BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Mengemudi Beresiko (Risky Driving Behavior) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Beresiko

Transkripsi

1 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Mengemudi Beresiko (Risky Driving Behavior) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Beresiko Menurut Dulla & Geller, mengemudi beresiko termasuk ke dalam mengemudi berbahaya. Mengemudi berbahaya meliputi 2 hal, yang pertama adalah mengemudi agresif. Mengemudi agresif merupakan tindakan agresif yang dilakukan dengan sengaja secara fisik atau psikologis pada pengendara laian dengan emosi negatif yang dirasakan oleh pengemudi saat mengemudi seperti frustasi, marah, namun juga dapat berbentuk kesedihan, kecemburuan, dan lain-lain. Mengemudi agresif dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas tenang (Houston, Harris dan Noorman, 2003) Yang kedua adalah mengemudi berisiko. Mengemudi beresiko sering dianggap sebagai perilaku agresif. Namun perbedaannya, pengemudi yang melakukan perilaku mengemudi beresiko tidak ditujukan secara sengaja untuk menyakiti diri sendiri maupun pengemudi lain (Willemsen, Dulla, DeClereq, & Verhaeghe, 2008)

2 Perilaku-perilaku yang termasuk ke dalam mengemudi beresiko beberapa diantaranya yaitu tidak menggunakan sabuk pengaman, melaju dengan kecepatan tinggi, mengemudi sambil melakukan perilaku yang mengganggu seperti sambil bermain telepon genggam, melaju terlalu dekat dengan kendaraan lain, dan lain sebagainya. Perilaku tersebut apabila dilakukan dapat membahayakan dirinya sendiri maupun pengemudi lain. Menurut Donovan, perilaku mengemudi beresiko termasuk sebagai masalah besar terkait perilaku mengemudi (Jessor, Turbin & Costa, 1997). Mengemudi beresiko merupakan perilaku mengemudi berbahaya yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas menurut Iversen (2004) dan pelaku dari perilaku mengemudi beresiko menyadari bahwa apa yang dilakukannya dapat menyebabkan kecelakaan (Fergusson dkk, 2003). Berdasarkan uraian tentang mengemudi berisiko di atas, maka disimpulkan bahwa mengemudi berisiko adalah mengemudi yang berbahaya yang melibatkan perilaku berisiko termasuk melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi, tidak menggunakan perlengkapan keamanan mengemudi, mengemudi sambil bergurau dengan penumpang, dan perilaku berisiko lainnya yand dilakukan tanpa sengaja dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain juga dapat menimbulkan kecelakaan. 23

3 23 2. Aspek-aspek Perilaku Mengemudi Beresiko Dalam perilaku mengemudi beresiko terdapat beberapa aspek yang perlu kita perhatikan. Iversen (2004) mengemukakan beberapa aspek yang terkait dengan perilaku mengemudi beresiko, yaitu : a. Melanggar peraturan lalu lintas/ Speeding Melanggar peraturan lalu lintas dapat ditandai dengan mematahkan batas kecepatan 50 mph dengan batas kecepatan 10mph, mendahului dengan kecepatan tinggi, melanggar peraturan lalu lintas sehingga mengganggu pengemudi lain, melaju dengan kecepatan tinggi, mengemudi dalam keadaan terburu-buru sehingga menggunakan kecepatan tinggi. b. Tidak tertib dalam mengemudi Tidak tertib dalam mengemudi dapat dilihat melalui perilaku mengemudi terlalu dekat dengan kendaraan lain, konsentrasi teralihkan pada kejadian yang terjadi di sekitar, mencari perhatian dengan melakukan hal berbahaya, mengemudi tanpa menggunakan perlengkapan keamanan yang cukup, tetap mengemudi dalam keadaan lelah. c. Tidak menggunakan perlengkapan keamanan mengemudi Aspek tersebut diatas dapat ditandai dengan tidak memakai sabuk pengaman ketika bepergian jarak dekat, tidak menggunakan sabuk pengaman ketika bepergian jarak jauh, tidak menggunakan

4 24 helm ketika mengendarai sepeda motor jarak dekat, dan tidak menggunakan helm ketika mengendarai sepeda motor jarak jauh. d. Terlalu waspada dan hati-hati Terlalu waspada dapat ditandai dengan mengurangi kecepatan karena akan didahului oleh kedaraan lain, mengurangi kecepatan ketika melihat tanda bahaya, mengurangi kecepatan terlalu lambat karena jalan licin. e. Drinking and driving Mengemudi setelah mengkonsumsi minuman keras menyebabkan pengemudi akan mengemudikan dalam keadaan mabuk. Sehingga pengemudi tidak mampu untuk mengontrol dirinya dan kendaraan yang digunakan. Selain itu akan berbahaya pula apabila mengemudi bersama penumpang yang sedang mabuk berat. f. Perhatian terhadap anak-anak di sekitar saat melajukan kendaraan Hal ini ditandai dengan mengurangi kecepatan ketika berada di kawasan anak-anak sedang bermain dan melambatkan kendaraan ketika di area bermain anak-anak meskipun tidak terlihat ada anak yang sedang bermain. g. Mengemudi dengan kecepatan rendah Mengemudi dengan kecepatan rendah ditandai dengan mengemudikan kendaraan dibawah kecepatan 30 mph dan mengemudi dibawah kecepatan 50mph.

5 25 Berdasarkan uraian tentang aspek mengemudi berisiko menurut Iversen (2004) diatas, penelitian ini menggunakan tujuh aspek yaitu melanggar peraturan lalu lintas/ speeding, tertib dalam mengemudi (reckless driving), tidak menggunakan perlengkapan keamanan (unbelted), terlalu waspada dan berhati-hati (cautious and watchful driving), drinking and driving, perhatian terhadap anak-anak di sekitar kendaraan melaju (attentiveness towards children in traffic), mengemudi dengan kecepatan rendah (driving below speed limits). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Mengemudi Berisiko Dari hasil berbagai penelitian, berikut beberapa faktor yang mempengaruhi mengemudi berisiko : a. Faktor Demografi Usia dan jenis kelamin adalah dua faktor demografis yang berkaitan dengan perilaku mengemudi beresiko. Menurut National Highway Traffic Safety Administration (2009) pria ditemukan melakukan pelanggaran lalu lintas lebih berbahaya dan terlibat tiga kali lipat dalam perilaku mengemudi beresiko daripada wanita. Begitu pula yang terjadi pada remaja yang memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi menurut NHTSA(2009). Hal ini terjadi karena pengemudi remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku mengemudi beresiko. Menurut Steinberg (2008) para pengemudi remaja lebih berani untuk

6 26 mengambil resiko dalam mengemudi dibandingkan pengemudi dewasa dan dilaporkan bahwa perilaku mengemudi beresiko pada remaja berada di level yang tinggi dengan berbagai macam perilaku (Simon-Morton dkk, 2006). b. Kepribadian Individu memiliki ciri yang menentukan mereka dalam berperilaku secara teratur dan terus-menerus dalam berbagai situasi. Sifat-sifat ini dikatakan membentuk kepribadian mereka (Tasca, 2002). Faktor kepribadian yang ditemukan berpengaruh dengan perilaku mengemudi beresiko salah satunya adalah sensation seeking (Iversen dan Rundmo, 2002). Mencari sensasi berhubungan dengan perilaku mengemudi beresiko yang ditandai dengan melakukan speeding. Zuckerman dkk (1982) menyatakan bahwa sensation seeking merupakan suatu bentuk dorongan pada diri manusia untuk mencari berbagai macam sensasi dan pengalaman baru yang luar biasa dan kompleks, serta bersedia mengambil resiko fisik, sosial, hukum, dan finansial demi pengalaman tersebut. Selain itu, pengemudi dengan kepribadian yang buruk seperti mudah marah diasumsikan secara emosionalnya tidak stabil dan mudah frustasi sehingga akan mempengaruhi

7 27 perilakunya ketika mengemudi. Begitu pula pada pengemudi yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi. Dirinya akan mudah cemas, stress, dan takut apabila dihadapkan dengan situasi lalu lintas yang tidak kondusif (Chen, 2009). c. Gaya Hidup Gaya hidup merupakan faktor penyebab perilaku mengemudi berisiko. Beirness (1996) melakukan review terhadap berbagai penelitian yang berhubungan dengan gaya hidup, performa mengemudi dan risiko tabrakan yang difokuskan pada pengemudi usia muda. Mereka memilih gaya hidup seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan kelelahan karena bersosialiasi hingga larut malam. Dimana gaya hidup tersebut menyerap semua aspek kehidupan mereka, termasuk saat mereka berkendara (dalam Tasca, 2002). Selain itu, penunjang pengemudi melakukan mengemudi berisiko adalah gaya hidup masa kini yang ditunjang dengan performa kendaraan semakin canggih (Rhodes dan Pivik, 2011) Kini produsen kendaraan menciptakan kendaraan dengan kualitas yang tinggi, agar masyarakat dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Misalnya saja mobil yang tiba-tiba bisa mengerem ketika sudah berada dekat dengan kendaraan didepannya meskipun pengemudi sedang melaju dengan kecepatan

8 28 tinggi. Padahal semakin canggih kendaraan yang digunakan, maka tidak akan terasa ketika pengemudi melakukan perilaku mengemudi berisiko. d. Afek Positif Baron & Byrne (Rachmahana, 2002) menyebutkan bahwa seorang individu akan lebih berani mengambil resiko ketika keadaan emosinya sedang tidak stabil. Namun akan sangat mungkin seseorang enggan mengambil resiko ketika keadaan emosinya stabil sekalipun. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan munculnya kerugian yang kelak akan dialaminya. Salah satu afek yang berhubungan dengan perilaku mengemudi beresiko yaitu afek positi. Afek positif menjadi faktor yang mempengaruhi pengemudi untuk memilih, tertarik dan terlibat pada aktivitas yang menyenangkan baginya. Menurut para ahli, afek positif merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Apabila perilaku tersebut menyenangkan baginya maka cenderung akan dipertahankan maupun dilanjutkan (Clore, 1994). Perilaku mengemudi berisiko dalam penelitian ini dipengaruhi oleh faktor demografi seperti usia dan jenis kelamin, kepribadian, gaya hidup dan afek positif.

9 29 B. Afek Positif (Positive Affect) 1. Pengertian Afek Positif Afek (affect) adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami oleh seseorang, yang meliputi emosi maupun suasana hati. Istilah perasaan ditujukan pada berbagai emosi dan aktivitas keseharian (Diener, 2000). Myers (2003) berpendapat bahwa afeksi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu afek positif dan afek negatif. Menurut para ahli, afek positif merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Apabila perilaku tersebut menyenangkan baginya maka cenderung akan dipertahankan maupun dilanjutkan (Clore, 1994). Dalam Baumgardner (2010), beberapa ahli berpendapat tentang afek positif merupakan frekuensi dan intensitas emosi yang menyenangkan seperti perasaan nikmat dan bahagia. Afek positif sebagai dimensi dimana terdapat perasaan yang nyaman dengan intensitas yang beragam. Afek positif dapat membuat orang lebih menikmati aktivitasnya. Menurut Watson dkk, afek positif mendorong organisme untuk mendekatkannya pada situasi yang menyenangkan dan bermanfaat (Carr, 2004) Dari beberapa uraian diatas tentang afek positif, maka dapat disimpulkan bahwa afek positif adalah perasaan yang dialami seseorang meliputi emosi dan suasan hati yang mempengaruh perilaku seseorang dan menimbulkan kenyamanan sehingga perilaku tersebut akan dipertahankan ataupun dilanjutkan.

10 30 2. Aspek Afek Positif Watson, Clark dan Tellegen (1988) tidak menjelaskan secara diskripstif mengenai dimensi yang termasuk afek positif. Pada dasarnya terdapat dua dimensi afek dalam kehidupan manusia, yaitu afek negatif dan afek positif. Afek negatif diterangkan sebagai kecenderungan untuk mengalami suasana hati yang negatif dan biasanya berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Pada umumnya kondisi perasaan yang menyenangkan disebut afek positiff dan perasaan yang tidak menyenangkan disebut afek negatif (Watson dkk, 1988). Watson, dkk (1988) telah menyusun sepuluh kata sifat yang menunjuk pada afek positif dan sepuluh kata sifat yang menunjuk afek negatif yang disebut PANAS (Positive-Negative Affect Scale). 20 kata sifat tersebut merupakan diskriptor dari afek positif maupun afek negatif. Adapun diskriptor dari afek negatif antara lain distressed, upset, guilty, scared, hostile, irritable, ashamed, nervous, jittery dan afraid. Namun di dalam penelitian ini lebih dikhususkan pada 10 diskriptor afek positif. sepuluh diskriptor tersebut antara lain: berminat (interested), bahagia (excited), kuat (strong), antusias (enthusiastic), bangga (proud), waspada (alert), bersemangat (inspired), bertekad (determined), penuh perhatian (attentive), dan aktif (active). Sehingga dapat disimpulkan penelitian ini menggunakan sepuluh deskriptor dari afek positif yang dapat digunakan untuk mengukur

11 31 tinggi rendahnya afek positif. Sepuluh diskriptor tersebut yaitu, penuh perhatian, berminat, waspada, bahagia, antusias, bersemangat, bangga, kuat, aktif, bertekad. C. Hubungan antara Afek Positif dan Perilaku Mengemudi Beresiko Perilaku mengemudi berisiko merupakan sebuah perilaku yang dilakukan setelah melalui proses pengambilan keputusan. Di dalam pengambilan keputusan tersebut melibatkan 2 aspek yaitu aspek kognitif dan afektif yang disebut pula dual-process models. Dual-process models menempatkan dua sistem proses informasi dimana sistem yang pertama berdasarkan pada analisis logika dan rasional tentang keputusan yang akan diambil yaitu dari aspek kognitif. Sedangkan yang kedua berdasarkan aspek afektif yang melibatkan pengalaman emosi dan intuisinya. Perilaku mengemudi dapat berubah-ubah dengan cepat yang disebabkan oleh situasi dan stimulus yang muncul ketika mengemudi. Padahal tidak banyak waktu yang dapat digunakan untuk menentukan perilaku apa yang harus dilakukan ketika menghadapi situasi yang terjadi. Oleh karena itu, aspek afektif sering diandalkan dalam penentuan perilakunya. Yang mempengaruhi dari segi afektifnya adalah afek atau emosi. Tidak hanya afek negatif seperti ketakutan dan kecemasan yang dapat mempengaruhi mengemudi beresiko namun juga afek positif yaitu kesenangan melakukan perilaku mengemudi berisiko juga dapat mempengaruhi pengemudi akan berperilaku. Menurut Rhodes dan Pivik (2011) ketika muncul afek positif (perasaan senang terhadap perilaku mengemudi

12 32 beresiko) pengemudi termotivasi untuk melakukan perilaku beresiko hingga muncul kesenangan maupun kenyamanan yang menyebabkan perilaku tersebut dilakukan secara terus-menerus. Perilaku mengemudi beresiko tersebut dapat berupa melaju dengan kecepatan tinggi, mengemudi sambil menggunakan telepon genggam, keluar masuk jalur, mengabaikan rambu lalu lintas agar dapat menyingkirkan segala sesuatu yang menurutnya dapat menghalangi jalurnya dalam mencapai tujuan tepat waktu, dan kebut-kebutan dengan kendaraan lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa perilaku mengemudi beresiko merupakan salah satu bentuk perilaku yang dilakukan berdasarkan kesenangan dan kenyamanan dirinya tanpa memperhatikan keselamatan baik diri sendiri maupun orang lain. Menurut Watson dkk.(1988) afek positif diterangkan dengan kecenderungan untuk mengalami suasana hati yang positif. Afek positif akan memotivasi pengemudi untuk memilih aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya, lalu tercipta kenyamanan ketika terlibat dengan aktivitas tersebut sehingga pengemudi akan melakukan aktivitas tersebut secara berkelanjutan (Isen dan Reeve, 2005). Ketika mengemudi, pengemudi akan memutuskan dengan cepat apa yang akan ia lakukan sesuai dengan situasi dan stimulus apa yang terjadi. Apabila pengemudi melewati jalan bebas hambatan, maka ia akan terpacu untuk melaju dengan kecepatan tinggi karena tidak banyak kendaraan lain yang menghalangi perjalanannya. Afek positif berperan ketika pengemudi terus melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi agar segera tiba di tempat tujuan. Pengemudi merasa senang karena perilakunya merupakan tindakan yang tepat sehingga akan terus dilakukan sampai jalur

13 33 hambatan terlalui. Tanpa sadar perilaku yang dilakukan oleh pengemudi adalah perilaku mengemudi berisiko, yang dapat membahayakan dirinya maupun orang lain. Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku mengemudi beresiko dipengaruhi oleh munculnya afek positif. Apabila pengemudi berperilaku mengemudi resiko dan menikmatinya, berarti afek positif telah muncul yang menyebabkan pengemudi cenderung akan terus melakukan perilaku tersebut bahkan di lain waktu terjadi lagi. Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif diantara keduanya. Kesimpulan secara umumnya adalah bahwa afek positif akan menyebabkan seorang pengemudi beresiko menjadi senang, nyaman, dan merasa puas sehingga pengemudi tersebut akan melakukan perilaku berisiko secara terus menerus. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan telaah teoritis dan permasalahan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara afek positif dan perilaku mengemudi beresiko pada remaja. Semakin tinggi afek positif, maka akan semakin tinggi tingkat perilaku mengemudi berisiko pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah afek positif, maka akan semakin rendah pula tingkat perilaku mengemudi berisiko yang dilakukan oleh remaja.