ANALISIS PERAN GENDER DALAM BUDAYA MATRILINEAL, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DI PROVINSI SUMATERA BARAT SRI ZULFIA NOVRITA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERAN GENDER DALAM BUDAYA MATRILINEAL, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DI PROVINSI SUMATERA BARAT SRI ZULFIA NOVRITA"

Transkripsi

1 ANALISIS PERAN GENDER DALAM BUDAYA MATRILINEAL, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DI PROVINSI SUMATERA BARAT (Kasus pada Keluarga Pengrajin Bordir dan Sulaman) SRI ZULFIA NOVRITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Analisis Peran Gender dalam Budaya Matrilineal, Manajemen Keuangan, dan Kesejahteraan Keluarga di Provinsi Sumatera Barat (Kasus pada Keluarga Pengrajin Bordir dan Sulaman) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis penelitian ini. Bogor, Januari 2013 Sri Zulfia Novrita NRP I

4

5 ABSTRACT SRI ZULFIA NOVRITA. Analysis of Gender Role in the Matrilineal Culture, Financial Management, and Family Wellbeing in West Sumatera Province (Case of Family in Embroidery Industry). Under the Guidance of HERIEN PUSPITAWATI and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI West Sumatera is identical to the Minangkabau culture. Minangkabau culture has a unique culture compared to other cultures, and the only cultures in Indonesia that adopted matrilineal system. This research aimed to analyze gender role in matrilineal system, financial management activity, and family well-being in embroidery industry in West Sumatera. This research conducted in two districts: Kabupaten Lima Puluh Kota; Kota Bukittinggi. The data was collected on April until June There were 100 families as the sample of this research that was chosen purposively (respondent is wife/mother). The criteria of sample family are: intact family, there is at least a child that still enrolls in school, and the wife is get involved in the embroidery industry. The results showed that gender roles in decision making and division of labor in family were in a moderate level of gender partnerships between husband and wife in the family activities. The family financial management applied in moderate level, while the application of gender partnership has a low level. The family subjective well-being was showed by moderate level of wife satisfaction. The business income of women, gender roles of family financial management, and rural or urban location were dominant by factors that influenced family objective wellbeing; while the number of children, and gender roles in division of labor negatively effected the objective family well-being. The number of children, family income, application of family financial management were dominant by factors that influenced family subjective wellbeing; while the gender roles in division of labor, and rural or urban location negatively effected the subjective family well-being. Keywords : family financial management, family objective well-being, family subjective well-being, gender roles, matrilineal system

6

7 RINGKASAN SRI ZULFIA NOVRITA. Analisis Peran Gender dalam Budaya Matrilineal, Manajemen Keuangan, dan Kesejahteraan Keluarga di Provinsi Sumatera Barat (Kasus pada Keluarga Pengrajin Bordir dan Sulaman). Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis peran gender dalam budaya matrilineal, aktivitas manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Provinsi Sumatera Barat. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal pada keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan; 2) Menganalisis pembagian peran gender pada keluarga (pengambilan keputusan dan pembagian kerja dalam aktivitas domestik, publik/ekonomi dan sosial) di perdesaan dan perkotaan; 3) Menganalisis aktivitas manajemen keuangan keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan; 4) Menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan; 5) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan. Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota (Perdesaan) dan Kota Bukittinggi (Perkotaan). Lokasi penelitian mencakup empat nagari/ kelurahan yaitu dua di Kabupaten Lima Puluh Kota (Nagari Koto Tangah Simalanggang Kecamatan Payakumbuh dan Nagari Lubuk Batingkok Kecamatan Harau), serta dua di Kota Bukittinggi (Kelurahan Manggis Ganting Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dan Kelurahan Kayu Kubu Kecamatan Guguk Panjang). Pengambilan data dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Juni Contoh diambil secara purposive sebanyak 100 keluarga dengan responden istri. Kriteria contoh berasal dari keluarga lengkap yang memiliki anak usia sekolah (SD sampai SMA), dan istri terlibat dalam usaha kerajinan bordir/sulaman. Analisis statistik yang digunakan adalah deskriptif, korelasi Pearson, uji beda (uji-t), dan uji regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (55%) istri tergolong pada kelompok usia produktif dengan rentang umur tahun, dan suami (57%) dengan rentang umur tahun. Rata-rata lama pendidikan yang ditempuh istri lebih lama dibandingkan dengan suami yaitu masing-masing 9,27 tahun dan 8,77 tahun, dengan proporsi terbanyak pendidikan istri (38%) mengenyam pendidikan SMA, sedangkan (37%) suami mengenyam pendidikan SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih separuh (54%) contoh termasuk keluarga kecil, yaitu kurang dari lima orang dengan rata-rata besar keluarga sebesar 4,48 orang. Dilihat dari jumlah anak, hampir seluruh (94%) jumlah anak contoh sebanyak 1-4 orang dengan rata-rata jumlah anak sebesar 2,38 orang. Pendapatan total keluarga per bulan berkisar antara Rp ,00 hingga Rp ,00, dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp ,00. Lebih sepertiga (38%) keluarga contoh memiliki pendapatan keluarga per kapita per bulan sebesar Rp ,00 hingga

8 Rp ,00, hal ini berarti rata-rata keluarga contoh berada di atas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Pengetahuan contoh perdesaan dan perkotaan mengenai budaya matrilineal termasuk sedang dengan rata-rata sebesar 78,60 persen dan 77,86 persen. Sementara itu penerapan budaya matrilineal dalam keluarga contoh perdesaan dan perkotaan termasuk baik dengan rata-rata sebesar 84,34 persen dan 84,62 persen. Pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan keluarga pada perdesaan dan perkotaan umumnya sedang. Keluarga contoh sudah termasuk ke dalam keluarga yang mempunyai kerjasama yang cukup baik antara suami dan istri dan pengambilan keputusan cukup seimbang meskipun masih cenderung dilakukan oleh istri. Sementara itu peran gender dalam pembagian kerja keluarga pada umumnya sedang, dimana sudah menunjukkan adanya kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam semua kegiatan tugas dalam rumah tangga walaupun masih didominasi oleh salah satu pihak yaitu istri. Penerapan manajemen keuangan keluarga contoh pada umumnya sudah cukup baik pada keluarga perkotaan maupun perdesaan, keluarga contoh termasuk kategori sedang dalam menerapkan manajemen keuangan keluarga. Sementara itu lebih separuh (64%) contoh perdesaan melakukan kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga dengan kategori sedang, sedangkan hampir seluruh (86%) keluarga contoh perkotaan temasuk kategori rendah. Hal ini berarti bahwa kerjasama gender antara suami istri mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi diperdesaan cukup baik, sedangkan pada keluarga perkotaan kerjasama gender kurang dan masih didominasi oleh salah satu pihak saja yaitu istri. Berdasarkan indikator kesejahteraan objektif (objective well-being), seluruh keluarga di perkotaan termasuk sejahtera, sedangkan sebagian besar (98%) keluarga perdesaan sejahtera. Selanjutnya berdasarkan indikator kesejahteraan subjektif (subjective well-being), pada umumnya (94%) contoh perdesaan dan (96%) contoh perkotaan termasuk dalam kategori keluarga cukup sejahtera. Hampir seluruh contoh perdesaan maupun perkotaan memiliki tingkat kesejahteraan subjektif bidang domestik kategori sedang, dan lebih dari separuh contoh memiliki tingkat kesejahteraan subjektif bidang publik dan sosial dalam kategori sedang. Hasil uji analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga objektif adalah pendapatan usaha perempuan, peran gender dalam manajemen keuangan keluarga, dan lokasi tempat tinggal keluarga dimana keluarga perkotaan lebih sejahtera dibandingkan keluarga perdesaan. Sementara itu, jumlah anak dan peran gender dalam pembagian kerja keluarga berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga objektif. Semakin besar jumlah anak, dan semakin tinggi pembagian kerja antara suami istri dalam keluarga maka akan menurunkan kesejahteraan keluarga objektif. Selanjutnya kesejahteraan keluarga subjektif akan meningkat dengan meningkatnya jumlah anak, pendapatan keluarga, dan penerapan manajemen keuangan keluarga. Sementara itu, peran gender dalam pembagian kerja keluarga dan lokasi tempat tinggal keluarga berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga subjektif dimana keluarga perdesaan lebih sejahtera dibandingkan keluarga perkotaan.

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 ANALISIS PERAN GENDER DALAM BUDAYA MATRILINEAL, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DI PROVINSI SUMATERA BARAT (Kasus pada Keluarga Pengrajin Bordir dan Sulaman) SRI ZULFIA NOVRITA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Tin Herawati, SP, M.Si

13 Judul Tesis Nama NRP : Analisis Peran Gender dalam Budaya Matrilineal, Manajemen Keuangan, dan Kesejahteraan Keluarga di Provinsi Sumatera Barat (Kasus pada Keluarga Pengrajin Bordir dan Sulaman) : Sri Zulfia Novrita : I Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc Ketua Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si Anggota Diketahui Koordinator Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 8 Januari 2013 Tanggal Lulus :

14

15 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya, sehingga tesis ini berhasil diselesaikan dengan tema Analisis Peran Gender dalam Budaya Matrilineal, Manajemen Keuangan, dan Kesejahteraan Keluarga di Provinsi Sumatera Barat (Kasus pada Keluarga Pengrajin Bordir dan Sulaman). Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan yang membangun demi perbaikan di kemudian hari. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala arahan, masukan, bimbingan dan kesabaran selama penulisan tesis ini. 2. Dr. Tin Herawati, S.P, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini. 3. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku wakil Koordinator Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak atas segala saran dalam penyempurnaan tesis ini. 4. Seluruh staf pengajar pada Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama perkuliahan. 5. Seluruh keluarga terutama mama, mertua, suami, anak-anak tersayang, serta kakak-kakak dan adik yang telah memberikan pengorbanan, bantuan, doa, serta motivasi kepada penulis dalam melanjutkan S2. 6. Adinda Yessy Susana, Rita Monica, Renny Fitria, dan Fifi atas segala bantuannya dalam pelaksanaan penelitian. 7. Rekan-rekan di Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang atas segala motivasi dan bantuan yang telah diberikan. 8. Teman-teman angkatan 2010, Retno Kumoro, Diana Berlianti, dan Wiwik Gusnita atas segala motivasi dan kebersamaan selama ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Peneliti berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin. Bogor, Januari 2013 Sri Zulfia Novrita

16

17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 5 Manfaat Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga... 7 Pengertian Keluarga... 7 Fungsi Keluarga... 7 Teori Struktural Fungsional... 8 Karakteristik Budaya Matrilineal Struktur Keluarga Matrilineal Perkawinan Matrilineal Sumberdaya Materi dan Harta Pusaka Pengasuhan dan Pendidikan Komunikasi antar Keluarga Besar Peran Gender dalam Keluarga Pengertian Peran Gender Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Peran Gender dalam Pembagian Kerja Manajemen Keuangan Keluarga Proses Manajemen Aliran Kas Keluarga/Cash Flow Kesejahteraan Keluarga Pengertian Kesejahteraan Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Hasil Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Kontrol Kualitas Data Pengukuran Variabel Penelitian Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional v ix ix

18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis dan Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian Provinsi Sumatera Barat Kabupaten Lima Puluh Kota (Perdesaan) Kota Bukittinggi (Perkotaan) Karaktersitik Lingkungan Masyarakat Keadaan Usaha Kerajinan Bordir/Sulaman di Lokasi Penelitian Karakteristik Keluarga Umur Istri dan Suami Lama Pendidikan Istri dan Suami Pekerjaan Utama dan Sampingan Keluarga Besar Keluarga Jumlah Anak Keadaan Ekonomi Keluarga Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga Kepemilikan Aset Keluarga Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir/Sulaman Keluarga Contoh Tujuan Menjalankan Usaha Lama Menjalankan Usaha Status Kepemilikan dan Modal Usaha Alokasi Waktu Istri dan Kontribusi Suami Terhadap Kegiatan Istri 75 Pendapatan Usaha Kerajinan Bordir/Sulaman Sistem Matrilineal dalam Keluarga Pengetahuan Istri Tentang Sistem Matrilineal Penerapan Sistem Matrilineal dalam Keluarga Peran Gender dalam Pola Pengambilan Keputusan Keluarga Pengambilan Keputusan dalam Aktivitas Domestik Pengambilan Keputusan dalam Aktivitas Publik/Ekonomi Pengambilan Keputusan dalam Aktivitas Sosial Peran Gender dalam Pola Pembagian Kerja Pembagian Kerja dalam Aktivitas Domestik Pembagian Kerja dalam Aktivitas Publik/Ekonomi Pembagian Kerja dalam Aktivitas Sosial Penerapan Manajemen Keuangan Keluarga Perencanaan Pelaksanaan/Implementasi Monitoring dan Evaluasi Peran Gender dalam Manajemen Keuangan Keluarga Aliran Pendapatan/Cashflow dalam Keluarga Budaya Matrilineal Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan Keluarga Objektif Kesejahteran Keluarga Subjektif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga Subjektif Pembahasan Umum Keterbatasan Penelitian

19 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

20

21 DAFTAR TABEL Halaman 1 Budaya sistem matrilineal dalam kehidupan keluarga Penelitian terdahulu terkait topik penelitian Jenis, variabel, skala dan cara pengumpulan data Data jumlah unit usaha dan tenaga kerja industri bordir/sulaman Sebaran keluarga berdasarkan umur istri dan suami Sebaran keluarga berdasarkan lama pendidikan istri dan suami Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan utama dan sampingan Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anak Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan suami,istri, anak dan lainnya Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita per bulan Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangan dan non pangan per bulan Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran keluarga per bulan Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan Sebaran keluarga berdasarkan perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran per kapita per bulan Sebaran keluarga berdasarkan persentase status kepemilikan aset Sebaran keluarga berdasarkan tujuan menjalankan usaha Sebaran keluarga berdasarkan lama menjalankan usaha Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan usaha Sebaran keluarga berdasarkan alokasi waktu istri untuk usaha Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan usaha Sebaran keluarga berdasarkan pengetahuan sistem matrilineal Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengetahuan sistem matrilineal Sebaran keluarga berdasarkan penerapan sistem matrilineal dalam keluarga Sebaran keluarga berdasarkan kategori penerapan sistem matrilineal Sebaran keluarga berdasarkan persentase pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik... 87

22 28 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik Sebaran keluarga berdasarkan persentase pengambilan keputusan dalam aktivitas publik/ekonomi Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam aktivitas publik/ekonomi Sebaran keluarga berdasarkan persentase pengambilan keputusan dalam aktivitas sosial Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam aktivitas sosial Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengambilan keputusan Sebaran keluarga berdasarkan persentase pembagian kerja dalam aktivitas domestik Sebaran keluarga berdasarkan kategori pembagian kerja dalam aktivitas domestik Sebaran keluarga berdasarkan persentase pembagian kerja dalam aktivitas publik/ekonomi Sebaran keluarga berdasarkan kategori pembagian kerja dalam aktivitas publik/ekonomi Sebaran keluarga berdasarkan persentase pembagian kerja dalam aktivitas sosial Sebaran keluarga berdasarkan kategori pembagian tugas dalam aktivitas sosial Sebaran keluarga berdasarkan kategori pembagian kerja Sebaran keluarga berdasarkan persentase perencanaan manajemen keuangan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan kategori perencanaan manajemen keuangan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan persentase pelaksanaan/implementasi manajemen keuangan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan kategori pelaksanaan manajemen keuangan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan persentase monitoring dan evaluasi manajemen keuangan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan kategori monitoring dan evaluasi manajemen keuangan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan kategori penerapan manajemen keuangan keluarga

23 48 Sebaran keluarga berdasarkan persentase peran gender dalam manajemen keuangan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan kategori peran gender dalam manajemen keuangan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan keluarga objektif Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan keluarga subjektif Sebaran keluarga berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga subjektif Hasil analisis regresi linier berganda faktor-faktor yangmempengaruhi kesejahteraan keluarga subjektif

24

25 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur keluarga Minangkabau Kerangka pemikiran konseptual Skema penarikan contoh... 41

26

27 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian Pengukuran variabel penelitian Aliran pendapatan/cashflow dalam keluarga budaya matrilineal (Kasus Indepth Interview) Keadaan usaha kerajinan bordir dan sulaman Hasil uji korelasi pearson antar variabel Aktivitas pengrajin bordir dan sulaman

28 PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan masyarakat matrilineal terbesar di dunia dengan sistemnya yang langka dan unik. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu (Thaib 2008). Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan anggota kaum/suku dari perkauman ibunya. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam kaumnya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula. Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kandung. Kedudukan dan peranan perempuan Minangkabau di Sumatera Barat salah satunya sebagai pemegang amanah dalam melindungi dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Hermayulis 2008). Bila ajaran budaya tersebut dapat diterapkan sebagaimana mestinya, maka kesejahteraan dalam keluarga yang merupakan bagian masyarakat akan terwujud. Namun ironisnya, persentase jumlah penduduk miskin Sumatera Barat pada tahun 2011 masih cukup tinggi yaitu 8,99% (BPS 2012). Banyaknya penduduk miskin yang ada di Sumatera Barat merupakan gambaran masih belum berhasilnya pembangunan. Belum berhasilnya pembangunan juga ditandai dengan masih rendahnya Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh United Nations Development Program (UNDP). Menurut laporan UNDP, bahwa pada Tahun 2010 Sumatera Barat memiliki nilai HDI sebesar 73,78 dan berada pada posisi 9 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia (BPS 2011). Berbagai kebijakan pembangunan untuk pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs). Dalam hal ini

29 2 perempuan diberi kesempatan dan dibina untuk menjalankan peran di segala bidang termasuk di sektor publik atau ekonomi. Peran perempuan di sektor publik diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ekonomi keluarga. Kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam menjalankan peran dan fungsi masingmasing juga sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan keluarga yaitu terwujudnya kesejahteraan keluarga (Puspitawati 2012). Hasil penelitian terdahulu juga menyatakan bahwa relasi gender atau kerja sama yang baik antara suami istri dalam keluarga memiliki peranan yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga (Muflikhati et al. 2010b; Simajuntak et al. 2008). Sejalan dengan peran perempuan dalam peningkatan perekonomian keluarga, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya kerajinan bordir dan sulaman merupakan salah satu sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan di Sumatera Barat. Menurut Hubeis (2010) bahwa peran perempuan dalam UMKM sangat potensial dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga. Capaian dalam aspek ini akan mengurangi kemiskinan dan kelaparan yang juga merupakan tujuan pertama yang ingin dicapai dalam MDGs. Tingkat produktivitas perekonomian sektor kerajinan bordir dan sulaman yang ada di Sumatera Barat pada umumnya masih rendah, hal ini disebabkan terbatasnya golongan ini terhadap berbagai faktor produksi serta rendahnya keterampilan dan keahlian (skill). Rendahnya produktivitas mempunyai implikasi terhadap rendahnya pendapatan. Agar mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarga dengan pendapatan yang terbatas, maka perlu adanya manajemen keuangan keluarga yang merupakan salah satu bentuk manajemen sumberdaya keluarga. Sumberdaya yang dimiliki keluarga mencakup sumberdaya manusia, materi, dan finansial (Bryant & Zick 2006). Ketiga sumberdaya keluarga tersebut memiliki sifat terbatas sehingga perlu dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan keluarga yaitu kesejahteraan, dan pada akhirnya keberhasilan pembangunan dapat tercapai. Menurut Gross et al. (1980) bahwa sumberdaya keluarga tidak hanya berasal dari faktor internal (manusia, materi, finansial), tetapi juga berasal dari faktor eksternal atau lingkungan sekitar (kondisi sosial ekonomi dan budaya

30 3 masyarakat). Budaya sistem matrilineal yang dianut oleh masyarakat Sumatera Barat diduga juga akan mempengaruhi pembagian peran dalam keluarga, manajemen keuangan keluarga serta akan berdampak terhadap kesejahteraan keluarga. Perumusan Masalah Tingkat kesejahteraan masyarakat di Sumatera Barat pada umumnya masih belum tercapai. Hal ini terlihat dari belum berhasilnya pembangunan yang dicerminkan oleh masih banyaknya jumlah penduduk miskin di setiap daerah. Tingkat kemiskinan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Bukuttinggi juga masih relatif tinggi. Persentase jumlah penduduk miskin Kabupaten Lima Puluh Kota pada Tahun 2011 sebesar 36,50 persen, sementara itu persentase penduduk miskin di Bukittinggi sebesar 7,60 persen (BPS 2011). Bila dilihat dari Human Development Index (HDI), HDI Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 71,22 yang berada pada posisi 12 dari 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, dan peringkat 244 dari 497 Kabupaten/ Kota di Indonesia. Sementara HDI Kota Bukittinggi sebesar 78,26 yang berada pada peringkat 12 dari 497 Kabupaten/Kota di Indonesia (BPS 2011). Selanjutnya jika dilihat menurut gender, partisipasi kaum perempuan Sumatera Barat di bidang ketenagakerjaan menunjukkan adanya kesenjangan gender yang cukup besar dalam hal tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), dimana TPAK perempuan jauh lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Keadaan angkatan kerja laki-laki di Sumatera Barat meningkat dari 1,34 juta pada Tahun 2010 menjadi 1,35 juta orang pada Tahun 2011, dan angkatan kerja perempuan justru turun dari 928,9 ribu orang menjadi 925,4 ribu orang pada periode yang sama (BPS 2011). Berbagai kebijakan pembangunan daerah dalam rangka pengentasan kemiskinan telah dilakukan pemerintah. Indikator pencapaian kebijakan pembangunan pada umumnya diarahkan pada pertumbuhan ekonomi (economic growth). Dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut, indikator makro ekonomi yaitu Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) lebih sering dijadikan sebagai indikator yang menggambarkan

31 4 keberhasilan pembangunan. Menurut data BPS, kontribusi Sumatera Barat terhadap GDP Indonesia hanya sebesar 1,6 persen dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia (BPS 2011). Sejalan dengan peran perempuan dalam peningkatan perekonomian keluarga, sektor UMKM merupakan salah satu sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan di Sumatera Barat dalam rangka meningkatkan GDP Indonesia. UMKM yang terdapat di wilayah ini salah satunya industri yang dikerjakan dengan skala rumah tangga seperti kerajinan bordir dan sulaman. Menurut Hubeis (2010) bahwa sebagian besar perempuan pengusaha di Indonesia menjalankan kegiatan usaha di sektor UMKM, dan perempuan tersebut sangat potensial dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluaga. Selanjutnya Tanziha et al. (2009) menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan dapat dilakukan dengan meningkatkan kewirausahaan wanita dalam bisnis pertanian serta meningkatkan keterampilan dan industri rumah tangga. Peran perempuan yang semakin meluas di bidang publik sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ekonomi keluarga. Kerjasama yang baik antara suami dan istri juga sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan keluarga dengan baik sehingga terwujudnyaa kesejahteraan dalam keluarga. Agar tujuan keluarga dapat tercapai, maka dibutuhkan suatu pengelolaan keuangan keluarga yang baik. Guhardja et al. (1992) menjelaskan bahwa konsep manajemen tidak dapat membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas menjadi optimal dalam pemanfaatannya. Manajemen keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya sehingga seluruh kebutuhan keluarga dapat terpenuhi yang berpengaruh pada kesejahteraan keluarga. Seiring perkembangan zaman, ajaran adat yang terdapat dalam sistem matrilineal banyak mengami pergeseran nilai-nilai. Pelaksanaan atau penerapan ajaran adat sistem matrilineal telah banyak ditinggalkan oleh generasi sekarang dengan berbagai alasan. Bahkan pengetahuan/pemahaman tentang adat budaya matrilineal sudah mulai berkurang bagi kalangan muda. Sedikitnya pengetahuan

32 5 tentang budaya matrilineal tentunya akan mempengaruhi pelaksanaan budaya matrilineal tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menjawab permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal pada keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan? 2. Bagaimana pembagian peran gender pada keluarga (pengambilan keputusan dan pembagian kerja dalam aktivitas domestik, publik/ekonomi dan sosial) perdesaan dan perkotaan? 3. Bagaimana aktivitas manajemen keuangan keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan? 4. Bagaimana tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan? 5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis peran gender dalam budaya matrilineal, aktivitas manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Provinsi Sumatera Barat. Tujuan Khusus 1. Menganalisis pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal pada keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan. 2. Menganalisis pembagian peran gender pada keluarga (pengambilan keputusan dan pembagian kerja dalam aktivitas domestik, publik/ekonomi dan sosial) di perdesaan dan perkotaan. 3. Menganalisis aktivitas manajemen keuangan keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan. 4. Menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan.

33 6 5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai aktivitas manajemen keuangan dan peran gender dalam keluarga budaya matrilineal serta tingkat kesejahteraan keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Provinsi Sumatera Barat. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain : 1. Menambah pengetahuan/referensi khususnya tentang peran gender dalam keluarga budaya matrilineal dan manajemen keuangan serta dapat menjadi masukan dan inspirasi untuk penelitian-penelitian yang relevan bagi penelitian selanjutnya. 2. Memberikan gambaran mengenai kondisi keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Sumatera Barat, khususnya terkait dengan tingkat kesejahteraan keluarga. 3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi para pengambil kebijakan atau pimpinan dalam merumuskan berbagai langkah kerja yang tepat berkaitan dengan program-program peningkatan kesejahteraan keluarga khususnya bagi keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Sumatera Barat.

34 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" atau "kelompok kerabat". Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri atau suami isteri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (BKKBN 1996). Bentuk keluarga dalam PP tersebut mengacu pada bentuk keluarga inti, dimana keluarga inti (nuclear family) terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Sedangkan menurut U.S. Bureau of the Census (2000) yang diacu dalam Newman dan Grauherholz (2002) bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah tangga. Di sini tidaklah perlu membeda-bedakan antara keluarga inti dan yang telah diperbesar, keluarga yang terdiri atas satu atau dua orang tua. Pendapat tersebut menyatakan bahwa keluarga bersifat kerabat hubungan sedarah (consanguine) dan ikatan persaudaraan. Menurut Newman dan Grauerholz (2002), keluarga dapat dibedakan atas keluarga batih atau keluarga inti (nuclear family), keluarga luas (extended family), dan keluarga pokok (stem family). Keluarga batih atau keluarga inti terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum kawin. Sedangkan keluarga luas atau keluarga gabung (extended atau composite family) biasanya terdiri dari dua generasi yang berasal dari suatu keluarga biologis dan terdapat di negara-negara yang anak-anak tidak lazim meningggalkan rumah orang tua segera setelah menikah. Keluarga gabung terjadi jika ada dua anak atau lebih yang sudah menikah masih tinggal bersama orang tua mereka. Keluarga pokok adalah keluarga luas dengan hanya satu anak yang sudah menikah tetap tinggal di rumah orang tuanya. Fungsi Keluarga Menurut Berns (1997), untuk memahami pentingnya keluarga kita harus kembali kepada fungsi dasarnya. Secara umum, keluarga melakukan berbagai

35 8 fungsi yang memungkinkan masyarakat bertahan walaupun fungsi-fungsi tersebut sangat beragam. Kesuksesan keluarga dapat dipandang sangat berfungsi dan tidak sukses atau disfungsi. Fungsi keluarga ada lima yakni : 1) Fungsi reproduksi. Keluarga menjamin bahwa populasi masyarakat akan stabil, sehingga sejumlah anak akan terlahir dan dirawat untuk menggantikan mereka yang telah meninggal; 2) Fungsi sosialisasi atau pendidikan. Keluarga menjamin bahwa nilai-nilai masyarakat, kepercayaan, sikap, pengetahuan, keahlian dan teknologi akan ditransfer kepada yang lebih muda; 3) Peran sosial. Keluarga memberikan identitas bagi keturunannya (ras, etnis, agama, sosial ekonomi dan peran gender). Sebuah identitas mencakup perilaku dan dan kewajiban; 4) Dukungan ekonomi. Keluarga memberikan tempat berlindung, memelihara dan melindungi. Pada beberapa keluarga, semua anggota keluarga kecuali anak yang masih kecil memberikan kontribusi terhadap fungsi ekonomi melalui produksi barang. Pada keluarga lainnya, salah satu atau kedua orang tua membayar barang yang dibeli oleh semua anggota keluarga sebagai konsumen; 5) Dukungan emosional. Keluarga memberikan pengalaman pertama pada anak dalam melakukan interaksi sosial. Interaksi ini dapat mengakrabkan, mengasuh dan sekaligus memberikan jaminan emosional bagi anak, dan perawatan keluarga bagi anggoanya ketika mereka sakit, luka dan tua. Bannet dalam Megawangi (2005) mengatakan bahwa : the biological, psychological and educational well being of our children depend on the well being of the family is the original and most effctive department of health, education and wellfare. And if it fails to teach honesty, couragr, desire for excellence, and a host of basic skills, it is exceedingly difficult for any other agency to make up its failures. Dari kutipan diatas, terlihat bahwa William Bannet mengungkapkan keluargalah tempat paling efektif dimana seorang anak menerima kebutuhan kesehatan, pendidikan dan dan kesejahteraan bagi hidupnya, dan bahwa kondisi biologis, psikologis, pendidikan dan kesejahteraan seorang anak amat tergantung pada keluarganya. Teori Struktural Fungsional Teori Struktural Fungsional adalah sesuatu yang urgen dan sangat bermanfaat dalam suatu kajian tentang analisa masalah sosial masyarakat.

36 9 Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat juga mempunyai prinsipprinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan teori struktural fungsional dapat digunakan untuk menganalisis peran anggota keluarga agar keluarga dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Newman dan Grauherholz 2002). Menurut teori struktural fungsional, keluarga juga dapat dilihat sebagai salah satu dari berbagai subsistem dalam masyarakat (Megawangi 2005). Keluarga dalam subsistem masyarakat tidak terlepas dari interaksi dengan subsistem masyarakat lainnya seperti sistem ekonomi, politik, pendidikan dan agama. Dalam interaksi tersebut keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat (equilibrium state). Selanjutnya Megawangi (2005) mengatakan keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib (social order). Keluarga juga bersifat adaptif yang selalu menyesuaikan dirinya dalam menghadapi perubahan lingkungan. Sesuai dengan Parson yang menyatakan bahwa keluarga selalu beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan. Kondisi tersebut dikatakan keseimbangan dinamis atau dynamic equilibrium (Megawangi 2005). Teori struktural fungsional juga memandang keluarga sebagai sebuah sistem terkait anggota dalam keluarga. Dalam hal ini, keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 2005). Dalam pandangan teori struktural fungsional, dapat dilihat dua aspek yang saling berkaitan yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Megawangi (2005) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat suatu keseimbangan dalam masyarakat yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban sosial tercipta jika keluarga memiliki struktur atau strata sehingga anggota keluarga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga. Struktur dalam keluarga dapat menjadikan institusi dalam keluarga sebagai sistem kesatuan. Ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga yang saling terkait yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial yang ketiganya saling kait mengait.

37 10 Struktur pada keluarga nuklir berdasarkan status sosial terdiri dari tiga struktur utama yaitu bapak/suami, ibu/istri, dan anak-anak. Struktur dapat juga berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak balita, remaja, dan sebagainya. Sedangkan peran sosial merupakan gambaran peran dari status sosial yang dimiliki. Misalnya, orangtua memiliki peran instrumental yang dipegang oleh bapak/suami sebagai pencari nafkah dan peran ekspresif yang melekat pada ibu/istri dengan memberikan cinta dan kelembutan terhadap keluarga. Norma sosial merupakan peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya, misalnya dalam hal pembagian tugas dalam keluarga (Megawangi 2005). Keseimbangan sistem sosial dapat tercipta jika struktur keluarga sebagai sisitem dapat berfungsi. Adapaun fungsi sebuah sistem mengacu pada sebuah sistem untuk memelihara dirinya sendiri dan memberikan kontribusi pada berfungsinya subsistem dari sistem tersebut (Megawangi 2005). Seseorang dalam sistem keluarga yang memiliki status sosial tertentu memiliki peran yang harus dijalankan dari status sosial tersebut. Levy dalam Megawangi (2005) mengungkapkan bahwa tanpa pembagian tugas yang jelas dari status sosial, maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengatuhi sistem yang lebih besar. Karakteristik Budaya Matrilineal Struktur Keluarga Matrilineal Matrilinel adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Kata ini seringkali disamakan dengan matriarkhat atau matriarkhi, meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Matrilineal berasal dari dua kata, yaitu mater (bahasa Latin) yang berarti "ibu", dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis". Jadi, "matrilineal" berarti mengikuti "garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu". Sementara itu matriarkhat berasal dari dua kata yang lain, yaitu mater yang berarti "ibu" dan archein (bahasa Yunani) yang berarti "memerintah". Jadi, "matriarkhi" berarti "kekuasaan berada di tangan ibu atau pihak perempuan". Menurut Thaib (2006) bahwa sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Garis keturunan yang diperhitungkan

38 11 menurut garis ibu merupakan ciri-ciri dari sistem matrilineal yang menjadi adat bagi orang Minangkabau, sehingga seorang anak adalah anggota/sasuku dengan ibu dan semua kerabat ibunya yang membentuk kelompok-kelompok keturunan yang disebut badunsanak (berfamili). Menurut Thaib (2006) berdasarkan tradisi dan sistem kekerabatan matrilineal, masyarakat Minangkabau mengenal dua bentuk keluarga yaitu: 1. Keluarga kaum (extended family), keluarga besar yang terdiri dari sejumlah anggota yang terikat dalam suatu sistem keibuan. Setiap anggota kaum, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang sudah bersuami ataupun belum, akan selalu menjaga kaumnya dari segala hal. Mereka yang berada dalam satu kaum tidak boleh kawin. Hubungan antara mereka selain diikat oleh suatu sistem, juga ikatan emosionalnya sangat kuat. Kedua ikatan ini sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Jika terjadi penyimpangan, kepala kaum atau penghulu mereka akan menegur dan bila perlu memberikan hukuman. Sehingga apa yang terjadi di dalam kaum selalu dikontrol oleh sesama anggotanya. Komunalitas yang kuat seperti ini sangat memungkinkan terpeliharanya anggota kaum terhadap berbagai penyimpangan, baik penyimpangan dalam hukum adat maupun agama Islam yang dianutnya. 2. Keluarga batih (nuclear family), sebuah kesatuan keluarga terkecil yang terdiri dari suami, isteri dan anak. Sebagaimana layaknya sebuah keluarga, keluarga batih ini pada hakekatnya adalah sarana tempat bertemu dan berinteraksinya antara dua buah kaum/suku atau dua buah keluarga besar, kaum pihak suami dan kaum pihak istri. Suami adalah duta dari kaumnya, begitupun istri duta dari kaumnya pula. Dengan demikian ketergantungan seorang istri kepada suami tidaklah mutlak, hal ini menyebabkan kedudukan mereka setara. Yang satu tidak berada di atas atau di bawah yang lain. Suku Minangkabau biasanya terdiri dari beberapa paruik dan dikepalai oleh kapalo paruik atau tungganai. Paruik dapat dibagi lagi ke dalam jurai dan jurai terbagi pula ke dalam samande (artinya satu ibu). Cara pembagian suku di Minangkabau seperti demikian bisa berbeda dari satu daerah ke daerah yang lain. Jurai adalah pertalian kelompok di bawah atau di atas tingkatan paruik. Samande, sebaliknya sukar dipandang sebagai unit yang berdiri sendiri oleh karena dua atau

39 12 tiga samande bisa sama mendiami rumah yang satu (rumah gadang) dan sama memiliki harta benda tidak bergerak lainnya (Zainuddin 2010a). Menurut Boestami et al. (1992), anggota dari paruik yang sama biasanya memiliki harta bersama (harato pusako), seperti tanah bersama, termasuk sawahladang, rumah gadang dan pandam pekuburan bersama. Oleh karena paruik berkembang, ia mungkin memecah diri menjadi dua paruik atau lebih, sekalipun masih dalam suku yang satu, dan dengan berkembangnya suku ia mungkin pula terbagi ke dalam dua atau lebih suku baru yang bertalian. Gambar struktur keluarga Minangkabau terlihat pada Gambar 1 berikut. Diagram A Diagram B Kalarasan Suku Kalarasan Suku Paruik Paruik Jurai Jurai Samande Samande Keterangan : Kalarasan : Moety : Etnisitas mitologis Suku : Matriclan : Teritorialitas, organisasi politik, eksogami Paruik : Major lineage : Penguasaan harta kaum yang tak dapat dilimpahkan Samande : Minor lineage : Otoritas domestik tanpa melibatkan harta kaum Jurai : Lineage : Istilah umum yang tidak begitu tegas yang kadang-kadang ditujukan untuk menjelaskan konsanguinealitas, bukan hak. Gambar 1 Struktur Keluarga Minangkabau (Sumber : DR. Mochtar Naim, Merantau, Pola Migrasi Suku Bangsa Minangkabau, Gajah Mada University Press, 1979 dalam Boestami et al. 1992) Etnis Minangkabau adalah masyarakat yang demokratis egaliter, yang tidak mengakui adanya perbedaan derajat suku ataupun individu. Seseorang dianggap tinggi derajatnya hanya karena fungsi atau status yang melekat pada dirinya, seperti mamak, kakak, ayah, ibu, bupati, dan sebagainya. Apabila jabatan itu hilang, hilang pula ketinggian derajat tadi, dan tingginya derajat itu sangat

40 13 terbatas pula dalam kata-kata adat dijelaskan: ditinggikan seranting, didahulukan selangkah (Zainuddin, 2010b). Perkawinan Matrilineal Perkawinan merupakan saat peralihan dari tingkat remaja ke tingkat dewasa. Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga. Perkawinan menurut pengertian di Minangkabau adalah pembentukan suatu keluarga yang dilakukan dengan suatu ikatan pribadi antara seorang pria dan wanita dengan restu dan persetujuan dari semua sanak famili (Sukmasari 2010). Perkawinan dalam sistem matrilineal tidaklah menciptakan keluarga inti (nuclear family) yang baru, sebab suami atau isteri masing-masingnya tetap menjadi anggota dari garis keturunan mereka masing-masing. Menurut Zainuddin (2010a), bahwa keluarga di Minangkabau merupakan keluarga besar melalui garis keturunan dari ibu 6 sampai 8 keturunan yang terdiri dari paruik, jurai dengan membentuk suku. Pengertian tentang keluarga inti yang terdiri dari ibu, ayah dan anak-anak sebagai suatu unit tersendiri tidak terdapat dalam struktur sosial Minangkabau oleh karena dia selalu ternaung oleh sistem garis keturunan ibu yang lebih kuat (Zainuddin 2010b). Sebagai akibatnya, anak-anak dihitung sebagai anggota garis keturunan ibu dan selalu lebih banyak melekatkan diri kepada sang ibu serta anggota-anggota lainnya dalam garis keturunan itu. Dalam adat Minangkabau tidak dibenarkan orang yang sekaum/sesuku kawin mengawini meskipun mereka sudah berkembang menjadi ratusan orang. Walaupun agama Islam sudah merupakan anutan bagi masyarakat Minangkabau, namun kawin sesama anggota kaum masih dilarang oleh adat, hal ini mengingat keselamatan hubungan sosial dan kerusakan turunan. Menurut Rosa (2011) bahwa perkawinan di Minangkabau dilakukan keluar dari garis suku (eksogami). Perkawinan sesuku adalah perkawinan yang terlarang dan dapat diberi sanksi secara adat (dibuang dari nagari). Perkawinan ideal adalah perkawinan dengan anak mamak (anak saudara laki-laki ibu) dan pulang kebako (anak saudara perempuan ayah). Ungkapan adat Minangkabau menyatakan bahwa Kuah tatuang ka piriang, nasi ka dimakan juo artinya : kuah tertuang ke dalam piring, dan nasinya akan dimakan juga. Oleh karena itu, akan terjadi perbedaan suku

41 14 antara ibu dengan ayah dalam sebuah perkawinan. Jadi anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan akan mewarisi suku ibunya. Menurut adat Minangkabau, dalam urusan perkawinan wajibnya keterlibatan seorang Mamak agar perkawinan dapat terlaksana. Mamak menurut adat di Minangkabau adalah saudara laki-laki ibu (Penghulu 1991). Berarti secara sosiologis maka semua laki-laki dari generasi yang lebih tua adalah mamak. Fungsi mamak dalam perkawinan adalah menangani segala urusan seperinduan maupun dalam urusan mamak kemenakan dengan tujuan supaya adanya keturunan di dalam lingkungan kaumnya, yang terutama mengatur pengurusan harta pusaka kaum dan dalam hal perkawinan (Penghulu 1991). Sumberdaya Materi dan Harta Pusaka Budaya matrilineal pada dasarnya bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang. Bahkan dengan adanya hukum faraidh dalam pembagian harta menurut Islam, harta pusaka kaum tetap dilindungi dengan istilah pusako tinggi, sedangkan harta yang boleh dibagi dimasukkan sebagai pusako randah (Amir 2011). Jadi dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan. Oleh sebab itu dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak. Menurut Penghulu (1991) bahwa ada lima macam keutamaan perempuan sebagai Bundo Kanduang (ibu) di Minangkabau yaitu: 1. Keturunan ditarik dari garis ibu, dengan asumsi seorang ibu menurut adat Minangkabau akan lebih banyak menentukan watak manuasia yang dilahirkan. 2. Rumah menurut adat adalah diutamakan untuk wanita bukan untuk laki-laki. 3. Sumber ekonomi diutamakan untuk wanita. 4. Yang menyimpan hasil ekonomi adalah wanita. 5. Wanita mempunyai hak suara yang sama dengan laki-laki dalam musyawarah. Walaupun perempuan di Minangkabau mempunyai kedudukan yang istimewa, untuk menjadi Penghulu/Ninik Mamak dalam adat Minangkabau wanita

42 15 tidaklah dibenarkan, jadi dari segi adat sudah ada aturan adat yang mengatur tentang perempuan dan laki-laki (Zainuddin 2010a). Selain penguasaan terhadap aset ekonomi keluarga, perempuan juga diberi penguasaan terhadap harta pusaka. Menurut Amir (2011) bahwa harta pusaka terbagi dua macam yaitu : 1) Harta pusaka tinggi, yang merupakan warisan harta yang diterima suatu kaum secara kumulatip dari beberapa generasi sebelumnya; 2) Harta pusaka rendah, yang merupakan warisan harta yang diterima seseorang anak dari ibunya sendiri, yaitu warisan satu generasi diatasnya. Warisan terhadap harta pusaka berlaku hukum adat, sedangkan terhadap harta pencaharian berlaku hukum Faraidh atau hukum islam. Pengasuhan dan Pendidikan Pengasuhan dan pendidikan dalam keluarga budaya matrilineal pada umumnya dilakukan oleh kaum perempuan (ibu/istri). Menurut Zainuddin (2010a) bahwa kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang. Bundo Kanduang adalah panggilan terhadap golongan wanita menurut adat Minangkabau, artinya Bundo adalah ibu, Kanduang adalah sejati. Bundo Kanduang adalah ibu sejati yang memiliki sifatsifat keibuan dan kepemimpinan. Bundo Kanduang sebagai golongan wanita adalah pengantara keturunan yang harus memelihara diri dapat memberikan pengasuhan dan pendidikan yang baik terhadap anak dan anggota keluarga dalam rumah tangga. Menurut Penghulu (1991), bahwa fungsi perempuan sebagai Bundo Kanduang (ibu) di Minangkabau ada lima yaitu sebagai: 1. Limpapeh rumah gadang, yaitu memberikan bimbingan dan pendidikan serta pengemblengan terhadap anak yang dilahirkan dan kepada semua anggota keluarga di dalam rumah tangga. 2. Umbun puruak pegangan kunci, yaitu: menghadapi suami lahir dan bathin, sebagai teman hidup di dunia dan akhirat kelak. 3. Pusek jalo kumpulan tali, yaitu: pengatur rumah tangga yang meliputi pengaturan lahiriah dan batiniah, ruangan-ruangan dalam kamar tidur, hiasan di dalam dan luar rumah, dan lain-lain. Selaku pengatur rumah tangga haruslah mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup misalnya home decoration, home

43 16 economic, etiket, pengaturan kesehatan/kebersihan dan keindahan, disamping itu harus senang membaca dan bercita-cita tinggi. 4. Sumarak dalam nagari, yaitu: jujur, hemat cermat, dapat menjalin komunikasi yang baik antara satu dengan lainnya, suka membaca dan lain-lain. 5. Nan gadang basa batuah, yaitu: dapat merebut hati suami dengan menunjukkan masakan/makanan dan kecakapan-kecakapan yang dimiliki. Selain Bundo Kandung, yang sangat berperan terhadap pengasuhan atau bimbingan seorang anak adalah mamaknya, terutama bagi anak laki-laki. Inilah mungkin yang membedakan adat Minangkabau dengan adat lainnya, dimana mamak lebih berperan dari pada ayah dalam memberikan pengasuhan dan pendidikan kepada anak. Menurut Penghulu (1991), mamak bertanggungjawab terhadap bimbingan kepada anak dan kemenakan dalam bidang penghulu, merantau, bela diri, belajar mentra, obat tradisional, bertukang dan sastra. Komunikasi/hubungan antar Keluarga Besar Pola-pola komunikasi/hubungan dalam keluarga di Minangkabau sangat ditentukan oleh struktur, fungsi, tipe, dan pola tempat tinggal yang dianut dalam satu keluarga. Bentuk hubungan yang dibahas dalam penelitian adalah hubungan antara istri dengan keluarga besar suami. Menurut Witrianto (2010), bahwa hubungan istri dengan keluarga suami di Minangkabau lebih banyak bersifat seremonial dan formalitas belaka, yaitu ketika ada ritual-ritual adat dan keagamaan yang diselenggarakan di rumah keluarga asal suaminya. Dalam acara-acara tersebut, seorang istri harus bersikap sebaik mungkin agar dapat menarik simpati keluarga suami, sehingga keluarga suami pun memperlakukan dia dan keluarganya dengan baik pula. Pola hubungan istri dengan keluarga besar suami menurut Witrianto (2010) terbagi atas : 1. Hubungan istri dengan orang tua suami. Dalam pola ideal di Minangkabau, pada waktu-waktu tertentu, istri tinggal bermalam untuk beberapa waktu di rumah mertuanya, ikut melayani dan merawat orangtua tersebut. Pada hari baik dan bulan baik atau hari-hari besar keagamaan (Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, dan menyambut bulan puasa), menantu perempuan datang ke rumah mertuanya dengan membawa kue-kue

44 17 dan makanan lain yang disebut ma-anta-an lamang (menghantarkan lemang). Sewaktu masih menjadi pengantin baru, sang istri dengan beberapa saudarasaudara atau kaum keluarganya yang perempuan datang membawa makanan dan kue-kue dan makanan dalam jumlah yang besar ke rumah mertua yang dinamakan manjalang mintuo (menemui mertua). 2. Hubungan istri dengan saudara orang tua suami. Seorang istri wajib hormat dan menghargai kaum keluarga suaminya termasuk saudara orangtua suaminya. Hubungan itu sama dengan hubungan seorang anak kepada orangtuanya, yaitu harus hormat dan sopan terhadap orangtua, dan meminta nasehat-nasehatnya untuk menghadapi hidup berumahtangga. Penghormatan yang diberikan dan tingkah laku yang baik dari seorang istri terhadap saudara orangtua suami, akan menyebabkan ia terpuji di mata keluarga suaminya sebagai menantu yang baik tingkah lakunya. Istri harus cepat kaki ringan tangan untuk segera pergi ke rumah keluarga suaminya untuk membantu kalau ada pekerjaan yang harus dikerjakannya, terutama pada waktu ada kenduri, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa hubungan ini lebih bersifat hubungan penghormatan. 3. Hubungan istri dengan saudara-saudara suami. Hubungan ini juga disebut hubungan beripar, tetapi hanya terbatas dalam bentuk penghormatan saja. Seorang istri wajib menghargai dan menghormati saudara-saudara suaminya, supaya hubungan mereka baik terlihat di mata mertuanya. Istri yang baik menurut adat Minangkabau adalah istri yang tidak terlalu mengatur suaminya, dan merelakan sebagian pendapatan suaminya untuk dinikmati pula oleh ibu dan kemenakan-kemenakan suaminya (anakanak dari saudaranya yang perempuan). Jika hal ini bisa terlaksana, ia merupakan menantu yang baik di mata keluarga suaminya, terutama saudarasaudara suaminya. Akan tetapi, justru hal inilah yang sering menimbulkan krisis antara seorang istri dengan keluarga suaminya, karena kebanyakan istri tidak rela pencaharian suaminya jatuh kepada keluarga suami. 4. Hubungan istri dengan anak saudara suami. Hubungan ini sifatnya adalah hubungan saling hormat-menghormati saja dan tidak begitu penting. Bahkan banyak para istri sekarang ini yang tidak

45 18 mengenal anak-anak saudara suaminya, karena tempat tinggal yang sudah saling berjauhan dan tidak saling kenal. Pola hubungan ini hanya berupa hubungan hormat-menghormati dan saling menghargai. Di lain pihak, anak saudara perempuan suami harus menghormati istri mamaknya yang menurut adat dipanggil dengan sebutan mintuwo. Panggilan ini menunjukkan bahwa menurut pola ideal, perkawinan yang diutamakan di Minangkabau adalah antara seorang laki-laki dengan anak mamaknya, sehingga istri mamak pun dipanggil mintuwo walaupun perkawinan dengan anak mamak tersebut tidak atau belum terjadi. Hubungan istri dengan anak saudara laki-laki suami tidak sedekat dengan anak saudara perempuan suami. Hal ini disebabkan karena anak saudara laki-laki suami tidak tinggal bersama orangtua suaminya, sehingga frekuensi pertemuan antara mereka relatif jarang terjadi. Biasanya mereka hanya bertemu jika ada acara di rumah orangtua suami yang juga merupakan bako bagi anak-anak dari saudara laki-laki suami, atau pada Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, atau menyambut datangnya Bulan Puasa pada saat mengantarkan lemang ke rumah orangtua suami Komunikasi/hubungan dalam keluarga besar di Minangkabau sangat perlu dijaga agar terjadinya kehidupan yang tentram dan damai dalam berkeluarga. Secara rinci budaya sistem matrilineal yang dikaitkan dengan kehidupan keluarga dapat dilihat pada Tabel 1. Aspek Pengertian budaya matrilineal Struktur keluarga budaya matrilineal Perkawinan budaya matrilineal Tabel 1. Budaya Sistem Matrilineal dalam Kehidupan Keluarga Keterangan Matrilineal berasal dari dua kata, yaitu mater (bahasa Latin) yang berarti "ibu", dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis". Jadi, matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu. - Keluarga di Minangkabau merupakan keluarga besar (extended family) melalui garis keturunan ibu yang terdiri dari paruik, jurai dengan membentuk suku. - Perkawinan dalam sistem matrilineal tidaklah menciptakan keluarga inti (nuclear family) yang baru, sebab suami atau isteri masing-masingnya tetap menjadi anggota dari garis keturunan mereka masing-masing. - Perkawinan dalam matrilineal haruslah dengan lain suku (exogami matrilineal)

46 19 Lanjutan Tabel 1 Aspek Pengertian bundo kanduang Pengertian sumando Pengertian pasumandan Pengertian mamak Pengertian kemenakan Peran mamak terhadap kemenakan di Minangkabau Harta pusaka di Minangkabau Peran laki-laki (ayah/suami) di Minangkabau Keterangan - Perkawinan dalam matrilineal bersifat matrilokal (suami mengunjungi rumah istriya) - Perkawinan ideal adalah perkawinan dengan anak mamak (anak saudara laki-laki ibu) - Perkawinan ideal juga dengan anak dari saudara perempuan ayah (pulang kebako) Panggilan terhadap golongan wanita menurut adat Minangkabau, artinya Bundo adalah ibu, Kanduang adalah sejati. Jadi Bundo Kanduang adalah ibu sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan Hubungan seorang laki-laki dengan suami saudara perempuannya Hubungan urang sumando dengan keluarga istrinya yang laki-laki Saudara laki-laki ibu (paman) Kemenakan adalah peran yang melekat pada anak saudara perempuan (anak ibu) dari seorang laki-laki (mamak) - Berkewajiban untuk mendidik kemenakannya sampai berhasil, dan untuk itu kemenakan dikehendaki dapat mematuhi segala nasihat dan arahan yang dilakukan oleh mamaknya. - Bertanggungjawab mengatur pengurusan harta pusaka Bertanggungjawab dalam hal perkawinan - Bertanggungjawab mencarikan jodoh untuk kemenakannya. - Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan keturunan ibu (bagi perempuan) - Harta pusaka rendah merupakan harta pencaharian yang diwariskan berdasarkan hukum islam. - Perempuan di minangkabau bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan - Rumah menurut adat minangkabau diutamakan untuk perempuan - Sumber ekonomi diutamakan untuk perempuan seperti sawah ladang - Bundo kanduang berkewajiban menjaga harta pusaka agar tidak berpindah kepada orang lain - Bundo kanduang berkewajiban melarang kaum laki-laki menggadaikan harta pusaka, apalagi menjualnya. - Sebagai mencari nafkah dengan cara pergi ke pasar menjadi pedagang, atau bekerja sebagai tukang kayu, tukang bajak di sawah, penjahit, pemilik kedai, pegawai kantor, dan sebagainya. - Melakukan kegiatan sosial sesuai perannya seperti mamak dan penghulu. - Jika suami bekerja di sawah ladang milik garis keturunannya atau milik garis keturunan isterinya hanyalah sambil lalu, jika tidak ada yang lain yang akan dikerjakannya.

47 20 Lanjutan Tabel 1 Aspek Keterangan - Jika suami hendak mengolah tanah dari garis keturunan ibunya, dia hanya mendapatkan sebagian hasilnya, sedangkan bagian yang lain diperuntukkan kepada anggota garis keturunan wanita yang sebenarnya menjadi pemilik dari tanah tersebut. Peran perempuan 1. Limpapeh rumah gadang, yaitu memberikan bimbingan dan /Bundo Kanduang di pendidikan serta pengemblengan terhadap anak yang Minangkabau dilahirkan dan kepada semua anggota keluarga di dalam rumah (Penghulu, 2010) tangga, seperti mendampingi anak belajar 2. Umbun puruak pegangan kunci, yaitu: menghadapi suami lahir dan bathin, sebagai teman hidup di dunia dan akhirat kelak. 3. Pusek jalo kumpulan tali, yaitu: pengatur rumah tangga yang meliputi pengaturan lahiriah dan batiniah (aktivitas domestik), seperti: membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyetrika, menata ruangan-ruangan/kamar tidur, hiasan di dalam dan luar rumah, belanja kebutuhan sehari-hari, mengasuh anak dll. Selaku pengatur rumah tangga haruslah mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup misalnya home decoration, home economic, etiket, pengaturan kesehatan/kebersihan dan keindahan, disamping itu juga harus bercita-cita tinggi. 4. Sumarak dalam nagari, yaitu: mempunyai sifat terpuji seperti dapat menjalin komunikasi yang baik antara satu dengan lainnya, suka membaca, hemat atau menyimpan dan mengelola hasil ekonomi/keuangan keluarga dengan baik dan lain-lain. 5. Nan gadang basa batuah, yaitu: dapat merebut hati suami dengan cara menyediakan makanan/memasak dan kecakapan/keterampilan lainnya yang dimiliki seperti menjahit, menyulam, menenun, merenda dll. Sumber : Amir (2011), Penghulu (1991), Zainuddin (2010a), dan Zainuddin (2010b) Peran Gender dalam Keluarga Pengertian Peran Gender Pengertian Gender secara umum adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Konsep gender menurut Fakih (2001) adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Menurut Puspitawati (2012), gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Gender juga dapat diartikan sebagai konstruksi sosial dan kultur yang dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan yang

48 21 bukan kodrat (Zainuddin 2010b). Dengan demikian konsep gender yakni sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dalam kultur, dimana sifat tersebut dapat ditukar dan berubah dari waktu ke waktu dan tempat satu ke tempat lainnya, kecuali kodratnya yakni kodrat perempuan yang empat. Dalam konseptualisasi masyarakat patriakhat (pandangan tradisional) memandang perempuan sebagai lebih inferior dari pada laki-laki dalam segala hal, yang menyebabkan ketidakadilan. Fakih (2001) menyatakan bahwa dari studi yang dilakukan para analisis gender, ternyata banyak ditemukan berbagai manisfetasi ketidakadilan seperti: Pertama, terjadi marginalisasi (pemiskinan ekonomi) tehadap kaum perempuan. Kedua, terjadinya subordinasi pada salah satu jenis kelamin, umumnya pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat maupun negara banyak kebijakan dibuat tanpa mengaggap penting kaum perempuan. Ketiga, adalah pelabelan negatif (stereotype) terhadap jenis kelamin tertentu dan akibatnya terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Keempat, kekerasan (viloence) terhadap jenis kelamin tertentu umumnya perempuan karena perbedaan gender. Kelima, karena peran gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (burden). Dengan kata lain peran gender perempuan mengelola, menjaga dan memelihara rumah tangga. Ini semua mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa mereka harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik. Megawangi (2005) mengungkapkan bahwa peran gender merupakan peran yang diciptakan oleh masyarakat bagi laki-laki dan perempuan. Laki-laki diharapkan menjalankan peran instrumental atau sebagai pencari nafkah sedangkan perempuan menjalankan peran yang bersifat ekspresif atau berorientasi pada manusia. Berkembangnya teknologi mengakibatkan peran perempuan tidak hanya berada dalam sektor domestik saja melainkan juga mampu bekerja di sektor-sektor yang didominasi oleh kaum laki-laki. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan ini bukan didasarkan pada perbedaan biologis melainkan disebabkan oleh faktor sosial budaya. Mugniesyah (2007), menyatakan bahwa peran gender adalah peranan yang dilakukan

49 22 perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakat. Peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitasaktivitas, tugas-tugas dan tanggungjawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Menurut Mosser (1993) dalam Mugniesyah (2007), mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender (triple role) yaitu: 1) Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumah tangga/subsistem dengan suatu nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial. Contohnya, kegiatan bekerja baik di sektor formal maupun informal. 2) Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Misalnya, melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju, dan lainnya. 3) Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan ke dalam dua kategori sebagai berikut: a. Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tanpa upah. b. Pengelolaan masyarakat politik (kegiatan politik), yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung atau tidak langsung), dan meningkatkan kekuasaan atau status. Terkait dengan pembagian peran, Zainuddin (2010b) menyatakan bahwa pada etnis Minangkabau menurut adat yang berlaku adanya pembagian aktifitas sosial maupun kultur yang telah ada ketentuan dan batasannya antara laki-laki dan perempuan sehingga tatanan kehidupan masyarakat berlangsung secara harmonis. Pembagian peran gender ini didasarkan pada alur dan patut, sehingga sesuatu pekerjaan yang dikerjakan wanita seharusnya diukur dengan mungkin dan patut

50 23 untuknya. Hal yang demikian adalah penghayatan ajaran Adat yang dalam mendudukan wanita pada proporsinya yang wajar dalam segala bidang. Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan proses yang mendasari semua fungsi manajemen sumberdaya keluarga (Deacon dan Firebough 1988). Dalam kehidupan keluarga sehari-hari pengambilan keputusan sering dilakukan, seperti mengambil keputusan dalam menentukan menu makanan, menentukan pergi liburan, menentukan membeli baju dan lain-lain. Menurut Guhardja et al. (1992) terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga dilihat dari keterlibatan anggota dalam keluarga yaitu : 1. Pengambilan keputusan konsensus, yakni pengambilan keputusan secara bersama-sama antar anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya. 2. Pengambilan keputusan akomodatif, yakni pengambilan keputusan yang dicirikan oleh adanya orang yang dominan, sehingga keputusan yang diambil adalah dengan menerima pendapat orang yang dominan tersebut. 3. Pengambilan keputusan de facto, yakni keputusan yang diambil karena terpaksa. Di dalam keluarga, terdapat dua macam pola pengambilan keputusan yang menyangkut kewenangan suami istri dalam mengambil keputusan (Guhardja et al. 1992), yaitu : 1. Pola tradisional, yakni pengambilan keputusan keluarga yang memberikan wewenang kepada suami untuk mengambil keputusan, sedangkan istri hanya sebagai pendukung dari keputusan. 2. Pola modern, yakni pengambilan keputusan dalam keluarga secara bersamasama, dan ada semacam persamaan hak istri dalam mengambil keputusan, tanpa menghilangkan peran masing-masing. Sumarwan (2003) merangkum beberapa studi yang mengidentifikasi model pengambilan keputusan produk oleh keluarga sebagai berikut :

51 24 1. Istri dominan dalam pengambilan keputusan. Istri memiliki kewenangan untuk memutuskan produk dan merek apa yang dibeli untuk dirinya dan untuk keluarganya. 2. Suami dominan dalam pengambilan keputusan. Suami memiliki kewenangan untuk memutuskan produk dan merek apa yang dibeli untuk dirinya atau anggota keluarganya. 3. Keputusan autonomi, yakni keputusan yang bisa dilakukan oleh istri atau suami tanpa tergantung dari salah satunya. Artinya istri bisa memutuskan pembelian produk tanpa bertanya kepada suami, begitu pula sebaliknya. 4. Keputusan bersama, artinya keputusan untuk membeli produk atau jasa dilakukan bersama antara suami dan istri. Pengambilan keputusan dalam keluarga diberikan kepada seluruh anggota keluarga. Pembagiannya sesuai dengan tugas dari beberapa tingkatan diantara anggota keluarga. Keputusan dapat juga dilakukan secara kerjasama antara anggota keluarga. Menurut Beatric (1977) yang diacu dalam Guhardja et al. (1992) orang yang berhak dalam melakukan pengambilan keputusan dalam keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : usia, kekuasaan, jenis kelamin, kompetensi dan keakraban. Hasil penelitian Puspitawati (2008) mengungkapkan bahwa secara garis besar hampir separuh keluarga petani dalam pengambilan keputusan dilakukan oleh suami atau istri saja. Pengambilan keputusan yang paling sering dilakukan istri seorang diri adalah dalam aspek keuangan, pangan dan keperluan keluarga lainnya, sedangkan pengambilan keputusan dalam aspek pendidikan dan kesehatan lebih sering dilakukan atas pertimbangan bersama dan senilai antara suami dan istri. Suami seorang diri lebih berperan dalam aktivitas mencari pekerjaan. Peran Gender dalam Pembagian Kerja Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan BKKBN (2005), mendefinisikan pembagian kerja atau pembagian peran berdasarkan gender adalah sebagai kerja atau peran yang diwajibkan oleh masyarakat kepada perempuan dan laki-laki baik di dalam rumah maupun di dalam komunitas. Peran perempuan di

52 25 dalam rumah seperti mencuci, mengurus anak dan suami, memasak, dan lainnya. Sedangkan peran laki-laki seperti melindungi dan mencari nafkah untuk semua anggota keluarga. Pembagian peran yang baik dan seimbang tidak akan membuat suatu masalah antara laki-laki dan perempuan, namun juga akan menguntungkan kedua belah pihak. Menurut Deacon dan Firebaugh (1988), terdapat empat kelompok keluarga berdasarkan pandangan terhadap tugas suami istri dalam pekerjaan rumah tangga. Keempat kelompok keluarga tersebut adalah : 1. Tradisional (traditional), yaitu suami bertanggung jawab mencari nafkah dan istri bertanggung jawab dalam pekerjaan rumah tangga. 2. Aditif (additive), yaitu suami dan istri masih memegang prinsip tradisional, tetapi tidak menutup kemungkinan suami dan istri membantu pekerjaan yang menjadi tanggung jawab pasangannya. 3. Transisional (transitional), yaitu pembagian pekerjaan antara suami dan istri lebih bergantung kepada ketarampilan (skills), kemampuan, dan interest daripada perbedaan gender. Tipe ini memungkinkan suami istri berganti tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang diperoleh. 4. Reversed traditional, yaitu merupakan kebalikan dari tipe tradisonal. Suami berperan atau bertanggung jawab dalam pekerjaan rumah tangga, sementara istri bekerja di luar untuk mencari nafkah. Hasil penelitian Saleha (2008) menunjukkan bahwa pada masyarakat nelayan secara implisit berlaku pola pembagian kerja di sektor domestik adalah tanggung jawab istri, meskipun ditemukan juga pada beberapa kasus suami bersedia berbagi pekerjaan dengan istri dalam melakukan tugas rumah tangga. Sedangkan pola pembagian kerja pada aspek sosial kemasyarakatan lebih banyak dihadiri oleh istri. Manajemen Keuangan Keluarga Semakin majunya teknologi di bidang produksi dan penyebaran informasi telah memberi konsekuensi dengan meningkatnya keinginan manusia, sedangkan sumber daya terbatas. Pengalokasian sumber daya perlu dilakukan secara optimal mengingat sumber daya yang terbatas. Senada dengan pendapat Guhardja et al.

53 26 (1992) yang menyatakan bahwa sumber daya yang dimiliki keluarga umumnya terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Salah satu sumber daya yang terbatas tersebut yaitu uang. Guhardja et al. (1992) menjelaskan bahwa uang merupakan salah satu jenis sumberdaya materi sekaligus merupakan alat pengukur sumberdaya. Jadi besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga menunjukkan berapa banyak sumberdaya uang yang dimilikinya. Uang memiliki empat fungsi, antara lain sebagai dasar perbandingan, sebagai mekanisme bagi pertukaran dan perekonomian secara umum, sebagai hak untuk kebutuhan sumberdaya masa depan, dan sebagai media dalam pertukaran dan perpindahan dengan pemerintah, instansi, kelompok personal, dan individu (Deacon dan Firebaugh 1988). Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga akan relatif terbatas, tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpartisipasi dalam pencarian pendapatan. Adanya kepemilikkan uang menyebabkan seseorang atau keluarga dapat memenuhi keinginannya. Agar pemanfaatan sumberdaya uang yang terbatas tersebut dapat mencapai optimum, diperlukan usaha manajemen keuangan yang baik dan efektif (Guhardja et al. 1992). Manajemen keuangan keluarga bertujuan untuk menggunakan sumber daya pribadi dan keuangan agar menghasilkan tingkat kepuasan hidup sehari-hari dan membangun cadangan keuangan untuk memenuhi kebutuhan dimasa depan dan kebutuhan yang mendadak. Tujuan dari manajemen tersebut tentunya harus seimbang satu sama lain, sehingga tingkat kepuasan yang akan datang juga akan tercapai secara optimal. Johan dan Hartoyo (2009) mengemukakan beberapa alasan perlunya seseorang atau keluarga mengelola keuangan, antara lain: 1) Adanya tujuan keuangan yang ingin dicapai; 2) Tingginya biaya hidup; 3) Naiknya biaya hidup dari tahun ke tahun/inflasi; 4) Keadaan perekonomian tidak akan selalu baik; 5) Fisik manusia yang tidak selalu sehat, kualitas hidup yang lebih baik dari generasi sebelumnya serta faktor kecelakaan; 6) Banyaknya alternatif produk pangan. Melihat kondisi tersebut, maka sangat dibutuhkan suatu pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimiliki sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan maksimal.

54 27 Rice dan Tucker (1986) mengungkapkan bahwa ada 12 prinsip dalam manajemen keuangan yang dapat membantu memaksimalkan hasil atau kepuasan dengan sumber daya yang dimiliki, prinsip tersebut adalah : 1) Memprioritaskan tujuan dan menetapkan standar; 2) Menganalisis sumber daya keuangan; 3) Menetapkan manajemen keuangan sistematis; 4) Membuat anggaran untuk mengontrol pengeluaran dan tabungan; 5) Menyimpan catatan-catatan; 6) Menetapkan baatasan kredit dan menggunakannya dengan bertanggung jawab; 7) menggunakan waktu untuk melipat gandakan tabungan; 8) Membangun kesehatan lebih awal dan sistematis; 9) Melindungi aset secara cukup dan beralasan; 10) Menggunakan keuntungan dari pajak dan membangun untuk masa pensiun; 11) Memeriksa dan menyesuaikan secara teratur; 12) Merencanakan untuk mentransfer pada kesehatan. Bila sebuah keluarga dapat menerapkan kedua belas prinsip manajemen keuangan tersebut semaksimal mungkin, maka dengan sumber daya yang dimiliki kepuasan dapat tercapai. Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses tindakan yang dapat dilakukan sendiri maupun bersama dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki melalui berbagai tahapan-tahapan untuk mencapai keinginan atau tujuan yang ditetapkan. Guhardja et al, (1992) menyatakan walaupun manajemen tidak bisa membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua anggota keluarga. Selain diterapakan dalam keluarga, manajemen sebagai suatu proses pada umumnya diterapkan dalam sebuah sistem dunia usaha. Guhardja et al. (1992), mengungkapkan bahwa manajemen merupakan pengelolaan terkait dunia usaha dan kegiatan-kegiatan yang bersifat formal serta aspek lainnya. Proses Manajemen Menurut Goldsmith (1996) manajemen merupakan adalah proses penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan. Selanjutnya Deacon dan Firebaugh (1988), menjelaskan bahwa manajemen merupakan suatu bentuk yang dimulai dari perencanaan dan pelaksanaan penggunaan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan proses manajemen melibatkan pemikiran, tindakan, dan hasil (Goldsmith 1996). Dari pengertian di atas dapat

55 28 kita simpulkan bahwa manajemen sebagai proses merubah input berupa energi dan informasi menjadi output. Manajemn secara umum dikenal dengan planning (perencanaan), implementing (pelaksanaan) yang terkait dengan standar aktifitas spesifik dan evalausi (monitoring) yang terkait dengan meninjau kembali semua akifitas yang telah dijalankan. Menurut Rostamailis (2008), bahwa pengaturan yang rapi dalam manajemen mencakup tiga cara yaitu 1) Perencanaan; 2) Pelaksanaan; dan 3) Pengontrolan atau pengevaluasian. Perencanan perlu diperhatikan karena menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam pencapaian tujuan. Menurut (Goldsmith 1996) bahwa perencanaan adalah proses yang melibatkan serangkaian keputusan yang mengarah untuk pemenuhan tujuan. Rencana merupakan skema rinci, program, strategi, atau metode sebelum bekerja untuk pemenuhan hasil akhir yang diinginkan. Sedangkan menurut Olson dan Beard, perencanaan merupakan bagian dari sistem manajerial yang menerima tujuan dan permintaan lainnya. Perencanaan berfungsi mengumpulkan informasi mengenai karakteristik alternatif baik kualitatif maupun kuantitatif yang berpotensial. Dalam mewujudkan perencanaan, dibutuhkan pengambilan keputusan mengenai bagaimana merubah permintaan dan bagaimana meningkatkan sumberdaya atau menggunakannya dengan berbeda untuk menghasilkan tujuan yang optimal. Perencanaan keuangan merupakan suatu proses untuk mencapai tujuantujuan keuangan baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan merencanakan keuangan yang dimiliki Senduk (2000). Sebuah perencanaan keuangan sangat membantu untuk mengontrol bagaimana, kapan, dan untuk tujuan apa uang yang ada seharusnya digunakan. Selanjutnya Gross dan Crandall (1980), berpendapat bahwa rencana keuangan seperti manajemen lainnya bersifat dinamis, walaupun nilai dan kebutuhan terhadapnya bersifat tetap dalam seluruh siklus hidup yang dihadapi keluarga. Setelah pembuatan rencana dan anggaran keuangan, tahap manajemen selanjutnya adalah implementasi. Implementasi adalah aktifitas/tindakan yang dilakukan dari perencanaan. Menurut Goldsmith (1996) bahwa pelaksanaan (implementing) berarti menempatkan rencana dan prosedur ke dalam tindakan dan mengendalikan tindakan tersebut. Implementing meliputi melaksanakan

56 29 (actuating) dan pengawasan (controlling). Guhardja et al. (1992) juga menyatakan bahwa pelaksanaan (implementing) adalah melaksanakan (actuating) rencana dan prosedur standar dan urutannnya serta pengawasan (controlling) dari kegiatankegiatan. Dalam mengontrol perencanaan, dibutuhkan pelaksanaan, pengelolaan, dan pengecekkan yang pada akhirnya akan menghasilkan feedback atau hubungan timbal balik. Keberhasilan dari proses implementasi suatu rencana keuangan akan tergantung kepada kemampuan setiap individu atau anggota keluarga untuk membuat pilihan yang tepat. Kemapuan ini tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap oleh setiap anggota keluarga, tetapi merupakan hasil suatu proses belajar yang mungkin memerlukan waktu lama. Menurut Guhardja et al. (1992) bahwa proses implementasi dalam manajemen keuangan terdiri dari beberapa proses, diantaranya facilitating, coordinating, checking, dan adjusting. Dalam setiap proses implementasi akan terjadi proses pengambilan keputusan. Proses akhir dari suatu manajemen yaitu evaluasi. Menurut Goldsmith (1996) bahwa evaluasi mengacu pada proses untuk menilai atau memeriksa biaya, nilai, atau senilai rencana atau keputusan berdasarkan kriteria seperti standar, memenuhi tuntutan, atau tujuan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan sumber nilai secara objektif dari pencapaian hasil-hasil yang direncanakan sebelumnya, dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan. Bila dikaitkan dengan manajemen keuangan, maka evaluasi merupakan tahap akhir untuk melihat kembali anggaran secara keseluruhan dan menilai kemungkinan keberhasilan penerapan anggaran sebelumnya. Aliran Kas Keluarga (Cash Flow) Manajemen keuangan keluarga perlu diketahui oleh setiap keluarga agar keuangan dalam keluarga dapat berjalan seefektif dan seefesien mungkin. Ada dua konsep utama tentang manajemen keuangan keluarga yang wajib diketahui oleh keluarga yaitu tentang Neraca dan Rugi/Laba serta Manajemen Cash flow/arus Kas (Anonimous 2007). Manajemen cash flow atau arus kas, adalah aliran uang yang mengalir mulai mendapatkan uang tersebut, menyimpannya, mengembangkannya, dan mengeluarkannya dengan secara teratur, bijak dan

57 30 disiplin (Johan dan Hartoyo 2009). Agar keuangan keluarga kita tidak kacau balau dan terpantau, maka pengetahuan akan cash flow perlu diterapkan. Pendapatan (income) adalah kegiatan yang bertujuan memasukkan uang/harta. Biasanya pendapatan dapat diperoleh dari dua aktivitas, yaitu gaji dan investasi. Gaji diperoleh dari status kita sebagai pegawai/karyawan. Dalam sebuah keluarga gaji ini bisa diperoleh oleh suami dan istri yang bekerja. Hasil investasi diperoleh dari aktivitas kita dalam mengembangkan uang/harta dalam berbagai cara. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan berinvestasi yaitu deposito, properti, saham, hasil usaha, reksadana, obligasi, dan lain-lain. Seluruh pendapatan kita tersebut biasanya disimpan dalam bentuk tunai atau di bank/atm. Pengeluaran berarti seluruh kegiatan yang mengakibatkan uang kita berkurang. Setiap keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup, mempunyai pengeluaran yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi keluarga tersebut. Bila tidak diatur dengan baik maka akan membuat keuangan keluarga menjadi kacau dan bila sudah kronis dapat menuju ke jurang kebangkrutan. Contoh pengeluaran yaitu : pengeluaran rumah tangga, cicilan utang, premi asuransi, pembantu rumah tangga, keperluan anak, transportasi, zakat/pajak, hiburan/rekreasi, kegiatan sosial, fashion, dan sebagainya. Gross dan Crandall (1980), berpendapat bahwa rencana keuangan seperti manajemen lainnya bersifat dinamis, walaupun nilai dan kebutuhan terhadapnya bersifat tetap dalam seluruh siklus hidup yang dihadapi keluarga. Bila kita perhatikan selama ini, kesalahan yang sering dilakukan oleh kebanyakan keluarga adalah hanya berkutat pada pendapatan yang berasal dari gaji yang terus-menerus dikuras untuk menutupi pengeluarannya. Sangat sedikit dari keluarga kita yang mulai melakukan aktivitas-aktivitas investasi sebagai sumber pendapatan keluarganya. Padahal bila kita rajin melakukan investasi, maka hasil dari investasi tersebut sebenarnya sudah dapat menutupi segala macam pengeluaran kita, bahkan bisa jauh lebih besar dari gaji yang kita terima selama ini. Hal ini adalah sebuah kondisi ideal yang selayaknya dicapai oleh setiap keluarga.

58 31 Kesejahteraan Keluarga Pengertian Kesejahteraan Keluarga Menurut Behnke et al. (2004), kesejahteraan (well-being) didefinisikan sebagai kualitas hidup seseorang atau unit sosial lain. Kualitas hidup terdiri dari berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, maupun psikologisnya. Jadi kualiatas hidup dapat tercapai bila individu dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Sedangkan Martinez et al. (2003) mengemukakan bahwa keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang kuat dan sukses dalam mengatasi berbagai masalah seperti kesehatan, ekonomi, kehidupan keluarga yang sehat, pendidikan, kehidupan bermasyarakat, dan perbedaan budaya yang ada dalam masyarakat dapat diterima melalui interaksi personal dengan berbagai budaya. Selanjutnya definisi kesejahteraan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) juga melibatkan aspek kesejahteraan fisik, mental dan sosial (Roscoe 2009). Roscoe (2009) mengemukakan delapan komponen dalam model kesejahteraan pada penelitiannya yang mencakup, yaitu 1) Sosial; 2) Emosi; 3) Fisik; 4) Intelektual; 5) Rohani; 6) Psikologis; 7) Pekerjaan dan 8) Lingkungan. Lebih spesifik, Rambe (2004) mengemukakan kesejahteraan juga merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara usaha-usaha dalam memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta masyarakat. Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga secara umum dapat dibedakan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan kesejahteraan objektif dan subjektif. Puspitawati (2010), menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara subjective quality of live dan objective quality of live. Subjective quality of live adalah tentang perasaan senang atau puas dan merasa cukup atas kebahagiaan hidupnya. Sedangkan Objective quality of live adalah tentang terpenuhinya semua kebutuhan secara sosial dan budaya dalam kekayaan material, kesejahteraan/kesehatan fisik dan status suami. Pendekatan pengukuran quality of live diperoleh dari lingkungan dimana keluarga berasal. Lingkungan tersebut adalah keluarga dan teman-teman,

59 32 pekerjaan, tetangga, kelompok masyarakat, kesehatan fisik, tingkat pendidikan dan spritual (agama). Menurut Diener (2009) menjelaskan bahwa kesejahteraan subjektif digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan seseorang atau keluarga sesuai dengan evaluasi subjektif terhadap kehidupannya. Evaluasi tersebut seperti penilaian dan perasaan tentang kepuasan hidup, minat dan keterlibatan, reaksi afektif misalnya kegembiraan dan kesedihan karena suatu peristiwa, kepuasan dengan pekerjaan, hubungan perkawinan, kesehatan, rekreasi, makna dan tujuan hidup serta hal-hal penting lainnya. Kesejahteraan objektif adalah tingkat kesejahteraan individu atau masyarakat yang diukur dengan rata-rata patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial maupun ukuran lainnya (Suandi 2010). Salah satu ukuran baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah BPS. Garis kemiskinan didasarkan pada besarnya alokasi pengeluaran baik pangan maupun nonpangan yang dikeluarkan keluarga pada wilayah tersebut. Hasil penelitian Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa relasi gender yang semakin responsif dan tingkat stres ibu yang semakin rendah memberikan pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, sedangkan ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi koping yang semakin sedikit akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga subjektif. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan peran gender, manajemen keuangan keluarga, dan kesejahteraan keluarga terlihat pada Tabel 2. Penulis/ No. Tahun 1 Firdaus et al. (2009) Tabel 2 Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian Judul Hubungan Antara Tekanan Ekonomi dan Mekanisme Koping dengan Kesejahteraan Keluarga Hasil Besar keluarga, pendidikan, dan usia istri maupun suami, secara konsisten berkorelasi dengan manajemen keuangan keluarga.

60 33 Lanjutan Tabel 2 Penulis/ No. Tahun 2 Gusnita (2011) 3 Hartoyo et al. (2010) 4 Herawati (2012) 5 Iskandar (2007) 6 Kusumo et al. (2008) 7 Muflikhati et al. (2010a) 8 Muflikhati et al. (2010b) Judul Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Peran Gender terhadap Kesejahteraan Keluarga Analisis Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya Ikan dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor MSDK dan Ketahanan Keluarga Peserta Pemberdayaan Masyarakat Analisis Praktek MSDK dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga Analisis Peran Gender serta Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga Petani Padi dan Hortikultura di Daerah Pinggiran Perkotaan Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga di Wilayah Pesisir Jawa Barat Kajian Relasi Gender, Kualitas Sumberdaya Manusia, dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga di Wilayah Pesisir Hasil - Faktor yang berpengaruh positif terhadap peran gender dalam pengambilan keputusan adalah kepemilikan aset, dan yang berpengaruh negatif adalah umur istri. - Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga subjektif adalah kepemilikan aset dan pendapatan total keluarga - Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan adalah jumlah anggota keluarga (negatif) dan pendapatan (positif). - Faktor usia, lama pendidikan, aset, lokasi, dan status pekerjaan kepala keluarga berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Relasi gender dalam keluarga memberikan pengaruh positif langsung dan nyata terhadap kualitas manajemen sumberdaya keluarga (keuangan). Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan menurut persepsi keluarga (subjektif) adalah pendidikan kepala keluarga, kepemilikan aset. - Pengambilan keputusan mengenai aktivitas keluarga di sektor domestik dan publik tidak berkorelasi dengan pembagian kerja. - Tingkat pendapatan per kapita berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan subjektif. - Kesejahteraan keluarga akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan/pengeluaran keluarga, aset keluarga, dan pendidikan kepala rumah tangga. - Keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit memiliki peluang lebih besar untuk lebih sejahtera. - Relasi gender atau kerja sama yang baik antara suami istri dalam pengambilan keputusan keluarga memiliki peranan yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga. - Keluarga dengan relasi gender yang lebih baik memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik pula.

61 34 Lanjutan Tabel 2 No. Penulis/ Tahun 9 Puspitawati et al. (2008) 10 Puspitawati (2009) 11 Puspitawati et al. (2010) 12 Rambe et al. (2008) 13 Saleha et al. (2008) 14 Simanjuntak et al. (2010) 15 Suandi (2010) Judul Analisi Pembagian Peran Gender pada Keluarga Petani Pengaruh Nilai Ekonomi Pekerjaan Ibu Rumah Tangga terhadap Kesejahteraan Keluarga Subjektif Analisi Gender Terhadap Strategi Koping dan Kesejahteraan Keluarga Analisis Alokasi Pengeluaran dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga MSDK: Suatu Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga Subjektif Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) Kajian Sosio Demografi dan Manajemen Sumberdaya terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi Hasil Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pendapatan/kapita/ bulan dan frekuensi perencanaan - Adanya pengaruh positif besar keluarga, lama pendidikan suami, umur istri, pengeluaran/kapita/bulan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif - Faktor yang berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga subjektif adalah umur suami. Tingkat kesejahteraan keluarga subjektif dipengaruhi secara nyata dan tidak langsung oleh tingginya pendidikan suami dan istri, rendahnya kecukupan ekonomi keluarga; namun dipengaruhi secara nyata secara total dari rendahnya kemitraan peran gender dalam pengambilan keputusan strategi koping. Faktor determinan kesejahteraan menurut persepsi subjektif adalah pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga dan pendapatan - Terdapat hubungan antara pendidikan istri dengan relasi gender - Terdapat hubungan antara pengambilan keputusan dengan kepuasan istri - Relasi gender yang semakin responsif memberikan pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif - Ekonomi keluarga yang semakin baik akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga subjektif. Variabel sosio demografi dan manajemen sumberdaya keluarga (manajemen keuangan) berpengaruh positif sangat nyata dan signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraa ekonomi subjektif keluarga.

62 35 KERANGKA PEMIKIRAN Pendekatan struktural fungsional memandang bahwa suatu struktur keluarga akan membentuk kemampuannya untuk berfungsi secara efektif. Setiap anggota keluarga memiliki status dan peranan masing-masing dalam keluarga. Status dan peranan individu memiliki arti penting dalam hubungan timbal balik antar individu lainnya. Secara abstrak, status menunjukkan kedudukan dalam masyarakat sedangkan peranan merupakan suatu aspek dinamis dari status. Kedudukan dan peranan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, contohnya perempuan dituntut untuk mengalokasikan waktunya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga sedangkan laki-laki untuk pekerjaan mencari nafkah (Becker 1965). Bila ditinjau dari sistem kekerabatan (hubungan pertalian sedarah), sistem patrilineal/patriarkat mendudukkan perempuan menjadi subordinat laki-laki, dimana perempuan hidup dalam konseptualisasi masyarakat patriarkat. Konseptualisasi patriarkat memandang perempuan sebagai lebih imferior dari pada laki-laki dalam segala hal, yang menyebabkan ketidakadilan dan memerlukan kesetaraan. Sedangkan kekerabatan matrilineal yang dianut masyarakat Minangkabau telah menempatkan posisi perempuan pada tempat yang lebih terhormat dan dapat disebut dengan superior, baik di sektor domestik maupun publik (Zainuddin 2010b). Seiring dengan perkembangan zaman, terjadinya pergeseran peran antara laki-laki dan perempuan yang menyebabkan perempuan sebagai seorang ibu rumahtangga juga berperan sebagai pencari nafkah utama atau tambahan dalam keluarga. Menurut Puspitawati (2009), kebanyakan istri bekerja di luar rumah sebagai pencari nafkah tambahan keluarga (secondary breadwinner) disamping suami sebagai pencari nafkah utama (main breadwinner) untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan keluarga. Perempuan sebagai pengurus rumah tangga harus memiliki kemampuan dalam mengelola sumberdaya keluarga, karena dalam mewujudkan keluarga yang sejahtera diperlukan pengelolaan sumberdaya keluarga dengan baik. Menurut Bryant (2006), sumberdaya yang dimiliki keluarga mencakup sumberdaya

63 36 manusia, materi, dan financial. Ketiga sumberdaya tersebut memiliki sifat yang terbatas sehingga perlu dikelola dengan baik. Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya manusia yang merupakan proses yang mendasari semua fungsi manajemen sumberdaya keluarga (Deacon dan Firebough 1988). Hal ini berarti bahwa selama proses manejemen sumberdaya berlangsung maka proses pengambilan keputusan juga terjadi. Rice dan Tucker (1976) menyatakan bahwa analisis tentang konsepsi kesejahteraan terhadap rumah tangga banyak berhubungan dengan bagaimana pola pengambilan keputusan yang berlaku dalam keluarga tersebut. Sumberdaya keluarga yang terbatas (materi dan financial) juga harus dikelola secara maksimal. Alabi et al. (2006), menjelaskan bahwa manajemen keuangan keluarga merupakan suatu proses pengorganisasian untuk mengalokasikan atau menggunakan uang agar mencapai tujuan yang spesifik terutama dalam pembelian menggunakan uang. Tiga langkah utama dalam melakukan pengelolaan keuangan keluarga yaitu perencanaan, melaksanakan rencana yang telah dibuat, dan mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan (Lewis et al. 1969). Keluarga yang memiliki kemampuan manajemen keuangan keluarga yang baik, akan dapat memanfaatkan sumberdaya keluarga khususnya keuangan atau pendapatan keluarga dengan maksimal sehingga mampu memenuhi kebutuhan keluarga secara optimal dan tingkat kesejahteraan keluarga dapat tercapai. Dalam mengelola keuangan keluarga, dibutuhkan pembagian kerja antara anggota keluarga, khususnya peran suami dan istri. Peran gender dalam manajemen keuangan keluarga diduga akan mempengaruhi alokasi pengeluaran baik pangan dan nonpangan serta pendapatan keluarga. Dalam mengelola sumberdaya keluarga, selain faktor internal yang dimilikinya, juga dipengaruhi oleh faktor eksternal atau lingkungan tempat keluarga tinggal seperti aspek sosial budaya. Budaya matrilineal merupakan budaya yang dianut oleh masyarakat di Provinsi Sumatera Barat diduga akan mempengaruhi pembagian peran dan manajemen keuangan dalam keluarga. Secara sederhana kerangka pemikiran konseptual disajikan pada Gambar 1.

64 37 Karakteristik Istri : - Umur istri - Pendidikan istri - Pekerjaan Karakteristik Keluarga : - Umur suami - Pendidikan suami - Pekerjaan - Besar keluarga - Jumlah anak - Pendapatan keluarga - Kepemilikan aset Karakteristik lingkungan masyarakat dan keadaan usaha bordir/sulaman diperdesaan dan perkotaan Pengetahuan Matrilineal (struktur keluarga, perkawinan, sumberdaya materi, pengasuhan, dan komunikasi) Manajemen Keuangan Keluarga : - Perencanaan - Pelaksanaan - Monitoring dan Evaluasi Penerapan Budaya Matrilineal dalam Keluarga Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan : 1. Aktivitas domestik 2. Aktivitas publik/produktif 3. Aktivitas sosial Peran Gender dalam Pembagian kerja : 1. Aktivitas domestik 2. Aktivitas publik/produktif 3. Aktivitas sosial - Aliran kas keluarga/cash flow (Indepth Interview) - Aliran pengeluaran (pangan dan non pangan) Kesejahteraan Keluarga Subjektif Gambar 2 Kerangka Pemikiran Konseptual 37

65 38

66 39 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Desain dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari objek dalam satu waktu tertentu, tidak berkesinambungan dalam jangka waktu panjang. Waktu pengambilan data penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota (perdesaan/rural) dan Kota Bukittinggi (perkotaan/urban). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan pertimbangan bahwa kabupaten dan kota tersebut merupakan sentra unit usaha industri kerajinan bordir dan sulaman yang ada di Sumatera Barat. Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri atas tiga belas kecamatan, kemudian dipilih dua kecamatan secara purposive (sengaja) berdasarkan sentra unit usaha kerajinan bordir/sulaman yaitu Kecamatan Payakumbuh dan Harau. Kecamatan Payakumbuh terdiri atas tujuh desa/nagari, dan dipilih satu nagari yaitu Nagari Koto Tangah Simalanggang. Sedangkan Kecamatan Harau terdiri atas sebelas nagari, dan dipilih satu nagari yaitu Nagari Lubuk Batingkok. Kota Bukittinggi terdiri atas tiga kecamatan, kemudian dipilih dua kecamatan secara purposive berdasarkan sentra unit usaha kerajinan bordir/sulaman yaitu Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dan Guguk Panjang. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan terdiri atas sembilan kelurahan, kemudian dipilih satu kelurahan yaitu Kelurahan Manggis Ganting. Sedangkan Kecamatan Guguk Panjang terdiri atas tujuh kelurahan, dan dipilih satu kelurahan yaitu Kelurahan Kayu Kubu. Proses pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan alasan sebagai berikut: 1. Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Bukittinggi dipilih secara purposive, yang mewakili satu daerah perdesaan dan satu daerah perkotaan. Penentuan

67 40 kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat. 2. Kecamatan, nagari/kelurahan dilakukan secara purposive berdasarkan sentra unit usaha kerajinan bordir/sulaman atas rekomendasi dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/Kota. 3. Pengambilan contoh tiap nagari dilakukan secara purposive dibantu oleh kader PKK atas rekomendasi kepala nagari setempat, dengan cara mendatangi rumah keluarga yang menjadi contoh. Sedangkan pengambilan contoh tiap kelurahan dilakukan secara purposive dibantu oleh kader pengrajin bordir/sulaman (Kelompok Usaha Bersama/KUB) atas rekomendasi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi dengan mendatangi rumah keluarga yang menjadi contoh. Teknik Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki istri sebagai pengrajin bordir dan sulaman yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Dalam penelitian ini keluarga yang ada di Sumatera Barat dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok keluarga perdesaan/rural dan perkotaan/urban. Responden penelitian adalah istri (ibu) dengan kriteria berasal dari keluarga lengkap yang memiliki anak usia sekolah (SD sampai SMA) dan bersedia untuk dijadikan contoh. Pembagian populasi ke dalam dua kelompok dilakukan untuk membandingkan karakteristik keluarga, peran gender dalam keluarga, manajemen keuangan keluarga, dan tingkat kesejahteraan keluarga subjektif antara keluarga perdesaan dan perkotaan. Teknik penarikan contoh yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan metode purposive sampling. Penentuan jumlah contoh mengikuti rumus Slovin sebagai berikut: n = N (1 + Ne 2 ) Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = Error (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan contoh yang bisa ditolerir yaitu 10%)

68 41 Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pengrajin bordir/sulaman yang tinggal di empat nagari/kelurahan terpilih. Jumlah keluarga pengrajin yang ada di empat nagari/kelurahan terpilih tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nagari Koto Tangah Simalanggang : 203 keluarga 2. Nagari Lubuk Batingkok : 127 keluarga 3. Kelurahan Manggis Ganting : 195 keluarga 4. Kelurahan Kayu Kubu : 211 keluarga Sehingga jumlah populasi adalah 736 keluarga dan jumlah contoh menurut rumus Slovin adalah sebagai berikut : n = N = 736 = (1 + Ne 2 ) ( x10% 2 ) Berdasarkan rumus Slovin tersebut, jumlah minimal contoh dengan jumlah populasi sebanyak 736 keluarga dan error 10 persen adalah 88 keluarga. Guna menghindari adanya kekurangan data, maka diambil contoh sebanyak 100 keluarga. Dari setiap nagari/kelurahan diambil contoh sebanyak 25 keluarga, sehingga jumlah seluruh contoh dalam penelitian ini adalah 100 keluarga. Provinsi Sumatera Barat Sumber Data : BPS Prov. Sumatera Barat Kabupaten Kabupaten Lima Puluh Kota (13 Kecamatan) 7 Kota Kota Bukittinggi (3 Kecamatan) Purposive mewakili daerah perdesaan dan perkotaan Purposive Kec. Payakumbuh (7 Nagari) Kec. Harau (11 Nagari) Kec. Mandiangin Koto Selayan (9 Kelurahan) Kec. Guguk Panjang (7 Kelurahan) Nagari K.T. Simalanggang Nagari L. Batingkok Kel. Manggis Ganting Kel. Kayu Kubu Purposive n=25 n=25 n=25 n=25 Total : 100 keluarga Gambar 3 Skema Penarikan Contoh

69 42 Jenis dan Teknik Pengambilan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: 1) Karakteristik usaha kerajinan bordir dan sulaman. 2) Karakteristik keluarga yang terdiri dari umur suami dan istri, pendidikan suami dan istri, pekerjaan utama/sampingan suami dan istri, besar keluarga, jumlah anak, pendapatan keluarga, dan kepemilikan aset keluarga. 3) Pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal dalam keluarga. 4) Peran gender dalam keluarga yang berkaitan dengan pembagian peran dalam pengambilan keputusan dan pembagian kerja pada aktivitas domestik, publik/ekonomi dan social. 5) Penerapan dan peran gender dalam manajemen keuangan keluarga yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan/implementasi dan monitoring/ evaluasi. 6) Aliran kas keluarga/cash flow. 7) Pengeluaran pangan dan non pangan. 8) Tingkat kesejahteraan keluarga subjektif (Subjective Quality of Live). Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara: 1) Wawancara terstruktur kepada responden (istri/ibu) dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) sebagai instrumen pengumpul data; 2) Wawancara mendalam (indepth interview) kepada responden terpilih sebanyak 4 orang yang merupakan informan kunci untuk memperoleh informasi lebih mendalam mengenai aliran kas keluarga. Data sekunder diperlukan untuk menunjang data primer. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data gambaran umum lokasi penelitian yang meliputi keadaan geografis, sosial ekonomi, karakteristik lingkungan masyarakat, keadaan usaha kerajinan bordir dan sulaman di Sumatera Barat. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber yaitu : Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Kantor Desa di lokasi penelitian. Secara rinci jenis data, variabel, skala, dan teknik pengambilan data disajikan pada Tabel 3.

70 43 Tabel 3. Jenis, Variabel, Skala dan Cara Pengumpulan Data No. Jenis Data Variabel Skala Cara Pengumpul data 1 Primer Karakteristik keluarga : - Umur suami dan istri - Pendidikan suami dan istri - Pekerjaan - Jumlah anggota keluarga - Pendapatan keluarga - Kepemilikan aset 2 Primer Pengetahuan terhadap sistem matrilineal (struktur keluarga sistem matrilineal, perkawinan, sumberdaya materi, pengasuhan, dan komunikasi) 3 Primer Penerapan sistem matrilineal dalam keluarga (perkawinan, sumberdaya materi, pengasuhan, dan komunikasi) 4 Primer Peran gender dalam pengambilan keputusan 1. Peran dalam aktivitas domestik 2. Peran dalam aktivitas publik/ekonomi a. Usaha kerajinan b. Usaha non kerajinan 3. Peran dalam aktivitas sosial 5 Primer Peran Gender dalam Pembagian Kerja 1. Peran dalam aktivitas domestik 2. Peran dalam aktivitas publik/ekonomi a. Usaha kerajinan b. Usaha non kerajinan 3. Peran dalam aktivitas social 6 Primer Penerapan Manajemen Keuangan Keluarga: - Perencanaan - Pelaksanaan/implementasi - Monitoring dan evaluasi 7 Primer Peran Gender dalam Manajemen Keuangan Keluarga: - Perencanaan - Pelaksanaan/implementasi - Monitoring dan evaluasi 8 Primer - Aliran kas keluarga/cashflow - Pengeluaran (pangan dan non pangan) - Karakteristik lingkungan masyarakat dan keadaan usaha bordir/sulaman 9 Primer Kesejahteraan keluarga subjektif (subjective quality of life) 10 Sekunder Data gambaran umum lokasi penelitian (Nagari/Kelurahan, Kab./Kota, dan Provinsi) * Recode : 1=1; 2=2; 3=3; 4=2;5=1 Rasio Rasio Nominal Rasio Rasio Nominal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Deskriptif Rasio Deskriptif Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara mendalam (Indepth interview) Jumlah Item Pertanyaan Cronbach α 38 (1-5)* 0, (1-5)* 0, (1-3) 0, (1-3) 0,950 Ordinal Wawancara 38 (1-3) 0, 791

71 44 Kontrol Kualitas Data Instrumen penelitian disebarkan setelah melakukan tahap uji coba terhadap butir-butir pernyataan dalam kuesioner penelitian. Uji coba kuesioner dilakukan sebagai kontrol kualitas data yang dilakukan untuk mengevaluasi kesulitan pengisian kuesioner dan mengetahui reliabilitas butir pertanyaan yang diajukan, dengan tujuan menjamin data yang dikumpulkan dalam penelitian. Uji coba instrumen dilakukan terhadap 20 keluarga pengusaha kerajinan bordir dan sulaman di Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada penelitian ini analisis reliabilitas menggunakan koefesien Alpha Cronbach. Menurut Babbie (1989), suatu instrumen dianggap sudah cukup reliabel bilamana nilai koefesien alpha > 0,6. Butir pernyataan yang dilakukan analisis Alpha Cronbach meliputi pernyataan tentang pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal, peran gender pada pengambilan keputusan dan pembagian kerja dalam keluarga, penerapan dan peran gender dalam manajemen keuangan keluarga, dan tingkat kesejahteraan keluarga subjektif. Pengukuran Variabel Penelitian Pengukuran variabel penelitian dilakukan berdasarkan tujuan penelitian yang mengacu pada kerangka pemikiran. Bentuk pengukuran masing-masing variabel dalam penelitian sebagai berikut : 1. Karakteristik keluarga meliputi beberapa aspek yaitu : 1) Umur suami dan istri yang digolongkan menjadi 3 kategori menurut Feldman (1996) yaitu masa dewasa awal tahun, masa sewasa pertengahan tahun, dan masa dewasa lanjut/tua 65 tahun ke atas; 2) Pendidikan suami dan istri adalah lamanya pendidikan berdasarkan jenjangnya yang dibedakan menjadi 4 kategori yaitu 1-6 tahun (SD), 7-9 tahun (SMP), tahun (SMA), dan tahun (PT); 3) Pekerjaan suami dan istri adalah pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan; 4) Jumlah anggota keluarga digolongkan menjadi 3 kategori menurut BKKBN (1998) yaitu keluarga kecil (<4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang);

72 45 5) Jumlah anak digolongkan menjadi 3 kategori menurut BKKBN (1998) yaitu kecil (<2 orang), sedang (3-5 orang), dan besar (>5 orang); 6) Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan utama/tambahan suami dan istri, ditambah pendapatan anak, dan pendapatan keluarga lainnya. Pendapatan dan pengeluaran total keluarga per bulan dibagi kedalam empat kategori berdasarkan interval kelas. Pengakategorian pendapatan dan pengeluaran per kapita per bulan berdasarkan Garis Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat 2011, yang dikategorikan rendah apabila lebih kecil dari Rp , sedang antara Rp Rp dan dan tinggi apabila lebih besar Rp ; 7) Kepemilikan aset terdiri atas tidak ada, bawaan istri, bawaan suami, dan bersama. 2. Pengetahuan terhadap sistem matrilineal terdiri atas 5 kelompok, yaitu pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal (7 pernyataan), pengetahuan tentang perkawinan (7 pernyataan), pengetahuan tentang sumberdaya materi (10 pernyataan), pengetahuan tentang pengasuhan (6 pernyataan), dan pengetahuan tentang komunikasi antar keluarga besar (6 pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan 2 jawaban yaitu betul dan salah. Jawaban yang benar/tertinggi diberi skor 1 dan jawaban yang salah/terendah diberi skor 0. Oleh karena tiap-tiap aspek memiliki jumlah pernyataan yang tidak sama, maka masing-masing skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks dengan rumus sebagai berikut: Indeks = skor yang dicapai skor terendah skor tertinggi skor terendah X 100 Selanjutnya indeks pengetahuan terhadap sistem matrilineal dikategorikan menjadi tiga interval kelas yaitu pengetahuan matrilineal rendah (<60), sedang (60-80), dan tinggi (>80). Jawaban yang seharusnya dari tiap butir soal tentang pengetahuan matrilineal selengkapnya disajikan pada Lampiran Penerapan terhadap sistem matrilineal dalam keluarga diukur dengan banyaknya aktivitas sistem matrilineal yang telah dilaksanakan oleh keluarga responden. Penerapan terhadap sistem matrilineal dalam keluarga terdiri atas 4 kelompok, yaitu penerapan dalam perkawinan (6 pernyataan), penerapan dalam

73 46 sumberdaya materi (10 pernyataan), penerapan dalam pengasuhan (6 pernyataan) dan penerapan dalam komunikasi antar keluarga besar (6 pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan 2 jawaban yaitu ya diberi skor 1 dan tidak diberi skor 0. Oleh karena tiap-tiap aspek memiliki jumlah pernyataan yang tidak sama, maka masing-masing skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks. Indeks penerapan budaya matrilineal dalam keluarga dikategorikan menjadi tiga interval kelas yaitu penerapan matrilineal rendah (<60), sedang (60-80), dan tinggi (>80). 4. Peran gender dalam keluarga (pengambilan keputusan, pembagian kerja, dan manajemen keuangan) terdiri atas beberapa aspek pernyataan. Setiap butir pernyataan disediakan 5 jawaban, yaitu (1) suami saja, (2) suami dominan, (3) suami dan istri, (4) istri dominan, dan (5) istri saja diberi. Selanjutnya dilakukan recode skor menjadi : suami saja dan istri saja diberi skor 1, suami dominan dan istri dominan diberi skor 2, suami dan istri diberi skor 3. Diberi skor 1 apabila jawaban pernyataan peran gender dilakukan oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami dan sebaliknya suami seorang diri tanpa melibatkan istri, diberi skor 2 apabila jawaban pernyataan peran gender dilakukan secara bersama oleh suami istri tetapi dengan pengaruh yang lebih besar dari istri atau suami, dan diberi skor 3 apabila jawaban pernyataan peran gender dilakukan bersama dan senilai oleh suami dan istri (Puspitawati 2008). Oleh karena tiap-tiap aspek memiliki jumlah pernyataan yang tidak sama, maka masing-masing skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks. Indeks peran gender dalam keluarga dikategorikan menjadi tiga interval kelas yaitu sebagai berikut : 1) Rendah : dengan indeks (0% 33,3%) 2) Sedang : dengan indeks (33,4% 66,6%) 3) Tinggi : dengan indeks (66,7% 100%) 5. Aktivitas manajemen keuangan keluarga terdiri atas 3 kelompok yaitu perencanaan (11 pernyataan), pelaksanaan (17 pernyataan), dan evaluasi (7 pernyataan). Setiap butir pertanyaan disediakan tiga jawaban, yaitu tidak pernah diberi skor 1, kadang-kadang diberi skor 2, dan sering diberi skor 3. Oleh karena ketiga kelompok memiliki jumlah pernyataan yang tidak sama,

74 47 maka masing-masing skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks. Indeks manajemen keuangan keluarga dikategorikan menjadi tiga interval kelas yaitu penerapan rendah (<33,3), sedang (33,4-66,6), dan tinggi (>66,6). 6. Kesejahteraan keluarga subjektif terdiri atas 3 aspek yaitu bidang domestik (22 pernyataan), publik/ekonomi (11 pernyataan), dan sosial (5 pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan tiga jawaban yaitu, tidak puas diberi skor 1, cukup puas diberi skor 2, dan sangat puas diberi skor 3. Oleh karena ketiga kelompok memiliki jumlah pernyataan yang tidak sama, maka masing-masing skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks. Indeks kesejahteraan keluarga subjektif dikategorikan menjadi tiga interval kelas yaitu kesejahteraan subjektif rendah (<33,3), sedang (33,4-66,6), dan tinggi (>66,6). Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan melalui wawancara, pengukuran dan observasi diolah melalui beberapa tahapan, seperti editing, coding, scoring, entry data, cleaning data dan kemudian dilanjutkan dengan analisis data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan: karakteristik lingkungan masyarakat dan keadaan usaha bordir/sulaman, serta aliran kas keluarga/cash flow melalui wawancara mendalam (indepth interview). 2. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menggambarkan: karakteristik usaha kerajinan bordir dan sulaman keluarga contoh, karakteristik keluarga yang meliputi umur suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, status sosial masyarakat, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga per bulan, pengeluaran keluarga per bulan, kepemilikan aset, pengetahuan dan penerapan sistem matrilineal dalam keluarga. Skor pengetahuan contoh tentang budaya sistem matrilineal dan penerapan budaya matrilineal dalam keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori menurut Khomsan (2000), yaitu kurang (<60%), sedang (60-80%), dan baik (>80%). 3. Peran gender dalam keluarga (peran dalam pengambilan keputusan dan pembagian kerja pada aktivitas domestik, publik/ekonomi dan sosial),

75 48 aktivitas manajemen keuangan keluarga, dan kesejahteraan keluarga subjektif yang merupakan variabel skala ordinal dikompositkan, dari rata-rata skor masing-masing kelompok diperoleh skor total. Selanjutnya dari hasil skoring dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi dengan menggunakan rumus interval kelas dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Interval Kelas (IK) = (Skor Maksimum Skor Minimum) * Jumlah Kategori *) Keterangan : Skor maksimum dan minimum berdasarkan skala pertanyaan di kuesioner. 4. Uji-t dua sampel indenpenden (indenpenden sample t test) digunakan untuk melihat perbedaan antara Kabupaten (perdesaan) dan Kota (perkotaan) dalam hal pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal, peran gender dalam pengambilan keputusan dan pembagian kerja, penerapan dan peran gender dalam manajemen keuangan keluarga, dan kesejahteraan keluarga subjektif. 5. Uji Korelasi Pearson untuk menganalisis hubungan antar variabel. Rumus Korelasi Pearson yang digunakan untuk menguji hubungan variabel dalam penelitian, yaitu : r = n xy ( x)( y) {n x 2 ( x) 2 }{n y 2 ( y) 2 } Keterangan : r = Sigma kapital untuk menyatakan penjumlahan x = Variabel indenpenden y = Variabel dependen n = Banyak elemen sampel 6. Uji Regresi Linier Berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif. Persamaan regresi linier berganda pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Y 1 = α+β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 3 +β 4 X 4 +β 6 X 6 +β 7 X 7 +β 8 X 8 +β 9 X 9 +β 10 X 10 +Y 1 D 1 + Y 2 D 2 +

76 49 Y 2 = α+β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 3 +β 5 X 5 +β 6 X 6 +β 7 X 7 +β 8 X 8 +β 9 X 9 +β 10 X 10 +Y 1 D 1 + Y 2 D 2 + Keterangan : Y 1 = Kesejahteraan keluarga objektif (Rp/kapita/bulan) Y2 = Indeks kesejahteraan keluarga subjektif (skor) α = Konstanta β 1-10 = Koefesien regresi X1 = Umur istri (tahun) X2 = Pendidikan istri (tahun) X3 = Jumlah anak (orang) X4 = Pendapatan usaha perempuan (Rp/bulan) X5 = Pendapatan keluarga (Rp/bulan) X6 = Pengetahuan matrilineal (skor) X7 = Peran gender dalam pengambilan keputusan (skor) X8 = Peran gender dalam pembagian kerja (skor) X9 = Penerapan manajemen keuangan keluarga (skor) X10 = Peran gender dalam manajemen keuangan keluarga (skor) Y 1-2 = Koefesien dummy D1 = Status kepemilikan usaha (0=pengusaha, 1=pekerja) D2 = Lokasi (0=perdesaan, 1=perkotaan) = Error Definisi Operasional Keluarga adalah suatu subsistem dalam sistem masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak; ayah dan ibu; ayah dan anak; maupun ibu dan anak yang saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri demografis yang dimiliki keluarga, yang meliputi umur, jumlah anak, jumlah anggota keluarga. Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang diterima anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berasal dari anggota keluarga yang bekerja yang dinyatakan dalam rupiah per bulan Aset keluarga adalah kekayaan dan ruang milik keluarga yang berupa rumah, lahan (sawah, kebun, pekarangan, dan kolam), ternak dan barang berharga lainnya yang dapat ditukarkan dengan uang ketika dibutuhkan. Peran gender adalah pembagian peran antara suami istri dalam pola pengambilan keputusan dan pola pembagian tugas dalam keluarga.

77 50 Budaya matrilineal adalah suatu adat budaya masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Pengetahuan matrilineal adalah pengetahuan responden terhadap budaya matrilineal dalam hal struktur keluarga, perkawinan, sumberdaya materi, pengasuhan dan komunikasi. Penerapan matrilineal adalah penerapan keluarga contoh terhadap budaya matrilineal dalam hal perkawinan, sumberdaya materi, pengasuhan dan komunikasi. Peran gender dalam pengambilan keputusan adalah keikutsertaan atau partisipasi suami dan istri dalam memberikan pengaruh pada saat pengambilan keputusan dalam aspek keuangan, pangan, pendidikan, kesehatan, keperluan keluarga lainnya dan strategi memenuhi kebutuhan hidup. Peran gender dalam pembagian kerja adalah keikutsertaan atau partisipasi suami dan istri dalam melaksanakan pekerjaan dalam aktivitas keuangan, aktivitas domestik, aktivitas publik/ekonomi dan aktivitas sosial. Manajemen keuangan keluarga adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi keuangan yang dimiliki oleh keluarga untuk mencapai kesejahateraan keluarga Aliran kas keluarga/cash flow adalah aliran uang yang mengalir mulai mendapatkan uang, menyimpan, mengembangkan, dan mengeluarkannya secara teratur, bijak dan disiplin. Kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan ksejahteraan kebahagiaan lahir dan batin (Undang- Undang Nomor 52 Tahun 2009) Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan keluarga yang diukur berdasarkan kepuasan istri terhadap pemenuhan kebutuhan hidup di dalam masyarakat, dimana semakin puas perasaan istri maka akan semakin sejahtera.

78 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis dan Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat pulau Sumatera dengan ibu kota Padang. Sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia, sebelah selatan berbatasan dengan Jambi dan Bengkulu, sebelah timur berbatasan dengan Riau, dan sebelah utara berbatasan dengan Sumatera Utara. Provinsi yang identik dengan kampung halaman Minangkabau ini memiliki luas ,30 km 2 yang setara dengan 2,17 persen luas Indonesia. Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota dengan jumlah penduduk lebih dari jiwa. Pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di seluruh kabupaten (kecuali kabupaten Kepulauan Mentawai) adalah bernama nagari, sebelumnya tahun 1979 diganti dengan nama desa, namun sejak 2001 dikembalikan pada nama semula. Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Selain itu juga terdapat beragam suku nusantara lainnya yang masuk pasca kemerdekaan sebagai perantau dan pekerja di berbagai bidang. Minangkabau menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan anggota kaum dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam kaumnya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula. Sistem ini tetap dijalankan oleh orang Minangkabau karena dianggap tidak akan meruntuhkan ajaran Islam, walau Islam mengajarkan sistem patrilineal. Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku).

79 52 Kabupaten Lima Puluh Kota (Perdesaan) Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu dari 12 Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Luas daratan Kabupaten Lima Puluh Kota mencapai 3.354,30 Km2 yang berarti 7,94 persen dari daratan Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Lima Puluh Kota diapit oleh 4 Kabupaten dan 1 Provinsi yaitu : Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Pasaman serta Provinsi Riau. Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari 13 kecamatan yang dibagi atas 79 nagari dan 401 jorong. Apabila dilihat dari segi perdesaan maka daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dan sekitarnya adalah daerah yang menonjol dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, industri rumah tangga, dan pariwisata. Masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota sebagian besar merupakan masyarakat dengan suku Minangkabau, Jawa, dan Batak mempunyai keragaman dan kekayaan budaya yang dimilikinya. Pluralitas yang terjadi di beberapa nagari dapat diterima oleh masyarakat serta hidup berdampingan secara rukun dan damai. Kecamatan Harau merupakan salah satu wilayah administrasi pemerintahan dalam Kabupaten Limapuluh Kota yang terdiri dari 11 nagari dan 43 jorong. Luas daratan mencapai km2 yang berarti 12,43 persen dari daratan Kabupaten Lima Puluh Kota. Potensi daerah Kecamatan Harau pada bidang industri yang dapat dikembangkan seperti industri gambir, sulaman/bordir, kerupuk, batu bata dari tanah liat, pengolahan dan pengeringan tembakau, anyamanyaman, dan industri gula merah. Kerajinan bordir dan sulaman merupakan salah satu industri rumah tangga yang banyak di jumpai pada kenagarian Lubuk Batingkok. Kecamatan Payakumbuh merupakan salah satu wilayah administrasi pemerintahan dalam Kabupaten Limapuluh Kota yang terdiri dari 7 nagari dan 27 jorong. Luas daratan mencapai 99,47 km2 yang berarti 2,97 persen dari luas wilayah Kabupaten Limapuluh Kota. Potensi daerah Kecamatan Payakumbuh pada bidang industri yang dapat dikembangkan seperti industri sulaman/bordir, batu bata dari tanah liat, anyam-anyaman, dan industri gula merah. Di bidang industri rumah tangga yang dapat dikembangkan seperti anyaman dari bambu

80 53 pada Nagari Koto Baru Simalanggang, sedangkan kerajinan bordir banyak kita jumpai di kenagarian Kota Tanggah Simalanggang, Simalanggang, Taeh Baruah, dan Koto Baru Simalanggang. Kota Bukittinggi (Perkotaan) Kota Bukittinggi merupakan salah satu dari 7 Kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Luas daratan Kota Bukittinggi 25,24 km² yang berarti 0,06 persen dari daratan Provinsi Sumatera Barat. Saat ini batas wilayah pemerintahan kota dikelilingi oleh Kabupaten Agam, dan konfik antara kedua pemerintah daerah tersebut tentang batas wilayah masih berlanjut, ditambah setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 tentang perubahan batas wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Dari peraturan pemerintah (PP) ini luas wilayah kota Bukittinggi bertambah menjadi ,90 km², dengan memasukkan beberapa nagari yang sebelumnya pada masa pendudukan Jepang berada dalam wilayah administrasi kota Bukittinggi. Namun seiring bergulirnya reformasi pemerintahan yang memberikan hak otonomi yang luas kepada kabupaten dan kota, muncul kembali penolakan dari masyarakat Kabupaten Agam atas perluasan dan pengembangan wilayah Kota Bukittinggi tersebut. Bagi masyarakat Kabupaten Agam yang masuk ke dalam wilayah perluasan kota ini, merasa rugi karena dengan kembalinya penerapan model pemerintahan nagari lebih menjanjikan, dibandingkan berada dalam sistem kelurahan. Selain itu timbul asumsi, masyarakat kota yang telah heterogen juga dikhawatirkan akan memberikan dampak kepada tradisi adat dan kekayaan yang selama ini dimiliki oleh nagari. Kota Bukittinggi terdiri dari 3 kecamatan dan 24 kelurahan. Apabila dilihat dari segi perkotaan maka daerah Kota Bukittinggi dan sekitarnya adalah daerah yang menonjol dalam bidang perdagangan dan jasa. Hal ini juga didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang sangat menunjang terjadinya kegiatan ekonomi tersebut. Selain itu sarana dan prasarana transportasi seperti jalan yang memadai dan angkutan transportasi yang menghubungkan dari kota bukittinggi ke daerah lain juga sangat tersedia sehingga ciri perkotannya yang sangat menonjol pada kota bukittinggi adalah kegiatan dalam bidang perdagangan dan jasanya yang bisa mempengaruhi daerah-daerah di sekitarnya. Selain itu pemerintah Kota

81 54 Bukittinggi juga melaksanakan beberapa program dalam mengentaskan kemiskinan, di antaranya pelatihan keterampilan membordir dan pelatihan pembuatan kebaya, serta penumbuhan wirausaha baru. Masyarakat Kota Bukittinggi didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa, Tamil dan Batak. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan merupakan salah satu wilayah administrasi pemerintahan dalam Kota Bukittinggi, dengan luas wilayah 12,156 km2 (48,16%), dan mempunyai penduduk sebanyak orang. Kecamatan ini terdiri dari 9 kelurahan, yaitu : Campago Ipuh, Campago Guguk Bulek, Kubu Gulai Bancah, Puhun Tembok, Puhun Pintu Kabun, Manggis Ganting, Pulai Anak Air, Garegeh, dan Koto Selayan. Kecamatan Guguk Panjang merupakan salah satu wilayah administrasi pemerintahan dalam Kota Bukittinggi dengan luas wilayah 6,831 km2 (27,07%), dan mempunyai penduduk sebanyak orang. Kecamatan ini terdiri dari 7 kelurahan, yaitu : Kayu Kubu, Pakan Kurai, Benteng Pasar Atas, Bukit Cangang Kayu Ramang, Aur Tajungkang Tengah Sawah, Tarok Dipo, dan Bukit Apit Puhun. Karakteristik Lingkungan Masyarakat Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah utama masyarakat Minangkabau. Adat dan budaya Minangkabau mempunyai spesifikasi dan karakteristik tersendiri, yaitu memakai sistem kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Masyarakat Minangkabau juga hidup berdasarkan suku yang mula-mula dikenal dua suku induk menurut tradisi Koto Piliang dan Bodi Caniago kemudian pecah menjadi bermacam-macam suku. Mereka yang termasuk ke dalam suatu suku merupakan sekelompok orang dari keturunan dan bertali darah, kesatuan genealogis. Suku atau matriclan adalah unit utama dari struktur masyarakat Minangkabau. Seseorang tidak dapat dipandang sebagai orang Minangkabau, kalau ia tidak mempunyai suku. Suku sifatnya exogami, kecuali kalau tidak dapat

82 55 lagi ditelusuri lagi hubungan keluarga antara dua suku yang sama. Biasanya orang dari suku yang sama menempati pemukiman yang sama, sehingga suku berarti genealogis teritorial. Kampung yang tidak dikaitkan kepada salah satu suku tertentu mengandung arti teritorial semata (Boestami et al. 1992). Orang dari satu suku menganggap mereka bersaudara, sehina semalu, sehingga saling membela jika menerima berita baik dan kabar buruk atau musibah. Diungkapkan dalam kata petuah kabar baik berimbauan, kabar buruk berambauan, artinya kabar baik datang dipanggil, sedang kabar musibah berdatangan. Tiap suku terdiri dari beberapa paruik, orang yang berasal dari satu nenek dan dikepalai oleh kapalo paruik atau tungganai dinamakan mamak kepala waris yang membimbing kemenakannya terutama dalam harta pusaka. Paruik dapat dibagi lagi ke dalam jurai dan jurai terbagi pula ke dalam samande (artinya satu ibu). Cara pembagian suku di Minangkabau seperti demikian bisa berbeda dari satu daerah ke daerah yang lain. Jurai hanyalah penamaan yang menyatakan hubungan di bawah paruik. Samande, sebaliknya sukar dipandang sebagai unit yang berdiri sendiri oleh karena dua atau tiga samande bisa sama mendiami rumah yang satu (rumah gadang) dan sama memiliki harta benda tidak bergerak lainnya. Anggota dari paruik biasanya memiliki harta bersama (harato pusako), seperti tanah bersama, termasuk sawah-ladang, rumah gadang dan pandam pekuburan (Boestami et al. 1992). Perkawinan di Minangkabau bersifat matrilokal, artinya suami mendatangi rumah istri dan bertempat tinggal di rumah istrinya sesudah perkawinan, ia bukanlah anggota kelompok kerabat istrinya walaupun ia tinggal lama di rumah istrinya (Penghulu 1991). Jadi dalam hal adat, seorang ayah berada di luar suku istri dan anak-anaknya. Demikian juga halnya di dalam upacara-upacara adat, ia berada di luar keluarga istrinya, walaupun kedudukannya sebagai semenda ditentukan dalam hubungannya dengan berdasarkan statusnya dalam hubungan kekerabatan itu. Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh

83 56 kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang (pilar utama rumah). Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya. Dalam budaya sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya barangkali, dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak (Thaib 2006). Melihat uraian diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa kedudukan perempuan berada dalam posisi berimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak beranak. Dalam hal ini peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan. Pada hakekatnya peranan perempuan itu sudah melebihi apa yang diperlukan perempuan itu sendiri sebagaimana yang mereka perlukan dalam kehidupan masyarakat modern. Hanya saja, waktu itu mereka tidak memakai kata emansipasi, persamaan hak, kesetaraan gender dan lain sebagainya sebagaimana yang sering digembar-gemborkan oleh kaum wanita barat (Thaib 2006). Bila dilihat berdasarkan karakteristik masyarakat, dalam masyarakat modern sering dibedakan antara masyarakat perdesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan masing-masing punya karakteristik tersendiri. Perbedaan ciri antara keduanya menurut Poplin dalam

84 57 Soekanto (1994) yaitu: 1) Perilaku masyarakat perdesaan homogen, sedangkan perkotaan heterogen; 2) Perilaku masyarakat perdesaan dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan, sedangkan perkotaan pengandalan diri dan kelembagaan; 3) Perilaku masyarakat perdesaan berorientasi pada tradisi dan status, sedangkan perkotaan rasionalitas dan fungsi; 4) Perdesaan bersifat isolasi sosial sehingga statik, sedangkan perkotaan bersifat mobilitas social sehingga dinamik; 5) Perdesaan berbentuk kesatuan dan keutuhan kultural, sedangkan perkotaan berbentuk kebauran dan diversifikasi kultural; 6) Perdesaan lebih banyak ritual dan nilai-nilai sakral, sedangkan perkotaan birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular; dan 7) Perdesaan bersifat kolektivisme, sedangkan perkotaan bersifat individualism. Ditinjau dari budaya masyarakat yang menganut sistem matrilineal, maka tidak terdapat perbedaan antara masyarakat perdesaan dan perkotaan yang menjadi lokasi penelitian ini, karena kedua daerah tersebut merupakan negeri asal orang Minangkabau yaitu Luhak Nan Tigo. Masyarakat perdesaan (Kabupaten Lima Puluh Kota) berasal dari Luhak Lima Puluh Kota, dan Masyarakat perkotaan (Kota Bukittinggi) berasal dari Luhak Agam. Walaupun tidak terdapat perbedaan dalam budaya masyarakat, namun sistem sosial perdesaan dan perkotaan seperti yang diungkapkan oleh Poplin sangat mempengaruhi bagaimana masyarakat tersebut menerapkan budaya yang ada. Masyarakat perkotaan yang heterogen diasumsikan dapat memberi dampak kepada tradisi adat dan budaya yang ada. Apalagi semenjak bergulirnya reformasi pemerintahan yang memberikan hak otonomi luas kepada kabupaten dan kota, yang mana untuk kabupaten terjadinya penerapan model pemerintahan nagari, sedangkan untuk kota masih pada sistem kelurahan. Hal ini juga diduga akan mempengaruhi penerapan budaya matrilineal dalam masyarakat. Keadaan Usaha Kerajinan Bordir dan Sulaman di Lokasi Penelitian Usaha kerajian bordir dan sulaman adalah skala usaha mikro dan kecil yang merupakan bentuk industri rumah tangga (home industry) pada umumnya dikembangkan oleh ibu rumah tangga di Sumatera Barat khususnya Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Bukittinggi. Pada awalnya, usaha yang dilakukan

85 58 tersebut merupakan bentuk penyaluran bakat dan bentuk pemanfaatan waktu luang kaum perempuan. Kegiatan membordir dan menyulam pada waktu itu banyak dilakukan oleh anak perempuan melalui bimbingan seorang ibu dan kakak perempuan dalam sebuah keluarga dengan motivasi kelak setelah berkeluarga mereka dapat membantu suami mendapatkan tambahan penghasilan. Saat itu kegiatan membordir dan menyulam sudah semakin berkembang, tidak lagi hanya sebagai kegiatan pengisi waktu luang, bahwa telah banyak menjadi pekerjaan utama bagi perempuan Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Bukittinggi. Sentra kerajinan bordir dan sulaman di Kabupaten Lima Puluh Kota banyak ditemui di Kecamatan Mungka, Payakumbuh, Guguak, Harau, Situjuh Limo Nagari, dan Bukit Barisan. Di Kecamatan tersebut pengrajin bordir dan sulaman tersebar dalam beberapa nagari/desa. Di Kecamatan Payakumbuh sentra kerajinan bordir dan sulaman banyak ditemui di Nagari Koto Tangah Simalanggang, Koto Baru Simalanggang, Simalanggang, dan Taeh. Sedangkan di Kecamatan Harau sentra kerajinan bordir dan sulaman banyak ditemui di Nagari Lubuak Batingkok, Solok Bio-bio, Koto Tuo, dan Sarilamak. Di nagari tersebut pengrajin bordir dan sulaman tersebar dalam beberapa orang (keluarga) yang bergabung dalam satu kelompok. Dari beberapa kelompok terdapat satu koordinator pengumpul yang bertindak sebagai pembeli hasil kerajinan bordir dan sulaman yang bertindak sebagai mitra pengrajin keluarga dan kelompok. Selanjutnya mitra pengrajin ini yang akan memasarkan produk ke berbagai daerah pemasan seperti Malaysia, Jakarta, Sumatera Barat (Bukittinggi), Riau, dan Jambi. Sentra kerajinan bordir dan sulaman di Kota Bukittinggi ditemui di setiap kecamatan yang ada Kota Bukittinggi, tapi lebih didominasi oleh Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dan Guguk Panjang. Di dua Kecamatan tersebut pengrajinan bordir dan sulaman tersebar dalam setiap kelurahan. Di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, khususnya Kelurahan Manggis Ganting hampir setiap keluarga mempunyai usaha kerajinan bordir, sehingga kelurahan ini dijuluki dengan Kampung Bordir. Sedangkan di Kecamatan Guguk Panjang sentra kerajinan bordir dan sulaman banyak ditemui di Kelurahan Kayu Kubu. Di setiap kecamatan terdapat beberapa kelompok usaha kerajinan yang biasanya disingkat dengan Kelompok Usaha Bersama (KUB), seperti KUB Maju Bersama, KUB

86 59 Semangat, KUB Paris Parik Antang dan lain-lain. Masing-masing kelompok tersebut langsung di bawah binaan Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi. Data jumlah unit usaha dan tenaga kerja industri bordir dan sulaman pada lokasi penelitian ini selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Data jumlah unit usaha dan tenaga kerja industri bordir/sulaman di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Bukittinggi No. Kabupaten/Kota Kecamatan Nagari/ Kelurahan 1. Lima Puluh Kota Payakumbuh Koto Tangah Simalanggang Jumlah Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja Harau Lubuk Batingkok Bukittinggi Mandiangin Manggis Ganting Koto Selayan Guguk Panjang Kayu Kubu Jumlah Sumber: Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (2012) Secara umum usaha kerajinan bordir dan sulaman skala mikro dan kecil memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Mesin peralatan sederhana belum bisa memproduksi massal, sehingga memiliki keterbatasan produksi. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar usaha kerajinan bordir dan sulaman skala ini tidak mampu memenuhi permintaan produksi dalam jumlah yang cukup banyak. 2. Memiliki keterbatasan permodalan. Karena keterbatasan permodalan sehingga bahan baku yang digunakan merupakan bahan standar dengan harga yang relatif lebih murah. 3. Desain produk terbatas. Model dan motif yang dikembangkan tidak banyak mengalami perubahan. Umumnya model dan motif yang dikembangkan sudah terpola dengan ciri khas bordiran atau sulaman seperti terawang dan sulaman suji cair dengan motif pucuak rabuang. 4. Merupakan usaha keluarga dan bersifat usaha sampingan dari pekerjaan inti. Biasanya usaha ini dikembangkan oleh seorang ibu rumah tangga, dibantu oleh anak perempuan. Pada kasus keluarga tertentu pembuatan bordir dan sulaman dilakukan oleh anggota keluarga dengan spesifikasi berbeda. Misalnya motif awal dibuat oleh seorang ibu, bordiran pinggir dan inti dilakukan oleh anak

87 60 perempuan, sedangkan terawang biasanya khusus dilakukan oleh orang lain yang lebih terampil. Hasil observasi dari wawancara terhadap pengrajin bordir dan sulaman di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Bukittinggi memperlihatkan bahwa kualitas produk yang dihasilkan tetap mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan dari produk industri berskala besar seperti bordiran mesin komputer dari dalam dan luar Sumatera Barat. Karakteristik produk bordir dan sulaman yang dihasilkan terlihat sangat kuat dan rapi karena dibuat secara manual (sulaman), mesin hitam biasa (bordiran). Beberapa pengrajin tertentu telah memiliki jaringan kerja sama (pelanggan) dengan pedangan dari Jakarta dan Malaysia. Karakteristik Keluarga Umur Istri dan Suami Umur istri dan suami dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok umur masa dewasa awal (20-39 tahun), dewasa pertengahan (40-65 tahun), dan dewasa lanjut/tua (65 tahun ke atas) (Feldman 1996). Secara keseluruhan umur istri berkisar antara 24 tahun sampai 61 tahun, sedangkan umur suami berkisar antara 26 tahun sampai 68 tahun. Proporsi terbesar umur istri (55%) berada pada rentang tahun dan suami (57%) berada pada rentang tahun (Tabel 5). Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan umur istri dan suami Umur (tahun)* Istri Suami Total Desa Kota Desa Kota Istri Suami Dewasa awal (20-39) 56,0 54,0 40,0 44,0 55,0 42,0 Dewasa pertengahan (40-65) 44,0 46,0 60,0 54,0 45,0 57,0 Dewasa akhir (>65) 0,0 0,0 0,0 2,0 0,0 1,0 Total (n) 100,0 100, ,0 100,0 100,0 Min-maks (tahun) Rata-rata (tahun) 39,3 39,3 43,7 43,3 39,3 43,5 Standar deviasi (tahun) 8,9 9,8 9,8 11,412 9,8 10,6 Uji beda t 1,000 0,822 *Kategori menurut Feldman (1996) Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik diperdesaan maupun perkotaan, umur istri didominasi pada tahap dewasa awal dan umur suami didominasi pada

88 61 tahap dewasa pertengahan menurut kategori Feldman (1996). Menurut Buhler dalam Baradja (2005) orang yang berusia pada selang tahun berada pada puncak masa hidup. Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih separuh (55%) istri termasuk berada pada puncak masa hidup yang berarti berada pada fase usia produktif dengan rata-rata umur sebesar 39,26 tahun. Berdasarkan uji beda rata-rata (uji-t) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata umur istri pada keluarga perdesaan dan umur istri pada keluarga pekotaan dengan nilai p-value 1,000, dan begitu juga dengan umur suami perdesaan dan umur suami perkotaan tidak terdapat perbedaan yang signifikan yaitu dengan nilai p-value 0,822. Lama Pendidikan Istri dan Suami Pendidikan istri dan suami dilihat dari lama pendidikan formal yang ditempuh. Pendidikan merupakan syarat utama pembanguanan kapabilitas manusia. Melalui pendidikan, khususnya pendidikan formal, kesetaraan gender dapat dicapai karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, semakin berpotensi akses untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik (Hubeis 2010). Hasil penelitian Raviv et al. (2009) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan menentukan tingkat upah dan status ekonomi keluarga. Lama pendidikan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu pendidikan hingga jenjang Sekolah Dasar (1-6 tahun), jenjang SMP (7-9 tahun), jenjang SMA (10-12 tahun), dan jenjang Perguruan Tinggi (13-16 tahun). Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan lama pendidikan istri dan suami Lama pendidikan (tahun) Istri Suami Total Desa Kota Desa Kota Istri Suami 1-6 (SD) 24,0 42,0 32,0 42,0 33,0 37,0 7-9 (SMP) 30,0 20,0 26,0 28,0 25,0 27, (SMA) >12 (PT) 38,0 8,0 38,0 0,0 36,0 6,0 30,0 0,0 38,0 4,0 33,0 3,0 Total (n) , ,0 100,0 100,0 Min-maks (tahun) Rata-rata (tahun) 9,9 8,6 9,5 8,0 9,3 8,8 Standar deviasi (tahun) 2,9 2,9 2,9 3,0 2,9 3,0 Uji beda t 0,022* 0,015* Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar istri (38%) maupun suami (36%) diperdesan mengenyam pendidikan SMA, sedangkan istri (42%) dan

89 62 suami (42%) diperkotaan mengenyam pendidikan lebih rendah yaitu SD (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang ditempuh istri maupun suami diperdesaan sudah baik yaitu di atas program wajib belajar sembilan tahun, sedangkan pendidikan yang ditempuh istri dan suami diperkotaan masih rendah yaitu masih di bawah program pemerintah wajib belajar sembilan tahun. Berdasarkan uji beda rata-rata (uji-t) terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pendidikan istri pada keluarga perdesaan dan pendidikan istri pada keluarga pekotaan (p=0,022), dan begitu juga terdapat perbedaan antara pendidikan suami pada keluarga perdesaan dan pendidikan suami pada keluarga perkotaan (p=0,015). Artinya bahwa tingkat pendidikan istri maupun suami dari keluarga perdesaan lebih lebih tinggi daripada keluarga perkotaan. Pekerjaan Utama dan Sampingan Keluarga Tingkat pendidikan yang diperoleh istri dan suami sangat menentukan besarnya peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Yadollahi et al. (2009) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang merupakan determinan penting yang menentukan pekerjaan seseorang. Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pendapatan keluarga. Menurut Deacon dan Firebaugh (1988), jenis pekerjaan yang profesional menyediakan pendapatan yang lebih tetap dibandingkan pekerjaan swasta. Namun pekerjaan sebagai swasta cenderung untuk memiliki kesempatan lebih dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Sebaran jenis pekerjaan utama dan sampingan keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan utama dan sampingan Pekerjaan Utama (%) Pekerjaan Sampingan (%) Jenis Pekerjaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Istri Suami Istri Suami Istri Suami Istri Suami Tidak bekerja 0,0 0,0 0,0 0,0 60,0 68,0 72,0 66,0 PNS 2,0 6,0 0,0 4,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Pedagang 6,0 6,0 0,0 22,0 6,0 10,0 20,0 10,0 Buruh 0,0 18,0 0,0 48,0 0,0 4,0 0,0 2,0 Pembantu rumah tangga 2,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 8,0 0,0 Karyawan 4,0 2,0 0,0 4,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Jasa angkutan 0,0 20,0 0,0 14,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Wiraswasta 4,0 18,0 0,0 6,0 2,0 6,0 0,0 0,0 Petani 12,0 28,0 0,0 0,0 2,0 6,0 0,0 8,0 Beternak 0,0 2,0 0,0 2,0 0,0 6,0 0,0 2,0 Kerajinan bordir/sulaman 70,0 0,0 100,0 0,0 30,0 0,0 0,0 0,0 Total (n) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

90 63 Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa seratus persen istri diperkotaan mempunyai pekerjaan utama sebagai pengrajin bordir dan sulaman, sedangkan hampir seluruh (70%) istri diperdesaan mempunyai pekerjaan utama sebagai pengrajin bordir dan sulaman disamping pekerjaan utama lainnya yaitu sebagai petani, pedagang, karyawan, wiraswasta, PNS, dan pembantu rumah tangga. Proporsi terbesar (28%) suami diperdesaan mempunyai pekerjaan utama sebagai petani, sedangkan (48%) suami diperkotaan sebagai buruh bangunan. Dalam keluarga contoh, rata-rata sepertiga suami dan istri diperdesaan maupun diperkotaan mempunyai pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan dilakukan dengan waktu kerja yang lebih sedikit dibandingkan pekerjaan utama atau dilakukan disela-sela pekerjaan utama. Jenis pekerjaan sampingan yang banyak ditekuni oleh istri diperdesaan selain bordir/sulaman yaitu pedagang, wiraswasta, dan petani. Sedangkan jenis pekerjaan sampingan yang banyak ditekuni oleh istri diperkotaan yaitu pedagang dan pembantu rumah tangga. Proporsi terbesar jenis pekerjaan sampingan suami diperdesaan maupun perkotaan adalah sebagai pedagang. Besar Keluarga Besar keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga inti dan keluarga luas yang tinggal dalam satu rumah tangga. Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kecil 4 ( orang), sedang (5-7 orang) dan besar (> 7 orang). Berdasarkan hasil penelitian besar keluarga diperdesaan maupun perkotaan berada pada kategori sedang, dengan rata-rata besar keluarga lebih dari 4 orang (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Besar keluarga (orang)* Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Kecil ( 4 orang) 29 58, , ,0 Sedang (5-7 orang) 21 42, , ,0 Besar (> 7 orang) 0 0,0 2 4,0 2 2,0 Total (n) , , ,0 Min-maks (orang) Rata-rata±SD (orang) 4,3±0,9 4,7±1,4 4,5±1,2 Uji beda t 0,071* *Kategori menurut BKKBN

91 64 Berdasarkan uji beda rata-rata (uji-t) terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata besar keluarga perdesaan dan keluarga pekotaan dengan nilai p=0,071. Secara keseluruhan terlihat bahwa keluarga perdesaan memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit dibandingkan dengan keluarga perkotaan dengan rataan besar keluarga sebesar 4,26 orang dan 4,70 orang. Besar keluarga berkaitan dengan pengeluaran keluarga, semakin besar anggota keluarga maka pengeluaran keluarga semakin bertambah. Menurut Suhardjo (1989), pada kalangan keluarga miskin, jumlah anggota keluarga yang besar seringkali mempunyai masalah dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok keluarga, sehingga kondisi ini akan memperbesar tingkat stres keluarga. Jumlah Anak Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa lebih separuh (59%) jumlah anak contoh pada keluarga perdesaan maupun perkotaan sebanyak 1-2 orang. Hal ini mencerminkan bahwa keluarga contoh sudah menyadari pentingnya nilai keluarga kecil bahagia sejahtera. Sebaran jumlah anak dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anak Jumlah anak (orang)* Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Kecil ( 2 orang) 33 66, , ,0 Sedang (3-5 orang) 17 34, , ,0 Besar (>5 orang) 0 0,0 2 4,0 6 6,0 Total (n) , , ,0 Min-maks (orang) Rata-rata±SD (orang) 2,1±0,9 2,6±1,4 2,4±1,2 Uji beda t 0,027* *Kategori menurut BKKBN Berdasarkan uji beda rata-rata (uji-t) terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata jumlah anak pada keluarga perdesaan dan keluarga pekotaan dengan nilai p=0,071. Secara keseluruhan terlihat bahwa jumlah anak pada keluarga perdesaan lebih sedikit dibandingkan jumlah anak keluarga perkotaan. Jumlah anak contoh diperdesaan berkisar antara 1 sampai 4 orang, sedangkan diperkotaan berkisar 1 sampai 6 orang dengan rata-rata 2,1 orang dan 2,6 orang.

92 65 Pendapatan Keluarga Keadaan Ekonomi Keluarga Sumberdaya keuangan keluarga yang utama didapatkan dari pendapatan keluarga (Deacon dan Firebaugh 1988). Pendapatan keluarga biasanya didapatkan dari seluruh anggota keluarga yang bekerja. Pendapatan keluarga berkaitan dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan keluarga. Ogbimi et al. (2006) menyatakan bahwa lebih rendahnya pendapatan pada keluarga besar akan menyebabkan pemenuhan kebutuhan akan pangan, pendidikan, dan kesehatan menjadi tidak memadai. Tabel 10 Sebaran pendapatan keluarga berdasarkan pendapatan suami, istri, anak, dan lainnya Pendapatan Perdesaan Perkotaan Total Uji Keluarga Rataan (Rp)± SD (Rp) % Rataan (Rp)± SD (Rp) % Rataan (Rp)± SD (Rp) % beda t Suami ± , ± , ± ,2 0,007* Istri ± , ± , ± ,0 0,080* Anak ± , ± , ± ,2 0,000* Lainnya ± , ± , ± ,6 0,258 Total ± , ± , ± ,0 0,148 Hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan persentase pendapatan istri diperdesaan maupun diperkotaan cukup membantu terhadap tambahan perekonomian keluarga, yaitu (36,2%) dan (23,5%). Secara umum, pendapatan istri pada keluarga perdesaan lebih besar dibandingkan dengan keluarga perkotaan (p= 0,080). Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi istri diperdesaan terhadap pendapatan keluarga lebih besar dibandingkan dengan perkotaan. Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Kategori (Rp/bulan) Pendapatan (%) Perdesaan Perkotaan Total < Rp ,00* 0,0 0,0 0,0 Rp ,00-Rp ,00 50,0 18,0 34,0 Rp ,00-Rp ,00 26,0 40,0 33,0 > Rp ,00 24,0 42,0 33,0 Total (n) 100,0 100,0 100,0 Minimum (Rp/bulan) Maksimum (Rp/bulan Rata-rata (Rp/bulan) Standar deviasi (Rp/bulan) Uji beda t 0,148 Keterangan : *UMR Provinsi Sumatera Barat menurut BPS 2012 sebesar Rp ,00

93 66 Kesejahteraan keluarga responden dapat diukur menggunakan UMR Provinsi Sumatera Barat. Keluarga yang memiliki pendapatan keluarga di atas UMR, berarti dapat dikatakan sejahtera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh contoh diperdesaan memiliki pendapatan keluarga per bulan berkisar antara Rp ,00 hingga Rp ,00, sedangkan (42%) diperkotaan lebih dari Rp ,00, dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp ,00 dan Rp ,00 (Tabel 11). Sekilas tampak bahwa pendapatan keluarga perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan keluarga perkotaan. Namun uji statistik keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (nilai p=0,148) atau lebih dari α=0,05. Hal ini berarti secara keseluruhan keluarga contoh temasuk dalam kategori keluarga sejahtera berdasarkan UMR Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar Rp ,00, dimana keluarga diperkotaan lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga perdesaan. Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita per bulan Kategori (Rp/kapita/bulan) Pendapatan (%) Perdesaan Perkotaan Total < Rp ,00* 2,0 0,0 1,0 Rp ,00-Rp ,00 40,0 10,0 25,0 Rp ,00-Rp ,00 28,0 48,0 38,0 > Rp ,0 42,0 36,0 Total (n) 100,0 100,0 100,0 Minimum (Rp/kapita/bulan) Maksimum (Rp/kapita/bulan) Rata-rata (Rp/kapita/bulan) Standar deviasi (Rp/kapita/bulan) Uji beda t 0,584 Ket : *Garis Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 sebesar Rp ,00/kapita/bulan Salah satu indikator penting dalam pembangunan suatu negara adalah pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita menentukan pendapatan yang layak untuk mencukupi kebutuhan minimal. Pendapatan per kapita dapat dihitung untuk mengetahui golongan keluarga miskin atau tidak. Keluarga yang berada pada kategori miskin berarti memiliki permasalahan keuangan dalam keluarga. Hasil penelitian secara keseluruhan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa (40%) contoh diperdesaan memiliki pendapatan keluarga per kapita per bulan Rp ,00 hingga Rp ,00, dan (48%) contoh diperkotaan Rp ,00 hingga Rp ,00 dengan rata-rata pendapatan per kapita per bulan yaitu Rp ,00

94 67 dan Rp ,00. Meskipun rata-rata pendapatan per kapita per bulan keluarga perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan keluarga perkotaan, namun uji statistik keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (nilai p=0,584) atau lebih dari α=0,05. Hal ini berarti rata-rata keluarga contoh berada di atas garis kemiskinan atau sejahtera dengan batas garis kemiskinan Provinsi Sumatera Barat 2011 (BPS 2012) sebesar Rp ,00/kapita/bulan, dimana keluarga di perkotaan lebih sejahtera dibandingkan keluarga perdesaan. Pengeluaran Keluarga Pengeluaran keluarga biasanya berkaitan dengan besar keluarga. Semakin besar anggota keluarga maka semakin besar pengeluaran yang dilakukan. Pengeluaran keluarga dapat dilihat dari jumlah pengeluaran untuk pangan dan nonpangan. Pengeluaran pangan yaitu pengeluaran yang dialokasikan untuk kebutuhan makanan sehari-hari, sedangkan pengeluaran nonpangan dialokasikan untuk kebutuhan di luar kebutuhan pangan seperti kebutuhan pakaian dan perumahan. Berdasarkan data penelitian terlihat bahwa persentase pengeluaran pangan diperdesaan maupun diperkotaan lebih besar dibandingkan non pangan (Tabel 13). Sesuai pendapat Soekirman (2000) bahwa di negara berkembang seperti Indonesia, pengeluaran pangan masih merupakan bagian terbesar (>50%). Hasil penelitian Herawati (2012) di Bogor menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga dalam penelitiannya termasuk keluarga yang tidak sejahtera atau status sosial ekonomi rendah karena pengeluaran pangan lebih dari 60 persen. Mengacu pada pendapat diatas, maka sebagian besar keluarga contoh dalam penelitian ini termasuk keluarga yang sejahtera atau status sosial ekonomi sedang. Tabel 13 Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangan dan non pangan per bulan Pendapatan Perdesaan Perkotaan Total Uji Keluarga Rataan (Rp)± SD (Rp) % Rataan (Rp)± SD (Rp) % Rataan (Rp)± SD (Rp) % beda t Pangan ± , ± , ± ,6 0,000* Non pangan ± , ± , ± ,4 0,849 Total ± , ± , ± ,0 0,075* Berdasarkan uji beda (uji-t) terdapat perbedaan yang signifikan antara pengeluaran pangan keluarga perdesaan dan keluarga pekotaan dengan nilai

95 68 p=0,000. Secara umum terlihat bahwa rata-rata pengeluaran pangan keluarga perdesaan lebih kecil dibandingkan dengan keluarga pekotaan yaitu Rp ,00 dan Rp ,00. Selanjutnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengeluaran non pangan keluarga perdesaan dan keluarga pekotaan dengan nilai p=0,849. Bila dilihat berdasarkan pengeluaran keluarga seluruhnya (pangan dan non pangan) per bulan, diperdesaan hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sepertiga (31%) contoh memiliki pengeluaran keluarga berkisar Rp ,00 hingga Rp ,00 per bulan, sedangkan seperempat (25%) pengeluaran keluarga diperkotaan berkisar antara Rp ,00 hingga Rp ,00 per bulan (Tabel 14). Berdasarkan uji beda rata-rata (uji-t) terdapat perbedaan yang signifikan antara pengeluaran keluarga perdesaan dan keluarga pekotaan dengan nilai p=0,075. Rata-rata pengeluaran keluarga perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan keluarga perkotaan yaitu Rp ,00 dan Rp ,00. Secara keseluruhan rata-rata pengeluaran sebesar Rp ,00. Jika dibandingkan dengan besar keluarga contoh dengan rata-rata 4,48 persen, maka pengeluaran yang dilakukan keluarga contoh tidak terlalu tinggi. Tabel 14 Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran keluarga per bulan Kategori (Rp/bulan) Pengeluaran (%) Perdesaan Perkotaan Total < Rp ,00* 4,0 2,0 3,0 Rp ,00-Rp ,00 62,0 34,0 48,0 Rp ,00-Rp ,00 26,0 50,0 38,0 > Rp ,00 8,0 14,0 11,0 Total (n) 100,0 100,0 100,0 Minimum (Rp/bulan) Maksimum Rata-rata (Rp/bulan) Standar deviasi (Rp/bulan) Uji beda t 0,075* Keterangan: *UMR Provinsi Sumatera Barat menurut BPS 2012 sebesar Rp ,00 Dilihat dari garis kemiskinan Provinsi Sumatera Barat menurut BPS tahun 2011, besar pengeluaran per kapita per bulan contoh hampir seluruhnya berada di atas yaitu garis kemiskinan Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp ,00/ kapita/bulan. Hasil penelitian pada Tabel 15 menunjukkan bahwa hanya dua orang (4%) contoh diperdesaan dan 3 orang (6%) contoh diperkotaan yang mempunyai

96 69 pengeluaran per kapita per bulan kurang dari Rp ,00. Sedangkan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan keluarga perdesaan dan keluarga perkotaan yaitu Rp ,00 dan Rp ,00. Sekilas tampak bahwa pendapatan keluarga perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan keluarga perkotaan. Namun uji statistik keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (nilai p=0,1339) atau lebih dari α=0,05. Tabel 15 Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan Kategori (Rp/kapita/bulan) Pengeluaran (%) Perdesaan Perkotaan Total < Rp ,00* 4,0 6,0 5,0 Rp ,00-Rp ,00 60,0 28,0 44,0 Rp ,00-Rp ,00 24,0 50,0 37,0 > Rp ,0 16,0 14,0 Total (n) 100,0 100,0 100,0 Minimum (Rp/kapita/bulan) Maksimum (Rp/kapita/bulan) Rata-rata (Rp/kapita/bulan) Standar deviasi (Rp/kapita/bulan) Uji beda t 0,339 Ket : Garis Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 sebesar Rp ,00/kapita/bulan Berdasarkan perbandingan besarnya pendapatan dan pengeluaran total keluarga, hasil penelitian menunjukkan bahwa seratus persen keluarga diperkotaan mempunyai pendapatan per kapita per bulan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran per kapita per bulan, sedangkan diperdesaan masih ada 1 orang (2%) mempunyai pendapatan per kapita per bulan lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran per kapita per bulan, dan 1 orang mempunyai pendapatan per kapita sama dengan pengeluaran (Tabel 16). Tabel 16 Sebaran keluarga berdasarkan perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran per kapita per bulan Kategori perbandingan Perdesaan Perkotaan Total Pendapatan < Pengeluaran (Defisit) Pendapatan = Pengeluaran Pendapatan > Pengeluaran (Surplus) 2,0 2,0 96,0 0,0 0,0 100,0 1,0 1,0 98,0 Total (n) 100,0 100,0 100,0 Menurut Suhardjo (2000), keluarga yang berpendapatan rendah akan menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk pangan dan membeli pangan dengan harga yang lebih murah, sedangkan keluarga dengan berpendapatan tinggi

97 70 akan membeli pangan dengan harga yang lebih mahal dan mengalokasikan pengeluaran nonpangan lebih besar. Hal tersebut senada dengan pendapat Engel dalam Yadollahi et al. (2009), bahwa terdapat hubungan antara pendapatan rumah tangga dengan pengeluaran pangan, dimana pada rumah tangga yang berpendapatan tinggi perentase pengeluaran pangan menurun, sedangkan pada rumah tangga miskin sebagian pendapatannya digunakan untuk mengosumsi pangan. Kepemilikan Aset Keluarga Material aset merupakan sumber aset keluarga yang memiliki nilai ekonomi dan dapat digunakan untuk melindungi, merubah, mengkonsumsi, atau memproduksi/investasi (Deacon dan Firebaugh 1988). Aset dalam penelitian ini adalah sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki oleh keluarga berupa materi yang bernilai ekonomi. Aset tersebut terdiri dari kepemilikan rumah, kendaraan, elektronik, peralatan rumah tangga, benda berharga (perhiasan), furniture/meubel, lahan pertanian, perikanan dan ternak. Hasil penelitian pada Tabel 17 secara keseluruhan baik diperdesaan maupun perkotaan menunjukkan kepemilikan aset berupa kendaraan, barang elektronik, peralatan rumah tangga, benda berharga (perhiasan), dan furniture diperoleh secara bersama antara suami dan istri setelah pernikahan. Menurut Becker (1981) bahwa aset yang diperoleh setelah menikah menggambarkan kemandirian sebuah keluarga yang merupakan kemandirian suami dan istri. Kepemilikan aset terhadap tanah, ladang/kebun, dan sawah secara keseluruhan berasal dari bawaan istri. Kepemilikan tanah pada umumnya yaitu (78%) dan (86%) baik diperdesaan maupun perkotaan merupakan kepemilikan istri yang berasal dari orang tua atau harta pusaka yang diwariskan menurut kekerabatan ibu. Hal ini sesuai dengan budaya Minangkabau yang menganut sistem matrilineal dimana harta pusaka seperti tanah diturunkan menurut pihak ibu. Menurut Penghulu (1991), sawah ladang banda buatan merupakan sumber ekonomi menurut Adat Minangkabau pemanfaatannya diutamakan untuk wanita, dan bukanlah berarti bahwa kaum laki-laki tidak dapat manfaatnya sama sekali. Hampir seluruh (82%) bangunan diperkotaan merupakan bawaan istri. Hal ini sesuai dengan budaya sistem matrilineal yang menyatakan rumah ditempati oleh

98 71 perempuan. Penghulu et al. (1991) menyatakan bahwa rumah di Minangkabau menurut adat adalah diutamakan untuk wanita bukan laki-laki, tetapi dalam hal ini bukanlah berarti bahwa laki-laki tidak mendapatkan perhatian dari adat Minangkabau, karena laki-laki mempunyai kodrat yang kuat dibandingkan dengan wanita. Sedangkan lebih separuh (54%) bangunan diperdesaan merupakan milik bersama. Artinya bahwa keluarga contoh diperdesaan sudah mulai mandiri dari segi kepemilikan bangunan dibandingankan keluarga perkotaan. Tabel 17 Sebaran keluarga berdasarkan persentase status kepemilikan aset Jenis Aset Kepemilikan Rumah Tidak memiliki aset (%) Status Kepemilikan Aset (%) Bawaan Istri Bawaan Suami Bersama Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota 1. Tanah 6,0 2,0 81,0 88,0 6,0 0,0 13,0 12,0 2. Bangunan 6,0 2,0 38,0 86,0 4,0 0,0 57,0 14,0 Kendaraan 3. Sepeda 46,0 88,0 0,0 17,0 4,0 0,0 96,0 83,0 4. Motor 10,0 20,0 0,0 3,0 11,0 0,0 89,0 98,0 5. Mobil 96,0 94,0 0,0 33,0 0,0 0,0 100,0 67,0 Elektronik 6. Televisi 8,0 2,0 7,0 6,0 7,0 0,0 87,0 94,0 7. VCD player 42,0 12,0 17,0 5,0 0,0 0,0 83,0 95,0 8. Video games/ps 84,0 97,0 25,0 0,0 13,0 0,0 63,0 100,0 9. Radio/Tape 40,0 2,0 17,0 4,0 3,0 0,0 80,0 96,0 10. Kipas angin/ac 48,0 46,0 4,0 4,0 8,0 0,0 88,0 96,0 11. Komputer/laptop 72,0 98,0 7,0 0,0 7,0 0,0 86,0 100,0 12. Telepon rumah/hp 8,0 0,0 0,0 0,0 2,0 0,0 98,0 100,0 13. Handycam/kamera 90,0 0,0 20,0 0,0 0,0 0,0 80,0 100,0 Peralatan rumah tangga 14. Kulkas 58,0 34,0 14,0 12,0 0,0 0,0 86,0 88,0 15. Mesin cuci 80,0 70,0 20,0 13,0 10,0 0,0 70,0 87,0 16. Rice cooker 22,0 46,0 10,0 7,0 3,0 0,0 87,0 93,0 17. Kompor gas 68,0 76,0 25,0 0,0 6,0 0,0 69,0 100,0 18. Oven/microwave 62,0 98,0 21,0 0,0 0,0 0,0 79,0 100,0 19. Blender/juicer 50,0 28,0 12,0 0,0 4,0 3,0 84,0 97,0 20. Setrika 8,0 4,0 13,0 0,0 2,0 0,0 85,0 100,0 21. Vacuum cleaner 96,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0 22. Mesin pompa air 40,0 98,0 13,0 0,0 3,0 0,0 83,0 100,0 Benda Berharga 23. Perhiasan perak 96,0 98,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0 24. Perhiasan emas 76,0 66,0 17,0 0,0 8,0 0,0 75,0 100,0 Furniture/meubel 25. Sofa 28,0 24,0 17,0 5,0 8,0 0,0 75,0 95,0 26. Tempat tidur 0,0 0,0 0,0 16,0 36,0 0,0 64,0 84,0 Pertanian, Perikanan dan Ternak 27. Sawah 60,0 74,0 35,0 38,0 15,0 0,0 50,0 62,0 28. Ladang/kebun 58,0 60,0 57,0 45,0 10,0 0,0 33,0 55,0 29. Ayam 48,0 48,0 4,0 15,0 8,0 0,0 88,0 85,0 30. Bebek/itik 76,0 78,0 42,0 18,0 0,0 0,0 58,0 82,0 31. Kambing 86,0 88,0 14,0 17,0 0,0 0,0 86,0 83,0 32. Sapi/kerbau 72,0 90,0 7,0 20,0 0,0 0,0 93,0 80,0 33. Tambak ikan 80,0 96,0 20,0 0,0 10,0 0,0 70,0 100,0

99 72 Aset keluarga yang lebih dominan berasal dari bawaan suami jika dibandingkan dengan bawaan istri adalah tempat tidur (36%) yang berada diperdesaan. Tempat tidur ditemukan sebagai bawaan suami, karena diperdesaan (Kabupaten Lima Puluh Kota) terdapatnya aturan adat bagi mempelai laki-laki untuk menyediakan hantaran berupa isi kamar tidur bagi mempelai perempuan, yang diistilahkan dengan maisi sasuduik. Kepemilikan aset berupa sepeda, mobil, video games, komputer, kamera, mesin cuci, kompor gas, oven, vacuum cleaner, mesin pompa air, perhiasan, pertanian, perikanan dan ternak, baik diperdesaan maupun perkotaan diketahui bahwa lebih separuh contoh tidak memiliki aset tersebut. Hal ini merupakan gambaran kepemilikan aset keluarga contoh masih terbatas. Karakteristik Usaha Kerajinan Bordir dan Sulaman Keluarga Contoh Tujuan Menjalankan Usaha Tujuan menjalankan usaha merupakan tujuan utama contoh dalam melakukan pekerjaan sebagai pengrajin bordir dan sulaman. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari hasil wawancara terstruktur, maka tujuan utama contoh dalam menjalankan usaha bordir/sulaman pada umumnya hampir sama antara perdesaan dan perkotaan. Sebaran tujuan utama contoh menjalankan usaha disajikan pada tabel 18. Tabel 18 Sebaran keluarga berdasarkan tujuan menjalankan usaha No Tujuan Menjalankan Usaha Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % 1 Memenuhi kebutuhan keluarga 9 18, , ,0 2 Biaya tambahan kebutuhan keluarga 24 48, , ,0 3 Masa depan anak 1 2,0 8 16,0 9 9,0 4 Pendidikan atau sekolah anak 0 0,0 1 2,0 1 1,0 5 Menyalurkan bakat atau hobby 4 8,0 1 2,0 5 5,0 6 Melanjutkan usaha orang tua/keluarga 6 12,0 2 4,0 8 8,0 7 Membuka lapangan pekerjaan 5 10,0 0 0,0 5 5,0 8 Mendidik anak berwirausaha 1 2,0 0 0,0 1 1,0 Total (n) , , ,0 Hasil penelitian pada Tabel 18 menunjukkan bahwa proporsi terbesar (48%) contoh perdesaan menjalankan usaha bordir/sulaman yaitu untuk memperoleh penghasilan tambahan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi

100 73 keluarga, sedangkan contoh perkotaan sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga (42%). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan utama contoh perdesaan menjalankan usaha adalah sebagai pencari nafkah tambahan, sedangkan contoh perkotaan sebagai pencari nafkah utama dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil penelitian ini telah memberikan fakta bahwa terjadinya transisi peran dalam keluarga yang menyebabkan perempuan sebagai seorang ibu rumahtangga juga berperan sebagai pencari nafkah utama atau tambahan dalam keluarga. Menurut Puspitawati (2009), kebanyakan istri bekerja di luar rumah sebagai pencari nafkah tambahan keluarga (secondary breadwinner) disamping suami sebagai pencari nafkah utama (main breadwinner) untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan keluarga. Kebanyakan contoh perkotaan tidak lagi sebagai pencari nafkah tambahan (secondary breadwinner), melainkan sebagai pencari nafkah utama (main breadwinner) dalam keluarga. Sedangkan kebanyakan contoh perdesaan masih sebagai secondary breadwinner. Menurut Sajogyo (1981) bahwa peran perempuan sebagai (homeworker) istri rumah tangga yang bekerja di sektor domestik mengalami pergeseran. Perempuan tidak hanya bekerja di sektor domestik saja tetapi juga bergerak di sektor publik sebagai pencari nafkah tambahan (secondary breadwinner). Lama Menjalankan Usaha Usaha kerajinan bordir dan sulaman pada umumnya sudah dimulai sebelum contoh menikah. Malahan keterampilan tersebut sudah dikuasai oleh contoh rata-rata saat berumur 14 tahun (SMP). Pada usia tersebut, keterampilan bordir dan sulaman sudah menjadi pekerjaan sebagai penghasilan tambahan dalam membantu perekonomian keluarga. Bagi contoh yang masih sekolah, bordir dan sulaman merupakan pekerjaan sampingan untuk mengisi waktu luang, terutama untuk menambah uang jajan atau keperluan sekolah. Sebaran keluarga berdasarkan lama berdiri usaha dapat dilihat pada Tabel 19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih separuh (58%) dari lama berdiri usaha istri perdesaan berada pada rentang lebih dari 15 tahun dengan ratarata 16,2 tahun. Sedangkan sepertiga (34%) lama berdiri usaha keluarga contoh perkotaan berada pada rentang 1-5 tahun dan 6-10 tahun, dengan rata-rata 9,9

101 74 tahun (Tabel 19). Berdasarkan uji beda rata-rata (uji-t) terdapat perbedaan yang signifikan antara lama berdiri usaha keluarga perdesaan dan keluarga pekotaan dengan nilai p=0,000. Hal ini berarti bahwa berdirinya usaha kerajinan bordir dan sulaman keluarga contoh perdesaan cukup lama dibandingkan dengan contoh yang berada diperkotaan. Tabel 19 Sebaran keluarga berdasarkan lama menjalankan usaha Lama berdiri usaha (tahun) Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % , , , , , , ,0 7 14, ,0 > ,0 9 18, ,0 Total (n) , , ,0 Min-maks (tahun) Rata-rata±SD(tahun) 16,2±8,4 9,9±6,6 13,5±8,2 Uji beda t 0,000* Status Kepemilikan dan Modal Usaha Kepemilikan usaha kerajinan pada umumnya atas nama contoh sendiri, dan usaha tersebut dijalankan oleh contoh sendiri karena usaha ini merupakan usaha kerajinan yang ditekuni oleh kaum perempuan dengan skala rumah tangga atau usaha mikro dan kecil. Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan usaha dapat dilihat pada tabel 20. Tabel 20 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan usaha Stauts kepemilikan usaha Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Pengusaha 14 28,0 5 10, ,0 Pekerja 36 72, , ,0 Total (n) , , ,0 Hasil penelitian pada Tabel 20 menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh diperdesaan maupun perkotaan sebagai pekerja yaitu masing-masing (72%) dan (90%). Hal ini menunjukkan bahwa diperdesaan contoh sebagai pengusaha lebih banyak dibandingkan dengan perkotaan. Contoh sebagai pengusaha diperdesaan tersebut mempunyai usaha yang cukup besar dengan beberapa karyawan, dan contoh telah memasarkan produknya sendiri ke luar kota dan provinsi, maupun ke negara tetangga seperti Malaysia. Usaha kerajinan yang

102 75 dijalankan oleh keluarga perdesaan pada umumnya merupakan usaha turun temurun dari orang tua atau keluarga besar. Modal usaha atau sumber dana merupakan biaya awal yang diperoleh istri dalam menjalankan usaha kerajinan bordir dan sulaman. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari hasil wawancara, baik diperdesaan maupun diperkotaan jawaban responden terhadap sumber dana/modal awal pada umumnya juga hampir sama yaitu didapat dari penghasilan suami yang ditabung, dari penghasilan sendiri/istri dalam melakukan pekerjaan lainnya (PNS, karyawan, pedagang, petani dan sebagainya), dari hasil kebun (pencaharian bersama), bantuan keluarga besar atau patungan dari saudara/kerabat, pinjaman dari tetangga, dan pinjaman dari koperasi nagari untuk diperdesaan. Selengkapnya sumber dana/modal usaha disajikan pada Lampiran 4. Alokasi Waktu Istri dan Kontribusi Suami Terhadap Kegiatan Istri Alokasi waktu yang digunakan untuk usaha pada umumnya jawaban contoh bervariasi, hal tersebut tergantung bentuk dan besarnya usaha. Bagi contoh sebagai pengusaha yang mempunyai beberapa karyawan, maka dapat dikatakan mempunyai usaha yang cukup besar, dan usaha tersebut biasanya dijalankan dengan manajemen yang cukup baik dengan waktu kerja yang telah ditentukan bagi karyawan (pekerja) yang bekerja di tempat usaha (pengusaha). Sedangnya bagi contoh sebagai pekerja, biasanya pekerjaan sebagai pengrajin bordir dan sulaman merupakan pekerjaan tambahan disamping tanggungjawab utama terhadap pekerjaan rumah tangga. Alokasi waktu yang digunakan untuk usaha biasanya tergantung banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak maka seharian bisa digunakan untuk usaha, dan untuk pekerjaan rumah tangga dibantu oleh anggota keluarga lainnya. Tabel 21 Sebaran keluarga berdasarkan alokasi istri waktu untuk usaha Alokasi waktu (jam/hari) Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % ,0 8 16, , , , , ,0 1 2,0 4 4,0 Total (n) , , ,0 Min-maks (jam/hari) Rata-rata±SD(jam/hari) 6,2±3,1 6,9±1,5 6,5±2,5 Uji beda t 0,111

103 76 Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh (48%) contoh diperdesaan mengalokasikan waktu untuk usaha yang berada pada rentang 1-5 jam dengan rata-rata 6,2 jam, sedangkan diperkotaan hampir seluruh contoh (82%) mengalokasikan waktu untuk usaha berkisar antara 6-10 jam dengan ratarata 6,9 jam (Tabel 21). Meskipun rata-rata alokasi waktu istri untuk usaha pada keluarga perdesaan lebih sedikit dibandingkan dengan keluarga perkotaan, namun uji statistik keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (nilai p=0,111) atau lebih dari α=0,05. Istri pada keluarga perdesaan lebih sedikit mengalokasikan waktu sebagai pengrajin bordir/sulaman daripada istri perkotaan, disebabkan karena pekerjaan pengrajin diperdesaan ada yang dilakukan hanya sebagai pekerjaan tambahan disamping pekerjaan utama lainnya sebagai petani, pedagang, PNS, karyawan, wiraswasta, dan pembantu rumah tangga (Tabel 11). Maka dengan demikian, waktu yang dialokasikan sebagai pengrajin tentunya akan disesuaikan dengan pekerjaan utama dan juga tanggungjawab utama dalam urusan rumah tangga seperti aktivitas domestik. Kontribusi suami merupakan seberapa besar sumbangan/bantuan suami baik secara materil maupun spritual terhadap usaha kerajinan yang dijalankan oleh istri. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden secara keseluruhan diperdesaan maupun perkotaan, terlihat bahwa kontribusi yang diberikan suami terhadap istri dalam menjalankan usaha sangatlah besar baik secara materil maupun spritual. Jawaban responden terhadap kontribusi suami pada umumnya hampir sama yaitu sangat mendukung atau memberi dorongan dalam melakukan pekerjaan membordir/menyulam, memberi motivasi yang tinggi disaat istri menghadapi permasalahan dalam menjalani setiap urusan pekerjaan, memberi tanggapan yang positif terhadap pekerjaan yang dilakukan, serta suami ikut membantu dan memberi tambahan modal usaha bagi istri. Kontribusi suami tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap lancarnya usaha yang dijalankan oleh istri. Selengkapnya kontribusi suami terhadap usaha disajikan pada Lampiran 4. Pendapatan Usaha Kerajinan Bordir dan Sulaman Pendapatan usaha industri kerajinan bordir dan sulaman merupakan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan istri sebagai pengrajin, baik sebagai pengusaha maupun sebagai pekerja.

104 77 Tabel 22 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan usaha Pendapatan Usaha (Rp/bulan) Perkotaan Perdesaan Total n % n % n % <Rp , , , ,0 Rp ,00-Rp , ,0 3 6, ,0 Rp ,00-Rp , ,0 0 0,0 5 5,0 >Rp ,00 1 2,0 0 0,0 1 1,0 Total (n) , , ,0 Minimum (Rp/bulan) Maksimum (Rp/bulan) Rata-rata (Rp/bulan) Standar deviasi (Rp/bulan) Uji beda t 0,048* Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 22 bahwa proporsi terbesar pendapatan usaha diperdesaan maupun perkotaan kurang dari Rp ,00, yaitu masing-masing (72%) dan (94%) dengan rata-rata Rp ,00 dan Rp ,00. Berdasarkan uji beda rata-rata (uji-t) terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pendapatan usaha pada keluarga perdesaan dan keluarga pekotaan dengan nilai p=0,048. Hal ini berarti bahwa ratarata penghasilan usaha kerajinan bordir dan sulaman diperdesaan lebih besar dibandingkan dengan perkotaan. Hal ini diduga karena contoh diperdesaan lebih banyak berprofesi sebagai pengusaha dibandingkan dengan contoh diperkotaan. Budaya Matrilineal dalam Keluarga Pengetahuan Istri tentang Budaya Matrilineal Setiap manusia memiliki pengetahuan yang berbeda-beda sesuai dengan ilmu yang didapatkannya. Pengetahuan dapat diperoleh melalui ilmu pengetahuan dan kejadian. Menurut Gie (1991), pengetahuan pada dasarnya merupakan keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat berkenaan dengan suatu gejala atau peristiwa, baik yang bersifat alamiah, sosial, maupun perorangan. Pengetahuan matrilineal dalam penelitian ini terdiri dari lima kelompok yaitu : 1) Pengetahuan tentang struktur keluarga budaya matrilineal; 2) Pengetahuan tentang perkawinan; 3) Pengetahuan tentang sumberdaya materi dan harta pusaka; 4) Pengetahuan tentang pengasuhan dan pendidikan; serta 5) Pengetahuan tentang komunikasi/hubungan antar keluarga besar. Sebaran

105 78 keluarga berdasarkan pengetahuan istri tentang budaya sistem matrilineal dapat dilihat pada Tabel 23. Pada aspek pengetahuan tentang struktur keluarga sistem matrilineal, hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa seratus persen responden mengetahui keluarga di Minangkabau menganut sistem matrilineal (garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu). Sedangkan hampir seluruh contoh mengetahui tentang struktur keluarga di Minangkabau menganut keluarga luas/extended family, posisi perempuan di Minangkabau ditempatkan pada tempat yang lebih terhormat dan dapat disebut superior baik di sektor domestik maupun publik, ibu di Minangkabau disebut juga Bundo Kanduang yaitu ibu sejati yang selain memiliki sifat keibuan juga kepemimpinan, mamak merupakan peran yang melekat pada fungsi laki-laki/saudara laki-laki dari ibu, kemenakan merupakan peran yang melekat pada anak dari saudara perempuan dan dari seorang laki-laki, kecuali pengetahuan tentang kekuasaan terhadap sumberdaya materi menurut adat di Minangkabau terletak ditangan ibu kurang separuh contoh yang mengetahuinya. Hal ini berarti bahwa secara garis besar keluarga responden mengetahui keluarga di Minangkabau menganut sistem matrilineal atau kekerabatan menurut pihak ibu, sedangkan sisanya (34%) contoh perdesaan dan (22%) contoh perkotaan masih beranggapan kekuasaan terhadap sumberdaya materi terletak ditangan ayah. Dalam hal ini artinya pengetahuan responden perdesaan lebih tinggi dari perkotaan. Pengetahuan responden yang berhubungan dengan perkawinan terlihat bervariasi. Secara umum pengetahuan responden perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan, yaitu dalam hal perkawinan suku dilarang menurut adat, perkawinan pulang kebako sangat dianjurkan dalam adat, perkawinan di Minangkabau tidak menciptakan keluarga inti, dan mamak bertanggung jawab mencarikan jodoh untuk kemenakannya. Sedangkan pengetahuan responden perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan perdesaan hanya dalam hal perkawinan dengan anak mamak sangat dianjurkan dalam adat. Hal ini berarti bahwa secara umum pengetahuan responden perdesaan mengenai perkawinan cukup baik dibandingkan dengan responden perkotaan.

106 79 Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan pengetahuan matrilineal Perdesaan Perkotaan Pernyataan (% jawaban)* (% jawaban)* Betul Salah Betul Salah Pengetahuan tentang struktur keluarga matrilineal 1. Keluarga di Minangkabau menganut sistem matrilineal 100,0 0,0 100,0 0,0 (garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu) 2. Struktur keluarga di Minangkabau menganut keluarga 82,0 16,0 92,0 8,0 luas (extended family), bukan keluarga inti 3. Posisi perempuan di Minangkabau ditempatkan pada 96,0 4,0 98,0 2,0 tempat yang lebih terhormat dan dapat disebut superior, baik di sektor domestik maupun publik 4. Ibu di Minangkabau disebut juga Bundo Kanduang yaitu 100,0 0,0 98,0 2,0 ibu sejati yang memiliki sifat kepemimpinan. 5. Mamak merupakan peran yang melekat pada fungsi lakilaki 82,0 18,0 100,0 0,0 (saudara laki-laki dari ibu) 6. Kemenakan merupakan peran yang melekat pada anak 88,0 12,0 96,0 4,0 dari saudara perempuan dan dari seorang laki-laki 7. Menurut adat kekuasaan terhadap sumberdaya materi yang sebenarnya terletak ditangan ibu 66,0 34,0 78,0 22,0 Pengetahuan tentang perkawinan 8. Perkawinan sesama suku tidak dibolehkan menurut adat 98,0 2,0 10,0 0,0 9. Perkawinan dengan anak mamak (anak saudara laki-laki 62,0 38,0 82,0 18,0 ibu) sangat dianjurkan dalam adat 10. Perkawinan pulang kebako (anak dari saudara 58,0 42,0 40,0 60,0 perempuan ayah) sangat dianjurkan dalam adat 11. Perkawinan dalam matrilinel bersifat matrilokal (adat 98,0 2,0 100,0 0,0 yang menentukan bahwa sepasang suami istri menetap di sekitar kediaman kaum kerabat istri) 12. Perkawinan di Minangkabau tidak menciptakan keluarga 68,0 32,0 32,0 68,0 inti yang baru karena suami dan istri tetap menjadi anggota keturunannya masing-masing 13. Mamak bertanggungjawab dalam hal perkawinan 52,0 8,0 100,0 0,0 kaum/suku dan kemenakannya 14. Mamak bertanggungjawab mencarikan jodoh untuk kemenakannya. 44,0 56,0 18,0 82,0 Pengetahuan tentang sumberdaya materi dan harta pusaka 15. Sumber ekonomi di Minangkabau pemanfaatannnya 98,0 2,0 70,0 30,0 diutamakan untuk anak perempuan seperti sawah/lading 16. Yang menyimpan hasil ekonomi keluarga menurut adat 82,0 18,0 54,0 46,0 di Minangkabau adalah pihak perempuan 17. Yang mengatur/mengelola ekonomi rumah tangga 94,0 6,0 98,0 2,0 menurut adat Minangkabau adalah perempuan 18. Rumah menurut adat di Minangkabau ditempati untuk 100,0 0,0 100,0 0,0 anak perempuan 19. Pihak perempuan di Minangkabau bertindak sebagai 100,0 0,0 100,0 0,0 pewaris harta pusaka. 20. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun 98,0 2,0 100,0 0,0 yang diwariskan berdasarkan keturunan ibu. 21. Harta pusaka rendah merupakan harta pencaharian orang 82,0 18,0 100,0 0,0 tua yang diwariskan berdasarkan hukum islam. 22. Bundo Kanduang berkewajiban menjaga harta pusaka 84,0 16,0 58,0 42,0 agar tidak berpindah kepada orang lain 23. Bundo Kanduang berkewajiban melarang kaum laki-laki 84,0 16,0 46,0 54,0 menggadaikan dan menjual harta pusaka. 24. Mamak bertanggungjawab mengatur pengurusan harta pusaka 96,0 4,0 98,0 2,0

107 80 Lanjutan Tabel 23 Pernyataan 25. Ibu sebagai Bundo Kanduang lebih berkewajiban memberikan bimbingan dan pengemblengan terhadap anak dari pada ayah 26. Ibu sebagai Bundo Kanduang bertanggungjawab memberikan bimbingan terhadap anggota keluarga lainnya di dalam rumah tangga 27. Ibu sebagai Bundo Kanduang lebih bertanggungjawab memberikan pendidikan kepada anak dari pada ayah 28. Ibu sebagai Bundo Kanduang bertanggungjawab memelihara kemenakan 29. Ibu sebagai Bundo Kanduang berkewajiban mengatur rumah tangga dan pengaturan fisik (kesehatan) 30. Mamak lebih bertanggungjawab dalam hal pengasuhan/ bimbingan dari pada ayah Perdesaan Perkotaan (% jawaban)* (% jawaban)* Betul Salah Betul Salah 98,0 2,0 88,0 12,0 62,0 38,0 92,0 8,0 98,0 2,0 96,0 4,0 72,0 28,0 38,0 62,0 92,0 8,0 94,0 6,0 34,0 33,0 24,0 76,0 Pengetahuan tentang komunikasi/hubungan antar keluarga besar 31. Menurut adat pada waktu-waktu tertentu, istri bermalam di rumah mertua, ikut melayani dan merawat orangtua tersebut 90,0 10,0 100,0 0,0 32. Pada hari-hari besar keagamaan, menantu perempuan datang ke rumah mertuanya dengan membawa kue-kue dan makanan lain (maantaan lamang) 33. Menurut adat, saat pengantin baru istri wajib membawa makanan/kue-kue dan makanan dalam jumlah yang besar ke rumah mertua (manjalang mintuo) 34. Hubungan istri dengan saudara orang tua suami menurut adat sama dengan hubungan seorang anak kepada orangtuanya 35. Hubungan istri dengan saudara suami menurut adat hanya terbatas dalam bentuk penghormatan saja. 36. Pola hubungan istri dengan anak saudara suami menurut adat sama dengan hubungan menantu dan mertua (mintuo) * Jawaban betul sesuai dengan yang seharusnya 64,0 36,0 88,0 12,0 72,0 28,0 88,0 12,0 58,0 42,0 44,0 56,0 48,0 52,0 62,0 38,0 60,0 40,0 70,0 30,0 Pada aspek pengetahuan tentang sumberdaya materi dan harta pusaka, hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa seratus persen responden mengetahui rumah menurut adat di Minangkabau ditempati untuk anak perempuan, dan pihak perempuan di Minangkabau bertindak sebagai pewaris harta pusaka. Secara umum pengetahuan responden perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan, yaitu mencakup sumber ekonomi di Minangkabau pemanfaatannya diutamakan untuk perempuan, yang menyimpan hasil ekonomi keluarga adalah perempuan, perempuan berkewajiban menjaga harta pusaka agar harta pusaka tidak berpindah kepada orang lain, dan perempuan berkewajiban melarang kaum laki-laki menjual harta pusaka. Hal ini berarti bahwa secara umum

108 81 pengetahuan responden perdesaan mengenai sumber daya materi cukup baik dibandingkan dengan responden perkotaan. Pada aspek pengetahuan tentang pengasuhan dan pendidikan, tidak satupun contoh yang mengetahui seratus persen salah satu aspek pernyataan. Secara umum pengetahuan responden perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan, yaitu dalam hal ibu lebih berkewajiban memberikan bimbingan dan pendidikan kepada anak dibanding ayah, ibu bertanggungjawab memelihara kemenakan, dan mamak lebih bertanggung memberikan bimbingan dari pada ayah. Sedangkan pengetahuan responden perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan perdesaan hanya dalam hal ibu bertangggungjawab memberikan bimbingan terhadap anggota lainnya dalam rumah tangga. Hal ini berarti bahwa secara umum pengetahuan responden perdesaan mengenai pengasuhan dan pendidikan baik dibandingkan dengan responden perkotaan. Pengetahuan tentang komunikasi/hubungan antar keluarga besar tidak ada satupun pernyataan yang diketahui contoh seratus persen. Pengetahuan responden perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan hanya dalam hubungan istri dengan saudara orang tua suami sama dengan hubungan seorang anak kepada orang tua. Sedangkan pengetahuan responden perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan perdesaan yaitu pada waktu-waktu tertentu istri bermalaman di rumah mertua serta ikut melayani orang tua tersebut, pada hari-hari besar keagamaan istri datang maantaan lamang ke rumah mertua, saat pengantin baru istri wajib manjalang mintuo, hubungan istri dengan saudara suami hanya terbatas dalam bentuk penghormatan saja, dan hubungan istri dengan anak saudara suami sama dengan hubungan menantu dan mertua. Hal ini berarti bahwa secara umum pengetahuan komunikasi responden perdesaan terhadap keluarga besar suami lebih baik jika dibandingkan dengan responden perdesaan. Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengetahuan matrilineal Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % < 60 (Rendah) 4 8,0 1 2,0 5 5, (Sedang) 24 48, , ,0 > 80 (Tinggi) 22 44, , ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 78,6±10,5 77,9±9,3 78,2±9,9 Uji beda t 0,710

109 82 Hasil penelitian pada Tabel 24 menunjukkan bahwa pengetahuan istri terhadap budaya matrilineal ternyata terjadi cukup baik pada keluaraga di perdesaan maupun di perkotaan. Meskipun rataan pengetahuan budaya matrilineal istri pada keluarga perkotaan sedikit lebih rendah dari pada keluarga diperdesaan, yaitu masing-masing 77,9 dan 78,6, namun berdasarkan uji beda rata-rata tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor keduanya. Hal ini mengindikasikan bahwa bahwa keluarga perdesaan maupun perkotaan sama-sama memiliki pengetahuan tentang budaya matrilineal yang cukup baik dengan nilai signifikasi sebesar 0,766 atau besar dari α=0,05. Penerapan Budaya Matrilineal dalam Keluarga Penerapan budaya matrilineal dalam penelitian ini terdiri dari empat kelompok yaitu: 1) Penerapan dalam aktivitas perkawinan, 2) Penerapan dalam aktivitas sumberdaya materi dan harta pusaka, 3) Penerapan dalam aktivitas pengasuhan dan pendidikan, dan 4) Penerapan dalam aktivitas komunikasi/ hubungan antar keluarga besar. Sebaran keluarga berdasarkan penerapan budaya matrilineal telihat pada Tabel 25. Penerapan budaya matrilineal pada aktivitas sumberdaya materi dan harta pusaka secara keseluruhan telah dilaksanakan oleh keluarga contoh. Hal ini artinya bahwa masyarakat Minangkabau telah menerapkan dengan baik aspekaspek matrilineal seperti pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka. Bila dilihat berdasarkan uji beda, penerapan responden perkotaan yang lebih rendah dibandingkan perdesaan adalah dalam harta pusaka rendah/harta pencaharian orang tua diwariskan berdasarkan hukum islam, dan perempuan masih berfungsi melarang kaum laki-laki menggadaikan dan menjual harta pusaka. Sedangkan penerapan responden perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan perdesaan hanya dalam hal penggarapan sumber ekonomi orang tua seperti sawah dan ladang diutamakan untuk perempuan. Penerapan terhadap aturan harta pusaka rendah/harta pencaharian orang tua diwariskan berdasarkan hukum islam merupakan persentase terendah. Hal ini disebabkan kenyataannya yang terjadi bahwa rumah yang merupakan pencaharian orang tua merupakan aset yang belum bisa diwariskan berdasarkan hukum islam dalam keluarga contoh. Menurut Penghulu (1991), bahwa rumah di Minangkabau menurut adat adalah

110 83 diutamakan untuk wanita bukan laki-laki. Walaupun makna dari diutamakan bukan berarti diwariskan, namun pada kenyataannya aset tersebut juga belum dapat menjadi warisan yang bisa dibagi menurut ketentuan hukum islam karena pemanfaatannya diutamakan untuk perempuan. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Kato (2005) yang menyatakan bahwa matrilineal tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang walau hanya diajarkan secara turun temurun dan tidak ada sanksi adat yang diberikan kepada yang tidak menjalankan sistem kekerabatan tersebut. Pada setiap individu Minang misalnya, memiliki kecenderungan untuk menyerahkan harta pusaka yang seharusnya dibagi kepada setiap anak menurut hukum faraidh dalam Islam, hanya kepada anak perempuannya. Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak perempuannya pula, begitu seterusnya. Sehingga sistem matrilineal akan semakin menguat dalam diri orang-orang Minangkabau walau mereka telah menetap di kota-kota di luar Minang sekalipun dan mulai mengenal sistem patrilineal. Penerapan budaya matrilineal dalam aktivitas pengasuhan dan pendidikan pada umumnya juga sudah diterapkan oleh keluarga contoh. Hal ini artinya bahwa responden sudah menyadari tanggungnya jawabnya dalam hal pengasuhan dan pendidikan dalam keluarga. Penerapan responden perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan yaitu dalam hal istri lebih dominan memberikan pendidikan kepada anak dari pada ayah, dan mamak masih ikut dalam pengasuhan dan bimbingan terhadap kemenakan. Artinya bahwa pembagian peran dalam bidang pendidikan antara suami dan istri diperkotaan lebih tinggi jika dibandingkan pedesaan, dan fungsi mamak di perdesaan dalam pengasuhan dan bimbingan terhadap kemenakan lebih besar jika dibandingkan dengan perkotaan. Fungsi mamak dalam pengasuhan dan bimbingan terhadap kemenakan merupakan butir yang terendah dari aspek pendidikan dan pengasuhan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Edwar (2010) yang menyatakan fungsi dan tanggung jawab mamak kepala waris saat ini telah mengalami pergeseran dikarenakan oleh semakin akrabnya suami istri dan anak yang mengakibatkan mamak itu sendiri lebih cenderung mendidik anak-anaknya daripada kemenakan, dimana sekarang ini tidak terlihat lagi ke rumah orang tuanya (rumah gadang) tetapi telah menetap sendiri di rumah istri dan anaknya.

111 84 Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan penerapan budaya matrilineal Pernyataan Perdesaan (% jawaban) Perkotaan (% jawaban) Ya Tidak Ya Tidak Penerapan dalam aktivitas perkawinan 1. Perkawinan dalam keluarga dilakukan dengan beda 100,0 0,0 100,0 0,0 suku 2. Perkawinan dengan anak mamak masih terlaksana 52,0 28,0 76,0 24,0 dalam keluarga 3. Perkawinan pulang kebako masih terlaksana dalam 70,0 30,0 64,0 36,0 keluarga 4. Suami mengunjungi/tinggal di rumah istri setelah 92,0 8,0 96,0 4,0 menikah 5. Mamak ikut serta dalam perkawinan kaum/suku dan 98,0 2,0 98,0 2,0 kemenakannya 6. Mamak ikut serta mencarikan jodoh untuk kemenakannya. 32,0 68,0 36,0 64,0 Penerapan dalam aktivitas sumberdaya materi dan harta pusaka 7. Penggarapan sumber ekonomi orang tua seperti sawah, 74,0 26,0 100,0 0,0 ladang masih diutamakan untuk anak perempuan 8. Yang menyimpan hasil ekonomi dalam keluarga adalah 92,0 8,0 92,0 8,0 perempuan 9. Yang mengatur/mengelola ekonomi rumah tangga 100,0 0,0 98,0 2,0 adalah perempuan 10. Rumah orang tua ditempati untuk anak perempuan 90,0 10,0 96,0 4,0 11. Pihak perempuan masih bertindak sebagai pewaris 100,0 0,0 100,0 0,0 harta pusaka. 12. Harta pusaka tinggi diwariskan kepada keturunan 94,0 6,0 98,0 2,0 perempuan 13. Harta pusaka rendah/harta pencaharian orang tua 80,0 20,0 70,0 30,0 diwariskan berdasarkan hukum islam. 14. Bundo Kanduang masih berfungsi menjaga harta 96,0 2,0 92,0 8,0 pusaka supaya tidak berpindah kepada orang lain 15. Bundo Kanduang masih berfungsi melarang kaum lakilaki 100,0 0,0 92,0 8,0 menggadaikan dan menjual harta pusaka. 16. Mamak masih berfungsi mengatur pengurusan harta pusaka 100,0 0,0 94,0 6,0 Penerapan dalam aktivitas pengasuhan dan pendidikan 17. Bundo Kanduang dominan memberikan bimbingan dan 94,0 6,0 90,0 10,0 pengemblengan terhadap anak dari pada suami 18 Bundo Kanduang memberikan bimbingan terhadap 86,0 14,0 76,0 24,0 anggota keluarga lainnya di dalam rumah tangga. 19. Bundo Kanduang lebih dominan memberikan 98,0 2,0 92,0 8,0 pendidikan kepada anak dari pada suami 20. Bundo Kanduang ikut memelihara kemenakan 68,0 32,0 68,0 32,0 21. Bundo Kanduang telah mengatur rumah tangga dan 98,0 2,0 100,0 0,0 pengaturan kesehatan/fisik dengan baik 22. Mamak masih ikut dalam pengasuhan dan bimbingan terhadap kemenakan 58,0 42,0 36,0 64,0 Penerapan dalam aktivitas komunikasi antar keluarga besar 23. Pada waktu-waktu tertentu, istri masih bermalam di 94,0 6,0 92,0 6,0 rumah mertua dan ikut melayani dan merawat orangtua tersebut 24. Pada hari-hari besar keagamaan (Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, dan menyambut bulan puasa) istri masih datang ke rumah mertua dengan membawa kue-kue dan makanan lain (maantaan lamang) 64,0 36,0 82,0 18,0

112 85 Lanjutan Tabel 25 Pernyataan 25. Saat pengantin baru istri ikut membawa makanan dan kue-kue dalam jumlah yang besar ke rumah mertua (manjalang mintuo) 26. Istri masih berkomunikasi dengan saudara orang tua suami seperti seorang anak kepada orangtuanya 27. Istri masih menjalin komunikasi yang baik dengan saudara suami 28. Istri masih menjalin komunikasi yang baik dengan anak saudara suami ibarat hubungan antara menantu dan mertua (mintuo) Perdesaan Perkotaan (% jawaban) (% jawaban) Ya Tidak Ya Tidak 90,0 10,0 94,0 6,0 90,0 10,0 94,0 6,0 100,0 0,0 94,0 6,0 94,0 6,0 94,0 6,0 Penerapan budaya matrilineal dalam hal komunikasi/hubungan antar keluarga besar pada umumnya sudah dilaksakan oleh keluarga contoh. Artinya bahwa keluarga contoh sudah mulai menyadari pentingnya menjalin komunikasi yang baik antar keluarga besar, hal ini terbukti dari hampir semua butir pernyataan dilaksanakan dengan baik oleh keluarga contoh perdesaan maupun perkotaan. Penerapan komunikasi yang lebih tinggi pada keluarga contoh perkotaan daripada perdesaan yaitu dalam hal hari-hari besar keagamaan (Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, dan menyambut bulan puasa) istri masih datang ke rumah mertua dengan membawa kue-kue dan makanan lain (maantaan lamang). Hal ini berarti bahwa istri diperdesaan sudah mulai meninggalkan ajaran adat maantakan lamang ke rumah mertua dibandingkan dengan istri diperkotaan. Tabel 26 Sebaran keluarga berdasarkan kategori penerapan budaya matrilineal Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % < 60 (Rendah) 0 0,0 0 0,0 0 0, (Sedang) 14 28, , ,0 > 80 (Tinggi) 36 72, , ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 84,3±5,8 84,6±7,4 84,5±6,6 Uji beda t 0,833 Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan budaya matrilineal pada keluarga contoh baik di perdesaan maupun di perkotaan termasuk kategori tinggi. Rata-rata penerapan budaya matrilineal keluarga perdesaan maupun perkotaan hampir sama, yaitu masing-masing 84,3 dan 84,6 (Tabel 26). Berdasarkan uji beda rata-rata tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor keduanya. Hal ini

113 86 mengindikasikan bahwa bahwa keluarga perdesaan maupun perkotaan sama-sama menerapkan budaya matrilineal dengan baik dimana nilai signifikasi sebesar 0,833 atau besar dari α=0,05. Peran Gender dalam Pola Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan proses yang mendasari semua fungsi manajemen sumber daya keluarga (Deacon dan Firebaugh 1998). Di dalam keluarga pola pengambilan keputusan menyangkut kewenangan suami istri dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan dalam penelitian ini terjadi antara suami dan istri yang terdiri dari tiga kelompok yaitu pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik, publik/ekonomi, dan sosial. Pengambilan keputusan dalam keluarga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Kategori rendah artinya antara suami dan istri kurang melakukan kerja sama dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Kategori sedang artinya antara suami dan istri sudah mulai melakukan kerja sama, namun masih didominasi oleh salah satunya (istri atau suami). Sedangkan kategori tinggi artinya suami dan istri telah melakukan kerja sama dalam hal pengambilan keputusan dalam keluarga. Pengambilan Keputusan dalam Aktivitas Domestik Pengambilan keputusan antara suami dan istri dalam aktivitas domestik pada penelitian ini terdiri dari : 1) Aspek pangan seperti mengatur kebutuhan pangan sehari-hari, mengatur menu makan di rumah, menentukan cara mengolah dan menyajikan makanan, menentukan pengeluaran untuk pangan, mempunyai ide untuk mengurangi kebutuhan pangan; 2) Aspek sandang dan tata laksana rumah tangga seperti menentukan membeli keperluan sandang anggota keluarga (pakaian, sepatu, perhiasan), menentukan membeli peralatan rumah tangga (perabot rumah, kamar tidur, peralatan dapur), menentukan perbaikan bangunan rumah, menentuakan pembagian tugas pemeliharaan/kebersihan rumah; 3) Aspek pendidikan seperti menentukan anak sekolah atau tidak, memilih tempat pendidikan anak, mengatur pengeluaran untuk pendidikan; 4) Aspek kesehatan seperti menentukan pengeluaran untuk kesehatan, menentukan tempat berobat; 5)

114 87 Aspek keuangan seperti menentukan perencanaan keuangan, menentukan pengeluaran keuangan keluarga, menentukan keputusan untuk menabung, menentukan keputusan untuk berhutang, menentukan membantu keuangan keluarga besar suami (saudara/kemenakan dll), menentukan membantu keuangan keluarga besar istri; 6) Aspek reproduksi sepeti penetapan jumlah anak, penetapan jarak kelahiran, penetapan kontrasepsi. Tabel 27 Sebaran keluarga berdasarkan persentase pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik Aktivitas Domestik Perdesaan (%) Perkotaan (%) SS SD SI ID IS SS SD SI ID IS Pangan 1. Mengatur kebutuhan pangan sehari-hari 0,0 8,0 8,0 40,0 44,0 0,0 0,0 0,0 18,0 81,0 2. Mengatur menu makan di rumah 0,0 0,0 16,0 52,0 32,0 0,0 0,0 2,0 10,0 88,0 3. Menentukan cara mengolah dan 0,0 0,0 10,0 38,0 52,0 0,0 0,0 4,0 16,0 80,0 menyajikan makanan 4. Menentukan pengeluaran untuk pangan 0,0 0,0 12,0 32,0 56,0 0,0 0,0 0,0 32,0 68,0 5. Mempunyai ide untuk mengurangi kebutuhan pangan 0,0 6,0 28,0 10,0 56,0 0,0 0,0 0,0 28,0 72,0 Sandang dan tata laksana rumah tangga 6. Menentukan membeli keperluan sandang 0,0 0,0 46,0 24,0 20,0 0,0 0,0 4,0 80,0 16,0 anggota keluarga (pakaian, sepatu, perhiasan) 7. Menentukan membeli peralatan rumah tangga (perabot rumah, kamar tidur, peralatan dapur) 0,0 0,0 46,0 32,0 12,0 0,0 0,0 6,0 82,0 12,0 8. Menentukan perbaikan bangunan rumah 0,0 0,0 94,0 0,0 6,0 0,0 0,0 42,0 6,0 52,0 9. Menentuakan pembagian tugas pemeliharaan/kebersihan rumah 0,0 6,0 46,0 26,0 22,0 0,0 0,0 2,0 14,0 84,0 Pendidikan 10. Menentukan anak sekolah atau tidak 0,0 2,0 80,0 14,0 4,0 0,0 0,0 92,0 0,0 8,0 11. Memilih tempat pendidikan anak 0,0 2,0 80,0 14,0 4,0 0,0 0,0 92,0 0,0 8,0 12. Mengatur pengeluaran untuk pendidikan 14,0 2,0 70,0 4,0 10,0 0,0 0,0 12,0 78,0 10,0 Kesehatan 13. Menentukan pengeluaran kesehatan 12,0 2,0 74,0 4,0 8,0 0,0 0,0 12,0 80,0 8,0 14. Menentukan tempat berobat 0,0 2,0 72,0 12,0 14,0 0,0 0,0 10,0 60,0 30,0 Keuangan 15. Menentukan perencanaan Keuangan 0,0 2,0 98,0 0,0 0,0 0,0 0,0100,0 0,0 0,0 16. Menentukan pengeluaran Keuangan 0,0 2,0 56,0 30,0 12,0 0,0 0,0 6,0 30,0 64,0 17. Menentukan keputusan untuk menabung 0,0 2,0 56,0 10,0 32,0 0,0 0,0 28,0 4,0 68,0 18. Menentukan keputusan untuk berhutang 0,0 2,0 80,0 6,0 12,0 0,0 0,0 16,0 26,0 58,0 19. Menentukan membantu keuangan keluarga besar suami (saudara/kemenakan dll) 2,0 10,0 82,0 0,0 4,0 27,0 15,0 8,0 0,0 8,0 20. Menentukan membantu keuangan keluarga besar istri 0,0 2,0 82,0 0,0 0,0 0,0 0,0 20,0 44,0 36,0 Reproduksi 21. Penetapan jumlah anak 0,0 4,0 42,0 4,0 8,0 0,0 6,0 90,0 4,0 0,0 22. Penetapan jarak kelahiran 0,0 2,0 76,0 8,0 16,0 0,0 0,0 54,0 44,0 2,0 23. Penetapan kontrasepsi 0,0 2,0 56,0 20,0 22,0 0,0 6,0 54,0 16,0 24,0 Ket. : SS=Suami Saja; SD=Suami Dominan; SI=Suami+Istri; ID=Istri Dominan; IS=Istri Saja SS=IS=1; SD=ID=2; SI=3 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik untuk aspek pangan hampir seluruhnya didominasi oleh istri

115 88 baik diperdesaan maupun perkotaan (Tabel 27). Pengambilan keputusan oleh istri seorang diri lebih banyak dilakukan oleh keluarga diperkotaan daripada pedesaan, bahkan pada setiap butir pernyataan. Bagi keluarga diperdesaan masih didominasi oleh istri yaitu dalam hal mengatur kebutuhan pangan sehari-hari, menentukan cara mengolah dan menyajikan makanan, menentukan pengeluaran untuk pangan, dan mempunyai ide untuk mengurangi kebutuhan pangan. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumo et al. (2008); Muflikhati et al. (2010b); Gusnita (2011) yang menunjukkan bahwa pada kegiatan yang terkait dengan makanan dan pengeluaran pangan, istri sangat mendominasi dalam hal pengambilan keputusan. Hal ini diduga karena istri dianggap lebih mengetahui bidang pangan dan suami menyerahkan sepenuhnya kepada istri. Menurut Deacon dan Firebaugh (1998), istri secara ekonomi tidak selalu bergantung pada suami sehingga ia memperoleh kesempatan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan makanan. Kerja sama dalam pengambilan keputusan untuk aspek sandang dan tata laksana rumah tangga pada keluarga perdesaan sudah dilakukan dengan baik dan seimbang oleh suami dan istri. Sedangkan pada keluarga perkotaan masih didominasi oleh istri. Pengambilan keputusan oleh istri seorang diri lebih dominan pada kegiatan menentukan pembagian tugas pemeliharaan/kebersihan rumah (82%), menentukan membeli keperluan sandang (80%), dan menentukan membeli peralatan rumah tangga (82%), sedangkan menentukan perbaikan bangunan rumah dilakukan bersama-sama antara suami dan istri (42%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Kusumo et al. 2008; Muflikhati et al. 2010b) yang menunjukkan pengambilan keputusan di bidang keperluan anggota rumah tangga dan pengadaan peralatan rumah tangga didominasi oleh istri, sedangkan pemeliharaan peralatan rumah tangga dan perbaikan rumah terdapat kerjasama antara suami dan istri. Hal ini diduga karena istri dianggap lebih mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh setiap anggota keluarga, dan suami menyerahkan sepenuhnya kepada istri. Pengambilan keputusan untuk aspek pendidikan, kesehatan, dan reproduksi pada keluarga perdesaan maupun perkotaan hampir seluruhnya dilakukan secara bersama dan senilai antara suami dan istri. Kerjasama yang masih didominasi oleh istri terlihat pada keluarga diperkotaan dalam hal

116 89 mengatur pengeluaran untuk pendidikan (78%), menentukan pengeluaran untuk kesehatan (80%), dan menentukan tempat berobat (60%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Kusumo et al. 2009; Muflikhati et al. 2010b; Gusnita 2011) yang menunjukkan pengambilan keputusan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, dan reproduksi, terdapat kerja sama antara suami dan istri. Hal ini duduga karena pendidikan anak, kondisi kesehatan keluarga, dan penetapan reproduksi merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri. Pengambilan keputusan pada sektor keuangan pada umumnya dilakukan secara bersama dan senilai antara suami istri pada keluarga perdesaan, namun pada keluaraga perkotaan masih didominasi oleh istri seorang diri. Pengambilan keputusan yang senilai terlihat yang didominasi istri terlihat pada kegiatan menentukan menentukan membantu keuangan keluarga besar istri, sedangkan kegiatan yang didominasi oleh istri seorang diri terlihat pada kegiatan menentukan pengeluaran keuangan keluarga (62%), menentukan keputusan untuk menabung (68%), dan mennetukan keputusan untuk berhutang (58%). Tabel 28 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 2 4,0 4 8,0 6 6,0 Sedang (33,4-66,7) 16 32, , ,0 Tinggi (>66,7) 32 64,0 3 6, ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 71,1±19,9 48,1±14,5 59,6±20,9 Uji beda t 0,000* Hasil uji beda rata-rata (uji-t) mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara indeks kerjasama pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik pada keluarga perdesaan dan perkotaan, dengan nilai p=0,000 atau p<0,005 (Tabel 28). Kerjasama pengambilan keputusan antara suami dan istri untuk aktivitas domestik pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (71,1) daripada keluarga perkotaan (48,1). Artinya bahwa kerja sama suami dan istri dalam pengambilan keputusan pada aktivitas domestik diperdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Hal ini juga ditunjukkan dari proporsi terbanyak pengambilan keputusan perdesaan termasuk kategori tinggi (64%), sedangkan perkotaan termasuk kategori sedang (86%). Hal ini berarti

117 90 bahwa pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik pada keluarga perdesaan sudah seimbang dan dilakukan secara bersama antara suami istri, sedangkan pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik pada keluarga perkotaan cukup seimbang dan masih didominasi oleh salah satu pihak yaitu suami atau istri saja. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peran gender dalam pengambilan keputusan untuk aktivitas domestik pada keluarga perdesaan sudah menunjukkan adanya kerjasama antara suami dan istri yang seimbang, sedangkan pada keluarga perkotaan pengambilan keputusan untuk kegiatan rumah tangga cukup seimbang dan masih didominasi oleh istri. Pengambilan Keputusan dalam Aktivitas Publik/Ekonomi Pengambilan keputusan antara suami dan istri dalam aktivitas publik/ekonomi pada penelitian ini terdiri dari : 1) Bidang usaha kerajinan seperti menentukan besar modal usaha, menentukan sumber modal usaha, menentukan peminjaman modal, menentukan desain produk, mentukan bahan baku, menentukan cara pemasaran, menentukan tenaga kerja; 2) Bidang usaha non kerajinan seperti pemilihan terhadap pekerjaan suami, pemilihan terhadap pekerjaan istri. Tabel 29 Sebaran keluarga berdasarkan persentase pengambilan keputusan dalam aktivitas publik/ekonomi Perdesaan (%) Perkotaan (%) Aktivitas Publik/Ekonomi SS SD SI ID IS SS SD SI ID IS Usaha kerajinan 1. Menentukan besar modal usaha 2,0 6,0 46,0 8,0 38,0 0,0 2,0 2,0 2,0 94,0 2. Menentukan sumber modal usaha 0,0 4,0 46,0 10,0 38,0 0,0 2,0 2,0 14,0 82,0 3. Menentukan peminjaman modal 0,0 0,0 52,0 4,0 44,0 0,0 0,0 4,0 2,0 94,0 4. Menentukan desain produk 0,0 0,0 20,0 24,0 56,0 0,0 0,0 2,0 2,0 96,0 5. Mentukan bahan baku 6,0 0,0 22,0 22,0 50,0 2,0 0,0 2,0 0,0 96,0 6. Menentukan cara pemasaran 6,0 0,0 34,0 14,0 46,0 2,0 0,0 2,0 2,0 94,0 7. Menentukan tenaga kerja 0,0 4,0 24,0 16,0 56,0 0,0 0,0 2,0 0,0 98,0 Usaha non kerajinan 8. Pemilihan terhadap pekerjaan suami 18,0 20,0 58,0 4,0 0,0 8,0 38,0 12,0 42,0 0,0 9. Pemilihan terhadap pekerjaan istri 0,0 0,0 50,0 14,0 36,0 0,0 0,0 6,0 34,0 60,0 Ket. : SS=Suami Saja; SD=Suami Dominan; SI=Suami+Istri; ID=Istri Dominan; IS=Istri Saja SS=IS=1; SD=ID=2; SI=3 Pengambilan keputusan untuk aktivitas publik/ekonomi dalam bidang usaha kerajinan pada keluarga perkotaan secara umum didominasi oleh istri seorang diri, sedangkan pada keluarga perdesaan didominasi oleh istri seorang diri dan bersama antara suami dan istri (Tabel 29). Pengambilan keputusan oleh istri

118 91 seorang diri lebih terlihat pada kegiatan menentukan desain produk (56%), menentukan bahan baku (50%), menentukan cara pemasaran (46%), dan menentukan tenaga kerja (56%). Sedangkan dalam hal menentukan permodalan terdapatnya kerjasama pengambilan keputusan antara suami dan istri diperdesaan. Hal ini diduga karena banyaknya contoh pada keluarga perdesaan menjadi pengusaha dari pada pekerja seperti halnya di perkotaan, sehingga diperlukannya kerjasama dalam menentukan besar modal, sumber modal, sampai pada peminjaman modal. Selanjutnya, dominasi istri dalam pengambilan keputusan pada bidang usaha kerajinan diperkotaan karena suami beranggapan bidang tersebut merupakan pekerjaan istri sehingga suami pada umumnya menyerahkan sepenuhnya kepada istri. Pengambilan keputusan bidang usaha non kerajinan pada keluarga perdesaan telah dilakukan secara bersama dan seimbang antara suami dan istri. Pada keluarga perkotaan menunjukkan masih belum adanya kerjasama yang seimbang, terutama dalam menentukan pemilihan terhadap pekerjaan istri yang masih didominasi oleh istri seorang diri (60%). Tabel 30 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam aktivitas publik/ekonomi Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 19 38, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 13 26,0 4 8, ,0 Tinggi (>66,7) 18 36,0 1 2, ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 52,9±30,9 20,5±13,9 36,7±28,9 Uji beda t 0,000* Pada Tabel 30 terlihat bahwa kerjasama pengambilan keputusan antara suami dan istri untuk aktivitas publik pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (52,9) daripada keluarga perkotaan (20,5). Perbedaan rataan skor ini signifikan menurut uji-t dengan signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari α=0,05. Artinya bahwa kerja sama suami dan istri dalam pengambilan keputusan pada aktivitas publik diperdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Hal ini juga ditunjukkan dari proporsi terbanyak pengambilan keputusan perkotaan termasuk kategori rendah (90%), sedangkan diperdesaan kategorinya lebih menyebar. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pengambilan

119 92 keputusan dalam aktivitas publik pada keluarga perdesaan cukup seimbang dan sudah menunjukkan adanya kompromi antara suami istri. Sementara itu pengambilan keputusan dalam aktivitas publik pada keluarga perkotaan tidak seimbang dan cenderung dilakukan oleh salah satu pihak saja yaitu istri, terutama pengambilan keputusan dalam bidang usaha kerajinan bordir/sulaman karena suami beranggapan bidang tersebut merupakan pekerjaan istri dan suami tidak memahami bidang tersebut. Pengambilan Keputusan dalam Aktivitas Sosial Pengambilan keputusan antara suami dan istri dalam aktivitas sosial pada penelitian ini terdiri dari : kegiatan pengajian/keagamaan (wirid), kegiatan gotong royong, kegiatan rapat desa/kaum, kegiatan arisan, kegiatan selamatan atau syukuran (pesta pernikahan, sunatan, acara adat dan sebagainya), kegiatan perkumpulan/binaan pengrajin bordir dan sulaman. Tabel 31 Sebaran keluarga berdasarkan persentase pengambilan keputusan dalam aktivitas sosial Perdesaan (%) Perkotaan (%) Aktivitas Sosial SS SD SI ID IS SS SD SI ID IS 1. Kegiatan pengajian/keagamaan (wirid) 0,0 0,0 34,0 52,0 14,0 0,0 0,0 4,0 80,0 16,0 2. Kegiatan gotong royong 6,0 14,0 58,0 14,0 8,0 2,0 58,0 26,0 0,0 14,0 3. Kegiatan rapat desa/kaum 0,0 22,0 44,0 20,0 14,0 2,0 56,0 8,0 22,0 12,0 4. Kegiatan arisan 0,0 0,0 36,0 18,0 46,0 0,0 2,0 48,0 6,0 44,0 5. Kegiatan selamatan/syukuran (pesta 0,0 0,0 48,0 28,0 24,0 0,0 0,0 8,0 70,0 22,0 pernikahan, sunatan, acara adat dll) 6. Kegiatan perkumpulan/binaan 0,0 4,0 22,0 2,0 72,0 0,0 0,0 0,0 2,0 98,0 pengrajin bordir/sulaman Ket. : SS=Suami Saja; SD=Suami Dominan; SI=Suami+Istri; ID=Istri Dominan; IS=Istri Saja SS=IS=1; SD=ID=2; SI=3 Pengambilan keputusan untuk aktivitas sosial pada masyarakat ini secara umum dilakukan secara bersama dan juga didominasi oleh salah satu pihak (istri/suami). Kerjasama pengambilan keputusan secara bersama pada keluarga perdesaan maupun perkotaan yaitu saat kegiatan gotong royong dan rapat, sedangkan yang didominasi oleh istri pada kegiatan pengajian/keagamaan dan perkumpulan/binaan pengrajin. Pengambilan keputusan untuk kegiatan arisan proporsi terbanyak (46%) didominasi oleh istri seorang diri diperdesaan, sedangkan diperkotaan secara bersama (48%). Lebih separuh (70%) pengambilan keputusan kegiatan selamatan/syukurann dominan dilakukan oleh istri

120 93 diperkotaan, sedangkan hampir separuh (45%) contoh diperdesaan melakukan secara bersama (Tabel 31). Tabel 32 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam aktivitas sosial Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 13 26, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 24 48, , ,0 Tinggi (>66,7) 13 26,0 0 0, ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 54,5±28,6 40,1±17,3 47,3±24,6 Uji beda t 0,003* Hasil uji beda rata-rata (uji-t) pada Tabel 32 mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara indeks kerjasama pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik pada keluarga perdesaan dan perkotaan (p=0,003 atau p<0,05). Kerjasama pengambilan keputusan antara suami dan istri untuk aktivitas sosial pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (52,5) daripada keluarga perkotaan (40,1). Artinya bahwa kerja sama suami dan istri dalam pengambilan keputusan pada aktivitas sosial diperdesaan lebih tinggi daripada perkotaan, namun berdasarkan pengkategorian termasuk sama-sama sedang yaitu (48%) pada perdesaan dan (76%) pada perkotaan. Hal ini berarti bahwa pengambilan keputusan dalam aktivitas sosial keluarga perdesaan maupun perkotaan cukup seimbang walaupun masih cenderung dilakukan oleh suami atau istri saja. Tabel 33 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengambilan keputusan Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 2 4,0 8 16, ,0 Sedang (33,4-66,7) 33 66, , ,0 Tinggi (>66,7) 15 30,0 0 0, ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 59,3±22,7 36,1±11,3 47,7±21,3 Uji beda t 0,000* Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tiga perempat (75%) keluarga perdesaan dan perkotaan termasuk ke dalam keluarga yang mempunyai kerjasama dalam pengambilan keputusan bidang domestik, publik/ekonomi, dan sosial dengan kategori sedang (Tabel 33). Kerjasama pengambilan keputusan antara

121 94 suami dan istri pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (59,3) daripada keluarga perkotaan (36,1). Perbedaan rata-rata skor ini signifikan menurut uji-t dengan signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari α=0,05. Artinya bahwa kerja sama suami dan istri dalam pengambilan keputusan perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Hal ini berarti bahwa pengambilan keputusan keluarga perdesaan maupun perkotaan cukup seimbang walaupun masih cenderung dilakukan oleh suami atau istri. Hasil penelitian secara umum menunjukkan terjadinya tipe pengambilan keputusan akomodatif, yaitu pengambilan keputusan yang dicirikan oleh adanya orang yang dominan, sehingga keputusan yang diambil adalah dengan menerima pendapat orang yang dominan tersebut (Guhardja et al. 1992). Namun pengambilan keputusan sudah menunjukkan hal yang positif yaitu sikap yang mengarah pada saling bekerja sama dan kompromi dalam menentukan kegiatan rumah tangga sehingga dapat mengatasi masalah yang terjadi dalam keluarga. Hal ini didukung oleh pendapat Rowwat (1990) dalam Puspitawati (2009) menyatakan bahwa suami dan istri yang terlibat berperan dalam urusan rumah tangga akan lebih mampu mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam urusan rumah tangga tanpa merugikan salah satu pihak dan mengurangi adanya stress pada pasangan karier ganda akibat menumpuknya tugas-tugas dalam rumah tangga. Sikap saling kerjasama dan kompromi dalam pengambilan keputusan pada keluarga perdesaan yaitu antara lain pada umumnya dalam bidang sandang dan tata laksana rumah tangga, pendidikan, kesehatan, keuangan, reproduksi, dan bidang publik khususnya usaha non kerajinan. Sedangkan kerjasama dan kompromi pengambilan keputusan pada keluarga perkotaan pada umumnya hanya dalam hal pendidikan dan reproduksi. Peran Gender dalam Pola Pembagian Kerja Pembagian kerja antara sesama anggota keluarga (laki-laki dan perempuan) dalam keluarga inti menunjukkan adanya diferensiasi gender yang merupakan suatu prasyarat struktural untuk kelangsungan keluarga inti (Megawangi 2005). Hal ini berarti dengan adanya pembagian kerja atau kompromi dalam keluarga akan dapat mengatasi masalah yang akan

122 95 manguntungkan kedua belah pihak, terutama suami dan istri. Pembagian kerja dalam keluarga pada penelitian ini mencakup pelaksanaan tugas dalam keluarga dalam aktivitas domestik, aktivitas publik/ekonomi dan aktivitas sosial. Pembagian kerja dalam keluarga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Kategori rendah artinya antara suami dan istri kurang melakukan kerja sama dalam pembagian tugas dalam keluarga. Kategori sedang artinya antara suami dan istri sudah mulai melakukan kerja sama dalam pembagian tugas, namun masih didominasi oleh salah satunya (istri atau suami). Sedangkan kategori tinggi artinya suami dan istri telah melakukan kerja sama dalam hal pembagian tugas dalam keluarga. Pembagian Kerja dalam Aktivitas Domestik Pembagian tugas dalam aktivitas domestik pada penelitian ini terdiri dari perawatan fisik anak sehari-hari, perawatan pada saat anak sakit, mendampingi anak belajar, mengatur anak ke sekolahan/pengajian, menyapu rumah, mengepel rumah, menata ruangan, membersihkan halaman, merawat dan menyiram tanaman, mencuci pakaian, menyetrika pakaian, mencuci kendaraan, menyediakan makanan, belanja kebutuhan sehari-hari, belanja peralatan rumah tangga, mengatur pengeluaran keuangan keluarga, dan memegang keuangan keluarga. Pembagian kerja pada aktivitas domestik secara keseluruhan pada perdesaan maupun perkotaan didominasi oleh istri dan secara bersama antara suami istri (Tabel 34). Kegiatan yang didominasi oleh istri pada perkotaan maupun perdesaan yaitu perawatan fisik sehari-hari, membersihkan rumah, mengepel lantai, menata ruangan, membersihkan halaman, merawat dan menyiram tanaman, menyuci pakaian, menyetrika pakaian, menyediakan makanan, belanja kebutuhan sehari-hari, dan memegang keuangan keluarga. Kegiatan yang dilakukan secara bersama antara suami dan istri perdesaan yaitu perawatan pada saat anak sakit, belanja peralatan rumah tangga, dan mengatur pengeluaran keuangan, sedangkan secara bersama diperkotaan yaitu perawatan pada saat anak sakit, mendampingi anak belajar, dan mengatur anak ke sekolah atau pengajian.

123 96 Tabel 34 Sebaran keluarga berdasarkan persentase pembagian kerja dalam aktivitas domestik Perdesaan (%) Perkotaan (%) Aktivitas Domestik SS SD SI ID IS SS SD SI ID IS 1. Perawatan fisik anak sehari-hari 0,0 0,0 28,0 41,0 30,0 0,0 0,0 0,0 58,0 42,0 2. Perawatan pada saat anak sakit 0,0 0,0 52,0 28,0 20,0 0,0 0,0 64,0 2,0 34,0 3. Mendampingi anak belajar 0,0 2,0 28,0 42,0 28,0 0,0 0,0 54,0 12,0 34,0 4. Mengatur anak ke sekolah/pengajian 2,0 6,0 26,0 30,0 36,0 0,0 0,0 48,0 16,0 36,0 5. Membersihkan rumah 0,0 8,0 20,0 38,0 34,0 0,0 2,0 0,0 58,0 40,0 6. Mengepel lantai 0,0 0,0 12,0 44,0 44,0 0,0 0,0 0,0 60,0 40,0 7. Menata ruangan 0,0 0,0 16,0 28,0 56,0 0,0 0,0 2,0 52,0 46,0 8. Membersihkan halaman 2,0 2,0 6,0 58,0 32,0 2,0 2,0 2,0 52,0 42,0 9. Merawat dan menyiram tanaman 0,0 0,0 22,0 36,0 42,0 0,0 0,0 10,0 10,0 80,0 10. Mencuci pakaian 0,0 2,0 16,0 30,0 52,0 0,0 0,0 6,0 46,0 48,0 11. Menyetrika pakaian 0,0 0,0 16,0 26,0 58,0 0,0 0,0 6,0 8,0 86,0 12. Mencuci kendaraan 66,0 26,0 8,0 0,0 0,0 30,0 54,0 4,0 0,0 12,0 13. Menyediakan makanan 0,0 0,0 12,0 24,0 64,0 0,0 8,0 16,0 34,0 42,0 14. Belanja kebutuhan sehari-hari 0,0 4,0 18,0 22,0 56,0 0,0 0,0 18,0 56,0 26,0 15. Belanja peralatan rumah tangga 0,0 0,0 56,0 20,0 24,0 0,0 0,0 30,0 58,0 12,0 16. Mengatur pengeluaran keuangan 0,0 0,0 36,0 30,0 34,0 0,0 0,0 6,0 32,0 62,0 17. Memegang keuangan keluarga 0,0 0,0 24,0 20,0 56,0 0,0 0,0 4,0 14,0 81,0 Ket. : SS=Suami Saja; SD=Suami Dominan; SI=Suami+Istri; ID=Istri Dominan; IS=Istri Saja SS=IS=1; SD=ID=2; SI=3 Bila ditinjau dari adat budaya Minangkabau, hasil penelitian didukung oleh pernyataan Hakimy (1957) dalam Penghulu (1991) yang menyatakan fungsi Bundo Kanduang sebagai pusek jalo kumpulan tali, artinya Bundo kanduang berfungsi sebagai pengatur rumah tangga yang meliputi pengaturan lahiriah dan bathiniah dalam lapangan-lapangan, ruangan-ruangan dalam kamar, hiasan di dalam dan di luar rumah, haruslah meletakkan sesuatu ditempatnya, manuruik mungkin patuik, malabihi jan ancak-ancak, mangurangi jan sio-sio. Jadi Bundo Kanduang selaku pengatur rumah tangga haruslah mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup misalnya home decoration, home economic, pengaturan kesehatan/kebersihan dan keindahan (Penghulu 1991). Tabel 35 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pembagian kerja dalam aktivitas domestik Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 20 40, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 21 42, , ,0 Tinggi (>66,7) 9 18,0 0 0,0 9 9,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 39,5±23,0 33,9±20,6 36,7±21,9 Uji beda t 0,208

124 97 Secara keseluruhan peran gender dalam pola pembagian kerja untuk aktivitas domestik pada perdesaan mapun perkotaan menunjukkan adanya kerjasama yang sedang (50%) antara suami dan istri (Tabel 35). Kerjasama pembagian kerja antara suami dan istri pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (39,5) daripada keluarga perkotaan (33,9). Meskipun terdapat perbedaan rata-rata pembagian kerja, namun berdasarkan uji beda rata-rata tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor keduanya. Hal ini mengindikasikan bahwa bahwa keluarga perdesaan maupun perkotaan samasama memiliki tingkat kerjasama yang cukup baik dengan nilai signifikasi sebesar 0,208 atau besar dari α=0,05. Hal ini berarti bahwa masih terdapat kerjasama atau kompromi antara suami dan istri dalam semua kegiatan domestik atau tugas dalam rumah tangga walaupun masih ada salah satu yang dominan. Peranan istri dalam aktivitas domestik secara keseluruhan cenderung lebih banyak berperan dibandingkan suami. Suami seorang diri lebih banyak berperan dalam aktivitas mencuci kendaraan. Pembagian Kerja dalam Aktivitas Publik/Ekonomi Pembagian tugas dalam aktivitas publik/ekonomi pada penelitian ini terdiri dari : 1) Bidang usaha kerajinan yang meliputi : merencanakan keuangan usaha, mengelola keuangan usaha, memegang keuangan usaha, melakukan peminjaman modal usaha, belanja bahan baku, memasarkan produk, melakukan penerimaan tenaga kerja, dan mengevaluasi pengeluaran keuangan usaha; 2) Bidang usaha non kerajinan yang meliputi: bertanggung jawab atas pekerjaan publik/ekonomi dan bertanggung jawab mencari tambahan keuangan. Pembagian kerja untuk aktivitas publik/ekonomi dalam bidang usaha kerajinan pada perdesaan maupun perkotaan seluruhnya didominasi oleh istri seorang diri (Tabel 36). Hal ini diduga suami beranggapan membordir/menyulam merupakan pekerjaan perempuan dan suami menyerahkan sepenuhnya kepada istri. Sedangkan pembagian kerja dalam bidang usaha non kerajinan seperti bertanggungjawab atas pekerjaan publik dan mencari tambahan keuangan, dilaksanakan secara bersama dan senilai antara suami istri pada perdesaan, dan pada perkotaan hal tersebut didominasi oleh istri.

125 98 Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan persentase pembagian kerja dalam aktivitas publik/ekonomi Perdesaan (%) Perkotaan (%) Aktivitas Publik/Ekonomi SS SD SI ID IS SS SD SI ID IS Usaha kerajinan 1. Merencanakan keuangan usaha 2,0 0,0 46,0 6,0 48,0 0,0 0,0 0,0 6,0 94,0 2. Mengelola keuangan usaha 0,0 0,0 18,0 24,0 58,0 0,0 0,0 0,0 4,0 96,0 3. Memegang keuangan usaha 0,0 0,0 20,0 24,0 56,0 0,0 0,0 0,0 4,0 96,0 4. Melakukan peminjaman modal usaha 0,0 2,0 34,0 24,0 40,0 0,0 2,0 0,0 0,0 98,0 5. Belanja bahan baku 2,0 0,0 10,0 36,0 52,0 2,0 0,0 0,0 4,0 94,0 6. Memasarkan produk 2,0 0,0 16,0 30,0 52,0 2,0 0,0 0,0 4,0 94,0 7. Melakukan penerimaan tenaga kerja 0,0 0,0 20,0 26,0 54,0 0,0 0,0 0,0 4,0 96,0 8. Mengevaluasi pengeluaran keuangan 2,0 0,0 18,0 16,0 64,0 2,0 0,0 0,0 0,0 98,0 usaha Usaha non kerajinan 9. Bertanggung jawab atas pekerjaan 2,0 28,0 60,0 8,0 2,0 0,0 10,0 34,0 46,0 10,0 publik/ekonomi 10. Bertanggung jawab mencari 0,0 4,0 78,0 8,0 10,0 0,0 0,0 20,0 66,0 14,0 tambahan keuangan Ket. : SS=Suami Saja; SD=Suami Dominan; SI=Suami+Istri; ID=Istri Dominan; IS=Istri Saja SS=IS=1; SD=ID=2; SI=3 Secara keseluruhan pada Tabel 37 dapat dikatakan bahwa lebih separuh (54%) contoh termasuk ke dalam keluarga yang sudah mempunyai kerja sama dalam pembagian kerja untuk aktivitas publik/ekonomi dengan kategori sedang. Kerjasama pembagian kerja antara suami dan istri pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (57,4) daripada keluarga perkotaan (29,4). Perbedaan rata-rata skor ini signifikan menurut uji-t dengan signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari α=0,05. Artinya bahwa kerja sama suami dan istri dalam pembagian kerja pada perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Hal ini berarti bahwa pembagian kerja aktivitas publik pada keluarga perdesaan cukup seimbang dan dilakukan secara bersama antara suami istri terutama dalam bidang usaha non kerajinan, sedangkan pada keluarga perkotaan kurang seimbang dan masih didominasi oleh salah satu pihak yaitu suami atau istri. Tabel 37 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pembagian tugas dalam aktivitas publik/ekonomi Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 3 6, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 31 62, , ,0 Tinggi (>66,7) 16 32,0 0 0, ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 57,4±19,9 29,4±13,1 43,4±21,9 Uji beda t 0,000*

126 99 Pembagian Kerja dalam Aktivitas Sosial Pembagian tugas dalam aktivitas sosial pada penelitian ini terdiri dari kegiatan pengajian/keagamaan/wirid, gotong royong, rapat desa/kaum, arisan, selamatan, dan perkumpulan/binaan pengusaha kerajinan. Hasil penelian pada Tabel 38 menunjukkan bahwa pembagian kerja bidang sosial pada perdesaan dilakukan secara bersama dan juga didominasi oleh istri seorang diri. Kegiatan yang dilakukan bersama yaitu pada kegiatan pengajian/keagamaan, gotong royong, rapat desa/kaum, dan selamatan atau syukuran, sedangkan kegiatan arisan dan perkumpulan/binaan pengrajin ddominan dilakukan oleh istri seorang diri. Pada perkotaan pembagian kerja bidang sosial tidak ada dilakukan secara bersama dan hanya didominasi oleh salah satu pihak, suami atau istri. Kegiatan yang dominan dilakukan suami yaitu gotong royong dan rapat desa/kaum, sedangkan kegiatan yang dominan dilakukan istri yaitu pengajian/keagamaan, arisan, selamatan atau syukuran, dan perkumpulan/binaan pengrajin. Tabel 38 Sebaran keluarga berdasarkan persentase pembagian kerja dalam aktivitas sosial Perdesaan (%) Perkotaan (%) Aktivitas Sosial SS SD SI ID IS SS SD SI ID IS 1. Kegiatan pengajian/keagamaan (wirid) 2,0 0,0 46,0 32,0 20,0 0,0 0,0 8,0 56,0 36,0 2. Kegiatan gotong royong 8,0 22,0 50,0 12,0 8,0 4,0 58,0 10,0 14,0 14,0 3. Kegiatan rapat desa/kaum 8,0 6,0 50,0 24,0 12,0 2,0 52,0 4,0 26,0 16,0 4. Kegiatan arisan 0,0 0,0 22,0 32,0 46,0 0,0 0,0 10,0 44,0 46,0 5. Kegiatan selamatan/syukuran (pesta 0,0 0,0 30,0 24,0 16,0 0,0 2,0 12,0 30,0 56,0 pernikahan, sunatan, acara adat dll) 6. Kegiatan perkumpulan/binaan 0,0 0,0 16,0 20,0 64,0 0,0 0,0 0,0 2,0 98,0 pengrajin Ket. : SS=Suami Saja; SD=Suami Dominan; SI=Suami+Istri; ID=Istri Dominan; IS=Istri Saja SS=IS=1; SD=ID=2; SI=3 Pada Tabel 39 terlihat bahwa kerjasama pembagian tugas antara suami dan istri untuk aktivitas sosial pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rataan yang relatif lebih tinggi (54,7) daripada keluarga perkotaan (30,8). Perbedaan rata-rata skor ini signifikan menurut uji-t dengan signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari α=0,05. Artinya bahwa kerja sama suami dan istri dalam pembagian tugas untuk aktivitas sosial diperdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Proporsi terbanyak pembagian tugas perdesaan termasuk kategori sedang (50%), sedangkan perkotaan termasuk kategori rendah (74%). Hal ini berarti masih belum terdapat

127 100 kerjasama antara suami dan istri dalam kegiatan sosial dan masih ada salah satu pihak yang dominan yaitu suami atau istri saja, terutama pada daerah perkotaan. Tabel 39 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pembagian tugas dalam aktivitas sosial Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 12 24, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 25 50, , ,0 Tinggi (>66,7) 13 26,0 0 0, ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 54,7±25,5 30,8±15,4 42,7±24,1 Uji beda t 0,000* Secara garis besar pada Tabel 40 terlihat bahwa kerjasama pembagian tugas antara suami istri pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (50,38) daripada keluarga perkotaan (31,30). Perbedaan rataan skor ini signifikan menurut uji-t dengan signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari α=0,05. Artinya bahwa kerja sama suami dan istri dalam pembagian tugas pada perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Namun proporsi tertinggi keduanya termasuk dalam kategori kerjasama sedang yaitu (56%) dan (58%). Hal ini berarti sudah terdapat kerjasama atau kompromi antara suami dan istri dalam semua kegiatan tugas dalam rumah tangga walaupun masih ada salah satu yang dominan baik suami atau istri. Tabel 40 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pembagian kerja Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 9 18, , Sedang (33,4-66,7) 28 56, , Tinggi (>66,7) 13 26,0 0 0, Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 50,4±18,0 31,3±13,3 40,8±18,4 Uji beda t 0,000* Pembagian kerja pada hasil penelitian ini termasuk kepada kelompok keluarga transisional (transitional), yaitu pembagian pekerjaan antara suami dan istri lebih bergantung kepada keterampilan (skills), kemampuan, dan interest daripada perbedaan gender. Tipe ini memungkinkan suami istri berganti tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang diperoleh (Deacon dan

128 101 Firebaugh 1988). Namun pembagian kerja dalam keluarga sudah menunjukkan adanya differensiasi peran gender dalam keluaraga. Menurut Megawangi (2005) bahwa dalam keluarga harus ada alokasi kewajiban tugas yang harus dilakukan agar keluarga sabagai sistem tetap ada. Tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada masing-masing anggota keluarga dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu. Sikap saling kerjasama dan kompromi dalam pembagian kerja pada keluarga perdesaan antara lain adalah perawatan pada saat anak sakit, belanja peralatan rumah tangga, bertanggung jawab atas pekerjaan publik/ekonomi, bertanggung jawab mencari tambahan keuangan, kegiatan keagamaan, kegiatan gotong royong, kegiatan rapat, dan kegiatan selamatan/syukuran. Sedangkan kerjasama dan kompromi dalam pembagian kerja pada keluarga perkotaan antara lain adalah perawatan saat anak sakit, mendampingi anak belajar, dan mengatur anak kesekolahan/pengajian. Penerapan Manajemen Keuangan Keluarga Manajemen keuangan keluarga adalah bentuk pengelolaan keuangan keluarga dalam memenuhi semua kebutuhan keluarga sehari-hari yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang/pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan lainlain. Puspitawati (2012) menjelaskan bahwa manajemen keuangan sangat penting perannya dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga. Perencanaan Perencanaan merupakan bagaimana (kualitas dan kuantitas) dan kapan keluarga mengalokasikan sumberdaya keuangan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang disusun secara umum dan spesifik baik dalam bentuk mental atau tulisan Deacon dan Firebaugh (1988). Hasil penelitian pada Tabel 41 secara umum menunjukkan bahwa pada keluarga perdesaan perencanaan keuangan dominan dilakukan kadang-kadang, sedangkan pada perkotaan dominan dilakukan sering dan tidak pernah. Lebih separuh contoh pada keluarga perdesaan termasuk tidak pernah membuat catatan rencana bulanan/mingguan/harian, sedangkan lebih separuh contoh sering

129 102 merencanakan keuangan bulanan dan memprioritaskan kebutuhan yang paling utama terlebih dahulu seperti pangan dan pendidikan anak-anak, dan selebihnya kadang-kadang dilakukan. Pada keluarga perkotaan proporsi terbesar yang tidak pernah dilakukan yaitu merencanakan keuangan bulanan, membuat biaya standar maksimal dalam mengalokasikan pengeluaran, membuat catatan rencana bulanan, dan memiliki perencaan harta warisan. Selanjutnya membuat catatan rencana mingguan/harian dan menghindari perencanaan yang tidak sesuai karena ketidakcukupan dana dilakukan kadang-kadang, selebihnya pernyataan yang lain sering dilakukan. Tabel 41 Sebaran keluarga berdasarkan persentase perencanaan manajemen keuangan keluarga Perdesaan (%) Perkotaan (%) Pernyataan TP KK SR TP KK SR 1. Merencanaan keuangan bulanan 42,0 32,0 26,0 78,0 10,0 12,0 2. Merencanaan keuangan harian 12,0 28,0 60,0 8,0 26,0 66,0 3. Membuat rencana sebelum melakukan pembelian 12,0 62,0 26,0 6,0 32,0 58,0 sesuatu 4. Membuat biaya standar maksimal dalam 40,0 54,0 6,0 82,0 16,0 2,0 mengalokasikan pengeluaran 5. Memiliki tujuan keuangan (jangka pendek, menengah, 26,0 60,0 14,0 32,0 16,0 52,0 panjang) seperti membeli peralatan rumah tangga 6. Mempelajari manjemen keuangan dengan baik 40,0 54,0 6,0 40,0 14,0 46,0 7. Membuat catatatan rencana bulanan 68,0 24,0 8,0 86,0 14,0 0,0 8. Membuat catatatan rencana mingguan/harian 62,0 28,0 10,0 0,0 84,0 16,0 9. Memprioritaskan kebutuhan yang paling utama 0,0 26,0 74,0 0,0 30,0 70,0 terlebih dahulu seperti pangan dan pendidikan anak 10. Menghindari perencanaan yang tidak sesuai karena 0,0 58,0 42,0 6,0 74,0 20,0 ketidakcukupan dana 11. Memiliki perencanaan harta warisan 28,0 50,0 2,0 86,0 14,0 0,0 Keterangan: TP=Tidak pernah; KK=Kadang-kadang; SR=Sering Hasil uji beda rata-rata (uji-t) mengindikasikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara indeks penerapan perencanaan keuangan pada keluarga perdesaan dan perkotaan, dengan nilai p=0,138 atau p>0,005 (Tabel 42). Perencaan keuangan pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rataan yang relatif cukup tinggi (46) daripada keluarga perkotaan (41,4). Artinya bahwa penerapan perencanaan keuangan diperdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Namun demikian, keduanya termasuk kategori sedang yaitu (68%) pada keluarga perdesaan dan (70%) pada keluarga perkotaan. Secara keseluruhan terlihat bahwa lebih dari separuh (69%) contoh berada pada kategori sedang dalam membuat perencanaan manajemen keuangan keluarga. Hal ini berarti keluarga contoh sudah memiliki perencanaan keuangan

130 103 yang cukup baik untuk mencapai tujuannya, dan contoh sudah mulai menerapkan perencaan keuangan dalam keluarga. Terbukti bahwa contoh sering merencanakan keuangan harian, membuat rencana sebelum melakukan pembelian sesuatu, memiliki tujuan keuangan untuk jangka pendek/menengah/panjang, mempelajari keuangan dengan baik, serta memprioritaskan kebutuhan yang paling utama terlebih dahulu seperti pangan dan pendidikan anak-anak. Deacon dan Firebaugh (1988) menjelaskan bahwa perencanaan menggambarkan bagaimana keluarga mengalokasikan kebutuhan seperti makanan, namun tidak secara rinci menggambarkan kualitas dan kuantitas setiap kebutuhan, hanya berdasarkan kategori setiap periodenya. Untuk itu berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas manajemen keuangan keluarga melalui perencanaan keuangan yang baik dan disiplin sangat diperlukan untuk mendukung terwujudnya keluarga yang sejahtera (Herawati 2012). Tabel 42 Sebaran keluarga berdasarkan kategori perencanaan manajemen keuangan keluarga Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 10 20, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 34 68, , ,0 Tinggi (>66,7) 6 12,0 1 2,0 7 7,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 46,0±14,9 41,4±15,6 43,7±15,3 Uji beda t 0,138 Pelaksanaan/Implementasi Pelaksanaan merupakan tindakan nyata yang dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat sebelumnya (Deacon dan Firebaugh 1988). Pelaksanaan manajemen keuangan keluaraga dalam penelitian ini terdiri dari 17 item pernyataan. Sebaran keluarga berdasarkan persentase pelaksanaan/implementasi manajemen keuangan keluarga disajikan pada Tabel 43. Hasil penelitian secara umum menunjukkan penyebaran pelaksaan keuangan yang merata antara perdesaan dan perkotaan (Tabel 43). Pelaksanaan keuangan yang tidak pernah dilakukan pada keluarga perkotaan maupun perdesaan dalam hal mencatat pengeluaran, mengalokasikan uang sesuai kebutuhan dalam beberapa ampop, menyimpan tabungan untuk hari tua,

131 104 menyimpan aset untuk masa depan, memisahkan keuangan keluarga dan keuangan usaha, dan membeli sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. Pelaksanaan keuangan yang kadang-kadang terjadi pada keluarga perkotaan maupun perdesaan yaitu melihat perencanaan sebelum membeli sesuatu, meminjam uang/sesuatu barang pada orang lain, mencoba menabung walau sedikit, menabung untuk masa depan anak, dan menabungkan segera uang sisa atau pendapatan tidak terduga, sedangkan melakukan penghematan dan mengalami kesulitan dilakukan kadang-kadang dialami oleh keluarga perdesaan. Pelaksanaan keuangan yang sering terjadi pada keluarga perkotaan maupun perdesaan yaitu mengajarkan manajemen keuangan kepada anak-anak, membeli kebutuhan yang diperlukan saja, berhati-hati dalam mengambil kredit, membayar tagihan biaya hidup lainnya dengan tepat waktu setiap bulannya, sedangkan melakukan penghematan keuangan dan mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan sering dialami oleh keluarga perkotaan. Tabel 43 Sebaran keluarga berdasarkan persentase pelaksanaan/implementasi manajemen keuangan keluarga Perdesaan (%) Perkotaan (%) Pernyataan TP KK SR TP KK SR 1. Melihat perencanaan sebelum membeli sesuatu 16,0 60,0 12,0 8,0 82,0 10,0 2. Mengajarkan manajemen keuangan kepada 6,0 40,0 54,0 14,0 26,0 60,0 anak-anak 3. Mencatat pengeluaran setiap 62,0 32,0 6,0 78,0 22,0 0,0 harian/mingguan/bulanan 4. Mengalokasikan uang sesuai kebutuhan dalam 78,0 20,0 2,0 100,0 0,0 0,0 beberapa amplop 5. Membeli kebutuhan yang diperlukan saja 8,0 18,0 74,0 2,0 24,0 74,0 6. Meminjam uang/sesuatu barang pada orang 4,0 88,0 8,0 0,0 82,0 18,0 lain/toko/warung 7. Mencoba menabung walau sedikit 12,0 52,0 36,0 18,0 72,0 10,0 8. Menabung untuk masa depan anak 10,0 48,0 42,0 14,0 74,0 12,0 9. Menyimpan tabungan sendiri untuk hari tua 70,0 24,0 6,0 96,0 4,0 0,0 10. Menyimpan asset untuk masa depan 40,0 28,0 32,0 80,0 6,0 14,0 11. Melakukan penghematan keuangan 6,0 54,0 40,0 8,0 38,0 54,0 12. Memisahkan keuangan keluarga dan keuangan 56,0 34,0 10,0 60,0 28,0 12,0 usaha industry 13. Berhati-hati dalam mengambil kredit 2,0 44,0 54,0 0,0 40,0 60,0 14. Menabungkan segera uang sisa atau 6,0 76,0 18,0 22,0 62,0 16,0 pendapatan tidak terduga 15. Membayar tagihan biaya hidup lainnya dengan tepat waktu setiap bulannya seperti pembayaran 0,0 40,0 60,0 2,0 28,0 50,0 rekening listrik dll 16. Membeli sesuatu yang sebenarnya tidak perlu 52,0 46,0 2,0 62,0 14,0 24,0 17. Mengalami kesulitan dalam mengelola 10,0 46,0 44,0 2,0 36,0 62,0 Keuangan Keterangan: TP=Tidak pernah; KK=Kadang-kadang; SR=Sering

132 105 Hasil uji beda rata-rata (uji-t) mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara indeks penerapan pelaksanaan keuangan pada keluarga perdesaan dan perkotaan, dengan nilai p=0,015 atau p<0,005 (Tabel 44). Pelaksaan keuangan pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (51,6) daripada keluarga perkotaan (46,9). Artinya bahwa penerapan pelaksanaan keuangan diperdesaan lebih tinggi daripada perkotaan, namun persentase terbesar keduanya termasuk kategori sedang yaitu 84 persen. Tabel 44 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pelaksanaan manajemen keuangan keluarga Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 2 4,0 7 14,0 9 9,0 Sedang (33,4-66,7) 42 84, , ,0 Tinggi (>66,7) 6 12,0 1 2,0 7 7,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 51,6±10,0 46,9±8,9 49,3±9,7 Uji beda t 0,015* Berdarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan keluarga contoh memiliki kemampuan yang cukup baik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan, serta telah mulai menerapkannya dalam keluarga sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Terbukti bahwa keluarga contoh sering mengajarkan manajemen keuangan kepada anak-anak, membeli kebutuhan yang diperlukan saja, berhati-hati dalam mengambil kredit, dan membayar tagiah biaya hidup dengan tepat waktu setiap bulannya. Monitoring dan Evaluasi Gross dan Crandall (1963) menyatakan bahwa evaluasi dalam menggunakan uang memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan perencanaan dan pelaksanaan. Dalam tahap ini tidak hanya memutuskan keberhasilan perencanaan atau mengontrol pelaksanaan, melainkan juga mengukur kepuasan yang dirasakan untuk mencapai tujuan. Hasil penelitian pada Tabel 45 menunjukkan pada keluarga perdesaan dominan dilakukan kadang-kadang, yaitu dalam hal mengevaluasi pengeluaran secara rutin dan menyeluruh, membicarakan masalah keuangan dengan keluarga, menyelesaikan masalah keuangan dengan keluarga, membandingkan antara

133 106 pendapatan dan pengeluaran, mengalami kekurangan uang setiap bulan, dan mengecek aliran kas setiap bulan/cash flow, sedangkan membuat rekap keuangan tidak pernah dilakukan. Tabel 45 Sebaran keluarga berdasarkan persentase monitoring dan evaluasi manajemen keuangan keluarga Perdesaan (%) Perkotaan (%) Pernyataan TP KK SR TP KK SR 1. Mengevaluasi pengeluaran secara rutin dan 36,0 48,0 16,0 30,0 66,0 4,0 menyeluruh 2. Membicarakan masalah keuangan dengan 14,0 58,0 28,0 2,0 46,0 50,0 keluarga (pasangan atau anak) 3. Menyelesaikan masalah keuangan dengan 10,0 52,0 38,0 2,0 86,0 12,0 keluarga (pasangan atau anak) 4. Membandingkan antara pendapatan dan 2,0 60,0 38,0 66,0 30,0 4,0 pengeluaran 5. Mengalami kekurangan uang setiap bulan 2,0 86,0 12,0 1,0 92,0 6,0 6. Mengecek aliran kas setiap bulan/cash flow 20,0 64,0 16,0 68,0 26,0 6,0 (mulai dari penerimaan, menabung sampai membelanjakannya) 7. Membuat rekap keuangan setiap bulan 74,0 20,0 6,0 92,0 8,0 0,0 Keterangan: TP=Tidak pernah; KK=Kadang-kadang; SR=Sering Pada keluarga perkotaan lebih dominan tidak pernah dan kadang-kadang dilakukannya evaluasi. Kegiatan yang tidak pernah yaitu dalam hal membandingkan antara pendapatn dan pengeluaran, mengecek aliran kas setiap bulan, dan membuat rekap keuangan setiap bulan, sedangkan membicarakan masalah keuangan dengan keluarga sering dilakukan. Tabel 46 Sebaran keluarga berdasarkan kategori monitoring dan evaluasi manajemen keuangan keluarga Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 2 4, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 42 84, , ,0 Tinggi (>66,7) 6 12,0 2 4,0 8 8,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 49,2±14,6 36,4±12,1 42,8±14,8 Uji beda t 0,000* Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tiga perempat (76%) keluarga perdesaan dan perkotaan termasuk ke dalam keluarga yang menerapkan monitoring dan evaluasi keuangan dengan kategori sedang (Tabel 46). Penerapan evaluasi keuangan keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (49,2) daripada keluarga perkotaan (36,4). Perbedaan rata-rata skor ini

134 107 signifikan menurut uji-t dengan signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari α=0,05. Artinya bahwa penerapan evaluasi pada manajemen keuangan keluarga perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Namun demikian, penerapan evaluasi keuangan yang cukup baik sama-sama terjadi pada perdesaan maupun perkotaan dengan kategori sedang yaitu (82%) dan (68%). Keluarga contoh telah melakukan evaluasi terhadap keuangan keluarga sehingga bisa menjadi acuan untuk pengelolaan keuangan berikutnya. Terbukti bahwa keluarga membicarakan masalah keuangan dengan keluarga. Tabel 47 Sebaran keluarga berdasarkan kategori penerapan manajemen keuangan keluarga Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 1 2, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 47 94, , ,0 Tinggi (>66,7) 2 14,0 0 0,0 2 2,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 48,9±10,2 41,6±10,7 45,27±11,0 Uji beda t 0,000* Hasil uji beda rata-rata (uji-t) mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara indeks manajemen keuangan pada keluarga perdesaan dan perkotaan, dengan nilai p=0,000 atau p<0,005 (Tabel 47). Penerapan manajemen keuangan pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (48,9) daripada keluarga perkotaan (41,6). Artinya bahwa penerapan pelaksanaan keuangan diperdesaan lebih tinggi daripada perkotaan, namun keduanya termasuk kategori sedang yaitu (94%) dan (78%). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa hampir separuh (86%) keluarga perdesaan dan perkotaan termasuk ke dalam keluarga yang menerapkan manajemen keuangan keluarga mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan eavaluasi pada kategori sedang, dan keluarga contoh memiliki kemampuan pengelolaan keuangan keluarga yang cukup baik. Keluarga contoh sudah mulai melakukan pengelolaan keuangan keluarga dengan merujuk pada perencanaan keuangan yang telah di buat sebelumnya, dan melakukan monitoring agar pelaksanaan tetap berada pada rencana yang telah disusun serta melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan manajemen keuangan yang telah dilakukan. Hasil penelitian Fuaida (2007) menemukan bahwa keluarga yang

135 108 berhasil mencapai tingkat kemandirian keluarga adalah keluarga yang melakukan manajemen keuangan keluarga dengan baik. Kemudian, pendapatan keluarga contoh per bulan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran keluarga per bulan. Hal ini menandakan bahwa keluarga memiliki kemampuan mengelola keuangan keluarga dengan baik. Deacon dan Firebaugh (1988) menjelaskan bahwa semakin rendah pengeluaran keluarga maka semakin sejahtera keluarga tersebut sehingga pada penelitian ini keluarga dapat dikatakan sejahtera. Penerapan manajemen keuangan yang sering dilakukan oleh keluarga perdesaan antara lain adalah merencanakan keuangan harian, memprioritaskan kebutuhan yang paling utama, mengajarkan manajemen kepada anak-anak, membeli kebutuhan yang diperlukan saja, berhati-hati dalam mengambil kredit, dan membayar tagiahan biaya hidup lainnya dengan tepat waktu. Sedangkan penerapan manajemen keuangan yang sering dilakukan oleh keluarga perkotaan antara lain adalah merencanakan keuangan harian, membuat rencana sebelum melakukan pembelian sesuatu, memiliki tujuan keuangan (jangka pendek, menengah, panjang), mempelajari manajemen keuangan dengan baik, memprioritaskan kebutuhan yang paling utama, mengajarkan manajemen keuangan kepada anak-anak, membeli kebutuhan yang diperlukan saja, melakukan penghematan keuangan, berhati-hati dalam mengambil kredit, membayar tagiahan biaya hidup lainnya dengan tepat waktu, mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan, dan membicarakan masalah keuangan dengan keluarga. Peran Gender dalam Manajemen Keuangan Keluarga Lewis et al. (1969), beberapa keluarga tradisonal menganggap peran seorang laki-laki sebagai pencari nafkah utama memberikan kontrol yang kuat terhadap keluarga. Misalnya membayar tagihan, memberikan tunjangan untuk rumah tangga kepada istri dan menyimpan uang untuk keadaan yang darurat. Namun pada keluarga saat ini terjadi perubahan peran, suami dan istri membangun kerjasama mengefisienkan pengelolaan keuangan. Semakin baik kerjasama yang dilakukan oleh suami dan istri secara bersama-sama maka akan semakin baik pula kemitraan yang terjalin.

136 109 Tabel 48 Sebaran keluarga berdasarkan persentase peran gender dalam manajemen keuangan keluarga Pernyataan Perdesaan (%) Perkotaan (%) n SS SD SI ID IS n SS SD SI ID IS 1. Merencanaan keuangan bulanan 29 10,4 0,0 17,2 51,7 20,7 11 0,0 0,0 0,0 45,5 54,5 2. Merencanaan keuangan harian 44 0,0 2,2 18,2 45,5 34,1 46 0,0 0,0 2,0 32,6 65,2 3. Membuat rencana sebelum 44 0,0 9,1 38,6 31,8 20,5 47 0,0 0,0 0,0 76,6 23,4 melakukan pembelian sesuatu 4. Membuat biaya standar maksimal dalam mengalokasikan pengeluaran 30 0,0 3,3 43,3 33,3 20,1 9 0,0 0,0 0,0 55,6 44,4 5. Membuat catatatan rencana 16 0,0 12,5 25,0 37,5 25,0 7 0,0 0,0 0,0 28,6 71,4 bulanan 6. Membuat catatatan rencana mingguan/harian 19 0,0 10,5 15,8 26,3 47,4 8 0,0 4,0 0,0 25,0 75,0 7. Mengajarkan manajemen keuangan kepada anak-anak 47 0,0 2,1 70,2 12,8 14,9 43 0,0 0,0 18,6 11,6 69,8 8. Mencatat pengeluaran setiap harian/mingguan/bulanan 19 0,0 10,5 15,8 26,3 47,4 11 0,0 0,0 0,0 27,3 72,7 9. Menabung untuk masa depan 45 2,2 6,7 26,7 6,7 57,8 43 0,0 4,7 4,7 58,1 32,6 10. Membayar tagihan biaya hidup lainnya 55 0,0 6,0 44,0 40,0 10,0 49 0,0 4,1 12,2 63,3 20,4 11. Mengevaluasi pengeluaran secara rutin dan menyeluruh 32 0,0 3,1 46,9 40,6 9,4 35 0,0 0,0 8,6 20,0 71,4 12. Menyelesaikan masalah Keuangan 45 0,0 6,7 73,3 6,7 13,3 49 0,0 0,0 18,4 24,5 53,1 Ket. : TP=Tidak pernah melakukan; SS=Suami Saja; SD=Suami Dominan; SI=Suami+Istri; ID=Istri Dominan; IS=Istri Saja SS=IS=1; SD=ID=2; SI=3 Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa kerjasama dalam manajeman keuangan pada keluarga perdesaan dilakukan secara bersama oleh suami istri dan juga dominan dilakukan oleh istri, sedangkan pada keluarga perkotaan hanya didominasi oleh istri tanpa adanya kerjasama antara suami dan istri (Tabel 48). Kegiatan yang dilakukan secara bersama pada keluarga terlihat dalam hal membuat rencana sebelum melakukan pembelian sesuatu, membuat biaya standar maksimal dalam mengalokasikan pengeluaran, mengajarkan manajemen keuangan kepada anak-anak, membayar tagihan biaya hidup lainnya, mengevaluasi pengeluaran secara rutin dan menyeluruh, serta menyelesaikan masalah keuangan. Selanjutnya membuat catatan rencana harian/mingguan, mencatat pengeluaran, menabung untuk masa depan dominan dilakukan oleh istri seorang diri. Kegiatan yang dominan dilakukan oleh istri pada keluarga perkotaan terlihat dalam hal membuat rencana sebelum melakukan pembelian sesuatu, membuat biaya standar maksimal dalam mengalokasikan pengeluaran, menabung untuk masa depan, membayar tagihan biaya hidup lainnya, sedangkan kegiatan lainnya dilakukan oleh istri seorang diri.

137 110 Kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga secara keseluruhan menunjukkan adanya kerjasama yang rendah (50%) antara suami dan istri (Tabel 49). Berdasarkan hasil uji beda rata-rata (uji-t) mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara indeks kerjasama pada pelaksaan keuangan antara keluarga perdesaan dengan perkotaan (p=0,000 atau p<0,005). Kerjasama manajemen keuangan antara suami dan istri pada keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (49,5) daripada keluarga perkotaan (31,2). Bila dilihat dari proporsi tertinggi juga terlihat bahwa pada keluarga perdesaan termasuk kategori sedang (64%), sedangkan pada keluarga perkotaan termasuk rendah (82%). Hal ini mengindikasikan bahwa pada keluarga perdesaan terdapatnya kerjasama atau kompromi antara suami dan istri dalam manajemen keuangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada monitoring/evaluasi meskipun masih ada salah satu yang dominan, sedangkan pada keluarga perkotaan kerjasamanya sangat rendah dan didominasi oleh istri seorang diri. Tabel 49 Sebaran keluarga berdasarkan peran gender dalam manajemen keuangan keluarga Kategori Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (< 33,3) 9 18, , ,0 Sedang (33,4-66,7) 32 64,0 7 14, ,0 Tinggi (>66,7) 9 18,0 2 4, ,0 Total (n) , , ,0 Rata-rata±SD (skor) 49,5±17,2 31,1±10,5 40,34±16,93 Uji beda t 0,000* Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa istri memiliki peran yang sangat kuat untuk mengelola keuangan keluarga. Hal ini sejalan dengan aturan budaya sistem matrilineal yang menyatakan perempuan sebagai umbun puruak pegangan kunci, umbun puruan aluang bunian, artinya hasil ekonomi sebagai pemegang kuncinya adalah Bundo Kanduang. Sesuai dengan sifatnya kaum wanita yang serba ekonomi, maka kepadanya dipercayakan oleh Hukum Adat untuk memegang dan menyimpan hasil sawah, ladang dan padanya pula terpegang kunci ekonomi tersebut (Penghulu 1991). Bila dikaitkan dengan karakteristik contoh, maka hal ini juga didukung oleh Puspitawati (2010) yang

138 111 menjelaskan bahwa pada perempuan yang bekerja dan berpendidikan memiliki posisi yang kuat dalam melakukan pengelolaan keuangan keluarga (perencanaan, penggunaan, dan pengendalian keuangan). Sikap saling kerjasama dan kompromi dalam manajemen keungan pada keluarga perdesaan antara lain adalah membuat rencana sebelum melakukan pembelian sesuatu, membuat biaya standar maksimal dalam mengalokasikan pengeluaran, membayar tagihan biaya hidup lainnya, mengevaluasi pengeluaran secara rutin dan menyeluruh, dan menyelesaikan masalah keuangan. Sedangkan pada keluarga perkotaan tidak terdapat adanya kerjasama dan kompromi dalam pembagian kerja. Aliran Pendapatan/Cashflow dalam Keluarga Budaya Matrilineal (Kasus In-Depth Interview) Manajemen keuangan keluarga berupa aliran pendapatan/cash flow merupakan pengelolaan aliran keuangan keluarga mulai dari mendapatkan uang, menyimpan, mengembangkan hingga mengeluarkannya secara teratur. Pengelolaan cash flow yang dilakukan oleh setiap keluarga berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi keluarga (pendidikan, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga), dan juga budaya yang di anut oleh masyarakat tersebut. Dalam keluarga yang menganut budaya matrilineal, seorang ayah selain bertanggungjawab terhadap anak juga bertanggung jawab terhadap kemenakannya. Begitu juga seorang istri selaku Bundo Kanduang juga bertanggung jawab terhadap kemenakan, dan anak pisang (anak dari saudara lakilaki ibu). Hasil penelitian melalui wawancara mendalam (indepth interview) terhadap dua contoh keluarga perdesaan dan dua contoh keluarga perkotaan menunjukkan bahwa terdapatnya perbedaan mengenai pengelolaan aliran keuangan keluarga perkotaan dan perdesaan yang dipengaruhi oleh adanya kondisi keluarga yang berbeda, seperti karakteristik keluarga (pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, pendapatan suami dan istri, besar keluarga, jumlah anak dan sebagainya). Bagi keluarga contoh yang mempunyai pendidikan yang tinggi tentunya akan berpeluang mendapatkan pekerjaan yang lebih baik,

139 112 sehingga dengan pekerjaan yang dimiliki akan mempengaruhi pendapatan. Pendapatan yang berbeda tentunya juga akan mempengaruhi pengalokasian keuangan sesuai dengan kebutuhan keluarga. Pada ke empat kasus, dalam pengalokasian kebutuhan keluarga tidak adanya pemisahan antara pendapatan yang diperoleh suami dengan pendapatan yang diperoleh istri. Tidak terdapat pemisahan pengahasilan (keuangan) dengan alasan agar masing-masing suami dan istri memiliki tanggung jawab dalam mencukupi kebutuhan keluarga, walaupun penghasilan istri lebih besar dari penghasilan suami. Dalam hal ini suami menyerahkan hampir seluruh dari penghasilannya kepada istri. Penghasilan suami nantinya akan digabung dengan penghasilan istri, dan akan dialokasikan sesuai dengan kebutuhan keluarga. Bila seluruh kebutuhan keluarga sudah terpenuhi secara maksimal, barulah keluarga berusaha untuk membantu keluarga besar dari pihak istri maupun suami. Namun kenyataannya keluarga contoh merasa kebutuhan keluarga belum tercapai secara maksimal, sehingga inilah yang menjadi alasan belum dapat membantu kemenakan atau anak pisang. Aliran pendapatan (cashflow) dalam keluarga selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Karakteristik lingkungan masyarakat yang menganut budaya sistem matrilineal sangat mempengaruhi pengelolaan keuangan keluarga, di mana pengelolaan keuangan keluarga dominan dilakukan oleh istri. Suami menyerahkan sepenuhnya pengelolaan keuangan kepada istri. Hanya saja dalam pengambilan keputusan keuangan tetap dilakukan secara bersama. Pengambilan keputusan secara bersama terlihat dalam menentukan perencaan keuangan, baik pada keluarga perdesaan maupun perkotaan. Pengambilan keputusan yang menyimpan, mengembangkan, dan mengeluarkannya secara teratur pada keluarga perdesaan tetap dilaksanakan secara bersama, tetapi tidak untuk perkotaan dimana masih didominasi oleh istri. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 26 dan Tabel 27. Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan Keluarga Objektif Kesejahteraan objektif (objective well-being) merupakan kesejahteraan yang diukur dengan pendekatan objektif. Menurut Suandi (2010), pendekatan

140 113 dengan indikator objektif melihat bahwa tingkat kesejahteraan individu atau masyarakat yang diukur dengan rata-rata patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial maupun ukuran lainnya. Ukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat kesejahteraan menurut kriteria garis kemiskinan BPS. Garis kemiskinan BPS melihat tingkat kesejahteraan berdasarkan pendapatan per kapita per bulan yang diperoleh keluarga. Sebaran kesejahteraan objektif dapat dilihat pada Tabel 50. Tabel 50 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan keluarga objektif Kriteria Kesejahteraan Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Miskin 1 2,0 0 0,0 1 1,0 Tidak miskin 49 98, , ,0 Total (n) , ,0 100,0 100,0 Rata-rata (Rp/kapita/bulan) Standar deviasi (Rp/kapita/bulan) Uji beda t 0,584 Ket : *Garis Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 sebesar Rp ,00/kapita/bulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (98%) keluarga di perdesaan dan seluruh (100%) keluarga perkotaan termasuk ke dalam kategori tidak miskin dengan rata-rata pendapatan per kapita per bulan yaitu Rp dan (Tabel 50). Meskipun rata-rata pendapatan per kapita per bulan keluarga perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan keluarga perkotaan, namun uji statistik keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (nilai p=0,584) atau lebih dari α=0,05. Hal ini berarti rata-rata keluarga contoh berada di atas garis kemiskinan atau sejahtera, dimana keluarga di perkotaan lebih sejahtera dibandingkan keluarga perdesaan. Keluarga perdesaan yang termasuk keluarga miskin dalam penelitian ini terlihat masih belum memiliki beberapa aset, terutama aset berupa tempat tinggal yaitu tanah dan bangunan yang masih atas kepemilikan orang tua (bawaan istri). Bila dilihat dari aset sumber ekonomi seperti pertanian, peternakan, dan ternak maka keluarga ini hanya memiliki beberapa ekor ayam. Masih terbatasnya kepemilikan aset yang dimiliki oleh keluarga, merupakan salah satu gambaran bahwa keluarga tersebut masih belum sejahtera.

141 114 Kesejahteraan Keluarga Subjektif Kesejahteraan subjektif (subjective well-being) adalah pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagiaan seseorang secara subjektif terhadap keadaannya dalam waktu tertentu (Kruenger 2009). Pendekatan subjektif dapat diukur melalui standar kualitas sikap, opini, dan skala persepsi. Kesejahteraan keluarga subjektif dalam penelitian ini yaitu keadaan keluarga yang dirasakan responden. Kesejahteraan keluarga subjektif tersebut mencakup kesejahteraan keluarga dalam aktivitas domestik, aktivitas publik/ekonomi dan aktivitas sosial. Tabel 51 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan keluarga subjektif Pernyataan Perdesaan (%) Perkotaan (%) Bidang Domestik 1. Keadaan makanan keluarga 8,0 78,0 18,0 4,0 42,0 54,0 2. Keadaan pemenuhan kebutuhan sandang 10,0 78,0 12,0 2,0 84,0 14,0 3. Keadaan tempat tinggal/rumah 14,0 68,0 18,0 4,0 88,0 8,0 4. Keadaan materi/aset keluarga 32,0 54,0 14,0 60,0 32,0 8,0 5. Keadaan keuangan keluarga 44,0 52,0 4,0 50,0 46,0 4,0 6. Keadaan tabungan keluarga 66,0 32,0 2,0 80,0 16,0 4,0 7. Keadaan kesehatan anggota keluarga 18,0 58,0 24,0 4,0 78,0 18,0 8. Keadaan pendidikan anak 4,0 78,0 18,0 4,0 78,0 18,0 9. Perasaan terhadap perilaku sosial anak 2,0 84,0 14,0 4,0 84,0 12,0 10. Pembagian peran antara suami dan istri 12,0 70,0 18,0 26,0 50,0 24,0 11. Perasaan terhadap perilaku suami dalam 34,0 56,0 10,0 50,0 36,0 14,0 melakukan pekerjaan di rumah tangga 12. Pengetahuan/keterampilan istri yang dimiliki 22,0 74,0 4,0 4,0 86,0 10,0 13. Hubungan/komunikasi dengan pasangan 4,0 64,0 32,0 28,0 44,0 28,0 14. Hubungan/komunikasi dengan saudara/kerabat 4,0 58,0 39,0 0,0 32,0 68,0 15. Hubungan/komunikasi dengan orang tua 0,0 34,0 66,0 0,0 18,0 82,0 16. Hubungan/komunikasi dengan mertua 4,0 68,0 28,0 0,0 40,0 60,0 17. Hubungan/komunikasi dengan tetangga 0,0 78,0 22,0 0,0 38,0 62,0 18. Gaya manajemen waktu 23,0 62,0 12,0 30,0 68,0 2,0 19. Gaya manajemen Keuangan 32,0 64,0 4,0 10,0 86,0 4,0 20. Gaya manajemen pekerjaan 14,0 76,0 10,0 2,0 96,0 2,0 21. Bahagia dengan jumlah anak yang dimiliki 4,0 34,0 62,0 0,0 58,0 42,0 22. Perasaan terhadap kebutuhan sexual dengan 0,0 32,0 68,0 4,0 68,0 28,0 pasangan Bidang Publik/Ekonomi A. Usaha kerajinan 23. Modal usaha 58,0 40,0 2,0 48,0 50,0 2,0 24. Perolehan bahan baku 44,0 52,0 4,0 52,0 46,0 2,0 25. Sumber daya manusia/tenaga ahli 6,0 88,0 6,0 14,0 80,0 6,0 26. Manajemen/pengelolaan usaha 4,0 92,0 4,0 2,0 96,0 2,0 27. Pemasaran hasil usaha 30,0 60,0 10,0 22,0 74,0 4,0 28. Hasil produksi usaha 2,0 88,0 10,0 4,0 96,0 0,0 B. Usaha non kerajinan 29. Pemilihan terhadap pekerjaan utama/tambahan 12,0 66,0 22,0 10,0 84,0 6,0 30. Pelaksanaan terhadap pekerjaan utama/tambahan 8,0 72,0 20,0 8,0 88,0 4,0 31. Perasaan terhadap pekerjaan suami 10,0 60,0 30,0 42,0 38,0 20,0 32. Perasaan terhadap penghasilan suami 14,0 70,0 16,0 40,0 48,0 12,0 33. Keterlibatan istri dalam aktivitas ekonomi 10,0 68,0 22,0 10,0 80,0 10,0

142 115 Lanjutan Tabel 51 Perdesaan (%) Perkotaan (%) Pernyataan Bidang Sosial 34. Keterlibatan dalam kegiatan keagamaan (wirid) 32,0 64,0 4,0 8,0 90,0 2,0 35. Keterlibatan dalam kegiatan gotong royong 6,0 78,0 16,0 4,0 84,0 12,0 36. Keterlibatan dalam kegiatan perkumpulan desa 8,0 70,0 22,0 4,0 86,0 10,0 37. Keterlibatan dalam kegiatan selamatan 8,0 54,0 38,0 8,0 70,0 14,0 38. Keterlibatan dalam perkumpulan/binaan usaha 68,0 28,0 4,0 22,0 60,0 18,0 kerajinan Keterangan : 1=Tidak puas, 2=Cukup Puas, 3=Sangat puas Pada bidang kesejahteraan domestik, hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan responden perdesaan maupun perkotaan merasa cukup puas atas kesejahteraan subjektif yang dirasakannya (Tabel 51). Proporsi terbesar kesejahteraan subjektif bidang domestik contoh perdesaan yang dirasakan sangat puas yaitu komunikasi dengan orang tua (66%), bahagia dengan jumlah anak yang dimiliki (62%), dan perasaan terhadap kebutuhan sexual dengan pasangan, sedangkan keadaan tabungan keluarga (66%) merupakan satu-satunya dirasakan tidak puas. Proporsi terbesar kesejahteraan subjektif bidang domestik contoh perkotaan yang dirasakan sangat puas yaitu keadaan makanan keluarga (57%), komunikasi dengan orang tua, saudara, orang tua, mertua dan tetangga, sedangkan yang dirasakan tidak puas terlihat dalam hal keadaan materi/aset keluarga (60%), keadaan keuangan keluarga (50%), keadaan tabungan keluarga (80%), dan perasaan terhadap perilaku suami dalam melakukan perkejaan rumah tangga (50%). Tidak puasnya keluarga perkotaan atas perilaku suami dalam melakukan perkejaan rumah tangga diduga disebabkan kurangnya keterlibatan suami dalam melakukan pekerkejaan bidang domestik atau rumah tangga seperti yang disajikan sebelummnya yang dapat dilihat pada Tabel 33 dan Tabel 34. Kesejahteraan bidang publik/ekonomi terbagi atas dua bagian yaitu kesejahteraan di bidang usaha kerajinan dan bidang usaha non kerajinan. Hasil penelitian secara umum menunjukkan tidak ada satu butir pernyataan yang dirasakan sangat sangat puas oleh responden perdesaan maupun perkotaan. Pada bidang usaha kerajinan/non kerajinan, hampir seluruh contoh perdesaan maupun perkotaan merasa cukup puas. Proporsi terbesar yang dirasakan tidak puas oleh keluarga perdesaan yaitu dalam hal perolehan modal usaha (58%), sedangkan keluarga perkotaan dalam hal perolehan modal (48%) dan bahan baku (52%), dan

143 116 perasaan terhadap pekerjaan suami (41%). Tidak puasnya keluarga perkotaan atas perkejaan suami diduga karena hampir separuh (lihat Tabel 11) suami contoh memililiki pekerjaan sebagai buruh. Pekerjaan buruh yang dilakukan pada umumnya merupakan pekerjaan yang tidak selalu konsisten ada setiap harinya karena tergantung dari permintaan konsumen. Hal ini menyebabkan istri merasa tidak puas atas pekerjaan suaminya karena apabila tidak ada permintaan konsumen, istri merasa suaminya dalam keadaan tidak bekerja (pengangguran). Kesejahteraan subjektif pada bidang sosial, hasil penelitian menunjukkan hampir semua contoh perdesaan maupun perkotaan merasa cukup puas atas kesejahteraan subjektif yang dirasakannya. Kesejahteraan subjektif bidang sosial yang dirasakan tidak puas hanya terlihat pada responden perdesaan. Hal ini diduga karena tidak adanya pembinaan yang dilakukan secara berkala oleh pemerintah setempat dalam rangka peningkatan usaha berupa keterampilan, keahlian (skill) maupun permodalan. Pembinaan hanya dilakukan saat-saat tertentu menjelang dilakukannya pameran/bazar yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah tertentu. Tingkat kesejahteraan subjektif keluarga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Kategori rendah artinya contoh merasa kurang puas dengan kesejahteraan subjektif yang dirasakannya. Kategori sedang artinya contoh merasa cukup puas dengan kesejahteraan subjektif yang dirasakannya. Sedangkan kategori tinggi artinya contoh merasa sangat puas dengan kesejahteraan subjektif yang dirasakannya. Tabel 52 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan keluarga subjektif Kategori Domestik (%) Publik (%) Sosial (%) Total (%) Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Rendah (< 33,3) 2,0 0,0 22,0 34,0 16,0 8,0 4,0 2,0 Sedang (33,4-66,7) 84,0 92,0 72,0 64,0 74,0 80,0 94,0 96,0 Tinggi (>66,7) 14,0 8,0 6,0 2,0 10,0 12,0 2,0 2,0 Total (n) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Rata-rata (skor) 52,8 54,1 47,3 41,0 46,2 51,0 48,6 48,6 Standar deviasi (skor) 11,8 8,9 15,4 12,2 15,5 14,7 10,1 7,9 Uji beda t 0,565 0,028* 0,116 1,000 Tabel 52 menunjukkan bahwa secara keseluruhan kesejahteraan subjektif pada keluarga perdesaan maupun perkotaan termasuk ke dalam kategori sedang (96%). Kesejahteraan keluarga subjektif perdesaan maupun perkotaan menunjukkan skor rata-rata yang sama yaitu (48,6). Berdasarkan hasil uji beda

144 117 rata-rata (uji-t) mengindikasikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara indeks kesejahteraan subjektif pada keluarga perdesaan dan perkotaan, dengan nilai p=1,000 atau p<0,005. Dari ke tiga bidang yang diuji (domestik, publik, dan sosial), hanya bidang publik menunjukkan perbedaan rata-rata skor yang signifikan menurut uji-t dengan signifikansi 0,028 atau lebih kecil dari α=0,05, dimana kesejahteraan subjektif keluarga perdesaan menunjukkan skor rata-rata yang relatif lebih tinggi (15,4) daripada keluarga perkotaan (12,2). Secara umum dapat disimpulkan bahwa responden perdesaan maupun perkotaan merasa cukup puas terhadap kesejahteraan subjektif yang dimilikinya. Hal ini berarti responden sudah mulai menunjukkan rasa kepuasan terhadap kehidupan keluarga, baik bidang domestik, publik/ekonomi, maupun sosial yang diperolehnya. Konsep kesejahteraan merupakan sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbedabeda sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Menurut Guhardja et al. (1992) bahwa ukuran kepuasan dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan, nilai tersebut dapat berubah akibat banyaknya pengalaman. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga Objektif dan Subjektif Analisis regresi linier berganda yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk melihat variabel-variabel yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif. Berdasarkan hasil uji analisis regresi linier berganda, model faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan kesejahteraan keluarga objektif menghasilkan nilai Adjusted R-Kuadrat 0,481, sedangkan untuk kesejahteraan keluarga subjektif hanya menghasilkan nilai Adjusted R-Kuadrat 0,219. Hal ini menunjukkan bahwa 48,1% kesejahteraan keluarga objektif dan 21,9% kesejahteraan keluarga subjektif ditentukan oleh variabel yang ada pada model secara keseluruhan (Tabel 52). Maka dengan demikian sisanya sebesar 51,1

145 118 persen kesejahteraan objektif dan 78,1 persen kesejahteraan subjektif menjelaskan bahwa kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Urutan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga objektif berdasarkan nilai yang diperoleh adalah: 1) Pendapatan usaha perempuan (0,550); 2) Jumlah anak (-0,366); dan 3) Lokasi (0,288); 4) Peran gender dalam manajemen keuangan keluarga (0,215); dan 5) Peran gender dalam pembagian kerja keluarga (-0,174). Sedangkan urutan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga subjektif berdasarkan nilai yang diperoleh adalah: 1) Peran gender dalam pembagian kerja keluarga (-0,457); 2) Penerapan manajemen keuangan keluarga (0,257); 3) Pendapatan keluarga (0,250); 4) Lokasi (-0,221); dan 5) Jumlah anak (0,182). Tabel 53 Hasil analisis regresi linier berganda faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif No Variabel (Konstanta) 1 Umur istri (tahun) 2 Pendidikan istri (tahun) 3 Jumlah anak (orang) Kesejahteraan Keluarga Objektif β Sig. Unstandar Standar dized dized (1) (2) Kesejahteraan Keluarga Subjektif β Sig. Unstandar Standar dized dized ,254 0,230 61,669 0, ,969 0,011 0,908 0,023 0,034 0, ,816 0,078 0,350-0,057-0,025 0, ,174-0,366 0,000** 1,040 0,182 0,089* 4 Pendapatan usaha perempuan (Rp/bulan) 0,369 0,550 0,000** 5 Pendapatan keluarga (Rp/bulan) 1,045E-6 0,250 0,041** 6 Pengetahuan matrilineal (skor) 16065,104 0,153 0,110 0,085 0,045 0,701 7 Pengambilan keputusan (skor) -998,736-0,043 0,687 0,032 0,078 0,558 8 Pembagian kerja (skor) -5235,578-0,174 0,065* -0,247-0,457 0,000** 9 Penerapan manajemen keuangan keluarga (skor) -3218,172-0,063 0,518 0,234 0,257 0,035** 10 Peran gender dalam manajemen keuangan 13193,064 0,215 0,073* -0,027-0,024 0,868 keluarga (skor) 11 Status kepemilikan usaha (0=pengusaha, 1=pekerja) ,243-0,089 0,520 2,040 0,120 0, Lokasi (0=perdesaan, 1=perkotaan) ,373 0,288 0,005** -2,958-0,221 0,086* Uji F (p) 9,353 (0,000) 3,521 (0,000) df n Adjusted R Square 0,481 0,219 Keterangan : *signifikan pada p<0,10; **signifikan pada p<0,05 (1) Indikator kesejahteraan keluarga objektif adalah pendapatan/kapita/bulan (Rp/bulan) (2) Indikator kesejahteraan keluarga subjektif adalah tingkat kepuasan terhadap materi dan non materi (38 item)

146 119 Variabel jumlah anak merupakan variabel pertama yang berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, namun berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif. Setiap penambahan 1 orang jumlah anak akan menyebabkan terjadinya kenaikan skor kesejahteraan keluarga subjektif sebesar 1,040 (Tabel 53). Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga subjektif akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah anak. Hal ini senada dengan pendapat Bryant (2006) yang menyatakan bahwa orang tua mencintai anaknya begitu pula anaknya, sehingga anak-anak memberi kepuasan pada orang tua, dan anak-anak menyediakan ketentraman sosial, psikologi dan ekonomi dalam pasangan yang sudah tua. Ketentraman orang tua terjadi ketika anak-anak makin besar dan menambah kepuasan bagi mereka. Hasil penelitian dapat juga ditinjau dari teori ekonomi tentang nilai anak menurut Bryant (2006) bahwa anak-anak merupakan sumber dari produksi barang yang dapat dijual untuk konsumsi. Sejalan menurut Puspitawati (2009) yang menyatakan bahwa anak merupakan tenaga kerja bagi keluarga yang diharapkan memberikan kontribusi ekonomi secara langsung bagi keluarga. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendapatan anak cukup berkontribusi terhadap pendapat total keluarga yaitu sebesar 8,2 persen (Tabel 10). Menurut Bryant (2006), hadirnya seorang anak juga memberi pengaruh meningkatnya produktivitas rumah tangga bagi orang tua, karena masing-masing pihak mengusahakan untuk meningkatkan pemanfaatan waktu untuk kerja rumah tangga dan biaya dari pasar kerja. Sebagai akibatnya, penambahan seorang anak pada suatu keluarga secara tipikal mempengaruhi ayah untuk meningkatkan kerja pasarnya dan si ibu meningkatkan kerja rumah tangga selain pasar kerja. Meningkatnya produktivitas kerja orang tua tentu akan berimbas pada peningkatan penghasilan, yang tentunya akan berkontribusi terhadap ekonomi keluarga. Sementara itu, setiap penambahan 1 orang anak akan menyebabkan terjadinya penurunan skor kesejahteraan keluarga objektif sebesar ,174. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga objektif akan menurun seiring dengan meningkatnya jumlah anak. Bertambahnya jumlah anak tentunya akan berpengaruh terhadap jumlah anggota keluarga. Keluarga dengan jumlah anggota

147 120 keluarga yang lebih banyak memiliki beban kebutuhan yang lebih besar, sehingga peluang untuk sejahtera menjadi lebih kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian (Hartoyo et al. 2010) bahwa faktor yang berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat kesejahteraan adalah jumlah anggota keluarga. Muflikhati et al. (2010a) juga menyatakan bahwa keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit memiliki peluang lebih besar untuk lebih sejahtera. Pendapatan usaha perempuan berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif, dan pendapatan keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Variabel ini memiliki koefesien regresi positif sebesar 0,369 untuk kesejahteraan objektif, dan 1,045E-6 untuk kesejahteraan subjektif. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga objektif maupun subjektif akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan usaha perempuan dan pendapatan keluarga. Menurut Sumarwan (2002), pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan keluarga biasanya berkaitan dengan tingkat kesejahteraan keluarga, karena dengan pendapatan yang diperoleh seseorang akan dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan pangan maupn non pangan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian (Rambe et al. 2008; Kusumo et al. 2008; Muflikhati et al. 2010a; Simajuntak et al. 2008; Gusnita 2011), yang menyatakan bahwa pendapatan keluarga berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan keluarga subjektif. Hartoyo et al. (2010) juga menyatakan bahwa strategi peningkatan kesejahteraan keluarga yang sesuai dengan permasalahan dan faktor yang berpengaruh nyata adalah melalui peningkatan pendapatan keluarga. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Chen et al. (2010) yaitu faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan yang lebih baik adalah status keuangan yang lebih baik. Variabel pembagian kerja dalam keluarga antara suami dan istri memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif. Setiap kenaikan 1 skor pembagian kerja dalam keluarga maka akan terjadi penurunan skor kesejahteraan keluarga objektif sebesar -5235,578 dan skror kesejahteraan keluarga subjektif sebesar -0,247. Ada kecenderungan semakin tinggi kerja sama dalam pembagian kerja dalam keluarga antara suami

148 121 istri, maka kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif akan menurun. Hasil regresi ini sejalan dengan hasil korelasi (Lampiran 5) yang menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan negatif antara variabel pembagian kerja dalam keluarga dengan kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif. Pembagian tugas antara suami dan istri dalam melakukan pekerjaan rumah tangga tidak harus selalu seimbang dan dilakukan secara bersama seperti halnya dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini menunjukkan istri merasa lebih efesien jika pekerjaan rumah tangga dilakukan sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing, terutama pada aktivitas domestik. Hal ini sejalan dengan kesimpulan pada peran gender dalam pembagian kerja dimana pembagian kerja keluarga contoh termasuk kepada kelompok keluarga transisional (transitional), yaitu pembagian pekerjaan antara suami dan istri lebih bergantung kepada keterampilan (skills), kemampuan, dan interest daripada perbedaan gender. Tipe ini memungkinkan suami istri berganti tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang diperoleh (Deacon dan Firebaugh 1988). Penerapan manajemen keuangan keluarga merupakan variabel ketiga yang berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, namun berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif. Setiap kenaikan 1 skor penerapan manajemen keuangan keluarga maka akan menyebabkan terjadinya kenaikan skor kesejahteraan keluarga subjektif sebesar 0,234. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan manajemen keuangan keluarga berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan keluarga subjektif. Penerapan manajemen keuangan keluarga yang baik, mulai dari perencaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi menyebabkan meningkatnya tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Suandi (2010) yang menyatakan bahwa variabel manajemen sumberdaya keluarga (manajemen keuangan keluarga) baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif sangat nyata dan signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga. Senada dengan penelitian Firdaus (2009) juga menyatakan bahwa semakin baik manajemen keuangan, maka semakin tinggi kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian juga sejalan menurut

149 122 Nickell dan Dorsey (1960) yang menyatakan bahwa pengelolaan keuangan yang baik mampu memberikan kepuasan yang lebih banyak. Peran gender dalam manajemen keuangan keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif, namun berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Setiap kenaikan 1 skor peran gender dalam manajemen keuangan keluarga maka akan menyebabkan terjadinya kenaikan skor kesejahteraan keluarga objektif sebesar 2325,186. Hal ini menunjukkan bahwa peran gender dalam manajemen keuangan keluarga berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan keluarga objektif. Sementara itu terdapat hubungan yang negatif antara peran gender dalam manajemen keuangan keluarga dengan kesejahteraan keluarga subjektif (Lampiran 5). Artinya ada kecenderungan semakin tinggi peran gender dalam manajemen keuangan keluarga maka kesejahteraan keluarga subjektif akan menurun. Variabel lokasi berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif, namun negatif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Variabel lokasi memiliki koefesien regresi positif yang mengindikasikan bahwa keluarga di perkotaan memiliki kesejahteraan keluarga objektif yang lebih baik daripada di perdesaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seluruh keluarga di perkotaan berada di atas garis kemiskinan, sedangkan 2 persen keluarga perdesaan berada di bawah garis kemiskinan. Sebaliknya variabel lokasi memiliki koefesien regresi positif yang mengindikasikan bahwa keluarga di perdesaan memiliki kesejahteraan keluarga subjektif yang lebih baik daripada di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga subjektif pada bidang publik/ekonomi di perdesaan relatif lebih baik daripada di perkotaan, terutama pada aspek usaha non kerajinan yaitu dalam hal pelaksanaan terhadap pekerjaan utama/tambahan, perasaan terhadap pekerjaan suami, perasaan terhadap penghasilan suami, dan keterlibatan istri dalam aktivitas ekonomi keluarga. Umur istri berpengaruh tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif maupun subjektif. Hal ini sejalan dengan hasil korelasi (Lampiran 5) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara umur istri dengan kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif. Artinya semakin tinggi umur istri

150 123 maka kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif akan meningkat. Hal ini sejalan dengan Zhang dan Liu (2007) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah umur, gender dan pendidikan. Pendidikan istri berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif, namun berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Hal ini sejalan dengan hasil korelasi (Lampiran 5) yang menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang positif antara pendidikan istri dengan kesejahteraan keluarga objektif, dan terdapatnya hubungan yang negatif antara pendidikan istri dengan kesejahteraan keluarga subjektif. Artinya ada kecenderungan semakin tinggi pendidikan istri maka kesejahteraan keluarga objektif akan meningkat. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lee et al. (2006) yang menyatakan bahwa pendidikan berhubungan positif dengan kesejahteraan. Hasil penelitian juga mendukung penelitian Hartoyo et al. (2010), yang menyatakan bahwa lama pendidikan ibu berpengaruh positif tidak signifiakan terhadap tingkat kesejahteraan. Semakin tinggi tingkat pendidikan memberikan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan mendapatkan pendapatan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan status ekonomi keluarga. Selain itu, dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi, keluarga cenderung memiliki peluang yang lebih besar untuk sejahtera. Menurut Williamson (1975), resiko kemiskinan menurun dengan meningkatnya tingkat pendidikan. Sementara itu, semakin tinggi pendidikan istri maka kesejahteraan keluarga subjektif akan menurun. Hal ini diduga semakin tinggi pendidikan, harapan terhadap kualitas kehidupan semakin meningkat. Senada menurut Hubeis (2010) yang menyatakan bahwa melalui pendidikan, khususnya pendidikan formal, kesetaraan gender dapat dicapai karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, semakin berpotensi akses untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pengetahuan istri tentang budaya matrilineal berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif maupun subjektif. Hal ini sejalan dengan hasil korelasi (Lampiran 5) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara pengetahuan istri tentang budaya matrilineal dengan kesejahteraan keluarga subjektif. Artinya bahwa semakin tinggi skor pengetahuan

151 124 istri tentang budaya matrilineal maka kesejahteraan keluarga subjektif akan meningkat. Peran gender pada pengambilan keputusan antara suami dan istri dalam keluarga berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, namun berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif. Artinya bahwa semakin tinggi skor kerjasama dalam pengambilan keputusan keluarga maka kesejahteraan keluarga subjektif akan meningkat, dan semakin tinggi skor kerjasama dalam pengambilan keputusan keluarga maka kesejahteraan keluarga objektif akan menurun. Kerjasama yang baik dan seimbang antara suami dan istri menyebabkan meningkatnya kesejahteraan keluarga subjektif. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Muflikhati et al. (2010b) yang manyatakan bahwa relasi gender atau kerja sama yang baik antara suami istri dalam pengambilan keputusan keluarga memiliki peranan yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian juga senada dengan pendapat Rice dan Tucker (1976) bahwa analisis tentang konsepsi kesejahteraan terhadap rumah tangga banyak berhubungan dengan bagaimana pola pengambilan keputusan yang berlaku dalam keluarga tersebut. Konsepsi kepuasan dalam rumah tangga berhubungan dengan aspek utama yaitu pelaku yang membuat keputusan dan pola kesepakatan bagaimana sebaiknya keputusan tersebut dibuat. Pada umumnya pasangan yang menganut prinsip kesetaraan dalam pola pengambilan keputusannya, lebih bahagia dalam kehidupan perkawinan. Variabel status kepemilikan usaha kerajinan bordir/sulaman berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, dan sebaliknya berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif. Variabel status kepemilikan usaha memiliki koefesien regresi positif yang mengindikasikan bahwa pengusaha memiliki kesejahteraan keluarga objektif yang lebih baik daripada pekerja. Sementara itu, variabel status kepemilikan usaha memiliki koefesien regresi positif yang mengindikasikan bahwa pekerja memiliki kesejahteraan keluarga subjektif yang lebih baik daripada pengusaha. Status kepemilikan usaha yang lebih tinggi merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pendapatan usaha. Menurut Deacon dan Firebaught (1988) bahwa

152 125 jenis pekerjaan yang profesional menyediakan pendapatan yang lebih dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Meningkatnya pendapatan keluarga, tentunya akan berpengaruh terhadap meningkatnya kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif (Tabel 52). Kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen (Guhardja et al. 1992). Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan, nilai tersebut dapat berubah akibat banyaknya pengalaman. Tingkat kepuasan keluarga juga dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan kelompok sosial dari mana individu dalam keluarga itu berasal. Dari hasil penelitian ini, kesejahteraan subjektif istri dinilai dari perasaan dalam diri sendiri dan perasaan terhadap keadaaanya. Secara naluriah manusia tidak akan puas terhadap apa yang telah dimilikinya dan cenderung ingin memiliki yang lebih baik dari segi materi maupun psikologis. Pembahasan Umum Pendekatan struktural fungsional memandang bahwa keluarga merupakan sebuah institusi dalam masyarakat yang mempunyai prinsip-prinsip serupa dengan kehidupan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Keluarga mempunyai sistem yang terkait antar setiap anggota dalam keluarga. Dalam hal ini keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh setiap anggota keluarga. Status seorang suami dalam keluarga berperan mencari nafkah keluarga dan istri bekerja mengurus rumah tangga. Dalam masyarakat modern, biasanya dikenal dua bentuk masyarakat yaitu masyarakat perdesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Kedua masyarakat tersebut mempunyai karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, fungsi-fungsi sosial budaya, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda. Bila ditinjau dari budaya masyarakat, maka tidak terdapat perbedaan antara masyarakat perdesaan dan perkotaan yang menjadi lokasi penelitian yaitu sama-sama menganut sistem matrilineal. Walaupun tidak terdapat perbedaan dalam budaya masyarakat, namun

153 126 sistem sosial perdesaan dan perkotaan tentunya akan mempengaruhi bagaimana masyarakat tersebut menerapkan budaya yang ada. Seiring perkembangan zaman, hasil penelitian telah memberikan fakta bahwa terjadinya transisi peran dalam keluarga. Peran perempuan sebagai istri ibu rumah tangga yang bekerja di sektor domestik (homeworker) mengalami pergeseran. Perempuan tidak hanya bekerja di sektor domestik saja tetapi juga bergerak di sektor publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya istri perkotaan tidak lagi sebagai pencari nafkah tambahan (secondary breadwinner), melainkan sebagai pencari nafkah utama (main breadwinner) dalam keluarga. Data penelitian juga menunjukkan bahwa hampir separuh (35%) istri perdesaan maupun perkotaan memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama, dan pekerjaan sampingan istri lebih banyak dibandingkan suami yaitu sebanyak 34 persen. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Boestami et al. (1992) yang menyatakan bahwa wanita di Minangkabau bekerja lebih banyak dari laki-laki baik di sektor pertanian, maupun pekerjaan sambilan. Pekerjaan sambilan lainnya dilakukannya dalam usaha mendapat penghasilan yang langsung diterimannya. Pekerjaan yang biasa dilakukan di pasar-pasar yaitu menjual makanan banyak dilakukan oleh perempuan tua. Kue-kue ringan dibuat dan dijualkan oleh wanita dan gadis-gadis. Pembuatan pakaian bersulam dilakukan oleh wanita (ibu) bersama anak gadisnya, dan di pasar-pasar sebagian besar penjual dan penyalur barang sulaman dimonopoli oleh wanita. Bahkan penjual sayur dan membawanya dengan gerobak kecil dilakukan wanita kepasar-pasar. Bila ditinjau dari teori struktural fungsional telah terjadinya pergeseran peran perempuan. Namun bila ditinjau dari sistem matrilineal hal tersebut sesuai dengan ajaran adat dan budaya, dimana perempuan Minangkabau diharapkan dapat mengembangkan harta pusaka yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Boestami et al. (1992) bahwa wanita di Minangkabau disebabkan warisan adatnya berusaha selalu memperkembangkan harta pusaka. Bermacammacam pekerjaan dilakukan istri perdesaan di lapangan pertanian dan ladang dengan penuh tanggung jawab seperti menabur benih, menyiang dan panen di sawahnya sendiri. Bahkan pekerjaan ini dilakukannya di sawah kerabat atau teman untuk mendapat upah dalam memperoleh penghasilkan. Sedangkan istri

154 127 perkotaan lebih dominan berdagang. Selanjutnya pekerjaan sambilan untuk menambah penghasilan bagi keluarga setiap daerah berbeda-beda sesuai dengan tradisi dan kebiasaan setempat, jadi membordir/menyulam merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat tempat penelitian dilaksanakan. Kebiasaan merantau bagi laki-laki juga merupakan salah satu komponen dari keinginan perempuan untuk mencari nafkah. Ketika suaminya bergulat mengadu untung di rantau, perempuan ditantang untuk berperan aktif demi anakanaknya. Menurut Thaib (2008) bahwa perempuan Minang mengikuti suatu pola adat yang sudah dibakukan dalam institusi merantau dan sistem matrilineal. Perempuan Minangkabau bekerja bukan untuk kepentingan kesamaan gender sebagaimana isu para perempuan zaman sekarang, bukan untuk perjuangan emansipasi, tapi perempuan bekerja didasari oleh suatu konsepsi kemandirian yang diajarkan secara turun temurun oleh adat dan budayanya, dan perempuan bekerja bukan untuk merebut kesempatan atau mengalahkan laki-laki/suaminya. Dalam kasus penelitian, walaupun seluruh suami tidak merantau namun istri tetap bekerja dengan alasan membantu perekonomian keluarga. Hal ini merupakan ciriciri masyarakat modern dimana istri tidak hanya berperan dalam sektor domestik, tetapi juga di sektor publik. Kecenderungan untuk mendapatkan penghasilan bagi perempuan di Minangkabau sangat besar, walaupun dari penghasilan suami sudah mencukupi untuk kebutuhan rumah tangga. Menurut Boestami et al. (1992), adakalanya penghasilan suami dirasakan cukup bagi rumah tangga, namun istri berusaha bekerja untuk mendapatkan penghasilan sendiri. Suatu kebanggaan bagi istri dapat membantu suaminya menambah penghasilan rumah tangga. Penghasilan tambahan inilah yang digunakan istri untuk biaya pendidikan anak-anak terutama belanja ke sekolah. Bawaan dan hadiah-hadiah untuk kerabat maupun temanteman dekat ditambah dari penghasilan sambilan. Justru dengan penghasilan tambahan inilah wanita Minangkabau mempertahankan hubungan (komunikasi) keluarga yang saluak baluak itu. Suatu malu besar bagi seorang ibu tidak dapat mengisi adat pemberian pada hari-hari besar seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, menyambut bulan puasa, maantakan pabukoan (mengirim panganan berbuka),

155 128 maulud kepada mertuanya (bako anak-anaknya). Pemberian itu akan menjadi totak ukur hubungan dan penghargaan kekeluargaan mereka. Kecendrungan bekerja bagi perempuan di Minangkabau juga disebabkan oleh terjadinya pergeseran fungsi mamak dalam keluarga besar. Dalam budaya sistem matrilineal, mamak yang biasanya bertanggung jawab terhadap kemenakan sekarang telah bergeser karena mamak lebih mementingkan anaknya. Hal inilah yang lebih banyak terjadi pada masyarakat perkotaan. Mamak beranggapan bahwa mereka lebih berkewajiban terhadap anak dari pada kemenakan. Hal ini wajar karena menurut ajaran agama islam yang dianut oleh masyarkat Minangkabau, tanggung jawab utama bagi seorang ayah adalah terhadap anaknya, dan hal ini juga tidak salah menurut sistem matrilineal yang menyatakan bahwa Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (Alqur an), Syarak Mangato Adat Mamakai (Sumber dari Alqur an dipakai menurut adat/menjadi kebiasaan seharihari, Zainuddin (2010b). Menurut Amir (2011), adanya perubahan-perubahan membuktikan adanya pergumulan antara Ketentuan Adat dan Agama Islam dalam mengatur Masyarakat Minangkabau. Pergumulan itu merupakan suatu proses penyesuaian antara Adat dan Agama Islam, dan bukan suatu proses untuk saling menyingkirkan. Karena kedua aturan itu (adat dan agama) sama-sama dianggap baik dan berguna oleh masyarakat Minangkabau sepanjang masa. Berdasarkan wawancara dengan responden, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kurang berperannya mamak dalam keluarga responden karena kehidupan ekonomi mamak yang masih dalam kategori kurang atau sedang, sehingga mamak belum bisa sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kemenakan. Hasil penelitian ini senada menurut Thaib (2008) yang menyatakan bahwa perempuan Minangkabau bekerja karena mereka beranggapan bahwa sedikit sekali kemungkinan bantuan yang akan diterima dari mamak atau anggota lainnya untuk menghidupi anakanak mereka seandainya timbul perceraian maupun bercerai mati dengan suami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran gender dalam pengambilan keputusan secara garis besar contoh perdesaan maupun perkotaan termasuk ke dalam keluarga yang mempunyai kerja sama suami istri dengan kategori sedang. Hal ini berarti sudah mulai ada kerja sama antara suami dan istri yang cukup baik walaupun masih didominasi oleh salah satu pihak yaitu istri. Jadi dapat

156 129 disimpulkan bahwa terdapat pembagian (differensiasi) peran gender dalam pengambilan keputusan keluarga. Menurut Megawangi (2005), terjadinya kerja sama antara sesama anggota keluarga (laki-laki dan perempuan) dalam keluarga inti menunjukkan adanya diferensiasi peran gender yang merupakan suatu prasyarat struktural untuk kelangsungan keluarga inti. Menurut Bustami et al. (1992), usaha melanjutkan ekonomi rumah tangga saat ini terlihat bergeser kepada tanggung jawab suami istri, keputusan bersama. Terutama dalam kewajiban terhadap negara seperti iuran pembangunan daerah. Keluarga kecil menjadi kenyataan, namun wanita diharapkan menjaga keseimbangan antara rumah tangga dan keluarga, suatu konsep keseimbangan dan keserasian. Menurut budaya sistem matrilineal pendapat perempuan sangat menentukan dalam pengambilan keputusan. Zainuddin (2010b) menyatakan bahwa di dalam adat Minangkabau suara Bundo Kanduang didalam bermusyawarah mempunyai hak yang sama dengan kaum laki-laki, suara dan pendapat wanita sangat menentukan lancar atau tidaknya rapat/keputusan yang diambil. Selanjutnya Boestami et al. (1992) juga menyatakan, dalam rapat-rapat atau musyawarah kaum wanita banyak berpengaruh. Penggadaian harta pusaka tak dapat berlaku tanpa bantuan wanita. Menggadaikan sawah lebih baik dengan mengemukakan seorang wanita termuda. Alasannya waris seperti ini pada umumnya kemungkinan hidup lebih lama. Berarti ia akan dapat mengetahui dan mempertahankan hak-hak yang diperoleh atas tanah itu. Kelihatan jelas dalam adat Minangkabau wanita mempunyai kedudukan yang sangat menentukan dan mempertahankan harta pusaka. Semua ini membuktikan bahwa yang berperan pada fungsi ekonomi dan keuangan keluarga dalam sistem matrilineal adalah pihak perempuan. Hal inilah yang membuat kuatnya fungsi ekonomi perempuan di Minangkabau. Selain diberi hak harta pusaka, mengelola ekonomi keluarga, ia juga mendapat perhatian dari keluarga besarnya terutama mamak. Boestami et al. (1992) menyatakan untuk kepentingan dirinya sendiri (perempuan), ia dapat bertindak meminta bantuan dari orang tua dikalangan kaumnya yang dianggap mengetahui seluk beluk hubungan kekerabatan. Berdasarkan hasil wawancara terlihat begitu semangatnya responden bekerja dengan alasan mencari biaya pendidikan untuk anak. Responden sangat

157 130 menginginkan anak-anak mereka melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, dan motivasi terhadap pendidikan anak lebih banyak datangnya dari istri dari pada suami. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Boestami et al. (1992) yang menyatakan banyaknya kita melihat petani-petani di desa-desa membicarakan kuliah anak mereka, dan kalau kita lihat dari penghasilan yang diperdapat tak mungkin rasanya melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Semua itu adalah desakan suami istri, namun dorongan lebih banyak dari istri. Mereka bersedia mengurangi makan dan belanja, asal anak-anak mendapat pendidikan yang layak. Peran seorang perempuan dalam pengambilan keputusan di Minangkabau tidak hanya terbatas dalam keluarga inti/batih (nuclear family) dan keluaraga luas/kaum (extended family), tapi juga terhadap keluarga besar suaminya. Menurut Boestami et al. (1992), wanita di Matrilineal tidak saja berkuasa di rumah tangganya sendiri. Di rumah keluarga suaminya ia mempunyai kekuasaan pula. Pada waktu upacara perkawinan istri berkuasa memasak dan sebagai pembagi hidangan (mengisi) dan menentukan balasan pembawaan. Saudara suaminya hanya menyiapkan bahan, sedang mereka yang menetapkan dan mengatur jalannya hidangan upacara. Merekalah yang bertindak penanti tamu, membawa tamu duduk dan makan bersama tamu keluarga itu. Di sana ia pasumandan dan dapat tempat terhormat yang ditinggikan di antara pasumandan lainnya. Pada waktu upacara perkawinan mereka pergi menjemput mempelai dan mendampinginya sebagai dayang penginang. Ketika mempelai dan anak daro bersanding merekalah yang menaburkan beras kuning pada pengantin. Ketika menghidangkan untuk mempelai baru merekalah yang mengatur mempelai wanita itu bagaimana meletakkan, di mana dan sebagainya. Sampai-sampai bagaimana penganten wanita menghadapi malam pertama, merekalah yang memberi tuntutan. Secara umum dapat disimpulkan betapa besarnya pengaruh peran perempuan menurut budaya matrilineal seperti dalam pengasuhan dan pendidikan anak, perkawinan, menjalankan fungsi ekonomi keluarga, menjalin komunikasi dalam dan antar keluarga besar, sampai pada pengambilan keputusan. Begitu besarnya pengaruh peran perempuan dalam struktur keluarga dan masyarakat lainnya, maka sudah seharusnya perempuan Sumatera Barat khususnya Minangkabau mengetahui/memahami ajaran budaya matrilineal yang dianutnya

158 131 karena akan dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan atau penerapan budaya matarilineal dalam keluarga. Bila ajaran adat yang menganut sistem matrilineal dapat dijalankan dengan baik, maka akan memberi peluang bagi terpenuhinya kebutuhan keluarga (materi maupun non materi), sehingga pada akhirnya kesejahteran keluarga (objektif dan subjektif) juga akan dapat tercapai. Kesejahteraan keluarga subjektif adalah kesejahteraan yang menunjukkan tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan pribadi akan kehidupan keluarganya. Menurut Guhardja et al (1992) bahwa ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Begitu juga dengan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga responden dalam penelitian ini yang secara umum termasuk dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan responden sudah cukup puas dengan keadaan keluarganya, baik untuk aktivitas domestik, publik/ekonomi maupun sosial. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga subjektif adalah pendapatan keluarga (termasuk pendapatan istri), peran gender dalam pengambilan keputusan, dan penerapan manajemen keuangan keluarga. Hal ini berarti, semakin tingginya skor pendapatan istri, peran gender dalam pengambilan keputusan, dan penerapan manajemen keuangan keluarga, maka kesejahteraan keluarga subjektif semakin besar. Hasil penelitian ini sangat relevan dengan aturan sistem matrilineal yang telah diuraikan sebelumnya. Jadi, jika perempuan di Minangkabau menjalankan aturan adat sebagaimana mestinya, maka kesejahteraan keluarga subjektif akan dapat terwujud. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kesetaraan gender yang dituntut oleh perempuan zaman sekarang, bagi masyarakat Minangkabau khususnya perempuan tidaklah perlu karena dalam sistem matrilineal telah diatur sepenuhnya tanpa merugikan pihak perempuan itu sendiri. Menurut Zainuddin (2010b), bahwa pada etnis Minangkabau menurut adat yang berlaku adanya pembagian aktivitas sosial maupun kultur yang telah ada ketentuan dan batasannya antara laki-laki dan perempuan sehingga tatanan kehidupan masyarakat berlangsung secara harmonis. Pembagian peran gender ini didasarkan pada alur dan patut, sehingga sesuatu pekerjaan yang dikerjakan wanita seharusnya diukur dengan mungkin dan patut untuknya. Hal yang demikian

159 132 adalah penghayatan ajaran adat yang dalam mendudukkan wanita pada proporsinya yang wajar dalam segala bidang. Keterbatasan Penelitian Hasil penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan yang dapat dijadikan perbaikan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Adapun keterbatasanketerbatasan tersebut yaitu : 1. Penelitian ini hanya dilakukan di dua daerah di Provinsi Sumatera Barat yaitu mewakili satu kabupaten dan satu kota, sehingga dari segi lokasi kurang representatif terhadap budaya Minangkabau yang ada di Sumatera Barat. 2. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisir untuk semua daerah Sumatera Barat yang menganut sistem matrilineal karena teknik penarikan sample dilakukan secara purposive dengan metode yang digunakan non probability sampling. Jadi kesimpulan dalam penelitian ini hanya berlaku untuk penduduk yang mempunyai karakteristik yang sama dengan contoh. 3. Penelitian ini menggunakan istri sebagai responden, dengan asumsi bahwa jawaban istri dianggap mewakili secara keseluruhan. Pada penelitian selanjutnya disarankan yang menjadi responden adalah suami dan istri sehingga dapat dibandingkan bagaimana pandangan suami terhadap pembagian peran dalam keluarga berdasarkan gender.

160 133 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Rata-rata pengetahuan contoh perdesaan dan perkotaan mengenai budaya sistem matrilineal yaitu 78,60 dan 77,86, yang keduanya berada pada kategori sedang. Artinya pengetahuan contoh tentang sistem matrilineal sudah cukup baik. Sedangkan rata-rata penerapan budaya matrilineal dalam keluarga contoh perdesan dan perkotaan yaitu 84,34 dan 84,62, yang keduanya juga berada pada kategori baik. Artinya penerapan budaya matrilineal dalam keluarga contoh termasuk tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penerapan sistem matrilineal lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pengetahuan sistem matrilineal. Hal ini berarti bahwa walaupun responden tidak mengetahui beberapa aturan dalam budaya sistem matrilineal, namun hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun. 2. Secara umum contoh perdesaan maupun perkotaan termasuk ke dalam keluarga yang mempunyai kerjasama antara suami dan istri dengan kategori sedang dalam pengambilan keputusan keluarga. Hal ini berarti bahwa pengambilan keputusan keluarga dalam kegiatan rumah tangga contoh cukup seimbang meskipun masih terdapat salah satu yang dominan. Selanjutnya peran gender dalam pembagian kerja pada perdesaan dan perkotaan juga sudah menunjukkan kerjasama yang baik antara suami dan istri dengan kategori sedang. Artinya sudah terdapat kerjasama atau kompromi antara suami dan istri dalam semua kegiatan tugas dalam rumah tangga walaupun masih ada salah satu yang dominan. 3. Secara umum keluarga contoh perdesaan maupun perkotaan termasuk dalam kategori sedang dalam menerapkan manajemen keuangan keluarga. Hal ini berarti keluarga contoh memiliki kemampuan pengelolaan keuangan keluarga yang cukup baik. Menurut pembagian peran gender, keluarga contoh perdesaan melakukan kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga dengan kategori sedang, sedangkan perkotaan kategori rendah. Hal ini berarti terjadinya kerjasama gender yang cukup baik antara suami istri pada keluarga perdesaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi,

161 134 sebaliknya pada keluarga perkotaan terjadinya kerjasama gender yang kurang dan masih didominasi oleh salah satu pihak. 4. Berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga objektif (objective well-being) menurut Garis Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat menurut BPS tahun 2011, sebagian besar keluarga contoh perdesaan maupun perkotaan tergolong kepada keluarga sejahtera dilihat dari pendapatan dan pengeluaran per kapita per bulan. Namun, jika dilihat dari tingkat kesejahteraaan keluarga subjektif (subjective well-being), persentase terbesar contoh perdesaan dan perkotaan menyatakan cukup puas atas kesejahteraan keluarga subjektif yang dirasakan. 5. Kesejahteraan keluarga objektif dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan usaha perempuan, peran gender dalam manajemen keuangan keluarga, dan lokasi tempat tinggal keluarga dimana keluarga perkotaan lebih sejahtera dibandingkan keluarga perdesaan. Sedangkan jumlah anak dan peran gender dalam pembagian kerja keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga objektif. Selanjutnya kesejahteraan keluarga subjektif dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah anak, meningkatnya pendapatan keluarga, dan penerapan manajemen keuangan dalam keluarga. Sedangkan peran gender dalam pembagian kerja keluarga, dan lokasi tempat tinggal keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga subjektif dimana keluarga perdesaan lebih sejahtera daripada keluarga perkotaan. Saran 1. Perlunya diberikan pengetahuan mengenai budaya sistem matrilineal, terutama mengenai kedudukan dan peranan perempuan dalam adat dan budaya Minangkabau kepada masyarakat khususnya istri melalui kegiatan PKK agar keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat mampu bertahan dan mempertahankan nilai-nilai kebudayaanya, sehingga penerapan sistem matrilineal dalam masyarakat dapat meningkat. 2. Pentingnya kerjasama atau kemitraan gender dalam pengambilan keputusan keluarga karena dengan adanya kerjasama atau kompromi antara suami dan istri dapat meningkatkan kualitas manajemen sumberdaya keluarga sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan keluarga. Peningkatan kemitraan gender

162 135 dapat dilakukan dengan penyuluhan keluarga yang diarahkan pada peningkatan kemitraan gender menuju kesetaraan dan keadilan gender di tingkat keluarga. Penyuluhan ini terutama bagi kelompok keluarga yang masih mempunyai pemisahan dan pembagian peran gender yang sangat kaku dan terkesan bias gender. 3. Mengingat penerapan manajemen keuangan keluarga merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kesejahteraan keluarga, maka pentingnya pemisahan antara keuangan usaha dengan keuangan keluarga agar penerapan manajemen keuangan tercapai secara maksimal. Oleh sebab itu perlunya diberikan penyuluhan manajemen keuangan keluarga untuk meningkatkan kualitas manajemen keuangan keluarga agar terpenuhinya kebutuhan hidup keluarga yang lebih baik sehingga tercapainya kesejahteraan keluarga. 4. Pentingnya pendidikan di luar formal atau pendidikan non formal bagi perempuan untuk meningkatkan keterampilan istri dalam pengelolaan atau manajemen keuangan keluarga dalam rangka pengembangan usaha dan terpenuhinya kebutuhan hidup keluarga secara tepat dan layak. Pendidikan non formal dapat diarahkan pada pemberian pelatihan mengenai manajemen keuangan keluarga yang merupakan salah satu dari manajemen sumberdaya keluarga. 5. Bagi pengambil kebijakan dan stakeholder yang terkait, kegiatan pemberdayaan perempuan dapat diarahkan pada peningkatan peran strategis perempuan karena kedudukan dan peranan perempuan dalam sistem matrilineal sebagai pemegang amanah dalam melindungi dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu perlunya menumbuhkan kepemimpinan perempuan melalui kader-kader perempuan yang mempunyai pendidikan, pengalaman, dan kesanggupan untuk berkembang. 6. Menumbuhkan kelompok-kelompok arisan, pengajian, posyandu, dan kelompok usaha pengrajin yang khusus dikelola oleh perempuan, yang akan dikembangkan untuk meningkatkan manajemen sumberdaya keluarga dan membiasakan diri berusaha kooperatif.

163 136

164 137 DAFTAR PUSTAKA Alabi DL, Ogbimi GE, dan Soyebo KO. (2006). Factor Enhancing Effective Financial Management of Rural Women in Osun State. Research Journal of Social Sciences. Obafemy Awolowo University, Ile-Ife, Nigeria Amir MS Pewarisan Harato Pusako Tinggi dan Pancaharian Minangkabau. Jakarta: Citra Harta Prima. Anonim Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Keluarga Profesional-1. [1 Desember 2011]. Behnke A, MacDemic Family Well-Being. United States of America (US): Purdue University. Boestami, Nain SA, Nur RM Kedudukan dan Peranan Wanita Dalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau. Padang: Esa Padang. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Opini Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. [BPS]. Badan Pusat Statistika Profil Kemiskinan di Indonesia September Jurnal Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik No. 06/01/Th. XV, 2 Januari [BPS]. Badan Pusat Statistika Sumatera Barat Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Februari Jurnal Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Barat No. 26/05/13/Th. XIV, 05 Mei Berns RM Child, Family, School, Community, Socialization and Support. San Diego, NY: Harcourt Brace College Publ. Bryant WK, Zick CD The Economic Organization of The Household. United States of America: Cambridge University Press Chen J, Murayama S, Kamibeppu K Factors Related to Weel Being Among the Elderly in Urban China Focusing on Multiple Roles. Journal Bio Science Trends. 2010; 4(2):61-71 Deacon RE, Firebaugh FM Family Resource Management; Principle and Application (2 nd Ed.). United State of America: Allyn and Bacon Inc. Diener E Subjective Well-being: a General Overview. South Africa Journal of Psychology, 39 (4), pp

165 138 Edwar Pergeseran Tanggungjawab Mamak Kepala Waris Terhadap Anak Kemenakan pada Masyarakat Pariaman Perantauan Menurut Hukum Adat Minangkabau Kota Jambi. [Tesis]. Universitas Diponegoro Semarang. Fakih M Analisi Gender dan Transformasi Sosial. Joyjakarta: Pustaka Pelajar Feldman RS Understanding Psychology. New York: McGraw-Hill. Firdaus, Sunarti E Hubungan Antara Tekanan Ekonomi dan Mekanisme Koping dengan Kesejahteraan Keluarga Wanita Pemetik Teh. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Januari 2009, p ; Fuaida LD Manajemen Keuangan Keluarga Miskin : Studi Kasus Mitra Program Masyarakat Mandiri, Dompet Dhuafa Republika. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Gie TL Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty. Goldsmith EB Resource Management for Individuals and Families. United States of America: West Publishing Company. Gross IH, Crandall EW, Knoll MM Management For Modern Families 4 th ed New Jersey: Prentice-Hal, Inc. Englewood Cliffs. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D Manajemen Sumberdaya Keluarga. Departemen Gizi Masyarakat Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gusnita W Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Peran Gender terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat). [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Hartoyo, Aniri NB Analisis Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya Ikan dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol. 3 No. 1/Januari 2010, p : Herawati T Manajemen Sumberdaya Keluarga dan Ketahanan Keluarga Peserta Pemberdayaan Masyarakat di Pedesaan (Kasus di Kabupaten Bogor).[Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Hermayulis Peranan dan Kedudukan Perempuan Melayu dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau di Sumatera Barat. Jurnal Sari 26 (2008) Hubeis AVS Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor: IPB Press.

166 139 Iskandar A Analisis Praktek Manajemen Sumberdaya Keluarga dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Bogor. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor Johan IR, Hartoyo Manajemen Keuangan Konsumen. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Kato T Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka. Khomsan A Teknik Pengukuran Pengetahuan. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB Bogor. Krunger AB Measuring of Subjective Well-Being of Nations: Natural Accounts of Time Use and Subjective Well-Being. Chicago: University of Chicago Press. Kusumo RAB, Sunarti E, Pranadji DK Analisis Peran Gender Serta Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga Petani Padi dan Hortikultura di Daerah Pinggiran Perkotaan. Jurnal Media Gizi & Keluarga, Desember 2008, 32 (2): Lee YG, Danes SM, Shelley MC Work roles, managed anda perceived wellbeing for married woman within family businennes. Journal of Springer Science and Business Media. 27 (1). Pp Lewis DS, Burns JO, Segner EF Housing and Home Management. New York: The Macmillan Company. Martinez J, Mehesy C, Seeley K What Counts: Measuring Indicators of Family Well-being. Denver: The Colorado Foundation for Families and Children [28 September 2012]. foundation.org. McCubbin HI, Thompson AI Family Assesment Inventories for Research and Practice. United States of America: University of Wisconsin-Madison. Megawangi R Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relansi Gender. Mizan: Bandung. Muflikhati I, Hartoyo, Sumarwan U, Fahrudin A, Puspitawati H. 2010a. Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga: Kasus di Wilayah Pesisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol.3 No.1/Januari 2010, p : b. Kajian Relasi Gender, Kualitas Sumberdaya Manusia, dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga di Wilayah Pesisisr Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial, Vol. 9 Nomor.1/Juni 2010, Hal: 1-16.

167 140 Mugniesyah SSM Ekologi Manusia: Gender, Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. Bogor: IPB Press Newman DM, Grauerholz L Sociology of families. Second edition. Pine Forge Press. An imprint of Sage Publication, Inc. Thousand Oaks. Nickell P, Dorsey JM Management in Family Living 3 rd Edition. New York: John Willey and Sons, Inc. Ogbimi GE, Soyebo KO, Alabi DL Minimizing Management for Problems among Rural Women for Sustainable Economic Empowerment : Case of Osun State, Nigeria. Research Journal of Social Sciences, 1(1): Olson GI, Beard D.M. Assesing Managerial Behaviour. Journal of Family and Economic Issues. Penghulu R Bahasa Orang Cerdik Minangkabau: Padang. Puspitawati H, Fahmi SA Analisis Pembagian Peran Gender pada Keluarga Petani. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vol.1 No.2, Agustus 2008, p : Puspitawati H, Herawati T, Sarma M Analisis Gender Terhadap Strategi Koping dan Kesejahteraan Keluarga. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 15 No.02/Agustus 2010, p : Puspitawati H Pengaruh Nilai Ekonomi Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Terhadap Kesejahteraan Keluarga Subjektif. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vo. 2 No. 1, Januari 2009, p : Gender dan Keluarga, Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press. Rambe A, Hartoyo, Karsin ES Analisis Alokasi Pengeluaran dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga (Studi di Kecamatan Medan Kota, Sumatera Utara). Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol. 1 No.1/Januari 2008, p: Raviv A, Vago-Gefen I, Fink AS The personal service gap : Factors Affectig Adolescents willingness to Seek Help. Journal of Adolescence Vol 32 (3), Rice AS, Tucker SM Family Life Management. New York: The Macmillan Company.

168 141 Roscoe LJ Wellness: A Review of Theory and Measurement for Counselors. Journal of Counseling & Development. 87 (2), Rostamailis Pengelolaan Usaha Busana. Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Sajogyo P Peranan Wanita dalam Keluarga, Rumahtangga, dan Masyarakat yang Lebih Luas di Pedesaan Jawa. Jakarta: Universitas Indonesia. Saleha Q, Hartoyo, Hastuti D Manajemen Sumberdaya Keluarga: Suatu Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Timur. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Vol. 1 No. 2/Agustus 2008, p ; Senduk S Seri Perencanaan Keuangan Keluarga : Mengelola Keuangan Keluarga. Jakarta : Elex Media Komputindo. Simanjuntak M, Puspitawati H, Djamaludin MD Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga Subjektif Penerima Program (PKH). Jurnal Media Gizi dan Keluarga, Desember 2008, 32 (2): Soekanto S Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Suandi Kajian Sosio Demografi dan Manajemen Sumberdaya terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Jurnal Agrisep, Vol. 9 No.2/September 2010, Hal : Sugiono Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Suhardjo Berbagai Cara Pendidikan Gizi Petunjuk Laboratorium. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangandan Gizi IPB. Sukmasari F, Amir MS Traditional Wedding of Minangkabau. Jakarta : Citra Harta Prima Sumarwan U Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia Thaib PRR Menempatkan Diri di Tengah-Tengah Keluarga Dalam Berbagai Peran Menurut Adat Minangkabau. Makalah Pembekalan untuk Istri Wali Nagari Dan Ketua Bundo Kanduang Nagari. 19 Juni Kedudukan dan Peranan Perempuan Dalam Adat dan Budaya Minagkabau. Disampaikan pada Peringatan Hari Kebangkitan Perempuan Indonesia, Biro Politik HWK Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 14 Mei 2008.

169 142 Tanziha I, Alfiasari, Herawati T, Simanjuntak M Study on The Socio- Ekonomic, Changes in The Structure and Function Of Family, Family's Strength, Growth and Development of Children Among Women Migrant Workers (Wmw) Household. Deapartemen of Community Nutrition Faculty of Human Ecology Bogor Agricultural University and Ney-Van Hoogstraten Foundation. [UNDP]. United Nations Development Programme Human Development Report New York: UNDP Williamson JB Strategies Againts Poverty in America. New York: Schenkman Publishing Company, Inc. Witrianto Hubungan Istri Dengan Keluarga Suami Di Minangkabau. Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang. Yodollahi M, Hj Paim L, Othman M, Suandi T Factors Affecting Family Status. European Journal of Scientific Research. ISSN X Vol. 37 No. 1 (2009), pp Zainuddin M. 2010a. Pelestarian Eksistensi Dinamis Adat Minangkabau. Yogyakarta: Ombak b. Implementasi Pemerintahan Nagari Berdasarkan Hak Asal Usul Adat Minangkabau. Yogyakarta: Ombak. Zhang W, Liu G Childlessness, Psychological Wellbeing and Life Saticfaction Among the Elderly in China. Journal of Cross Cult Gerontol. 22: Hal

170 LAMPIRAN 143

171 144

172 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145

173 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal 1 Keluarga di Minangkabau menganut sistem matrilineal (garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu) 2 Struktur keluarga di Minangkabau tidak menganut keluarga luas (extended family), tapi keluarga inti 3 Posisi perempuan di Minangkabau ditempatkan pada tempat yang lebih terhormat dan dapat disebut superior, baik di sektor domestik maupun publik 4 Ibu di Minangkabau disebut juga Bundo Kanduang yaitu ibu sejati yang memiliki sifat keibuan dan kepemimpinan. 5 Mamak merupakan peran yang melekat pada fungsi perempuan (saudara perempuan dari ibu) 6 Kemenakan merupakan peran yang melekat pada anak dari saudara perempuan dan dari seorang laki-laki 7 Menurut adat di Minangkabau kekuasaan terhadap sumberdaya materi yang sebenarnya terletak ditangan ayah Pengetahuan tentang perkawinan 8 Perkawinan sesama suku dibolehkan menurut adat di Minangkabau. 9 Perkawinan dengan anak mamak (anak saudara laki-laki ibu) sangat tidak dianjurkan dalam adat Minagkabau 10 Perkawinan pulang kebako (anak dari saudara perempuan ayah) sangat dianjurkan dalam adat. 11 Perkawinan dalam matrilinel bersifat virilokal (adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami) 12 Perkawinan di Minangkabau tidak menciptakan keluarga inti yang baru karena suami dan istri tetap menjadi anggota keturunannya masing-masing 13 Mamak bertanggungjawab dalam hal perkawinan kaum/suku dan kemenakannya 14 Mamak tidak bertanggungjawab mencarikan jodoh untuk kemenakannya. Pengetahuan tentang sumberdaya materi dan harta pusaka 15 Sumber ekonomi di Minangkabau pemanfaatannnya diutamakan untuk anak perempuan seperti sawah, ladang dll 16 Yang menyimpan hasil ekonomi keluarga menurut adat di Minangkabau adalah pihak laki-laki. 17 Yang mengatur/mengelola ekonomi rumah tangga menurut adat Minagkabau adalah perempuan 18 Rumah menurut adat di Minangkabau ditempati untuk anak lakilaki. 19 Pihak laki-laki di Minangkabau bertindak sebagai pewaris harta pusaka. 20 Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan keturunan ibu (bagi perempuan) 21 Harta pusaka rendah merupakan harta pencaharian orang tua yang diwariskan berdasarkan hukum islam. 22 Bundo Kanduang berkewajiban menjaga harta pusaka agar tidak berpindah kepada orang lain

174 147 No. Pernyataan Betul Salah 23 Bundo Kanduang tidak berkewajiban melarang kaum laki-laki menggadaikan dan menjual harta pusaka. 24 Mamak tidak bertanggungjawab mengatur pengurusan harta pusaka 25 Ibu sebagai Bundo Kanduang lebih berkewajiban memberikan bimbingan dan pengemblengan terhadap anak dari pada ayah Pengetahuan tentang pengasuhan dan pendidikan 26 Ibu sebagai Bundo Kanduang tidak bertanggungjawab memberikan bimbingan terhadap anggota keluarga lainnya di dalam rumah tangga 27 Ibu sebagai Bundo Kanduang lebih bertanggungjawab memberikan pendidikan kepada anak dari pada ayah 28 Ibu sebagai Bundo Kanduang tidak bertanggungjawab memelihara kemenakan 29 Ibu sebagia Bundo Kanduang berkewajiban mengatur rumah tangga dan pengaturan kesehatan (fisik) 30 Ayah lebih mempunyai wewenang dalam hal pengasuhan/ bimbingan dari pada mamak. Pengetahuan tentang komunikasi/hubungan antar keluarga besar 31 Menurut adat pada waktu-waktu tertentu, istri bermalam di rumah mertua, ikut melayani dan merawat orangtua tersebut 32 Pada hari-hari besar keagamaan, menantu perempuan datang ke rumah mertuanya dengan membawa kue-kue dan makanan lain (maantaan lamang) 33 Menurut adat, saat pengantin baru istri tidak wajib membawa makanan dan kue-kue dan makanan dalam jumlah yang besar ke rumah mertua (manjalang mintuo) 34 Hubungan istri dengan saudara orang tua suami menurut adat berbeda dengan hubungan seorang anak kepada orangtuanya 35 Hubungan istri dengan saudara suami menurut adat hanya terbatas dalam bentuk penghormatan saja. 36 Pola hubungan istri dengan anak saudara suami menurut adat sama dengan hubungan menantu dan mertua (mintuo)

175 148 Lampiran 3 Kasus Aliran Pendapatan/Cashflow dalam Keluarga Budaya Matrilineal (Kasus In-Depth Interview) Kasus Keluarga Perdesaan/Kabupaten Lima Puluh Kota (Kasus I) Ibu T adalah seorang ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai pengusaha bordir semenjak 2 tahun. Disamping pengusaha bordir Ibu T juga sebagai karyawan disebuah kantor, dan juga mempunyai usaha ternak ayam. Pendapatan yang diterima (gaji) oleh Ibu Tanti berbentuk tunai dari kantor tiap bulan. Pendapatan sebagai karyawan seratus persen disimpan oleh Ibu T untuk membeli emas. Pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Ibu T dari penghasilan usaha bordir, ternak, dan gaji dialokasikan untuk kebutuhan keluarga, simpanan, kebutuhan usaha bordir dan usaha ternak. Kebutuhan keluarga dialokasikan untuk jajan anak, sedangkan simpanan dialokasikan untuk membeli emas. Kebutuhan usaha dialokasikan untuk membeli bahan baku seperti kain, benang, dan makanan ayam. Pendapatan suami Ibu T diterima dalam bentuk tunai setiap bulan dari hasil bekerja sebagai karyawan disebuh perusahaan. Pengalokasian pengeluaran digunakan untuk kebutuhan keluarga dan tabungan. Kebutuhan keluarga dialokasikan untuk makanan sehari-hari, beli bensin, sekolah anak, bayar listrik, rokok, dan asuransi pendidikan. Tabungan atas nama istri dialokasikan untuk membeli perabot rumah tangga, sekolah anak, dan biaya perbaikan rumah. Sedangkan tabungan atas nama anak dialokasikan untuk biaya pendidikan anak. Pendapatan suami ini dikelola oleh Ibu T, namun dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan, Ibu Tanti bersama suami menentukan bersama dalam pengambilan keputusan keuangan. Ibu T masih mempunyai tanggung jawab dalam bidang ekonomi terhadap keluarga besarnya. Tanggung jawab terhadap keluarga besar tersebut hampir sepenuhnya dilaksanakan oleh Ibu T, karena diantara Ibu T bersaudara ia dianggap mempunyai ekonomi yang mapan. Kebutuhan orang tua hampir sepenuhnya ditanggung oleh Ibu T, mulai dari biaya hidup sehari-hari, memperbaiki rumah orang tua jika ada yang rusak, sampai dengan biaya acara syukuran seperti acara pesta pernikahan (baralek) adiknya dan lain-lain. Sedangkan suami tidak mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga besarnya,

176 149 karena keluarga besar suami dianggap mapan. Terhadap kemenakannya dari segi ekonomi juga tidak dilaksanakan suami karena ekonomi orangtua dari kemenakannya juga mapan. Secara rinci diagram cash flow terlihat pada Gambar berikut : Kebutuhan makan sehari-hari Sekolah anak Jajan anak Kebutuhan keluarga (30%) Bayar listrik Rokok Beli bensin Asuransi pendidikan anak Pendapatan istri Kebutuhan usaha (10%) Kebutuhan keluarga besar istri (5%) Simpanan (20%) Beli bahan baku Makanan ternak Kebutuhan makan orang tua Bayar listrik orang tua Beli emas Pendapatan suami Tabungan di Bank atas nama istri (20%) Tabungan di Bank atas nama anak (15%) Beli perabot Sekolah anak Biaya perbaikan rumah Sekolah anak

177 150 Kasus Keluarga Perdesaan/Kabupaten Lima Puluh Kota (Kasus II) Ibu W adalah seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengusaha sulaman. Pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Ibu W dari penghasilan usaha bordir dialokasikan untuk kebutuhan keluarga dan simpanan/tabungan. Kebutuhan keluarga dialokasikan untuk makan sehari-hari dan jajan anak. Sedangkan simpanan/tabungan atas nama istri dialokasikan untuk kebutuhan mendadak, dan modal usaha/bahan baku (kain, beli benang dll). Pendapatan suami Ibu W diterima setiap hari dari bekerja sebagai pedagang. Pengalokasian pengeluaran digunakan untuk beli rokok, kredit motor, bayar listrik, kebutuhan sekolah anak, dan tabungan atas nama anak yang dialokasikan untuk sekolah anak. Pengelolaan keuangan keluarga Ibu W sebagian besar ditangani oleh Ibu W. Penghasilan suami hampir semuanya dipegang oleh Ibu W, kecuali untuk beli rokok. Dari penghasilan suami tersebut kemudian digabung dengan penghasilan Ibu W. Ibu W masih bertanggung jawab dalam bidang ekonomi terhadap keluarga besarnya. Namun tanggung jawab tersebut hanya kadang-kadang dilaksanakan untuk membantu adik-adiknya yang masih sekolah. Keluarga besar yang dibantu oleh Ibu W adalah adik-adik dan orang tua. Suami tidak mempunyai tanggung jawab ekonomi terhadap kemenakan, suami lebih memprioritaskan anak dan keluarganya dari pada kemenakannya karena dengan alasan penghasilan tidak mencukupi untuk membantu. Secara rinci diagram cash flow terlihat pada Gambar berikut :

178 151 Pendapatan istri Kebutuhan keluarga (70%) Kebutuhan sehari-hari Sekolah anak Kredit motor Jajan anak Bayar listrik Tabungan di bank atas nama istri (10%) Simpanan di rumah (10%) Sekolah anak Kebutuhan mendadak Modal usaha 90% diserahkan Pendapatan suami Tabungan di bank atas nama anak (5%) Rokok (5%) Sekolah anak Kasus Keluarga Perkotaan/Kota Bukittinggi (Kasus III) Ibu F adalah seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengrajin (bordir) dan penjahit busana selama lima tahun. Cara pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh ibu F yaitu dengan gaji/upah yang diterima rata-rata satu kali setiap dua hari atau sesuai dengan berapa lama satu bahan dapat diselesaikan, yang dialokasikan menjadi dua kategori yaitu kebutuhan untuk keluarga dan simpanan/tabungan. Kebutuhan keluarga dialokasikan untuk membayar hutang dan sekolah anak. Sedangkan simpanan/tabungan dialokasikan untuk membayar arisan, menabung di bank atas nama istri, dan simpanan dirumah yang digunakan sebagai modal usaha/bahan baku (kain, beli benang dll). Tabungan di bank

179 152 digunakan jika ada kebutuhan mendadak, sekolah anak, perabot rumah tangga, dan bayar pajak motor. Pendapatan suami Ibu F diterima dalam bentuk tunai setiap minggu dari hasil bekerja sebagai buruh. Pengalokasian pengeluaran seratus persen digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari berupa beras, lauk pauk, makanan lainnya, rokok, sekolah anak, jajan anak, bayar listrik. Keluarga Ibu F dalam pengelolaan keuangan sebagian besar ditangani oleh Ibu F sendiri. Penghasilan suami dipegang oleh Ibu F, dan dari penghasilan suami tersebut kemudian digabung dengan penghasilan Ibu F. Ibu F dan suami masih bertanggung jawab dalam bidang ekonomi terhadap keluarga besar mereka masing-masing. Namun tanggung jawab tersebut hanya kadang-kadang dilaksanakan, misalnya jika ada pendapatan/penghasilan yang berlebih, dan jika ada keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi maka istri/suami akan membantu keluarga besarnya. Keluarga besar yang dibantu oleh istri/suami yaitu adik, kemenakan, dan orang tua. Meskipun demikian, kadangkadang keluarga besar pihak suami juga ikut membantu ekonomi keluarga contoh yang sedang membutuhkan, sebaliknya keluarga besar pihak istri tidak pernah ikut membantu. Suami tidak mempunyai tanggung jawab dari segi ekonomi terhadap kemenakannya, suami lebih memprioritaskan anak-anak dan keluarganya dari pada kemenakan, karena dengan alasan ekonomi dan kemenakannya yang jauh di rantau. Secara rinci diagram cash flow terlihat pada Gambar berikut :

180 153 Pendapatan istri Kebutuhan keluarga (60%) Bayar hutang Kebutuhan sehari-hari Sekolah anak Jajan anak Bayar listrik Rokok Simpanan/ Tabungan (40%) Arisan Tabungan di bank atas nama istri Kebutuhan mendadak Sekolah anak Pendapatan suami Simpanan di rumah Beli emas Modal usaha Kasus Keluarga Perkotaan/Kota Bukittinggi (Kasus IV) Ibu A adalah seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengrajin bordir. Cara pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh ibu A yaitu gaji/upah yang diterima oleh Ibu A rata-rata satu kali setiap dua hari dalam bentuk tunai. Gaji yang diterima Ibu A dialokasikan untuk membayar hutang, jajan anak, disimpan/ditabung untuk keperluan mendadak, membeli bahan baku usaha, membeli alat-alat rumah tangga, dan untuk sekolah anak. Jika uang untuk membayar hutang tidak cukup, maka anak-anak Ibu A sering membantu. Pendapatan suami Ibu A diterima dalam bentuk tunai setiap hari dari hasil pekerjaan sebagai buruh. Dari gaji/upah yang diterima tersebut dibagi oleh Ibu A menjadi dua kategori yaitu kebutuhan untuk keluarga dan simpanan/tabungan. Kebutuhan keluarga dialokasikan untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti beras, lauk pauk, makanan lainnya, rokok, sekolah anak, dan bayar listrik. Kadangkadang untuk kebutuhan hidup sehari-hari, anak-anak Ibu A juga ikut membantu. Sedangkan simpanan/tabungan dialokasikan untuk sekolah anak. Pengelolaan

181 154 keuangan keluarga Ibu A sebagian besar ditangani oleh Ibu A. Penghasilan suami dipegang oleh Ibu A, dan dari penghasilan suami tersebut kemudian digabung dengan penghasilan Ibu A. Ibu A tidak mempunyai tanggung jawab dalam bidang ekonomi terhadap keluarga besarnya. Dari segi ekonomi Ibu A tidak pernah membantu keluarga besarnya, termasuk membantu kemenakan dan anak pisang. Namun lain halnya dengan suami Ibu A. Suami Ibu A masih mempunyai tanggungjawab terhadap keluarga besarnya. Bantuan tersebut tidak rutin tiap bulan diberikan, tapi kadangkadang dikirim untuk membantu orang tua, adik, dan kemenakan di kampung. Jika ada acara syukuran, suami Ibu A ikut membantu keluarga besarnya. Suami masih mempunyai tanggung jawab dalam bidang ekonomi terhadap kemenakannya. Secara rinci diagram cash flow terlihat pada Gambar Kredit motor (20%) Simpanan di rumah (15%) Kebutuhan mendadak Beli bahan baku usaha Pendapatan istri Tabungan di bank atas nama istri (10%) Sekolah anak Membeli alatalat rumah tangga Pendapatan suami Kebutuhan hidup seharihari (50%) Tabungan di Bank atas nama anak (5%) Kebutuhan makan Sekolah anak Jajan anak Rokok Bayar listrik Sekolah anak

182 155 Lampiran 4 Keadaan Usaha Kerajinan Bordir dan Sulaman Nores Tujuan Menjalankan Usaha Kontribusi Suami Sumber Dana/Modal 1 Mencari tambahan dana keluarga Suami kadang membantu Dari hasil kebun (pencarian bersama 2 Memenuhi kebutuhan keluarga Sangat mendukung Modal sediri 3 Untuk pendapatan keluarga Memberikan semangat Awalnya dari penghasilan suami 4 Meneruskan warisan leluhur Sangat mendukung Bantuan dari keluarga besar 5 Melanjutkan usaha orang tua Memberi dorongan Bersama 6 Menyalurkan hobby menyulam Suami membantu dana Dari penghasilan suami yang ditabung 7 Mencari rezeki di bidang menyulam Memberi bantuan dan dorongan Modal bersama (keluarga) 8 Mencari tambahan keuangan keluarga Mendukung Dari suami 9 Mencari-cari tambahan Membantu dan mendukung Modal sendiri 10 Bakat dalam membordir Mendukung Biaya sendiri 11 Untuk mendidik anak Memberikan tanggapan positif Dari hasil usaha sendiri 12 Untuk menambah modal Setuju dan mendukung Dari hasil kerja menjadi petani 13 Menambah pendapatan keluarga Sangat mendukung sekali Dari suami 14 Menambah pendapatan keluarga Sangat mendukung Dari penghasilan suami 15 Memenuhi kebutuhan hidup Mendukung sekali Modal sendiri dari upah jahit 16 Menambah penghasilan keluarga Sangat mendukung Modal sendiri 17 Berwirausaha Sangat mendukung Modal sendiri 18 Menambah pendapatan keluarga Sangat mendukung Dari penghasilan suami 19 Mendapatkan biaya tambahan Mendukung Dari tetangga 20 Menambah pendapatan keluarga Sangat mendukung Modal sendiri 21 Menambah belanja harian Mendukung Dari bos jahit 22 Membantu keuangan keluarga Mendukung Dari bos jahit 23 Belanja harian keluarga Sangat mendukung Dari bos jahit 24 Membuka lapangan pekerjaan Sangat mendukung Dari penghasilan sebagai karyawan 155

183 Nores Tujuan Menjalankan Usaha Kontribusi Suami Sumber Dana/Modal 25 Mendapatkan uang Mendukung Dimodali oleh bos jahit 26 Menambah pendapatan keluarga Mendukung Modal sendiri 27 Menambah pendapatan keluarga Sangat mendukung Dari bos jahit 28 Menambah pendapatan keluarga Sangat mendukung Modal sendiri 29 Menambah penghasilan suami Sangat mendukung Dari suami 30 Mencari tambahan keluarga Mendukung Dari suami 31 Membantu suami Mendukung Modal sendiri 32 Menambah pendapatan suami Memberi dorongan Dimodali bos jahit 33 Memenuhi kebutuhan rumah tangga Mendukung Dimodali bos jahit 34 Menambah pendapatan keluarga Mendukung Dimodali bos jahit 35 Menambah penghasilan suami Sangat mendukung Modal sendiri 36 Menambah pendapatan keluarga Sangat membantu Modal sendiri 37 Menambah pendapatan keluarga Mendukung Dari bos jahit 38 Melanjutkan usaha orang tua Memberi dorongan Bersama 39 Menyalurkan hobby menyulam Suami membantu dana Dari penghasilan suami 40 Berwirausaha Memberi dorongan Dari keluarga besar 41 Memenuhi kebutuhan hidup Mendukung sekali Modal sendiri dari upah jahit 42 Untuk masa depan anak Sangat memberi dorongan Modal sendiri 43 Berwirausaha Sangat mendukung Modal sendiri 44 Menambah pendapatan keluarga Sangat mendukung Dari penghasilan suami 45 Untuk mendapat uang Mendukung Dimodali oleh bos jahit 46 Meneruskan usaha orang tua Sangat mendukung Bantuan dari keluarga besar 47 Melanjutkan usaha orang tua Memberi dorongan Bersama 48 Menyalurkan bakat menyulam Suami membantu dana Dari penghasilan suami 49 Membuka lapangan pekerjaan Memberi dorongan Modal bersama (keluarga) 50 Meneruskan usaha keluarga Sangat mendukung Bantuan dari keluarga besar 51 Melanjutkan usaha orang tua Memberi dorongan Bersama

184 157 Nores Tujuan Menjalankan Usaha Kontribusi Suami Sumber Dana/Modal 52 Mencari tambahan uang Memberi dorongan Bersama 53 Mencari uang Suami membantu dana Dari penghasilan suami 54 Membantu perekonomian keluarga Memberi dorongan Dari bos jahit 55 Mencari uang Mendukung Dari bos jahit 56 Menambah penghasilan keluarga Mendukung Modal sendiri dan teman 57 Mencari uang Mendukung Bos jahit 58 Mencari tambahan uang Cukup mendukung Bos jahit 59 Mencari uang Mendukung Modal sendiri 60 Mendapatkan uang Sangat mendukung Dari keluarga 61 Mencari uang Memberi dukungan Dari teman 62 Untuk masa depan anak Sangat mendukung Dari bos jahit 63 Mencari uang Mendukung Dari keluarga besar 64 Mendapatkan uang Mendukung Bos jahit 65 Mendapatkan uang Sangat mendukung Dari bos 66 Mencari uang Tidak mendukung Dari teman 67 Mendapatkan uang Baik dan mendukung Bos jahit 68 Mencari uang Mendukung Keluarga 69 Menambah penghasilan keluarga Mendukung Bos jahit 70 Untuk mendapatkan uang Sangat mendukung Dari bos jahit 71 Membantu perekonomian keluarga Baik Modal sendiri dan suami 72 Mencari tambahan biaya rumah tangga Medukung Dar i suami 73 Untuk tambahan belanja rumah tangga Mendorong Dari suami 74 Untuk menghasilkan uang Baik Dari teman 75 Membantu perekonomian keluarga Sangat mendukung Dari suami 76 Mendapatkan uang Mendukung Modal sendiri 77 Mendapatkan uang Mendukung dengan baik Pinjam dari koperasi 78 Mencari uang tambahan Medukung Dari bos 157

185 Nores Tujuan Menjalankan Usaha Kontribusi Suami Sumber Dana/Modal 79 Mencari tambahan biaya Mendukung Modal sendiri 80 Menabung untuk sekolah anak Sangat mendukung Dari keluarga 81 Mencari tambahan uang Mendukung Orang tua 82 Menyalurkan bakat Mendukung Modal sendiri 83 Masa depan anak Sangat mendukung Dari suami 84 Membantu perekonomian keluarga Mendukung Dari keluarga 85 Mencari tamhaban uang Memberi dorongan Dari keluarga 86 Untuk masa depan Sangat mendukung Diri sendiri 87 Mencari uang tambahan untuk masa depan Mendukung Diri sendiri anak 88 Mencari uang Sangat mendukung Dari keluarga 89 Untuk masa depan anak Sangat mendukung Dari bos jahit 90 Menambah penghasilan keluarga Mendukung Keluarga besar 91 Mencari tambahan uang Mendukung Keluarga 92 Mencari uang Mendukung Bos jahit 93 Mencari uang Mendukung Modal sendiri dan teman 94 Mencari uang untuk masa depan anak Sangat mendukung Dari keluarga besar 95 Mencari uang Tidak ada Dari bos jahit 96 Meneruskan usaha keluarga Sangat mendukung Bantuan dari keluarga besar 97 Untuk masa depan anak Mendukung sekali Modal sendiri dan keluarga 98 Mencari tambahan uang sambil mencoba Mendukung Dari bos jahit berwirausaha 99 Mencari uang Mendukung Dari keluarga 100 Mencari tambahan kebutuhan rumah tangga dan untuk masa depan anak Mendukung sekali Modal sendiri

186 159 Lampiran 5 Hasil Uji Korelasi Pearson Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X1 1 X2 ** X3 ** * X4 ** ** ** X5 **.356 **.327 * X6 **.363 **.343 * ** X X *.247 * ** X **.300 **.278 **.796 ** X10 *.228 * **.382 **.371 **.625 **.704 ** X11 **.258 *.236 **.305 * **.417 **.436 **.472 ** X12 **.590 ** * **.324 ** X13 **.303 ** * ** X **.345 * * * X ** ** X **.366 * **.902 ** X * * **.372 ** X *.294 * * ** **.547 **.476 **.594 ** X *.233 * **.284 ** * ** * X **.301 * **.355 **.716 **.624 **.577 ** ** * **.315 *.234 ** X * * * **.819 **.577 **.822 **.667 ** ** ** Keterangan : X1 = Umur suami X12 = Pengetahuan sistem matrilineal X2 = Umur istri X13 = Penerapan budaya matrilineal X3 = Pendidikan suami X14 = Peran gender dalam pengambilan keputusan X4 = Pendidikan istri X15 = Peran gender dalam pembagian kerja X5 = Besar keluarga X16 = Peran gender total X6 = Jumlah anak X17 = Penerapan manajemen keuangan keluarga X7 = Pendapatan suami X18 = Peran gender dalam manajemen keuangan keluarga X8 = Pendapatn istri X19 = Kesejahteraan keluarga subjektif X9 = Pendapatan total X20 = Pendapatan usaha X10 = Pengeluaran total X21 = Kesejahteraan keluarga objektif X11 = Kepemilikan aset 159

187 160 Lampiran 6 Aktivitas Pengrajin Bordir dan Sulaman Gambar 1 Aktivitas pekerja bordiran perdesaan di tempat unit usaha Gambar 2 Aktivitas perkerja bordiran perdesaan yang dilakukan di rumah sambil membuka warung

188 161 Gambar 3 Aktivitas pekerja bordiran perkotaan yang dilakukan di rumah Gambar 4. Aktivitas Pekerja Sulaman perkotaan yang dilakukan di rumah

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" atau "kelompok kerabat". Keluarga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian 39 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Desain dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT ULFAH MUSHLIHA ADHANI PUARADA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas penduduk yang tercermin pada kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator kualitas penduduk adalah Human Development Index

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI Oleh: Darsini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Hak cipta milik

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TESIS. Oleh. Nur Khoiriyah Daulay SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 L A H PA S C A S A R JA N A

TESIS. Oleh. Nur Khoiriyah Daulay SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 L A H PA S C A S A R JA N A ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN KEMISKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI SUMATERA UTARA TESIS Oleh Nur Khoiriyah Daulay 117018029

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG RANI MAULANASARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik perhatian dewasa ini karena tidak hanya berkaitan dengan masalah demografi, tetapi juga mempunyai

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional 7 TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan

Lebih terperinci

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT BANK NAGARI ZEDNITA AZRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu diantara tujuh manusia penduduk dunia yang berjumlah 6,75 miliar ini adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara yang tidak mampu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TEKANAN EKONOMI, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN MEKANISME KOPING, DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA WANITA PEMETIK TEH FIRDAUS

HUBUNGAN ANTARA TEKANAN EKONOMI, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN MEKANISME KOPING, DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA WANITA PEMETIK TEH FIRDAUS HUBUNGAN ANTARA TEKANAN EKONOMI, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN MEKANISME KOPING, DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA WANITA PEMETIK TEH FIRDAUS PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah atau adopsi, dan keluarga juga merupakan sistem sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

MODEL PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI MUZAKKI TERHADAP KEPUTUSAN MEMBAYAR ZAKAT PROFESI (Studi Kasus: Karyawan PT PLN Region Jawa Barat) PEMI PIDIANTI

MODEL PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI MUZAKKI TERHADAP KEPUTUSAN MEMBAYAR ZAKAT PROFESI (Studi Kasus: Karyawan PT PLN Region Jawa Barat) PEMI PIDIANTI MODEL PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI MUZAKKI TERHADAP KEPUTUSAN MEMBAYAR ZAKAT PROFESI (Studi Kasus: Karyawan PT PLN Region Jawa Barat) PEMI PIDIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan. Saat kaum wanita menjadi kaum terdidik, mempunyai hak-hak kepemilikan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan. Saat kaum wanita menjadi kaum terdidik, mempunyai hak-hak kepemilikan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita adalah Agent of Development yang perannya sangat dibutuhkan dalam perkembangan perekonomian. Keberdayaan wanita dibidang ekonomi adalah salah satu indikator

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

PERAN IBU PEKERJA DALAM PERAWATAN BALITA DI DESA SELOPAMIORO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL

PERAN IBU PEKERJA DALAM PERAWATAN BALITA DI DESA SELOPAMIORO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL PERAN IBU PEKERJA DALAM PERAWATAN BALITA DI DESA SELOPAMIORO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Desty Dwi Kurnia desty.dwi.k@mail.ugm.ac.id Wiwik Puji Mulyani mulyaniwp@gmail.com Abstrak Desa Selopamioro

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN iii KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dalam masyarakat kedudukan seseorang dalam segala hal telah diatur oleh lingkungan kelahirannya. Dilahirkan sebagai anak dari pasangan orang tua tertentu menentukan

Lebih terperinci

R Sq Linear = 0.02 R Sq Linear = 0.007 R Sq Linear = 0.027 150 pendidikan ibu, relasi gender, manajemen keuangan, kesejahteraan keluarga subjektif, sebaliknya berhubungan negatif nyata dengan usia ibu

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI Oleh YORI AKMAL A14302024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat yang terbentuk dari hubungan pernikahan laki-laki dan wanita untuk menciptakan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional karena data yang diambil berkenaan dengan pengalaman masa lalu yaitu saat keluarga

Lebih terperinci

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah menjadi kodrat alam, sejak dilahirkan kedunia manusia ditakdirkan untuk saling berpasang-pasangan agar hidup bersama untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN RURIN WAHYU LISTRIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK Studi Kasus di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung INDRA GUMAY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci