BAB I PENDAHULUAN. Walau pemilihan umum seringkali dijadikan alat legitimasi bagi rezim otoriter.
|
|
- Liani Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum merupakan salah satu instrument terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilihan umum bahkan telah menjadi parameter utama bagi masyarakat internasional untuk mengukur demokratis tidaknya suatu negara. Walau pemilihan umum seringkali dijadikan alat legitimasi bagi rezim otoriter. Karena pada kenyataannya,masyarakat internasional kini hampir menyepakati bahwa tidak ada Negara yang dapat dikategorikan sebagai Negara demokratis apabila tidak menyelenggarakan pemilihan umum, terlepas dari bagaimana pelaksanaan dan kualitas pelaksanaannya.prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik. Dalam suatu sistem politik yang demokratis para pemimpin dipilih langsung oleh rakyat, para politisi atau pejabat publik sebagai wakil rakyat akan berbuat maksimal sesuai dengan aspirasi masyarakat. Sebab, pertama, dalam kacamata mandat, pilkada yang dilakukan secara regular dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyeleksi kebijakan-kebijakan politik yang baik sesuai dengan dengan keinginan masyarakat luas. Selama kampanye pilkada dan pemilu misalnya, para calon gubernur, para calon bupati maupun para calon walikota menawarkan berbagai isu dan program untuk mensejahterakan masyarakat, sehingga hal ini menjadi daya tarik bagi pemilih untuk memilihnya. Kedua, dalam kacamata akuntabilitas, pilkada dan pemilu merupakan sarana bagi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan berbagai keputusan dan tindakannya di
2 masa lalu. Konsekuensinya, pemerintahan dan politisi akan selalu memperhitungkan penilaian masyarakat, sehinggka akan memilih kebijakan atau program yang berdampak pada penilaian positif pemilih terhadap dirinya, agar terpilih kembali pada pilkada atau pemilu berikutnya. 1 Pilkada langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik local secara demokratis. Dalam konteks itu, negara memberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk menentukan sendiri pemimpin mereka, serta menentukan sendiri segala bentuk kebijaksanaan yang menyangkut harkat hidup rakyat daerah. 2 Ada beberapa argumen penting bagi pilkada langsung terkait dengan kedaulatan rakyat, yaitu: 3 1. Rakyat secara langsung dapat menggunakan hak-haknya secara utuh. Menjadi kewajiban Negara memberkan perlindungan terhadap hak pilih rakyat. Salah satu hak politik rakyat tersebut adalah hak memilih calon pemimpin. Penundaan atau peniadaan hak pilih tidak hanya mengurangi secara signifikansi nilai-nilai demokrasi dalam pilkada langsung namun bahkan setiap saat mengancam legitimasi pemimpin pemerintahan daerah. 2. Wujud nyata asas pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Pertanggungjawaban (responsibility) dan akuntabilitas (accountability) public seorang pemimpin merupakan landasan amat penting guna menjaga kelangsungan sebuah kepemimpinan politik. Melalui pilkada langsung, maka seorang Kepala Daerah harus dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinan kepada rakyat yang memilih. Tingkat penerimaan rakyat kepada Kepala Daerah merupakan jaminan bagi peningkatan partisipasi politik rakyat yang akan menjaga kelanggengan sebuah kepemimpinan. Kepala Daerah yang tak dapat memenuhi asas pertanggungjawaban dan akuntabilitas akan ditinggalkan rakyat, bahkan rakyat akan menghukumnya dengan jalan tidak akan memilihnya lagi. Karena itu, dalam beberapa system pemilihan, calon Kepala Daerah harus memiliki trade mark, yakni cirri khas dan prioritas program kerja, yang dapat dipertanggungjawabkan di kemudian hari. 1 Ahmad Nadir Pilkada Langsung, dan Masa Depan Demokrasi. Malang: Averroes Press. hlm. viii 2 Joko J. Prihatmoko Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm Ibid., hlm
3 3. Menciptakan suasana kondusif bagi terciptanya hubungan sinergis antara pemerintahan dan rakyat. Pemerintahan akan melaksanakan kehendaknya sesuai dengan kehendak rakyat. Keserasian dan keseimbangan hubungan antara keduanya akan membawa pengaruh yang sangat menentukan bagi tegaknya suatu pemerintahan yang demokratis. Oleh sebab itu, bilamana sebuah pemerintahan telah ditinggalkan rakyatnya, maka ambruknya pemerintahan tersebut tinggal menunggu waktu dalam hitungan yang tak lama. Kehendak agar pilkada digelar secara langsung dilakukan di Indonesia bisa terakomodasi setelah lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang disusul dengan keluarnya PP No.6 Tahun 2005 yang mengatur Pilkada. Pilkada langsung adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Di sini, kehendak rakyat akan diwujudkan secara langsung dengan memilih pemimpinnya pada tingkat provinsi yaitu untuk memilih gubernur dan wakil gubernur dan pada tingkat kabupaten/kota untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota. 4 Pemilihan umum kepala daerah Sumatera Utara tahun 2013 yang dilaksanakan pada 7 Maret 2013 merupakan salah satu wujud dari demokrasi dimana seluruh masyarakat provinsi Sumatera Utara memiliki hak untuk memilih sendiri pemimpinnya selama 5 tahun ke depan secara langsung. Pemilihan umum kepala daerah Sumatera Utara tahun 2013 diikuti oleh lima pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Kelima pasangan tersebut masingmasing mencalonkan diri berdasarkan dukungan partai dan tidak ada calon perseorangan (independent). Mereka adalah pasangan Drs. H. Amry Tambunan Dr. Rustam Effendy Nainggolan yang didukung oleh Partai Demokrat, Dr. H. Chairuman 4 Lihat Samsul Wahidin Hukum Pemerintahan Daerah: Mengawasi Pemilihan Umum Kepala Daerah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 138.
4 Harahap, SH, MH H. Fadly Nurzal, S.Ag yang didukung oleh beberapa partai politik yaitu Partai Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia dan Partai Republik Nusantara, Drs. Effendi M.S. Simbolon- Drs. Djumiran Abdi yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Peduli Rakyat Nasional dan Partai Damai Sejahtera, H. Gatot Pujo Nugroho, ST Ir. H. T. Erry Nuradi yang didukung oleh Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Partai Patriot dan Partai Persatuan Nasional dan pasangan H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM Ir. H. Soekirman yang didukung oleh 22 partai politik diantaranya adalah Partai Amanat Nasional, Partai Bulan Bintang, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Bintang Reformasi dan partai politik lainnya. 5 Berikut ini adalah Nomor Urut Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013 : 6 Nomor Urut 1 : H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM Ir. H. Soekirman Nomor Urut 2 : Drs. Effendi M.S. Simbolon- Drs. Djumiran Abdi Nomor Urut 3 : Dr. H. Chairuman Harahap, SH, MH H. Fadly Nurzal, S.Ag Nomor Urut 4 : Drs. H. Amry Tambunan Dr. Rustam Effendy Nainggolan Nomor Urut 5 : H. Gatot Pujo Nugroho, ST Ir. H. T. Erry Nuradi 5 Data Diperoleh dari SK KPU Provinsi Sumatera Utara 6 Ibid., hlm 1
5 Dari kelima pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada pemilihan umum kepala daerah Sumatera Utara tersebut, pasangan Nomor Urut 5 H. Gatot Pujo Nugroho, ST Ir. H. T. Erry Nuradi yang merupakan calon Incumbent berhasil memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode dengan perolehan suara sebesar atau 33% dari total suara sah diikuti dengan pasangan calon Nomor Urut 2 Drs. Effendi M.S. Simbolon- Drs. Djumiran Abdi dengan perolehan suara atau 24,34% dari total suara sah serta urutan ketiga yaitu pasangan calon Nomor Urut 1 H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM Ir. H. Soekirman memperoleh suara sebanyak atau 21,13% dari total suara sah. Selanjutnya, pasangan Nomor Urut 4 Drs. H. Amry Tambunan Dr. Rustam Effendy Nainggolan memperoleh atau 12,23% dari total suara sah dan urutan terakhir adalah pasangan calon dengan Nomor Urut 3 Dr. H. Chairuman Harahap, SH, MH H. Fadly Nurzal, S.Ag yang memperoleh suara atau 9,30% dari total suara sah. 7 Secara keseluruhan, total suara yang masuk di Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara berjumlah suara yang meliputi suara sah dan suara tidak sah. 8 Sementara itu, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara kali ini adalah sebanyak jiwa. Dari total perolehan suara tersebut, maka Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara periode dilaksanakan satu putaran. Dari jumlah DPT yang terdaftar, ada pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya atau 51,5% dari total DPT. 7 Data diperoleh dari Surat Keputusan KPU Provinsi Sumatera Utara Nomor : 19/Kpts/KPU Prov- 002/ mut%20seluruh%20kabupaten/kota. Diakses pada tanggal 26 April 2013, pukul WIB.
6 Pada masa kampanye pemilihan umum kepala Sumatera Utara 2013 kemarin, masing-masing tim sukses pasangan calon gubernur dan wakil gubernur berlombalomba untuk memenangkan hati dan suara para pemilih. Mulai dari kampanye terbuka, ikut dalam acara-acara masyarakat, pemberian sumbangan ataupun hadiah, melakukan money politic dan sebagainya. Hal itu dilakukan oleh para tim sukses untuk memenangkan pasangan yang mereka usung. Fenomena politik diatas merupakan bentuk dari pola pemberian suara masyarakat dalam pemilihan umum. Selanjutnya pola pemberian suara ini dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan perilaku lebih tepatnya perilaku pemilih. Perilaku pemilih sendiri menurut Ramlan Surbakti adalah : keikutsertaan warga Negara dalam pemilihan umum yang merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum. Kalau memutuskan memilih apakah memilih partai atau kandidat X ataukah partai atau kandidat Y. Perilaku pemilih dalam pemilihan umum kepala daerah merupakan hal yang sangat penting. Karena di dalam menentukan apakah pemilihan umum kepala daerah berhasil, maka perilaku pemilih masyarakatnya akan menjadi factor penentu yang penting pula. Bila di dalam pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah ternyata dapat dilihat bahwa masyarakat tidak terlalu ikut ambil bagian di dalamnya, misalnya dengan tingginya angka golput, berarti pemilihan umum kepala daerah tersebut dapat dikatakan kurang berhasil dilaksanakan. Terbukti dengan masyarakatnya yang kurang member perhatian pada pesta demokrasi local itu. Karena pentingnya perilaku pemilih di dalam pemilihan umum kepala daerah, maka perlu diadakan kajian intensif terhadap perilaku pemilih itu sendiri.
7 Pemilihan umum kepala daerah merupakan satu hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Mengapa saya mengkaji perilaku pemilih dalam pemilihan umum kepala daerah adalah karena saya ingin melihat bagaimana antusiasme masyarakat dalam menyambutnya, karena dalam pemilihan umum kepala daerah kita akan memilih orang nomer satu di daerah kita nantinya. Menyadari akan pentingnya penelitian tentang perilaku pemilih, maka di dalam karya ilmiah ini saya akan menjelaskan dan meneliti tentang perilaku pemilih di Kecamatan Medan Helvetia. Kecamatan Medan Helvetia merupakan wilayah administratif dari Kotamadya Medan, Sumatera Utara. Kecamatan Medan Helvetia merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi di Kotamadya Medan. Tingginya jumlah penduduk diikuti dengan komposisi masyarakat yang heterogen. Penulis memilih Kecamatan Medan Helvetia sebagai tempat penelitian karena terdapat fenomena yang cukup menarik, yaitu tingginya antusiasme masyarakat dalam mengikuti kampanye yang dilaksanakan di Kecamatan Medan Helvetia ternyata tidak berbanding lurus dengan antusiasme masyarakat terhadap pemilihan umum kepala daerah itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah masyarakat yang ikut dalam kampanye, namun tingkat partisipasi di dalam pemilihan umum kepala daerah cenderung rendah. Dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang terdaftar di Kecamatan Medan Helvetia sebanyak jiwa, hanya orang yang menggunakan haknya untuk memilih, jumlah tersebut terdiri dari suara sah dan suara tidak sah.
8 Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana perilaku permilih dalam pilkada Sumatera Utara tahun Adapun judul dari penelitian ini adalah Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013 di Kecamatan Medan Helvetia. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah ialah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya. Perumusan masalah merupakan penjabaran dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Dengan kata lain, perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan terperinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah dan pembatasan masalah. 9 Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan suatu masalah yang akan menjadi bahasan dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimanakah perilaku pemilih Kecamatan Medan Helvetia dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013 khususnya masyarakat Kecamatan Medan Helvetia, Kotamadya Medan. 9 Husnaini Usman & Purnomo Setiady Akbar Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 27.
9 2. Untuk mengetahui faktor apakah yang paling dominan dalam membentuk perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara tahun Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat bagi penulis, yaitu mengembangkan kempuan berpikir dan mengasah kemampuan penulis dalam mebuat karya ilmiah untuk selanjutnya dapat menyelesaikan pendidikan di Strata Satu (S-1) Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengetahuan terhadap ilmu politik, yaitu dalam analisis perilaku pemilih. 3. Menambah referensi bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik FISIP USU mengenai perilaku pemilih. 1.5 Kerangka Teori Partisipasi Politik Menurut Miriam Budiardjo partisipasi politik adalah : 10 kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. 10 Miriam Budiardjo Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 184
10 Kegiatan partisipasi politik pada intinya tertuju kepada dua subjek, yaitu: (1) pemilihan penguasa, dan (2) melaksanakan segala kebijaksanaan penguasa (pemerintah). Menurut Closky (1982) bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela (voluntary) dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung (direct) atau tidak langsung (indirect) dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum. Di negara-negara demokrasi, konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Jadi, partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang abash oleh rakyat Pemilihan Umum Pemilihan umum adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatanjabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat, diberbagai tingkat pemerintahan sampai kepala desa. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan kegiatan-kegiatan lain. 12 Pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/ masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktifitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui media massa cetak, audio (radio) maupun audio visual (televise) serta media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antara pribadi yang berbentuk face to face (tatap muka) atau lobby yang berisi penyampaian pesan 11 Ibid,. hlm Arifin Anwar Pencitraan dalam Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia. hlm. 39.
11 mengenai program, platform, asas, ideology serta janji-janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada waktu dilaksanakannya pemilihan umum dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislative maupun eksekutif. 13 Affan Gafar mengajukan 5 (lima) parameter untuk sebuah pemilihan umum yang ideal : 14 Pertama, pemilihan umum yang akan datang haruslah diselenggarakan dengan cara yang demokratis sehingga memberikan peluang bagi semua partai dan calon legislatif yang terlibat untuk berkompetisi secara fair dan jujur. Rekayasa dan manipulasi yang sangat mewarnai penyelenggaraan pemilu masa lampau jangan sampai terulang lagi. Kedua, pemilihan umum haruslah menciptakan MPR/DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II yang lebih baik, lebih berkualitas, dan memiliki akuntabilitas politik yang tinggi. Ketiga, derajat keterwakilan, artinya bahwa anggota MPR/DPR yang dibentuk melalui pemilihan umum haruslah memiliki keseimbangan perwakilan, baik antara wakil Jawa maupun luar Jawa atau antara pusat dengan daerah. Keempat, peraturan perundang-undangan pemilu haruslah tuntas. Kelima, pelaksanaan pemilu hendaknya bersifat praktis, artinya tidak rumit dan gampang dimengerti oleh kalangan masyarakat banyak Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung Pemilihan umum kepala daerah langsung merupakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh masyarakat yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil melalui pemungutan suara. Kepala daerah dan wakil kepala daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan demokratis, keadilan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah dan daerah serta antar daerah untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. 13 A. Rahman H. I Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. hlm Affan Gafar Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm
12 Pemilihan umum kepala daerah langsung diatur dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 56 jo Pasal 119 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6/2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepalas Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Secara eksplisit ketentuan tentang pilkada langsung tercermin dalam cara pemilihan dan asas-asas yang digunakan dalam penyelenggaraaan pilkada. Dalam Pasal 56 ayat (1) disebutkan: Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pemilihan umum kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pemilihan umum kepala daerah juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta pemilihan umum kepala daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun Perilaku Pemilih Definisi Perilaku Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2,
13 yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit), Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup (Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1). Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. 15 Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S- O-R atau Stimulus Organisme Respon Definisi Pemilih Menurut Joko J Prihatmoko, pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para consensus untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh 15 diakses pada 30 April 2013, pukul WIB.
14 suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestai dalam institusi politik seperti partai politik. Disamping itu pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bias saja tidak menjadi konstituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok, terdapat kelompok masyarakat yang memang non-partisan, dimana ideologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan terkait dengan partai politik tertentu. Mereka menunggu sampai ada suatu partai politik yang bisa menawarkan program kerja terbaik menurut mereka, sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih. 16 Menurut UU Nomor 10/2008, pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin. Tetapi dalam pelaksanaan pemilihan umum, yang berhak memberikan hak pilihnya adalah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Definisi Perilaku Pemilih Menurut Ramlan Surbakti perilaku memilih adalah keikutsertaan warga dalam pemilu sebagai rangkaian pembuatan keputusan. Perilaku memilih menjawab pertanyaan apakah warga masyarakat menggunakan hak pilih atau tidak? Apakah memilih partai X atau Y? Mengapa memilih partai X atau Y? 16 Firmanzah Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
15 Untuk memahami kecenderungan perilaku memilih mayoritas masyarakat secara akurat dapat dikombinasikan dalam beberapa pendekatan yang relevan, yaitu: Pendekatan Sosiologis Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik social dan pengelompokan-pengelompokan social mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pendekatan sosiologis dilandasi oleh pemikiran bahwa determinan pemilih dalam respon politiknya adalah status ekonomi, afiliasi religius. Dengan kata lain, pendekatan ini didasarkan pada ikatan social pemilih dari segi etnik, ras, agama, keluarga dan pertemanan yang dialami oleh agen pemilih secara historis. 2. Pendekatan Psikologis Pendekatan ini pada dasarnya melihat sosialisasi sebagai determinasi dalam menentukan perilaku politik pemilih, bukan karakter sosiologis. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang menjadi variable yang cukup menentukan dalam mempengaruhi perilaku politik seseorang, karena itu pendekatan ini menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama, yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, isu-isu dan kandidat-kandidat. 3. Pendekatan Rasional Pendekatan ini menempatkan pemilih pada suatu keadaan yang bebas, di mana pemilih melaksanakan perilaku politik dengan pikiran rasionalnya dalam menilai calon kandidat yang terbaik menurut rasionalitas yang dimilikinya. Model ini ingin melihat pemilih sebagai produk kalkulasi untung rugi. Mayoritas pemilih biasanya selalu mempertimbangkan factor untung rugi dalam menentukan pilihannya terhadap calon yang dipilih. Seorang pemilih rasional adalah pemilih yang menghitung untung rugi tindakannya dalam memilih calon. Pada pendekatan rasional, perilaku politik dapat terjadi kapan saja dan dapat berubah sesuai dengan rasionalitasnya, bahkan keputusan dalam menentukan pilihan dapat berubah di bilik suara. 4. Pendekatan Domain Kognitif Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh tujuh domain kognitif yang berbeda, yaitu: Isu dan Kebijakan Publik Komponen ini mempresentasikan kebijakan atau program yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh partai atau kandidat politik jika kelak menang pemilu. 17 Adman Nursal Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. hlm. 54.
16 Citra Sosial Komponen ini adalah citra kandidat dalam pikiran pemilih mengenai berada di dalam kelompok social mana atau tergolong sebagai sebuah partai atau kandidat politik. Citra social dapat terjadi oleh banyak factor, diantaranya demografi (meliputi usia, gender dan agama). Sosio ekonomi (meliputi pekerjaan dan pendapatan), kultural dan etnik, dan politis-ideologi. Perasaan Emosional Perasaan emosional yaitu emosional yang terpancar dari sebuah kontestan atau kontestan yang ditujukan oleh kebijakan politik yang ditawarkan. Citra Kandidat Citra kandidat yaitu mengacu pada sifat-sifat pribadi yang penting dan dianggap sebagai karakter seorang kandidat. Peristiwa Mutakhir Ini mengacu pada himbauan peristiwa, isu dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama kampanye. Peristiwa Personal Ini mengacu pada kehidupan pribadi dan peristiwa yang dialami secara pribadi oleh seorang kandidat, misalnya skandal seksual, bisnis, dll. Faktor-faktor Epistemis Faktor-faktor epistemis yaitu isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat memicu keingintahuan para pemilih mengenai hal-hal baru Tipe-tipe Pemilih Terdapat dua orientasi dalam diri masing-masing pemilih. 18 Pertama adalah orientasi policy-problem-solving yaitu ketika pemilih menilai partai politik atau seorang kontestan dari kacamata policy-problem-solving, yang terpenting bagi mereka adalah sejauh mana para kontestan mampu menawarkan program kerja atas solusi bagi suatu permasalahan yang ada. Pemilih akan cenderung memilih partai politik atau kontestan yang memiliki kepekaan terhadap masalah nasional ataupun lokal dan kejelasan program kerja. Partai politik atau kontestan yang arah kebijakannya tidak jelas akan cenderung tidak terpilih. Kedua, orientasi ideologi yaitu suatu partai atau seorang kontestan akan lebih menekankan aspek-aspek subjektifitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, 18 Firmanzah Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm 128
17 moralitas, norma, emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai politik atau calon kontestan, pemilih jenis ini akan cenderung memberikan suaranya ke partai politik dan kontestan tersebut. Berdasarkan konfigurasinya, pemilih terbagi menjadi empat, yaitu: Pemilih Rasional Pemilih memiliki orientasi tinggi pada policy problem solving dan berorientasi rendah untuk factor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau kontestan dalam program kerjanya. Pemilih jenis ini memiliki cirri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideology kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Faktor seperti paham, asal-usul, nilai tradisional, budaya, agama dan psikografis memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan. Hal yang terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang biasa (dan yang telah) dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan. Oleh karena itu, ketika sebuah partai politik atau seorang kontestan ingin menarik perhatian pemilih dalam matriks ini, mereka harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, social-budaya, hubungan luar negeri, pemerataan pendapatan, disintegrasi nasional dan lainlain. Pemilih tipe ini tidak akan segan-segan beralih dari sebuah partai atau seorang kontestan ke partai politik atau kontestan lain ketika mereka dianggap tidak mampu menyelesaikan permasalahan nasional. 2. Pemilih Kritis Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih terhadap sebuah partai atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah rational voter untuk berpaling ke partai lain. Proses untuk menjadi pemilih jenis ini bias terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bias juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai/kontestan baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilih jenis ini akan selalu menganalisis kaitan antara system nilai partai (ideology) dengan kebijakan yang dibuat. Tiga kemungkinan akan muncul ketika terdapat perbedaan antara nilai ideology dengan platform partai: (1) memberikan kritik internal, (2) frustasi, dan (3) membuat partai baru yang memiliki kemiripan karakteristik ideology dengan partai lama. 19 Ibid., hlm
18 3. Pemilih Tradisional Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai suatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, aal usul, faham dan agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik. Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, dan pengurangan angka inflasi dianggap sebagai parimeter kedua. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figure dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut. Pemilih tradisional adalah jenis pemilih yang bias dimobilisasi selama periode kampanye. Loyalitas tinggi merupakan salah satu cirri khas yang paling kelihatan bagi pemilih jenis ini. Ideologi dianggap sebagai satu landasan dalam membuat suatu keputusan serta bertindak dan kadang kebenarannya tidak bias diganggu gugat. 4. Pemilih Skeptis Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena kedekatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memperdulikan platform dan kebijakan sebuah partai politik. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara, biasanya mereka melakukannya secara acak dan random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bias membawa bangsa kea rah perbaikan yang mereka harapkan. Selain itu, mereka tidak memiliki ikatan emosional dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan. 1.6 Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif, karena penelitian ini menggunakan teori-teori, data-data dan konsep-konsep sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian dan menjawab persoalan yang penulis teliti. Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting) dan data yang dikumpulkan
19 bersifat kualitatif. Metode kualitatif lebih didasarkan filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan (verstehen). 20 Penelitian ini akan berusaha memahami dan menggambarkan bagaimana perilaku pemilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013 di Kecamatan Medan Helvetia, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara Populasi Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Kecamatan Medan Helvetia yang terdaftar dan tercatat sebagai warga Kecamatan Medan Helvetia dan yang termasuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013 yaitu sebanyak jiwa Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat yang terdaftar sebagai Pemilih Tetap di Kecamatan Medan Helvetia. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuesioner, penulis akan menggunakan rumus Taro Yamane 21, sebagai berikut : Keterangan : n : Jumlah sampel n = N N (d ) N : Jumlah Populasi (yang terdaftar dalam DPT) D : Presisi 20 Husnaini Usman & Purnomo Setiady Akbar Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. hlm Jalaluddin Rakhmat Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal. 81
20 Tingkat presisi yang dimaksud diatas adalah rentang dimana nilai sebenarnya dari populasi yang diperkirakan. Sering pula disebut kesalahan sampling. Semakin besar tingkat kesalahan yang ditoleransi maka semakin kecil jumlah sampel yang diambil. Dan sebaliknya semakin kecil tingkat kesalahan yang ditoleransi, maka semakin besar mendekati populasi sampel yang harus diambil. Dari rumus diatas, maka jumlah sampel yang diambil adalah : n = (0,01 ) + 1 n = , 58 n = 99,9 Orang Maka jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang. Selanjutnya, untuk menentukan jumlah responden dari masing masing kelurahan digunakan teknik proporsional sampling. Penggunaan teknik proporsional sampling dilakukan dengan menyeleksi setiap unit sampel yang sesuai dengan ukuran unit sampel dan untuk memungkinkan memberi peluang kepada populasi yang lebih kecil untuk tetap dipilih sebagai sampel. 22 Maka digunakanlah rumus : N = Keterangan : n 1 ( n ) n N : Jumlah Populasi n1 : Jumlah Daftar Pemilih Tetap / Kecamatan n : jumlah sampel 22 Jonathan Sarwono Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu. hal. 115.
21 Berdasarkan rumus diatas, maka dapat dihitung jumlah sampel yang diambil di setiap Kecamatan adalah sebagai berikut : Kelurahan Cinta Damai : x 100 : = 13 Kelurahan Dwi Kora : x 100 : = 14 Kelurahan Helvetia : x 100 : = 11 Kelurahan Helvetia Tengah : x 100 : = 21 Kelurahan Helvetia Timur : x 100 : = 16 Kelurahan Sei Sikambing C-II : x 100 : = 9 Kelurahan Tanjung Gusta : x 100 : = 16 Setelah menentukan jumlah sampel dari masing masing kelurahan, selanjutnya untuk menentukan responden yang akan dijadikan sampel digunakan Teknik Sampling Kebetulan (Accidental Sampling). Teknik sampling kebetulan dilakukan apabila pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap orang atau benda yang kebetulan ada atau dijumpai. 23 Dalam melakukan penelitian ini, peneliti datang langsung ke masing masing kelurahan untuk melakukan wawancara dengan kuisioner terhadap responden. Responden yang dijadikan sampel adalah mereka yang kebetulan dijumpai di warung warung kopi, rumah, mesjid, dan tempat tempat umum yang ada di wilayah kelurahan tersebut. Namun tidak jarang pula masyarakat yang menolak untuk diwawancarai oleh peneliti dengan alasan sibuk serta alasan alasan lainnya. Keuntungan dari penggunaan teknik sampling ini adalah murah cepat dan mudah. 23 Husnaini Usman & Purnomo Setiady Akbar Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 45
22 1.6.4 Teknik Pengumpulan Data Ada dua teknik pengumpulan data yang penulis gunakan didalam penelitian ini. Pertama, pengumpulan data melalui studi pustaka (library research). Data-data yang dimaksud adalah data-data tertulis yang berasal dari buku-buku, dokumendokumen, undang-undang, media internet maupun skripsi yang memiliki kesamaan dengan masalah penelitian ini. Data-data yang diperoleh dari studi pustaka merupakan data sekunder dalam penelitian ini. Kedua, studi lapangan (field research) yaitu dengan melakukan interaksi langsung terhadap narasumber dan melalui penyebaran angket. Data yang diperoleh langsung dari lapangan ini merupakan data utama guna menunjang keberhasilan penelitian ini, karena objek utama dari penelitian ini adalah narasumber khususnya masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013 di Kecamatan Medan Helvetia, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara Teknik Analisa Data Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.
23 1.7 Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan terperinci, maka penulis membagi penulisan skripsi ini kedalam empat bab. Adapun susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB III : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Dalam bab ini penulis akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu gambaran umum wilayah Kecamatan Medan Helvetia yang dilihat dari geografis dan luas wilayah, komposisi penduduk, perekonomian masyarakat, serta sarana dan prasarana. BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA Bab ini akan berisikan penyajian data dan fakta yang diperoleh dari lapangan dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis dari data dan fakta tersebut. BAB IV : PENUTUP Bab terakhir ini akan memuat kesimpulan dan saran dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Wilayah Kota Medan, memiliki luas 1.156,147 Ha dan merupakan pecahan dari
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II.1 Deskripsi Kecamatan Medan Helvetia II. 1. 1 Keadaan Geografis Kecamatan Medan Helvetia adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di Wilayah Kota Medan, memiliki
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang
BAB II KAJIAN TEORETIK Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian ang akan dilakukan, adalah teori mengenai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parameter paling utama untuk melihat ada atau tidaknya pembangunan politik di sebuah negara adalah demokrasi. Meskipun sebenarnya demokrasi tidak sepenuhnya menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat
Lebih terperinciKOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK
KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK Modul ke: 12 Dr. Fakultas PASCASARJANA Perilaku Pemilih Heri Budianto.M.Si Program Studi Magister Ilmu Komunikasi http://mercubuana.ac.id Konsep dan Definisi Perilaku Pemilih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Pemilih 1. Definisi Pemilih Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilih diartikan sebagai Warga Negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia saat ini melalui momen-momen aktivitas politik yang melibatkan masyarakat secara luas, seperti pemilihan umum secara langsung anggota legislatif, pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik. Dalam suatu sistem politik yang demokratis para pemimpin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam hal ini undang-undang pemerintahan daerah yang tujuannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lahirnya suatu produk hukum didasari perencanaan dan tujuan yang jelas. Termasuk dalam hal ini undang-undang pemerintahan daerah yang tujuannya adalah sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki
Lebih terperinciBAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya
BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 A. Perilaku Pemilih Dan Pilpres 2014 Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti
Lebih terperinci1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia sebagai salah satu negara penganut demokrasi, sudah tentu melaksanakan pemilu sebagai perwujudan kedaulatanan rakyat. Seperti yang tertulis dalam Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat
Lebih terperinciPERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL
PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL oleh : Timbul Hari Kencana NPM. 10144300021 PROGRAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi sebagai pilar penting dalam sistem politik sebuah Negara, termasuk Indonesia yang sudah diterapkan dalam pemilihan secara langsung seperti legislatif, Presiden
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan secara langsung bukanlah hal yang baru bagi rakyat Indonesia, karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana pada tahun 2008
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beranekaragam, mulai dari Presiden, Wakil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia setiap 5 tahun sekali mempunyai agenda besar dalam pesta demokrasinya dan agenda besar tersebut tak lain adalah Pemilu. Terhitung sejak tahun 2004
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon
95 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon Kepala Daerah dalam pilkada Sidoarjo 2010 Pemilihan kepala daerah secara langsung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gelombang Demokrasi abad 21 melanda berbagai Negara dibelahan dunia termasuk Indonesia. Diambilnya prinsip demokrasi oleh Indonesia sebagai sebuah konsep suci
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi,salah satu ciri negara yang menerapkan sistem demokrasi adalah melaksanakan kegiatan pemilihan umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PILKADA KOTA PADANG PADA TAHUN Abstrak
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PILKADA KOTA PADANG PADA TAHUN 2013 Andika Dirsa 1, Nurharmi 1, Hendrizal 1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas
Lebih terperinciSTUDI TENTANG PEMILIH GANDA DALAM PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KELURAHAN PELABUHAN KOTA SAMARINDA
ejournal Ilmu Pemerintahan, 5 (3) 2017: 1003-1012 ISSN 2477-2458(online), ISSN 2477-2631(Cetak),ejournal.ipfisip-unmul.ac.id Copyright 2017 STUDI TENTANG PEMILIH GANDA DALAM PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KELURAHAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN
83 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Hasil Survei Tentang Elektabilitas Calon Presiden & Calon Wakil Presiden 2014 Di negara-negara demokrasi, ada berbagai cara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat (anggota) yang menjadi cikal bakal dari partisipasi politik. Dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN
BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat untuk rakyat karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Disebut tahun politik antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang melibatkan setidaknya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Perilaku Pemilih 1. Perilaku Memilih Ramlan Surbakti (2010:185) memandang perilaku memilih sebagai keikutsertaan warga negara dalam pemilu yang juga menjadi serangkaian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan
32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dengan menggunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep demokrasi di wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk mewujudkan partisipasi rakyat. Pemilihan umum
1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu ciri dari demokrasi yang digunakan untuk mewujudkan partisipasi rakyat. Pemilihan umum dianggap penting dalam proses dinamika
Lebih terperinciADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU
ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau bukan tingkat kenegaraan, masih tingkat desa yang disebut demokrasi desa. Contoh pelaksanaan
Lebih terperinciPEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS
PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun
Lebih terperinciPARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh :
PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh : Topan Umboh Abstrak Partsipasi politik politik pemula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah
BAB I 1.1.Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Reformasi yang dimulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan
Lebih terperinciMEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum
MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan
Lebih terperinciMATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD
MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum Pengertian Budaya Politik adalah pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi. Pemilu menjadi sarana pembelajaran dalam mempraktikkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan yang telah mengalami 4 (empat) kali perubahan, bahwa Pemilu
Lebih terperinciPERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI
PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN
BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Caleg Secara teoritis, pemilihan umum baik itu legislatif maupun eksekutif yang diselenggarakan secara langsung dapat berperan
Lebih terperinciDEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH.
Modul ke: DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia Fakultas FAKULTAS RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi http://www.mercubuana.ac.id DEFINISI
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Partai Politik 1. Konsep partai Politik Menurut Epstein (Gatara, 2009: 191), mengatakan bahwa partai politik adalah setiap kelompok-kelompok, meskipun terorganisasi secara sederhana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,
Lebih terperinciPeranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH
Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang wilayahnya luas dan rakyatnya banyak. Sehingga, demokrasi tidak mungkin dilaksanakan secara langsung. Oleh karena
Lebih terperinciPEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack
PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Abstrack Pilkada telah memiliki aturan pemilihan secara jelas, dan adanya pembatasan oleh
Lebih terperinciIMAGOLOGI POLITIK SKRIPSI. Oleh : WAHYUDI AULIA SIREGAR NIM : : Drs. P. Anthonius Sitepu, MSi
IMAGOLOGI POLITIK (Studi Deskriptif Tentang Opini Publik Terhadap Pencitraan Politik Dalam Meningkatkan Tingkat Elektabilitas Politik Pada Pemilu Presiden 2009 di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Selain itu pemilu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kajian political marketing mix saat ini sudah cukup pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat signifikan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orde Baru telah mengalami keruntuhan seiring jatuhnya Soeharto sebagai presiden yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun, setelah sebelumnya krisis ekonomi menghancurkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciURGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Partai Politik 1. Definisi Partai Politik Kedudukan partai politik dalam negara yang memiliki tata kelola pemerintahan demokratis sangatlah penting. Partai politik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan
Lebih terperinciKEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014
KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG
top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar
Lebih terperinci