BAB I PENDAHULUAN. Nama diri merupakan cara manusia dalam mengidentifikasi dan
|
|
- Yuliana Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nama diri merupakan cara manusia dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi manusia lain. Selain itu, nama diri membawa dampak pada pembangunan konsep diri (Deluzain, 1996). Dicontohkan seorang anak yang dijuluki Stinky bau menyebabkan anak itu menjadi penyendiri karena ia merasa dirinya bau, meskipun kenyataannya tidak. Selain berdampak pada pembangunan konsep diri, nama diri dipercaya memegang peranan penting dalam hubungan antarmanusia sehingga dihubungkan dengan hal magis. Contohnya suku bangsa Masai di Afrika tidak boleh menyebut nama diri orang yang sudah meninggal. Jika ada kata sehari-hari yang kebetulan mirip bunyinya seperti nama itu pun, kata itu harus diganti (Ullmann, 2007:84). Dalam budaya suku bangsa Jawa, nama diri diberikan pada hari kelima setelah kelahiran melalui ritual yang disebut sepasaran bayi. Sepasaran bayi merupakan ritual adat Jawa untuk memberikan nama. Biasanya dalam sepasaran disertai dengan kenduri dan bancakan (Sholikhin, 2010:111). Namun, beberapa penganut agama Islam menggeser tanggal untuk memberikan nama pada ritual akikah yang dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Hal ini sesuai ajaran agama Islam untuk menamai anak, menyembelih kambing, dan memotong rambut anak pada hari ketujuh. 1
2 2 Dalam memberikan nama diri, pemberi nama memilih nama diri laki-laki digunakan untuk laki-laki dan nama diri perempuan digunakan untuk perempuan. Hal tersebut dilakukan pula dalam penamaan nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (selanjutnya disebut suku bangsa Jawa di DIY). Secara umum nama diri suku bangsa Jawa di DIY memiliki penanda khusus untuk membedakan nama diri laki-laki dan perempuan berupa suku kata atau kata tertentu. Contohnya adanya suku kata -wan di akhir kata menandakan nama diri tersebut merupakan nama diri laki-laki, sedangkan suku kata -wati di akhir kata menandakan nama diri tersebut merupakan nama diri perempuan. Namun, seiring perkembangan zaman, banyak suku bangsa Jawa yang menggunakan bahasa asing dalam nama diri mereka. Hal ini terlihat dari banyaknya penggunaan bahasa asing, seperti bahasa Arab dan bahasa di Eropa pada nama diri suku bangsa Jawa sehingga sekarang tidak dapat dijumpai lagi pola-pola tertentu yang menjadi penanda untuk nama diri laki-laki dan perempuan bagi orang Jawa seperti halnya nama-nama diri pada beberapa puluh tahun sebelumnya. Dalam data, perempuan suku bangsa Jawa yang terlahir di tahun 1990-an sudah jarang yang menggunakan suku kata -yem, -nem, dan -jem, sedangkan laki-laki suku bangsa Jawa sudah jarang pula menggunakan suku kata -man, -run, -rin, dan Slamet. Penanda tersebut merupakan penanda bagi nama diri laki-laki dan perempuan menurut penelitian Uhlenbeck (1982). Tidak lagi digunakannya beberapa penanda untuk nama diri laki-laki dan perempuan menyebabkan batasan antara keduanya tidak lagi jelas. Saat ini lebih sulit mengetahui secara pasti nama diri lebih cocok digunakan untuk laki-laki atau
3 3 perempuan dibandingkan beberapa puluh tahun sebelumnya. Bukan berarti nama diri kelahiran 1990-an tidak memiliki pola-pola pemarkah, tetap saja dimungkinkan terdapat pola-pola baru yang membatasi nama diri laki-laki dan perempuan yang menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, diperlukan penelitian baru yang membahas persamaan dan perbedaan nama diri laki-laki dan perempuan berdasarkan variasi bentuk dan fitur semantiknya. 1.2 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berada dalam kerangka teori sosiosemantik. Pemakaian teori sosiolinguisik berfokus pada penjelasan terkait penyebab variasi bentuk, seperti pemilihan bahasa, kelas kata, jumlah kata, dan penggunaan fonem dan kata tertentu pada nama diri suku bangsa Jawa di DIY. Pemakaian teori semantik berfokus pada fitur semantik dalam nama diri suku bangsa Jawa di DIY. Nama diri yang dijadikan data adalah nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an yang lahir di DIY dan memiliki orang tua yang berasal dari DIY. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apa saja variasi bentuk nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di DIY? 2. Bagaimana fitur semantik nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di DIY?
4 4 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengklasifikasi variasi bentuk nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di DIY. 2. Menguraikan fitur semantik nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di DIY. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik praktis maupun teoretis. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat umum agar dapat memahami penanda yang menjadi pemarkah nama diri laki-laki dan nama diri perempuan sehingga mengurangi kesalahan nama diri yang dipakai laki-laki dianggap sebagai nama diri perempuan dan begitu pula sebaliknya. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu linguistik, khususnya sosiosemantik yang mengkaji tentang nama diri. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai nama telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Berikut dipaparkan beberapa penelitian yang mengkaji nama sebagai objek kajian. Penelitian mengenai nama diri Etnik Jawa pernah dilakukan Wibowo (2001). Penamaan nama diri dalam masyarakat Jawa dapat dirunut dengan memperhatikan formulasi vokal yang dipergunakan dalam nama itu sebagai suatu kata;
5 5 memperhatikan suku akhir komponen nama yang dapat menandai gender; dan memperhatikan jum-lah silabe/suku kata pada nama itu. Selain itu, penamaan dapat dilakukan secara arbitrer (penamaan sekadar untuk membedakan dengan orang lain dan nama itu tidak diketahui arti dan asal-muasalnya) dan non-arbitrer (memiliki padanan dengan leksikon lain; mengandung tujuan, harapan, cita-cita; menggambarkan aspek historisitas kelahiran, dan sebagainya) Di samping itu, dapat pula diketahui bahwa penamaan anak dalam masyarakat Jawa umumnya dipertimbangkan dengan baik demi keselamatan si anak dalam menjalani tahapantahapan kehidupannya meskipun dalam perkembangannya dapat dinyatakan bahwa sistematisasi penamaan ini mulai melonggar karena perubahan zaman. Selanjutnya, penamaan seseorang dalam masyarakat Jawa ternyata memiliki fungsi-fungsi tertentu. Secara esensial penamaan tersebut digunakan sebagai penanda identitas keberadaan seseorang di dalam suatu masyarakat. Beberapa fungsi yang lain muncul sebagai upaya pemenuhan kebutuhan situasional/kondisional, misalnya untuk penghormatan, penanda urutan, penanda jenis kelamin, keakraban, kerahasiaan, dan sebagainya. Penelitian mengenai nama diri di Jawa pernah dilakukan Sahayu (2015) yang mengkaji nama diri pada masyarakat Jawa di Yogyakarta. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan, yaitu nama diri pada masyarakat Jawa di Yogyakarta berupa kata dan kelompok kata. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa, bahasa campuran, dan bahasa asing. Fitur semantis yang ditemukan berkaitan dengan harapan, pengingat kejadian, patronimik, dan penanda jenis kelamin. Kata pengungkap fitur semantis tersebut mengalami perubahan dari 1970-an ke 2000-an
6 6 karena mobilitas, koneksitas, dan kemajuan teknologi yang menjembatani terjadinya kontak bahasa dan budaya. Penelitian lain dilakukan Sedyaningrum (2012) yang mengkaji sistem penamaan masyarakat Jawa di Kabupaten Purworejo. Sedyaningrum mengkaji sistem penamaan tersebut menggunakan sosiosemantik. Hasil penelitiannya, yaitu identifikasi nama berdasarkan jenis-jenis, fungsi, dan struktur penamaan. Selain itu, terdapat motivasi dalam pembentukan nama terdiri dari faktor referen, arti, dan aspek kebahasaan. Sementara itu, terdapat proses pemberian nama terkait dengan peran sosial dalam masyarakat, misalnya tempat kelahiran, usia, jenis kelamin, pekerjaan, religi, dan budaya. Penelitian mengenai nama di Jawa juga dilakukan oleh Dianawati (1998) yang mengkaji tentang nama-nama orang Jawa yang dianalisis menggunakan morfo-semantis. Hasil penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan tentang nama yang dilihat secara morfologis dan semantis. Secara morfologis, nama orang-orang Jawa dibagi menjadi nama monomorfemis dan polimorfemis. Secara semantis, nama orang-orang Jawa dibagi berdasarkan makna menjadi 1) nama yang bermakna bunga dan indah 2) nama yang bermakna selamat 3) nama yang bermakna sifat baik 4) nama yang bermakna sifat dan keadaan 5) nama yang bermakna peristiwa 6) nama yang diambil dari nama tokoh 7) nama yang diambil dari nama tempat 8) nama yang diambil dari urutan kelahiran 9) nama yang bermakna waktu, baik dari hari kelahiran dan bulan kelahiran Penelitian tentang nama yang lain dilakukan Hidayat (2010) yang melakukan kajian fonologis dan gramatikal nama-nama Arab dengan objek kajian nama calon
7 7 mahasiswa Universitas Gadjah Mada tahun Penelitian yang dilakukan Hidayat menghasilkan kesimpulan, yaitu ditemukan 41 penyimpangan fonologis, dengan rincian 13 penyimpangan penulisan fonem vokal dan 28 penulisan fonem konsonan. Dalam penyimpangan penulisan fonem vokal dan konsonan ditemukan 32 penyimpangan fonetis karena tidak memiliki pasangan minimal. Selain itu, ditemukan 4 penyimpangan secara gramatikal. Penelitian lain dilakukan Irmayani (2012) yang mengkaji sistem penamaan nama diri etnik Tionghoa di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan. Hasil penelitian pertama, yaitu perkembangan penamaan nama diri etnik Tionghoa di Kota Pontianak mengalami dua kemungkinan, 1) tetap terjaga 2) dapat bergeser. Hasil penelitian kedua, yaitu masyarakat Tionghoa di Pontianak menyandang nama diri dalam bentuk empat tipe, yaitu menyandang nama Tionghoa, Indonesia, Eropa/Amerika, dan beralias. Tahun nama Tionghoa yang paling sering digunakan. Tahun an nama Indonesia yang paling sering digunakan. Tahun 1990-an hingga sekarang penggunaan nama Eropa/Amerika semakin meningkat intensitasnya. Pemakaian nama pada umumnya menggeser bentuk nama diri dari konsep asli budaya mereka tetapi tetap menggunakan unsur marga dan generasi dalam konsep baru. Penelitian yang dilakukan Rosiana (2015) mengkaji tentang sistem nama personal masyarakat Prancis. Rosiana menyimpulkan bahwa sistem nama personal dalam bahasa Prancis terdiri dari nama depan, nama belakang, dan unsur tidak wajib bernama particule. Nama personal Prancis secara etimologis dikelompokkan menjadi kelompok tumbuhan, profesi, ciri fisik, hewan, nama tempat, dan nama
8 8 benda. Pengaruh bahasa asing menyebabkan wanita tidak harus mengganti nama keluarga menjadi nama keluarga suami. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, penelitian mengenai pemarkah nama diri laki-laki dan perempuan suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari segi bentuk dan makna belum diteliti sebelumnya. 1.7 Landasan Teori Nama Diri Laki-Laki dan Perempuan Penyelidikan tentang asal-usul, bentuk, dan makna nama diri, terutama nama orang dan tempat disebut dengan onomastika. Onomastika mengkaji nama secara umum, baik nama untuk manusia, hewan, tumbuhan, tempat, dan sebagainya. Di bawah onomastika terdapat cabang bernama antroponimi, yang mengkhususkan kajian tentang nama diri. Antroponimi merupakan cabang linguistik yang khusus mengkaji tentang nama diri, baik secara diakronis maupun secara sinkronis (Felecan, 2012:18). Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak sulit membedakan nama diri dengan nomina pada umumnya. Jika dituliskan, nama diri ditulis dengan huruf pertama kapital pada tiap kata. Namun, tidak selalu mudah mengetahui pembeda nama diri dengan nomina. Untuk itu, Ullmann (2007:86) memberikan beberapa kriteria untuk mendefinisikan nama diri sebagai pembeda dengan nomina, yaitu 1) keunikan, 2) identifikasi, 3) denotasi dan konotasi, 4) bunyi distingtif, dan 5) kriteria gramatikal.
9 9 Dalam memberikan nama kepada penyandang nama, pemberi nama memikirkan nama diri yang diberikan merupakan nama untuk laki-laki atau perempuan. Namun, untuk menilai nama diri termasuk dalam nama diri laki-laki atau nama diri perempuan, belum ada penggolongan yang jelas. Beberapa usaha linguis telah dilakukan, di antaranya Barry dan Harper yang merumuskan phonetic gender score. Melalui metode ini, terdapat skor tertentu yang dapat menggolongkan suatu nama termasuk dalam maskulin atau feminin (Fredrickson, 2007:18). Akan tetapi, metode ini tidak tepat untuk banyak nama. Penelitian lain dilakukan Lieberson dan Bell yang meneliti 50 nama yang lahir di New York pada 1973 sampai Hasilnya, kebanyakan nama perempuan diakhiri oleh huruf vokal dan schwa (semacam glotal) (Lieberson dan Bell dalam Barry, 1995:810). Meskipun belum ada kaidah yang baku, secara umum orang dengan kondisi budaya yang sama tetap dapat menebak dengan cukup akurat nama diri yang termasuk laki-laki atau perempuan. Alford (dalam Fredrickson, 2007:4) berpendapat bahwa orang dapat menebak dengan benar karena hal-hal berikut. 1) Makna semantik pada nama tersebut merujuk pada salah satu gender; 2) Informasi morfologis, seperti afiksasi, penggunaan huruf tertentu; 3) Pengetahuan mengenai nama maskulin dan feminin dalam suatu budaya. Namun, teori-teori tersebut belum mampu memberikan batasan yang akurat tentang nama diri maskulin dan feminin untuk semua nama yang ada di dunia. Hal tersebut disebabkan nama terkait dengan budaya dan bahasa pemberi nama tersebut. Setiap budaya memiliki norma yang berbeda sehingga pemberian nama diri pun memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda. Bahasa yang berbeda-beda pun menjadi
10 10 faktor lain. Untuk itu, diperlukan penanda yang mampu menjelaskan nama diri maskulin dan feminin, dalam penelitian ini nama diri di suku bangsa Jawa di DIY, agar tidak ada lagi kesalahpahaman. Tidak semua nama diri merujuk secara tegas pada laki-laki atau perempuan. Suatu nama dapat saja dipakai secara seimbang dan luwes untuk laki-laki dan perempuan sehingga nama tersebut tidak dapat diidentifikasi sebagai nama diri lakilaki atau nama diri perempuan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak hanya menampilkan pola-pola yang terlihat jelas dapat membedakan antara nama diri lakilaki dan perempuan, tetapi juga deskripsi atas pola-pola yang dapat dipakai baik oleh nama diri laki-laki atau nama diri perempuan. Dalam penamaan suku bangsa Jawa, Uhlenbeck (1982:373) membaginya menjadi nama bermotivasi dan nama tidak bermotivasi. Nama bermotivasi adalah nama yang terdapat juga di bagian lain dalam leksikon bahasa Jawa. Nama tidak bermotivasi adalah nama yang tampak khas Jawa semata-mata karena bentuk fonisnya. Pengertian sejenis diutarakan Wibowo (2001:49) yang menyatakan bahwa nama bermotivasi adalah nama yang dapat dirunut asalnya, memiliki hubungan langsung antara nama dan maknanya. Sementara itu, nama tidak bermotivasi adalah nama yang tidak dapat dirunut asalnya, mengapa diberi nama itu. Istilah nama bermotivasi disandingkan Wibowo (2001:48) dengan istilah nama nonarbitrer, sedangkan istilah nama tidak bermotivasi disandingkan dengan istilah nama arbitrer. Hal ini didasarkan bahwa setiap nama setidaknya memiliki motivasi sebagai pembeda dengan orang lain, sehingga istilah nama tidak
11 11 bermotivasi tidak tepat. Untuk itu, pada penelitian ini pun menggunakan istilah nama arbitrer, yang merujuk pada nama yang manasuka dipilih oleh pemberi nama, dan nama nonarbitrer, yang merujuk pada nama yang dipilih berdasarkan referen yang diacu pemberi nama. Baik nama arbitrer maupun nama nonarbitrer digunakan oleh nama kecil lakilaki kelas rendah dan nama perempuan kelas rendah, serta nama kecil laki-laki kelas atas dan nama perempuan kelas atas. Sementara itu, nama tua laki-laki kelas rendah maupun atas lebih mengarah pada nama nonarbitrer. Disebut demikian karena nama yang disegmentasikan menjadi dua bagian tersebut dalam kebanyakan kasus identik dengan kata-kata kesusastraan dan menggunakan bahasa Sanskerta--ciri yang sama dengan nama nonarbitrer Suku Bangsa Jawa Objek penelitian ini berupa nama diri suku bangsa Jawa, untuk itu terlebih dahulu dijelaskan suku bangsa Jawa yang dimaksud dalam penelitian ini. Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga (Koentrajaningrat, 2015:264). Lebih lanjut dijelaskan Koentjaraningrat bahwa tidak selalu dikuatkan oleh kesatuan bahasa dicontohkan dengan suku bangsa yang ada di Flores, seperti Manggarai, Ngada, Sikka, Riung, Nage-Keo, Ende, dan Larantuka. Masing-masing suku bangsa tersebut memiliki bahasa khusus masing-masing. Namun demikian, jika mereka merantau dalam kelompok dan daerah lain, mereka kemudian
12 12 mengidentifikasi dirinya sebagai orang Flores, tidak sebagai Manggarai, Ngada, dan sebagainya. Berbeda dengan orang Jawa, ketika mereka merantau, identitas mereka tetap sebagai bagian dari suku bangsa Jawa. Untuk itu, suku bangsa Jawa bukanlah pengecualian dari pengertian yang disebut tidak selalu oleh Koentjaraningrat. Berarti, suku bangsa Jawa dikuatkan oleh kesatuan bahasa Jawa yang menjadi pemarkah antara mereka dengan suku bangsa yang lain. Digunakannya bahasa Jawa sebagai identitas bagi suku bangsa Jawa mendasari pengertian suku bangsa Jawa dalam penelitian ini, yaitu suku bangsa yang menggunakan bahasa Jawa. Untuk itu, responden yang dipilih adalah suku bangsa Jawa yang ditandai dengan kemampuan berbahasa Jawa. Selain itu, untuk menguatkan identitas suku bangsa Jawa, syarat lain agar layak dijadikan responden ditambahkan, yaitu tempat tinggal berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi daerah kajian dan aspek keturunan berupa orang tua asli suku bangsa Jawa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditandai dengan bahasa dan tempat tinggal asal orang tua. Penggunaan kriteria usia 1990-an dilakukan karena nama diri suku bangsa Jawa 1990-an memiliki perbedaan ciri-ciri dengan nama diri pada tahun-tahun sebelumnya. Dicontohkan Uhlenbeck (1982:373) bahwa nama pada orang dewasa tahun 1980-an terbagi menjadi nama bermotivasi (atau nama nonarbitrer) dan nama tidak bermotivasi (atau nama arbitrer), sedangkan pada data nama diri kelahiran 1990-an nama diri yang dikumpulkan hampir keseluruhan merupakan nama diri
13 13 nonarbitrer. Selain itu, nama diri yang sebelumnya berasal dari bahasa Jawa dan Sanskerta menjadi lebih beragam, dengan banyaknya nama diri yang berasal dari bahasa Arab dan beberapa dari bahasa di Eropa. Perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan pemarkah antara nama diri laki-laki dan perempuan tidak lagi jelas sehingga penelitian ini membatasi data pada nama diri kelahiran 1990-an untuk mengidentifikasi pemarkah nama diri laki-laki dan perempuan kelahiran 1990-an Fitur Semantik Analisis makna kata seringkali dilihat sebagai suatu proses memilahmilahkan pengertian suatu kata ke dalam ciri-ciri khusus minimalnya, yaitu ke dalam komponen yang kontras dengan komponen lain (Leech, 2003:123). Sejalan dengan Leech, Kempson (dalam Subroto, 2011:98) menerangkan bahwa analisis komponen makna berupa arti kata-kata yang dianalisis bukan sebagai konsep yang bersifat kesatuan melainkan sebagai suatu kompleksitas yang terbangun dari komponen-komponen makna yang paling kecil. Komponen itu disebut sebagai fitur semantik. Lebih lanjut Nida menjelaskan bahwa analisis komponen dibagi menjadi tiga, yaitu komponen bersama (common component), komponen diagnostik (diagnostic component), dan komponen pelengkap atau suplemen (supplement component). Komponen bersama adalah komponen makna yang secara bersama dimiliki oleh leksem-leksem yang termasuk dalam medan leksikal atau ranah leksikal tertentu. Komponen makna diagnostik adalah komponen makna yang berperan atau berfungsi membedakan makna antarleksem yang termasuk dalam medan tersebut.
14 14 Komponen suplemen adalah komponen makna yang bersifat tambahan untuk menjelaskan lebih lanjut perbedaan antarleksem (Subroto, 2011:103). Dalam analisis komponen diperlukan notasi semantik untuk menandai fitur semantik. Notasi semantik di antaranya, tanda (+) yang menandai bahwa fitur semantik itu ada dan berfungsi membentuk leksem-leksem dalam suatu medan. Tanda (+) tersebut menunjukkan komponen bersama. Tanda (-) menunjukkan bahwa fitur semantik itu tidak ada atau tidak berfungsi. Tanda (-) tersebut menunjukkan komponen makna diagnostik. Tanda (+/-) atau (+) menandai fitur semantik itu dapat ada atau berfungsi, dapat pula tidak ada. Tanda 0 yang menandai fitur semantik itu tidak berfungsi pada tataran sistem namun barangkali berfunsi pada tataran ujaran (Subroto, 2011:106). Notasi semantik tersebut berfungsi sebagai tanda hubungan antara dua makna. Hubungan tersebut dapat berupa hiponimi atau inkompatibilitas. Hiponimi adalah memasukkan satu makna ke dalam makna yang lain, sementara inkompatibilitas adalah mengeluarkan satu makna dari makna yang lain (Leech, 2003:130). Misalnya woman memiliki fitur semantik (+)human (+)adult (-)male. Woman merupakan hiponimi dari grown-up karena memiliki fitur semantik (+)human (+)adult yang mana kedua definisi grown-up tersebut berada dalam definisi woman, yang sama-sama ditandai notasi semantik (+). Sementara itu, imkompatibilitas terlihat dari adanya pertentangan (+) dan (-) dalam fitur semantik yang berbeda, seperti woman memiliki fitur semantik (+)human (+)adult (-)male dan child memiliki fitur semantik (+)human (-)adult 0male. (+)adult dalam woman dan (-)adult dalam child inilah yang disebut inkompatibilitas.
15 Data dan Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap penyediaan data, data dikumpulkan dari nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di DIY. Penyediaan data dilakukan dengan kuesioner pada Januari Kuesioner tersebut berisi nama, jenis kelamin, tempat tinggal, tanggal lahir, agama, kontak responden, dan alasan pemberian nama. Penyediaan data dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut dilakukan agar data yang diambil sesuai, seperti isian jenis kelamin untuk mengetahui nama tersebut jelas merupakan nama yang digunakan laki-laki atau perempuan, isian tempat tinggal sebagai klarifikasi bahwa responden benar-benar tinggal di DIY, isian agama karena hasil budaya, termasuk nama diri, juga terpengaruh agama, dan isian tanggal lahir diperlukan untuk mengklarifikasi responden termasuk kelahiran 1990-an. Nama diri yang dipilih merupakan nama diri yang lahir pada tahun karena masih termasuk dalam satu generasi yang sama sehingga dimungkinkan memiliki pola penanda yang sama. Selain itu, terdapat isian makna dan alasan pemberian nama untuk mengetahui makna dan motivasi pemberian nama karena nama yang sama bisa jadi memiliki makna dan motivasi yang berbeda. Pemilihan data dilakukan dengan memilah data yang memiliki kualitas berupa latar belakang responden yang sesuai (yaitu berbahasa Jawa, tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan memiliki orang tua yang berasal dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), isian jawaban yang sesuai, responden memahami yang dituliskannya, dan memiliki persamaan atau perbedaan dengan data lain sehingga dapat
16 16 dibandingkan. Data nama diri tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin menjadi nama diri laki-laki dan nama diri perempuan. Dari pengumpulan kuesioner tersebut terkumpul 782 data dengan rincian 258 nama diri laki-laki dan 524 nama diri perempuan. Pada tahap analisis data, nama diri yang telah dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin kemudian dicari pola-pola yang terlihat dalam nama diri laki-laki dan perempuan. Pola-pola tersebut dilihat dari bentuk dan fitur semantik keduanya. Analisis dengan melihat bentuk dan fitur semantik dilakukan agar dapat melihat perbedaan dan persamaan dari segi bentuk dan fitur semantiknya. Kedua aspek ini dilakukan karena dimungkinkan hal yang tidak dapat membedakan dalam aspek bentuk, dimungkinkan dapat membedakan dalam aspek fitur semantik, atau sebaliknya, sehingga keduanya harus dianalisis. Untuk mengklarifikasi kebenaran isian alasan dan makna nama diri, digunakan konfirmator berupa Kamus Bahasa Jawa-Bahasa Indonesia (Wiktionary, Tanpa Tahun) dan Kamus Bahasa Sanskerta- Bahasa Indonesia (Wiktionary, Tanpa Tahun). Setelah ditemukan pola-pola tersebut, kemudian dengan menggunakan metode padan, data-data tersebut dibandingkan untuk mengetahui pola-pola apa saja yang dapat membedakan dan pola-pola apa saja yang tidak membedakan antara nama diri laki-laki dan perempuan. Beberapa pola memang tidak secara signifikan dapat membedakan nama diri laki-laki dan perempuan karena memang dapat dipakai oleh keduanya. Pola-pola yang dapat membedakan berfungsi sebagai pemarkah antara nama diri laki-laki dan perempuan. Pola-pola yang tidak dapat membedakan berfungsi sebagai deskripsi atas nama diri laki-laki dan perempuan. Baik pola yang dapat
17 17 membedakan maupun yang tidak dapat membedakan dijabarkan penyebab polapola tersebut dapat terjadi berdasarkan pernyataan pada isian kuesioner dan kondisi kultural yang menyebabkan pola-pola tersebut dapat terjadi. Namun, perlu dicatat bahwa pola-pola yang dijelaskan merupakan pola-pola yang dapat dipolakan. Dimungkinkan terdapat nama diri yang tidak mengikuti pola tersebut, dan itu bukan berarti nama tersebut bukan nama diri suku Jawa di DIY. Pada tahap penyajian hasil analisis data, data yang telah dianalisis kemudian disajikan secara formal dan informal. Secara formal hasil penelitian dituliskan dalam tabel dan secara informal hasil penelitian dituliskan dalam teks. 1.9 Sistematika Penyajian Laporan penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab pertama menyajikan pendahuluan berupa latar belakang, ruang lingkup penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, data dan metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab kedua menyajikan variasi bentuk nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di DIY. Bab ketiga menyajikan fitur semantik nama diri suku bangsa Jawa kelahiran 1990-an di DIY. Bab keempat menyajikan penutup berupa kesimpulan dan saran. Penomoran data dilakukan dengan menggunakan sistem campuran. Data yang telah muncul dapat diulang pada bagian analisis berikutnya. Data yang pertama kali muncul diberi nomor data (1), data kedua yang muncul diberi nomor data (2), dan seterusnya. Apabila terjadi pengulangan, data yang berulang tersebut tetap ditulis dengan nomor data awal kemunculannya.
BAB I PENDAHULUAN. yang biasanya diperoleh dari orang tuanya. Nama tersebut merupakan pertanda
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang hidup ditengah-tengah masyarakat pasti mempunyai nama, yang biasanya diperoleh dari orang tuanya. Nama tersebut merupakan pertanda eksistensi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN)
ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) Bakdal Ginanjar Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga
320 BAB VII KESIMPULAN Kosakata bahasa Prancis yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia secara difusi dikenal dan digunakan dari masa kolonial Eropa di Indonesia hingga saat ini. Kosakata bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kebudayaan tersebut terlihat ketika masyarakat pada masa itu mampu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cara hidup manusia yang berkembang merupakan salah satu bukti adanya peradaban dan kebudayaan pada kehidupan masyarakatnya. Adanya peradaban dan kebudayaan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini
Lebih terperinciIndonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Perbedaan suku bangsa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi penting bagi manusia. Bahasa dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi penting bagi manusia. Bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif yang disajikan oleh majalah Oto Plus. Majalah ini terbit setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah Oto Plus adalah majalah yang mengupas tentang berbagai bidang otomotif, diantaranya adalah bidang modifikasi, modif balap dan masih banyak lagi bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan
Lebih terperinciDESKRIPSI NAMA DIRI DI DESA SAMBIUNGGUL, KECAMATAN SAMBUNGMACAN, KABUPATEN SRAGEN: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK
DESKRIPSI NAMA DIRI DI DESA SAMBIUNGGUL, KECAMATAN SAMBUNGMACAN, KABUPATEN SRAGEN: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan
Lebih terperinciOBJEK LINGUISTIK = BAHASA
Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi atau alat penghubung antar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi atau alat penghubung antar manusia. Wujud alat komunikasi ini bisa menggunakan alat ucap manusia, atau bisa juga menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era
BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era globalisasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan bahasa. Mudahnya informasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk
Lebih terperinciBab 4. Simpulan. berbahasa ibu bahasa Indonesia, penulis menemukan hal yang sama seperti yang telah
Bab 4 Simpulan 4.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis pelafalan bahasa Jepang yang dilakukan responden yang berbahasa ibu bahasa Indonesia, penulis menemukan hal yang sama seperti yang telah dikemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago, kango dan gairaigo. Wago ( 和語 ) adalah kosakata bahasa Jepang asli yang biasanya ditulis dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan kalimat, dan sejalan dengan itu kata dan kalimat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat
Lebih terperinciMENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS
MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS Endang Sri Maruti marutiendang@gmail.com Universitas PGRI Madiun Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan beberapa bentuk relasi makna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini.
BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa
Lebih terperinciAnalisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo
Analisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo Oleh: Rinda Aprilia Eka Wati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Rindaapriliaekawati@gmail.com Abstrak: Penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada bahasa secara universal. Linguistik memiliki dua cabang pembagian yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang menelaah tentang asas-asas umum yang berlaku pada bahasa secara universal. Linguistik memiliki dua cabang pembagian yaitu linguistik mikro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin
Lebih terperinci: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul
Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)
Lebih terperinciANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH
47-51 ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH Asriani, Harunnun Rasyid dan Erfinawati Universitas Serambi Mekkah Email : asrianiusm82@gmail.com Diterima 14 Oktober 2017/Disetujui
Lebih terperinciSEJARAH ALIRAN LINGUISTIK
SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK Linguistik Tradisional Dalam pendidikan formal ada istilah kata tata bahasa tradisional dan tata bahasa structural. Kedua jenis tata bahasa ini banyak dibicarakan orang sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh suku, daerah dan bangsa dalam bersosial. Tanpa adanya bahasa, komunikasi antar manusia akan terhambat. Manusia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan aspek pandangan yaitu pada tahun 2000 oleh Chatarina dari Fakultas Ilmu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa
Lebih terperinciBAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik.
BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian Leksikon dalam pengobatan tradisional masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batik adalah budaya Indonesia yang menjadi salah satu ciri khas dan jati diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi akan berlangsung
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian Pustaka ini dilakukan dengan penelusuran atas penelitian sebelumnya, mengenai relasi makna yang membahas relasi
Lebih terperinciPengertian Universal dalam Bahasa
Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.
Lebih terperinciNama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI
Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan manusia dalam berbahasa yang merupakan komponen linguistik. Penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata merupakan salah satu unsur penting dalam pembetukan suatu bahasa salah satunya dalam suatu proses pembuatan karya tulis. Kategori kata sendiri merupakan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya permasalahan kategori ini sehingga tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat untuk membentuk hidup masyarakat. Bahasa merupakan sarana pikir bagi manusia. Berbagai unsur kelengkapan hidup manusia seperti kebudayaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Linguistik merupakan dasar dalam mempelajari keahlian berbahasa, atau biasa disebut dengan ilmu bahasa. Linguistik berasal dari kata Latin Lingua yang artinya
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Anggota Kelompok A.Khoirul N. Khoirunnisa M. J. Fida Adib Musta in Sub Pokok Bahasan EYD DIKSI KEILMUAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan lambang bunyi yang mempunyai arti dan fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan lambang bunyi yang mempunyai arti dan fungsi sebagai alat komunikasi. Bahasa dan kehidupan manusia merupakan dua hal yang sangat sulit untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau kelompok masyarakat untuk bekerja sama dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1983: 17), dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retno Eko Wulandari, 2013
BAB I PENDAHULUAN Pada bab I akan dipaparkan latar belakang, masalah penelitian yang meliputi identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode merupakan alat untuk menyederhanakan masalah, sehingga masalah tersebut dapat lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna, 2004, hlm; 34). Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: kamus, bahasa, sastra, istilah, kategori.
ABSTRAK Penelitian Kamus Bali-Indonesia Istilah Bahasa dan Sastra Bali bertujuan untuk mengetahui bentuk dan khazanah istilah yang terdapat dalam bahasa dan sastra Bali. Adapun teori yang digunakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kumpulan kompleks dari sistem-sistem yang saling berinteraksi, yang terbuka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa, sebagai sarana komunikasi antar manusia, merupakan suatu sistem yang dinamis karena selalu berubah dan berkembang seiring berjalannya waktu. Pernyataan ini
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, pendapat, dan perasaan seseorang kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah sarana atau media yang digunakan manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kata, baik berbentuk gramatikal maupun leksikal. Bahasa yang digunakan seharihari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kosakata bahasa Indonesia tidak terlepas dari proses pembentukan kata, baik berbentuk gramatikal maupun leksikal. Bahasa yang digunakan seharihari di masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa sebagai rangkaian makna yang bisa memberikan sesuatu arti untuk dapat dimengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sikap bahasa merupakan sebagian dari sosiolinguistik yang mengkaji tentang bahasa.
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sikap bahasa merupakan sebagian dari sosiolinguistik yang mengkaji tentang bahasa. Jadi sikap bahasa tidak bisa lepas dari sosiolinguistik. Kebebasan memilih dan menggunakan
Lebih terperinciBAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.
BAB X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya
Lebih terperinciBENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN
BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Asih Kurniawati pendidikan bahasa dan sastra jawa acih_kurnia@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi manusia bisa saling berinteraksi. Salah satu alat komunikasi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dapat menggunakan bentuk lain yakni dengan menggunakan simbol-simbol.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi atau alat penghubung antar manusia, yang dapat menggunakan bentuk lain yakni dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu penelitian, maka dibutuhkan sebuah metode penelitian. Metode ini dijadikan pijakan dalam
Lebih terperinciPengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya
Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa digunakan manusia sebagai alat untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan beradaptasi. Melalui bahasa,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Bahasa Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upacara adat dan ada juga yang berupa seni pertunjukan. Seni pertunjukan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta beraneka ragam. Para wisatawan tertarik datang ke provinsi ini untuk menyaksikan secara langsung bagaimana kebudayaan tersebut
Lebih terperinciANALISIS BUDAYA MATERIAL DALAM TERJEMAHAN KUMPULAN CERITA PENDEK MADEMOISELLE FIFI KARYA GUY DE MAUPASSANT
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berinteraksi antara sesamanya, manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi, gagasan, pendapat serta untuk mengekspresikan diri dan perasaan. Bahasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi
1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan tersebut terlihat pada berbagai kebudayaan serta adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik
Lebih terperinci