ANALISIS KETENTUAN BENTUK USAHA TETAP AKTIVITAS ATAS PEMBERIAN JASA PADA TAX TREATY INDONESIA - JEPANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KETENTUAN BENTUK USAHA TETAP AKTIVITAS ATAS PEMBERIAN JASA PADA TAX TREATY INDONESIA - JEPANG"

Transkripsi

1 ANALISIS KETENTUAN BENTUK USAHA TETAP AKTIVITAS ATAS PEMBERIAN JASA PADA TAX TREATY INDONESIA - JEPANG CINDITA VANIAKAULIQA SYAHIRA Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Program S1 Ekstensi Abstrak. Penelitian ini membahas pembatasan ketentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) aktivitas atas pemberian jasa pada tax treaty Indonesia-Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis keuntungan dan kerugian yang telah didapatkan oleh Pemerintah Indonesia serta langkah yang akan dilakukan oleh Pemerintah sehubungan dengan tax treaty yang sudah berlaku efektif selama 30 tahun. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah keuntungan yang didapat oleh pemerintah yakni meningkatkan investasi, human resources, ekspor dan pemberian jasa. Sedangkan kerugian yang didapat oleh pemerintah adalah hilangnya potensi pajak. Pemerintah Indonesia sedang melakukan proses renegosiasi tax treaty dengan pihak Jepang. Tahap renegosiasi sudah sampai pada tahap perundingan. Pasal mengenai BUT salah satu pasal yang sedang dibahas secara mendalam. Kata Kunci : Perpajakan Internasional, Perjanjian Internasional, Tax treaty Indonesia- Jepang, BUT Jasa, Renegosiasi Perjanjian Abstract. This research discusses the limitation provisions of Permanent Establishment (PE) activities for the provision of services to the tax treaty between Indonesia and Japan. The purpose of this study is to investigate and analyze the advantages and disadvantages that have been acquired by the Government of Indonesia and the steps to be taken by the Government in connection with the tax treaty that has been effective for 30 years. The approach used in this research is descriptive qualitative approach. The results of this study is the profit made by the government to increase investment, human resources, export and provision of services. While the losses were obtained by the government is the potential loss of tax. The Indonesian government is in the process renegotiate tax treaty with Japan. Renegotiation stage has reached the stage of negotiations. BUT article about one of the articles that are being discussed in depth. Keywords : International Taxation, International Agreements, Tax Treaty between Indonesia-Jepang

2 PENDAHULUAN Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) secara bilateral umumnya dibuat dalam bentuk tax treaty. Secara umum, model tax treaty dapat dibagi menjadi dua model yaitu United Nations (UN) models yang biasanya diterapkan negara berkembang, contohnya adalah Indonesia dan Organization for Economic Coorporation and Development (OECD) models yang lebih banyak diterapkan oleh negara maju. Ruang lingkup tax treaty mencakup penghasilan yang bersifat aktif maupun pasif. Untuk penghasilan yang bersifat pasif seperti royalti dan deviden, pemerintah memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif (reduced rate) dan untuk penghasilan yang bersifat aktif pemerintah memberikan fasilitas berupa penentuan hak pemajakan Antara negara domisili dengan negara sumber. Perkembangan Tax Treaty Efektif per 5 Tahun Perkembangan Tax Treaty Efektif per 5 Tahun Sehubungan dengan keistimewaan dalam tax treaty yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia terhadap Jepang, diperlukan analisa tentang keuntungan serta kerugian yang sudah didapat oleh pemerintah setelah tax treaty Indonesia-Jepang efektif diberlakukan dan langkah apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah setelah tax treaty Indonesia-Jepang Efektif diberlakukan.

3 METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksploratif. Berdasarkan manfaat, penelitian ini termasuk ke dalam kelompok penelitian murni. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk dalam crosssectional research karena penelitian ini hanya dilakukan dalam satu waktu tertentu saja dan tidak berniat untuk melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda dengan tujuan untuk dijadikan perbandingan. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data yang bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbentuk : Studi Literatur/Kepustakaan (Library Research) Studi Lapangan (Field Research) Informan atau narasumber di dalam penelitian ini adalah : 1. Implementor Kebijakan di Bidang pajak : a. Bapak Ramli sebagai pejabat perpajakan yang bekerja di Direktorat Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Subit Transaksi Khusus Direktorat Jenderal Pajak b. Bapak Joko Galungan sebagai pejabat perpajakan yang bekerja di Direktorat Peraturan Perpajakan II Subdit Perjanjian Bilateral Internasional c. Ibu Pande Putu Oka sebagai pejabat perpajakan yang bekerja di Badan Kebijakan Fiskal 2. Praktisi perpajakan yang berpengalaman dalam pajak internasional, khususnya dalam bidang kebijakan pengaplikasian tax treaty, Bapak Racmanto Surahmat sebagai praktisi perpajakan pembuatan tax treaty yang bekerja di Ernst & Young 3. Akademisi yang ahli dalam bidang perpajakan internasional : a. Prof. Gunadi, M.Si, Ak. sebagai Guru Besar Administrasi Perpajakan FISIP UI 4. Bapak Arnold Eberhart dari Kementrian Luar Negeri Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Site yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempat dimana peneliti melakukan wawancara mendalam dengan para informan. Maka tempat penelitian yang

4 digunakan oleh peneliti adalah : a. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak b. Kantor Ernst & Young, Gedung Bursa Efek Indonesia c. Kantor Badan Kebijakan Fiskal d. Kediaman Prof. Gunadi, Jl. KS Tubun No. 62a e. Kantor Kementerian Luar Negeri Indonesia HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis keuntungan dan kerugian yang sudah didapat oleh Pemerintah Indonesia setelah tax treaty Indonesia-Jepang efektif diberlakukan. 1. Keuntungan yang diperoleh Pemerintah Indonesia atas adanya pembatasan ketentuan BUT aktifitas jasa pada Tax Treaty Indonesia-Jepang Berikut 4 (empat) keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia menurut pernyataan Prof. Gunadi : a. Meningkatkan Investasi Salah satu tujuan utama dibentuknya tax treaty Indonesia dengan Jepang pada saat itu adalah untuk menarik para investor Jepang berinvestasi di Indonesia, agar mereka tertarik maka Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk memberikan sebuah perlakuan khusus yaitu pelepasan hak pemajakan bagi perusahaan resident Jepang yang memberikan jasa diluar dari jasa konsultasi dan pengawasan yang berhubungan dengan gedung, konstruksi dan proyek instalasi atas penghasilan yang mereka terima dari Indonesia tidak akan dipajaki di Indonesia tapi dipajaki di Jepang. Tabel 5.1 Jumlah Perjanjian di Bidang Ekonomi Sebelum dan Sesudah Tax Treaty Indonesia-Jepang efektif diberlakukan 5 Tahun sebelum Tax Treaty Indonesia-Jepang diberlakukan 5 Tahun sesudah Tax Treaty Indonesia-Jepang diberlakukan Tahun Jumlah Perjanjian Tahun Jumlah Perjanjian

5 Sumber : treaty.kemlu.go.id. Data diolah. Dari tabel diatas, terdapat perbedaan yang cukup signifikan atas perjanjian kerja sama khususnya di bidang ekonomi sebelum adanya tax treaty Indonesia-Jepang dengan sesudah adanya tax treaty Indonesia-Jepang. Hal ini membuktikan bahwa dengan dibuatnya tax treaty antara Indonesia dengan Jepang memang meningkatkan investasi bagi Indonesia. Ibu Oka yang merupakan Kepala Subbidang di Badan Kebijakan Fiskal dalam wawancara menjelaskan bahwa tujuan akhir dari pemberian pembatasan BUT atas jasa dalam tax treaty Indonesia-Jepang itu agar banyaknya investor Jepang yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia sehingga menimbulkan multiplier effect yang positif dilihat dari sisi lain. Sumber : Grafik Realisasi Investasi Asing di Indonesia tahun 2013 Salah satu bentuk investasi asing di bidang manufaktur. Diketahui bahwa Indonesia adalah membuat anak perusahaan pertumbuhan anak perusahaan yang (subsidiary company) di Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan asing tersebut. Jepang merupakan salah satu sahamnya dimiliki oleh perusahaan asal Jepang, semakin tahun semakin meningkat. Di tahun 2013 terdapat USD negara yang memiliki banyak anak yang Jepang tanamkan di industru perusahaan di Indonesia terutama dalam manufaktur Indonesia. Dari sini kita sudah

6 dapat memperkirakan berapa jumlah potensi pajak yang didapat oleh Indonesia. 5.3 Grafik Investasi Jepang dalam Industri Manufaktur di Indonesia Sumber : Data diolah. b. Meningkatkan Human Resources Dengan naiknya investasi yang ada di Indonesia, diharapkan dapat meningkatkan tingkat produksi baik barang maupun jasa dalam negeri yang nantinya berpengaruh pada kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) maupun pendapatan per kapita masyarakat dalam negeri. Dengan adanya kenaikan PDB dan pendapatan per kapita tentu akan ada penambahan potensipotensi pajak dari Wajib Pajak Dalam Negeri yang dapat diambil oleh Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak.

7 Sumber : Grafik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sesuai grafik di atas, dapat dilihat bahwa memang Produk Domestik Bruto Indonesia terus mengalami peningkatan mulai tahun 1990 hingga tahun Penanaman investasi yang dilakukan oleh Jepang di Indonesia salah satunya dengan membentuk anak perusahaan Jepang di Indonesia. Dengan adanya pembentukan c. Meningkatkan Pemberian Jasa Tidak hanya dalam investasi di Industri manufaktur saja, dari sisi pemberian jasa dengan adanya peningkatan jumlah perusahaan-perusahaan baru yang didirikan di Indonesia juga butuh banyak pemberian jasa seperti jasa konsultasi atau manajemen, apalagi bila pihak manajemen perusahaannya adalah orang asing/jepang mereka butuh orang yang dapat memberitahukan mereka kondisi-kondisi bisnis yang ada di Indonesia, dengan hal ini pemberian jasa oleh Indonesia juga akan meningkat. Dan atas pemberian jasa yang dikatagorikan sebagai jasa kena pajak maka dapat timbul potensi Pajak Pertambahan Nilai dan juga pajak penghasilan atas pemberian jasa yakni PPh pasal 23. perusahaan baru tentu saja membutuhkan tenaga kerja yang secara tidak langsung dapat menjadi mata pencaharian rakyat Indonesia sehingga kuantitas pekerja di Indonesia meningkat. d. Meningkatkan Ekspor Menurut penuturan dari Bapak Ramli sebagai Staff dari Subdit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, banyak perusahaan Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan Jepang memproduksi barang di Indonesia dengan tujuan untuk di ekspor ke Jepang. Susuai dengan kutipan berikut: Kalau perusahaan Indonesia yang bertransaksi dengan perusahaan Jepang sih banyak, contohnya perusahaan Indonesia yang pemegang sahamnya dari Jepang, seperti perusahaan kendaraan bermotor. Tetapi mereka rata-rata sudah membentuk anak perusahaan berupa PT disini jadi kalau untuk BUT jarang. (Kantor

8 Pusat Direktorat Jenderal Pajak, 9 Mei 2014) Menurut data WHO, Jepang juga merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor Indonesia dengan persentasi sebesar 17%. Dengan hal ini Jepang secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan meningkatkan kondisi ekonomi Indonesia. 50% 44% 40% 30% 20% 10% 9% 9% 10% 11% 17% Others Singapore USA China Uni Europe Japan 0% 5.5 Grafik Negara Tujuan Ekspor Indonesia Tahun Sumber : WHO. Data diolah Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa Jepang merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor dengan persentase yang cukup tinggi dibandingkan dengan Singapura, China dan Amerika Serikat. Untuk membuat ekspor Indonesia ke Jepang cukup tinggi, Pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan pula konsekuensi yang dihadapi. 2. Kerugian yang diperoleh Pemerintah Indonesia atas adanya pembatasan ketentuan BUT aktifitas jasa pada Tax Treaty Indonesia-Jepang Di Indonesia, hingga saat ini pajak masih berperan sebagai sumber terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tabel 5.3 Pendapatan Negara dalam APBN tahun URAIAN APBN APBNP APBN APBNP APBN APBNP APBN APBNP Pendapatan : 1086,3 1169,7 1311,3 1358,1 1529, ,1 -Pajak 839,5 878,6 1032,5 1016, ,4 1280,4

9 -PNBP 243,1 286, ,1 332,2 349,2 385,4 -Hibah 3,7 4,6 0,8 0,8 4,4 4,4 1,3 Sumber : bppk.depkeu.go.id. Data diolah Dengan posisi pajak merupakan pos terbesar bagi pendapatan negara, maka pemerintah Indonesia semakin gencar untuk mencari pendapatan yang lebih besar lagi. Salah Sehubungan dengan usaha pemerintah Indonesia yang sedang dikerjakan, maka sebenarnya pembatasan BUT atas aktifitas Jasa yang ada dalam tax treaty Indonesia-Jepang memiliki potensi untuk merugikan negara, seperti kutipan Bapak Joko Galungan selaku Kepala Seksi Asia Peraturan Perpajakan II (PP II ) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bawah ini : Ya tentu saja kalau dari sisi pajak dengan adanya pembatasan BUT jasa dalam treaty ini merugikan karena pada prakteknya lebih banyak mereka yang kesini bukan kita yang kesana (Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, 9 Mei 2014) Dari kutipan di atas dijelaskan bahwa sebenarnya kerugian lebih disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara perusahaan resident Jepang yang memberikan jasanya di Indonesia dengan satunya dengan mengeksplor potensi pajak yang masih terlewat, salah satunya adalah mengkaji ulang kembali tax treaty dengan negara-negara mitra. perusahaan Indonesia yang memberikan jasanya ke Jepang. Kerugian tersebut dapat diminimalisasi apabila perusahaan Indonesia meningkatkan pemeberian jasanya di Jepang. Dengan begitu potensi pajak yang hilang karena adanya peraturan mengenai pembatasan BUT jasa dapat tergantikan dengan kenaikan penghasilan yang didapatkan oleh perusahaan dalam negeri Indonesia sendiri. Hal ini juga dinyatakan oleh Profesor Gunadi selaku Akademisi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UI : Kalau Indonesia banyak memberikan jasa disana, maka tentu saja pembatasan inidapat menguntungkan. tetap Jadilah negara eksportir jangan negara importir. Salahnya kenapa kita masih saja senang dan terima untuk jadi negara importir (KS. Tubun 62a Petamburan, 27 Mei

10 2014) B. Analisis langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia setelah penerapan tax treaty Indonesia- Jepang efektif diberlakukan selama 30 tahun 1. Tahap Komunikasi Awal dalam Renegosiasi dalam Tax Treaty Indonesia-Jepang Upaya renegosiasi terakhir yang dilakukan Pemerintah adalah tahun 2010 dan sedang berjalan sampai saat ini. Sesuai dengan kutipan wawancara dengan Ibu Oka selaku Kepala Subbidang Perpajakan Internasional di Badan Kebijakan Fiskal Berikut ini : Kalau untuk Jepang karena memang sudah lama dan ada beberapa klausulnya harus diperbaiki dan trend yang harus kita ikuti. P3B itu kalau kita pahami, luas implikasinya dan untuk merenegosiasinya itu juga ada banyak faktor tidak hanya masalah dari BUT jasa (Kantor Badan Kebijakan Fiskal, 30 Mei 2014) Indonesia melakukan komunikasi awal pada tahun 2010, Badan Kebijakan Fiskal dibantu oleh Kementerian Luar Negeri sudah mengirimkan surat mengenai permintaan renegosiasi ke Pemerintah Jepang. Setelah mendapat respon dari otoritas Jepang, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pertukaran draft model yang nantinya akan dinegosiasikan kembali. Setelah mendapat draft model yang diberikan oleh pihak Jepang, Pemerintah Indonesia dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan khususnya Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Pajak melakukan analisis atas draft model tersebut dari semua aspek baik perpajakan, ekonomi makro maupun hubungan politik kedua negara. Setelah analisis selesai dilakukan dan sudah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan untuk melanjutkan proses renegosiasi, Pihak Indonesia dan Jepang sepakat untuk mengatur jadwal pertemuan. Indonesia dan Jepang sudah melakukan pertemuan awal untuk membahas masing-masing draft model tax treaty yang ingin diperbaharui sekitar tahun 2010 sampai Dalam draft tersebut Indonesia sudah menuliskan reservasireservasi apa saja yang ingin Indonesia rubah dan negosiasikan. Reservasi adalah

11 posisi tiap negara terhadap ketentuan OECD models, seperti pernyataan yang dinyatakan oleh Ibu Oka selaku pejabat berwenang di BKF berikut ini : Indonesia juga sudah melakukan reservasi di OECD Model. Reservasi itu artinya posisi tiap negara terhadap model OECD sendiri, maksudnya negara itu setuju tidak dengan yang ditulis dalam OECD. Reservasi Indonesia tidak cuman satu pasal tetapi cukup banyak, misalnya terkait dengan BUT juga ada reservasi Indonesia yaitu Indonesia meminta agar mempunyai hak pemajakan atas jasa dan dibawa dalam setiap perundingan. Dan nanti akan juga dibawa dalam renegosiasi dengan Jepang. Namun reservasi juga bisa dimodifikasi karena biasanya dalam negosiasi juga dipertimbangkan kepentingan nasional Indonesia terhadap negara tersebut. Apalagi kalau dalam negosiasi akan dipertimbangkan jika kita berkorban untuk hal ini apakah kita akan mendapatkan untung pada hal lainnya. (Kantor Badan Kebijakan Fiskal, 30 Mei 2014) Pada pertemuan pertama, Indonesia dan Jepang sudah melewati tahap menjelaskan keinginan mereka sesuai dengan yang tertera pada draft model tax treaty masing-masing, hal ini diperlukan agar masing-masing pihak lebih mengerti dan memahami apa saja yang diinginkan oleh masing-masing dari negara. 2. Tahap Perundingan dalam Renegosiasi dalam Tax Treaty Indonesia-Jepang Setelah pertemuan pertama selesai, Indonesia dan Jepang mengadakan pertemuan kembali pada tahun 2012 untuk melanjutkan pembahasan renegosiasi tax treaty yang sempat tertunda dari tahun Berikut penjelasan yang dijelaskan oleh Ibu Oka dari BKF : Kita sudah saling bertukar model dan sudah sempat bertemu dua kali pada tahun 2010 dan Memang

12 sudah ada pasal yang disepakati namun belum semuanya. Karena biasanya untuk pertemuan negosiasi kita tidak diberikan waktu yang cukup lama paling lama satu minggu. Untuk pasal mengenai PE sudah dibahas, itu saja butuh waktu lebih dari sehari dan belum ada kesepakatan karena mereka belum bisa terima yang kita mau, dan kita juga belum bisa menerima yang mereka usulkan. Jadi belum fix (Kantor Badan Kebijakan Fiskal, 30 Mei 2014) Pada pertemuan kedua ini, Pemerintah Indonesia dan Jepang sudah memasuki tahap pembahasan mendalam atas pasal-pasal yang diinginkan untuk dirubah. Salah satu pasal yang dibahas adalah pasal yang mengatur mengenai Permanent Establishment (PE) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT). Berikut pernyataan yang dikatakan oleh Ibu Oka sebagai salah satu orang yang ikut dalam mengurus renegosiasi dengan Jepang : Untuk pasal mengenai PE sudah dibahas, itu saja butuh waktu lebih dari sehari dan belum ada kesepakatan karena mereka belum bisa terima yang kita mau, dan kita juga belum bisa menerima yang mereka usulkan. Jadi belum fix (Kantor Badan Kebijakan Fiskal, 30 Mei 2014) Dalam pembahasan pasal Permanent Establishment (PE) dilakukan pembahasan secara mendalam terutama untuk ketentuan BUT aktifitas atas jasa. Sehubungan dengan perubahan ketentuan mengenai BUT atas aktifitas jasa, Pemerintah Indonesia mengajukan dua alternatif pilihan ketentuan. Pertama, Atas pemberian jasa yang diberikan oleh perusahaan resident Jepang di Indonesia, Pemerintah Indonesia ingin jenis jasa yang dapat menimbulkan BUT di Indonesia dapat diperluas tidak hanya jasa konsultasi dan pengawasan yang sehubungan dengan gedung, konstruksi dan proyek instalasi.selanjutnya dalam alternatif kedua, Pemerintah Indonesia berusaha mengajukan untuk dapat memajaki semua jenis jasa tetapi untuk timetest-nya akan dibuat lama. Seperti kutipan wawancara dengan Ibu Oka di bawah ini : Dari sisi Indonesia, kalau kita melihat potensinya lebih

13 banyak perusahaan resident Jepang yang ke Indonesia sehingga kalau BUT ada yang namanya timetest, jadi pilihannya adalah pertama apakah kita akan mengexcludekan jasa tertentu dari jenis-jenis yang dimasukan dalam katagori BUT. Kedua, apakah kita mau memperbaharui timetestnya, timetestnya ini apabila kita melihat kepentingan Indonesia maka kita akan mengupayakan bagaimana agar posisi Indonesia bisa naik (Kantor Badan Kebijakan Fiskal, 30 Mei 2014) Namun sampai sekarang belum ada kata sepakat dari kedua negara mengenai alternatif mana yang akan dipakai dalam perubahan tax treaty Indonesia-Jepang. Selain karena BUT merupakan salah satu pasal yang memang selalu menjadi pasal yang lama diperdebatkan ditambah dengan ketentuan pembatasan BUT atas jasa yang ada di tax treaty Indonesia-Jepang sudah berlaku selama 30 tahun dan pihak Jepang sudah merasa diuntungkan dengan peraturan tersebut. Sehingga tentu saja pihak Jepang berusaha untuk tetap mempertahankan untuk peraturan tersebut agar tidak mengalami perubahan. Dengan keuntungan yang diperoleh pihak Jepang dalam jangka waktu yang cukup lama yakni selama 30 tahun, Pemerintah Indonesia harus berusaha lebih keras dan cerdik agar salah satu dari alternatif yang diajukan oleh Indonesia dapat disetujui oleh pihak Jepang pada saat renegosiasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia agar pembahasan mengenai pasal BUT dapat segera ditemukan kesepakatannya adalah dengan mencari alternatif opsi yang sepadan dengan perubahan ketentuan pembatasan atas BUT Jasa. Sesuai dengan pernyataan yang dinyatakan oleh Ibu Oka dari BKF seperti di bawah ini : Ya tinggal pihak lainnya ini bisa tidak mempengaruhi dia. Misalnya dia punya kepentingan lain yang ingin dibarter dengan BUT Jasa tadi, bisa deal juga (Kantor Badan Kebijakan Fiskal, 30 Mei 2014) Selain hambatan dari belum adanya jalan tengah dan kata sepakat mengenai perubahan aturan yang ada dalam ketentuan atas BUT aktifitas jasa, hambatan lain yang

14 dirasakan oleh perwakilan renegosiasi dari Indonesia adalah terbatasnya waktu bagi kedua pihak mengadakan negosiasi seperti pendapat Ibu Oka selaku Kepala Subbidang Perpajakan Internasional BKF di bawah ini : Untuk pertemuan renegosiasi itu biasanya kita hanya diberi waktu paling lama 3 hari setelah itu apabila pembahasan belum selesai kita harus mencari waktu lagi untuk bertemu kembali. Nah mencari waktunya saja sudah susah, jarang bisa ketemu waktu yang dari kedua pihak kosong. Hal ini tentu saja membuat renegosiasi menjadi lebih lama (Kantor Badan Kebijakan Fiskal, 30 Mei 2014) Sesuai dengan kutipan wawancara di atas, semakin banyak pasal yang harus dibahas secara mendalam maka kemungkinan membutuhkan waktu yang semakin lama. Mencari waktu untuk mempertemukan otoritas keuangan dari dua negara tidak mudah karena kesibukan jadwal masingmasing, hal ini juga yang menyebabkan hingga sekarang belum ada lagi pertemuan lebih lanjut untuk kembali membahas renegosiasi tax treaty yang tertunda. Untuk renegosiasi Indonesia-Jepang sendiri, pertemuan kedua yang didalamnya membahas mendalam mengenai BUT harus ditunda dan di jadwalkan kembali karena belum menemukan kesepakatan. Hal ini secara tidak langsung juga dibenarkan oleh Bapak Arnold Eberhard dari Kementerian Luar Negeri, berikut kutipan wawancaranya: Kita tidak bisa bilang kita yang men-stop, karena itu kan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan pada tahun 2012 belum menemukan kesepakatan sehingga belum ada perundingan lagi. Paling itu saja yang menjadi alasannya, tidak ada alasan yang sifatnya lebih khusus lagi hanya karena ada beberapa pasal yang belum ditemukan jalan tengahnya. Saya rasa memang karena ada deadlock di perundingan terakhir sehingga belum ada perundingan lagi. (Kementerian Luar Negeri, 9 Juni 2014) Cara lain agar renegosiasi tidak berlarut-larut lamanya adalah dengan

15 mempertimbangkan biaya dan keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia atas perundingan tersebut. Apabila hanya karena masalah satu pasal yang berkali-kali tidak mencapai kata sepakat sehingga pasal lain terbengkalai, maka Pemerintah Indonesia akan kembali mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari sisi lainnya. Sesuai dengan pernyataan Ibu Oka dari BKF di bawah ini : Posisi awal yang diajukan oleh Indonesia di reservasi OECD misalnya menginginkan semua jenis jasa dapat dipajaki namun pada akhirnya tidak sesuai dengan posisi awal yang diajukan Indonesia, dengan mempertimbangkan cost and benefit yang di harapkan diperoleh Indonesia. Daripada karena kita mempertahankan satu pasal sehingga tidak deal, padahal sudah ada di pasal lain yang kita sudah menang posisinya untuk Indonesia maka dipertimbangkan efek bagi Indonesia secara keseluruhannya, apakah bagus atau tidak. Jika memang bagus, maka Indonesia akan mengalah. Misalnya untuk BUT Jasa akan ada timetestnya (Kantor Badan Kebijakan Fiskal, 30 Mei 2014) KESIMPULAN DAN SARAN Keuntungan yang didapat oleh Indonesia dari pembatasan ketentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas aktivitas jasa ada 4 (empat) yaitu : a. Meningkatkan Investasi Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa pemberian fasilitas berupa pembatasan ketentuan BUT jasa di tax treaty Indonesia-Jepang berpengaruh pada investasi Jepang di Indonesia. Jepang merupakan negara yang memiliki investasi yang besar di Indonesia. b. Meningkatkan Human Resources Dari hasil penelitian ini, pemberian fasilitias pembatasan ketentuan BUT atas jasa yang berpengaruh pada tingkat investasi Jepang di Indonesia ternyata secara tidak langsung mempengaruhi juga untuk sisi

16 sumber daya manusia. c. Meningkatkan Ekspor Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa Jepang merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia. Hal ini mempengaruhi peningkatan Produk Domestik Bruto Indonesia dan pendapatan per kapita Indonesia. d. Meningkatkan Pemberian Jasa Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa salah satu bentuk investasi Jepang di Indonesia melalui pembuatan anak perusahaan. Dengan dibentuknya suatu perusahaan, akan banyak jasa yang dibutuhkan seperti jasa konsultan, jasa hukum dan lainnya. Dari jasa-jasa tersebut, Pemerintah bisa melihat potensi pajak yang ada. Kerugian yang didapat oleh Indonesia dari pembatasan ketentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas aktifitas jasa secara langsung adalah dengan berkurangnya potensi pajak. Karena dalam tax treaty Indonesia-Jepang ditentukan bahwa atas pemberian jasa yang dapat menimbulkan BUT adalah jasa konsultasi dan pengawasan yang berhubungan dengan gedung, konstruksi dan proyek instalasi yang dilakukan di negara sumber selama lebih dari 6 (enam) bulan, maka atas pemberian jasa selain dari jasa yang diatur tersebut, berapa lama pun diberikan di Indonesia tidak akan menimbukan BUT sehingga Indonesia tidak mendapatkan hak pemajakan. Upaya renegosiasi Pemerintah Indonesia atas pembatasan BUT jasa dalam tax treaty Indonesia-Jepang dari hasil penelitian ini adalah Pemerintah sedang mengadakan renegosiasi tax treaty Indonesia-Jepang sejak tahun Pemerintah Indonesia juga sudah bertemu dengan Pihak Jepang sebanyak 2 (dua) kali yakni tahun 2010 dan a. Tahap Komunikasi awal sudah dilakukan pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Jepang. Pemerintah Indonesia maupun Jepang juga sudah bertukar draft model tax treaty yang akan di renegosiasi. b. Tahap negosiasi dimulai pada tahun Perwakilan pemerintah

17 Indonesia maupun Jepang sudah bertemu sebanyak dua kali pada tahun 2010 dan Pada pertemuan tahun 2012, pasal mengenai Permanent Establishment atau BUT sudah dibahas namun belum ada kesepakatan hingga sekarang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tertundanya renegosiasi tax treaty Indonesia- Jepang hingga hampur selama 4 (empat) tahun juga disebabkan oleh susahnya mengatur waktu pertemuan antar perwakilan kedua negara tersebut. Septriadi. (2010). Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional. Jakarta: PT. Dimensi International Tax Diana, Anastasia dan Lilis Setiyawati. (1999). Perpajakan Indonesia: Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis. Yogyakarta: Penerbit ANDI Due, John. F. (1985). Keuangan Negara. Jakarta: UI Press. Gunadi. (2013). Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan. Jakarta: Penerbit Bee Media Indonesia DAFTAR PUSTAKA BUKU Aritonang, J. M dan Tony Marsyahrul. (2008). Perpajakan Internasional sebagai Materi Studi di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo Cresswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. New Delhi: Sage Publication Darussalam, John Hutagaol dan Danny. (2001). Taxation on Personal Income: Based on Income Tax Law and Tax Treaty. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Indonesia. (2007). Pajak Internasional Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Holmes, Kevin. (2007). International Tax Policy and Double Tax Treatimes: An Introduction to Principle and Application. Netherlands: IBFD

18 Publications Jakarta: IND-HILL.CO Hutagaol, John. (2000). Pemahaman Praktis: Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Negara-Negara di Kawasan Asia Pasifik, Amerika dan Afrika. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Irawan, Prasetya. (2006). Metode Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Self Press Isenbergh, Joseph. (2000). International Taxation. New York: Foundation Press Mansury, R. (1999). Berbagai Fasilitas dalam 41 Tax Treaties Indonesia. Jakarta: YP4. (2000). Pembahasan Mendalam Pajak atas Penghasilan. Jakarta: YP4 Marsuni, Lauddin. (2006). Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia. Yogyakarta: UII Press. Neuman, W. Lawrence. (2003). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Aprroaches (Fifth Edition). United States of America: Pearson Education Inc. Nurmantu, Safri. (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit Ongwamuhana, Kibuta. The Taxation of Income From Foreign Investment - A Tax Study of Some Developing Countries. Kluwer: Deventer Rohatgi, Roy. (2005). Basic International Taxation. United Kingdom: Richmond Law & Tax Ltd.. (1998). Perpajakan Internasional Berdasarkan Undang-Undang Domestik Indonesia. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. (1996). Pajak Penghasilan Lanjutan. Saidi, Muhammad Djafar. (2007).

19 Pembaruan Hukum Pajak. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Skaar. Arvid A. Permanent Establishment Erosion of Tax Treaty Principle. Netherland: Kluwer Law & Taxation Publisher-Deventer Soemitro, Rochmat. (1977). Hukum Pajak Internasional Indonesia Perkembangan dan Pengaruhnya. Bandung: Eresco Pencegahan Penghindaran Pajak atas Penghasilan dengan Negara Tax Haven (Kajian atas P3B Indonesia- Hongkong SAR). Jakarta Gunadi, I Gede Putu Dharma. (2012). Analisis Formulasi Kebijakan Identifikasi Bentuk Usaha Tetap Keagenan. Jakarta PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN Surahmat, Rahmanto. (2011). Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Jakarta: Penerbit Salemba Empat. (2005). Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Zakaria, Jaja. (2005). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda serta Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan KARYA ILMIAH Napitupulu, Lady Martha Boturan Hasian. (2013). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Komprehensif dan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang (Tax Treaty Indonesia Jepang) Tahun 1983

20 LAINNYA Data Potensi Penerimaan Sektor Pajak di Indonesia diakses dari Data Perjanjian Internasional dengan Jepang diakses dari Data Investasi Jepang diakses dan diolah dari Data Tahun Efektif Berlakunya Tax Treaty diakses dari Data Perkembangan Investasi Asing di Indonesia diakses dari Data Perjanjian Bilateral Indonesia-Jepang diakses dan diolah dari treaty.kemlu.go.id

BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara domisili 1 dan sumber 2 menimbulkan pajak ganda internasional (international double taxation). Oleh para

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. 1. Bagaimana perbedaan fixed base dengan Permanent Establishment dalam

PEDOMAN WAWANCARA. 1. Bagaimana perbedaan fixed base dengan Permanent Establishment dalam PEDOMAN WAWANCARA A. PRAKTISI PERPAJAKAN 1. Bagaimana perbedaan fixed base dengan Permanent Establishment dalam praktik di lapangan? 2. Apakah tepat mengasimilasikan Pasal 14 ke Pasal 7? dan jelaskan alasannya!

Lebih terperinci

Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. Tgl. Berlaku : Mei 2012 Versi/Revisi : 01/00

Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. Tgl. Berlaku : Mei 2012 Versi/Revisi : 01/00 SILABUS/SAP Tgl. Berlaku : Mei 2012 Versi/Revisi : 01/00 Tgl. Revisi : - Kode Dok.: FRM-01 1 P a g e SILABUS/SAP MATA KULIAH PAJAK INTERNASIONAL DAN TAX TREATY 3 SKS Deskripsi dan tujuan mata kuliah Mata

Lebih terperinci

BAB IV. yang tidak terikat dan didasarkan pada keahlian professional yang dimilikinya. 1

BAB IV. yang tidak terikat dan didasarkan pada keahlian professional yang dimilikinya. 1 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENGARUH ASIMILASI PASAL INDEPENDENT PERSONAL SERVICES DALAM PASAL PERMANENT ESTABLISHMENT JIKA DITERAPKAN DALAM PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) INDONESIA A.

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA

ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA Ervina Binus University Jl. Raya Sesetan No. 216b Denpasar- Bali 081805488886 rvinalee@gmail.com Stefanus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dunia yang cepat dan dinamis telah mengakibatkan hubungan perdagangan internasional semakin terbuka luas dan semakin ekstensif yang ditandai dengan terbentuknya

Lebih terperinci

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Oleh : Misdawati 1110531019 Risa Kurnia 1210532063 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

Silabus. EKA 5341 Perpajakan Internasional. Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Silabus. EKA 5341 Perpajakan Internasional. Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Silabus EKA 5341 Perpajakan Internasional Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Keuangan Perbankan dan Informatika Asia Perbanas Jalan Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara di dunia. Berdasarkan cara pandang tersebut, para pengusaha dari berbagai negara dapat

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994

DAFTAR PUSTAKA. Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994 DAFTAR PUSTAKA Buku: Creswell, John W, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. 1994 Dwidjowijoto, Riant N. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang.

Lebih terperinci

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK Dalam Undang-undang Pajak Domestik di Negara Jerman pada tahun 1922 memberikan pandangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berganda (double taxation). Untuk menghindari double taxation, maka dibuat

BAB I PENDAHULUAN. berganda (double taxation). Untuk menghindari double taxation, maka dibuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja asing yang bekerja atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia membawa dampak positif dalam menggerakkan perekonomian nasional. Penggunaan tenaga

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003.

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. DAFTAR REFERENSI BUKU Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, PT RajaGrafindo Persada, edisi revisi 2006, Jakarta. Brotodihardjo,

Lebih terperinci

Ruth Rassita Kembaren. Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat

Ruth Rassita Kembaren. Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP PENERBANGAN BERDASARKAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN CHINA DAN INDONESIA DENGAN JEPANG) Ruth Rassita Kembaren Universitas Bina Nusantara

Lebih terperinci

UN Model, OECD Model & Indonesian Model. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

UN Model, OECD Model & Indonesian Model. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com UN Model, OECD Model & Indonesian Model Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Perbandingan UN Model, OECD Model dan Indonesian Model UN Model Model yang dikembangkan untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anderson, James E. Public Policy Making, Newyork: Holt, Renehart and Wisto

DAFTAR PUSTAKA. Anderson, James E. Public Policy Making, Newyork: Holt, Renehart and Wisto DAFTAR PUSTAKA Anderson, James E. Public Policy Making, Newyork: Holt, Renehart and Wisto. 1979. Arnold, Brian J. and Michael J.McIntyre. International Tax Primer. Deventer: Kluwer Law International. 1995.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Brotodihardjo, R. Santoso. (1998), Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama.

DAFTAR PUSTAKA. Brotodihardjo, R. Santoso. (1998), Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama. DAFTAR PUSTAKA 1. Buku/ Literatur Brotodihardjo, R. Santoso. (1998), Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama. Cresswell, John W. (1994), Research Design-Qualitative & Quatitave Approaches.

Lebih terperinci

Perpajakan internasional

Perpajakan internasional AKUNTANSI INTERNASIONAL MODUL 13 PERTEMUAN 13 Perpajakan internasional OLEH ; NUR DIANA SE, MSi JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2016 PERPAJAKAN INTERNASIONAL Tujuan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari perpajakan. Secara sederhana pajak adalah instrumen yang dipergunakan oleh pemerintah untuk

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY

PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY PERPAJAKAN INTERNASIONAL KASUS TAX TREATY Cahyaning Satyka Dina Amalia Fildzah Dessyana Margareth Sophia Kasus Tax Treaty: PT. Cantika Indah ( Perusahaan ) bergerak di bidang produksi alat-alat kosmetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pajak Badan lainnya (Sarwedi, 2012). Dengan melihat realita ini maka pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pajak Badan lainnya (Sarwedi, 2012). Dengan melihat realita ini maka pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah salah satu penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional di Indonesia. Apabila jumlah pajak yang diterima

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pendapatan negara memiliki dua komponen yakni penerimaan dalam negeri dan hibah. Sebagaimana tercantum di dalam Nota Keuangan 0 pendapatan negara selain menjadi sumber pembiayaan

Lebih terperinci

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya 1 1 2 2 3 Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya Setiap negara mempunyai Undang-Undang Perpajakan Tersendiri. Dari Segi Kekuatan modal dikelompokkan menjadi : a. Capital Exporting

Lebih terperinci

No Nama Pengajar Alamat 1

No Nama Pengajar Alamat  1 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS SILABUS PERPAJAKAN INTERNASIONAL ECAU603202 SEMESTER GENAP TAHUN 2016/2017 1. Pengajar No Nama Pengajar Alamat Email 1 Siti.nuryanah@ui.ac.id/ Siti Nuryanah/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perdagangan dan investasi internasional, permasalahan yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perdagangan dan investasi internasional, permasalahan yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perdagangan dan investasi internasional, permasalahan yang sering muncul adalah mengenai hak pemajakan atas penghasilan yang diterima di negara sumber

Lebih terperinci

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar TAX JURISDICTION Salah satu isu terpenting dalam perpajakan internasional adalah menetapkan negara mana yang mempunyai hak untuk mengenai pajak atas penghasilan. Sistem perpajakan yang berbeda dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS EMPLOYEE STOCK OPTION. A. Analisis Saat Pengenaan Pajak yang Tepat atas ESOP

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS EMPLOYEE STOCK OPTION. A. Analisis Saat Pengenaan Pajak yang Tepat atas ESOP BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS EMPLOYEE STOCK OPTION A. Analisis Saat Pengenaan Pajak yang Tepat atas ESOP Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ESOP memiliki tahapantahapan

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN TUGAS AK-5A PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN OLEH : RAYNALDO KURNIAWAN (1501035110) LOVIAWAN, AGNES VALENTINA (1501035140) WILLIAM ONGKOJOYO (1501035200) BENJAMIN (1501035266) JURUSAN AKUNTANSI

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO HUKAKDSAhUKU PENGATAR HUKUM PAJAK INTERNATIONAL Istilah : - PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) - International Tax Treaty (perjanjian Pajak international

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, semakin meningkat pula frekuensi kegiatan bisnis yang terjadi di berbagai negara. Perlu diragukan jika ada seseorang yang berpendapat

Lebih terperinci

Achmad Abrar. Dosen Pembimbing: Maya Safira Dewi, SE., Ak., M.Si ABSTRAK

Achmad Abrar.   Dosen Pembimbing: Maya Safira Dewi, SE., Ak., M.Si ABSTRAK ANALISIS IMPLEMENTASI TIE BREAKER RULE DALAM PERJANJIAN BERGANDA ANTARA INDONESIA DENGAN AMERIKA SERIKAT ATAS PENENTUAN STATUS DOMISILI TENAGA KERJA ASING DI INDONESIA (STUDI KASUS PT. HBI) Achmad Abrar

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003. DAFTAR PUSTAKA Asmara, Galang, Peradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam Hukum Pajak di Indonesia, Yogyakarta : Lask bang Presindo, 2006. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara

Lebih terperinci

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com BENTUK USAHA TETAP BUT Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com BENTUK USAHA TETAP Definisi : (pasal 2 UU Pph) bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

Lebih terperinci

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA RUANG LINGKUP P3B Untuk mempermudah pemahaman pembaca tentang P3B, maka ruang lingkup P3B dengan menggunakan United Nations (UN) Model dikelompokkan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA BENTUK USAHA TETAP INDONESIA JEPANG (STUDI KASUS: PT TOYOFUJI SERASI INDONESIA)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA BENTUK USAHA TETAP INDONESIA JEPANG (STUDI KASUS: PT TOYOFUJI SERASI INDONESIA) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA BENTUK USAHA TETAP INDONESIA JEPANG (STUDI KASUS: PT TOYOFUJI SERASI INDONESIA) Thiodora Fidevia Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Universitas Bina Nusantara Maya

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

PERPAJAKAN INTERNASIONAL Modul ke: Fakultas EKONOMI PERPAJAKAN INTERNASIONAL Pengertian Pajak Berganda (Double taxation) para ahli, pemajakan berganda dalam aspek Nasional dan Internasional, Penerapan pajak berganda dalam UU PPh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Irawan ( 2006 ) peneliti kualitatif berfikir secara induktif

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.I. Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, penghitungan, dan pembahasan terhadap pelaksanaan Tax Treaty antara Indonesia dan United Kingdom

Lebih terperinci

Santi Wijaya ; Maya Safira Dewi. Binus University, Jl.Kebun Jeruk Raya no.27, ABSTRACTS

Santi Wijaya ; Maya Safira Dewi. Binus University, Jl.Kebun Jeruk Raya no.27, ABSTRACTS ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP BENTUK USAHA TETAP BERDASARKAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA ( PERBANDINGAN INDONESIA DAN CHINA, INDONESIA DAN KOREA SELATAN) Santi Wijaya ; Maya Safira

Lebih terperinci

PAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK INTERNASIONAL Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Latar Belakang Perkembangan transaksi perdagangan barang dan jasa lintas negara Pemberlakukan hukum pajak di masing-masing negara

Lebih terperinci

Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA

Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Modul ke: PERPAJAKAN INTERNASIONAL Memahami definisi Perpajakan Internasional, Konsep Perpajakan Internasional (Unilateral/Bilateral, Multillateral). Fakultas EKONOMI Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Program

Lebih terperinci

PENGANTAR PAJAK INTERNASIONAL

PENGANTAR PAJAK INTERNASIONAL PENGANTAR PAJAK INTERNASIONAL Latar Belakang Se8ap negara mempunyai Undang- Undang Perpajakan tersendiri. Kekuatan modal dikelompokkan: a. Capital Expor8ng Countries. b. Capital Impor8ng Countries. Kedua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang berkembang dengan cepat membuat kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, transportasi, sistem informasi hingga perekonomian sehingga kegiatan

Lebih terperinci

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA)

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA) BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA) Silvia Flouren Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat 11480 085217772077 silviaflouren@ymail.com

Lebih terperinci

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP MATA KULIAH DOSEN TEMA Sumber diambil dari Ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam P3B Perpajakan Internasional VED SE.,MSi Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transaksi dalam pasar ruang virtual ini sering disebut E-Commerce. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. transaksi dalam pasar ruang virtual ini sering disebut E-Commerce. Transaksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi, transaksi perdagangan lintas negara semakin mudah seiring kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan transportasi. Kemajuan teknologi informasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA UNTUK NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA, DAN JEPANG

ANALISIS PERBANDINGAN BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA UNTUK NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA, DAN JEPANG ANALISIS PERBANDINGAN BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA UNTUK NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA, DAN JEPANG HARTONO PURNOMO 1, YUNITA ANWAR 2 Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membiayai belanja negara. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak,

BAB I PENDAHULUAN. membiayai belanja negara. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Sebagai bentuk iuran kepada negara yang disahkan oleh undang-undang dan bersifat memaksa, pajak memiliki dua fungsi yaitu fungsi reguler dan fungsi budgetair

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Belinfante, A.D dan Boerhanoeddin Soetan Batoeah Pokokpokok Hukum Tata Usaha Negara. Jakarta: Binacipta.

DAFTAR PUSTAKA. Belinfante, A.D dan Boerhanoeddin Soetan Batoeah Pokokpokok Hukum Tata Usaha Negara. Jakarta: Binacipta. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Belinfante, A.D dan Boerhanoeddin Soetan Batoeah. 1983. Pokokpokok Hukum Tata Usaha Negara. Jakarta: Binacipta. Brotodihardjo, R. Santoso. 1991. Pengantar Ilmu Hukum Pajak.. 1995.

Lebih terperinci

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL Bab 1 PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG Indonesia adalah bagian dari dunia internasional, setiap negara dipastikan menjalin hubungan dengan negara lainnya guna mengadakan transaksi-transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya, selama lebih dari beberapa dasawarsa terakhir penerimaan dari sektor perpajakan mengalami perubahan yang selalu meningkat. Hingga saat

Lebih terperinci

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I)

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I) Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I) Hello! We are : Ahmad Deza Perdana Dhiyana Riyani Viva Nurakifiya G. Table of Contents 1. Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya 2. Ruang

Lebih terperinci

07 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Read More...

07 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Read More... Pengelolaan Komprehensif dan Pemeriksaan PPh Potput Updating Aspek Praktis PPN & Kupas Tuntas Faktur Pajak 21 Mei 2014 24 Mei 2014 Aspek Perpajakan Merger, Akuisisi dan Holding Comprehensive Tax Planning

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN Dedi Haryanto

ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN Dedi Haryanto ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 Oleh : Dedi Haryanto BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembayaran pajak merupakan perwujudan kenegaraan dan peranserta

Lebih terperinci

19 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Juni 2014 Training Room Ortax Read More...

19 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Juni 2014 Training Room Ortax Read More... Tax Aspect on Production Sharing Contract (PSC) 19 Juni 2014 Audit dan Keberatan Kepabeanan dan Cukai Basic Transfer Pricing 23 Juni 2014 Training Room Ortax 08.30 16.00 26 28 Juni 2014 Training Room Ortax

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Adi, Rianto, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta.

Daftar Pustaka. Adi, Rianto, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta. 93 Daftar Pustaka Buku:. Adi, Rianto, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta. Asshiddiqie, Jimly, 2010, Konstitusi Ekonomi, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta. Brotodihardjo, Santoso,

Lebih terperinci

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak menghambat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia adalah sistem self assessment. Sistem pemungutan self assessment ini telah digunakan sejak reformasi perpajakan pertama

Lebih terperinci

ANALISIS COST AND BENEFIT KEMUNGKINAN PENERAPAN FOREIGN ACCOUNT TAX COMPLIANCE ACT (FATCA) DI INDONESIA

ANALISIS COST AND BENEFIT KEMUNGKINAN PENERAPAN FOREIGN ACCOUNT TAX COMPLIANCE ACT (FATCA) DI INDONESIA ANALISIS COST AND BENEFIT KEMUNGKINAN PENERAPAN FOREIGN ACCOUNT TAX COMPLIANCE ACT (FATCA) DI INDONESIA Dyah Ayu Puspitasari Universitas Bina Nusantara Pondok Jurang Mangu Indah, Jalan Mawar 2 Blok A17

Lebih terperinci

SILABUS MATA AJAR PERPAJAKAN 3 SKS

SILABUS MATA AJAR PERPAJAKAN 3 SKS SILABUS MATA AJAR PERPAJAKAN 3 SKS Deskripsi dan Tujuan Mata ajaran ini bertujuan untuk membahas berbagai peraturan perpajakan yang berlaku serta pengaruhnya perusahaan dan penyajian kewajaran penyajian

Lebih terperinci

BAB II TAX TREATY, PDBM, BPM DAN FDI Pengertian Hukum Pajak Internasional

BAB II TAX TREATY, PDBM, BPM DAN FDI Pengertian Hukum Pajak Internasional BAB II TAX TREATY, PDBM, BPM DAN FDI 2.1. Dasar Perpajakan 2.1.1. Pengertian Hukum Pajak Internasional Hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA BUKU LITERATUR

DAFTAR PUSTAKA BUKU LITERATUR DAFTAR PUSTAKA BUKU LITERATUR Betten, Rijkele, The New Netherlands Transfer Pricing Regime, Amanded Advance Pricing Agreements and Advanced Tax Ruling Procedures, IBFD Publications, 2002 Boss, Monica,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penyusutan wajib pajak badan dan perlakuan

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penyusutan wajib pajak badan dan perlakuan BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka ` Penelitian mengenai penyusutan wajib pajak badan dan perlakuan perpajakan bagi BUT telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian menjadi bagian penting dalam proses penelitian karena berbicara mengenai cara peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metode merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI PERBANDINGAN BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS ANTARA NEGARA INDONESIA BELANDA DAN INDONESIA HONG KONG)

ANALISIS MENGENAI PERBANDINGAN BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS ANTARA NEGARA INDONESIA BELANDA DAN INDONESIA HONG KONG) ANALISIS MENGENAI PERBANDINGAN BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS ANTARA NEGARA INDONESIA BELANDA DAN INDONESIA HONG KONG) STEFY YANTI Universitas Bina Nusantara. Jl. Kebon Jeruk Raya No

Lebih terperinci

BAB III. Berdasarkan peraturan perpajakan yang ada sampai dengan bulan Mei 2008,

BAB III. Berdasarkan peraturan perpajakan yang ada sampai dengan bulan Mei 2008, BAB III PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK DAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ATAS TRANSAKSI INSTRUMEN KEUANGAN DERIVATIF BERBASIS STOCK OPTION BERBENTUK WARAN A. Pemajakan

Lebih terperinci

Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak DAFTAR PUSTAKA Arnold, Brian J. & Michael J. Mcintyre. 2002. International Tax Primer. 2nd edition. New York: Kluwer Law International. Brotodiharjo, R. Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung:

Lebih terperinci

Perpajakan Internasional. Yurisdiksi Pemajakan. 30 Agustus Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Perpajakan Internasional. Yurisdiksi Pemajakan. 30 Agustus Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Perpajakan Internasional Yurisdiksi Pemajakan 30 Agustus 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Pengertian yurisdiksi Etis / retributif Etis / retributif Menurut KBBI : 1. Kekuasaan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM INDEPENDENT PERSONAL SERVICES DAN PERMANENT ESTABLISHMENT

BAB III GAMBARAN UMUM INDEPENDENT PERSONAL SERVICES DAN PERMANENT ESTABLISHMENT BAB III GAMBARAN UMUM INDEPENDENT PERSONAL SERVICES DAN PERMANENT ESTABLISHMENT A. Berdasarkan Tax Treaty OECD Model dan UN Model Berdasarkan tax treaty, baik OECD Model maupun UN Model, menggambarkan

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita makin dominan sehingga

BABl PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita makin dominan sehingga - ',' BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam beberapa tahun terakhir 1m, penerimaan pajak dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita makin dominan sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Sebagai salah satu negara yang berkembang, Indonesia pasti sedang gencargencarnya. melaksanakan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat yang

Sebagai salah satu negara yang berkembang, Indonesia pasti sedang gencargencarnya. melaksanakan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat yang ANALISIS PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR SETELAH PEMBERLAKUAN KENAIKAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Novita Erawati Farnika Universitas Negeri Surabaya e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pesatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional turut merangsang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pesatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional turut merangsang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional turut merangsang berkembangnya perusahaan multinasional. Dalam perusahaan multinasional terjadi berbagai

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK MELALUI MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE SERTA INTERAKSINYA DENGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN TESIS

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK MELALUI MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE SERTA INTERAKSINYA DENGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK MELALUI MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE SERTA INTERAKSINYA DENGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN TESIS Indah Dwi Sepyarini 0806441296

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan keamanan; b. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang publik,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan keamanan; b. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang publik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pemerintah kita melaksanakan beberapa fungsi yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahannya di negara kita Republik Indonesia. Fungsifungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan untuk menarik investor asing menanamkan modalnya pada suatu negara semakin ketat. Oleh karena itu, negara juga secara aktif mempromosikan negaranya

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

19 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Juni 2014 Training Room Ortax Read More...

19 Juni 2014 Hotel Bidakara, Jakarta Juni 2014 Training Room Ortax Read More... Tax Aspect on Production Sharing Contract (PSC) 19 Juni 2014 Audit dan Keberatan Kepabeanan dan Cukai Basic Transfer Pricing 23 Juni 2014 Training Room Ortax 08.30 16.00 26 28 Juni 2014 Training Room Ortax

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya foreign investment merupakan salah satu dampak dari sebuah proses yang kemudian dikenal sebagai Globalization. 1 Dalam sistem ekonomi terbuka, kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian adalah merupakan penjelasan secara teknis mengenai metodemetode yang digunakan dalam suatu penelitian (Muhadjir, 1992, p. 2). Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL

BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN SPESIALISASI PAJAK ANANG MURY KURNIAWAN, S.S.T., Ak., M.Si. SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2010 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,

Lebih terperinci

PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP WAJIB PAJAK ORANG ASING SEBAGAI UPAYA PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP WAJIB PAJAK ORANG ASING SEBAGAI UPAYA PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP WAJIB PAJAK ORANG ASING SEBAGAI UPAYA PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA KERTAS KARYA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 43 BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini membahas perihal metode penelitian yang meliputi pendekatan penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, dan metode pengumpulan data sebagai berikut: 3.1.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENURUNAN TARIF PPH ORANG PRIBADI TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN WAJIB PAJAK, PENERIMAAN PPH, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA

ANALISIS PENGARUH PENURUNAN TARIF PPH ORANG PRIBADI TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN WAJIB PAJAK, PENERIMAAN PPH, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ANALISIS PENGARUH PENURUNAN TARIF PPH ORANG PRIBADI TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN WAJIB PAJAK, PENERIMAAN PPH, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA Oleh: M. Husni Faried Universitas Negeri Surabaya husnifaried@gmail.com

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL HUKUM PAJAK INTERNASIONAL PELAKSANAAN DAN HAMBATAN DALAM PENEGAKAN PAJAK INTERNASIONAL MAKALAH Disusun dalam memenuhi nilai Tugas dalam Mata Kuliah Hukum Pajak Semester Genap - Tahun Akademik 2009-2010

Lebih terperinci

PESUIIT ANDI. Pajak 8erganda? Pedoman Mudah. dan. Praktis Memahami Tax Treaty. Djoko Muljono

PESUIIT ANDI. Pajak 8erganda? Pedoman Mudah. dan. Praktis Memahami Tax Treaty. Djoko Muljono PESUIIT ANDI Pajak 8erganda? Pedoman Mudah dan Praktis Memahami Tax Treaty Djoko Muljono Tax Treaty merupakan salah satu cara untuk mengatur pemajakan yang dilakukan oleh negara-negara yang penduduknya

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG 1 ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS Oleh Baida Soraya 117039030/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata

PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN 2013 1. Gambaran Penerimaan Perpajakan Target penerimaan perpajakan pada APBN tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp1.193,0 triliun, terdiri atas pendapatan pajak dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA

ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA Deny Wijaya Email: Deny.wija@gmail.com Dosen Pembimbing: Fany Inasius, S.E., M.M., M.B.A, BKP ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki era globalisasi, transaksi internasional atau transaksi antar negara menjadi hal yang lazim dilakukan. Transaksi ini dapat berupa perdagangan internasional,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perjanjian Perpajakan Internasional II.1.1 Perjanjian Internasional Pemajakan internasional tidak terlepas adanya suatu perjanjian bilateral antar dua negara guna menghindari

Lebih terperinci

Cosmas Nico Sanjaya Anna Purwaningsih. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jalan Babarsari 43-44, Yogyakarta

Cosmas Nico Sanjaya Anna Purwaningsih. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jalan Babarsari 43-44, Yogyakarta PENGARUH BIAYA PERDAGANGAN MITRA DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO MITRA TERHADAP FOREIGN DIRECT INVESTMENT NEGARA-NEGARA ASIA, EROPA DAN AMERIKA DI INDONESIA DENGAN TAX TREATY SEBAGAI VARIABEL MODERASI Cosmas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), tingkat kepatuhan

ABSTRAK. Kata kunci: Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), tingkat kepatuhan ABSTRAK Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP). Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Lebih terperinci

Isu Strategis Pengelolaan Industri Dalam Perpekstif Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan)

Isu Strategis Pengelolaan Industri Dalam Perpekstif Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan) Isu Strategis Pengelolaan Industri Dalam Perpekstif Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan) Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Februari 2014 Tema Undang-undang Perindustrian Sebagai

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci