5 KONDISI LINGKUNGAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN SERO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 KONDISI LINGKUNGAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN SERO"

Transkripsi

1 55 5 KONDISI LINGKUNGAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN SERO 5.1 PENDAHULUAN Kondisi lingkungan pada suatu habitat sangat penting diketahui karena dapat menentukan karakteristik berbagai organisme yang ada di dalamnya (Levinton 1982). Kondisi lingkungan tersebut biasanya dinyatakan dengan menggunakan sejumlah parameter lingkungan yang dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan di antara fenomena biologis dari sejumlah organisme yang menjadi perhatian dan faktor fisika kimia lingkungan. Kondisi lingkungan fisika kimia dalam suatu skala ruang dapat berubah dalam skala waktu yang berbeda, misalnya harian, musiman dan tahunan. Oleh karena itu, penelitian tentang kondisi lingkungan suatu habitat seyogianya memperhatikan ragam yang dihasilkan oleh faktor waktu. Sebagai konsekuensinya, fenomena atau perubahan biologis juga dapat berubah sejalan dengan perubahan waktu. Sehubungan dengan masalah dan tujuan dari penelitian ini, kondisi lingkungan dari tiga habitat ikan yang menjadi tempat pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua dijelaskan. Informasi tentang kondisi lingkungan di setiap habitat tersebut dimanfaatkan untuk menjelaskan karakteristik komunitas ikan yang merupakan potensi perikanan lokal. Dalam bab ini akan disajikan kondisi lingkungan dari tempat pemasangan sero. Kondisi perairan tersebut dinyatakan sebagai parameter biologi, fisika dan kimia lingkungan, yaitu suhu air, salinitas, ph, kadar oksigen terlarut (DO), kadar zat hara, klorofil-a, fitoplankton, dan zooplankton. 5.2 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengumpulan data dengan cara pengambilan contoh-contoh air dan biota dilakukan selama 4 (bulan) sejak tanggal 22 Januari hingga 14 Mei Contoh-contoh tersebut diambil dari tiga lokasi tempat sero yang dilengkapi dengan experimental crib di perairan pantai Pitumpanua, yaitu di muara sungai (3 o 40 24,9 LS; 120 o 25 39,4 BT), mangrove (3 o 42 09,9 LS; 120 o 26 15,3 BT),

2 56 dan lamun (3 o 42 18,9 LS; 120 o 26 24,6 BT) (Gambar 2). Contoh-contoh tersebut kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi jenis biota dan densitasnya serta kadar zat hara di laboratorium pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP), Universitas Hasanuddin, Makassar Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang digunakan selama pengamatan kondisi lingkungan dan pengambilan contoh air di lapangan serta analisis di laboratorium disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis alat dan bahan yang digunakan pengambilan contoh air dan pengamatan kualitas air di laboratorium No Alat dan bahan Jumlah Kegunaan 1 Perahu motor 1 unit Sebagai sarana transportasi 2 Global Position System (GPS) 1 buah Untuk mengetahui titik kordinat lokasi pengambilan sampel 3 DO meter 1 unit Secara simultan mengukur suhu perairan dan oksigen terlarut 4 Handrefraktometer 1 unit Mengukur salinitas 5 Cammerer water sampler 1 unit Mengambil contoh air 6 Jaring plankton No unit Mengambil plankton 7 Larutan lugol 1 botol Mengawetkan contoh air 8 ph meter 1 buah Untuk mengukur ph peraian 9 Current meter 1 buah Mengukur arus perairan 10 Mikroskop 1 buah Identifikasi plankton 11 Spectrofotometer 1 buah Analisis laboratorium untuk nutrien 12 Aseton 90% * Analisis klorofil a 13 Botol sampel (botol aqua) 9 buah Menyimpan contoh air untuk nutrien 14 Botol sampel 9 buah Menyimpan contoh air untuk plankton 15 Papan skala 1 buah Mengukur kedalaman perairan 16 plastik sampel * Tempat hasil tangkapan yang sudah disortir 17 Cool Box 1 buah Menyimpan/memisahkan sampel 18 Buku identifikasi plankton 1 buah Mengidentifikasi plankton 19 Kamera 1 buah Pengambilan gambar 20 Alat tulis/data sheet * Mencatat data 21 Alat bantu lainnya * Digunakan di lapangan dan di laboratorium Teknik Pengumpulan Data Rangkuman tentang jenis data yang dikumpulkan dan jenis metode pengumpulan data atau analisis yang dilakukan serta metode, alat, dan tempat pengukuran/pengambilan contoh air disajikan pada Tabel 7.

3 57 Tabel 7 Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian No Parameter Satuan Metode Alat Analisis Parameter Fisika 1 Suhu o C - DO meter In situ 2 Kecepatan Arus m/det Visual Current meter In situ 3 Kedalaman Perairan m Visual Meteran In situ Parameter Kimia 4 ph - Potensiometrik ph Meter In situ 5 Oksigen Terlarut ml/l - DO meter In situ 6 Salinitas o / oo - Handrafroktometer In situ 7 N-Nitrat mg/l Brucine Spektrofotometer Lab 8 Silikat mg/l Molybdosilicate Spektrofotometer Lab 9 Ortofosfat mg/l Stanous chloride Spektrofotometer Lab Parameter Biologi 10 Plankton sel/l Lackley Drop Plankton Net 25, Lab Microstransect Counting 11 Klorofil a mg/m 3 Boyd (1982) Spektrofotometer Lab Penjelasan yang lebih rinci untuk beberapa hal dalam Tabel 7 tersebut disajikan pada bagian berikut Pengukuran kedalaman air Kedalaman air diukur dengan menggunakan papan skala. Selama penelitian, pengukuran ini hanya dilakukan sebanyak 2 (dua), yaitu pada saat pasang tertinggi dan surut terendah. Setiap lokasi pemasangan sero dengan experimental crib dianggap mewakili satu habitat. Pada setiap lokasi tersebut ada tiga titik tempat pengukuran kedalaman air Pengukuran kecepatan dan arah arus air Kecepatan arus air diukur dengan sebuah current meter bermerek valeport seri Pengukuran parameter ini dilakukan sebelum kegiatan pengambilan ikan (hauling) dari bunuhan (crib). Pengukuran kecepatan air dilakukan pada pukul WITA pada hari yang sama. Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada 3 posisi di setiap daerah penangkapan ikan.

4 Pengambilan contoh air untuk analisis zat hara dan klorofil-a Contoh air untuk analisis zat hara (nitrat, fosfat, dan silikat) dan klorofil-a diambil dengan Cammerer water sampler. Pengambilan contoh air dilakukan pada pukul WITA di stasiun yang telah ditentukan di muara sungai, mangrove, dan lamun. Kegiatan ini dilakukan 8 kali pengamatan bersamaan dengan trip operasi penangkapan ikan. Contoh air yang dianalisis berasal dari lapisan dekat dengan dasar perairan. Contoh air tersebut disimpan dalam botol sampel (botol aqua) yang ditaruh dalam cool box. Analisis laboratorium terhadap contoh air ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan spectrophotometer merek Hach type drel Analisis zat hara dan klorofil a dilakukan dengan metode yang berbeda (Tabel 7) Pengambilan contoh plankton Contoh plankton diperoleh dari penyaringan terhadap 30 liter air laut dengan jaring plankton berbentuk serok (scoop net) dengan diameter 30 cm dan panjang 120 cm dan terbuat dari bahan jaring No. 25 (meshsize 64 µm). Pengambilan contoh dilakukan pada pukul WITA pada hari yang sama dengan pengambilan contoh ikan. Hasil saringan dari setiap stasiun langsung disimpan dalam botol sampel yang berukuran 25 ml. Contoh plankton ini diawetkan dengan larutan lugol sebanyak 0,5 ml sesuai dengan cara yang dilakukan oleh Cole dan Cloern (19870 dan Al-Gahwari (2003). Sampel tersebut disimpan dalam cool box untuk proses identifikasi jenis plankton dan analisis kuantitatif di laboratorium Penghitungan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton Penghitungan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton dilakukan di laboratorium berdasarkan rumus dari modifikasi metode Lackley Drop Microstransect Counting (APHA 2005). Setiap sampel di ambil 1 ml pada setiap backet kemudian diencerkan dengan 250 ml, kemudian diambil sebanyak tiga tetes untuk diamati. Perhitungan plankton dilakukan dengan cara sensus di atas sedwick. Jumlah fitoplankton dan zooplankton dihitung dengan rumus berikut:

5 59...(1) Keterangan : N : Jumlah total plankton (sel/liter). n : Jumlah rata-rata plankton. Vr : Volume air yang tersaring (ml). Vo : Volume air satu tetes (ml). Vs : Volume air yang disaring (l) Penghitungan kelimpahan klorofil-a Kandungan klorofil-a dihitung dengan jumlah air yang disaring dengan menerapkan rumus Boyd (1982) berikut:...(2) Keterangan: A 665 : Absorban pada panjang gelombang 665 nm. A 750 : Absorban pada panjang gelombang 750 nm. V : Ekstraksi aseton yang diperoleh (ml). L : Panjang lintasan cahaya pada cairan dalam cuvet (1 cm). S : Volume sampel yang disaring (ml) Analisis Data Lingkungan Deskripsi setiap parameter lingkungan untuk masing-masing habitat (muara sungai, mangrove dan lamun) diperoleh dari analisis statistika univarian (Zar 1984). Perbandingan nilai setiap parameter di antara ketiga habitat dilakukan dengan menerapan sidik ragam (analysis of variance atau ANOVA). Dalam analisis ini ada dua faktor yang dipertimbangkan dapat mempengaruhi nilai sebuah parameter lingkungan, yaitu faktor habitat (H) dan faktor waktu pengambilan data (T). Pada model linier yang diterapkan dalam analisis statistika dimasukan faktor interaksi antara H dan T, yaitu HT (Zar 1984 dan Petersen 1985). Oleh karena itu, model linear untuk sidik ragam ini adalah: Y ijk = µ + H i + T j + HT ij + e ijk..(3) Dimana : i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, Y ijk = Respon pengamatan ke-i dan kelompok ke-j µ = Nilai rataan umum H i = Pengaruh habitat ke-i; T j = Pengaruh waktu penagmbilan contoh ke-j; HT ij = Pengaruh interaksi εijk = Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j.

6 60 Pengambilan kesimpulan dilakukan pada taraf α = 0,05. Kalkulasi untuk analisis statistika univariate ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS Release Karakteristik kondisi lingkungan di ketiga habitat juga dilakukan dengan menerapkan analisis statistika multivariate, yaitu principle component analysis (PCA), dan analisis gerombol (cluster analysis). Pada kedua analisis ini kondisi lingkungan setiap habitat dinyatakan secara simultan dengan 8 (delapan) variabel (yaitu parameter lingkungan). Konfigurasi posisi setiap contoh yang dihasilkan sebagai output analisis statistika dieksplorasi untuk melihat perbedaan (persamaan) kondisi lingkungan di antara ketiga habitat. Parameter lingkungan yang diperkirakan menentukan konfigurasi tersebut diketahui dari analisis diskriminan (Legendre dan Legendre 1983). Kalkulasi untuk tiga jenis analisis statistika multivariate ini dilakukan dengan perangkat lunak Excel Stat HASIL PENELITIAN Deskripsi Habitat Pada ekosistem lamun ditemukan jenis lamun yang paling dominan yaitu Enhalus acoroides dan juga ditemukan jenis Halodule pinifolia dan Cymodocea rotundata dalam sebaran yang jumlahnya sedikit. Jenis substrat di daerah lamun yaitu berpasir halus, berbeda pada substrat di sekitar mangrove dan muara sungai yaitu berpasir campur lumpur. Vegetasi yang tumbuh di sekitar mangrove yaitu didomonasi oleh tumbuhan mangrove jenis Rhizophora sp, Avicennia sp, dan Sonneratia sp. Pada sekitar muara sungai didapatkan tumbuhan mangrove yang jumlahnya sangat sedikit, namun pada sepanjang tepi sungai lebih dominan tumbuh jenis mangrove yaitu Rhizophora sp. Untuk kondisi lingkungan lokasi pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo di setiap habitat selama penelitian disajikan pada Tabel 8. Berikut penjelasan singkat dari setiap parameter tersebut dan perbandingannya di antara ketiga kawasan tempat pemasangan sero yang masing-masing dicirikan oleh habitat muara sungai, mangrove dan lamun.

7 61 Tabel 8 Nilai rata-rata, standar deviasi (SD) 11 parameter fisika-kimia dan biologi di muara sungai, mangrove dan lamun tempat pemasangan sero selama penelitian No Parameter Muara sungai Mangrove Lamun 1 Suhu perairan ( o C) 28,28 b ±0,62 28,79 a ±0,60 29,00 a ±0,66 2 Kecepatan arus (m/dtk) 0,26 a ±0,29 0,22 b ±0,38 0,16 c ±0,32 3 Salinitas ( o / oo ) 29,60 b ±1,21 30,99 a ±0,96 31,15 a ±0,84 4 ph 6,92 b ±0,13 6,95 ab ±0,15 7,01 a ±0,12 5 Kadar DO (ppm) 5,75 b ±0,44 5,96 ab ±0,43 6,14 a ±0,50 6 Nitrat (µg/l) 0,21 a ±0,09 0,19 a ±0,09 0,13 b ±0,07 7 Fosfat (µg/l) 0,12 a ±0,02 0,11 a ±0,03 0,09 b ±0,03 8 Silikat (µg/l) 0,008 ±0,003 0,007 ±0,003 0,007 ±0,003 9 Klorofil a (µg/m 3 ) 0,835 b ±0,282 0,687 ab ±0,192 0,976 a ±0, Fitoplankton (sel/liter) a ± b ±3, a ± Zooplankton (ind/liter) 1010 a ± b ± a ±582 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05) berdasarkan uji beda rerata Tukey Karakteristik Habitat Persebaran spasiotemporal parameter lingkungan berdasarkan habitat dan waktu pengamatan dianalisis dari rata-rata 3 kali pengukuran menggunakan analisis PCA (24 observasi). Parameter lingkungan yang dianalisis sebanyak 8 (delapan) parameter yaitu : suhu, salinitas, kecepatan arus, ph, kadar oksigen terlarut (DO), nitrat, fosfat, dan silikat. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa besarnya ragam terjelaskan pada 3 (tiga) sumbu utama pertama sebesar 78,93% dengan akar ciri masing-masing secara berurut masing-masing sumbu 1 (F1) = 3,211, sumbu 2 (F2) = 1,814, dan sumbu 3 (F3) = 1,289. Parameter lingkungan yang berpengaruh besar pada sumbu utama diantaranya DO, ph, dan fosfat yang berkorelasi positif dengan sumbu 1 (F1). Nitrat dan suhu berkontribusi besar dalam pembentukan sumbu utama kedua (F2) (Lampiran 13). Observasi di muara sungai (MS7 dan MS5), mangrove (MG7 dan MG8), dan lamun (LM8) berkontribusi besar dalam pembentukan sumbu utama pertama dan berkorelasi negatif dengan sumbu utama pertama. Observasi (MS6), (MG4 dan MG6), dan (LM3, LM4, dan LM5) berkontribusi besar dan berkorelasi positif

8 62 dalam pembentukan sumbu utama pertama. Observasi (MS4), (MG4), dan (LM4) berkontribusi besar dan berkorelasi negatif dalam pembentukan sumbu utama kedua, sedangkan observasi (MS6) (MG6) dan (LM6) berkontribusi besar dan berkorelasi negatif dalam pembentukan sumbu utama kedua (Lampiran 13). Berdasarkan plot dan observasi dan parameter lingkungan (Gambar 10 & 11) menunjukkan bahwa sebagian besar observasi dari lamun dan mangrove beragregat pada sumbu satu positif. Observasi-observasi tersebut dicirikan oleh suhu, salinitas, ph, dan DO yang tinggi. Dalam arah yang berlawanan di sumbu 1 negatif tersebar sebagian besar observasi di muara sungai. Kelompok observasi ini dicirikan oleh kadar nitrat dan fosfat serta kecepatan arus yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil sidik gerombol (cluster analysis) pada skala jarak similiritas 50% terdapat 3 (tiga) kelompok besar observasi yaitu kelompok satu (MS6, MG1, MG3, MG6, LM1, LM3, LM4, dan LM8) dan kelompok (MS2, MS7, dan MG7), dan lainnya kelompok tiga (Gambar 8). Gambar 8 Diagram gerombol (cluster) untuk 24 contoh pengamatan terhadap 8 parameter fisika kimia lingkungan lokasi pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo selama penelitian.

9 63 Gambar 9 Plot stasiun dan waktu pengamatan parameter fisika kimia lingkungan selama lokasi pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo selama penelitian. Gambar 10 Konfigurasi dua komponen utama untuk 24 contoh pengamatan terhadap 8 parameter fisika kimia lingkungan lokasi pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo selama penelitian.

10 64 Gambar 11 Kekuatan 8 parameter fisika kimia lingkungan dalam membentuk konfigurasi dua komponen utama untuk 24 contoh pengamatan di lokasi pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo selama penelitian. 5.4 PEMBAHASAN Deskripsi Habitat Perubahan rata-rata suhu perairan selama penelitian menujukkan fluktuasi dan pola yang sama diantara ketiga habitat. Terjadi perbedaan suhu yang signifikan menurut habitat. Suhu di muara sungai (28,28 o C) lebih rendah dibanding suhu di sekitar mangrove dan lamun (Tabel 8 & Lampiran 12). Rendahnya suhu di muara sungai sangat besar kemungkinan dipengaruhi oleh limpasan air tawar yang bersuhu relatif lebih rendah dibandingkan suhu air di perairan pantai. Faktor limpasan air tawar memang merupakan pemicu menurunnya suhu perairan di sekitar muara sungai, seperti hasil penelitian yang didapatkan oleh Wahyudewantoro (2009) ternyata suhu di estuari Binuaengeun Banten akibat limpasan air tawar. Berbeda yang didapatkan oleh Andriani (2004) di perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bone yang kisaran suhunya lebih tinggi (30,0-32,0 o C) hal ini dikarenakan lokasinya semi tertutup dan terisolasi sehingga tidak ada percampuran massa air tawar yang bersuhu lebih dingin. Hal yang sama

11 65 juga didapatkan oleh Zainuddin (2011) di perairan Palopo dan sebelah timur Teluk Bone (Perairan Kolaka). Nilai salinitas di daerah lamun tidak berbeda dengan di mangrove, tetapi kedua daerah tersebut berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan di muara sungai (Tabel 8 & Lampiran 12). Rendahnya salintas di muara sungai dikarenakan pada muara sungai dipengaruhi oleh daratan, dimana dari daratan masuk aliran air tawar melalui sungai menuju muara sungai yang menyebabkan penurunan salinitas di daerah muara sungai tersebut, atau pada muara sungai terjadi proses percampuran air tawar dari sungai. Salinitas yang tinggi di daerah mangrove dan lamun karena terletak di wilayah yang jauh dari muara sungai. Semakin jauh dari muara sungai ke arah laut, salinitas akan bertambah (Duxburry 2002). Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji 2005). Kecepatan arus berbeda pada setiap stasiun. Kecepatan arus tertinggi dijumpai pada daerah muara sungai (0,26 m/detik) (Tabel 8 & Lampiran 12). Hal ini kemungkinan besar disebabkan besarnya arus yang mengalir karena derasnya aliran sungai yang masuk ke perairan muara sungai. Tidak jauh berbeda yang didapatkan di perairan pantai Kabupaten Luwu yaitu 0,19 m/detik (Andriani 2004). Namun relatif kuat yang didapatkan di Teluk Kotania pada pasang dan surut masing-masing 0,7 m/detik (Supriyadi 2009), di Selat Bangka yaitu lebih dari 50 cm/detik (Nurhayati 2007), dan di perairan Berau memiliki nilai tertinggi adalah sebesar 115,3 cm/detik dan kecepatan arus permukaan terendah diperoleh nilai sebesar 5,4 cm/detik (Aryawati 2007). Nilai ph cenderung lebih rendah didapatkan di muara sungai karena adanya pengaruh masukan massa air tawar dari sistem sungai yang bermuara. (Tabel 8 & Lampiran 12). Secara umum kisaran ph yang didapatkan yaitu 6,7-7,2 jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Andriani (2004) di perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bone yaitu 8,0-8,1. Kisaran yang didapatkan selama penelitian masih menunjang kehidupan fitoplankton yaitu berada pada kisaran 6,5-8,5 (Prescod 1973). Lebih lanjut Sachlan (1982) bahwa fitoplankton dapat hidup subur pada ph 7-8 bilamana terdapat cukup mineral di dalam perairan tersebut.

12 66 Nilai kandungan oksigen terlarut berbeda berdasarkan habitat. Kadar oksigen terlarut di daerah lamun berbeda dengan di muara sungai, tetapi kedua daerah tersebut tidak berbeda nyata dengan di daerah mangrove (Tabel 8). Kadar oksigen terlarut yang didapatkan di ketiga habitat berada pada kisaran 5,0-6,1 ml/l (Lampiran 12). Salmin (2005) mengemukakan bahwa perairan yang kadar oksigen terlarutnya (DO) > 5 maka perairan tersebut tingkat pencemarannya rendah dan bisa dikategorikan sebagai perairan yang baik. Kadar oksigen terlarut rata-rata yang didapatkan dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang terdapat di perairan Berau Kalimantan Timur berkisar antara 4,77 6,14 ml/l (Aryawati 2007), di perairan pantai Kabupaten Pinrang Selat Makassar 3,8-8,7 ppm (Umar 2009), dan di Selat Makassar Kabupaten Barru berkisar antara 3,9-7,9 (Hatta 2010). Kandungan nitrat berbeda setiap habitat. Kandungan nitrat di muara sungai (0,209 µg/l) lebih tinggi dibandingkan di daerah mangrove dan lamun. Rata-rata kandungan nitrat (0,175 µg/l) (Tabel 8 & Lampiran 12) secara umum di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone sedikit lebih rendah ambang batas kebutuhan oftimal pertumbuhan fitoplankton. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mackentum (1969) bahwa kadar nitrat yang dibutuhkan oleh fitoplankton laut adalah 0,203-0,790 µg at/l, bila kurang dari nilai tersebut maka menyebabkan nitrat sebagai faktor pembatas di perairan tersebut. Rata-rata kandungan fosfat di habitat muara sungai dan mangrove (0,118 µg/l dan 0,110 µg/l) lebih tinggi dibanding pada lamun (Tabel 8 & Lampiran 12). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena adanya masukan dari daratan. Nontji (1984) menyatakan bahwa kandungan fosfat di suatu perairan antara lain dapat disebabkan karena masukan dari darat atau karena terjadinya pengayaan dari lapisan dalam, baik karena penaikan air maupun karena pengadukan. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa proses penaikan air lebih banyak terjadi di perairan dalam sedangkan proses pengadukan lebih banyak berperan di perairan dangkal. Nilai rata-rata kandungan fosfat yang ditemukan di lokasi penelitian masih kondisi yang normal (baik). Hal ini diperkuat oleh Mackentum (1969) bahwa kandungan fosfat yang baik bagi pertumbuhan fitoplankton adalah berkisar 0,09-1,80 µg/l dan ditambahkan oleh Sumardianto (1985) dalam Andriyani (2004) bahwa kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah

13 67 0,27-5,51 µg/l dan jika kurang dari 0,02 µg/l maka akan menjadi faktor pembatas. Rata-rata kandungan silikat (0,015 µg/l) di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone tidak menunjukkan adanya perbedaan, baik berdasarkan waktu pengamatan maupun habitat (Tabel 8 dan Lampiran 12). Menurut Cushing dan Walsh (1976) dalam Aryawati (2007) salah satu sumber silikat adalah buangan dari darat melalui run off. Lebih lanjut Millero dan Sohn (1991) menerangkan bahwa pada dasarnya sumber silikat di laut sebagian besar merupakan hasil pelapukan yang terbawa oleh aliran sungai. Hasil penelitian ini sama yang didapatkan di perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bonen yaitu sebesar 0,011-0,031 µg/l (Andriani 2004). Kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua menunjukkan nilai yang sangat fluktuatif dan heterogen. Kandungan klorofil-a di habitat muara sungai dan lamun (0,835 dan 0,976 mg/m 3 ) lebih tinggi dibandingkan di habitat mangrove (0,687 mg/m 3 ) (Tabel 8 & Lampiran 12). Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone sangat berhubungan dengan pasokan nutrien yang berasal dari darat melalui aliran sungai-sungai yang bermuara ke perairan tersebut. Afdal & Riyono (2004) mempertegas bahwa tinggi rendahnya kandungan klorophil-a di laut sangat dipengaruhi oleh faktor hidrolgi perairan (suhu, salinitas, nitrat, dan fosfat). Pada kedalaman 0-50 m suhu, salinitas, nitrat, dan fosfat tidak terlalu mempengaruhi kandungan klorofil-a, sedangkan pada kedalaman 100 m mempengaruhi. Bila dibandingkan dengan kandungan klorofil di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone dengan perairan Barru Selat Makassar maka kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone memiliki nilai yang lebih tinggi. Menurut Hatta (2010) kandungan klorofil-a di perairan Barru Selat Makassar berkisar 0,015-0,383 mg/m 3 dan menurut Alianto et al. (2008) kandungan klorofil-a di perairan Teluk Banten memiliki berkisar 0,069-0,303 mg/m 3. Tetapi apabila dibandingkan dengan kandungan klorofil-a di perairan Ujung Watu, Jepara; pantai Kartini, Jepara, dan Teluk Jakarta, nilai kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone relatif lebih rendah. Di perairan Ujung Watu, Jepara kandungan rata-rata klorofil-a adalah sebesar 4,68

14 68 mg/m 3 (Sutomo et al. 1989). Kadar klorofil-a yang tinggi di perairan Indonesia umumnya disebabkan karena penyuburan yang terjadi akibat turbulensi atau pengadukan air di daerah dangkal, aliran dari sungai-sungai (run off) ataupun karena upwelling. Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan pantai Pitumpanua berbeda secara signifikan berdasarkan waktu pengamatan dan habitat. Rata-rata kelimpahan fitoplankton tertinggi selama penelitian di dapatkan di habitat lamun sebesar sel/l (Tabel 8 & Lampiran 12). Kelimpahan ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang didapatkan oleh Andriyani (2004) di perairan Bua Kabupaten Luwu Teluk Bone (4511 sel/liter) dan yang didapatkan oleh Hatta (2010) di perairan Barru Selat Makassar yaitu berkisar sel/liter. Tingginya kelimpahan yang didapatkan kemungkinan disebabkan karena lokasi pengambilan sampel berada pada daerah pantai yang tersedia banyak unsur hara yang dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Berbeda yang didapatkan oleh Djokosetiyanto & Rahardjo ( 2006) di perairan pantai Dadap Teluk Jakarta yaitu sel/liter sangat jauh lebih tinggi dibandingkan di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone. Sedangkan rata-rata kelimpahan tertinggi zooplankton di dapatkan di habitat muara sungai yaitu sebesar 1010 ind/liter (Tabel 8 & Lampiran 12). Bila dibandingkan kelimpahan yang di dapatkan Thoha (2007) di Teluk Gilimanuk, Bali yang mendapatkan kelimpahan zooplankton rata-rata ind/l, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan yang ditemukan di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone. Kelimpahan zooplankton yang didapatkan selama penelitian berada pada kisaran yang didapatkan oleh Andriyani (2004) di Kabupaten Luwu Teluk Bone yaitu ind/liter dengan rata-rata kelimpahan 1022 ind/liter.

15 Karakteristik Habitat Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa karakteristik di lokasi penelitian dicirikan oleh parameter DO, ph, salinitas, dan silikat cenderung lebih tinggi di daerah sekitar mangrove dan lamun, sedangkan parameter kadar nitrat, fosfat, dan kecepatan arus cenderung lebih tinggi di daerah muara sungai (Gambar 10 & 11). Secara umum, kadar nitrat di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone memperlihatkan nilai yang tinggi di daerah muara sungai dibandingkan pada daerah lamun dan sekitar mangrove. Hal ini bisa dimengerti karena lokasi ini dapat disebabkan kondisi sekitar muara sungai, dimana sepanjang pinggiran sungai terdapat mangrove yang dapat menyumbangkan hara dari serasahnya yang membusuk mengalir ke muara sungai. Sesuai dengan pernyataan Wattayakorn (1988) bahwa kandungan nitrat di suatu daerah estuaria selain berasal dari perairan itu sendiri juga tergantung kepada keadaan sekelilingnya antara lain, sumbangan dari daratan melalui sungai yang bermuara ke perairan tersebut, juga tergantung kepada hutan mangrove yang serasahnya membusuk, karena adanya bakteri, terurai menjadi zat hara. Begitu juga dengan kandungan fosfat di muara sungai lebih tinggi dibanding dengan lamun dan mangrove, kemungkinan besar oleh karena adanya masukan dari darat. Nontji (1984) mempertegas bahwa tingginya fosfat di muara karena proses pengadukan lebih banyak terjadi di perairan dangkal. Alasan tersebut sejalan dengan kecepatan arus yang ditemukan di muara sungai juga tinggi. Tingginya kecepatan arus tersebut disebabkan karena derasnya aliran sungai yang mengalir keluar masuk muara sungai sehingga terjadi pengadukan di muara sungai. Parameter suhu, DO, ph, dan salinitas lebih tinggi ditemukan di daerah lamun dan sekitar mangrove (Gambar 10 & 11). Tingginya kadar oksigen terlarut (DO) kemungkinan disebabkan karena tingginya efek produksi fotosintesis dari lamun, begitupula halnya dengan nilai ph kemungkinan diakibatkan oleh kurangnya proses penguraian bahan organik dibandingkan di muara sungai. Salinitas yang tinggi di lamun dan mangrove diakibatkan tidak adanya percampuran air tawar yang bersalinitas rendah seperti pada di habitat muara sungai. Kandungan silikat secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara ketiga habitat tersebut (α = 0,05, Lampiran 8).

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013 di perairan Pantai Balongan, Kabupaten Indramayu. Pengambilan sampel dilakukan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

III. METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi S e l a t M a k a s s a r III. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai dari bulan September 2005 sampai Februari 2006. Rentang waktu tersebut mencakup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran,

III. METODE PENELITIAN. kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran, III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk Budidaya kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran,

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Analisis parameter kimia air laut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 6 Juli 2013 di perairan tambak udang Cibalong, Kabupaten Garut (Gambar 2). Analisis

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, III. METODOLOGI PENELITIAN.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup tahapan yaitu survei lapangan,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Kendari bagian dalam yang secara geografis terletak pada 3 o 57 50-3 o 5 30 lintang selatan dan 122 o

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3. Alat-alat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3. Alat-alat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 0 sampai dengan bulan Februari 0. Penelitian terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan survei di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1. Waktu sampling dan pengukuran parameter in situ di perairan Pesisir Maros

METODE PENELITIAN. Tabel 1. Waktu sampling dan pengukuran parameter in situ di perairan Pesisir Maros METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan pesisir Maros yang dipengaruhi oleh sungai Maros (Gambar 3) selama kurang lebih satu tahun yang dimulai pada bulan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Morotai bagian selatan, Maluku Utara (Gambar 1) pada Bulan September 2012 dengan Kapal Riset Baruna Jaya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42 ' 47 Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor 3. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009, berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang didapat dianalisis di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

II. METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 5 II. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September sampai dengan Bulan November 2013. Lokasi penelitian merupakan tiga pelabuhan yang berada di Kota Dumai

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di daerah Teluk Hurun, Lampung. Teluk Hurun merupakan bagian dari Teluk Lampung yang terletak di Desa Hanura Kec. Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Pulau Barrang Lompo. Pulau Laelae. Sumber :Landsat ETM+Satellite Image Aquisition tahun 2002

3 METODE PENELITIAN. Pulau Barrang Lompo. Pulau Laelae. Sumber :Landsat ETM+Satellite Image Aquisition tahun 2002 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kepulauan Spermonde yaitu; Pulau Laelae, Pulau Barrang Lompo dan Pulau Lanyukang di Kota Makassar yang berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI DADAP TELUK JAKARTA

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI DADAP TELUK JAKARTA KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI DADAP TELUK JAKARTA (Density and Diversity of Phytoplankton in Dadap Coastal Water, Jakarta Bay) ABSTRAK D. Djokosetiyanto 1 dan Sinung Rahardjo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Maspari Journal, 2013, 5 (1), 34-39 http://masparijournal.blogspot.com Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Rina Febriyati Sihombing,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Latak, Desa Ujung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Masing-masing kegiatan tersebut dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Dalam 100 g bayam mengandung 426 mg nitrat dan 557 mg fosfor dan konsentrasi nitrat yang optimum dalam perkembangbiakan fitoplankton adalah 0,9-3,5

Lebih terperinci

DIRECTORY PERALATAN PENELITIAN LAUT DALAM PUSAT PENELITIAN LAUT DALAM LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA BIDANG SARANA PENELITIAN

DIRECTORY PERALATAN PENELITIAN LAUT DALAM PUSAT PENELITIAN LAUT DALAM LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA BIDANG SARANA PENELITIAN DIRECTORY PERALATAN PENELITIAN LAUT DALAM PUSAT PENELITIAN LAUT DALAM LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA BIDANG SARANA PENELITIAN LAB. ELEKTRONIK KR. BARUNA JAYA VII CTD PROFILER SBE 19plus CTD Underwater

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di pesisir utara Kabupaten Brebes, yaitu di kawasan pertambakan Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba. Secara geografis letak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari Kegiatan Penelitian Kompetitif Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI (P2O-LIPI) yang telah dilakukan pada tahun 2010 dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan lokasi dilakukan dengan purposive sampling (penempatan titik sampel dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Kegiatan penelitian berupa percobaan di laboratorium yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA

KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA (Pinctada maxima) DI PERAIRAN SEKOTONG, NTB Dosen Penguji I

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Muara Kamal pada bulan Agustus Oktober 2011. Analisis preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Produktivitas

Lebih terperinci

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2007 bertempat

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2007 bertempat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2007 bertempat di perairan Danau Paki di Desa Mentulik Kecamatan Kampar Kiri Hilir Kabupaten

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN 60 HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN Fitoplankton membutuhkan berbagai unsur untuk pertumbuhannya. Elemen - elemen makro nutrien

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG F1 08 Nurul Latifah 1)*), Sigit Febrianto 1), Churun Ain 1) dan Bogi Budi Jayanto 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April 2010.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April 2010. 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di perairan Selat Nasik Kabupaten Belitung pada bulan April 2010 dan di perairan Estuari Donan Cilacap pada bulan Juni

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Nopember 2010. Sampling dilakukan setiap bulan dengan ulangan dua kali setiap bulan. Lokasi sampling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci