PROFIL PETERNAKAN KERBAU DI KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, SUMATERA BARAT

Transkripsi

1 Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2007 PROFIL PETERNAKAN KERBAU DI KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, SUMATERA BARAT SAID ALKHUDRI Dinas Peternakan dan Perikanan Sawahlunto Latar belakang Wilayah PENDAHULUAN Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung merupakan salah satu daerah kabupaten dari 19 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Barat yang terletak pada Lintang Selatan dan Bujur Timur. Daerah ini merupakan salah satu pintu emas Propinsi Sumatera Barat menuju ke Propinsi Riau dan Jambi sebagai pusat pertumbuhan kawasan Sumatera di masa yang akan datang. Dilihat dari jenis tanah, sebagian besar termasuk dalam kategori Podsolik Merah Kuning dengan luas penyebaran lebih kurang 48% dari luas keseluruhan, dan pada bagianbagian tertentu juga ditemukan jenis tanah andosol. Daerah yang terdiri dari 8 kecamatan dengan luas wilayah ha ini, dialiri oleh 10 sungai besar dan kecil dengan panjang lebih kurang 578 km. Sungai-sungai tersebut umumnya berhulu dari danau Singkarak dan bermuara di Batang Kuantan Propinsi Riau yang seterusnya mengalir ke pantai Timur Pulau Sumatera. Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Sawahluntol/ Sijunjung sesuai dengan pendataan terakhir adalah sebanyak jiwa yang terdiri dari KK dengan mata pencaharian pokok sebagian besar (76,43% atau KK) adalah di sektor pertanian, sedangkan sisanya beragam seperti pedagang, pengrajin, pegawai pemerintah swasta dan jasa lainnya. Penggunaan lahan Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dengan luas wilayah ha, dilihat dari segi penggunaannya sebagian besar merupakan hutan dan perkebunan. Dari data penggunaan lahan seperti tersebut pada Tabel 1, ternyata 70,07% daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung terdiri dari hutan. Dari luas total hutan yang ada, hampir separuhnya merupakan hutan Pelestarian dan Penguatan Alam (PPA) dan Hutan Lindung, sedangkan sisanya adalah Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi dan Hutan Produksi yang dikonversi. Gambaran penggunaan lahan lebih rinci adalah sebagaimana Tabel 1. Dengan demikian, secara geografis daerah ini terletak di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis basah dengan suhu maksimal 37 0 C dan suhu minimal 21 0 C. Kondisi topografi bervariasi dari datar bergelombang sampai perbukitan, dan pada beberapa tempat ditemukan juga lahan curam dan sangat curam dengan kemiringan antara 15 40%, hanya sebagian kecil wilayah yang termasuk kategori datar, hal ini disebabkan karena daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung merupakan rangkaian bukit barisan yang memanjang dari arah Barat Laut Tenggara. Artinya, separuh dari luas hutan atau hampir seperempat dari luas wilayah kabupaten ini merupakan hutan PPA dan Lindung. Dengan demikian, SDA daerah ini tidak bisa dimanfaatkan keseluruhannya secara optimal oleh masyarakat sebagai sumber ekonomi mereka. Dari pola penggunaan lahan tersebut, juga terlihat bahwa tidak ada areal khusus yang diperuntukkan untuk lokasi peternakan, namun demikian, untuk lokasi peternakan ini dapat saja diintegrasikan dengan lahan lain karena pengelolaan peternakan pada umumnya bersi- 159

2 Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2007 Tabel 1. Pola penggunaan lahan di Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung Penggunaan tanah Luas (ha) Pemukiman 4.878,0 Industri 7,0 Pertambangan 597,0 Sawah ,5 Lahan kering 4.155,5 Kebun campuran ,0 Perkebunan ,0 Hutan ,0 Padang/semak belukar/alangalang ,0 Perairan 18,5 Tanah tandus 867,0 Lainnya 104,5 Jumlah fat integral dengan usaha pertanian lainnya seperti lahan sawah, perkebunan, lahan kering, padang/semak, belukar/alang-alang bahkan tanah tandus juga dapat di-up grade vegetasinya untuk lahan pengembalaan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. PROFIL TERNAK KERBAU Pemeliharaan ternak kerbau oleh masyarakat di Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung sudah berlangsung sejak lama dengan berbagai permasalahan yang sangat bervariasi seiring perubahan situasi dan kondisi daerah. Namun demikian, masalah klasik yang selalu dihadapi peternak setiap tahunnya sampai keadaan tahun 2004 adalah masalah penyakit ngorok (SE) yang muncul secara periodik karena daerah ini adalah daerah endemik SE. Disamping itu, masalah lain yang sudah berlangsung dalam jangka panjang dan dampaknya baru dirasakan saat ini adalah perkawinan dalam (inbreeding) yang umumnya banyak terjadi. Dengan berbagai permasalahan tersebut, maka profil ternak kerbau di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung kondisi saat ini dapat diuraikan sebagai berikut: Populasi Populasi ternak Kerbau di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung bervariasi setiap tahunnya dan selalu mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu signifikan. Secara umum populasi ternak kerbau dapat digambarkan sebagaimana Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa secara kuantitas pertumbuhan populasi ternak kerbau rata-rata hanya mencapai 2,39% tiap tahunnya. Sedangkan secara kualitas, secara kasat mata terlihat penurunan karena keturunan yang dihasilkan cenderung berbadan lebih kecil. Namun demikian, bila dilihat imbangan jenis kelamin antara jantan dan betina, jumlah betina jauh lebih besar dari yang jantan dengan perbandingan sekitar 1:2. Hal ini dapat memberi gambaran bahwa daerah ini merupakan daerah yang dapat dikembangkan sebagai salah satu sentra sumber bibit ternak kerbau di Pulau Sumatera. Rumah tangga pemelihara Jumlah Rumah Tangga Pemelihara (RTP) ternak kerbau pada tahun 2004 adalah KK dan pada tahun 2005 mengalami sedikit penurunan yaitu KK. Di sisi lain populasi mengalami kenaikan pada tahun Tabel 2. Populasi ternak kerbau di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Populasi (ekor) Tahun Jantan Betina Jumlah 2003 tad tad Keterangan Populasi keadaan tahun 2005 merupakan tertinggi ke-2 di Sumatera Barat Sumbe: KANTOR STATISTIK, 2006; tad = tidak ada data 160

3 2005 dibanding tahun Hal ini mencerminkan bahwa ada sebagian peternak yang tidak berusaha lagi pada cabang usaha ternak kerbau sedangkan peternak yang ada sebagian memperbesar skala usahanya. Bila diidentifikasi lebih lanjut, tidak ada peternak yang hanya memiliki satu cabang usaha tani saja, tetapi selalu dikombinasikan dengan cabang usaha tani lain baik ternak ataupun tanaman pangan dan perkebunan terutama karet. Hal ini tentunya memberikan keuntungan karena kegagalan pada satu cabang usaha akan dapat ditutupi oleh keberhasilan pada cabang usaha tani lainnya. Bibit Jenis ternak kerbau yang dipelihara di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung adalah jenis kerbau rawa atau Lumpur (Swamp type). Sedangkan jenis kerbau Murrah (River type) sementara itu tidak ada lagi walaupun pada tahun 1980-an pernah diintroduksi. Tidak berkembangnya kerbau Murrah tersebut kemungkinan disebabkan karena kondisi geografis yang kurang cocok disamping sistem pemeliharaan yang masih ekstensif. Pakan dan sistem pemeliharaan Dilihat dari sistem pemeliharaan, maka secara umum ternak kerbau di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dipelihara dalam 2 (dua) bentuk sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu digembalakan bagi ternak kerbau penghasil daging dan anak, dan kombinasi dikandangkan dan digembalakan (semi intensif) untuk ternak kerbau kerja dan diambil susunya. Ternak kerbau dipelihara dalam kelompok- kelompok yang jumlahnya 5-30 ekor/kelompok atau bahkan ada yang mencapai ratusan ekor/kelompok. Bagi ternak kerbau yang digembalakan, pemenuhan pakannya dari padang pengembalaan (grazing) dan biasanya tidak diberikan pakan tambahan lagi. Untuk ternak kerbau kerja dan penghasil susu, disamping digembalakan pada siang hari, pagi dan sore diberikan pakan tambahan berupa campuran dedak, bungkil kelapa dan sedikit mineral. Kandang Terkait dengan sistem pemeliharaan yang diterapkan oleh peternak, maka kandang ternak kerbau terbagi atas 2 jenis yaitu kandang tertutup dan terbuka. Kandang tertutup maksudnya adalah kandang ternak kerbau yang dilengkapi dengan atap yang umumnya seng dan dinding serta tonggak terdiri dari kayu atau bambu, sedangkan lantainya tanah. Kandang terbuka lebih sederhana lagi, yang terdiri dari lokasi yang dipagar setinggi 1 1,5 m tanpa dilengkapi dengan atap. Biasanya di dalam kandang terbuka ini juga tersedia beberapa unit kubangan. Reproduksi Belum ada catatan prestasi reproduksi ternak kerbau di Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung. Namun secara umum, perkawinannya 100% secara alam dengan pejantan-pejantan yang ada dalam kelompoknya di tempat-tempat pengembalaan (pasture mating) tanpa adanya pengaturan dari peternak. Oleh sebab itu, kekhawatiran akan terjadinya perkawinan dalam (inbreeding) sangat besar, hal ini ditunjukkan dengan semakin kecilnya bobot badan dari keturunanya. Pada tahun 1980-an ketika dilakukan penyebaran kerbau Murrah, sebenarnya perkawinan secara IB sudah disosialisasikan, namun ternyata tidak berhasil yang disebabkan pemeliharaan yang masih ekstensif dan sifat berahi tenang (silent heat) yang dimiliki oleh ternak kerbau. Penyakit Jenis penyakit yang bersifat endemik di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung adalah ngorok (SE) yang selalu berjangkit setiap tahunnya, bahkan pada tahun 1980-an penyakit ini pernah mewabah yang menimbulkan kematian ratusan ternak kerbau dan sapi. Namun saat ini sudah dapat dikendalikan melalui vaksinasi secara teratur tiap tahunnya, dan kalaupun muncul sifatnya hanya sporadik dan bisa dilokalisir. 161

4 Berdasarkan pemetaan penyakit ternak di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, penyakit lain yang pernah menyerang ternak kerbau dalam skala kecil adalah anaplasmosis, theileriosis, dan babesiosis. Pasar dan pemasaran Pasar sebagai salah satu sarana transaksi jual beli antara peternak dan pedagang di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung adalah Pasar Ternak Palangki yang mulai tahun 2005 dikembangkan sebagai pasar regional di Sumatera. Pasar ternak ini tidak hanya dikunjungi oleh pedagang dari Propinsi Sumatera Barat saja, tapi juga dari luar. Khusus untuk ternak kerbau, disamping kerbau dari dalam kabupaten, juga didatangkan oleh pedagang dari Propinsi Riau, Jambi dan Lampung, kemudian nantinya dibawa lagi ke Sumatera Utara, Pangkalan Riau dan Jambi disamping kabupaten lainnya di Propinsi Sumbar. Jumlah transaksi mencapai ekor/minggu. Sistem jual beli di Pasar Ternak umumnya masih memakai sistem barosok yaitu antara penjual dan calon pembeli seperti bersalaman dan saling meraba jari-jari tangan sebagai kode angka tertentu, sifatnya rahasia karena ditutupi dengan kain sarung, sistem ini merupakan khas Sumatera Barat. Namun bila salah satunya tidak faham dengan kode-kode tersebut maka sistem penjualan dilakukan seperti biasanya yang berlaku di pasar ternak di luar Sumatera Barat. Disamping dijual dalam bentuk hidup, ternak kerbau juga ada yang dipekerjakan untuk mengolah sawah yang istilahnya marancah, yaitu sekumpulan ternak kerbau (15-30 ekor) dimasukkan ke lahan sawah yang akan diolah dengan tujuan memecah bongkahan tanah agar lebih lunak dan gembur. Untuk kegiatan ini, setiap ekor diupah Rp dengan waktu kerja 7 jam/hari. Dadiah merupakan produk dari susu kerbau yang dipadatkan (dikentalkan) melalui proses menyimpannya dalam tabung bambu dengan isi ¼ atau ½ liter, kemudian disimpan selama lebih kurang 12 jam. Dadiah ini merupakan makanan khas yang biasanya dihidangkan dengan makan lain seperti ketan atau emping ketan. Dadiah dijual dengan harga Rp /tabung isi ¼ liter dan Rp /tabung isi ½ liter. Dadiah juga merupakan pelengkap hidangan acara adat masyarakat seperti berkaul (pesta panen), sunatan, akikah dan pesta perkawinan disamping hidangan sehari-hari. Produksi susu ternak kerbau biasanya 1 3 liter/hari. Permodalan usaha Disamping modal sendiri, dalam pemupukan modal usaha juga ditemukan kekhasan yaitu dengan sistem seduaan yang umumnya satu sama lainnya masih memiliki hubungan keluarga. Pemilik ternak menitipkan ternaknya kepada anggota keluarga lain yang mau dan mampu memelihara, kemudian sebagai imbalannya si pemelihara akan memperoleh separuh dari hasil yang diperoleh (anak atau keuntungan), kalau jumlah ternak kerbaunya banyak maka si pemelihara juga di pinjamkan lahan sawah atau kebun untuk diolah sebagai tambahan pendapatan. Dalam sistem seduaan ini, ada juga yang modal awalnya bersifat renrengan dengan istilah sato sakaki artinya seseorang hanya menyerahkan modal untuk membeli 1 kaki ternak kerbau (1/4 bagian) atau 2 kaki (1/2 bagian), kemudian kalau sudah cukup untuk membeli 1 ekor baru kemudian diseduakan kepada anggota keluarga lainnya. Pemupukan modal seperti ini biasanya terdiri dari orangorang yang memiliki hubungan keluarga. PENUTUP Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, peternakan kerbau di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung masih memiliki banyak kendala atau permasalahan pada setiap aspek baik bibit, pakan, sistem pemeliharaan maupun reproduksinya, sehingga diperlukan kerjasama yang bersifat terpadu untuk mencari solusi pemecahannya agar peranan ternak kerbau sebagai salah satu upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat di pedesaan dapat lebih meningkat. DAFTAR PUSTAKA KANTOR STATISTIK Sawahlunto/Sijunjuung dalam Angka

5 163