BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik. Dalam suatu sistem politik yang demokratis para pemimpin dipilih langsung oleh rakyat, para politisi atau pejabat publik sebagai wakil rakyat akan berbuat maksimal sesuai dengan aspirasi masyarakat. Hal inilah yang menjadi dasar diberlakukannya pemilihan umum secara langsung di Indonesia. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah, pemilihan kepala daerah (bupati, walikota, gubernur) dipilih langsung oleh rakyat. Sebelumnya pemilihan gubernur dan wakil gubernur dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Melalui pemilihan secara langsung, gubernur harus dapat mempertanggungjawabkan secara langsung kepada rakyat. Pemilihan umum gubernur dan wakil gubernur secara langsung lebih accountable dibandingkan dengan sistem pemilihan umum sebelumnya. Pada system pemilihan umum gubernur dan wakil gubernur sekarang ini rakyat tidak harus menitipkan suaranya melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tetapi rakyat rakyat dapat menentukan pilihannya berdasarkan kriteria yang jelas dan transparan. Pilkada langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokratis. Dalam konteks itu, negara memberikan kesempatan kepada 1

2 masyarakat di daerah untuk menentukan sendiri pemimpin mereka, serta menentukan sendiri segala bentuk kebijaksanaan yang menyangkut harkat hidup rakyat daerah. 1 Dari uraian diatas penulis menyadari betapa pentingnya peran Pemilihan Kepala Daerah sebagai sarana aspirasi politik dan partisipasi politik masyarakat. Berbicara tentang Pemilihan Kepala Daerah tentu tidak lepas dari perilaku pemilih itu sendiri, hal inilah yang menjadi alasan penulis memilih perilaku pemilih sebagai tema dalam penelitian ini. Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara merupakan salah satu perwujudan pelaksanaan UU No. 32 tahun Hal ini sejalan dengan prinsip utama demokrasi dimana setiap orang memiliki hak untuk menyuarakan aspirasi politiknya yaitu memilih secara langsung kepala daerahnya. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Pulau Sumatera, pelaksanaan dan hasil dari Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara selalu menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang hampir mencapai jiwa, Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara merupakan sebuah momen politik penting yang terjadi di Indonesia, khususnya Pulau Sumatera. Demografi penduduk Sumatera Utara yang heterogen juga menjadi salah satu alasan kenapa Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara menarik untuk diteliti. Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara diikuti oleh 5 (lima) pasangan calon Gubernur dan Wakil gubernur. Adapun kelima pasangan tersebut adalah pasangan calon dengan nomor urut 1, H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM Ir. H. Soekirman. Pasangan calon dengan nomor urut 2 yaitu Drs. Effendi M.S. Simbolon-Drs. Djumiran Abdi. Pasangan calon dengan nomor urut 3, Dr. H. 1 Joko J. Prihatmoko Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 21 2

3 Chairuman Harahap, SH, MH H. Fadly Nurzal, S.Ag. Pasangan calon dengan nomor urut 4, Drs. H. Amry Tambunan Dr. Rustam Effendy Nainggolan. Dan yang terakhir pasangan calon dengan nomor urut 5 yaitu H. Gatot Pujo Nugroho, ST Ir. H. T. Erry Nuradi. Dari pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara, pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur H. Gatot Pujo Nugroho, ST Ir. H. T. Erry Nuradi yang juga merupakan incumbent berhasil memenangkan suara terbanyak dengan perolehan suara sebesar atau 33% dari total suara sah. Kemudian pada urutan kedua diduduki pasangan calon Drs. Effendi M.S. Simbolon-Drs. Djumiran Abdi dengan perolehan suara atau 24,34% dari total suara sah. Pada urutan ketiga adalah pasangan calon H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM Ir. H. Soekirman dengan perolehan suara sebanyak atau 21,13% dari total suara sah. Selanjutnya, pasangan Drs. H. Amry Tambunan Dr. Rustam Effendy Nainggolan memperoleh suara sebanyak atau 12,23% dari total suara sah. Dan yang terakhir pasangan calon Dr. H. Chairuman Harahap, SH, MH H. Fadly Nurzal, S.Ag dengan perolehan suara sebanyak atau 9,30% dari total suara sah. Kabupaten Labuhan Batu adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Ibu kota kabupaten ini terletak di Rantau Parapat. Kabupaten ini terdiri dari 9 (Sembilan) kecamatan, Rantau Selatan adalah satunya. Rantau Selatan merupakan kecamatan dengan mayoritas penduduk suku Batak. Dari keseluruhan jumlah penduduk, sebesar 59,66 % atau jiwa merupakan penduduk bersuku 3

4 Batak. Pada tabel 1.1 berikut ini adalah persentase penduduk berdasarkan suku di Kecamatan Rantau Selatan. Tabel 1.1 Persentase Penduduk Berdasarkan Suku Di Kecamatan Rantau Selatan No. Suku Bangsa Persentase (%) 1 Melayu 1,82 2 Batak 59,66 3 Minang 0,6 4 Jawa 34,18 5 Aceh 0,16 6 Lainnya 3,58 Sumber : BPS Kabupaten Labuhan Batu Sebagai salah satu Kecamatan yang berada dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, maka Kecamatan Rantau Selatan ikut melaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun Dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara di Kecamatan Rantau Selatan, ada sebuah fenomena yang menarik untuk dicermati, yaitu kemenangan pasangan calon H. Gatot Pujo Nugroho, ST Ir. H. T. Erry Nuradi. Dimana pasangan calon H. Gatot Pujo Nugroho, ST Ir. H. T. Erry Nuradi yang tidak berafiliasi secara langsung dengan suku Batak justru berhasil memenangkan perolehan suara terbanyak di Kecamatan Rantau Selatan yang notabene mayoritas penduduknya bersuku Batak. Padahal jika dilihat dari seluruh pasangan calon yang ada, terdapat beberapa pasangan calon yang berasal dari suku Batak. Hal inilah yang menurut penulis menarik untuk diteliti lebih lanjut. 4

5 Dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 di Kecamatan Rantau Selatan, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum adalah jiwa. Dari keseluruhan DPT tersebut, hanya orang yang menggunakan hak pilihnya, sedangkan orang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 di Kecamatan Rantau Selatan. Adapun pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang memperoleh suara terbanyak adalah pasangan calon dengan nomor urut 5 yaitu H. Gatot Pujo Nugroho, ST Ir. H. T. Erry Nuradi yang memperoleh suara. Selanjutnya pasangan calon dengan nomor urut 1 yaitu H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM Ir. H. Soekirman berada di urutan kedua dengan perolehan suara sebanyak suara. Selanjutnya di urutan ketiga terbanyak adalah pasangan calon dengan nomor urut 3 yaitu pasangan calon Dr. H. Chairuman Harahap, SH, MH H. Fadly Nurzal, S.Ag. dengan perolehan suara sebanyak suara. Kemudian diikuti oleh pasangan dengan nomor urut 2 yaitu pasangan calon Drs. Effendi M.S. Simbolon- Drs. Djumiran Abdi dengan perolehan suara dan yang terakhir adalah pasangan dengan nomor urut 4 yaitu pasangan calon Drs. H. Amry Tambunan Dr. Rustam Effendy Nainggolan dengan perolehan suara. Adapun fenomena yang terjadi di Kecamatan Rantau Selatan adalah bentuk dari pola pemberian suara dalam pemilihan umum. Selanjutnya, pola pemberian suara dalam pemilihan umum dapat dianalisis dengan pendekatan perilaku pemilih. Perilaku pemilih menurut Surbakti adalah: Aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) didalam suatu pemilihan umum (Pilkada) 5

6 secara langsung-pen. Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu. 2 Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana perilaku pemilih masyarakat suku Batak di Kecamatan Rantau Selatan. Adapun judul dari penelitian ini adalah Perilaku Pemilih Masyarakat Batak Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 (Studi Kasus: Perilaku Pemilih Masyarakat Batak Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu). I.2. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari pemecahannya. Atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Dari latar belakang penelitian tersebut, maka yang jadi rumusan masalah adalah: Bagaimana perilaku pemilih masyarakat Batak di Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013? 2 Ramlan Surbakti, Partai, Pemilih dan Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal 170 6

7 I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat Batak di Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara I.4 Manfaat Penelitian a. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengasah kemampuan penulis dalam meneliti fenomena politik yang terjadi, sehingga menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti. b. Secara teoritis hasil penelitian ini sekiranya dapat bermanfaat menambah khazanah kepustakaan politik di Indonesia khususnya Sumatera Utara. c. Sebagai rujukan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik FISIP USU. I.5 Kerangka Teori Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini penelitian mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singaribun dan Sofian Efendi dalam Buku Metode Penelitian Sosial mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 3 3 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Sosial, Jakarta : LP3ES, hal 37 7

8 I.5.1 Partisipasi Politik Tingkat partisispasi politik adalah faktor yang menentukan apakah pemilu ataupun Pilkada yang berlangsung berhasil atau tidak, semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih, maka tingkat keberhasilan pemilu ataupun Pilkada semakin tinggi. Dalam analisa Modern, partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting dan banyak dipelajari terutama dalam hubungannya dengan negara-negara berkembang. Pada awalnya studi mengenai pertisipasi politik hanya memfokuskan diri pada partai politik sebagai pelaku utama, akan tetapi dengan berkembangnya demokrasi, banyak muncul kelompok masyarakat yang juga ingin berpartisipasi dalam bidang politik khususnya dalam hal pengambilan keputusan-keputusan mengenai kebijakan umum. 4 Secara umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik. Herbert McClosky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatankegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. 5 Berikut ini dikemukakan sejumlah rambu-rambu partisipasi politik: 6 1. Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan 4 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, hal Ibid. hal Ramlan Surbakti, Op.Cit., hal 141 8

9 orientasi. Karena sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya. 2. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternative kebijakan umum, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah. 3. Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik. 4. Kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat meyakinkan pemerintah. 5. Mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan seperti ikut memilih dalam pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan menulis surat atau dengan prosedur yang tidak wajar seperti kekerasan, demonstrasi, mogok, kudeta, revolusi, dll. Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, lebih baik. Dalam alam pikiran ini, tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat partisipasi juga menunjukan bahwa rezim yang sedang berkuasa memiliki keabsahan yang tinggi. Dan sebaliknya, rendahnya partisipasi politik di suatu Negara dianggap kurang baik karena menunjukkan rendahnya perhatian warga terhadap masalah politik, selain itu rendahnya partisipasi politik juga menunjukkan lemahnya legitimasi dari enzim yang sedang berkuasa. 9

10 Partisispasi sebagai suatu bentuk kegiatan dibedakan atas dua bagian, yaitu: 7 1. Partisipasi aktif, yaitu kegiatan yang berorientasi pada output dan input politik. Yang termasuk dalam partisipasi aktif adalah, mengajukan usul mengenai suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah. 2. Partisipasi pasif, yaitu kegiatan hanya berorentasi pada output politik. Pada masyarakat yang termasuk kedalam jenis partisipasi ini hanya menuruti segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tanpa mengajukan kritik dan usulan perbaikan. Kemudian terdapat masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini, yaitu masyarakat yang menganggap telah terjadinya penyimpangan sistem politik dari apa yang telah mereka cita-citakan. Kelompok tersebut disebut apatis (golput). Kategori partisipasi politik menurut Milbrath adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan Gladiator meliputi: a. Memegang jabatan publik atau partai b. Menjadi calon penjabat c. Menghimpun dana politik d. Menjadi anggota aktif suatu partai e. Menyisihkan waktu untuk kampanye politik. 2. Kegiatan transisi meliputi: a. Mengikuti rapat atau pawai politik 7 Ibid. hal

11 b. Memberi dukungan partai atau calon c. Jumpa pejabat publik atau pemimpin politik. 3. Kegiatan menoton meliputi: a. Memakai symbol/identitas partai/organisasi politik b. Mengajak orang untuk memilih c. Menyelenggarakan diskusi politik d. Member suara. 4. Kegiatan apatis/masa bodoh. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik seseorang adalah: 1. Kesadaran politik, yaitu kesadaran akan hak kewajibannya sebagai warga negara. 2. Kepercayaan politik, yaitu sikap dan kepercayaan orang tersebut terhadap pemimpin. Berdasarkan dua faktor tersebut, terdapat empat tipe partisipasi politik yaitu: 8 1. Partisipasi politik aktif jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang tinggi. 2. Partisipasi politik apatis jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang rendah. 3. Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik tinggi, sedangkan kepercayaan politiknya rendah. 8 Ibid. hal

12 I.5.2 Perilaku Pemilih Pemilihan diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para konsestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada konsentan yang bersangkutan. 9 Dinyatakan sebagai pemilih dalam Pilkada yaitu mereka yang telah terdaftar sebagai peserta pemilih oleh petugas pendata peserta pemilih. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konsituen maupun masyarakat pada umumnya. Konsituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam insitusi politik seperti partai politik dan seorang pemimpin. 10 Perilaku pemilih dapat ditujukan dalam memberikan suara dan menentukan siapa yang akan dipilih menjadi Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pilkada secara langsung. Pemberian suara atau votting secara umum dapat diartikan sebagai; Sebagai sebuah proses dimana seorang anggota dalam suatu kelompok seorang pejabat maupun keputusan yang diambil. 11 Pemberian suara dalam Pilkada secara langsung diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang didukungnya atau ditujukan dengan perilaku masyarakat dalam memilih pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Perilaku pemilih menurut Surbakti adalah: Aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) didalam suatu pemilihan umum (Pilkada) 9 Firmanzah, Marketing politik, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, hal Ibid. hal Gosnel F Horald. hal 32 12

13 secara langsung-pen. Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu. 12 Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya. Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan. Perilaku pemilih juga sarat dan idelogy antara pemilih dengan partai politik atau kontestan pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideologi yang saling berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan pengelompokan antara ideologi yang dibawa kontestan. Masyarakat akan mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dibawa dengan yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka. Perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan yaitu: 13 1) Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologi sebenarnya berasal dari Eropa, kemudian di Amerika dan pendidikan Eropa. David Denver, ketika menggunakan pendekatan ini untuk menjelaskan perilaku memilih masyarakat Inggris, menyebut model ini sebagai social determinism approach. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan 12 Ramlan Surbakti, Partai, Pemilih dan Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal Muhammad Asfar, Pemilih, Perilaku Memilih, Jakarta : Pustaka Eureka, hal

14 dalam menentukan perilaku pemilih seseorang. Karakteristik sosial (seperti pekerjaan, pendidikan dan sebagainya) dan karakteristik atau latar belakang sosiologi (seperti agama, wilayah, jenis kelamin, umur, dan sebagainya) merupakan faktor penting dalam menentukan pilihan politik. Pendek kata, pengelompokkan sosial seperti umur (tua-muda); jenis kelamin; (laki-perempuan); agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk pengelompokkan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompokkelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi dan orientsasi seseorang. 2) Pendekatan Psikologis Pendekatan sosiologis berkembang di Amerika Serikat berasal dari Eropa Barat, pendekatan Psikologis merupakan fenomena Amerika Serikat melalui Survey Research Centre di Unversitas Michigan. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut sebagai Mazhab Michigan. Oleh karena itu, pendekatan ini adalah Angust Campbell. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku pemilih. Variabelvariabel itu tidak dapat dihubungkan dengan perilaku memilih kalau ada proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut pendekatan ini sosialisasilah sebenarnya yang menentukan perilaku memilih (politik) seseorang. Penganut pendekatan ini menjelaskan sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang cukup menentukan dalam 14

15 mempengaruhi perilaku politik seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu isu dan orientasi terhadap kandidat. 3) Pendekatan Rasional Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku pemilih oleh ilmuwan politik sebenarnya diadaptasikan dari ilmu ekonomi. Mereka melihat adanya analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku memilih (politik). Apabila secara ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional, yaitu menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka dalam perilaku politik pun maka masyrakat akan dapat bertindak secara rasional, yakni memberikan suara ke OPP yang dianggap mendatangkan keuntungan yang sebesar besarnya dan menekan kerugian. I Orientasi Pemilih 1. Orientasi Policy Problem Solving Ketika memilih seorang kontestan dari kacamata Policy-Problem-Solving yang terpenting bagi mereka adalah sejauh mana kontestan mampu menawarkan program kerja atau solusi bagi suatu permasalahan yang ada. Pemilih akan cenderung secara objektif memilih partai politik atau kontestan yang memiliki kepekaan terhadap masalah nasional (daerah) dan kejelasan-kejelasan program kerja partai-partai politik atau kontestan pemilu yang arah kebijakannya tidak jelas cenderung tidak dipilih Agung Wibawanto, Menangkan Hati dan Pikiran Rakyat, Yogyakarta : Pembaharuan. 15

16 2. Orientasi Ideologi Pemilih yang cenderung mementingkan ideologi suatu partai atau kontestan, akan mementingkan ikatan ideologi suatu partai atau kontestan, akan menekankan aspek-aspek subjektivitas seperti kedekatan nilai, budaya, norma, emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai atau kontestan pemilu, pemilih jenis ini akan cenderung memberikan suaranya ke partai atau kontestan tersebut. I Jenis-Jenis Pemilih 1) Pemilih rasional Jenis pemilih ini memiliki orientasi yang tinggi terhadap Policy-Problem- Solving dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilihan dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon peserta pemilu dengan program kerjanya, mereka melihat program kerja tersebut melalui kinerja partai atau kontestan dimasa lampau, dan tawaran program yang ditawarkan sang calon atau partai politik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang terjadi. Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan Ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Hal yang terpenting bagi pemilih jenis ini adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan pemilu. 2) Pemilih kritis Proses untuk menjadi jenis pemilih bisa terjadi melalui 2 (dua) hal yaitu: 16

17 a) Jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai atau kontestan pemilu mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau telah dilakukan. b) Bisa juga terjadi sebaliknya dimana pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai/kontestan baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan paham yang melatar belakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilihan jenis ini adalah pemilih yang kritis, artinya mereka akan selalu menganalisis kaitan antara sistem partai ideologi dengan kebijakan yang dibuat. 3) Pemilih tradisional Pemilih jenis ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik atau kontestan pemilu. Kebijakan seperti yang berhubungan dengan masalah ekonomi, kesejahteraan, pendidikan, dianggap sebagai prioritas kedua. Pemilih jenis ini sangat mudah dimobilisasi selama masa kampanye, pemilihan jenis ini memiliki loyalitas yang sangat tinggi. Mereka menganggap apa saja yang dikatakan oleh seorang kontestan pemilu atau partai politik yang merupakan suatu kebenaran yang tidak bisa ditawarkan lagi. 4) Pemilih skeptis Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau kontestan pemilu, pemilih ini juga tidak menjadikan 17

18 sebuah kebijakan menjadi suatu hal penting. Kalaupun mereka berpartisipasi dalam pemilu, biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun yang menjadi pemenang dalam pemilu, hasilnya sama saja, tidak ada perubahan yang berarti yang terbagi bagi kondisi daerah/negara. Setelah melihat beberapa jenis pemilih, para kontestan pemilu nanti harus bisa memahami segala jenis pemilih dan berusaha merebut suara pemilih tersebut, yaitu tentunya melalui kampanye. Karena dengan memahami jenis pemilih yang ada, kemungkinan untuk memenangkan pemilu menjadi semakin kuat. Mereka harus mampu meraih suara dari setiap jenis pemilih yang ada. Untuk itu mereka pada umumnya membutuhkan dukungan dari tokoh-tokoh ataupun hal-hal yang membuat setiap jenis pemilih diatas maupun mendukung mereka dalam pemilu (Pilkada) nanti. Dengan lahirnya UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintah No. 6/2005 tentang Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana disebutkan dimuka, akhirnya pilkada langsung yang menggunakan asas-asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, pilkada langsung layaknya disebut sebagai sistem rekrutmen pejabat publik yang hampir memenuhi parameter demokratis. I.5.3. Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Sejak Juni 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, maupun Walikota/Wakil Walikota dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung diatur dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 56 jo Pasal 119 dan 18

19 Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2005 tentang Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Secara eksplisit ketentuan tentang pilkadasung tercermin dalam cara pemilihan dan asasasas yang digunakan dalam penyelenggaraan pilkada. Dalam Pasal 56 ayat (1) disebutkan: Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dipilihnya sistem pilkada langsung mendatangkan optimisme dan pesimisme tersendiri. Pilkada langsung dinilai sebagai perwujudan pengembalian hak-hak dasar masyarakat didaerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah sehingga mendimanisir kehidupan demokrasi di Tingkat Lokal. Keberhasilan pilkada langsung untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung pada kritisisme dan rasioanalitas rakyar sendiri. 15 Dengan lahirnya UU No.32/2004 dan PP No.6/2005, sebagaimana disebutkan dimuka, akhirnya pilkada langsung merupakan keputusan hukum yang harus dilaksanakan. Dengan pemilihan langsung, yang menggunakan asas-asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, pilkada langsung layak disebut sebagai sistem rekrutmen pejabat publik yang hamper memenuhi parameter demokratis. 15 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar, hal

20 I Parameter Demokrasi Pilkada Mekanisme pemilihan Kepala Daerah disebut Demokrasi apabila memenuhi beberapa parameter. Mengutip pendapat Robert Dahl, Samuel Huntington dan Bingham Powel (1978). Parameter untuk mengenai terwujudnya suatu demokrasi apabila: 1. Menggunakan mekanisme pemilihan umum yang teratur; 2. Memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan; 3. Mekanisme rekrutmen dilakukan secara terbuka; dan 4. Akuntabilitas publik. Dibawah ini dijelaskan masing masing parameter tersebut : Pemilihan Umum Rekrutmen jabatan politik atau publik dan harus dilakukan dengan pemlihan umum (pemilu) yang diselenggarakan secara teratur dengan tenggang waktu yang jelas, kompetitif, jujur, dan adil. Pemilu merupakan gerbang pertama yang harus dilewati karena dengan pemilu lembaga demokrasi dapat dibentuk. Kemudian setelah pemilihan biasanya orang akan melihat dan menilai seberapa besar pejabat publik terpilih memenuhi janji-janjinya. Penilaian terhadap kinerja pejabat politik itu akan digunakan sebagai bekal untuk memberikan ganjaran atau human (reward and punishment) dalam pemilihan mendatang. Penjabat yang tidak dapat memenuhi janji-janjinya dan tidak menjaga moralitasnya akan dihukum dengan cara tidak dipilih, sebaliknya pejabat yang berkenan di hati masyarakat akan di pilih kembali. 16 Ibid, hal

21 2. Rotasi kekuasaan Rotasi kekuasaan juga merupakan parameter demokrasi tidaknya suatu rekrutmen pejabat politik. Rotasi kekuasaan mengadalkan bahwa kekuasaan atau jabatan politik tidak bisa dipegang terus-menerus oleh seseorang, seperti dalam sistem monarkhi. Artinya, kalau seseorang berkuasa terus-menerus atau satu partai politik mengendalikan roda pemerintahan secara dominan dari waktu kewaktu sistem itu kurang layak disebut demokratis. Dengan kata lain, demokrasi memberikan peluang rotasi kekuasaan atau rotasi pejabat politik secara teratur dan damai dari seorang Kepala Daerah satu ke Kepala Daerah lain, dari satu partai politik ke partai politik yang lain. 3. Rekrutmen Terbuka Demokrasi membuka peluang untuk mengadakan kompetisi karena semua orang atau kelompok mempunyai hak dalam peluang yang sama. Oleh karena itu dalam mengisi jabatan politik, seperti Kepala Daerah sudah seharusnya peluang untuk semua orang yang memenuhi syarat, dengan kompetisi yang wajar sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Dinegara-negara totaliter dan otoriter, rekrutmen politik hanyalah merupakan domain dari seseorang atau sekelompok orang kecil. 4. Akuntabilitas Publik Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertanggung jawabkan kepada publik apa yang dilakukan baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat publik. Seorang Kepala Daerah atau pejabat politik lainnya harus dapat menjelaskan kepada publik mengapa memilih kebijakan A, bukan kebijkan B, mengapa menaikkan pajak dari pada melakukan efesiensi dalam 21

22 pemerintahan dan melakukan pemberantasan KKN. Apa yang mereka lakukan terbuka untuk dipertanyakan kepada publik. Demikian pula yang dilakukan kepada keluarga kepada keluarga terdekatnya, sanak saudaranya bahkan teman dekatnya seringkali dikaitkan dengan kedudukan atau posisi pejabat tersebut. Hal itu karena pejabat publik merupakan amanah dari masyarakat, maka ia harus dapat menjaga, memelihara dan bertanggung jawab dengan amanah tersebut. Selain itu pilkada langsung dapat disebut sebagai praktik politik demokrasi apabila memenuhi bebrapa prisipinsial, yakni menggunakan asas-asas yang berlaku dalam rekruitmen politik yang terbuka, seperti pemilu legislatif (DPR, DPD, DPRD) dan pemilihan Presiden Wakil Presiden, yakni azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber dan Jurdil). 1. Langsung Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. 2. Umum Pada dasarnya semua warga Negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundangan berhak mengikuti Pilkada. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna yang menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga Negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial. 3. Bebas Setiap warga Negara yang berhak memilih bebas menetukan pilihan tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap 22

23 warga Negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya. 4. Rahasia Dalam memberika suaranya, pemilih dijamin dan pilihannya tidak adakan diketahui oleh pihak mana pun dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya diberikan. 5. Jujur Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap penyelenggara pilkada, aparat pemerintah, calon/peserta Pilkada, Pengawas Pilkada, Pemantau Pilkada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6. Adil Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap pemilih dan calon/peserta pilkada mendapatkan perlakuan yang sama, serta bebas dari kecenderungan pihak manapun. 17 Gagasan pilkada langsung itu dasarnya merupakan proses lanjut dari keinginan kuat untuk memperbaiki kualitas demokrasi di daerah yang telah dimulai. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Robert A. Dahl, disamping untuk menghindari Tirani, demokrasi juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain, diantaranya adalah terwujudnya hak-hak esensial individu, terdapat kesempatan untuk menentukan posisi dari individu, dan adanya kesejahteraan. 17 Ibid. hal

24 Pilkada secara langsung itu memberi kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk terlibat di dalam berbagai proses politik. I.6 Metedologi Penelitian I.6.1 Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya. Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. 18 I.6.2 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Labuhan Batu. Tepatnya di Kecamatan Rantau Selatan. Alasan pemilihan lokasi penelitian merupakan daerah tempat 18 Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta. Hal. 7 24

25 peneliti bertempat tinggal, sehingga akan lebih mudah bagi penelitian mendapatkan data baik masyarakat maupun dari instansi yang terkait dengan penelitian nantinya. Selain itu pemilihan lokasi penelitian dikhususkan di kecamatan Rantau Selatan karena daerah tersebut merupakan Kecamatan dengan jumlah masyarakat Batak terbesar di Kabupaten Labuhan Batu, sehingga akan lebih mudah bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana perilaku pemilih masyarakat Batak pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara I.6.3 Populasi dan Sampel Populasi Populasi berdasarkan dari kata bahasa Inggris yaitu Population yang berarti jumlah penduduk. Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup dsb, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. Maka yang menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Batak yang menggunakan hak piliknya di Kecamatan Rantau Selatan. Dari jiwa yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya yang menggunakan hak pilihnya. Maka populasi dalam penelitian ini adalah jiwa Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah karakreristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk menetukan jumlah sampel dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus Taro Yamane, yaitu: 25

26 Keterangan : = Ukuran sampel = Ukuran populasi = Presisi sebesar 10% dengan tingkat kepercayaan 90% = 99,56 (100 responden) Maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 99,56 yang kemudian dibulatkan menjadi 100 responden guna memudahkan penelitian ini. Sedangkan untuk menentukan responden yang akan dijadikan sampel penelitian adalah 100 orang dari 109 TPS yang terdapat di 9 desa di Kecamatan Rantau Selatan. Penulis menggunakan teknik sampling acak proporsional dan sampelnya dinamakan sampel acak proporsional. 19 Dengan rumus : n = n1 x n N Dimana : n1 = jumlah populasi tiap TPS n N = jumlah sampel pada populasi awal = jumlah populasi keseluruhan Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka dapat ditentukan berapa jumlah sampel untuk tiap desa/kelurahan di Kecamatan Rantau Selatan. Diketahui bahwa besar persentase suku batak di Kecamatan Rantau Selatan adalah 59,66% seperti 19 Sudjana. Metoda5 Statistika, Tarsito, Bandung, 2002, halaman

27 tertera pada tabel 1.1. Maka perhitungan untuk menentukan jumlah sampel di tiap desa/kelurahan adalah : 1. Lobu Sona 534 x 59,66% = 318,59 318,59 x = 1,03 (Sampel 1 orang) 2. Sidorejo 1812 x 59,66% = 1081, ,04 x 100 = 8,02 (Sampel 8 orang) Sigambal 1864 x 59,66% = 1112, ,06 x 100 = 8, 25 (Sampel 8 orang) Danobale 2021 x 59,66% = 1205, ,73 x 100 = 8,95 (Sampel 9 orang) Perdamean 3267 x 59,66% = 1949, ,09 x 100 = 14,46 (Sampel 15 orang)

28 6. Ujung Bandar 2369 x 59,66% = 1413, ,35 x 100 = 10,49 (Sampel 11 orang) Bakaran Batu 4629 x 59,66% = 2761, ,66 x 100 = 20,49 (Sampel 21 orang) Urung Kompas 2810 x 59,66% = 1676, ,45 x 100 = 12,44 (Sampel 12 orang) Sioldengan 3282 x 59,66% = 1958, ,04 x 100 = 14,53 (Sampel 15 orang) Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka dapat dibuat jumlah sampel untuk penelitian ini secara rinci, seperti pada tabel 1.2 berikut ini. 28

29 Tabel 1.2 Jumlah Sampel Di Desa/Kelurahan Di Kecamatan Rantau Selatan No Nama Kelurahan/Desa Jumlah Sampel 1 Lobu Sona 1 2 Sidorejo 8 3 Sigambal 8 4 Danobale 9 5 Perdamean 15 6 Ujung Bandar 11 7 Bakaran Batu 21 8 Urung Kompas 12 9 Sioldengan 15 Total Sampel Teknik Penarikan Sampel Untuk menentukan objek penelitian yang tepat, maka penulis menggunakan teknik penarikan sampel berikut ini : a. Proporsional Stratified Sampling Teknik ini digunakan karena populasi yang dijadikan sampel terbagi atas beberapa TPS. Dengan menggunakan teknik ini setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besarnya strata. 20 Dalam penelitian ini sampel terdiri dari 9 strata. Jadi memungkinkan populasi kecil terpilih menjadi sampel. b. Purposive Sampling Penarikan sampel dengan teknik ini adalah penarikan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian, dimana sampel yang digunakan harus sesuai 20 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1995, Hal

30 dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria sampel adalah pemilih batak di Kecamatan Rantau Selatan yang memberikan suara pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun I.6.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, dipergunakan dua sumber pengumpulan data yaitu: pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. 1. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek yang diteliti. Dalam hal ini data primer dalam penelitian ini berasal kuesioner yang dibagikan dan hasil wawancara kepada responden berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 2. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian (Library Research) dan pencatatan dokumen antara lain dengan mengumpulkan data dari buku, literatur, jurnal, majalah, Koran, internet dan sumber lain yang dianggap relevan dengan masalah yang ditelit I.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian yang digunakan dan sistematika penulisan. 30

31 BAB II DESKRIPSI KECAMATAN RANTAU SELATAN Bab ini berisi data gambaran umum Kecamatan Rantau Selatan. BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA Bab ini berisikan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan mengenai dan analisis data-data yang diperoleh. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan. 31

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK Modul ke: 12 Dr. Fakultas PASCASARJANA Perilaku Pemilih Heri Budianto.M.Si Program Studi Magister Ilmu Komunikasi http://mercubuana.ac.id Konsep dan Definisi Perilaku Pemilih

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Wilayah Kota Medan, memiliki luas 1.156,147 Ha dan merupakan pecahan dari

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Wilayah Kota Medan, memiliki luas 1.156,147 Ha dan merupakan pecahan dari BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II.1 Deskripsi Kecamatan Medan Helvetia II. 1. 1 Keadaan Geografis Kecamatan Medan Helvetia adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di Wilayah Kota Medan, memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Walau pemilihan umum seringkali dijadikan alat legitimasi bagi rezim otoriter.

BAB I PENDAHULUAN. Walau pemilihan umum seringkali dijadikan alat legitimasi bagi rezim otoriter. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum merupakan salah satu instrument terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilihan umum bahkan telah menjadi parameter utama bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang BAB II KAJIAN TEORETIK Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian ang akan dilakukan, adalah teori mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan 32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KECAMATAN RANTAU SELATAN. Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya adalah 64,32 km 2 dengan

BAB II DESKRIPSI KECAMATAN RANTAU SELATAN. Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya adalah 64,32 km 2 dengan BAB DESKRPS KECAMATAN RANTAU SELATAN. Kondisi Geografis Kecamatan Rantau Selatan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya adalah, km dengan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Pemilih Keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi. Pemilu menjadi sarana pembelajaran dalam mempraktikkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut pemilukada adalah pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara

Lebih terperinci

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH.

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH. Modul ke: DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia Fakultas FAKULTAS RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi http://www.mercubuana.ac.id DEFINISI

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon 95 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon Kepala Daerah dalam pilkada Sidoarjo 2010 Pemilihan kepala daerah secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi,salah satu ciri negara yang menerapkan sistem demokrasi adalah melaksanakan kegiatan pemilihan umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Perilaku Pemilih Sikap politik seseorang terhadap objek politik yang terwujud dalam tindakan atau aktivitas politik merupakan perilaku politik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tercatat dalam kependudukan. Seseorang yang pindah dari tempat asalnya (pindah

BAB II KAJIAN TEORI. tercatat dalam kependudukan. Seseorang yang pindah dari tempat asalnya (pindah BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Asal Daerah Asal daerah merupakan tempat tinggal dimana seseorang itu menetap dan tercatat dalam kependudukan. Seseorang yang pindah dari tempat asalnya (pindah dari tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dieter, Roth.2008.Studi Pemilu Empiris, Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode. Jakarta: Friedrich-Nauman-Stiftung Die Freiheit.

DAFTAR PUSTAKA. Dieter, Roth.2008.Studi Pemilu Empiris, Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode. Jakarta: Friedrich-Nauman-Stiftung Die Freiheit. DAFTAR PUSTAKA Abdul Munir Mulkhan, 2009. Politik Santri. Kanisius, Yogyakarta Almond. A Gabrriel dan Verba. 1990. Budaya Politik Tingkah laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta : Bumi Aksara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parameter paling utama untuk melihat ada atau tidaknya pembangunan politik di sebuah negara adalah demokrasi. Meskipun sebenarnya demokrasi tidak sepenuhnya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sebuah media dalam melakukan suksesi kekuasaan atau pergantian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sebuah media dalam melakukan suksesi kekuasaan atau pergantian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir di setiap negara demokrasi bahkan komunis menganggap Pemilu sebagai sebuah media dalam melakukan suksesi kekuasaan atau pergantian kekuasaan hal itulah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana

BAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan secara langsung bukanlah hal yang baru bagi rakyat Indonesia, karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana pada tahun 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia saat ini melalui momen-momen aktivitas politik yang melibatkan masyarakat secara luas, seperti pemilihan umum secara langsung anggota legislatif, pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi sebagai pilar penting dalam sistem politik sebuah Negara, termasuk Indonesia yang sudah diterapkan dalam pemilihan secara langsung seperti legislatif, Presiden

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PILKADA KOTA PADANG PADA TAHUN Abstrak

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PILKADA KOTA PADANG PADA TAHUN Abstrak FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PILKADA KOTA PADANG PADA TAHUN 2013 Andika Dirsa 1, Nurharmi 1, Hendrizal 1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum mempunyai esensi sebagai sarana demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah menurut kehendak rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika dan India menjadikan Pemilihan Kepala Daerah sebagai salah satu indikator pelaksanaan demokrasi berbasis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2009 negara Indonesia melaksanakan pemilu yang ke-10

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2009 negara Indonesia melaksanakan pemilu yang ke-10 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2009 negara Indonesia melaksanakan pemilu yang ke-10 kalinya, yaitu pemilu legislatif, presiden dan wakil presiden yang didasari dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH (KPUD) DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT 1 (Studi di Kabupaten Bolaang Monggondow Utara)

PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH (KPUD) DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT 1 (Studi di Kabupaten Bolaang Monggondow Utara) PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH (KPUD) DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT 1 (Studi di Kabupaten Bolaang Monggondow Utara) Oleh : Gito Talibo 2, Dra. Marlien T. Lapian Msi 3, Maxi Egeten,

Lebih terperinci

ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH

ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH (STUDI KASUS : PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT ETNIS BATAK TOBA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG KABUPATEN KARO TAHUN 2010) SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia setiap 5 tahun sekali mempunyai agenda besar dalam pesta demokrasinya dan agenda besar tersebut tak lain adalah Pemilu. Terhitung sejak tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Partai Politik 1. Definisi Partai Politik Kedudukan partai politik dalam negara yang memiliki tata kelola pemerintahan demokratis sangatlah penting. Partai politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara adalah salah satu proses demokrasi dimana

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara adalah salah satu proses demokrasi dimana BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara adalah salah satu proses demokrasi dimana masyarakat Sumatera Utara dapat memilih langsung gubernur dan wakil gubernurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep demokrasi di wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Pemilih 1. Definisi Pemilih Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilih diartikan sebagai Warga Negara

Lebih terperinci

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL oleh : Timbul Hari Kencana NPM. 10144300021 PROGRAM

Lebih terperinci

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat 320 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DESA KADUNDUNG KECAMATAN LABUAN AMAS UTARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

Lebih terperinci

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan

Lebih terperinci

1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia sebagai salah satu negara penganut demokrasi, sudah tentu melaksanakan pemilu sebagai perwujudan kedaulatanan rakyat. Seperti yang tertulis dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat (anggota) yang menjadi cikal bakal dari partisipasi politik. Dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Wati, 2015 ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE STRATIFIED CLUSTER SAMPLING (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Mega Wati, 2015 ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE STRATIFIED CLUSTER SAMPLING (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Prinsip-prinsip yang tertuang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang wilayahnya luas dan rakyatnya banyak. Sehingga, demokrasi tidak mungkin dilaksanakan secara langsung. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pemimpinnya dipilih berdasarkan suara mayoritas terbanyak.

BAB II KAJIAN TEORI. pemimpinnya dipilih berdasarkan suara mayoritas terbanyak. 21 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Pemilihan Umum Pengertian Pemilihan Umum adalah suatu proses untuk memilih orang-orang yang akan menduduki kursi pemerintahan. Pemilihan umum ini diadakan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan demokrasi yang sangat pesat. Hal tersebut ditandai dengan berbagai macam ekspresi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk mewujudkan partisipasi rakyat. Pemilihan umum

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk mewujudkan partisipasi rakyat. Pemilihan umum 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu ciri dari demokrasi yang digunakan untuk mewujudkan partisipasi rakyat. Pemilihan umum dianggap penting dalam proses dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 A. Perilaku Pemilih Dan Pilpres 2014 Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,

Lebih terperinci

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah).

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa demokrasi ini, pelaksanaan pemiliham umum secara langsung tidak hanya untuk lembaga legislatif serta presiden dan wakil presiden. Pemilihan umum kepala daerah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga

BAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem politik Indonesia apalagi dalam proses pelaksanaan demokrasi khususnya demokrasi perwakilan. Partai

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013

TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013 TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013 Yuliantika 1, Nurharmi 1, Hendrizal 1 1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I 1.1.Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Reformasi yang dimulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di segala bidang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU SEMINAR KODIFIKASI UNDANG-UNDANG NASKAH AKADEMIK RENCANGAN UNDANG-UNDANG JAKARTA, 18 MEI 2016 Anggota DPR, DPD, DPRD PERUBAHAN UUD 1945 Presiden dan Wakil Presiden PEMILIHAN Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam hal ini undang-undang pemerintahan daerah yang tujuannya

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam hal ini undang-undang pemerintahan daerah yang tujuannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lahirnya suatu produk hukum didasari perencanaan dan tujuan yang jelas. Termasuk dalam hal ini undang-undang pemerintahan daerah yang tujuannya adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau bukan tingkat kenegaraan, masih tingkat desa yang disebut demokrasi desa. Contoh pelaksanaan

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. - Media Elektronik : Internet, tv, dan radio. - Survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah adanya UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Setelah adanya UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah adanya UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Gubernur, Bupati, dan Walikota yang sebelumnya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita

Lebih terperinci

IMAGOLOGI POLITIK SKRIPSI. Oleh : WAHYUDI AULIA SIREGAR NIM : : Drs. P. Anthonius Sitepu, MSi

IMAGOLOGI POLITIK SKRIPSI. Oleh : WAHYUDI AULIA SIREGAR NIM : : Drs. P. Anthonius Sitepu, MSi IMAGOLOGI POLITIK (Studi Deskriptif Tentang Opini Publik Terhadap Pencitraan Politik Dalam Meningkatkan Tingkat Elektabilitas Politik Pada Pemilu Presiden 2009 di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Perilaku Pemilih 1. Perilaku Memilih Ramlan Surbakti (2010:185) memandang perilaku memilih sebagai keikutsertaan warga negara dalam pemilu yang juga menjadi serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN 83 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Hasil Survei Tentang Elektabilitas Calon Presiden & Calon Wakil Presiden 2014 Di negara-negara demokrasi, ada berbagai cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata Pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Sistem politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KPU (Komisi Pemilihan Umum) adalah lembaga penyelenggaraan pemilu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KPU (Komisi Pemilihan Umum) adalah lembaga penyelenggaraan pemilu A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN KPU (Komisi Pemilihan Umum) adalah lembaga penyelenggaraan pemilu yang bersifat nasional, artinya bahwa KPU merupakan pusat lembaga dari seluruh Indonesia, tetap artinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan kuesioner (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi 1989:4).

BAB III METODE PENELITIAN. dengan kuesioner (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi 1989:4). 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Pada penelitian kali ini menggunakan metode deskriptif dengan tipe penelitian kuantitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang Oleh : Radityo Pambayun Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang BAB IV Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang Tahapan Pilkada menurut Peraturan KPU No.13 Th 2010 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan

Lebih terperinci

Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum

Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Definisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

I. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Voting Behavior 1. Definisi Voting Behavior Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau

Lebih terperinci