BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas minum merupakan salah satu aktivitas utama dalam kehidupan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas minum merupakan salah satu aktivitas utama dalam kehidupan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas minum merupakan salah satu aktivitas utama dalam kehidupan manusia sehingga dalam suatu pembelajaran bahasa, aktivitas ini sering menjadi contoh dalam percakapan sehari-hari. Aktivitas tersebut tentunya dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan drinking vessel atau wadah untuk minum. Drinking vessel atau dalam beberapa katalog disebut dengan drinkware, digunakan untuk menyatakan benda-benda yang berfungsi sebagai alat untuk minum seperti cangkir. Bahasa Indonesia mengenal leksem seperti gelas, cawan dan cangkir sebagai leksem umum untuk menyatakan wadah untuk minum sementara bahasa Inggris memiliki lebih banyak variasi leksem untuk menyatakan wadah untuk minum. Sebagai contoh, leksem chalice pada kalimat (1) menyatakan wadah yang digunakan untuk minuman anggur bagi pastur dalam upacara keagamaan sedangkan pada kalimat (2) leksem snifter juga merujuk pada wadah yang juga digunakan untuk minuman alkohol, seperti brandy, tequila dan sebagainya namun tidak dalam upacara keagamaan. Contoh lain, leksem demitasse pada kalimat (3) yang merujuk pada cangkir khusus yang digunakan untuk menyajikan kopi espresso. 1

2 2 (1) I poured the wine into the chalice our church had given me. Saya menuangkan anggur ke dalam piala yang diberikan gereja kami pada saya. (COCA, 2015) (2) Lifting her snifter, she took an appreciative sip of the rare tequila. Mengangkat gelasnya, dia meneguk minuman keras dari tequila yang langka itu (OOD) (3) Brdjanin slurped some coffee from his demitasse. Brdjanjin menyeruput kopi dari cangkirnya (COCA, 2000) Leksem cup dan glass merupakan leksem yang paling umum yang mewakili leksem lain dalam ranah wadah untuk minum dalam bahasa Inggris karena kandungan makna yang dimiliki kedua leksem ini mencakup kriteria bentuk dan bahan dari leksem-leksem yang menyatakan wadah untuk minum lainnya. Selain itu, definisi leksem-leksem yang menyatakan wadah untuk minum cenderung mengandung leksem cup dalam definisi bentuk dan leksem glass dalam definisi leksem bahan, terutama wadah yang terbuat dari bahan kaca. beaker / bikə:(r)/ 1 (BrE) A plastic or paper cup often without a handle, used for drinking from. Cangkir plastik atau kertas, seringkali tanpa pegangan, digunakan untuk minum. (Oxford Advanced Learners Dictionary) mug /mʌg/ A tall cup for drinking from, usually with straight sides and a handle used without a saucer. Cangkir tinggi untuk minum, biasanya dengan sisi yang lurus dan sebuah pegangan digunakan tanpa tatakan. (Oxford Advanced Learners Dictionary)

3 3 tumbler /ˈtəm-blər/ A drinking glass usually made without a foot or stem and originally with a pointed or convex base so that it could not be set down until empty. Gelas minum yang biasanya terbuat dari kayu atau gagang dan asalnya dengan dasar cembung atau runcing sehingga tidak dapat diletakkan sampai kosong. (Webster s Third International Dictionary) Leksem beaker dan mug pada definisi diatas dijelaskan dengan menggunakan leksem cup sebagai acuan bentuk dan fungsi sebagai wadah untuk minum sementara leksem tumbler dijelaskan dengan menggunakan leksem glass sebagai acuan bahan serta fungsi. Leksem-leksem seperti chalice, snifter, demitasse, mug, beaker, tumbler dan sebagainya membentuk sebuah kelompok makna sebagai wadah yang digunakan untuk minum dalam bahasa Inggris namun seluruh leksem-leksem tersebut tidak serta merta bersifat identik. Terdapat fiturfitur atau unsur makna lain yang membedakannya. Hal ini juga ditegaskan oleh Wijana (2016:76) yang menjelaskan bahwa dalam bahasa tidak ada kesamaan yang bersifat sama seutuhnya atau tidak dapat saling menggantikan dalam seluruh konteks pemakaian. Menurut Poedjosoedarmo (1987) analisis kelompok kata yang mempunyai persamaan arti lebih mudah daripada menganalisis kosa kata satu persatu. Analisis tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode analisis komponensial. Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan Nida (1975:51) dan Leech (1976:9), metode analisis komponensial dilakukan dengan cara menentukan fitur-fitur pembeda dan membandingkan fitur-fitur tersebut pada

4 4 leksem satu dan lainnya sehingga perbedaan antara leksem dalam suatu kelompok makna dapat terlihat. Umumnya leksem seperti demitasse, chalice dan beaker diartikan sebagai cangkir dan gelas dalam bahasa Indonesia karena adanya perbedaan budaya dan jumlah kosakata mengenai drinking vessel diantara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sehingga pembelajar dapat menghadapi kesulitan untuk membayangkannya terutama tanpa melihat gambar. Oleh karena itu, penjelasan rinci mengenai leksikon dalam ranah drinking vessel serta latar belakang munculnya leksikon tersebut dibutuhkan bagi pembelajar bahasa Inggris, terlebih lagi analisis komponen makna dapat memberikan pemaparan rinci mengenai makna melalui fitur-fitur pembeda pada tiap leksem sehingga diharapkan dapat membantu proses pemahaman bahan ajar ataupun artikel berbahasa Inggris yang di dalamnya terdapat leksem-leksem yang mengandung makna drinking vessel. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan untuk menguraikan jawaban atas rumusan-rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa sajakah leksem yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris? 2. Bagaimanakah komponen makna leksem yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris? 3. Bagaimanakah hubungan antar makna dan relasi makna pada leksem yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris?

5 5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memberikan deskripsi leksem-leksem yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris berdasarkan komponen makna penyusunnya sehingga memudahkan pembelajar bahasa Inggris dalam memahami dan menggunakan leksem tersbut dalam kalimat. Lebih lanjut dan rinci, tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan leksem yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris. 2. Mendeskripsikan komponen makna leksem yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris. 3. Mendeskripsikan hubungan antar makna dan relasi makna tiap leksem yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan memberikan deskripsi dan menambah wawasan kepada para pembaca terutama pembelajar bahasa Inggris. Oleh karena itu, dalam pencarian data dan analisis, data yang digunakan mencakup seluruh leksem-leksem dalam British English dan American English serta leksemleksem yang sudah tidak aktif digunakan dalam kalimat untuk menyatakan wadah untuk minum. Selain itu, penelitian ini terfokus pada leksem yang memiliki fungsi sebagai nomina atau kata benda yang menyatakan drinking vessel sehingga pencarian data difokuskan pada leksem yang berfungsi sebagai wadah untuk minum bukan wadah untuk menampung dan menyimpan cairan seperti kettle atau

6 6 flagon dan bottle meskipun wadah-wadah tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk minum. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua macam, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep pemikiran dalam bidang semantik khususnya analisis komponen makna leksem berkelas kata nomina, hubungan antar makna dan relasi antar makna yang terdapat pada leksem-leksem dalam suatu kelompok makna. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada pembaca, khususnya pembelajar bahasa Inggris mengenai leksem yang merupakan yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris dari segi definisi maupun komponen maknanya sehingga memudahkan pembelajar bahasa Inggris agar dapat memahami dan menggunakan leksem yang tepat dalam kalimat. Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi dalam penyusunan kamus dengan memanfaatkan komponen pembeda yang ditemukan pada tiap leksem sehingga penjelasan pada entri lebih jelas dan terperinci. Hal ini didukung pula oleh penggunaan beberapa leksem yang ditemukan dalam beberapa katalog online maupun artikel-artikel. Beberapa pembeli dan pembaca tentunya akan menggunakan kamus dalam mencari definisi lengkap dan rinci dari leksem yang baru mereka jumpai. Manfaat praktis lainnya adalah penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya dalam bidang

7 7 analisis semantik dan analisis komponen makna leksem berkelas kata nomina dalam bahasa Inggris. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai drinking vessel terutama cup dan mug sebelumnya dilakukan oleh dua peneliti yakni Labov (1978) (via Allan, 1986) dan Wierzbicka (1985). Penelitian Labov (1978) membahas mengenai definisi cup yang dijabarkan dengan melibatkan rumus matematika tentang perbandingan lebar dan kedalaman wadah serta kehadiran 8 fitur yakni (1) pegangan, (2) terbuat dari bahan yang tembus pandang, (3) digunakan untuk makanan, (4) digunakan untuk makanan cair, (5) digunakan untuk makanan cair dan panas, (6) dengan tatakan, (7) mengerucut dan (8) melingkar sementara dalam penelitian Wierzbicka (1985) definisi dan fitur-fitur cup dan mug dibahas secara rinci dengan mempertimbangkan latar belakang pembuatan benda-benda tersebut. Dengan kata lain, terdapat keterkaitan antara fungsi dan pembuatan bentuk serta fitur yang dimiliki cup dan mug yang mana dalam penelitian Labov (1978) (via Allan,1986) keterkaitan delapan fitur-fitur cup dan mug tidak dijelaskan. Penjabaran definisi, fitur dan kaitannya dengan fungsi atau latar belakang dibuatnya cup dan mug oleh Wierzbicka (1985) menjadi acuan bagi peneliti dalam menjabarkan fitur dan kaitannya dengan fungsi maupun latar belakang budaya pada leksem-leksem selain cup dan mug. Selain penelitian mengenai cup dan mug yang dilakukan oleh kedua peneliti tersebut, peneliti juga menemukan beberapa penelitian yang terkait dengan

8 8 analisis komponen makna. Penelitian yang menjadikan nomina sebagai objek dilakukan oleh Gina (1986), Elfiondri (1996), Ariati (2004) dan Sutana, Nardiati dan Nurhayati (2009). Bahasa yang menjadi objek penelitian keempat penelitian tersebut merupakan bahasa daerah dan salah satu antaranya merupakan penelitian kontrastif. Bahasa ditinjau dari segi semantis merupakan alat untuk mengungkap konsep atau makna menjadi bunyi tutur, ucapan, atau ujaran. Cara pengungkapan konsep itu tentu saja melalui urutan-urutan peristiwa yang kesemuanya bertitik tolak pada komponen makna Penelitian yang dilakukan oleh Gina (1986) membahas sepintas mengenai komponen makna kata benda bahasa Jawa. Gina mengidentitaskan kata benda dengan dua cara yakni berdasarkan tinjauan semantis dan secara sintaktik. Elfiondri (1996) meneliti tentang medan-medan leksikal leksem yang memiliki komponen makna +alat transportasi dalam bahasa Minangkabau. Analisis dari enam rumusan masalah tersebut menunjukkan bahwa terdapat 33 leksem dalam medan leksikal alat transportasi dalam bahasa Minangkabau yang memiliki sistem kontras ganda dan cenderung tidak konsisten dalam dimensi-dimensi yang sama. Ariati (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Fitur Semantik Pembeda Kata yang Bermakna Angin dalam Bahasa Makassar dan Inggris membahas mengenai persamaan dan perbedaan fitur semantik kata yang memiliki makna angin dalam bahasa Makassar dan Inggris. Berdasarkan analisis, penelitian Ariati (2004) menemukan kecenderungan persamaan fitur semantik kata yang memiliki makna angin pada bahasa Makassar dan Inggris sedangkan perbedaan

9 9 yang ditemukan dari fitur-fitur yang tidak terdapat dalam bahasa Makassar seperti bentuk awan, jenis area, penyebab tekanan udara dan penggunaannya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan area geografis dan pengaruh dari budaya dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur. Penelitian Sutana dkk (2009) yang membahas mengenai alat pertukangan dalam bahasa Jawa menjadi acuan utama bagi penulis dalam bagaimana Sutana dkk (2009) menjelaskan komponen makna dari tiap leksem dengan menyebutkan bahan pegangan alat dan ukuran alat. Hasil penelitian Sutana dkk (2009) yakni leksem-leksem alat-alat pertukangan tradisional untuk pembuatan rumah dalam masyarakat Jawa yang meliputi (1) alat-alat pertukangan batu, (2) alat pertukangan kayu yang terdiri dari golongan sarana yakni golongan yang langsung berhubungan dengan bahan yang dikerjakan, yakni kayu dan golongan prasarana yakni golongan yang tidak berkaitan langsung dengan bahan yang dikerjakan dan (3) alat-alat pertukangan seng yang juga terdiri dari golongan sarana yakni peralatan yang digunakan dalam pertukangan seng dan bahan yang digunakan dalam, pertukangan seng atau prasarana. Selain penelitian dengan objek berupa nomina, leksem dengan kategori verba juga menjadi objek beberapa penelitian seperti dalam Rakhmasari (2015). Penelitian Rakhmasari (2015) berjudul Analisis Komponen Makna pada Leksem yang Mengandung Makna Membersihkan 'Cleaning' dalam Bahasa Inggris. Penelitian ini menganalisis data yang bersumber dari sumber lisan yakni penutur asli dan sumber tertulis yang diperoleh dari kamus dan korpus. Hasil dari analisis data menggunakan teknik analisis komponen makna menunjukkan bahwa terdapat

10 10 sekitar 30 leksem yang merupakan hiponim dari kata cleaning. Perbedaan antara ketiga puluh leksem tersebut terlihat dari fitur-fitur semantik yang dimilikinya antara lain objek sasaran, cara, benda yang dihilangkan dan alat bantu yang digunakan. Rakhmasari (2015) juga menemukan bahwa beberapa leksem yang bukan merupakan makna awal. Hubungan makna leksem tersebut merupakan hasil derivasi dari makna awal sementara hubungan leksem yang merupakan makna awal dengan makna lain adalah hubungan makna derivasi, figuratif dan pengelompokan makna sampingan. Penelitian selanjutnya mengenai verba dilakukan oleh Andriani (2015) yang menganalisis komponen makna kelompok verba say dalam bahasa Inggris. Verba say merupakan salah satu verba produktif yang sering digunakan dan berhubungan dengan verba lainnya. Sumber data penelitian Andriani (2015) adalah hasil penelitian Levin (1993) tentang leksem anggota kelas verba say yang diperkaya dengan data-data tambahan dari beberapa kamus. Terdapat sekitar 23 leksem dalam kelompok verba say dalam bahasa Inggris yang dikelompokkan berdasarkan makna menjadi lima kelompok yakni (1)verba say dengan aktivitas to inform, (2) aktivitas to express, (3) aktivitas to put forward, (4) aktivitas to show, dan (5) aktivitas to admit. Hasil dari analisis dari bentuk menghasilkan metonimi konteks yang mengandung aktivitas to inform, to express, dan to put forward serta bentuk metafora yang mengandung aktivitas to show. Selain analisis komponen makna nomina dan verba, analisis komponen juga dilakukan oleh peneliti lainnya pada adjektiva salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Hartono (1998) yang berjudul Model Alternatif Analisis Medan

11 11 Makna: Deskripsi Kata Pengungkap Rasa pada Lidah dengan Ancangan Kontekstual dan Analisis Komponen dalam Bahasa Indonesia. Penelitian Hartono (1998) membahas mengenai sejumlah kata yang berfungsi sebagai pengungkap rasa pada lidah. Kata-kata tersebut dikelompokkan atas tiga kategori yakni enak, hambar dan Ø tidak enak. Tiap kategori tersebut dipilah lagi atas kata-kata yang menjadi hiponimnya. Perbedaan kata tersebut terdapat pada konteks pemakaian dan komponen makna tertentu saja. Kata-kata yang berfungsi sebagai pengungkap rasa pada lidah berbentuk kata tunggal. Kadar masing-masing kata dinyatakan dengan gabungan kata dengan penambahan kata kurang atau sekali. Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan kamus, korpus serta wawancara sebagai sumber datanya yang mana dalam penelitian ini, sumbersumber tersebut masih tetap digunakan dengan penambahan ensiklopedia serta video yang membahas mengenai wadah untuk minum maupun minuman yang ditampung oleh wadah-wadah tersebut. Selain itu, dalam penelitian tentang nomina yang dilakukan oleh Gina (1986), Sutana dkk (2009) tidak terdapat pembahasan mengenai relasi makna leksem serta pengaruh budaya dalam muncul leksem-leksem tersebut sehingga penelitian mengenai leksem yang mengandung makna drinking vessel ini berusaha untuk melengkapi penelitian sebelumnya dengan membahas mengenai hal-hal tersebut. Penelitian yang dilakukan peneliti menyertakan leksem-leksem yang sudah tidak aktif digunakan dan hanya terdapat pada kamus-kamus cetak versi lama yang mana dalam beberapa penelitian sebelumnya, leksem-leksem tersebut tidak disertakan sebagai data. Lebih lanjut, penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sebagian besar objek

12 12 penelitian mengenai analisis komponen makna di Universitas Gadjah Mada adalah verba-verba dalam bahasa Inggris sementara penelitian ini mencoba menganalisis komponen makna kata dari kelas kata nomina atau kata benda. 1.7 Landasan Teori Leksem-leksem seperti beaker, mug, chalice, quaich, noggin dan sebagainya memiliki kesamaan makna dan membentuk sebuah kelompok makna, yakni leksikon yang mengandung makna wadah untuk minum (drinking vessel) dalam bahasa Inggris. Meskipun memiliki makna yang sama, leksem yang terdapat dalam satu kelompok makna yang sama tidak serta merta memiliki kesamaan antara satu dan lainnya. Persamaan dan perbedaan leksem-leksem tersebut dapat terlihat dari fiturfitur semantik yang dimiliki tiap leksem sehingga analisis komponensial diperlukan. Selain itu, penelitian ini juga berupaya memaparkan hubungan antar makna pada tiap leksem serta relasi makna yang terbentuk pada leksem-leksem dalam ranah drinking vessel sehingga diperoleh informasi leksem-leksem yang dapat disubstitusikan dan mana yang tidak. Berdasarkan hal tersebut, sub bab ini akan memaparkan teori analisis komponensial, hubungan antar makna dan relasi makna antar leksem Analisis Komponensial Di awal telah dijelaskan bahwa leksem dalam satu kategori dapat dibedakan dengan menganalisis komponen-komponen maknanya. Perbedaan fitur semantik dari anggota-anggota sebuah medan makna dapat diuraikan dengan menganalisis

13 13 komponen maknanya (Wijana, 2016:95). Penguraian tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis komponensial. Leech (1976:9) menjelaskan analisis komponen sebagai analisis makna di mana ada sebuah proses memecah makna dari sebuah kata menjadi fitur pembeda terkecilnya. Fitur-fitur pembeda tersebut menjadi komponen yang membedakan komponen-komponen lainnya. Nida (1975 dalam Subroto, 2011) menjelaskan tiga komponen makna yaitu (1) komponen makna bersama (Common component) yaitu komponen makna yang secara bersama dimiliki oleh leksem yang termasuk dalam medan leksikal, contoh cup dan mug memiliki komponen makna bersama untuk minum atau [+for drinking] (2) komponen makna diagnostik (diagnostic component) yakni komponen yang membedakan makna antar leksem dalam suatu medan makna, contoh komponen makna [small] bagi mug dan cup dan (3) komponen pelengkap atau suplemen (supplement component) yang merupakan komponen makna tambahan yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut perbedaan antar leksem. Diantara ketiga kategori komponen makna tersebut, komponen makna diagnostik merupakan komponen makna penting dalam analisis komponensial karena berfungsi sebagai pembeda. Selain komponen makna, unsur lain yang penting dalam analisis komponen makna adalah adanya fitur, pemarkah dan ciri pembeda. Lyons (1977:323) menjelaskan fitur makna sebagai variabel makna yang dinilai dengan pemarkah, sebagai contoh, komponen BAHAN terdiri atas beberapa fitur bahan pembuat wadah seperti kaca, tanah liat, kayu dan sebagainya dan dituliskan dengan huruf

14 14 kapital namun dengan ukuran yang lebih kecil. Sebagai contoh; KACA, TANAH LIAT dan KAYU. Dalam penentuan fitur, Lőbner (2013: ) menyebutkan bahwa fitur semantik yang dipilih harus memberikan perbedaan yang cukup jelas dan dapat digunakan secara luas. Selain itu, pemberian nama fitur juga tidak harus menggunakan istilah-istilah yang sulit, karena salah satu sifat ideal fitur adalah bersifat umum dan universal namun tetap bersifat sebagai pembeda. Hal lain yang ditekankan dalam pembahasan fitur semantik adalah sifatnya yang tidak hanya membedakan namun juga bersifat komplementer. Dengan kata lain, fitur dapat digantikan dengan satu fitur biner yang mengasumsikan nilai + atau -. Sebagai contoh, leksem-leksem yang menyatakan wadah untuk minum untuk minuman beralkohol dan minuman non-alkohol. Fitur semantik yang dapat digunakan adalah [ALKOHOL] atau [NON-ALKOHOL]. Sebagai contoh, jika nilai fitur tersebut [+NON-ALKOHOL] berarti wadah digunakan untuk menampung minuman non alkohol, sebaliknya jika nilai fiturnya adalah [-NON-ALKOHOL] maka wadah digunakan untuk menampung minuman yang mengandung alkohol. Fitur-fitur yang telah ditentukan kemudian diberi pemarkah berupa notasi atau tanda (+) memiliki arti bahwa leksem tersebut memiliki fitur semantis yang dimaksud atau fitur tersebut wajib terdapat pada leksem tersebut. Tanda (-) memiliki arti bahwa leksem tersebut tidak memiliki fitur semantis yang dimaksud dan tanda (±) atau netral terhadap fitur semantis bersangkutan atau dengan kata lain, fitur tersebut dapat dimiliki atau tidak dimiliki oleh leksem yang diteliti.

15 15 Dalam Lehrer (1974:60-61) disebutkan bahwa penggunaan notasi pada suatu fitur harus digunakan secara teliti karena sifatnya yang tidak konsisten, terutama notasi (-). Hal ini disebabkan oleh notasi (-) dapat mengandung makna the absence of a feature atau ketidakhadiran fitur dan menentukan fitur positif yang kontras dengan (+) sehingga alangkah lebih baik jika notasi (-) digunakan sebagai penanda ketidakhadiran fitur tersebut pada leksem. Sebagai contoh, jika suatu wadah bernilai fitur [-KECIL] maka menandakan bahwa wadah tersebut berukuran besar, berbeda halnya jika fitur (-) digunakan dengan maksud menandakan ukuran yang bersifat sedang, maka penulisan fitur yang disarankan oleh adalah [-KECIL] [-BESAR] karena ukuran [SEDANG] tidak mencakup kedua fitur besar maupun kecil melainkan berada di tengahnya. Ciri pembeda adalah ciri khas nilai fitur suatu leksem saat dibandingkan dengan leksem lain dalam satu medan makna, sebagai contoh cup memiliki ciri [+TANAH LIAT] sementara tankard memiliki ciri [+LOGAM]. Wijana dan Rohmadi (2008:89) menyebutkan bahwa dalam analisis komponen makna, belum ada batasan khusus mengenai jumlah komponen makna yang harus diuraikan. Hal ini disebabkan oleh ketelitian rumusan makna dari sebuah kata diperoleh dengan banyaknya komponen makna yang dapat diuraikan. Dari komponen makna yang lebih umum ke komponen makna yang lebih khusus dapat dirumuskan definisi atau batasan sebuah kata (Wijana dan Rohmadi, 2008:89).

16 Hubungan Antar Makna Pada Tiap Leksem Sebagian besar penelitian mengenai analisis komponen makna membahas mengenai relasi makna antar leksem pada suatu kelompok makna. Penelitian ini juga membahas mengenai relasi makna antar leksem namun sebelum membahas hal tersebut, hubungan antar makna yang terkandung pada satu leksem juga akan dibahas terlebih dahulu. Suatu leksem dapat memiliki lebih dari satu makna, dan makna-makna tersebut dapat terkait antara satu makna dengan makna lainnya atau bahkan tidak berkaitan sama sekali. Nida (1975: ) menjelaskan empat tipe relasi makna (1) derivasi; dimana semua komponen penting terdapat dan menjadi satu dengan makna lain yang berbeda medan makna (2) substitusi atau penggantian (replacement); terdapat perubahan pada salah satu komponen dengan komponen lain yang mengubah makna namun tidak mempengaruhi atau mengubah medan maknanya. Sebagai contoh, prince dengan princess mengalami penggantian komponen jenis kelamin yakni MALE dan FEMALE. (3) perluasan figuratif, berkaitan dengan pergeseran medan makna yang di dalamnya relasi antara makna dasar dan makna perluasannya bergantung pada komponen suplemen atau komponen diagnostik (Wedhawati, 1990:151). Relasi makna yang paling akhir adalah (4) makna sampingan atau periferal (peripheral clustering); makna periferal berkaitan dengan makna sentral ditandai dengan adanya kesamaan komponen bersama. Komponen bersama tersebut berkaitan dengan komponen diagnostik yang saling berhubungan. Untuk lebih jelasnya, Nida (1975:130) memberikan contoh coat yang berasal dari medan

17 17 makna yang berbeda-beda. Coat yang merupakan bagian dari medan jaket, sweater, coat yang merupakan bagian dari fleece, pelt (bulu) dan coat yang merupakan bagian dari medan layer, coating dan sebagainya. Meskipun berasal dari 3 domain yang berbeda, ketiganya memiliki komponen yang sama yakni covering atau melindungi. Hubungan makna ketiganya adalah gambaran tipe relasi makna periferal Relasi Makna Leksem dalam suatu medan makna juga memiliki hubungan semantik antara satu dengan lainnya. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya.(chaer, 2007:297). Satuan bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah leksem-leksem dalam suatu kelompok makna. Hubungan-hubungan tersebut dalam Pateda (2010:200) meliputi sinonimi, antonimi, polisemi, homonimi dan hiponimi. Sesuai dengan pembahasan pada latar belakang dan relasi makna yang terbentuk antar leksem maka relasi makna yang dibahas meliputi relasi makna hiponimi Hiponimi Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain (Chaer, 2007:305). Senada dengan hal tersebut, Verhaar (2010:396) menyebutkan hubungan hiponim adalah hubungan antara yang lebih kecil dan yang lebih besar. Berbeda dengan hubungan sinonimi dan antonimi, hubungan dalam hiponimi bersifat satu arah

18 18 saja. Contoh, demitasse merupakan hiponim dari cup namun tidak serta merta dapat dikatakan bahwa cup merupakan hiponim dari demitasse. Posisi cup merupakan hipernim atau superodinat dari cup. Lebih lanjut, Wijana (2016:93) menjelaskan hiponim merupakan hubungan antara satuan bermakna umum dengan satuan bermakna khusus sementara hubungan diantara sesama anggota hiponim disebut dengan kohiponim sehingga dapat disimpulkan dari contoh diatas bahwa demitasse merupakan hiponim dari cup sementara hubungan antar leksem yang satu dengan lainnya disebut dengan kohiponim. Lyons (1977:292) menambahkan bahwa suatu leksem yang menjadi superodinate dari leksem dibawahnya dapat berposisi sebagai subordinate dari leksem lain yang memiliki makna lebih umum. Sebagai contoh, leksem snifter yang mengandung makna goblet sehingga dapat dikatakan sebagai hiponim dari leksem goblet dan leksem goblet merupakan hiponim dari leksem drinking vessel. Teori-teori yang telah dipaparkan pada pembahasan diatas menjadi acuan bagi peneliti untuk menjawab masalah-masalah yang telah dirumuskan pada babbab berikutnya. 1.8 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang memaparkan data secara apa adanya. Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan utama yakni (1) pengumpulan data yang mencakup pengklasifikasian data, (2) penganalisisan data yang telah diklasifikasikan dan (3) penyajian hasil dari analisis yang telah dilakukan.

19 Metode Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, mengumpulkan dan mencatat leksem-leksem yang memiliki makna wadah untuk minum dari kamus cetak Oxford Advanced Learner s Dictionary, Webster s Third New International Dictionary of The English Language Unabridged, (9 th Edition), Oxford English Dictionary dan Oxford Paperback Thesaurus serta kamus laman Macmillan Online Thesaurus, Cambridge Online Dictionary, Macmillan Online Dictionary dan Oxford Living Online Dictionary. Dari keseluruhan definisi yang tercatat, peneliti memilah beberapa definisi yang mengandung informasi yang berbeda-beda antara definisi dari kamus satu dengan lainnya. Sebagai contoh definisi leksem seidel dalam kamus Oxford Online Dictionary sama hampir sama dengan kamus Webster s Third New International Dictionary of English Language Unabridged maka dipilih salah satu definisi diantara kedua definisi tersebut. Nida (1975: ) menjelaskan bahwa salah satu sumber data yang digunakan dalam penentuan makna dalam bahasa asing adalah kamus (monolingual atau bilingual) dan daftar kosakata beserta glossnya. Dari pemerolehan data tersebut, ditentukan drinking vessel sebagai leksem yang memiliki makna paling umum dan dapat mewakili makna leksem-leksem lainnya.

20 20 Kedua, leksem-leksem yang telah ditemukan kemudian diklasifikasikan dengan kriteria sebagai berikut: (1) Leksem-leksem yang menyatakan wadah untuk minum (drinking vessel) bukan sebagai wadah untuk penyimpanan (container) seperti flagon, bottle tidak dicatat karena memiliki makna sebagai container. (2) Leksem yang merupakan serapan dari bahasa lain dan menyatakan wadah untuk minum dalam bahasa Inggris tetap dikategorikan sebagai data. Contoh: leksem demitasse. Guna mendukung informasi tambahan mengenai tiap leksem, peneliti menggunakan ensiklopedia Britannica Encyclopædia, Grolier Encyclopedia of Knowledge, Chambers Encyclopedia dan Everymann Encyclopedia sebagai sumber tambahan. Pemilihan ensiklopedia sebagai sumber data pendukung dengan pertimbangan bahwa ensiklopedia memuat berbagai informasi-informasi terutama informasi yang berhubungan dengan sejarah dan budaya selain dari apa yang tercantum di dalam kamus, artikel serta video yang membahas mengenai wadah untuk minum. Penelitian ini juga menggunakan korpus sebagai sumber contoh penggunaan leksem dalam kalimat. Korpus yang digunakan sebagai sumber referensi adalah BNC ( dan COCA ( Korpus digunakan hanya sebagai sumber referensi untuk meninjau bagaimana penggunaan leksem dalam kalimat pada umumnya.

21 Metode Analisis Data Analisis data dilakukan secara bertahap dengan tujuan menjawab ketiga rumusan masalah. Tahap pertama, memaparkan definisi-definisi yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam penguraian definisi, peneliti juga menguraikan etimologi dari tiap leksem dan bentuk dari leksem tersebut. Definsi makna tiap leksem menjadi acuan bagi peneliti untuk menentukan komponen makna dari tiap leksem. Dari pemaparan makna tersebut diperoleh komponen umum yang dimiliki oleh leksem yang mengandung makna drinking vessel yakni [for drinking]. Dalam menganalisis komponen diagnostik, peneliti mengadaptasi beberapa langkah-langkah yang disebutkan dalam Nida (1975:54) sebagai berikut: 1. Menentukan sejumlah makna yang diasumsikan berhubungan dan membentuk medan makna tertentu berdasarkan komponen umum yang dimiliki bersama. 2. Penentuan komponen yang cocok untuk makna sebuah butir leksikal atau lebih. Proses ini dilakukan dengan menganalisis fitur per fitur untuk menentukan komponen yang menjadi pembeda dari setiap leksem. 3. Menentukan komponen diagnostik yang cocok diterapkan pada tiap makna sebagai contoh komponen bentuk mewakili fitur pegangan, fitur tutup, tangkai dan sebagainya. 4. Mendeskripsikan komponen diagnostik dalam bentuk matriks atau diagram pohon dan dilengkapi dengan keterangan berupa kalimat.

22 22 Berdasarkan menjabaran komponen setiap leksem, ditemukan perbedaan tiap leksem melalui fitur-fitur pembedanya. Fitur-fitur tersebut dapat digunakan untuk merunut hubungan antar makna yang dimiliki tiap leksem dan relasi makna antar leksem yang mengandung makna drinking vessel. Selain menggunakan metode tersebut peneliti juga melakukan tes semantik berupa subtitusi leksem pada kalimat untuk menentukan apakah leksem-leksem tersebut memang memiliki komponen yang telah diperoleh. Peneliti juga menggunakan metode substitusi pada contoh kalimat pada bab IV untuk mengidentifikasi relasi makna antar leksem yang bersangkutan. Untuk lebih jelas, kalimat yang mengandung leksem yang disubstitusi atau diganti ditandai dengan tanda (*) Metode Penyajian Hasil Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian dengan bahasa Inggris sebagai objeknya, oleh karena itu terdapat tata cara penulisan yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman pembaca. Penulisan leksem dan kalimat dalam bahasa Inggris ditulis dengan cetak miring, contoh goblet. Leksem yang dicetak tebal dan digaris bawahi merupakan leksem yang menyatakan wadah untuk minum dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebagai terjemahannya. Selain itu, makna dari tiap leksem yang dijelaskan dalam paragraf diawali dan diakhiri dengan tanda ( ), komponen makna ditulis dengan huruf kapital dan fitur-fitur yang terdapat pada leksem ditulis dengan menggunakan tanda ([.]). Penyajian hasil data tidak hanya berupa uraian tetapi hasil analisis data juga disajikan dengan menggunakan tabel dan gambar. Tabel tersebut terdiri dari

23 23 kolom leksem, kolom komponen makna yang terdiri atas fitur dan sub-fitur. Leksem yang telah dianalisis kemudian disusun dari leksem yang paling umum hingga ke leksem yang khusus dan diberi pemarka. Pemarka [+] diberikan jika komponen yang bersangkutan terdapat dalam leksem sebaliknya, pemarka [-] diberikan jika leksem tersebut tidak memiliki komponen tersebut dan [±] jika komponen dapat dimiliki atau dapat tidak dimiliki leksem, seperti contoh tabel 1.5. Tabel. 1.5 Contoh tabel penyajian hasil analisis data KOMPONEN MAKNA LEKSIKON DRINKING VESSEL DALAM BAHASA INGGRIS LEKSEM Tanah Liat Logam Perak Emas BAHAN PEMBUAT Kaca Kayu Kertas Plastik Badan UKURAN seluruh Bentuk Badan Pegangan WUJUD Tangkai Besar Kecil Tinggi Rendah Cekung Lurus Cuping Pipih 1 sisi 2 sisi Tidak Panjang Pendek Tidak Kaki Fitur Tambahan ISI Jenis Minuman yang diwadahi Non- Alkohol Alkohol Suhu SITUASI Formal Tatakan Tutup Kopi Teh Air mineral Susu Bir Anggur Wiski Ale Brendi Panas Dingin Jamuan Upacara keagamaan informal CARA MINUM POSISI SAAT MINUM Meneguk Menyesap duduk berdiri bangsawan khusus PENGGUNA Tokoh agama umum

24 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan penelitian ini meliputi lima bab utama. Kelima bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Bab I memaparkan dasar-dasar penelitian yang terbagi atas sub-sub bab berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II memaparkan jawaban atas rumusan masalah pertama melalui pemaparan seluruh leksem-leksem yang mengandung makna drinking vessel dalam bahasa Inggris beserta maknanya. Pembahasan pada bab III difokuskan terhadap hasil analisis komponen makna leksem-leksem yang telah disebutkan pada bab II. Bab IV memaparkan hubungan antar makna tiap leksem yang mengandung makna drinking vessel. Selain itu, pada bab IV juga akan dibahas relasi makna antar leksem. Bab penutup, bab V berisi simpulan dan saran. Pada bagian terakhir, peneliti menyertakan daftar pustaka dan daftar laman serta lampiran contoh kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kata yang tepat di dalam sebuah tuturan diperlukan guna terciptanya saling kesepahaman diantara penutur seperti yang diungkapkan oleh Leech, (2003: 16),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya permasalahan kategori ini sehingga tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. judul English Verb Classes and Alternations A Preliminary Investigation.

BAB I PENDAHULUAN. judul English Verb Classes and Alternations A Preliminary Investigation. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini terilhami dari sebuah hasil penelitian mengenai verba dalam bahasa Inggris yang telah dibukukan oleh Beth Levin pada tahun 1993 dengan judul English

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan

Lebih terperinci

BAB 3. Metodologi Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode

BAB 3. Metodologi Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode 29 BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode kualitatif yang bersifat deskriptif yang digunakan untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN)

ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) Bakdal Ginanjar Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan komunikasi. Verba ini sangat familiar dengan penutur bahasa Inggris karena

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan komunikasi. Verba ini sangat familiar dengan penutur bahasa Inggris karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Verba say dalam bahasa Inggris merupakan salah satu verba tindakan dalam kegiatan komunikasi. Verba ini sangat familiar dengan penutur bahasa Inggris karena fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Linguistik merupakan dasar dalam mempelajari keahlian berbahasa, atau biasa disebut dengan ilmu bahasa. Linguistik berasal dari kata Latin Lingua yang artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kebudayaan tersebut terlihat ketika masyarakat pada masa itu mampu

BAB I PENDAHULUAN. dan kebudayaan tersebut terlihat ketika masyarakat pada masa itu mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cara hidup manusia yang berkembang merupakan salah satu bukti adanya peradaban dan kebudayaan pada kehidupan masyarakatnya. Adanya peradaban dan kebudayaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nama diri merupakan cara manusia dalam mengidentifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Nama diri merupakan cara manusia dalam mengidentifikasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nama diri merupakan cara manusia dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi manusia lain. Selain itu, nama diri membawa dampak pada pembangunan konsep diri (Deluzain,

Lebih terperinci

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS Endang Sri Maruti marutiendang@gmail.com Universitas PGRI Madiun Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan beberapa bentuk relasi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula ada bahasa tanpa masyarakat, karena bahasa merupakan alat penghubung

BAB I PENDAHULUAN. pula ada bahasa tanpa masyarakat, karena bahasa merupakan alat penghubung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Badudu (1989:3), bukan hal yang baru lagi jika dikatakan bahwa bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Tidak mungkin ada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif yang disajikan oleh majalah Oto Plus. Majalah ini terbit setiap

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif yang disajikan oleh majalah Oto Plus. Majalah ini terbit setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah Oto Plus adalah majalah yang mengupas tentang berbagai bidang otomotif, diantaranya adalah bidang modifikasi, modif balap dan masih banyak lagi bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinonimi adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun, memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata atau padanan kata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengungkapkan gagasan dengan tepat dan jelas diperlukan diksi

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengungkapkan gagasan dengan tepat dan jelas diperlukan diksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengungkapkan gagasan dengan tepat dan jelas diperlukan diksi atau pemilihan kata yang tepat guna menciptakan saling kesepahaman antar penutur. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan pengertian sesuai dengan pijakan teori yang dianut dalam suatu penelitian. Dalam

Lebih terperinci

LEKSEM BERMAKNA MENGELUPAS DALAM BAHASA JAWA

LEKSEM BERMAKNA MENGELUPAS DALAM BAHASA JAWA HUMANIORA Sri Nardiati, Leksem Bermakna Mengelupas dalam Bahasa Jawa VOLUME 17 No. 2 Juni 2005 Halaman 179-187 LEKSEM BERMAKNA MENGELUPAS DALAM BAHASA JAWA Sri Nardiati* ABSTRAK The paper describes a group

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi akan berlangsung

Lebih terperinci

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG. Skripsi. Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM :

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG. Skripsi. Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM : RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG Skripsi Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM : 090702005 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN SASTRA

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara semantik atau pragmatik. Kajian makna bahasa seharusnya tidak terlepas dari konteks mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bahasa adalah suatu simbol bunyi yang dihasilkan oleh indera pengucapan manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi sangat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago, kango dan gairaigo. Wago ( 和語 ) adalah kosakata bahasa Jepang asli yang biasanya ditulis dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, manusia dapat berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan Negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba AMBIL, komponen semantis, kategorisasi, makna, polisemi, dan sintaksis

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA PERALATAN DAPUR MASYARAKAT ROKAN HULU. Elvina Syahrir Balai Bahasa Provinsi Riau Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru Pos-el:

MEDAN MAKNA PERALATAN DAPUR MASYARAKAT ROKAN HULU. Elvina Syahrir Balai Bahasa Provinsi Riau Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru Pos-el: MEDAN MAKNA PERALATAN DAPUR MASYARAKAT ROKAN HULU Elvina Syahrir Balai Bahasa Provinsi Riau Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru 28293 Pos-el: Abstract This research discusses about semantic field

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak dikenal adanya kata serapan (gairaigo). Banyaknya pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak dikenal adanya kata serapan (gairaigo). Banyaknya pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata serapan merupakan kosakata dari bahasa asing yang sudah diakulturasi ke dalam bahasa lain. Bahasa Jepang, seperti bahasa-bahasa lain di dunia, merupakan bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Semantik Kata semantik atau semasiologi diturunkan dari kata Yunani semainein: bermakna atau berarti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi manusia bisa saling berinteraksi. Salah satu alat komunikasi manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN

SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN KONTEKS BAHASA ACEH BESAR Isda Pramuniati Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Hubungan Semantik dengan kehidupan manusia sangat dekat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Ciri khas ini bisa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari 128 BAB V PENUTUP Pembahasan terakhir dalam tulisan ini mengenai simpulan dan saran. Bab ini terdiri atas dua subbab. Subbab pertama membahas mengenai simpulan dari temuan dan hasil analisis. Subbab kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekian banyak majalah remaja ternama di Indonesia, ada sebuah majalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekian banyak majalah remaja ternama di Indonesia, ada sebuah majalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekian banyak majalah remaja ternama di Indonesia, ada sebuah majalah yang cukup dikenal dan menjadi trend para anak remaja, khususnya remaja puteri. Majalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:740) arti dari kata metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipelajari secara sosial oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipelajari secara sosial oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipelajari secara sosial oleh manusia untuk menyampaikan pendapat dan maksud yang tersimpan di dalam pikiran ketika berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA MATERIAL DALAM TERJEMAHAN KUMPULAN CERITA PENDEK MADEMOISELLE FIFI KARYA GUY DE MAUPASSANT

ANALISIS BUDAYA MATERIAL DALAM TERJEMAHAN KUMPULAN CERITA PENDEK MADEMOISELLE FIFI KARYA GUY DE MAUPASSANT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berinteraksi antara sesamanya, manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi, gagasan, pendapat serta untuk mengekspresikan diri dan perasaan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana BAB V PENUTUP Bab V ini memuat dua aspek, yakni (1) simpulan dan (2) saran. Kedua aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 5.1 Simpulan Sesuai dengan jumlah masalah yang telah dirumuskan, simpulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata,

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa yang perlu dimiliki oleh siswa. Melalui menulis siswa bisa mengekspresikan kekayaan ilmu, pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari bahasa asing bukanlah suatu hal yang mudah. Perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari bahasa asing bukanlah suatu hal yang mudah. Perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari bahasa asing bukanlah suatu hal yang mudah. Perbedaan budaya, struktur, kosakata dan tata bahasa adalah contoh beberapa faktor yang membuat pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia merupakan bahasa daerah yang paling banyak pemakainya. Hal ini disebabkan karena dari seluruh jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berinteraksi dengan sesama. Baik untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang ada

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. bahkan dunia seseorang dengan Tuhannya (Pateda, 1993:6). Tanpa adanya bahasa

Bab 1. Pendahuluan. bahkan dunia seseorang dengan Tuhannya (Pateda, 1993:6). Tanpa adanya bahasa Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalankan kegiatan, baik sebagai mahasiswa, dosen, karyawan, ibu rumah tangga dan lain-lain yang tentunya kita sebagai mahkluk sosial, tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan kalimat, dan sejalan dengan itu kata dan kalimat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara semantis, setiap satuan lingual memiliki hubungan dengan satuan lingual lain. Hubungan tersebut berupa hubungan makna atau disebut juga relasi makna.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Giovanni (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perubahan Makna

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Giovanni (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perubahan Makna BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa skripsi maupun jurnal penelitian, ditemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri. Namun seiring perkembangan semua itu telah berubah seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk memberikan informasi kepada orang lain. Bahasa pada prinsipnya digunakan untuk menyampaikan pesan

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makna di dalam pemakaiannya. Dalam kaitannya dengan makna, Lakoff (1987:593)

BAB I PENDAHULUAN. makna di dalam pemakaiannya. Dalam kaitannya dengan makna, Lakoff (1987:593) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makna merupakan aspek yang sangat penting dalam sebuah bahasa. Purnama (2006) berpendapat bahwa bahasa mempunyai manfaat karena mampu membawa makna di dalam pemakaiannya.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga 320 BAB VII KESIMPULAN Kosakata bahasa Prancis yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia secara difusi dikenal dan digunakan dari masa kolonial Eropa di Indonesia hingga saat ini. Kosakata bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wijana, 2011:1). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa peran

BAB I PENDAHULUAN. (Wijana, 2011:1). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia atau tulisan sebagai representasi ujaran itu (Wijana, 2011:1).

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mengandung berbagai makna (Ekoyanantiasih, dkk., 2007: 1).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mengandung berbagai makna (Ekoyanantiasih, dkk., 2007: 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan itu (Sumarsono, 2011: 20). Sebagai

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Arti dari bahasa dalam kamus bahasa Inggris Longman dictionary of contemporary

Bab 1. Pendahuluan. Arti dari bahasa dalam kamus bahasa Inggris Longman dictionary of contemporary Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Arti dari bahasa dalam kamus bahasa Inggris Longman dictionary of contemporary English (2005:903) adalah a system of communication by written or spoken words which

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR KAMUS UMUM MONOLINGUAL BAHASA INDONESIA ARTIKEL E-JOURNAL

ANALISIS STRUKTUR KAMUS UMUM MONOLINGUAL BAHASA INDONESIA ARTIKEL E-JOURNAL ANALISIS STRUKTUR KAMUS UMUM MONOLINGUAL BAHASA INDONESIA ARTIKEL E-JOURNAL Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam BAB III, akan dipaparkan metode, definisi operasional, uraian data dan korpus, instrumen, teknik pengumpulan, dan teknik pengolahan. Adapun pemaparan hal-hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bukan suatu khayalan yang tidak tampak (Language may be form and not

BAB I PENDAHULUAN. dan bukan suatu khayalan yang tidak tampak (Language may be form and not 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa secara umum adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi dengan suatu kelompok atau masyarakat dan harus dipahami oleh pemakainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri yang sekaligus menjadi hakikat setiap bahasa adalah bersifat dinamis (Chaer, 2003: 53). Dinamis dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1 Pengantar Di dalam bab ini akan disajikan mengenai teori medan makna oleh Leech (1983), pengertian kehiponiman yang dikemukakan oleh Lyons (1977), Verhaar (1978) dan teori yang

Lebih terperinci

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) Doretha Amaya Dhori 1, Wahyudi Rahmat², Ria Satini² 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci