahun) Lokasi L. Sikaping Panti R. Utara (cm) Betina: kerbau (ekor) 3 4 N = 14 N = 20 N = 20 Tinggi pundak 120,8 a ± 2,12 122,6 a ± 2,4 108,8 b ± 4,7 Tinggi pinggul 118,9 a ± 2,1 120,5 a ± 2,5 106,6 b ± 4,8 Panjang badan 111,2 a ± 3,9 112,1 a ± 3,5 112,1 a ± 4,6 Lebar pinggul 46,1 a ± 3,6 48,6 a ± 4,4 47,9 a ± 5,2 Lebar dada 42,1 a ± 2,5 44,0 a ± 4,5 37,0 b ± 3,6 Dalam dada 66,6 a ± 6,2 67,1 a ± 5,8 54,7 b ± 3,2 Lingkar dada 162,3 a ± 3,9 163,0 a ± 4,5 142,7 b ±3,1 4 5 N = 11 N = 12 N = 21 Tinggi pundak 122,9 a ± 2,1 124,9 a ± 2,6 110,2 b ± 3,2 Tinggi pinggul 121,0 a ± 2,1 122,9 a ± 2,4 108,1 b ± 3,4 Panjang badan 115,6 a ± 2,4 115,6 a ± 2,8 115,0 a ± 3,0 195
8 Lebar pinggul 52,3 a ± 3,4 53,1 a ± 5,1 49,7 a 3,6 Lebar dada 47,9 a ± 3,8 47,7 a ± 3,0 41,7 b ± 2,7 Dalam dada 69,8 a ± 3,8 70,3 a ± 5,3 56,1 b ± 7,1 Lingkar dada 163,4 a ± 2,6 164,4 a ± 5,4 156,2 b ± 3,7 > 5 N = 2 N = 3 N = 5 Tinggi pundak 125,0 a ± 1,4 126,3 a ± 2,5 115,8 b ± 2,9 Tinggi pinggul 122,5 a ± 2,1 123,7 a ± 3,8 114,0 b ± 3,1 Panjang badan 118,5 a ± 3,5 116,7 a ± 2,1 115,8 a ± 3,7 Lebar pinggul 56,0 a ± 1,4 55,7 a ± 2,3 51,2 a ± 2,4 Lebar dada 51,5 a ± 6,4 51,3 a ± 2,5 42,4 b ± 2,4 Dalam dada 74,5 a ± 3,5 75,3 a ± 6,0 61,4 b ± 2,3 Lingkar dada 168,0 a ± 1,4 168,3 a ± 6,0 158,8 b ± 1,9 Jantan 3 4 N = 2 N = 2 N = 6 Tinggi pundak 127,0 a ± 1,4 128,0 a ± 4,2 120,8 b ± 1,7 Tinggi pinggul 124,5 a ± 0,7 125,5 a ± 5,0 118,7 b ± 1,6 Panjang badan 114,0 a ± 1,4 115,5 a ± 3,5 114,3 a ± 1,8 Lebar pinggul 51,0 a ± 2,8 52,5 a ± 5,0 48,8 a ± 2,6 Lebar dada 50,5 a ± 2,1 52,5 a ± 2,1 41,3 b ± 1,4 Dalam dada 72,5 a ± 5,0 74,5 a ± 5,0 62,2 b ± 1,9 Lingkar dada 176,0 a ± 4,4 177,5 a ±7,8 165,8 b ± 2,6 4 5 N = 5 N = 5 N = 8 Tinggi pundak 129,6 a ± 2,5 130,4 a ± 4,6 123,9 b ± 2,0 Tinggi pinggul 127,2 a ± 2,4 128,4 a ± 5,9 121,1 b ± 2,0 Panjang badan 116,8 a ± 3,0 116,4 a ± 3,4 114,8 a ± 1,8 Lebar pinggul 53,4 a ± 6,4 54,2 a ± 1,3 50,3 a ± 1,5 Lebar dada 53,8 a ± 3,1 55,4 a ± 5,6 42,2 b ± 2,1 Dalam dada 76,8 a ± 4,7 78,8 a ± 5,3 67,5 b ± 2,6 Lingkar dada 178,4 a ± 7,6 180,6 a ± 6,3 166,6 b ± 3,4 Superskrip berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P < 0,05) n = jumlah ternak (119 cm) (SITOMPUL, 2009). Namun pada umur dewasa (> 5 tahun) kerbau betina pengamatan dengan tinggi pinggul lebih rendah dibandingkan dengan kerbau rawa di Tapanuli Selatan (127 cm) (KAMPAS, 2008). Tinggi pinggul kerbau jantan pengamatan umur 4 5 tahun lebih tinggi daripada kerbau rawa di Kabupaten Dompu, NTB (123 cm) (ERDIANSYAH, 2008). Panjang badan kerbau baik jantan dan betina muda (4 5 tahun) ditemukan hampir tidak berbeda antara ketiga lokasi. Panjang badan kerbau jantan umur 4 5 tahun di Panti dan Lubuk Sikaping sedikit lebih panjang dibandingkan kerbau di Rao Utara, namun perbedaan antara ketiganya nyata (P > 0,05). Hal ini mengindikasikan meskipun tinggi badan sebagai ditunjukkan oleh tinggi pundak dan pinggul kerbau di Panti dan Lubuk Sikaping lebih tinggi terhadap kerbau di Rao Utara, tetapi panjang badan ketiga kelompok kerbau hampir sama. Panjang badan kerbau betina muda (3 4 tahun) dari ketiga lokasi lebih rendah jika dibandingkan dengan kerbau rawa dengan umur yang sama di Sumatera Utara (117, 118 dan 118 cm) (HIDAYAT, 2007). Lingkar dada merupakan salah satu ukuran tubuh yang dapat digunakan sebagai penduga bobot badan. Bagian dada merupakan bagian penting tubuh karena disini tempat berbagai 196
9 organ tubuh dengan fungsi penting seperi paruparu, hati dan jantung. Ternak yang memiliki lingkar, tinggi, dan dalam dada besar akan memiliki organ dada lebih luas dibandingkan dengan ternak dengan ketiga ukuran tubuh bagian dada tersebut lebih kecil. Seperi halnya pada tinggi pundak dan tinggi pinggul, baik jantan dan betina untuk ketiga umur memperlihatkan bahwa kerbau di Panti memiliki ukuran sedikit lebih besar terhadap kerbau di Lubuk Sikaping, tetapi perbedaannya tidak nyata (P > 0,05). Sedangkan pada kerbau di Rao Utara dengan ukuran paling rendah. Lingkar dada kerbau betina pada semua umur pengamatan adalah lebih kecil dibandingkan dengan kerbau rawa betina di Sumatera Utara, yaitu berurutan sebesar 168, 177 dan 186 cm (HIDAYAT, 2007). Akan tetapi lingkar dada kerbau kerbau jantan umur 3 5 tahun di Panti dan Lubuk Sikaping lebih besar terhadap kerbau rawa di Sumatera Utara, yang diperoleh sebesar 174 cm dan 177 cm (HIDAYAT, 2007). Berdasarkan sejumlah ukuran tubuh yang diamati, dapat dinyatakan bahwa kerbau di Rao Utara memiliki tinggi badan lebih rendan, ukuran dada lebih kecil, akan tetapi dengan panjang badan hampir sama terhadap kerbaukerbau di Panti dan Lubuk Sikaping. Performa pertumbuhan yang berbeda antara kecamatan kemungkinan karena perbedaan manajemen yang diberikan. Faktor manajemen pakan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap ukuran tubuh. Status kepemilikan yang berbeda kemungkinan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak yang dipelihara. Lebih besarnya kerbaukerbau di Panti dan Lubuk Sikaping dibandingkan dengan Rao Utara disebabkan oleh perhatian lebih baik yang diberikan peternak di kedua lokasi pertama pada kerbau yang mereka pelihara. Sebagai diuraikan sebelumnya, peternak di Panti dan Lubuk Sikaping sangat memperhatikan kerbau yang dipeliharanya, karena sistem pemeliharaan yang dilakukan sebagian besar dalam bentuk sistem bagi hasil. Selain itu, di Panti dan Lubuk Sikaping satu orang peternak hanya memelihara 1 3 ekor kerbau saja, sedangkan di Rao Utara satu orang peternak secara rataan memiliki lebih dari 5 ekor kerbau. SUPARYANTO et al. (1999) menyatakan bahwa karakteristik ukuran-ukuran tubuh dapat menggambarkan ciri khas dari suatu bangsa. Selain perbedaan secara genetik, maka lingkungan berupa perbedaan iklim, pemberian pakan dan manajemen pemeliharaan dapat pula mempengaruhi karakteristik ukuran tubuh kerbau antar lokasi. KESIMPULAN Kerbau rawa di Lubuk Sikaping memiliki ukuran tubuh hampir sama dengan kerbau rawa di Panti, sedangkan kerbau rawa di Rao Utara memiliki ukuran tubuh lebih kecil, kecuali untuk panjang badan dan lebar pinggul yang tidak berbeda antar ketiga lokasi. Manajemen pemeliharaan dan status kepemilikan mempengaruhi morfometrik tubuh kerbau. Pemberian pakan hijauan malam hari menampilkan pertumbuhan lebih baik terhadap tanpa pemberian pakan. Sistem pemeliharaan bagi hasil dan pemeliharaan skala kecil menampilkan pertumbuhan lebih baik pada kerbau jika dibandingkan pemeliharaan sendiri dengan skala lebih besar. Peternak diharapkan lebih memperhatikan manajemen pemeliharaan, pemberian pakan dan reproduksi. Perbaikan produktivitas dapat dilakukan dengan memperbaiki mutu genetik melalui seleksi dan perkawinan silang. DAFTAR PUSTAKA BPS KABUPATEN PASAMAN Kabupaten Pasaman dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Lubuk Sikaping, Pasaman. DINAS PEMERINTAH KABUPATEN PASAMAN Pasaman Dalam Angka, Lubuk Sikaping. ERDIANSYAH, E Studi keragaman fenotipe dan pendugaan jarak genetik antar kerbau lokal di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. GATENBY, R. M Sheep Production in The Tropics and Sub Tropics (Tropical Agriculture Series). Longman Group Ltd. London and New York. GAZPERSZ, V Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. HAFEZ, E. S. E. & I. A. DYER Animal Growth and Nutrision. Lea dan Fisher, Philadelphia. 197
10 HIDAYAT, U Karakteristik Fenotipik Kerbau Banten dan Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. LAWRENCE, T.L.J. and V.R. FOWLER Growth of Farm Animals. 2 nd Edition. CABI Publishing. CABI Internasional, Wallingford, Oxon Ox10 8de, UK. LESTARI, C.M.S Korelasi antara umur dengan ukuran-ukuran tubuh kerbau di pegunungan dan dataran rendah Jawa Tengah. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. SANTOSA, U Studi Ukuran Tubuh Kerbau di Beberapa Wilayah di Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SITORUS, A.J Studi keragaman fenotipe dan pendugaan jarak genetik kerbau sungai, rawa dan silangan di Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. SUPARYANTO, A, T. PURWADARIA dan SUBANDRIYO Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV 4: VACCARO, R. and S. RIVERO Growth of Holstein Friesien Females in the Venezuelan. Tropics. Anim Prod. 40:
KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN (Body Measurement Characteristics of Swamp Buffalo in Lebak and Pandeglang Districts, Banten Province) SAROJI, R.
Lebih terperinciUKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN
1 SEMINAR MAHASISWA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS Nama : Yul Afni No. BP : 07161055 Jurusan : Produksi Ternak UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI
Lebih terperinciSTUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS
STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciPENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR
ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi
Lebih terperinciGambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan
Lebih terperinciKERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA
KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI RIZKI KAMPAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciKARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI
KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciKarakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Abstrak
Karakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat Akhmad Sukri 1, Herdiyana Fitriyani 1, Supardi 2 1 Jurusan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram; Jl. Pemuda No 59 A Mataram
Lebih terperinciSIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA
SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......
LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah
Lebih terperinciKarakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT
KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerbau. Terdapat dua jenis kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati sangat melimpah. Salah satu dari keanekaragaman hayati di Indonesia adalah kerbau. Terdapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian yang memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Salah satu tujuan dari pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008
I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu jenis ternak kerja yang masih digunakan di Indonesia, walaupun saat ini telah muncul alat teknologi pembajak sawah yang modern yaitu traktor,
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk
PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber
Lebih terperinciKARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG
KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG SKRIPSI GERLI 070306038 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciGambar 1. Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kebudayaan Toraja Kerbau (Bos bubalus) adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Kerbau yang dalam bahasa setempat disebut tedong atau
Lebih terperinciSTUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT
STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber protein hewani. Permintaan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi
Lebih terperinciPOLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA
SKRIPSI POLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA Oleh : Wirdayanti 10981006613 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Lebih terperinciTINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air
II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Tinjauan Umum Kerbau Kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3 5 m
Lebih terperinciPROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI
PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi
I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.
Lebih terperinciPEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o
PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri
Lebih terperinciReny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK
ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,
Lebih terperinciDAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR..... i ii iii iv vi vii viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu
Lebih terperinciEvaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta
Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District
Lebih terperinciKARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT ABSTRAK
BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 1, Januari 2005, Halaman 43-48 http://bioscientiae.tripod.com KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT UU. Lendhanie Program Studi Ternak,
Lebih terperinciKarakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi
Karakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi (Morphological Characteristics of Timor Deer (Rusa timorensis) In Indonesian Research Institute for Animal Production)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Gorontalo memiliki letak yang sangat strategis sebagai pusat akses lintas daerah karena posisinya berada di titik tengah wilayah
Lebih terperinciPengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola
Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola The Effect of Three Kind Manure (Cow, chicken, and goat) to The Vegetative
Lebih terperinciPROFIL PETERNAKAN KERBAU DI KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, SUMATERA BARAT
Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2007 PROFIL PETERNAKAN KERBAU DI KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, SUMATERA BARAT SAID ALKHUDRI Dinas Peternakan dan Perikanan Sawahlunto Latar belakang
Lebih terperinciSISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA
SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA Nurgiartiningsih, V. M. A Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali
Lebih terperinciTatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU
Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada
1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kerbau merupakan ternak yang dipelihara di pedesaan untuk pengolahan lahan pertanian dan dimanfaatkan sebagai sumber penghasil daging, susu, kulit dan pupuk. Di Sumatera
Lebih terperinciPenampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter
Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Abdul Azis, Anie Insulistyowati, Pudji Rahaju dan Afriani 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa
Lebih terperinciPEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT
PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT (Oil Palm By Products as Beef Cattle Feeds in West Sumatera) Jefrey M Muis, Wahyuni R, Ratna AD, Bamualim AM Balai Penggkajian
Lebih terperinciFUNGSI DAN PERANAN KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI DI PROPINSI BANTEN
FUNGSI DAN PERANAN KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI DI PROPINSI BANTEN (The Role and Function of Buffalo in Farming System in Banten Province) UKA KUSNADI, D.A. KUSUMANINGRUM, RIASARI GAIL SIANTURI dan E.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH
HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH (The Correlation between body measurements and body weight of Wonosobo Rams in Wonosobo
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang ± 927,17 km, batas-batas Kecamatan XIII Koto Kampar
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KARKAS KERBAU RAWA DI KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN
KARAKTERISTIK KARKAS KERBAU RAWA DI KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN (Carcass Characteristics of Swamp Buffalo in Pandeglang District, Banten) HENNY NURAINI, E. ANDREAS dan C. SUMANTRI, Departemen Ilmu Produksi
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK
34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sumber produksi daging
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif
Lebih terperinciBAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV.1. Keadaan Geografis Watang Pulu adalah salah satu dari 11 kecamatan di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Kecamatan Wattang Pulu terletak
Lebih terperinciProfil Ternak Ruminansia Potong di Kabupaten Barito Selatan
Profil Ternak Ruminansia Potong di Kabupaten Barito Selatan Ruminant Livestock Profile in South Barito Regency Budya Satata, Lisnawaty Silitonga Program studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciKARAKTERISITK PRODUKSI DAN POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA PADA DAERAH BASAH DAN KERING DI KABUPATEN BIMA SEPTIADI YULISMAR
KARAKTERISITK PRODUKSI DAN POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA PADA DAERAH BASAH DAN KERING DI KABUPATEN BIMA SEPTIADI YULISMAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden
Lebih terperinciA. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN ANTARA LINGKAR DADA DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU BETINA DI KABUPATEN KENDAL (Correlation between Chest Girth and Body Weight of
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.
25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Utara pada koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP
TINGKAT ADOPSI INOVASI PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO DALAM PAKAN TERNAK SAPI POTONG ( Studi Kasus Pada Kelompok Tani Karya Abadi Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman ) SKRIPSI Oleh
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119 45 120 52 Bujur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat
Lebih terperinciPERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI
PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MH. Togatorop dan Wayan Sudana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor ABSTRAK Suatu pengkajian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano
23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 4.1.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat sebelah selatan, di antara 6
Lebih terperinciANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DAN SAPI BAKALAN KARAPAN DI PULAU SAPUDI KABUPATEN SUMENEP
ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DAN SAPI BAKALAN KARAPAN DI PULAU SAPUDI KABUPATEN SUMENEP (Income analysis of beef and racing cattle farmers in Sapudi Island Regency of Sumenep) Riszqina 1),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari laporan Tugas Akhir ini. Pada bab ini dijelaskan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
Lebih terperinciOleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK
PENDEKATAN ANALISIS SWOT DALAM MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI BALI PROGRAM BANTUAN SAPI BIBIT PADA TOPOGRAFI YANG BERBEDA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NTT Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI. Oleh NUR FITRI
HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI Oleh NUR FITRI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010 HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan
Lebih terperinciANALISIS MORFOMETRIK KERBAU LUMPUR (Bubalus Bubalis) KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA
ANALISIS MORFOMETRIK KERBAU LUMPUR (Bubalus Bubalis) KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA (Morphometric Analysis of Swamp Buffalo (Bubalus bubalis) Karo District North Sumatra) Falentino Sembiring 1, Hamdan 2
Lebih terperinciEndah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL
PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL EFFECT OF SEX AND SLAUGHTER WEIGHT ON THE MEAT PRODUCTION OF LOCAL SHEEP Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian
Lebih terperinciNomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN
LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciKARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Characterization Quantitative Characters Of Kosta Buck In Pandeglang Regency Province Banten Fajar Purna
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan
KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran
Lebih terperinciKata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate
Volume, Nomor, Februari 07 Timur Kabupaten Simeulue (Reproductive Characteristics of Female Buffalo Simeulue, Simeulue Timur sub-district, district of Simeulue) Sabri Rasyid, Eka Meutia Sari, Mahyuddin
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi
69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.
Lebih terperinci