BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Siska Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara semantis, setiap satuan lingual memiliki hubungan dengan satuan lingual lain. Hubungan tersebut berupa hubungan makna atau disebut juga relasi makna. Relasi makna merupakan hubungan antarsatuan leksikal secara paradigmatik yang berdasarkan identitasnya dapat berbentuk sinonimi, hiponimi, atau antonimi. Cruse (1997:86) menguraikan bahwa relasi makna dapat berupa identity, inclusion, overlap, and disjunction. Identity identitas merupakan relasi antara satuan leksikal A dan B yang memiliki identitas atau keanggotaan yang sama, misalnya leksem burung dan ayam, yang keduanya merupakan anggota dari leksem unggas. Relasi tersebut berupa relasi yang menyamping di dalam hiponimi, misalnya A memiliki hiponim B dan C, B dan C itu terletak sejajar di bawah A. Inclusion penyertaan merupakan relasi ketika satuan leksikal B termasuk anggota dari satuan leksikal A. Relasi ini dapat berwujud hiponimi. Overlap tumpang tindih merupakan relasi ketika satuan leksikal A dan B memiliki keanggotaan bersama, tetapi ada beberapa yang salah satu satuan leksikalnya tidak dapat ditemukan dalam satuan yang lain. Overlap tumpang tindih dapat berbentuk relasi sinonimi. Disjunction pemisahan, yaitu hubungan kedua satuan leksikal, baik A maupun B tidak memiliki kenggotaan bersama. Disjunction pemisahan dapat berbentuk antonimi. Jadi, menurutnya relasi makna 1
2 2 antarsatuan leksikal dikelompokkan berdasarkan kebersamaan keanggotaan salah satu satuan leksikal dengan satuan leksikal lain. Berbeda dari pernyataan Cruse di atas, relasi makna dapat berbentuk sinonimi, antonimi, meronimi, dan sebagainya. Hal itu, seperti yang dinyatakan oleh Riemer (2010: 136) bahwa relationships like synonymy, antonymy, meronymy, and so on all concern the paradigmatic relations of an expression: the relations which determine the choice of one lexical item over another hubungan seperti sinonimi, antonimi, meronimi, dan seterusnya yang semuanya mengenai relasi paradigmatik dari leksem: hubungan yang menentukan pilihan dari satuan leksikal dengan yang lain. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat ditentukan bahwa relasi makna merupakan hubungan antarleksem secara paradigmatik atau berhubungan dengan unsur bahasa tingkat tertentu dengan unsur bahasa tingkat lain yang dapat dipertukarkan. Salah satu bentuk relasi makna yang memiliki kedudukan sentral di dalam semantik adalah relasi sinonimi. Menurut Cruse (1997: 267), synonyms, are lexical items whose senses are identical in respect of central semantic traits, but differ, if at all, only in respect of what we may provisionally describe as minor or peripheral traits sinonim, merupakan satuan leksikal yang identik di dalam hal makna sentral, tetapi berbeda mengenai apa yang sementara kita dapat deskripsikan sebagai makna tambahan atau periferal. Kesentralan makna dalam sinonimi mengacu pada pembedaan komponen makna antarsatuan leksikal berdasarkan persamaan maknanya. Hal itu tercermin pada satuan leksikal yang memiliki kesamaan makna di dalam suatu konteks kalimat, tetapi berbeda maknanya di dalam konteks kalimat yang lain. Sentral atau periferalnya makna
3 3 dalam sinonimi menentukan dapat atau tidaknya satuan leksikal yang bersinonim untuk saling menggantikan di dalam suatu konteks kalimat. Makna yang sentral dapat saling menggantikan dalam semua konteks kalimat. Sebaliknya, makna yang periferal tidak dapat saling menggantikan di dalam setiap konteks kalimat. Saeed (2003:65) menyatakan bahwa synonyms are different phonological words which have the same or very similar meanings sinonim merupakan katakata yang secara fonologis berbeda yang memiliki arti yang sama atau sangat mirip. Dengan kata lain, sinonimi merupakan relasi antara kata-kata yang berbeda fonem pembentuknya, tetapi memiliki arti yang sama atau sangat mirip, contohnya couch/sofa sofa/sofa, boy/lad anak laki-laki/anak laki-laki, lawyer/attorney pengacara/pengacara, toilet/lavatory WC/WC, large/big besar/besar. Bentuk leksem-leksem tersebut berbeda secara fonologis, tetapi maknanya sama atau sangat mirip. Berbeda dari pendefinisian sinonimi di atas, sinonimi didefinisikan oleh Subroto (2011: 62) sebagai dua leksem atau dua satuan lingual lain itu dapat saling menggantikan dengan isi/informasi yang sama. Artinya, dua leksem dapat disebut sebagai sinonimi jika dua leksem tersebut dapat dipertukarkan dalam kalimat yang sama tanpa mengubah maknanya. Menurut Subroto (2002: 120), dalam lingkup semantik leksikal, kesinoniman dapat terdapat dalam lingkup: nomina, verba, adjektiva, pronomina persona, numeralia, adverbia, dan preposisi. Dari pandangan di atas, sinonim dapat diuraikan sebagai dua leksem atau lebih yang memiliki kesamaan makna dan dapat menggantikan satu sama lain di dalam kalimat yang sama, serta tidak mengubah maknanya.
4 4 Relasi sinonimi antarsatuan leksikal tidak muncul begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Subroto (2002: ) menyatakan bahwa motivasi yang mendorong timbulnya gejala sinonimi itu ternyata berbagai macam, antara lain: (1) diadopsinya butir leksikal dari bahasa daerah tertentu atau dari dialek tertentu (halus, mulus, daripada, ketimbang); (2) adanya kata serapan dari bahasa asing (iklan, adpertensi, reklame, karangan, artikel, paper, makalah); (3) untuk memenuhi kebutuhan akan laras atau gaya bahasa tertentu (rumah, wisma, istana, gubuk, tempat tinggal); (4) adanya kadar afektif tertentu (bodoh, tolol, goblok); dan (5) faktor kolokatif (gagah, tampan, cantik, molek, ayu). Berdasarkan hal di atas, permasalahan kesinoniman kiranya layak untuk diulas. Dikatakan layak karena di balik kesamaan makna antarleksem di dalam pasangan sinonim, tersimpan perbedaan komponen makna. Komponen makna mengacu pada komponen pembentuk makna suatu leksem yang dapat membedakan makna antarleksem. Salah satu komponen makna, yakni perasaan intens, yang mengacu pada tingkat kedalaman perasaan saat leksem tersebut digunakan dalam kalimat. Sebagai contoh, leksem terka, sangka, tebak, dan duga yang memiliki kesamaan makna, yaitu mengira-ngira, tetapi terdapat perbedaan komponen makna, yakni komponen perasaan intens sehingga dapat diketahui berdasarkan komponen makna perasaan intens, dari yang terdalam hingga yang kurang dalam adalah duga, tebak, sangka, dan terka. Contoh substitusinya di dalam kalimat sebagai berikut. (1) *Duga/Tebak/*Sangka/Terka yang dia bawa! (2) Permainan *duga/tebak/*sangka/*terka gambar di telepon genggam android merupakan permainan yang unik.
5 5 (3) Pertengkaran sepasang kekasih itu disebabkan oleh salah *duga/*tebak/sangka/*terka yang laki-laki terhadap kekasihnya. (4) Berbagai pertanyaan kuajukan untuk duga/tebak/*sangka/*terka isi hatinya. Relasi sinonimi banyak terdapat pada satuan leksikal yang berupa leksem (Subroto, 2011: 62). Leksem yang diteliti adalah verba karena kelas kata ini paling banyak digunakan dalam pemakaian bahasa. Hal ini bertolok dari pandangan Chafe (1970: 96) yang menyatakan that in every language a verb is present semantically in all but a few marginal utterances bahwa pada setiap bahasa, verba hadir secara semantik dalam semuanya, tetapi hanya beberapa pada tuturan kecil. Artinya, verba secara semantik wajib hadir, tetapi dalam tuturan hanya sebagian kecil yang hadir. Chafe (1970: 96) juga menyatakan bahwa verba banyak digunakan oleh penutur bahasa karena memiliki sifat kesentralan dalam bahasa dibandingkan dengan nomina dan adjektiva yang bersifat periferal. Menurut Chafe, kesentralan V (verba) itu di antaranya dapat ditunjukkan dengan kita dapat menentukan jenis N (nomina) atau FN (frasa nomina) sebagai konstituen dari V dan kita dapat menentukan sifat relasi antara V dengan N atau FN jika ciri-ciri semantik V itu telah dapat ditentukan. Selain itu, V harus selalu muncul kecuali dalam beberapa kasus pelesapan di mana V itu tak perlu disebutkan di permukaan (Chafe, 1970: 97). Kesentralan verba memiliki arti bahwa verba dapat menentukan jumlah argumen yang mendampinginya di dalam kalimat. Sebagai contoh, verba beli berargumen dua dan verba pergi berargumen satu di dalam kalimat. Selain itu, nomina dan adjektiva merupakan unsur yang bukan inti atau tidak wajib hadir di dalam klausa karena klausa dapat hanya
6 6 berupa verba jika nominanya dihilangkan, misalnya pada klausa sedang berenang yang merupakan jawaban dari pertanyaan Adikmu sedang apa?. Tambahan lagi, setiap klausa harus mengandung subjek dan predikat. Predikat sebagian besar berupa verba dan sebagian kecil berupa adjektiva yang bersifat periferal, sedangkan subjeknya berupa nomina yang juga bersifat periferal atau tidak inti menurut pandangan di atas. Jika dilihat dari perilaku semantisnya, verba dapat dikelompokkan menjadi verba insani dan verba noninsani. Verba insani merupakan salah satu kesiapan pengelompokkan verba menurut perilaku semantisnya, seperti kelompok nomina noninsani yang penelitiannya telah dilakukan oleh Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih (2007). Verba insani merupakan verba yang secara semantis pelaku atau pengalamnya adalah insan. Dengan kata lain, verba insani mengacu pada verba yang berciri +INSAN. Hal itu diungkapkan oleh Leech (2003: 123) bahwa berdasarkan komponen makna terbesarnya, verba dapat dibedakan menjadi +HUMAN MANUSIA/INSAN dan -HUMAN MANUSIA/INSAN. Artinya, komponen makna INSAN dapat menjadi dasar untuk mengelompokkan verba. Salah satu contoh verba insani adalah gugat, yang dapat dilihat penggunaannya pada kalimat berikut. (5) Paman gugat orang yang telah mencuri di kantornya. (6) *Burung gugat orang yang telah mencuri di kantornya. (7) *Padi gugat orang yang telah mencuri di kantornya. Kalimat (6) dan (7) di atas tidak berterima secara semantis karena gugat merupakan verba yang hanya dilakukan oleh insan, seperti dalam kalimat (1) di atas. Dengan kata lain, verba gugat tidak dilakukan oleh hewan dan tumbuhan.
7 7 Di satu sisi, secara semantis verba insani merupakan verba yang pelaku atau pengalamnya adalah insan. Di sisi lain, verba noninsani merupakan verba yang pelaku atau pengalamnya bukan insan. Salah satu contoh verba noninsani adalah hinggap, yang dapat dilihat penggunaannya pada kalimat berikut. (8) Kupu-kupu itu hinggap di atas bunga mawar. (9) *Adik hinggap di atas bunga mawar. (10) *Rumput hinggap di atas bunga mawar. Kalimat (9) dan (10) di atas tidak berterima karena hinggap merupakan verba noninsani, yang hanya dilakukan atau dialami oleh hewan khususnya hewan yang bisa terbang, seperti pada kalimat (8) di atas. Oleh karena itu, verba noninsani tidak dapat dilakukan atau dialami oleh insan dan tidak dapat dilakukan atau dialami oleh tumbuhan untuk sementara. Untuk mengetahui verba noninsani dapat dilakukan atau dialami oleh tumbuhan atau tidak, dapat dilihat pada contoh penggunaan verba tumbang dalam kalimat berikut. (11) Pohon jati itu tumbang karena angin ribut. (12) *Anak itu tumbang karena angin ribut. (13) *Kucing itu tumbang karena angin ribut. Berdasarkan contoh kalimat di atas, tampak bahwa verba tumbang tidak dapat dilakukan atau dialami oleh insan dan hewan seperti pada kalimat (12) dan (13). Dengan kata lain, verba tumbang hanya dapat dilakukan atau dialami oleh tumbuhan. Jadi, ada verba noninsani yang tidak hanya dilakukan atau dialami oleh hewan, tetapi dapat dilakukan atau dialami oleh tumbuhan.
8 8 Selain pelaku dan pengalamnya benda bernyawa, seperti hewan dan tumbuhan yang terlihat pada contoh di atas, verba noninsani juga dialami oleh benda tak bernyawa, seperti verba roboh dan karam, yang terlihat pada kalimat berikut. (14) Bangunan itu roboh karena gempa bumi. (15) Kapal itu karam akibat badai besar. Dari beberapa contoh di atas, dapat ditentukan bahwa verba insani merupakan verba yang pelaku atau pengalamnya adalah insan. Di sisi lain, verba noninsani merupakan verba yang pelaku atau pengalamnya bukan insan. Tambahan lagi, selain hewan dan tumbuhan, verba noninsani juga mencakupi verba yang pengalamnya benda tak bernyawa. Dijatuhkannya pilihan pada verba insani dalam penelitian ini didasarkan pada permasalahan yang terdapat di dalamnya, seperti yang akan diungkapkan di bawah ini, serta ketersediaan dana dan ketersediaan waktu yang terbatas. Pemilihan verba insani dalam penelitian ini bertolok dari berbagai permasalahan yang muncul pada verba insani, seperti penggunaan verba insani yang dianggap bersinonim mutlak dengan verba insani lain sehingga penggunaan verba tersebut tidak tepat. Dalam hal ini, ada dua atau lebih verba yang bersinonim, tetapi kurang tepat untuk dipertukarkan dalam kalimat yang sama. Artinya, verba-verba yang dianggap bersinonim tersebut memiliki makna yang berbeda. Contoh verba minta dan mohon pada kalimat berikut. (16) Saya minta maaf tidak bisa menghadiri rapat. (17) Saya mohon maaf tidak bisa menghadiri rapat.
9 9 Penggunaan leksem minta dan mohon di atas jika disubstitusikan ke dalam konteks kalimat lain, ada yang kurang berterima, seperti berikut. (16a) Dia minta minum kepada temannya. (17a) *Dia mohon minum kepada temannya. Pada kalimat (16), (17), dan (16a), leksem mohon dan minta dapat berterima ketika dipertukarkan. Akan tetapi, penggunaan leksem mohon pada kalimat (17a) kurang berterima. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan keemotifan pengguna bahasa ketika menggunakannya di dalam kalimat. Leksem mohon digunakan untuk menyatakan permintaan yang sangat dan meminta hal besar sehingga tidak tepat untuk digunakan dalam kalimat (17a). Perbedaan keberterimaan leksem untuk dimasukkan dalam kalimat yang sama menunjukkan bahwa kedua leksem tersebut mungkin tidak bersinonim mutlak. Untuk membuktikan bahwa leksem verba di atas berbeda maknanya, dapat dilihat komponen maknanya. Menurut Lyons, komponen makna dianalogikan seperti halnya dalam Matematika. Ia mengemukakan bahwa sense relation have deliberately used the multiplication-sign to emphasize the fact that are intended to be taken as mathematically precise equations, to which the term product and factor (Lyons, 1996: 108) komponen makna dinyatakannya dengan hati-hati menggunakan tanda perkalian untuk menekankan kenyataan bahwa hal itu dimaksudkan akan diambil sebagai persamaan matematis yang tepat yang disebut produk dan faktor. Hal itu menunjukkan bahwa komponen makna membangun atau menjadi faktor pembentuk makna leksemnya. Menurut Nida (1975: 32 67), komponen makna dibedakan menjadi komponen makna bersama, komponen makna diagnostik, dan komponen makna suplemen.
10 INSAN SEDANG BERLANGSUNG TERKABUL ORANG LAIN ABSTRAK KONKRET EKSPRESIF PELAKU ASPEK SITUASI TUJUAN SASARAN OBJEK NADA 10 Berdasarkan komponen maknanya, dapat ditentukan bahwa ada leksem verba insani yang tidak bersinonim mutlak, misalnya leksem minta dan mohon di atas, yang tercermin pada tabel analisis komponen makna berikut. Tabel 1 Komponen Makna Pasangan Sinonimi Leksem mohon dan minta Dimensi Komponen Leksem minta mohon Dari tabel analisis komponen makna di atas, dapat diketahui bahwa leksem verba minta dan mohon memiliki kesamaan komponen yaitu +INSAN, +SEDANG BERLANGSUNG, +TERKABUL, +ORANG LAIN, +ABSTRAK dan memiliki perbedaan komponen makna yaitu minta berkomponen +KONKRET, -EKSPRESIF, sedangkan mohon berkomponen -KONKRET, +EKSPRESIF. Jadi, kedua leksem tidak bersinonim mutlak karena terdapat perbedaan komponen makna, yakni komponen KONKRET dan EKSPRESIF. Pada kenyataannya, penutur bahasa sering menganggap bahwa verba, khususnya verba insani, bersinonim mutlak sehingga memperlakukan sama antara leksem-leksem yang bersinonim tersebut. Verba yang dianggap oleh pemakai
11 11 bahasa bersinonim mutlak disebabkan oleh kekurangtahuan mereka terhadap komponen makna suatu verba, misalnya komponen sasaran. Komponen sasaran mengacu pada objek yang menjadi target atau sasaran dari verba. Berkaitan dengan hal itu, seringkali bentuk verba yang berbeda-beda begitu saja dianggap bersinonim khususnya verba insani, seperti penggunaan dalam kalimat berikut. (18) Cuci mukamu dengan air! (19) Ibu baru saja membeli mesin cuci. Penggunaan leksem cuci di atas jika disubstitusikan dengan leksem basuh menghasilkan kalimat seperti di bawah ini. (18a) Basuh mukamu dengan air! (19a) *Ibu baru saja membeli mesin basuh. Penggunaan leksem yang bercetak miring di atas dianggap sama dalam kalimat, padahal masing-masing leksem memiliki makna yang berbeda. Hal ini tampak dari kedua leksem yang dapat dipertukarkan satu sama lain dalam suatu konteks kalimat, seperti pada kalimat (18), (18a), dan (19), tetapi dalam konteks kalimat lain tidak dapat dipertukarkan, seperti pada kalimat (19a). Oleh karena itu, meskipun memiliki makna yang sama, yaitu membersihkan sesuatu dengan air, kedua leksem tidak bersinonim mutlak. Leksem verba insani yang dianggap bersinonim mutlak juga disebabkan oleh pendefinisiannya di dalam kamus yang masih berputar-putar. Dengan kata lain, pendefinisiannya belum mengarah ke hal yang jelas, seperti berikut. a. basuh v cuci (dengan air); kumbah (KBBI, 2013: 144) b. cuci v membersihkan sesuatu dengan air dan sebagainya (KBBI, 2013: 277)
12 12 Pendefinisian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) leksem yang dianggap bersinonim di atas dapat dikatakan masih berputar pada leksem-leksem yang dianggap bersinonim. Leksem basuh didefinisikan sebagai cuci (dengan air); kumbah, padahal definisi itu merupakan leksem yang bersinonim dengan verba yang didefinisikan, yaitu basuh dan cuci. Selain itu, di dalam definisi terdapat kosakata cuci dalam bahasa Jawa, yakni kumbah yang tidak setiap pengguna bahasa mengetahui kosakata tersebut. Terakhir, leksem cuci didefinisikan sebagai membersihkan dengan air dan sebagainya. Pendefinisian leksem di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seperti di atas menunjukkan bahwa definisi leksem verba di dalam KBBI kurang memperhatikan komponen maknanya. Penelitian tentang kesinoniman nomina noninsani dalam bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih (2007) dalam buku yang berjudul Kesinoniman Nomina Noninsani dalam Bahasa Indonesia dengan dua simpulan. Pertama, pendefinisian leksem di dalam KBBI belum layak. Kedua, leksem yang tidak dapat disubstitusi bukan merupakan leksem sinonim, jika dapat disubstitusi itu merupakan leksem sinonim. Selain itu, Utami (2010) telah melakukan penelitian tentang kajian sinonim nomina dalam bahasa Indonesia dalam tesisnya dengan dua simpulan. Pertama, kebanyakan nomina dalam bahasa Indonesia bersinonim dekat disebabkan adanya beberapa ciri pembeda. Kedua, beberapa kata yang selama ini dikelompokkan ke dalam sinonim, sebenarnya merupakan anggota dari kehiponiman. Beberapa penelitian tersebut akan digunakan sebagai pijakan dalam melakukan penelitian ini, yang akan diuraikan pada bagian tinjauan pustaka pada bab dua.
13 13 Berpijak dari berbagai hal di atas, permasalahan tentang bentuk kesinoniman dan komponen makna verba insani dalam bahasa Indonesia layak untuk diulas. Melalui penelitian ini, bentuk kesinoniman dan komponen makna verba insani dalam bahasa Indonesia akan dikupas. B. Pembatasan Masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada bidang semantik, khususnya kesinoniman verba insani yang berupa verba dasar dalam bahasa Indonesia. Penelitan ini merupakan penelitian tataran verba dengan melihat aspek semantis verba insani bahasa Indonesia yang bersinonim. Selanjutnya, pasangan sinonim verba insani yang dianalisis disempitkan lagi pada leksem-leksem yang bersinonim paling dekat dan bermakna denotatif yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. C. Perumusan Masalah Masalah dalam penelitian terhadap semantik yang memfokuskan pada kajian kesinoniman verba insani ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimana bentuk kesinoniman verba insani dalam bahasa Indonesia? 2. Bagaimana komponen makna verba insani yang bersinonim dalam bahasa Indonesia?
14 14 D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini meliputi dua hal sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan bentuk kesinoniman verba insani dalam bahasa Indonesia. 2. Mendeskripsikan komponen makna verba insani yang bersinonim dalam bahasa Indonesia. E. Manfaat Penelitian Hasil temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pengembang ilmu bahasa tentang verba insani yang bersinonim, khususnya pembedaan sinonim berdasarkan bentuk dan komponen maknanya. Selain itu, penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih mendalam tentang verba insani yang bersinonim dalam bahasa Indonesia, khususnya pada bentuk dan komponen maknanya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh penyusun kamus untuk memperbaiki pendefinisian leksem di dalam kamus yang belum jelas. Hal ini dimaksudkan agar pendefinisian leksem di dalam kamus dapat sesuai dengan makna dalam penggunaannya sehingga pendefinisiannya lebih jelas dan tidak lagi menyulitkan pengguna kamus. Selain itu, hasil penelitian dapat bermanfaat
15 bagi peneliti agar lebih cermat dalam menggunakan verba yang bersinonim ketika berkomunikasi. 15 F. Sistematika Penulisan Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan bentuk kesinoniman verba insani dalam bahasa Indonesia beserta komponen maknanya. Agar tujuan tersebut tercapai, sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yaitu Bab I berisi pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah kajian pustaka dan kerangka pikir. Bab ini berisi uraian tinjauan studi terdahulu, landasan teori, dan kerangka pikir. Bab III, yakni uraian mengenai metode penelitian yang melingkupi jenis penelitian, data dan sumber data, bentuk penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, klasifikasi data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Bab IV berisi analisis data yang memuat pembahasan bentuk verba insani yang bersinonim dalam bahasa Indonesia dan komponen makna verba insani dalam bahasa Indonesia. Bab V merupakan penutup yang berisi simpulan dan saran penelitian.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinonimi adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun, memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata atau padanan kata.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian Pustaka ini dilakukan dengan penelusuran atas penelitian sebelumnya, mengenai relasi makna yang membahas relasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain
Lebih terperinciANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN)
ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) Bakdal Ginanjar Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya permasalahan kategori ini sehingga tidak
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, lalu lintas informasi berada pada tingkat kecepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Demi memenuhi hasrat masyarakat akan informasi yang terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan
BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Relasi Makna Relasi makna meliputi sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, meronim, member-collection, dan portion-mass
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan
Lebih terperinciFAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN TESIS OLEH NOVITA SARI NIM: 127009023/LNG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran
Lebih terperinciAlat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015
SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap
Lebih terperinciKONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA
HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur
Lebih terperinciKATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257
KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat sekitar. Ada dua cara
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,
654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan
Lebih terperinciBENTUK KATA DAN MAKNA
BENTUK DAN MAKNA BENTUK KATA DAN MAKNA 1. FONEM bunyi bahasa yang membedakan arti/ makna Contoh : /apēl/ dan /apəl/ /mental/ dan /məntal/ /s/ayur - /m/ayur /s/ : /m/ Fonem ada dua : Konsonan dan Vokal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa
Lebih terperinci7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK
7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK Hocket, seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima sub sistem,
Lebih terperinciKATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai
Lebih terperinciKALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat
KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
57 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud katakata,
Lebih terperinciRelasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya
Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya Oleh Masduki (dosen sastra Inggris Universitas Trunojoyo, e-mail: masdukiunijoyo@yahoo.com) Abstract Relation of meaning constitutes as
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. pada teks berita utama olahraga surat kabar Tribun Lampung edisi April 2010.
III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan relasi leksikal pada teks berita utama olahraga surat kabar Tribun Lampung edisi April 2010. Untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, penelitian mengenai sinonimi dalam bahasa Indonesia sudah pernah dilakukan.
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat komunikasi karena dengan bahasa kita dapat bertukar pendapat, gagasan dan ide yang kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,
Lebih terperinciTATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.
Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya
Lebih terperinciBASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)
BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND
Lebih terperinciKEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT
KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) Doretha Amaya Dhori 1, Wahyudi Rahmat², Ria Satini² 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin
Lebih terperinciPELANGI NUSANTARA Kajian Berbagai Variasi Bahasa
PELANGI NUSANTARA Kajian Berbagai Variasi Bahasa Editor: : Prof. Dr. Sumarlam, MS Asih Anggarani Tri Wuryan Taruni Priyanto Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat
BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya
Lebih terperinciMEANING DALAM PENERJEMAHAN OLEH MOH. FATAH YASIN
MEANING DALAM PENERJEMAHAN OLEH MOH. FATAH YASIN Mencermati masalah makna dalam studi bahasa adalah kegiatan yang sangat penting karena makna tidak dapat dilepaskan dari kegiatan berbahasa sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi
Lebih terperinciBAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE
BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
51 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam
Lebih terperinciPERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Banyak sekali cara untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah alat komunikasi yang vital. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi, mengajak, menciptakan dan memelihara suatu hubungan dengan orang
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORETIS
BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan
Lebih terperinciBAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia
BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1 Pengantar Di dalam bab ini akan disajikan mengenai teori medan makna oleh Leech (1983), pengertian kehiponiman yang dikemukakan oleh Lyons (1977), Verhaar (1978) dan teori yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kata yang tepat di dalam sebuah tuturan diperlukan guna terciptanya saling kesepahaman diantara penutur seperti yang diungkapkan oleh Leech, (2003: 16),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia sosial, manusia tidak lepas dari interaksi dengan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia sosial, manusia tidak lepas dari interaksi dengan manusia lain. Interaksi tersebut dikemas dalam suatu wadah yang disebut komunikasi. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Klausa merupakan satuan sintaksis yang memiliki ciri seperti kalimat, tapi klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya agar dapat membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana komunikasi dan juga digunakan sebagai alat untuk menyampaikan. pesan atau maksud pembicara kepada pendengar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam menyampaikan dan menerima informasi yang dapat mempengaruhi hidup setiap manusia. Bahasa memegang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan suatu informasi yang bermutu atau berinteraksi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia untuk menyampaikan suatu informasi yang bermutu atau berinteraksi dengan sesamanya. Dengan bahasa,
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tagline iklan yang inovatif sekaligus menarik. Pada awalnya iklan hanya terbatas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklan adalah salah satu media promosi yang sangat efektif untuk menancapkan brand image suatu merk. Para pelaku usaha pun berlomba-lomba dalam menciptakan tagline iklan
Lebih terperinciKEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU BETAWI
RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN... KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU BETAWI (VERB HYPONYMY CONTAINING THE MEANING OF 'TO TAKE' IN BETAWI MALAY
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. novel. Novel menggunakan beragam jenis kata dengan kategori dan fungsinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana penyampaian informasi sangat beragam, salah satunya adalah novel. Novel menggunakan beragam jenis kata dengan kategori dan fungsinya yang berbeda. Pada novel
Lebih terperinciBAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK
Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala hal yang dilakukan seseorang tak terlepas dari bagaimana ia memaknai tindakannya, begitu pula dalam berkomunikasi yang menjadikan bahasa sebagai kunci pokoknya.
Lebih terperinciKELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia
KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun
Lebih terperinciKORELASI PENGUASAAN KOSAKATA BIDANG LINGKUNGAN DENGAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI
KORELASI PENGUASAAN KOSAKATA BIDANG LINGKUNGAN DENGAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI Oleh: Lisa Purnama Sari 1, Yasur Asri 2, Ellya Ratna 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara
Lebih terperinciJenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)
Lecture: Kapita Selekta Linguistik Date/Month/Year: 25 April 2016 Semester: 104 (6) / Third Year Method: Ceramah Credits: 2 SKS Lecturer: Prof. Dr. Dendy Sugono, PU Clues: Notes: Kapita Selekta Linguistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,
Lebih terperinciBAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA
MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bahasa adalah suatu simbol bunyi yang dihasilkan oleh indera pengucapan manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi sangat berperan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya
Lebih terperinciBAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak
1 BAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak Women's language is closely related to gender. Spoken word (language) used by the women are more subtle than
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah
Lebih terperinciRELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI
RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TATARAN SINTAKSIS PADA PIDATO SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TIGANDERKET TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TATARAN SINTAKSIS PADA PIDATO SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TIGANDERKET TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Perlinda Br Bangun (perlinda.bangun94@gmail.com) Dr. Malan Lubis,
Lebih terperinciBAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang
BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Iklan (Advertisement) merupakan fenomena pemakaian bahasa yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklan (Advertisement) merupakan fenomena pemakaian bahasa yang tidak terpisahkan dengan kehidupan kita. Setiap hari ketika kita mendengarkan radio, menonton televisi,
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun
Lebih terperinci