PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR"

Transkripsi

1 bab dua belas PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR Bisnis ayam ras di Indonesia yang tak putus dirundung kemelut, tampaknya tak lepas dari pantauan Prof Dr. Ir. Bungaran Saragih. Ini terlihat dari kesigapan Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Sumberdaya yang juga Kepala Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian-IPB ini memberikan tanggapan, saat Poultry Indonesia mewawancarainya berkaitan dengan kondisi usaha perunggasan yang bergejolak hari-hari ini. Menyinggung pola kemitraan di sektor bisnis ayam ras yang terkesan sulit diwujudkan, Prof, Bungaran Saragih menilai suinbernya terletak pada keengganan pihak-pihak yang bermitra memenuhi dua syarat yang diperlukan. Yaitu, pertama: syarat keharusan, berupa keharusan adanya rasa kebersamaan yang kuat di antara mereka yang bermitra. Kedua, syarat kecukupan, berupa adanya peluang saling menguntungkan yang mungkin lahir melalui pelaksanaan kemitraan tersebut. Kedua syarat tersebut harus dipenuhi untuk menjamin terjalinnya kemitraan yang langgeng. Pola kemitraan yang dilandasi rasa kebersamaan tanpa ada peluang saling 133

2 menguntungkan, hanyalah suatu pekerjaan sosial yang dari sudut bisnis sulit bertahan. Sebaliknya, kemitraan yang saling menguntungkan tanpa dilandasi rasa kebersamaan, juga diragukan kelanggengannya. Berikut adalah petikan wawancara tersebut selengkapnya. Menurut Anda permasalahan yang sering muncul dalam dunia perunggasan bermula dari mana dan apanya yang salah sehingga agribisnis perunggasan kurang berkembang dengan baik? Menjawab pertanyaan ini kita harus tahu terlebih dahulu seperti apa bisnis ayam ras. Pemikiran kita ten tang bisnis ayam ras sering terjebak dalam pemikiran agregasi komoditas. Bisnis ayam ras sering disetarakan dengan bisnis komoditas lainnya / seperti komoditi non pertanian, Padahal, bila dicermati lebih dalam, bisnis ayam ras tidak dapat disamakan dengan bisnis komoditas pertanian lainnya bahkan dengan bisnis komoditas unggas lainnya. Jadi, selama ini pengelolaan bisnis ayam ras terkesan disetarakan dengan komoditas lain? Tampaknya ya, karena bisa dilihat dari penyetaraan pengambilan keputusan antara kebijaksanaan pengelolaan bisnis ayam ras dengan kebijaksanaan pengelolaan bisnis komoditas lainnya. Kebijaksanaan pembatasan berusaha dan skala usaha, yartg mungkin tidak menimbulkan masalah pada bisnis komoditas lainnya, kita terapkan pada bisnis ayam ras melalui Keppres No. 50 tahun 1981, Kebijaksanaan pola Pertanian Inti Rakyat (PIR) yang mungkin berpotensi sukses pada komoditas pertanian lainnya, kita terapkan pada bisnis ayam ras sejak tahun 1984, tanpa memodifikasi pola PER tersebut, Akibatnya, bukan hanya kebijakan-kebijakan tersebut tidak mencapai sasaran, 134

3 akan tetapi temyata menimbulkan masalah baru, sementara masalah lama belum terpecahkan. Kita bisa lihat gejolak yang mewarnai bisnis ayam ras, seperti masalah kepentingan peternak rakyat yang dimulai pada awal tahun 1980, masih tetap berlangsung hingga sekarang, Bahkan, masalah tersebut bukan hanya masalah bisnis semata, tetapi telah merebak menjadi masalah politis. Lalu, karakteristik dasar bisnis ayam ras itu sendiri, menurut Anda, seperti apa? Ada beberapa karakteristik dasar bisnis ayam ras yang berimplikasi pada tuntutan pengelolaan dan mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja industri ayam ras secara keseluruhan. Diantaranya adalah, pertama, produksi ayam ras itu memiliki sifat pertumbuhan yang tergolong cepat dan mengikuti kurva pertumbuhan sigmoid. Ini berarti bisnis ayam ras merupakan bisnis berintentitas tinggi yang keberhasilannya berdasarkan pula pada ketepatan pengelolaan fase-fase pertumbuhan ayam ras. Kedua, produk akhir dari industri ayam ras adalah produk yang dihasilkan melalui tahapan-tahapan produksi mulai dari hulu hingga hilir, dimana produk antara merupakan makhluk biologis bemilai ekonomi tinggi dan rentan terhadap keterlambatan waktu. Dan ketiga, produktifitas ayam ras sangat tergantung pada pakan (kualitas, tempat, waktu, baik secara teknis maupun ekonomi). Produktivitas yang tinggi akan diperoleh bila dipenuhi 4 (empat) tepat (tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu,, tepat tempat) dan konsumsi pakan yang efisien. Keberhasilan bisnis ayam ras akan ditentukan oleh sinkronisasi skala dan skedul produksi pada setiap tahapan produksi dari hulu ke hilir. Sekali skala dan skedul produksi pada setiap industri GPS ditetapkan, maka harus diikuti oleh skala dan skedul produksi pada industri PS dan selanjutnya pada usaha budidaya ayam ras secaia sinkron. Sinkronisasi skala dan skedul produksi 135

4 setiap tahapan produksinya juga harus diikuti oleh sinkronisasi penyediaan pakan. Ketidaksinkronan skala produksi pada setiap tahapan produksi akan menimbulkan risiko ekonomi yang sangat besar. Coba kita lihat, setiap satu ekor DOC GPS yang ridak terselamatkan mempunyai opportunity cost paling sedikit ekor ayam potong atau dalam rupiah sekitar Rp 12 juta. Sementara itu, waktu yang tersedia untuk menghindari kerugian yang begitu besar hanyalah maksimum 36 jam. Hanya bisnis ayam ras lah yang memiliki risiko yang demikian besar. Apakah menurut Anda, karena risiko yang demikian besar itu sehingga banyak perusahaan peternakan memilih melakukan integrasi? Kita kembali ke masalah sinkronisasi. Setiap tahapan produksi hanya mungkin terjadi bila setiap tahapan produksi berada dalam satu perusahaan atau paling sedikit berada pada satu keputusan koordinasi manajemen. Tuntutan yang demikianlah yang dapat menjelaskan mengapa perusahaan peternakan cenderung melakukan integrasi vertikal dari hulu hingga hilir. Tetapi sering diasumsikan perusahaan yang melakukan integrasi dari hulu hingga hilir hanya ingin meraup keuntungan yang lebih besar bahkan cenderung menguasai pasar? Motivasi melakukan integrasi vertikal dari hulu hingga hilir bukan hanya itu, akan tetapi lebih banyak didorong untuk menghindari risiko ketidakpastian dan menyelamatkan investasi yang cukup besar pada tingkatan produksi yang lebih hulu. Hal ini jugalah yang menyebabkan mengapa perusahaan-perusahaan yang memiliki usaha pembibitan dan industri pakan, masih tetap ngotot untuk memasuki usaha budidaya ayam potong. Karena apabila hal itu tidak mereka lakukan, berarti mereka menghadapi risiko dan ketidakpastian pasar DOC FS dan pakan. Kondisi 136

5 tersebut dipandang sebagai sesuatu yangmengancam keamanan investasi perusahaan. Oleh sebab itu, agar tetap hidup (exist) pada budidaya ayam potong, mereka melakukan pengkaplingan usaha dengan mengatasnamakan karyawan atau keluarga, yang pada dasarnya tetap dimiliki oleh satu perusahaan. Caracara yang demikian mi memang dimungkinkan karena tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perseroan di Indonesia. Jadi bisa dikatakan kalau ingin exist dalam bisnis ayam ras maka harus dilaksanakan dalam bentuk integrasi? Ya, karena untuk menekan risiko dan ketidakpastian dari bisnis itu sendiri, sehingga haxus dijalankan secara integrasi vertikal dari hulu hingga hilir. Seluruh fungsi yang terdapat dalam satu unit agribisnis ayam ras dilaksanakan oleh satu perusahaan (diversifikasi usaha vertikal) atau oleh beberapa perusahaan yang tergolong dalam induk perusahaan (liolding company). Dan saya melihat perusahaan-perusahaan peternakan dalam bisnis ayam ras telah dan sedang mengarah pada integrasi vertikal. Bisa dijelaskan lebih jauh, manfaat dari bentuk integrasi vertikal ini ditinjau dari sudut ekonominya? Pada prinsipnya integrasi vertikal bisnis ayam ras akan menguntungkan baik dari sudut masyarakat maupun dari sudut kepentingan pengembangan agribisnis dalam jangka panjang. Dari sudut kepentingan masyarakat, melalui integrasi vertikal akan memungkinkan dicapai skala ekonomi (economic of scale), menghilangkan marjin ganda (double margitialization) dan jaminan konsistensi dan kualitas sedemikian rupa sehingga bersifat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare eniiancing). Dari sudut kepentingan pengembangan agribisnis ayam ras dalam jangka panjang, melalui integrasi vertikal 137

6 akan menghilangkan masalah transmisi harga dan masalah penikmat bebas, yang menghambat pengembangan agribisnis ayam ras selama ini. Bila setiap fungsi atau tahapan produksi agribisnis ayam ras tidak dilaksanakan oleh suatu perusahaan/ grup perusahaan, maka masalah transmisi harga akan muncul. Informasi pasar, seperti harga dan preferensi konsumen yang diperoleh pada kegiatan agribisnis di luar budidaya hilir (kegiatan yang mengolah ayam ras potong, telur konsumsi, dan perdagangannya) tidak ditransmisikan ke agribisnis hulu ayam ras. Bahkan, hal tersebut digunakan perusahaan yang berada pada kegiatan agribisnis hilir di luar budidaya untuk mengekploitasi kegiatan budidaya (kegiatan yang dihasilkan ayam ras potong dan telur konsumsi) dan agribisnis hulu (kegiatan yang menghasilkan sapronak dan perdagangannya). Bagaimana dengan masalah penikmat bebas, apakah perusahaan penghasil sapnonak akan bersedia melakukan inovasi? Sudah pasti tidak- Perusahaan pembibitan atau industri pakan tidak akan melakukan inovasi, karena mereka tahu bahwa manfaat inovasi tersebut juga akan dinikmati oleh perusahaan lain yang berada pada kegiatan budidaya dan kegiatan agribisnis hilir ayam ras, padahal mereka tidak ikut menanggung beban biaya inovasi tersebut. Sebaliknya eksportir juga tidak akan mau mengeluarkan tambahan biaya untuk mencari informasi pasar internasional, karena eksportir tersebut tahu bahwa manfaatnya juga akan dinikmati oleh perusahaan lain yang terlibat dalam agribisnis ayam ras dan tidak ikut menanggung biaya beban tersebut. Kalau demikian kondisi ny a, apakah periu Integrasi vertikal agribisnis ayam ras semakin didorong perkembangannya? Ya... perlu..., perlu itu. Karena melalui bisnis yang 138

7 terintegrasi vertikal, maka masalah transmisi harga dan penikmat bebas tidak akan terjadi, sehingga kondisi ini sangat kondusif bagi munculnya inovasi-inovasi baru dalam agribisnis ayam ras. Hanya yang perlu dicegah adalah terjadinya integrasi horizontal antar perusahaan agribisnis ayam ras yang terintegrasi secara vertikal. Karena hal ini tidak akan merangsang munculnya inovasi serta akan membuka peluang kolusi/kartel yang mendistorsi pasar. Dan disini yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah adalah perusahaan yang terlibat dalam kegiatan agribisnis hulu ayam ras (seperti industri pembibitan dan pakan) yang jumlahnya relatif sedikit, sehingga cukup potensial untuk melakukan integrasi horisontal dengan berbagai konfigurasi Berkaitan dengan gejolak yang terjadi datam peninggasan akhir-akhir ini seperti masalah DOC dan pakan, kira-kira faktor apa yang menjadi penyebabnya? Saya pikir dalam agribisnis ayam ras yang sudah terintegrasi secara vertikal, stabilisasi penyediaan DOC dan pakan sebenarnya dapat diwujudkan melalui perencanaan skala dan struktur populasi induk pembibit pada setiap tahapan pembibitan, mulai dari GGPS -> GFS-> PS -> FS/CS. Adanya gejolak tersebut mengindikasikan bahwa perencanaan skala dan struktur populasi tersebut tidak berjalan dengan optimal. Aldbatnya, pada periode tertentu terjadi kelebihan penawaran DOC dan pada periode yang lain terjadi kelebihan permintaan DOC, Disamping itu relatif mahalnya DOC produksi dalam negeri dibandingkan harga internasional mengindikasikan adanya infisiensi pada usaha pembibitandomestik. Salah satu penyebab inefisiensi ini adalah adanya kartel/kolusi dalam industri pembibitan dan industri pakan baik secara terbuka maupun secara sembunyi. Selain itu, dari sumber yang Iayak dipercaya, dikatakan bahwa biaya produksi DOC FS domestik sekitar % dari harga rata-rata tahunan DOC ES di pasar domestik. 139

8 Kalau hal ini benar, maka solusinya adalah menghapus kolusi itu sendiri dan mendorong dilaksanakannya perencanaan skala dan struktur populasi induk pada setiap tahapan industri pembibitan. Beralih kepada kebijaksanaan pemerintah, sejauh ini apakah kebijaksaan yang ada sudah menyentuh semua lapisan? Kebijaksanaan pemerintah merupakan faktor eksogen yang dapat mempengaruhi struktur, perilaku, dan kinerja sistem agribisnis ayam ras. Biasanya, tujuan kebijaksanaan pemerintah dikeluarkan untuk mempengaruhi struktur atau perilaku sistem sedemikian rupa, sehingga dicapai kinerja sistem yang dikehendaki, dimana kinerja sistem tersebut tidak dapat dicapai melalui otomatisasi mekanisme sistem yang ada. Dengan karakteristik dasar bisnis ayam ras dan bisnis ayam ras sebagai sistem agribisnis, keberhasilan suatu kebijaksanaan pemerintah yang ditujukan pada bisnis ayam ras, haruslah kebijaksanaan yang bersifat integratif. Dalam perumusan dan pelaksanaan suatu kebijaksanaan harus didasarkan pada paradigma yang melihat bisnis ayam ras sebagai suatu sistem agribisnis. Tradisi perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang didasarkan pada otoritas poutik, disamptng tidak sesuai dengan perkembangan yang ada, juga akan menimbulkan pesimisme di satu pihak, dan optimisme di pihak lain. Kebijaksanaan yang menyekat-nyekat sistem agribisnis ayam ras ternyata bukan hanya mengalami kegagalan, tetapi juga menciptakan masalah baru. Kebijaksanaan restrukturisasi dan restriksi skala usaha pada subsistem budidaya (Keppres No. 50 tahun 1981) ternyata bukan hanya gagal melindungi kepentingan ekonomi peternak rakyat tetapi juga menimbulkan masalah baru berupa pengkaplingan semua skala usaha dan pehguasaan pada subsistem budidaya. Oleh sebab itu, kebijaksanaan yang demikian harus ditinggalkan. 140

9 Lalu kebijaksanaan seperti apa yang sekiranya cocok dengan iklim bisnis ayam ras? Kebijaksanaan yang ditujukan untuk pembinaan bisnis ayam ras harus bersifat integratif. Untuk membatasi/mengurangi penawaran produk akhir ayam ras (misalnya untuk menaikkan/ menstabilkan harga), tidak akan berhasil kalau yang dikurangi hanya pada budidaya saja. Tetapi harus dimulai dari industri pembibitan yang paling hulu. Demikian juga jika ingin melindungi kepentingan ekonomi peternak rakyat, tidak akan berhasil bila porsi peternak rakyat hanya pada budidaya saja. Dalam agribisnis ayam ras, nilai tambah yang paling besar berada pada kegiatan agribisnis hulu dan hilir, sedangkan pada kegiatan budidaya sangat kecil. Karena itu, kalau bermaksud meningkatkan pendapatan petemakan rakyat mereka harus didorong untuk memasuki kegiatan agribisnis ayam ras di luar budidaya atau mengelola satu unit agribisnis ayam ras hulu hingga hilir. Selain itu, kebijaksanaan pemerintah juga harus efisien dan efektif. Kecenderungan kebiasaan untuk mengatur (regulating) harus diganti dengan pemberian iklim yang kondusif (enabling). Dimasa yang akan datang perlu dikembangkan suatu tradisi kebijaksanaan yang tidak menuntut terlalu banyak pengawasan pelaksanaan suatu kebijakan, sehingga biaya pelaksanaan kebijaksanaan tersebut seminimum mungkin. Oleh karena itu hal-hal yang dapat dicapai melalui otomatisasi mekanisme sistem, tidak perlu diatur dalam kebijaksanaan. Sebaliknya, suatu keadaan yang tidak dapat dicapai melalui mekanisme sistem yang ada dan perlu diatur melalui kebijaksanaan,. perlu diupayakan agar pesan kebijaksanaan tersebut dapat diinternalisasi ke dalam sistem tanpa membutuhkan pengawasan pelaksanaan yang ketat. Hal ini dikarenakan setiap kebijaksanaan yang membutuhkan pengawasan pelaksanaan yang ketat, akan menciptakan ekonomi biaya tinggi sehingga bersifat kontra produktif. 141

10 Akhir-akhir ini pemerintah terus mengupayakan program kemitraan antara pengusaha kecil dan pengusaha besar/ industri dapat berjalan, demikian juga yang terjadi pada sektor perunggasan. Sejauh pengamatan Anda apakah pola kemitraan yang diterapkan pada sektor perunggasan sudah dijalankan dengan konsep yang tepat? Saya lihat pada PIR dan berbagai bentuk kemitraan yang ada tampaknya masih juga belum berhasil. Karena suatu pola kemitraan bisnis akan dapat berjalan secara otomatis bila dipenuhi dua syarat. Pertama, syarat keharusan, yakni harus ada rasa kebersamaan yang kuat diantara pihak yang bermitra. Kedua, syarat kecukupan, yakni adanya peluang saling menguntungkan yang mungkin lahir melalui pelaksanaan kemitraan tersebut. Kedua syarat itu harus ada karena apabila pola kemitraan yang dilandasi rasa kebersamaan tanpa ada peluang saling menguntungkan hanyalah suatu pekerjaan sosial yang dari sudut bisnis sulit bertahan. Sebaliknya, kemitraan yang saling menguntungkan tanpa dilandasi rasa kebersamaan, juga diragukan kelanggengannya. Kemitraan tidak mungkin terjadi secara otomatis karena adanya perbedaan karakteristik perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Karena kalaumelakukan kemitraan, peternak rakyat dapat menjadi better off sementara perusahaan peternakan merasa worse off. Persoalannya adalah, ada tuntutan politis untuk mewujudkan pola kemitraan antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan, Untuk tercapainya pola kemitraan tersebut maka diperlukan adanya insentif kepada perusahaan peternakan. Bentuk insentif yang disarankan adalah dengan penghapusan pungutanpungutan yang rnenjadi beban perusahaan peternakan serta adanya kebijaksanaan fiskal berupa keringanan pajak sebagai 142

11 kompensasi biaya tambahan dan risiko yang timbul bila perusahaan peternakan melakukan pola kemitraan dengan peternak rakyat, Caranya adalah dengan memperlakukan biaya perekrutan, pelatihan dan pengawasan peternakan rakyat serta nilai risiko akibat kemitraan sebagai biaya tetap perusahaan peternakan. Jadi, biaya tersebut tidak diperhitungkan sebagai bagian dari keuntungan kena pajak. Agar peternak rakyat bisa bersaing dengan tidak hanya berada pada sisi budidaya saja maka tindakan apa yang dapat dilakukan? Sebagai solusi jangka panjang, peternak rakyat itu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat memasuki kegiatan agribisnis di luar budidaya karena pada subsistem inilah nilai tambahnya paling besar. Mereka bisa bergabung dalam suatu kelompok atau koperasi yang menguasai suatu unit agribisnis dari hulu hingga hilir, Koperasi disini tidak hanya terbatas sebagai wadah peternak rakyat tetapi haruslah berbentuk perusahaan koperasi agribisnis ayam as (bukan KUD) yang dapat leluasa memiliki agroindustri hulu dan hilir ayam ras beserta kegiatan perdagangannya. Dengan cara seperti ini, kepentingan peternakan rakyat dapat diakomodasikan dalam bisnis ayam ras, tanpa harus menuntut perusahaan peternakan ayam ras yang ada untuk melakukan pekerjaan sosial. Dan yang terakhir... untuk mengantisipasi persaingan dengan bisnis ayam ras internasionat, maka upaya apa yang dapat dilakukan untuk membangun keunggulan bersaing bisnis ayam ras kita? Untuk menghadapi tantangan masa depan dan persaingan dengan produk luar negeri maka keunggulan bersaing perlu dikembangkan menjadi keunggulan bersaing yang 143

12 berkesinambungan. Tulang punggung daya saing yang berkesinambungan adalah inovasi teknologi yang dilakukan secara konsisten dan terus rnenerus. Inovasi yang dapat dilakukan adalah dalam bidang rekayasa genetik, bioteknologi nutrisi dan makanan ternak serta teknologi pengolahan daging dan telur ayam ras. 144

MEMAHAMI BISNIS AYAM RAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGELOLAAN

MEMAHAMI BISNIS AYAM RAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGELOLAAN bab sebelas MEMAHAMI BISNIS AYAM RAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGELOLAAN Pendahuluan Di masa Ialu, pemikiran kita tentang bisnis ayam ras sering terjebak dalam pemikiran agregasi komoditas. Bisnis ayam

Lebih terperinci

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih

Lebih terperinci

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING bab delapan belas REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING Duapuluh tahun sudah kemelut pada agribisnis perunggasan berlangsung, namun tanda-tanda akan berakhir

Lebih terperinci

MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL

MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL bab sepuluh MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL Dalam bisnis perunggasan, kerjasarna kemitraan bukanlah hal baru. Sekalipun demikian masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA bab enam PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Pendahuluan Kegiatan ekonomi yang berbasis peternakan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka Peternak Melalui Pengembangan Koperasi 13Memberdayakan Agribisnis Peternakan Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang

Lebih terperinci

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS bab dua AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS Pendahuluan Tinggal satu Pelita lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas yakni pada tahun 2003 di kawasan AFTA (Asean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA bab tujuh belas MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA Pendahuluan Sejak dikeluarkannya SK Menperindag No.ll5/MPP/ Kep/2/1998 tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN bab tiga PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN Kalau kita membicarakan upaya memberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia LAPORAN PENELITIAN: SOSIO-ECONOMIC IMPACT ASSESMENT OF THE AVIAN INFLUENZA CRISIS ON POULTRY PRODUCTION SYSTEM IN INDONESIA, WITH PARTICULAR FOCUS INDEPENDENT SMALLHOLDERS Bahasa Indonesia Kerjasama PUSAT

Lebih terperinci

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Pohon Industri Ayam Ras Bagan Roadmap Pengembangan Komoditas Visi Menjadi

Lebih terperinci

14Pengembangan Agribisnis

14Pengembangan Agribisnis 14Pengembangan Agribisnis Berbasis Perikanan Menghadapi Era Perdagangan Bebas Abad 21 Pendahuluan Pengembangan subsektor perikanan dimasa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan. Produksi perikanan laut

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi

Lebih terperinci

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin pesat dan memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Unggas khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA bab lima belas MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA Pendahuluan Di Indonesia, ternak domba diduga telah mulai dikenal sejak nenek moyang pertama bangsa Indonesia mendiami Indonesia. Adanya ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

Hubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll.

Hubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll. 36 MEMULAI DARI 0 36.1 Untuk bisa memulai BUMM, harus dimulai oleh kita sendiri dengan mencoba memasuki dan merebut pasar di sekitar sebuah masjid. Pilihlah barang yang berdasarkan analisa pasar, pasokan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT) bab empat PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE- NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT) Pendahuluan Wilayah Jawa Barat merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 213 mengalami pertumbuhan sebesar 5.78%. Total produk domestik bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2 pada tahun 213 mencapai Rp. 277.3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi. pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan.

I. PENDAHULUAN. Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi. pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan. Selain itu juga, agribisnis mencakup mulai

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta menambah

Lebih terperinci

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS bab tiga belas PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS Pendahuluan Tidak lama lagi era perdagangan bebas akan segera kita masuki. Meskipun secara internasional era perdagangan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN bab tujuh PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN Banyak pihak berpendapat bahwa dengan direlokasinya usaha peternakan dari wilayah perkotaan

Lebih terperinci

PERTANIAN MASIH DITAKUTI PERBANKAN: BAGAIMANA DENGAN AGRIBISNIS?

PERTANIAN MASIH DITAKUTI PERBANKAN: BAGAIMANA DENGAN AGRIBISNIS? PERTANIAN MASIH DITAKUTI PERBANKAN: BAGAIMANA DENGAN AGRIBISNIS? ditulis untuk Infobank, 2003 Bukan hal yang aneh, jika sektor pertanian tidak diminati oleh lembaga keuangan khususnya perbankan. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *) POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA Achmad Syaichu *) ABSTRAK Komoditas unggas (lebih dari 90 persen adalah kontribusi dari ayam ras) menduduki komoditas pertama untuk konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di Indonesia jika dibandingkan dengan komoditas peternakan lainnya, karena sejak pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis

Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional Indonesia. Sektor agribisnis menyerap lebih dari 75% angkatan

Lebih terperinci

[Perencanaan Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

[Perencanaan Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Perencanaan Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000

PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000 PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000 BUNGARAN SARAGIH *) Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Perbaikan ekonomi tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERWAWASAN AGRIBISNIS DAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERWAWASAN AGRIBISNIS DAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERWAWASAN AGRIBISNIS DAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Dr. Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P. Dosen Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Sekertaris Ikatan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Peranan Perbankan Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan investasi.

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis Contents 1. Pertanian berwawasan agribisnis 2. Konsep Agribisnis 3. Unsur Sistem 4. Mata Rantai Agribisnis 5. Contoh Agribisnis Pertanian Moderen berwawasan Agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis dan Ekonomi Pedesaan

untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis dan Ekonomi Pedesaan Sumber Daya Manusia untuk Mendukung Pengembangan 21Pembinaan Agribisnis dan Pendahuluan Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Sekitar 55,6 persen

Lebih terperinci

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA 12Pemberdayaan Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura Keluar dari Jeratan Lingkaran Setan Sosial Ekonomi Pendahuluan Kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mengetahui tentang komponen agribisnis Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan pembahasan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN A. Arah Kebijakan Jangka Panjang 2025 Untuk mencapai sasaran jangka panjang yang telah diuraikan diatas, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh dalam pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung makna sebagai suatu perubahan keadaan menjadi

Lebih terperinci

Jakarta, 5 April 2017

Jakarta, 5 April 2017 Jakarta, 5 April 2017 Daftar Isi Profil Perseroan Kinerja Operasional Ikhtisar Keuangan Tantangan dan Strategi Ke Depan Lampiran 2 Sekilas Japfa Tbk Perusahaan agribisnis terintegrasi vertikal berfokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan

I. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan yang mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan menciptakan daya saing global produk peternakan adalah paradigma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pangan semakin meningkat pula. Bagi bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah No.1230, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMENTAN/PK.230/9/2017

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS - 731 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam PENGANTAR Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2014 subsektor peternakan berkontribusi tehadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1869, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Ayam Ras. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PERMENTAN/PK.230/12/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

hilir, subsektor usahatani dan subsektor agribisnis hulu yang berada atau tersebar

hilir, subsektor usahatani dan subsektor agribisnis hulu yang berada atau tersebar A. Latar Belakang Pembangunan sektor agribisnis berarti membangun subsektor agribisnis hilir, subsektor usahatani dan subsektor agribisnis hulu yang berada atau tersebar diseluruh pelosok tanah air secara

Lebih terperinci

BAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis

BAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis BAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis Bila pembangunan sistem agribisnis yang mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing melalui modernisasi cluster industri

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. dikembangkan, baik dalam usaha kecil maupun dalam skala besar. Hal ini terlihat

I.PENDAHULUAN. dikembangkan, baik dalam usaha kecil maupun dalam skala besar. Hal ini terlihat I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternak ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baikuntuk dikembangkan, baik dalam usaha kecil maupun dalam skala besar. Hal ini terlihat dari jumlah peningkatan populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun waktu yang cukup panjang yakni hampir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

Sekalipun Dibenci, Tetapi Selalu Dirindukan

Sekalipun Dibenci, Tetapi Selalu Dirindukan Bab 9 Kesimpulan Di era ekonomi global persaingan industri semakin ketat. Peran teknologi informasi sangat besar yang menyebabkan cakupan wilayah produksi dan pemasaran barang dan jasa tidak dapat dibatasi

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci