BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara adalah salah satu proses demokrasi dimana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara adalah salah satu proses demokrasi dimana"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara adalah salah satu proses demokrasi dimana masyarakat Sumatera Utara dapat memilih langsung gubernur dan wakil gubernurnya untuk masa jabatan lima tahun ke depan. Pasca runtuhnya Orde Baru, kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat, melainkan dipilih langsung oleh masyarakat penduduk daerah tersebut. Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemilihan Kepala Daerah merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah baik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai politik dan calon kepala daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan pemilihan kepala daerah. Kegiatan tersebut antara lain: pendaftaran pemilih, pendaftaran calon, penetapan calon, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan penetapan calon terpilih. Dalam rangka pembagian kekuasaan negara (secara vertikal) dibentuk daerah-daerah yang bersifat otonom dengan bentuk dan susunan pemerintahannya yang diatur dalam undang-undang. Sehingga pemerintah pusat menyelenggarakan pemerintahan nasional dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan daerah itu disebut dengan desentralisasi yang dipahami sebagai penyerahan wewenang politik dan perundang-undangan untuk perencanaan, pengambilan keputusan dan manajemen pemerintah (pusat) kepada unit-unit sub nasional (daerah/wilayah) administrasi negara atau kepada kelompok-kelompok fungsional atau organisasi non-pemerintahan swasta. 1 Sedangkan otonomi daerah merupakan bagian sistem politik 1 Bambang Yudhoyono. Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Hal 20 1

2 yang diharapkan memberikan peluang bagi warga negara untuk lebih mampu menyumbangkan daya kreativitasnya. 2 Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pemilihan kepala daerah untuk tingkat gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara secara langsung pertama kali diselenggarakan pada tahun Pada saat itu pasangan Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho menjadi pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih pertama yang dipilih langsung oleh masyarakat Sumatera Utara. Selanjutnya pada tanggal 7 Maret 2013 yang lalu masyarakat Sumatera Utara kembali memilih gubernur dan wakil gubernurnya secara langsung untuk kedua kalinya. Berikut adalah daftar nama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara beserta partai pendukungnya yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Sumatera Utara : Tabel 1.1 Daftar Nama Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Serta Partai Politik yang Mendukung No. Nama Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Partai Pendukung 1 H. Gus Irawan, SE. Ak, MM dan Ir. H. Soekirman Partai Amanat Nasional, Partai Barisan Nasional, Partai Bulan Bintang, Partai Buruh, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Karya Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Kedaulatan, Partai Kesatuan 2 M.Arif Nasution. Nasionalisme dan Isu-Isu Lokal. Medan:USU Press Hal 63 2

3 Demokrasi, Partai Matahari Bangsa, Partai Merdeka, Partai Nasional Benteng Kerakyatan, Partai Pelopor, Partai Pemuda Indonesia, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah, Partai Demokrasi Pembaruan, dan Partai Bintang Reformasi 2 Drs. Effendi M. S. Simbolon dan Drs. Djumiran Abdi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Damai Sejahtera 3 Drs. H. Chairuman Harahap, SH, MM dan H. Fadly Nurzal, S.Ag Partai Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Republik Nusantara 4 Drs. H. Amri Tambunan dan Dr. Rustam Effendy Nainggolan, MM Partai Demokrat 5 H. Gatot Pujo Nugroho, ST dan Ir. H. Tengku Erry Nuradi Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Partai Patriot, Partai Persatuan Nasional Sumber: Pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara 2013 hanya diselenggarakan sebanyak satu putaran, karena berdasarkan pasal 107 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 menyatakan bahwa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang memperoleh suara lebih dari 30 % (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih dengan keputusan KPU Provinsi. Maka KPU Provinsi Sumatera Utara menetapkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih adalah nomor urut 3

4 5, H. Gatot Pujo Nugroho, ST dan Ir. H. Tengku Erry Nuradi, dengan hasil perolehan suara sah persentase %. Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Perolehan Suara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 No Nama Pasangan Calon Hasil Perolehan Suara Sah Persentase (%) 1 H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM - Ir. H. Soekirman Drs. Effendi MS Simbolon - Drs. H. Jumiran Abdi Dr. H. Chairuman Harahap, SH, MH - H. Fadly Nurzal, S.Ag Drs. Haji Amri Tambunan - Dr. R.E. Nainggolan, MM H. Gatot Pujo Nugroho, ST - Ir. H. Tengku Erry Nuradi, M.Si JUMLAH SUARA SAH Sumber: Hasil persentase pemilihan kepala daerah yang demikian ini sedikit banyak tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkembang di masyarakat, mulai dari kondisi politik dan ekonomi nasional sampai kepada kondisi sosial budaya pada masyarakat setempat. Hal ini akan membentuk perilaku politik masyarakat. 4

5 Perilaku pemilih menurut Ramlan Surbakti ialah 3 keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum yang merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum. Kalau memutuskan memilih, apakah memilih partai atau kandidat X ataukah partai atau kandidat Y. Perilaku pemilih dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, dimana faktor internal antara lain status sosial yang terdiri dari pendidikan, penghasilan, pekerjaan masyarakat tersebut. Selain itu faktor internal itu juga seperti hubungan keluarga yang terdiri dari kedaerahan atau lokalitas, historis, agama dan suku (etnis) dari masyarakat yang bersangkutan. Pada sisi yang lain faktor eksternal antara lain dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas yang terdiri dari media kampanye yang digunakan saat sosialisasi, partai politik pendukung calon, dan sebagainya. Sudijono Sastroatmodjo (1995) mengatakan bahwa kelompok etnis mempunyai peran besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Dengan adanya rasa kesukuan atau kedaerahan sehingga dapat mempengaruhi dukungan atau loyalitas seseorang terhadap partai politik atau individu tertentu yang ikut didalam pemilihan umum. Etnis juga dapat mempengaruhi loyalitas terhadap partai tertentu. Di Indonesia secara relatif terdapat kesetiaan etnis (ethnic loyalty) yang relatif tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas. Kesetiaan etnis di Indonesia masih tampak signifikan dan apabila kita mengabaikan faktor etnis maka dapat menimbulkan kesalahan dalam memahami perpolitikan di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara etnisitas terhadap perilaku politik seseorang. Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi mengandung keterkaitan dengan aspek- aspek lain yang diantaranya ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama. Dari kesepuluh orang calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara ada 3 orang calon yang berlatar belakang etnis Jawa, selebihnya adalah etnis Batak (5 orang), dan Melayu (2 orang). Hal ini sejalan dengan populasi suku bangsa penduduk Sumatera Utara yang berjumlah 12,9 juta jiwa 3 Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Widya Sarana Hal

6 pada tahun yaitu, Batak (41,95%), Jawa (32,62%), Melayu (4,92%). Dari data diatas terlihat bahwa etnis Jawa menempati peringkat kedua dibawah etnis Batak baik dari sisi jumlah populasi maupun dari latar belakang etnis calon gubernur dan wakil gubernur. Tentunya pengaruh budaya Jawa pada pemilih, baik yang langsung terlibat dalam melaksanakan pilgubsu tersebut maupun yang tidak langsung akan menjadi signifikan. Sementara itu, Desa Muliorejo merupakan salah satu desa/kelurahan yang berada di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Secara geografis luas wilayahnya 1205 ha, dengan jumlah penduduk kurang lebih jiwa. Mayoritas penduduk Desa Muliorejo merupakan etnis Jawa (35%), selebihnya etnis Batak (25%), Melayu (6%), Aceh (5%), Nias (5%), Minang (3%) dan lain-lain. Di Desa Muliorejo, pasangan nomor urut 2, Efendi Simbolon-Jumiran Abdi menang tipis dengan perolehan suara sebesar 29,7%. Hanya berselisih 0,1 % dari pasangan nomor urut 5, Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi (29,6%). Tabel 1.3 Jumlah dan Persentase Perolehan Suara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur 2013 di Desa Muliorejo No Nama Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jumlah Jumlah % 1 H. Gus Irawan Pasaribu. SE. Ak..MM dan Ir. H. Soekirman Drs. Effendi MS Simbolon dan Drs. H. Jumiran Abdi ,7 3 Dr. H. Chairuman Harahap. SH. MH dan H. Fadly Nurzal. S.Ag 406 3,8 4 Drs. H. Amri Tambunan dan Dr. R.E. Nainggolan. MM ,6 4 Id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara 6

7 5 H. Gatot Pujo Nugroho. ST dan Ir. H. Tengku Erry Nuradi. M.Si ,6 Sumber: Panitia Pemungutan Suara Desa Muliorejo Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mencari tahu faktor yang paling mempengaruhi pemilih etnis Jawa dalam memberikan suaranya dan selanjutnya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Perilaku Pemilih Dalam Pilgubsu 2013 (Studi Kasus: Etnis Jawa di Desa Muliorejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang). I. 2. Perumusan Masalah Perumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting, dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari pemecahannya. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian yang akan dilakukan, yaitu: Faktor apakah yang paling mempengaruhi pemilih etnis Jawa dalam memberikan suaranya kepada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilgubsu 2013? I. 3. Pembatasan Masalah Agar penelitan terfokus terhadap permasalahannya, akan lebih baik jika dibuat pembatasan masalahnya. Adapun masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini ialah: 1. Objek penelitian ialah pemilih dengan latar belakang etnis Jawa di Desa Muliorejo yang namanya tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2. Penelitian hanya dilakukan kepada pemilih etnis Jawa yang memberikan suaranya pada Pilgubsu

8 3. Masalah yang diteliti ialah perilaku pemilih masyarakat etnis Jawa dalam Pilgubsu I. 4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemilih etnis Jawa dalam memberikan suaranya kepada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilgubsu I. 5. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi studi khususnya mengenai perilaku pemilih dan bagi perkembangan ilmu politik secara umum. 2. Bagi institusi, penelitian ini dapat menambah referensi ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di Departemen Ilmu Politik, khususnya mengenai perilaku pemilih. 3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menjadi sarana pendidikan politik dan menjadi referensi dalam memberikan pilihan pada Pilgubsu maupun pemilukada daerah lainnya. I. 6. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan bagian yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini seorang peneliti mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan penelitiannya. Kerangka teori juga digunakan sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana permasalahan akan diteliti. Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan 8

9 preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 5 I Perilaku Politik Menurut Ramlan Surbakti, perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, yang melakukan kegiatan adalah pemerintah dan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua yaitu fungsifungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi- fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat. 6 Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti yang luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu yang memiliki harapan sekaligus tujuan yang hendak diwujudkan. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan adanya normanorma atau kaidah-kaidah yang mengatur berbagai kegiatan bersama dalam rangka menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat yang senantiasa ditegakkan. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik merupakan salah satu dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Perilaku politik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik. 7 Dalam pelaksanaan pemilu di suatu negara ataupun dalam pelaksanaan pilkada langsung di suatu daerah, perilaku politik dapat berupa perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada tersebut. Perilaku politik dapat dibagi dua, yaitu: 8 1. Perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah. 2. Perilaku politik warga negara biasa (individu maupun kelompok). 5 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Sosial. Jakarta. LP3ES Hal 37 6 Ramlan Surbakti.Op. Cit. Hal Sudijono Sastroatmodjo. Perilaku Politik. Semarang. IKIP Semarang Press Hal Ramlan Surbakti.Op. Cit. Hal

10 Pihak pertama bertanggung jawab membuat, melaksanakan, dan menegakkan keputusan politik, sedangkan yang kedua berhak mempengaruhi pihak yang pertama dalam melaksanakan fungsinya karena apa yang dilakukan pihak pertama menyangkut kehidupan pihak kedua. Kegiatan politik yang dilakukan warga negara biasa (individu maupun kelompok) disebut partisipasi politik. Dalam melakukan kajian terhadap perilaku politik, dapat dipilih tiga kemungkinan unit analisis, yakni aktor politik, agregasi politik dan tipologi kepribadian politik: 1. Aktor politik (meliputi aktor politik, aktivitas politik, dan individu warga negara biasa). 2. Agregasi politik (yaitu individu aktor politik secara kolektif seperti partai politik, birokrasi, lembaga-lembaga pemerintahan dan bangsa). 3. Tipologi kepribadian politik (yaitu kepribadian pemimpin seperti Otoriter, Machiavelist dan Demokrat). Ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik (pemimpin, aktivis, dan warga biasa), yaitu: 9 1. Lingkungan sosial politik tak langsung Seperti sistem politik, ekonomi, budaya dan media massa. 2. Lingkungan sosial politik langsung Membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok bergaul. Dari lingkungan ini, seorang aktor politik mengalami proses sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat dan norma kehidupan bernegara. 3. Struktur kepribadian Hal ini tercermin dalam sikap individu (yang berbasis pada kepentingan, penyesuaian diri dan eksternalisasi. 9 Ramlan Surbakti.Op. Cit. Hal

11 4. Lingkungan sosial politik langsung berupa situasi Keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok dan ancaman dengan segala bentuknya. I. 6.2 Perilaku Pemilih Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. 10 Mereka yang dinyatakan sebagai pemilih dalam pilkada adalah mereka yang terdaftar sebagai peserta pemilih oleh petugas pendaftar peserta pemilih. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi politik seperti partai politik. Di samping itu, pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konstituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok. Terdapat kelompok masyarakat yang memang nonpartisan, di mana ideologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan kepada suatu partai politik tertentu. Mereka menunggu sampai ada suatu partai politik yang bisa menawarkan program politik yang bisa menawarkan program kerja yang terbaik menurut mereka, sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih. 11 Perilaku pemilih dapat ditujukan dalam memberikan suara dan menentukan siapa yang akan dipilih menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pilkada secara langsung. Pemberian suara atau voting secara umum dapat diartikan sebagai: sebuah proses dimana seorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan pendapatnya dan ikut menentukan konsensus diantara anggota 10 Firmanzah. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia Hal Joko J Prihatmoko. Pilkada Secara Langsung. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Hal 46 11

12 kelompok seorang pejabat maupun keputusan yang diambil. 12 Pemberian suara dalam pilkada secara langsung diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang didukungnya atau ditujukan dengan perilaku masyarakat dalam memilih pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Perilaku pemilih dan partisipasi politik merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan. Partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satu wujud dari partisipasi politik ialah kegiatan pemilihan yang mencakup suara, sumbangan- sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan. 13 Menurut Surbakti perilaku pemilih adalah: Aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) didalam suatu pemilihan umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu. 14 Jack C Plano mendefinisikan perilaku pemilih sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pemilihan itu. 15 Pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan. Begitu juga sebaliknya, keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin pilihannya. Dalam menganalisis perilaku pemilih dan untuk menjelaskan pertimbangan- pertimbangan yang digunakan sebagai alasan oleh para pemilih dalam menjatuhkan pilihannya, dikenal dua macam pendekatan yaitu, Mahzab Columbia yang menggunakan pendekatan sosiologis dan Mahzab 12 Gosnel F Horald. Ensyclopedia of The Social Science. New York. Mc Grew Hill Book Company Hal Samuel P. Hutington dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta. Rineka Cipta Hal Ramlan Surbakti. Partai, Pemilih dan Demokrasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Hal Jack C. Plano, Robert E. Ringgs dan Helenan S. Robin. Kamus Analisa Politik. Jakarta. C.V. Rajawali Press Hal

13 Michigan yang dikenal dengan pendekatan Psikologis. 16 Selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu tersebut. 17 I Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologis berasal dari Eropa Barat yang dikembangkan oleh ahli ilmu politik dan sosiologi. Mereka memandang bahwa masyarakat sebagai sesuatu yang bersifat hirarkis terutama berdasarkan status, karena masyarakat secara keseluruhan merupakan kelompok orang yang mempunyai kesadaran status yang kuat. Para pendukung mahzab ini percaya bahwa masyarakat telah tersusun sedemikian rupa sesuai dengan latar belakang dan karakteristik sosialnya, maka memahami karakteristik sosial tersebut merupakan sesuatu yang penting dalam memahami perilaku politik individu. Secara singkat, aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis perilaku pemilih menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferensi pemberian suara di kotak pemilihan merupakan produk dari karakteristik sosial ekonomi di mana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama dan seterusnya. Dengan kata lain latar belakang seseorang atau sekelompok orang atas dasar jenis kelamin, kelas sosial, ras, etnik, agama, pekerjaan, idiologi bahkan daerah asal menjadi variabel yang mempengaruhi terhadap keputusannya untuk memberikan suara pada saat pemilihan. I Pendekatan Psikologis Munculnya pendekatan psikologis merupakan reaksi atas ketidakpuasan ilmuan politik terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama sikap dan sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih. Menurut 16 Afan Gaffar. Javanese Voters: a Case Study of Election under a Hegemonic Party System. Yogyakarta. Gajah Mada University Press Hal Ramlan Surbakti. Op. Cit. Hal

14 pendekatan psikologis, pada pemilih (di Amerika Serikat) menentukan pilihan karena pengaruh kekuatan psikologi yang berkembang dalam dirinya sebagai produk sosialisasi. Mereka menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Pendekatan psikologis berasumsi bahwa keputusan seorang individu dalam memberikan suara kepada kandidat tertentu merupakan persoalan respons psikologis. Pendekatan psikologis mensyaratkan adanya kecerdasan dan rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihannya. Pada pendekatan psikologis penekanan lebih pada individu itu sendiri. Menurut psikologis, ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih. Tiga faktor tersebut adalah identifikasi partai, orientasi isu atau teman dan orientasi kandidat. Indentifikasi partai yang dimaksud disini adalah bukan sekedar partai apa yang dipilih tetapi juga tingkat identifikasi individu terhadap partai tersebut. Menurut Philip Converse dalam Affan Gaffar, identifikasi partai diartikan sebagai keyakinan yang diperoleh dari orang tua dimasa muda dan dalam banyak kasus, keyakinan tersebut tetap membekas sepanjang hidup, walaupun semakin kuat atau memudar selama masa dewasa. 18 Kemudian, yang dimaksud dengan orientasi isu atau tema adalah tema atau isu- isu apa saja yang diangkat oleh parpol tersebut. Sedangkan, yang dimaksud dengan orientasi kandidat adalah siapa saja yang mewakili parpol tersebut. Greenstein menyatakan dalam menjelaskan perilaku (dalam kaitannya dengan pendekatan psikologis) seseorang terdapat dua konsep khusus yaitu, konsep sikap dan sosialisasi. Konsep sikap merupakan variabel sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih, karena menurut Greenstein ada tiga fungsi sikap yakni: 19 Pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap suatu objek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut. Kedua sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama dan tidak sama 18 Ibid. Hal Muhamad Asfar. Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Prilaku Pemilih. Jurnal Ilmu Politik Edisi No. 16. Jakarta. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Hal 52 14

15 dengan tokoh atau kelompok yang dikaguminya. Ketiga, sikap merupakan ekternaliasasi dan pertahanan diri, artinya sikap seseorang merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan. Pembentukan sikap tidaklah bersifat begitu saja terjadi, melainkan proses sosialisasi yang berkembang menjadi ikatan psikologis yang kuat antara seseorang dengan partai politik atau kandidat tertentu. Kedekatan inilah yang menentukan seseorang memilih atau tidak. Makin dekat seseorang dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan seseorang terlibat dalam pemilihan. 20 I Pendekatan Rasional Intisari pendekatan pilihan rasional adalah tindakan apa yang dilakukan seseorang yang diyakininya berkemungkinan dapat memberikan hasil terbaik bagi dirinya. Pilihan rasional muncul sebagai revolusi pendekatan perilaku dalam ilmu politik pada tahun 1950-an dan 1960-an yang sebenarnya berusaha meneliti bagaimana individu berperilaku dan menggunakan metode empris. Pendekatan perilaku telah menjadi pendekatan dominan terhadap ilmu politik, setidaknya di Amerika Serikat. Namun pilihan rasional bersumber dari metodologi ilmu ekonomi, kebalikan dengan para behavioralis yang bersumber dari sosiologi dan psikologi. 21 Kemudian, seiring perkembangannya, muncul pendekatan pilihan rasional dalam menganalisa perilaku pemilih. Berdasarkan pendekatan ini, manusia diasumsikan adalah seorang pemilih yang rasional. Kegiatan memilih merupakan produk dari kalkulasi untung rugi. 22 Individu mengantisipasi setiap konsekuensi yang mungin muncul dari pilihan pilihan yang ada. Kemudian, dari pilihan- pilihan tersebut, individu akan memilih pilihan yang memberi keuntungan paling besar bagi dirinya. 20 Ibid 21 David Mars dan Gaerry Stoker. Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik. Bandung. Nusa Media Hal Ramlan Surbakti. Op. Cit. Hal

16 Dalam pendekatan rasional terdapat dua orientasi yang menjadi daya tarik pemilih, yaitu: Orientasi isu dan orientasi kandidat. Orientasi isu berpusat pada pertanyaan: apa yang seharusnya dilakukan dalam memecahkan persoalan- persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara? Sementara orientasi kandidat mengacu kepada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat tanpa memperdulikan label partainya. Meski demikian, ketertarikan para pemilih terhadap isu- isu yang ditawarkan oleh partai atau pun kandidat bersifat situasional. 23 Pendekatan rasional mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa para pemilih benarbenar rasional. Para pemilih melakukan penilaian yang valid terhadap visi, misi program kerja partai dan kandidat. Pemilih rasional memiliki motivasi, perinsip, pengetahuan dan informasi yang cukup. Tindakan mereka bukanlah karena faktor kebetulan ataupun kebiasaan dan tidak semata- mata untuk kepentingan sendiri, melainkan juga untuk kepentingan umum, menurut pikiran dan pertimbangan logis. 24 I. 6.3 Konfigurasi Pemilih Perilaku pemilih merupakan sebuah studi yang memusatkan pemilih sebagai objek dari masalah yang diteliti. Berikut ini merupakan konfigurasi pemilih atau tipe- tipe pemilih: 25 I Pemilih Rasional Dalam konfigurasi pertama terdapat pemilih rasional (rational voter), di mana pemilih memiliki orientasi tinggi pada policy-problemsolving dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. 23 Asep Ridwan. Memahami Perilaku Pemilih Pada Pemilu 2004 di Indonesia. Jurnal Demokrasi dan Ham. Vol 4. No. 1. Jakarta Hal Ibid 25 Firmanzah. Op. Cit. Hal

17 Ciri khas pemilih jenis ini adalah tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Faktor seperti faham, asal-usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan. Hal yang terpenting bagi jenis pemilih adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan, daripada faham dan nilai partai dan kontestan. Oleh karena itu, ketika sebuah partai politik atau calon kontestan ingin menarik perhatian pemilih dalam matriks ini, mereka harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya, hubungan luar negeri, pemerataan pendapatan, disintegrasi nasional, dan lain-lain. Pemilih tipe ini tidak akan segansegan beralih dari sebuah partai atau seorang kontestan ke partai politik atau kontestan lain ketika mereka dianggap tidak mampu menyelesaikan permasalahan nasional. I Pemilih Kritis Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih terhadap sebuah partai atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah rational vote untuk berpaling ke partai lain. Proses untuk menjadi pemilih jenis ini bisa terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai/kontestan baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilih jenis ini akan selalu menganalisis kaitan antara sistem nilai partai (ideologi) dengan kebijakan yang dibuat. Tiga kemungkinan akan muncul ketika terdapat perbedaan antara nilai ideologi dengan platform partai: (1) memberikan kritik internal, (2) frustasi, dan 17

18 (3) membuat partai baru yang memiliki kemiripan karakteristik ideologi dengan partai lama. Kritik internal merupakan manifestasi ketidaksetujuan akan sebuah kebijakan partai politik atau seorang kontestan. Ketika pemilih merasa kritikannya tidak difasilitasi oleh mekanisme internal partai politik, mereka cenderung menyuarakannya melalui mekanisme eksternal partai, umpamanya melalui media massa seperti televisi, radio, dan sebagainya. Frustasi merupakan posisi yang sulit bagi pemilih jenis ini. Di satu sisi, mereka merasa bahwa ideologi suatu partai atau seorang kontestan adalah yang paling sesuai dengan karakter mereka, tapi di sisi lain mereka merasakan adanya ketidaksesuaian dengan kebijakan yang akan dilakukan partai. Biasanya pemilih ini akan melihat-lihat dahulu (wait and see) sebelum munculnya ide kemungkinan yang ketiga, yaitu membentuk partai baru. Pembuatan partai biasanya harus dipelopori oleh tokoh-tokoh yang tidak puas atas kebijakan suatu partai. Mereka memiliki kemampuan untuk menggalang massa, ide, konsep, dan reputasi untuk membuat partai tandingan dengan nilai ideologi yang biasanya tidak berbeda jauh dengan partai sebelumnya. I Pemilih Tradisional Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambulan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosialbudayanya, nilai, asalusul, faham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik. Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, dan pengurangan angka inflasi dianggap sebagai parameter kedua. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut. 18

19 I Pemilih Skeptis Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memedulikan platform dan kebijakan sebuah partai politik. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara, biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan. Selain itu, mereka tidak memiliki ikatan emosional dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan. I. 6.4 Pemilihan Umum Kepala Daerah Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Kemudian menurut Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu 22 tahun 2007 berubah menjadi Pemilihan Umum Kepala Daerah atau disebut Pemilukada, yang selanjutnya terbit undang-undang baru, UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu tidak lagi disebut dengan pemilu kepala daerah tetapi disebut dengan pemilihan gubernur, pemilihan bupati, atau pemilihan walikota. 26 Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 56 jopasal 119 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2005 tentang Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Secara eksplisit ketentuan tentang pilkada secara langsung tercermin dalam cara pemilihan dan asas-asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pilkada. Dalam pasal 56 ayat (1) disebutkan :

20 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum merupakan sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dalam menentukan wakil- wakilnya baik di lembaga legislatif maupun eksekutif, juga merupakan sarana ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan politik. Demokrasi Indonesia mengalami perubahan signifikan pasca runtuhnya orde baru. Kehidupan berdemokrasi menjadi lebih baik, rakyat dapat dengan bebas menyalurkan pendapat dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sangat dibatasi pada orde baru. Pemilihan kepala daerah langsung juga merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap kedaulatan rakyat, karena melalui pemilihan kepala daerah langsung ini menandakan terbukanya ruang yang cukup agar rakyat bebas memilih pemimpinnya. Kelahiran pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu kemajuan dari proses demokrasi di Indonesia. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan hak- hak dasar masyarakat di daerah untuk menentukan kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mereka kehendaki. Proses pemilihan kepala daerah di laksanakan melalui beberapa tahapan. Dimulai dari tahap pendaftaran, penyaringan, penetapan pasangan calon, rapat paripurna khusus, pengiriman berkas pemilihan, pengesahan dan pelantikan. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, kepala daerah dan wakil kepala daerah memiliki peranan yang sangat penting dibidang penyelenggaraan pemerintahan, pengembangan dan pelayanan masyarakat dan bertanggung jawab sepenuhnya tentang jalannya pemerintahan daerah. 27 I. 6.5 Etnis Etnis adalah suatu kesatuan budaya dan teritorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam suatu peta etnografi. Umumnya kelompok etnis dikenal sebagai suatu populasi (1) Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan. (2) Mempunyai nilai- nilai budaya sama dan sadar 27 Deddy Supriady Bratakusuma dan Dadang Solihin. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama Hal 61 20

21 akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya. (3) Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. (4) Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. 28 Definisi yang ideal memang tidak berbeda jauh dengan yang umum kita kenal, yaitu bahwa suku bangsa = budaya = bahasa; sedangkan masyarakat = suatu unit yang hidup terpisah dari unit lain. 29 Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Koentjaranigrat, Setiap kelompok memiliki batasan- batasan yang jelas untuk memisahkan antara satu jenis kelompok etnis dengan etnis lainnya. Konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. 30 Sedangkan menurut Payung Bangun suku bangsa yang sering disebut etnik/ etnis atau golongan etnis, mempunyai tanda- tanda atau ciri karakteristik: (1) Memiliki wilayah sendiri. (2) Mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang ada. (3) Ada bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi. (4) Mempunyai seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat- alatnya, cerita rakyat, seni ragam hias dengan pola khas tersendiri). (5) Seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman. (6) Sistem filsafat sendiri yang menjadi landasan pandangan sikap dan tindakan. (7) Mempunyai sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri. 31 I Etnis Jawa Etnis Jawa merupakan etnis dengan populasi terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Bahasa dan budayanya sudah menyebar ke pelosok-pelosok nusantara hingga dunia, dan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari 28 Frederik Bart, dkk. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta. UI Press Hal Ibid 30 Koenjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta. Penerbit Djambatan Hal Payung Bangun. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jakarta. FISIP UKI Hal 63 21

22 masyarakat Indonesia. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti: 32 suku Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku Tengger, dan lain-lain. Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok; kaum santri, abangan, dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Definisi seseorang sebagai etnis Jawa, selain karena faktor keturunan, juga karena pribadi, bahasa dan etikanya. Pribadi orang Jawa memang unik, umumnya orang Jawa lebih tertutup dalam segala hal. Manifestasi dari kepribadian tertutup ini, tempo dulu selalu memakai pakaian yang rapat. Yakni, putri menggunakan nyamping (kain) dan kebayak, sedangkan laki-laki menggunakan surjan dan kain. Pakaian yang serba panjang itu menjadi ciri bahwa orang Jawa berkepribadian tertutup. Sikap ini tak berarti bahwa orang Jawa tak mau membuka diri. Orang Jawa mau terbuka hanya pada waktu-waktu dan tempat tertentu. 33 Segala hal selalu disampaikan dengan tertutup, halus dan bermakna. Perilaku bahasa cukup lemah lembut, apalagi di Jawa mengenal ragam krama alus dan ngoko (kasar). Dalam keperluan tertentu jelas menggunakan ragam halus. Kehalusan rasa Jawa juga tampak pada aktivitas publik. Mereka selalu rendah diri dalam hal bergaul dengan sesama. Pada waktu bertamu, jika kebetulan disodori hidangan, orang Jawa amat hati-hati dan tidak segera menyantap. Tamu masih menunggu tuan rumah menawarkan hidangan. Penawaran hidangan pun menggunakan gaya tertentu yang halus. Orang Jawa juga akan mengatakan sampunsampun, mboten sah repot-repot, sudah-sudah baru saja makan dan minum di rumah, tak usah repot-repot menyediakan hidangan. Begitulah pribadi yang halus, meskipun sebenarnya lapar, tak akan bergegas makan. Pribadi semacam ini memang ada yang menyebut basa-basi 32 Badan Pusat Statistik tahun 2010 yang diperoleh melalui 33 Dr Suwardu Endraswara. Ilmu Jiwa Jawa. Yogyakarta. NARASI Hal

23 Jawa. Yang jelas, orang Jawa memang lihai bermain watak dan pandai bersandiwara. Tujuan main watak adalah untuk membahagiakan pihak lain. 34 I. 7. Definisi Konsep Definisi konsep adalah kata- kata yang merupakan unsur- unsur umum abstrak yang ditarik dari berbagai fenomena berbeda. 35 Dalam kaitannya dengan judul yang diangkat yaitu perilaku pemilih masyarakat etnis Karo pada pemilukada Karo 2010, maka yang menjadi konsep penelitian ialah: 1. Perilaku Pemilih Perilaku pemilih ialah keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum yang merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum. Kalau memutuskan memilih, apakah memilih partai atau kandidat X ataukah partai atau kandidat Y serta alasannya memilih partai atau kandidat yang akan dipilih. 2. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pemilih 1. Pendekatan sosiologis, pendekatan sosiologis dalam menganalisis perilaku pemilih menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferensi pemberian suara di kotak pemilihan merupakan produk dari karakteristik sosial ekonomi di mana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama dan seterusnya. 2. Pendekatan psikologis, pendekatan psikologis berasumsi bahwa keputusan seorang individu dalam memberikan suara kepada kandidat tertentu merupakan persoalan respons psikologis. Pendekatan psikologis mensyaratkan adanya kecerdasan dan rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihannya. Pada pendekatan psikologis penekanan lebih pada individu itu sendiri terutama terhadap pengalaman- pengalaman yang berlangsung sejak 34 Ibid. Hal Mary Grisez Kweit dan Robert W. Kwiet. Konsep dan Metode Analisa Politik. Jakarta. Bina Aksara Hal

24 lama, misalnya kedekatan pemilih dengan salah seorang kandidat yang berlangsung sejak mereka berada dibangku sekolah maupun ditempat kerja, teman sepermainan dan lain sebagainya. 3. Pendekatan pilihan rasional, pendekatan pilihan rasional dalam menganalisa perilaku pemilih merupakan produk dari kalkulasi untung rugi. Individu mengantisipasi setiap konsekuensi yang mungin muncul dari pilihan- pilihan yang ada. Kemudian, dari pilihanpilihan tersebut, individu akan memilih pilihan yang memberi keuntungan paling besar bagi dirinya. I. 8. Definisi Oprasional Definisi oprasional adalah penjelasan bagaimana variabel- variabel akan diukur secara empiris. 36 Adapun yang menjadi definisi oprasional pada penelitian ini ialah: 1. Perilaku Pemilih (Variabel Y) Perilaku pemilih dapat dilihat dengan pasangan calon yang dipilih oleh responden pada Pilgub Sumatera Utara Apakah memilih pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang berlatar belakang etnis Jawa atau bukan Jawa: a. Gus Irawan Pasaribu Soekirman (Etnis Batak dan Etnis Jawa) b. Effendy Simbolon Jumiran Abdi (Etnis Batak dan Etnis Jawa) c. Chairuman Harahap Fadly Nurzal (Etnis Batak dan Etnis Melayu) d. Amri Tambunan RE Nainggolan (Etnis Batak dan Etnis Batak) e. Gatot Pujo Nugroho Tengku Erry Nuradi (Etnis Jawa dan Etnis Melayu) Selain dengan melihat pilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilgub Sumatera Utara 2013 perilaku pemilih Etnis Jawa pada penelitian ini dengan alasan memilih pasangan calon pada Pilgub Sumatera Utara 2013: 36 Ibid 24

25 a. Latar belakang Agama pasangan calon. b. Latar belakang Etnis pasangan calon. c. Adanya hubungan kekerabatan dalam sistem sosial masyarakat Jawa. d. Partai yang mencalonkan pasangan calon (kader, simpatisan, anggota partai). e. Ideologi Partai yang mencalonkan pasangan calon maupun Ideologi pasangan calon secara khusus. f. Kedekatan emosional dengan pasangan calon (mengenal dekat sosok pasangan calon). g. Visi- Misi yang diusung oleh pasangan calon. h. Adanya imbalan materi maupun iming- iming jabatan jika pasangan calon terpilih nantinya. i. Rekam- jejak pasangan calon. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih (Variabel X) a. Pendekatan sosiologis dengan indikator; kesamaan agama responden dengan pasangan calon, kesamaan etnis responden dengan pasangan calon dan hubungan primordial yang ada antara responden dan pasangan calon. b. Pendekatan psikologis dengan indikator; kedekatan emosional dengan pasangan calon, keterlibatan dengan partai pendukung pasangan calon, idiologi pasangan calon c. Pendekatan pilihan rasional dengan indikator; kepercayaan terhadap visi dan misi yang ditawarkan pasangan calon, adanya unsur materi/ jabatan yang diperoleh jika memilih pasangan calon, rekam jejak dari pasangan calon. 25

26 I. 9. Metodologi Penelitian I. 9.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati. Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang sedang diteliti dan berusaha untuk memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang apa yang sedang diteliti dan menjadi pokok permasalahan. Nawawi mengungkapkan bahwa metode deskriptif dapat diartikan sebagai: prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain). Adapun ciriciri pokok metode deskriptif adalah: 1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual. 2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya. Adapun bentuk dari metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey (survey studies) yaitu survey kemasyarakatan (community survey). Maksudnya, menurut Nawawi, untuk mengungkapkan aspek atau beberapa aspek tertentu dalam kehidupan masyarakat. Melalui penelitian ini dikumpulkan data untuk mengambil kesimpulan tentang pendapat, keinginan, kebutuhan, kondisi dan lain-lain di dalam masyarakat mengenai aspek yang diselidiki. I. 9.2 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Muliorejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut adalah karena di Desa Muliorejo ini mayoritas penduduknya adalah etnis Jawa (35.44%). Selain itu juga lokasi penelitian adalah daerah tempat peneliti bertempat tinggal, sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data baik dari masyarakat maupun dari instansi terkait lainnya. 26

27 I. 9.3 Populasi dan Sampel Populasi berasal dari kata bahasa Inggris yaitu population" yang berarti jumlah penduduk. Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup dsb, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. 37 Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Desa Muliorejo yang berlatar belakang Etnis Jawa yang menggunakan hak pilihnya dalam Pilgub Sumatera Utara Sementara sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus slovin 38 yaitu: n= N 1+N.e² keterangan : n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi e = Nilai kritis(batas ketelitian) yang diinginkan, yaitu sebesar 10% dengan tingkat kepercayaan 90% n = ,06 = ,06 = 99,20 37 Burhan Bungin. Metologi penelitian sosaial. Surabaya. Airlangga University Press Hal Consuelo, G. Selvilla. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta. UI Press Hal

28 Dari hasil perhitungan di atas maka jumlah sampel yang diambil dibulatkan sebanyak 100 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik probability sampel, dimana setiap responden dari semua populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. I. 9.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, dipergunakan dua sumber pengumpulan data, yaitu: pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. 1. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek yang diteliti. Dalam hal ini data primer dalam penelitian ini dapat berasal dari responden yang memberikan suara dalam Pilgub Sumatera Utara Responden akan diberikan kuesioner yang berisi sejumlah daftar pertanyaan berkaitan dengan masalah yang diteliti. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu semua data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian pustaka (Library Research) dan pencatatan dokumen antara lain dengan mengumpulkan data dari buku-buku, literatur, jurnal, majalah, koran dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. I. 9.5 Teknik Analisis Data Sesuai dengan metode penelitian, dalam menganalisis data, data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif. Metode kualitatif dapat didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang diamati. 28

29 I. 10. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari pembahasan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori yang merupakan landasan teoritis untuk meneliti masalah- masalah penelitian serta metode penelitian. BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Dalam bab ini akan diberikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, baik dari segi geografi dan demografi. BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Pada bab ini akan berisikan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan mengenai perilaku pemilih etnis Jawa di Desa Muliorejo, Sunggal, Deli Serdang pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini akan berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang diperoleh. 29

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Pemilih 1. Definisi Pemilih Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilih diartikan sebagai Warga Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Wilayah Kota Medan, memiliki luas 1.156,147 Ha dan merupakan pecahan dari

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Wilayah Kota Medan, memiliki luas 1.156,147 Ha dan merupakan pecahan dari BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II.1 Deskripsi Kecamatan Medan Helvetia II. 1. 1 Keadaan Geografis Kecamatan Medan Helvetia adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di Wilayah Kota Medan, memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang BAB II KAJIAN TEORETIK Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian ang akan dilakukan, adalah teori mengenai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dieter, Roth.2008.Studi Pemilu Empiris, Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode. Jakarta: Friedrich-Nauman-Stiftung Die Freiheit.

DAFTAR PUSTAKA. Dieter, Roth.2008.Studi Pemilu Empiris, Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode. Jakarta: Friedrich-Nauman-Stiftung Die Freiheit. DAFTAR PUSTAKA Abdul Munir Mulkhan, 2009. Politik Santri. Kanisius, Yogyakarta Almond. A Gabrriel dan Verba. 1990. Budaya Politik Tingkah laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta : Bumi Aksara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, hal ini terlihat dimanifestasikan melalui

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, hal ini terlihat dimanifestasikan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sistem politik yang menganut paham demokrasi, rakyat dipandang sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, hal ini terlihat dimanifestasikan melalui pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012. KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.329506/2013 T E N T A N G PENETAPAN JUMLAH KURSI ATAU SUARA SAH PARTAI POLITIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Prilaku Pemilih Para ahli ilmu politik menyebutkan bahwa tingkah laku individu dalam pemungutan suara pada kegiatan pemilu disebut dengan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik. Dalam suatu sistem politik yang demokratis para pemimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Walau pemilihan umum seringkali dijadikan alat legitimasi bagi rezim otoriter.

BAB I PENDAHULUAN. Walau pemilihan umum seringkali dijadikan alat legitimasi bagi rezim otoriter. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum merupakan salah satu instrument terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilihan umum bahkan telah menjadi parameter utama bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang Oleh : Radityo Pambayun Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

PEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA

PEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA MODEL EB 1 DPRD KAB/KOTA PENGHITUNGAN SUARA DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PROVINSI : SULAWESI

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 33/Kpts/KPU-Kab-019.964931/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN CALON YANG DIAJUKAN PARTAI POLITIK ATAU

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG PENETAPAN PEROLEHAN KURSI DAN SUARA SAH POLITIK DALAM PEMILU ANGGOTA DPRD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Sumatera Utara Hari/Tanggal: 02 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 11.20-11.55 WIB Disahkan Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Pukul:

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Banten Hari/Tanggal: 30 April 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 15.15-15.40 WIB Perbaikan Hari/Tanggal: 01 Mei 2009 Pukul: 21.10-22.50

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon 95 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon Kepala Daerah dalam pilkada Sidoarjo 2010 Pemilihan kepala daerah secara langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota-009.436512/2013 TENTANG PENETAPAN SYARAT MINIMAL JUMLAH KURSI ATAU SUARA SAH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK DALAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Perilaku Pemilih Sikap politik seseorang terhadap objek politik yang terwujud dalam tindakan atau aktivitas politik merupakan perilaku politik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL oleh : Timbul Hari Kencana NPM. 10144300021 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2009 negara Indonesia melaksanakan pemilu yang ke-10

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2009 negara Indonesia melaksanakan pemilu yang ke-10 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2009 negara Indonesia melaksanakan pemilu yang ke-10 kalinya, yaitu pemilu legislatif, presiden dan wakil presiden yang didasari dengan banyaknya

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Riau Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 09.15-09.50 WIB No Nama Partai Perolehan Suara Keterangan 1 Partai

Lebih terperinci

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK Modul ke: 12 Dr. Fakultas PASCASARJANA Perilaku Pemilih Heri Budianto.M.Si Program Studi Magister Ilmu Komunikasi http://mercubuana.ac.id Konsep dan Definisi Perilaku Pemilih

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM -1- KOMISI PEMILIHAN UMUM SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 10 /Kpts/KPU-Wng-012329512/2010 TENTANG PENETAPAN JUMLAH KURSI DAN SUARA SAH PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU PADA PEMILU ANGGOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Voting Behavior 1. Definisi Voting Behavior Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan 32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK - 1 - KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK NOMOR : 07/Kpts/KPU-Kota-019.435761/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada) dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni pemilukada langsung dan pemilukada tidak langsung. Faktor utama yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH

ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH (STUDI KASUS : PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT ETNIS BATAK TOBA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG KABUPATEN KARO TAHUN 2010) SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. 31 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pemilihan tipe penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk melakukan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah di Banyumas suasana politik semakin hangat. Banyak yang mempromosikan calonnya dengan berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilih kelompok pemula di Indonesia dari pemilu ke pemilu terus bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap yang terdaftar tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang wilayahnya luas dan rakyatnya banyak. Sehingga, demokrasi tidak mungkin dilaksanakan secara langsung. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karakteristik demografi pemilih yang mencakup usia antara 20-49 tahun, berpendidikan SLTA dan di atasnya, memiliki status pekerjaan tetap (pegawai negeri sipil, pengusaha/wiraswasta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013

TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013 TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013 Yuliantika 1, Nurharmi 1, Hendrizal 1 1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengikutsertakan warga negaranya dalam proses politik, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia saat ini melalui momen-momen aktivitas politik yang melibatkan masyarakat secara luas, seperti pemilihan umum secara langsung anggota legislatif, pemilihan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Pemilih Keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum Pengertian Budaya Politik adalah pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum,

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia sebagai salah satu negara penganut demokrasi, sudah tentu melaksanakan pemilu sebagai perwujudan kedaulatanan rakyat. Seperti yang tertulis dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 A. Perilaku Pemilih Dan Pilpres 2014 Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Perilaku Pemilih 1. Perilaku Memilih Ramlan Surbakti (2010:185) memandang perilaku memilih sebagai keikutsertaan warga negara dalam pemilu yang juga menjadi serangkaian

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep demokrasi di wilayah

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Riau Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 09.15-09.50 WIB No Nama Partai Perolehan Suara Keterangan 1 Partai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah (pemilukada) diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah (pemilukada) diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah (pemilukada) adalah rangkaian panjang dari proses penentuan kepala daerah yang bakal menjadi pemimpin suatu daerah untuk lima tahun (satu periode).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parameter paling utama untuk melihat ada atau tidaknya pembangunan politik di sebuah negara adalah demokrasi. Meskipun sebenarnya demokrasi tidak sepenuhnya menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Peran BAB II LANDASAN TEORI Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Partisipasi politik masyarakat merupakan syarat pokok yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terutama pada negara yang menganut paham demokrasi. Tingginya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 151 TAHUN 2000 (151/2000) TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sebuah media dalam melakukan suksesi kekuasaan atau pergantian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sebuah media dalam melakukan suksesi kekuasaan atau pergantian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir di setiap negara demokrasi bahkan komunis menganggap Pemilu sebagai sebuah media dalam melakukan suksesi kekuasaan atau pergantian kekuasaan hal itulah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Terbukanya arus kebebasan sebagai fondasi dasar dari bangunan demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Terbukanya arus kebebasan sebagai fondasi dasar dari bangunan demokrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perjalanan demokrasi di Indonesia secara bertahap terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Terbukanya arus kebebasan sebagai fondasi dasar dari bangunan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Caleg Secara teoritis, pemilihan umum baik itu legislatif maupun eksekutif yang diselenggarakan secara langsung dapat berperan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan Partisipasi merupakan aspek yang penting dari demokrasi, partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas dari modernisasi politik. Partisipasi politik

Lebih terperinci

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat 320 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DESA KADUNDUNG KECAMATAN LABUAN AMAS UTARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

Lebih terperinci

LAMPIRAN Struktur Organisasi Kecamatan Berastagi Berdasarkan PP. 41 tahun 2007 CAMAT KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKCAM

LAMPIRAN Struktur Organisasi Kecamatan Berastagi Berdasarkan PP. 41 tahun 2007 CAMAT KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKCAM LAMPIRAN Struktur Organisasi Kecamatan Berastagi Berdasarkan PP. 41 tahun 2007 CAMAT KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKCAM KASSUBAG KEUANGAN KASSUBAG UMUM KASI PEMERINTAHAN KASI TRANTIB KASI PPMD/K KASI KESSOS&

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH PEMILIH PEMULA MASYARAKAT KENDAL PADA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

PERILAKU MEMILIH PEMILIH PEMULA MASYARAKAT KENDAL PADA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 PERILAKU MEMILIH PEMILIH PEMULA MASYARAKAT KENDAL PADA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 Oleh : Khairul Azmi 14010111140124 Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah parameter pelaksanaan pemilu yang demokratis :

BAB I PENDAHULUAN. adalah parameter pelaksanaan pemilu yang demokratis : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Pemilu 2014 akan menjadi cermin bagi kualitas yang merujuk pada prinsip demokrasi yang selama ini dianut oleh Negara kita Indonesia. Sistem Pelaksanaan

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh :

PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh : PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh : Topan Umboh Abstrak Partsipasi politik politik pemula

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia setiap 5 tahun sekali mempunyai agenda besar dalam pesta demokrasinya dan agenda besar tersebut tak lain adalah Pemilu. Terhitung sejak tahun 2004

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Nangroe Aceh Darussalam Hari/Tanggal: 05 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 10.00-10.30 WIB No Nama Partai Perolehan Suara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati, maka penulis memperoleh. 1. Budaya Politik Masyarakat Desa Suwatu

BAB V PENUTUP. Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati, maka penulis memperoleh. 1. Budaya Politik Masyarakat Desa Suwatu BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah penulis lakukan di Desa Suwatu Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati, maka penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Budaya Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana

BAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan secara langsung bukanlah hal yang baru bagi rakyat Indonesia, karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana pada tahun 2008

Lebih terperinci