BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padang Lawas adalah suatu kawasan di mana terdapat situs-situs arkeologi berjumlah setidaknya 26 situs 1. Situs-situs tersebut berada di Kecamatan Gunung Tua, Kecamatan Portibi, Kecamatan Padang Bolak, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kecamatan Barumun, Kecamatan Barumun Tengah, dan Kecamatan Sosopan yang kesemuanya termasuk dalam wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Sungai induk yang mengalir di kawasan ini adalah Sungai Barumun, yang mengalir dari arah barat laut ke tenggara kemudian berbelok ke utara. Di samping Sungai Barumun juga mengalir Sungai Batang Pane dengan arah aliran dari barat laut ke tenggara, sedangkan Sungai Sirumambe yang merupakan anak Sungai Pane arah alirannya juga barat laut ke tenggara. Padang Lawas merupakan salah satu daerah yang terletak pada dataran rendah kaki pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian sekitar meter d.p.l. Dataran rendah tersebut dikelilingi rangkaian perbukitan. Dengan demikian daerah tersebut, seolah-olah merupakan danau kering yang tepiannya berupa rangkaian perbukitan. Secara umum bentang alam (morfologi) di kawasan Padang Lawas dan sekitarnya memperlihatkan kondisi dataran rendah, dan dataran bergelombang. Kondisi bentang alam seperti itu, apabila diklasifikasikan dengan mempergunakan Sistem Desaunettes, 1977, yang berdasarkan atas besarnya prosentase kemiringan lereng dan beda tinggi relief suatu tempat, maka daerah penelitian terbagi atas dua satuan morfologi, yaitu: Satuan Morfologi Dataran dan Satuan Morfologi Bergelombang Lemah. Satuan Morfologi Dataran, mempunyai kemiringan lereng antara 0 % - 2 %. Satuan Morfologi Dataran dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lahan pertanian, perkebunan dan perkampungan serta situs-situs arkeologi (Todd 1980; Susetyo dan Fadhlan S Intan 2006: 9-10). 1 Jumlah situs di Padang Lawas masih dapat terus bertambah seiring dengan berkembangnya wilayah yang diteliti Universitas Indonesia 1

2 Satuan Morfologi Bergelombang lemah, mempunyai kemiringan lereng antara 2 % - 8 %. Satuan morfologi tersebut berupa hutan dengan vegetasi yang kurang lebat serta sebagian dimanfaatkan sebagai ladang ataupun sebagai sawah tadah hujan (Susetyo & Fadhlan S. Intan 2006: 9-14). Situs-situs di Padang Lawas meliputi lembah-lembah Sungai Barumun, Pane dan sungai-sungai lain yang luas arealnya sekitar 1500 km² (Miksic 1979: 97). Di lokasi tersebut terdapat tinggalan budaya yang berasal dari masa Hindu Buddha 2, ditemukan mulai dari hulu tepi Sungai Batang Pane, yaitu Situs Gunung Tua, Si Topayan, Hayuara, Haloban, Rondaman, Bara, Pulo, Bahal 1, Bahal 2, dan Bahal 3; di tepi Sungai Sirumambe, yaitu Situs Batu Gana, Aek Korsik, Lobu Dolok, Si Soldop, Padang Bujur, Nagasaribu, dan Mangaledang; dan di tepi Sungai Barumun yaitu Situs Pageran Bira, Porlak Dolok, Si Sangkilon, Si Joreng Belangah (Tandihat 1), Tandihat 2, Longgong (Tandihat 3) dan Si Pamutung. Tidak semua lokasi tersebut terdapat runtuhan bangunan, tetapi di beberapa situs ditemukan artefak seperti prasasti, arca, dan stambha. Dari semua tinggalan tersebut yang merupakan biaro dan sudah dipugar adalah Biaro Bahal 1, Bahal 2, Bahal 3, dan Biaro Si Pamutung. Sedangkan pada situs lainnya tinggalannya berupa biaro yang tertimbun tanah, dan unsur bangunan biaro berupa arca, stambha, lapik, umpak, makara dan lain-lain. 1.2 Riwayat Penelitian Kajian mengenai kepurbakalaan Padang Lawas diperoleh dari beberapa peneliti asing yaitu Franz Willem Junghun (1846), von Rosenberg (1854), Kerkhoff (1887), P.V. van Stein Callenfels (1920). Tulisan mereka umumnya bersifat deskriptif yang menyebutkan adanya beberapa peninggalan purbakala di Padang Lawas (Suleiman 1976: 2-3). Franz Willem Junghun adalah seorang geolog yang ditugaskan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk meninjau daerah Padang Lawas, dan ia menemukan Situs Padang Lawas pada tahun 1846 (Schnitger 1938: 85). 2 Beberapa situs yang berada di tepi Sungai Sirumambe, diduga bukan berasal dari masa Hindu- Buddha, yaitu situs Lobu Dolok, Aek Korsik, Batugana dan Padang Bujur. Universitas Indonesia 2

3 P.V. van Stein Callenfels yang mengunjungi Padang lawas pada tahun 1920 memberikan gambaran susunan bangunan dalam laporan perbaikan, penggalian dan pengukurannya di Biaro Si Topayan, Biaro Bahal 1, Bahal 2, dan Bahal 3. Selanjutnya dikatakan bahwa penyebab kerusakan bangunan biaro adalah banyaknya ternak (sapi) yang berkeliaran. Laporan tersebut kemudian mendapat tanggapan dari de Haan dan kemudian pada tahun 1926 diadakan beberapa perbaikan dan pengukuran pada biaro Si Topayan, Bahal 1 dan Bahal 2 (Schnitger 1938: 85). FDK. Bosch dalam tulisannya mengajukan suatu asumsi bahwa masyarakat pendukung biaro di Padang Lawas adalah pemeluk agama Buddha aliran Vajrayana. Asumsi ini didasarkan pada temuan artefak berupa arca dan relief yang menggambarkan wajah-wajah menyeramkan serta prasasti singkat bertuliskan mantra-mantra aliran Tantris (Bosch 1930; Suleiman 1976: 3). Keberadaan biaro-biaro di Padang Lawas seringkali dikaitkan dengan Pannai yakni nama kerajaan yang disebutkan dalam sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Rajendra I alias Rajendra Utama Chola yang berkuasa tahun M di India Selatan. Dalam prasasti Tañjore yang berbahasa Tamil disebutkan bahwa Kerajaan Chola telah melakukan penyerangan ke Kerajaan Sriwijaya pada tahun 1023/1024 M. Setelah Rajendracola I mengalahkan Sriwijaya, maka Pannai jatuh ke tangannya. Dalam prasasti tersebut dilukiskan bahwa Pannai adalah kerajaan yang dialiri sungai-sungai (Suleiman 1985: 23). Pada tahun 1347 M berita tentang kerajaan Pannai juga dimuat dalam Naskah Nâgarakrêtagama yang ditulis oleh Mpu Prapañca pada masa pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit. Dalam naskah yang berbahasa Jawa Kuna tersebut disebutkan bahwa Kerajaan Pannai serta beberapa kerajaan lain di Sumatera telah menjadi kerajaan vasal (bawahan) dari Kerajaan Majapahit. Pada bait pertama pupuh ke-13 naskah tersebut berbunyi : Wir ning nusa pranusa pramukha sakahawat/ksoni ri malayu, nang jāmbi mwang palembang karitan i tĕba len/ darmmāśraya tumut, kandis kahwas manakabwa ri siyak i rkān/kampar mwang pane kāmpe harw athawe mandailing i tumihang parllāk/ mwang i barat. (Pigeaud I, 1960: 110) Universitas Indonesia 3

4 artinya: Macam-macam [negeri] dari pulau-pulau lain, pertama-tama wilayah yang dikuasai negeri Melayu, yaitu Jāmbi dan Palembang, Karitang, Tĕba yang lainnya termasuk Dharmāśraya, KaĦdis, Kahwas, Minangkabau, Siyak, Rokān, Kāmpar dan Pane, Kāmpe, Haru dan MaĦdahiling, Tumihang, Parllāk dan Barat. 3 F.M. Schnitger yang banyak berjasa atas pengenalan kepurbakalaan di Sumatera, berpendapat bahwa pada prinsipnya pertanggalan biaro-biaro di Padang Lawas adalah abad ke M, meskipun ada beberapa tinggalan yang lebih tua atau lebih muda. Reruntuhan itu merupakan bagian dari Kerajaan Pannai, yang pada tahun 1000 M termasuk peringkat negara penting di Sumatera (Schnitger 1938: 85). Biaro-biaro di Padang Lawas menurutnya dibangun bersamaan dengan stupa-stupa di Muara Takus yaitu abad ke-12 M. Sedangkan Krom berpendapat bahwa stupa-stupa di Muara Takus dibangun pada tahun 825 Masehi. Berdasarkan pertulisan-pertulisan singkat yang ditemukan Suleiman berpendapat bahwa biarobiaro di Padang Lawas dibangun pada abad ke M (Suleiman 1985: 24). Penelitian berikutnya dilakukan pada tahun 1973 dan 1975 oleh tim dari Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN) bekerjasama dengan the University of Pensylvania Museum. Hasil penelitian berupa deskripsi beberapa bangunan biaro yang mudah dijangkau, karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan untuk dilalui. Umumnya bangunan-bangunan yang dikunjungi pernah dilaporkan oleh peneliti terdahulu (Bennet Bronson dkk 1973: 17-18). Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melakukan penelitian di situs Padang Lawas pada tahun 1993 dan Dari penelitian tahun 1993 diketahui bahwa Sungai Barumun dan Pane telah mengalami perpindahan yang cukup jauh karena tingkat erosi yang cukup tinggi. Kelompok bangunan Padang Lawas sebagian besar berlokasi dekat dengan aliran sungai yaitu sekitar meter. Penelitian tahun 1994 melakukan survei di daerah aliran sungai Barumun dan Pane serta ekskavasi di Situs Tandihat 2. Ekskavasi yang dilakukan di runtuhan bangunan Tandihat 2 berhasil menampakkan bentuk dan ukuran denah bangunan. Bangunan tersebut menghadap ke arah tenggara dengan tangga naik dihias sepasang makara. 3 Diterjemahkan oleh Titi Surti Nastiti, Epigraf dari Puslitbang Arkeologi Nasional Universitas Indonesia 4

5 Sebuah arca singa yang dibuat dari batupasir (sandstone) ditemukan di antara runtuhan bangunan (Tim Penelitian Arkeologi 1995:4). Tahun 1994 Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Utara melakukan pendataan dan inventarisasi tinggalan budaya di Padang Lawas, yang pada saat itu berada dalam Kabupaten Tapanuli Selatan 4. Benda budaya masa lampau yang didata ada yang masih insitu di situs-situs Padang Lawas (bangunan, arca, dan komponen bangunan), ada yang berada di site-museum di dekat Biaro Bahal 1 5, dan ada pula yang disimpan di Museum Negeri Sumatera Utara. Balai Arkeologi Medan telah melakukan penelitian di situs Padang Lawas pada tahun 1994, 1995, dan Penelitian tahun 1994 berupa penelitian eksploratif yang diharapkan dapat menemukan data baru yang akan dijadikan bahan kajian baik dari aspek arsitektur maupun aspek lainnya. Penelitian tahun 1995 berupa penelitian arsitektur pada biaro Si Pamutung, berdasarkan kemuncak biaro dan tinggalan arkeologis yang terdapat dalam komplek Biaro Si Pamutung menunjukkan adanya dua unsur agama yaitu Hindu dan Buddha yang melatari bangunan ini. Pada tahun 1995 juga dilakukan penelitian arsitektur dengan melakukan ekskavasi di Biaro Bara. Dalam penelitian tersebut ditemukan arca singa dari batu dan perunggu, lapik arca berhias naga, dan sebuah arca dari batu yang diidentifikasi sebagai arca Śiwa Mahadewa. Temuan arca dan lapik berhias naga diasumsikan sebagai indikasi bahwa Biaro Bara berlatar agama Hindu (Susanto dkk, 1995: 15). Penelitian yang telah dilakukan oleh Tim dari Puslit Arkeologi, 2002 adalah dilakukan survei pada kepurbakalaan di tepian DAS Sirumambe yang merupakan anak Sungai Pane. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kepurbakalaan di Padang Lawas tidak hanya berupa biaro, namun beberapa di antaranya merupakan tatanan batu megalitik. Seperti diketahui bahwa situs-situs di Padang Lawas sebagian besar berada di daerah dataran, namun terdapat satu situs yang berada di 4 Pada tahun 2007 Kabupaten Tapanuli Selatan mengalami pemekaran menjadi Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara 5 Selanjutnya disebut site-museum Bahal 1 Universitas Indonesia 5

6 puncak bukit adalah situs Si Soldop yang temuannya berasal dari masa Hindu- Buddha yaitu stambha (Susetyo dan Bambang Budi Utomo 2002). Penelitian permukiman kuno yang sudah dilakukan di Padang Lawas adalah di sekitar Biaro Tandihat 2 (Tim Penelitian Arkeologi 1995), di sekitar Biaro Si Pamutung (Susilowati 2001: 68-81), di sekitar Biaro Nagasaribu dan di sekitar Biaro Mangaledang. Sisa pemukiman Biaro Tandihat 2 terdapat di sisi timur laut di luar tembok keliling bangunan; sedangkan sisa pemukiman di sekitar Biaro Si Pamutung diduga berada di dalam benteng tanah yang mengelilingi komplek biaro. Adapun pemukiman di sekitar Biaro Nagasaribu diduga merupakan pemukiman pendukung bangunan biaro yang terletak pada 25 meter di sebelah selatan bangunan biaro pada area yang datar, mendekati sungai Sirumambe. Adapun permukiman di sekitar Biaro Mangaledang berada 300 meter ke arah utara juga berlokasi di tanah yang datar di antara Sungai Sirumambe dan Biaro Mangaledang (Susetyo 2006: 40). Penelitian yang berlangsung dari tahun 2006 sampai 2010 adalah penelitian permukiman di sekitar Biaro Si Pamutung oleh Puslitbang Arkenas bekerjasama dengan EFEO, Prancis. Berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan yang membahas artefak atau biaro di Padang Lawas secara sendiri-sendiri, penekanan penelitian ini adalah identifikasi tinggalan arkeologis yang berada pada 26 situs di Padang Lawas. Identifikasi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui bentuk dan fungsi artefak-artefak yang ada sekarang yang sebagian besar berupa fragmen. Dari identifikasi tersebut akan dicoba untuk melakukan tinjauan kepurbakalaan di Padang Lawas, yang meliputi kajian gaya seni bangun beserta unsur-unsurnya baik unsur yang bersifat arsitektural maupun ornamental. Kajian terhadap gaya seni arca yang dapat dipergunakan untuk mengetahui periodisasinya secara relatif dengan dikuatkan oleh pertanggalan prasasti, di samping itu juga akan dikaji latar keagamaan biaro-biaro di Padang Lawas, dan bagaimanakah Padang Lawas bagi sejarah kebudayaan di Indonesia. Situs-situs di Padang Lawas merupakan situs dari masa Hindu Buddha. Seperti diketahui bahwa agama Hindu dan Buddha berkembang di Indonesia antara abad ke-7-16 Masehi dan kebudayaan materi yang mereka tinggalkan kebanyakan adalah bangunan suci yaitu candi, pathirthan dan gua-gua pertapaan. Universitas Indonesia 6

7 Candi dan sisa-sisa keindahannya memperlihatkan kemahiran si seniman (silpin) dalam menuangkan pengalaman dengan Tuhannya ke dalam karya seni yang indah dan megah. Memperhatikan kemahiran, menggabungkan sesuatu yang bersifat keramat (suci) dengan pengalaman estetis sehingga menjadi sebuah karya seni yang mengagumkan. Orang-orang Belanda yang datang di Indonesia pada awal abad ke-18 M khususnya di Jawa sangat mengagumi karya seni keagamaan tersebut dan mereka menyebutnya masa kesenian Klasik, seperti halnya dengan istilah Classical Period di Eropa yang dipakai untuk menyebut hasil kesenian Yunani dan Romawi yang mereka kagumi (Santiko 2006: 2). Mengenai gaya seni Padang Lawas N.J. Krom berpendapat bahwa peninggalan di Padang Lawas berbeda dengan yang ada di Jawa. Krom melihat banyaknya persamaan antara peninggalan Padang Lawas dengan pahatan di India Selatan atau Asia Tenggara daratan. Selanjutnya Krom menghubungkan peninggalan di Padang Lawas dengan Sriwijaya (Suleiman 1976: 3). Sementara itu Satyawati Suleiman mengatakan bahwa pahatan dan seni hias arca di Padang Lawas mempunyai corak yang khas, sehingga ia menyebutnya Hindu Batak sebagai analogi terhadap kepurbakalaan Hindu-Buddha di Jawa yang biasa disebut Hindu Jawa (Suleiman 1985: 37). Berdasarkan pendapat tersebut maka timbul pertanyaan benarkah kepurbakalaan di Padang Lawas berbeda sama sekali dengan kepurbakalaan yang ada di Jawa? Dan benarkah gaya seni di Padang Lawas mempunyai corak yang khas? 1.3 Rumusan Masalah Penelitian pada tinggalan arkeologi di Padang Lawas yang sudah dilakukan selama ini cenderung menyoroti masalah keagamaan dan arsitektur bangunannya, yang didasarkan atas satuan artefak atau situs. Sebagian besar penelitian menitikberatkan pada pengamatan biaro dan unsur bangunannya dan bukan pada keseluruhan situs yang berada di Padang Lawas. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan kajian terhadap keseluruhan tinggalannya yang sebagian besar berupa fragmen-fragmen, dan selanjutnya mencoba merekonstruksi artefak tersebut pada bentuk dan fungsinya semula. Upaya rekonstruksi dilakukan misalnya dalam merekonstruksi bentuk stambha tentu saja harus diketahui bentuk Universitas Indonesia 7

8 stambha dalam keadaan utuh. Bentuk utuh stambha diketahui berdasarkan foto atau gambar yang dibuat oleh peneliti terdahulu pada saat stambha tersebut ada dalam keadaan utuh. Selain stambha, rekonstruksi bentuk unsur bangunan biaro di Padang Lawas dilakukan juga terhadap fragmen stupa, kemuncak, lapik, dan umpak. Selanjutnya penelitian ini juga ingin mengkaji gaya bangunan biaro-biaro di Padang Lawas dengan melakukan perbandingan terhadap gaya bangunan candi dari masa sebelumnya di Indonesia, yaitu masa Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kajian arsitektur (seni bangun) ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan mengenai gaya bangunan biaro-biaro yang terdapat di Padang Lawas. Di samping itu, gaya seni arca dan latar keagamaan juga akan dikaji dalam penelitian ini. Pada akhirnya berdasarkan tinggalan arkeologis yang ditinggalkan penelitian ini juga ingin mengungkapkan di manakah penempatan Padang Lawas bagi perkerangkaan sejarah kebudayaan Indonesia. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Arkeologi adalah disiplin ilmu yang memfokuskan perhatian pada kebudayaan dan kehidupan masa lalu yang mempunyai 3 tujuan pokok yaitu: (1) merekonstruksi sejarah kebudayaan (2) merekonstruksi cara-cara hidup dan (3) menggambarkan proses perubahan budaya (Binford 1972: ). Penelitian ini bertujuan merekonstruksi sejarah kebudayaan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha di Sumatera. Kajian terhadap situs Padang Lawas tersebut sebenarnya berupaya untuk melengkapi sejarah kebudayaan Sumatera dan pada akhirnya dapat melengkapi sejarah kebudayaan Indonesia. Tujuan pokok dari penelitian ini adalah ingin mengetahui gaya seni bangun, seni arca dan latar keagamaan biaro-biaro di Padang Lawas. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dua macam kalangan, yaitu: 1. Kalangan Akademik, diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan khususnya mengenai arsitektur candi di Indonesia. Di samping itu karena merupakan penelitian awal yang mengkaji sebaran situs Padang Lawas dalam areal yang luas, maka diharapkan data-data Universitas Indonesia 8

9 yang disajikan dapat memunculkan isu-isu aktual, strategi dan metode pengembangan untuk berbagai kajian bagi penelitian mengenai Padang Lawas pada masa selanjutnya. 2. Kalangan Praktis, berupa penetapan batas-batas wilayah baik cultural maupun geografis, yang berguna bagi usaha-usaha pelestarian peninggalan purbakala. 1.5 Batasan dan Konsep Tulisan ini mengkaji tentang situs-situs yang berada di Padang Lawas yang pada umumnya berbentuk biaro (candi). Adapun situs arkeologi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai ruang yang terdiri dari artefak, fitur dan (atau) ekofak dalam berbagai kombinasi (Sharer dan Ashmore 2003: 122). Di dalam penelitian ini yang disebut sebagai situs berbeda satu dengan lainnya yang terbagi dalam beberapa jenis yaitu: Biaro beserta unsur bangunannya dalam satu kompleks; Tempat (lokasi) ditemukannya tinggalan arkeologi berbentuk temuan lepas yang berasal dari masa Hindu-Buddha; dan tinggalan kepurbakalaan lainnya yang berada di kawasan Padang Lawas. Pembatasan situs dilakukan secara arbitrer yaitu pembatasan yang dilakukan oleh peneliti dengan mengikuti para peneliti terdahulu. Biaro merupakan penyebutan kata untuk candi di Padang Lawas, Sumatera Utara. 6 Mengapa disebut biaro dan bukan candi tentu ada penyebabnya, mungkin menyangkut fungsi bangunan tersebut pada saat masih dipergunakan. Sementara kata candi adalah menyebut bangunan suci untuk beribadah umat pada masa Hindu-Buddha. Dilihat dari asal katanya mungkin candi berasal dari kata chandika yaitu salah satu nama dari Dewi Durga selaku Dewi Maut. Maka kata candi berasal dari chandika grha atau rumah (kuil) Dewi Chandika (Soekmono 2005: 17). Sebagai kajian dalam tulisan ini adalah arsitektur (seni bangun) biaro-biaro di Padang Lawas. Arsitektur atau seni bangunan adalah mendirikan bangunan 6 Biaro berasal dari bahasa sanskerta yaitu wihâra, bihâra yang artinya adalah serambi tempat para pendeta berkumpul atau berjalan-jalan (Zoetmulder, P.J. dan S.O. Robson 1995: 1431). Universitas Indonesia 9

10 dilihat dari segi keindahan, sedangkan membuat bangunan dilihat dari segi konstruksi disebut ilmu bangunan. Segi konstruksi dan keindahan tidak dapat dipisahkan dengan tegas, karena suatu bangunan akan mencakup unsur-unsur konstruksi maupun keindahan. Dalam prakteknya keduanya juga sukar dipisahkan dengan tegas sebab pada umumnya konstruksi mempengaruhi keindahan secara keseluruhan (Atmadi 1979: 2). Kajian terhadap seni bangun biaro-biaro di Padang Lawas tentu tidak akan terlepas dari arsitektur candi-candi dari masa sebelumnya. Oleh karena itu secara tidak langsung akan mengkaji perkembangan arsitektur candi. Pentingnya melakukan penelitian mengenai perkembangan arsitektur menurut Atmadi disebabkan oleh karena sangat penting mempelajari kembali konsep dan peraturan pembangunan yang telah dikembangkan pada masa lalu, yang berguna bagi perumusan konsep dan pendekatan yang akan diterapkan pada masa selanjutnya (Atmadi 1979: 2). Biaro adalah bangunan yang diperuntukkan bagi aktivitas keagamaan maka kajian ini tentu tidak terlepas dari masalah agama. Sedangkan agama adalah sebutan bagi suatu sistem religi yang diberikan oleh penganutnya. Religi merupakan salah satu dari 7 unsur kebudayaan manusia, yang merupakan istilah netral yang sering dikemukakan oleh para peneliti jika mengkaji suatu agama (Koentjaraningrat 1974: 137). Menurut Koentjaraningrat (1980: 80-83) sistem religi dapat disebut sebagai agama jika memiliki 5 komponen yaitu : 1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia mempunyai sikap serba religi, merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia. Emosi keagamaan adalah juga sikap takut bercampur percaya kepada hal-hal yang gaib dan keramat. 2. Sistem keyakinan, berupa pikiran dan gagasan manusia yang menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh nenek moyang, dewa-dewa, tentang alam gaib, asal-usul terjadinya alam semesta, eskatologi, serta sistem nilai dan norma agama. 3. Sistem ritus dan upacara, dalam suatu religi sistem ini berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap alam gaib (Tuhan, Dewa-dewa atau makhluk halus lainnya). Universitas Indonesia 10

11 4. Peralatan ritus dan upacara, berupa sarana dan peralatan antara lain berupa bangunan suci, arca-arca dewa, alat bunyi-bunyian, altar, dan piranti lainnya yang berkenaan dengan upacara. 5. Umat agama, adalah umat pemeluk suatu religi, atau suatu kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan yang melaksanakan sistem ritus serta upacara tersebut. Adapun 5 komponen agama dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut: SISTEM KEPERCAYAAN UMAT AGAMA /PEMELUK EMOSI KEAGAMAAN PERALATAN RITUS SISTEM RITUS Dari kelima komponen tersebut yang paling mudah diamati jika dihubungkan dengan suatu situs keagamaan adalah komponen nomor 4 yaitu peralatan ritus dan upacara. Sebagian peralatan upacara biasanya masih tersisa berupa candi, arca-arca dewa, dan lain-lain yang merupakan sarana upacara penting. Komponen berikutnya yang masih mungkin ditelusuri adalah komponen no. 2, yaitu sistem keyakinan yang biasanya terkandung dalam naskah keagamaan Universitas Indonesia 11

12 baik yang tertulis atau lisan. Sistem keyakinan juga dapat diketahui dari tematema relief yang dipahatkan pada bangunan suci, dan lain-lain. Sehubungan dengan keagamaan situs Padang Lawas, Bosch dalam tulisannya mengajukan suatu asumsi bahwa masyarakat pendukung biaro di Padang Lawas adalah pemeluk agama Buddha aliran Vajrayana. Asumsi ini didasarkan pada temuan artefak berupa arca dan relief yang menggambarkan wajah-wajah menyeramkan serta prasasti singkat bertuliskan mantra-mantra aliran Tantris (Bosch 1930; Suleiman 1975: 3). Mengenai keletakan situs-situs Padang Lawas di sepanjang sungai Barumun dan Pane diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu : a. Faktor Agama Biaro merupakan bangunan suci, oleh karena itu tentu pendiriannya juga didasarkan pada konsep keagamaan yang melatari bangunan tersebut. Keletakan biaro-biaro di Padang Lawas yang berada di tepi sungai (Barumun, Pane dan Sirumambe), diduga didasarkan atas alasan kosmologis bahwa bangunan suci sebaiknya terletak di dekat air. Menurut Kitab Silpa Prakasa, salah satu kitab acuan pendirian bangunan yang berasal dari India, bangunan suci baik sekali apabila didirikan di dekat sungai, terutama pertemuan dua sungai, danau, dan laut. Bahkan jika tidak ada unsur air tersebut maka harus dibuatkan kolam di halaman kuil atau diletakkan sebuah jambangan berisi air di dekat pintu masuk bangunan suci tersebut (Kramrich 1946, I: 3-7; Santiko 1996: 141) b. Faktor Geografis Keletakan biaro-biaro di Padang Lawas yang berada di tepi sungai besar kemungkinan juga disebabkan oleh alasan praktis bahwa air sungai merupakan unsur penting dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari manusia. Hal ini disebabkan oleh karena pendiri dan pendukung bangunan suci tersebut adalah manusia yang tentunya juga memikirkan segi kemudahan dan kepraktisan. Periodisasi situs-situs di Padang Lawas dilakukan melalui pertanggalan absolut berdasarkan prasasti, dan pertanggalan relatif berdasarkan bentuk huruf prasasti dan gaya seni bangunan (langgam) biaro dan unsur bangunannya. Universitas Indonesia 12

13 Pengertian gaya seni menurut Rowland adalah segala kekhasan penampakan dan struktur dalam suatu arsitektur, seni arca atau seni lukis, yang dengan alasannya dan cara penciptaannya, membuatnya khas bagi suatu masa dalam sejarah. Sedangkan pengertian gaya seni menurut Schapiro dan Levine adalah bentuk yang tetap, -dan kadang-kadang unsur, kualitas-kualitas dan ekspresi yang tetap- dalam (karya) seni-seni seseorang atau suatu kelompok. Adapun menurut antropolog Mills (1971) gaya seni adalah suatu cara yang senantiasa berulang dalam membentuk dan menyajikannya. Oleh karena itu terjadi suatu pola keindahan yang diekspresikan dalam sejumlah karya seni (Sedyawati 1994: 21). 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengumpulan data: Melakukan pendeskripsian terhadap bangunan dan unsur bangunan serta tinggalan prasasti baik yang terdapat di lokasi penelitian maupun yang sudah dipindahkan di tempat lain. Selain itu juga melakukan pendeskripsian terhadap lingkungan situs penelitian untuk mendapatkan gambaran lokasi penelitian secara utuh. 2. Pengolahan data: yaitu melakukan analisis terhadap bangunan biaro yang sudah dipugar dengan membandingkannya terhadap gaya bangunan candi masa Jawa Tengah dan Jawa Timur. Analisis fungsi sejumlah unsur bangunan yang sebagian besar dalam bentuk fragmen dilakukan perbandingan terhadap unsur bangunan sejenis yang masih utuh, sehingga dapat diketahui posisi semula dan fungsinya. Perbandingan ini menggunakan metode analogi yaitu metode yang bertujuan untuk mengungkapkan identitas dan hubungan dari suatu benda atau artefak yang belum diketahui dengan membandingkannya terhadap benda-benda yang sudah diketahui identitasnya (Sharer 2003: 455). 3. Penafsiran: Menafsirkan data apakah sesuai dengan konsep yang dijadikan model dalam penelitian ini. Universitas Indonesia 13

14 Situs-situs di Padang Lawas berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas. Situs-situs yang berada di Kabupaten Padang Lawas Utara: 1 situs berada di Kecamatan Gunung Tua; 9 situs berada di Kecamatan Portibi; dan 6 situs berada di Kecamatan Padang Bolak 7. Adapun situssitus yang berada di Kabupaten Padang Lawas: 2 situs berada di Kecamatan Padang Bolak Julu 8 ; 6 situs berada di Kecamatan Barumun Tengah 9 ; 1 situs berada di Kecamatan Barumun 10 ; dan 1 situs di Kecamatan Sosopan 11. Pengumpulan data dilakukan melalui survei dan ekskavasi yang telah dilakukan pada tahun 1995, 2002, 2003, 2004, 2006 dan Selain berdasarkan data yang dikumpulkan tersebut tidak dapat dikesampingkan pentingnya data-data hasil inventarisasi oleh Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara (1994), hasil penelitian F.M. Schnitger (1937 dan 1938), Satyawati Suleiman (1976 dan 1985), dan peneliti lainnya. Pada tahap pengolahan data akan dilakukan studi arsitektur (seni bangun) pada biaro biaro yang masih berdiri, dan gaya seni arca, juga rekonstruksi temuan lepas yang fragmentaris yaitu tinggalan berupa fragmen stambha, stupa, lapik, umpak dan lain-lain. Dalam melakukan analisis arsitektur terhadap biaro-biaro di Padang Lawas dilakukan perbandingan gaya bangunan (langgam) candi masa Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang sudah melakukan penelitian arsitektur candi yaitu Pitono Hardjowardojo, Hariani Santiko, dan Agus Aris Munandar.. Hasil penelitian ketiga peneliti tersebut digunakan untuk melihat apakah gaya bangunan biaro di Padang lawas mempunyai kesamaan dengan gaya bangunan candi dari masa Jawa Tengah, Jawa Timur, ataukah mempunyai gaya sendiri. Hal ini juga untuk mendukung pendapat R. Soekmono yang mengatakan bahwa biaro-biaro yang berada di Sumatera mempunyai persamaan dengan candi-candi masa Jawa Timur (Klasik Muda) (Soekmono 1986: 243). Pendapat Soekmono tersebut merupakan bantahan terhadap teori Quaritch Wales yang memisahkan Sumatera dari Jawa, dan bahkan memisahkan wilayah barat dari wilayah timur Asia Tenggara (Soekmono 1986: 7 Sisoldop, Nagasaribu, Sihoda-hoda, Mangaledang, Aek Korsik, dan Lobu Dolok. 8 Batugana, Padang Bujur 9 Si Pamutung, Aek Tunjang, Aek Linta, Tandihat 1, Tandihat 2, dan Tandihat 3 10 Si Sangkilon 11 Pageran Bira Universitas Indonesia 14

15 245). Quaritch Wales membagi Asia Tenggara menjadi dua zona yaitu barat dan timur, Zona barat meliputi Srilangka, Siam Tengah, Semenanjung Melayu dan Sumatera; Sedangkan zona timur meliputi Jawa, Campa, dan Kamboja. Menurut Quaritch Wales, Zona barat terjadi extreme aculturation, artinya kesenian tampak memiliki ciri-ciri yang meniru India murni. Pada zona tersebut tidak tampak adanya perkembangan tetapi malah terjadi dekadensi dan penyusutan. Pada zona timur local genius itu selalu aktif, semakin kuat dan pengaruh-pengaruh dari India semakin berkurang (Suleiman 1986: 152). Universitas Indonesia 15

PERCANDIAN PADANGLAWAS

PERCANDIAN PADANGLAWAS PERCANDIAN PADANGLAWAS Di daerah Padanglawas yang merupakan dataran rendah yang kering, pada masa lampau mungkin tidak pernah menjadi pusat pemukiman, dan hanya berfungsi sebagai pusat upacara keagamaan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS, SUMATERA UTARA : TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAGAMAAN TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS, SUMATERA UTARA : TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAGAMAAN TESIS UNIVERSITAS INDONESIA KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS, SUMATERA UTARA : TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAGAMAAN TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora

Lebih terperinci

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN Tinjauan seni bangun (arsitektur) kepurbakalaan di Padang Lawas dilakukan terhadap biaro yang masih berdiri dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN Para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pembagian gaya seni candi masa Majapahit maupun Jawa Timur antara lain adalah: Pitono Hardjowardojo (1981), Hariani Santiko

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari berbagai macam pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki kota-kota

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PERGESERAN HUKUM WARIS ADAT ANGKOLA DI KECAMATAN PADANGBOLAK KABUPATEN PADANGLAWAS UTARA

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PERGESERAN HUKUM WARIS ADAT ANGKOLA DI KECAMATAN PADANGBOLAK KABUPATEN PADANGLAWAS UTARA 34 BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PERGESERAN HUKUM WARIS ADAT ANGKOLA DI KECAMATAN PADANGBOLAK KABUPATEN PADANGLAWAS UTARA Pembagian harta warisan menurut adat Angkola yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Indonesia yang strategis terletak di antara benua Asia dan Australia, sehingga menyebabkan berbagai suku bangsa telah memasuki kepulauan nusantara mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama matakuliah Kode/SKS Status mata kuliah Deskripsi Singkat : ARKEOLOGI HINDU-BUDDHA : BDP 1107/ 2 SKS : Wajib : Pengenalan tinggalan arkeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik Indonesia, yaitu masa berkembangnya kebudayaan yang berlatar belakang agama Hindu-Budha, yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA 3.1. Tata letak Perletakan candi Batujaya menunjukkan adanya indikasi berkelompok-cluster dan berkomposisi secara solid void. Komposisi solid ditunjukkan

Lebih terperinci

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum BERKALA ARKEOLOGI terdiri dari dua kata yaitu dan. adalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. dalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peninggalan peninggalan sejarah yang tersebar luas hampir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gedung bouwpleog..., Yuri Arief Waspodo, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Gedung bouwpleog..., Yuri Arief Waspodo, FIB UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari sisa-sisa peninggalan budaya masa lalu untuk mengungkapkan kehidupan masyarakat pendukung kebudayaannya serta berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1906 M, pada masa pemerintahan sultan Maamun Al- Rasyid Perkasa Alamsjah.Masjid

Lebih terperinci

87 Universitas Indonesia

87 Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Kepurbakalaan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa merupakan perpaduan dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal atau kebudayaan lama yaitu kebudayaan Hindu-Buddha. Perpaduan dua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya. SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6 1. Berdasarkan letak geografis Indonesia yang berada dalam jalur perdagangan dunia, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anwar, Jazanul dan Sengli J. Damanik Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

DAFTAR PUSTAKA. Anwar, Jazanul dan Sengli J. Damanik Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Jazanul dan Sengli J. Damanik. 1985. Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Atmadi, Parmono 1979. Beberapa Patokan Perancangan Bangunan Candi Suatu Penelitian

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

BAB 2 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS

BAB 2 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS BAB 2 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS 2.1 Kondisi Lingkungan Padang Lawas Secara geografis daerah Padang Lawas merupakan daerah aliran Sungai Barumun dan Sungai Pane dengan anak-anak sungainya yaitu Sihapas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sangat luas. Wilayah Indonesia memiliki luas sekitar 1.910.931.32 km. dengan luas wilayah yang begitu besar, Indonesia memiliki banyak

Lebih terperinci

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN AGUS ARIS MUNANDAR Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Disampaikan dalam Seminar Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang memiliki kekayaan akan peninggalan kebudayaan. Bentuk dari peninggalan kebudayaan dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten B II GAMRAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Pengantar Angkola sebenarnya adalah sebutan untuk sebuah daerah yang sebelumnya berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candi adalah salah satu peninggalan budaya dari zaman purba di Indonesia. Candi-candi tersebut banyak ditemukan di Pulau Jawa, Bali dan Kalimantan. Candi Borobudur

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang berlatar belakang Hindu atau Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa. Orangorang di Jawa Timur menyebut

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.3

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.3 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.3 1. Hipotesis yang menyebutkan bahwa agama dan kebudayaan Hindu dibawa ke Indonesia oleh para pedagang adalah hipotesis...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sangat kaya akan peninggalan kebudayaan pada jaman Hindu Budha. Kebudayaan sendiri berasal dari bahasa sansekerta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia memiliki ragam suku dan budaya, dalam proses pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah memiliki nilai sejarah. Pembentukan

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan menjadi topik penelitian. Dimana dalam penelitian ini akan dicari konsep-konsep yang dapat

Lebih terperinci

Situs Gunung Padang. Nopsi Marga Handayani Gregorian Anjar Prastawa

Situs Gunung Padang. Nopsi Marga Handayani Gregorian Anjar Prastawa Situs Gunung Padang Nopsi Marga Handayani 14148118 Gregorian Anjar Prastawa - 14148136 Situs Gunung Padang terletak di kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan,Desa Karyamukti Kecamatan Cempakan, Cianjur.

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010). Sebagian besar tinggalan

Lebih terperinci

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 1. Sejarah Sunda Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi, wilayahnya mencakup daerah di sepanjang aliran sungai Batang Merangin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik arsitektur bangunan kuno maupun arsitektur bangunan modern. Arsitektur bangunan dapat berupa

Lebih terperinci

Pariwisata dan Pelestarian: Suatu Pendekatan untuk Mencegah Kerusakan Pada Bangunan Candi Masa Sriwijaya

Pariwisata dan Pelestarian: Suatu Pendekatan untuk Mencegah Kerusakan Pada Bangunan Candi Masa Sriwijaya SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Pariwisata dan Pelestarian: Suatu Pendekatan untuk Mencegah Kerusakan Pada Bangunan Candi Masa Sriwijaya Ari Siswanto (1), Farida (2), Ardiansyah (1), Hendi Warlika

Lebih terperinci

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung Nama Melayu pertama kali dipakai sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai Batang hari. Peninggalan paling tua dari bahasa Melayu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya Allah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG PENETAPAN SATUAN RUANG GEOGRAFIS KAWASAN PENANGGUNGAN SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal sebagai salah satu Kerajaan Maritim terbesar di Indonesia. Wilayah

I. PENDAHULUAN. dikenal sebagai salah satu Kerajaan Maritim terbesar di Indonesia. Wilayah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dan memerdekakan diri pada 17 Agustus 1945, bangsa ini pernah menemukan atau memiliki sebuah masa kejayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kubur Pitu merupakan peninggalan bersejarah yang ada hingga sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat hiasan Matahari dengan Kalimah

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

SRIWIJAYA JAYA SEPANJANG MASA. Oleh YUNANI* Disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Sejarahwan Indonesia Cabang Sumatera Selatan

SRIWIJAYA JAYA SEPANJANG MASA. Oleh YUNANI* Disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Sejarahwan Indonesia Cabang Sumatera Selatan SRIWIJAYA JAYA SEPANJANG MASA Oleh YUNANI* Disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Sejarahwan Indonesia Cabang Sumatera Selatan *Tenaga Pengajar pada FKIP UNSRI Jurusan IPS Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno

Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno Yunani kuno tidak diragukan lagi merupakan salah satu peradaban paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia. Dari daerah yang terletak di ujung semenanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan warisan budaya. Salah satu warisan budaya yang penting adalah bangunan-bangunan candi yang merupakan tinggalan dari

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan semakin menjadi primadona sejak krisis ekonomi melanda Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan semakin menjadi primadona sejak krisis ekonomi melanda Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang timbul dalam pembangunan dengan masalah pengangguran dan kesenjangan yang ketiganya saling kait mengkait.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH BAB I KONDISI FISIK 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH Sebelum dilakukan pemekaran wilayah, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan terhadap dunia kepariwisataan di Indonesia menjadi salah satu komoditas dan sumber pendapatan devisa negara yang cukup besar dan usaha untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk kota terbesar ketiga di Indonesia. Tidak hanya besar dari segi wilayah, namun juga besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

Nomor 4753); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomo

Nomor 4753); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomo BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PADANG BOLAK TENGGARA, KECAMATAN HALONGONAN TIMUR DAN KECAMATAN

Lebih terperinci

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 PENDAHULUAN PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya (cultural heritage), yang berasal dari berbagai

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan BAB IV KESIMPULAN Kota Sawahlunto terletak sekitar 100 km sebelah timur Kota Padang dan dalam lingkup Propinsi Sumatera Barat berlokasi pada bagian tengah propinsi ini. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan kota adalah artefak-artefak yang penting dalam sejarah perkembangan suatu kota. Mereka kadang-kadang dijaga dan dilestarikan dari penghancuran

Lebih terperinci

BAB 3: TINJAUAN LOKASI

BAB 3: TINJAUAN LOKASI BAB 3: TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Kantor PT. Taman Wisata Candi Prambanan Borobudur dan Ratu Boko Yogyakarta 2.1.1 Profil Kantor PT. Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko PT. Taman Wisata

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN. Absatrak

APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN. Absatrak APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN WAKTU TEMPUH BAGI PELAKU JASA WISATA DI KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO KABUPATEN SEMARANG) Rahma Hayati Jurusan Geografi FIS UNNES Absatrak

Lebih terperinci

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Candi Cetho

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Candi Cetho BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Candi Cetho 1. Lokasi Candi Cetho terletak di lereng barat Gunung Lawu, tepatnya di desa Cetho kelurahan Gumeng kecamatan Jenawi, kabupaten Karanganyar provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,

Lebih terperinci

Forum Bina Prestasi DI UNDUH DARI YUDHISTIRA LEARNING CENTER. Anggota Ikapi

Forum Bina Prestasi DI UNDUH DARI YUDHISTIRA LEARNING CENTER. Anggota Ikapi Forum Bina Prestasi Anggota Ikapi Pendalaman Buku Teks Tematik Pahlawanku 4E Kelas IV SD Penyusun Forum Bina Prestasi Pramita Indriani Damarasih Sumiyono Untari Teguh Purwantari Sutarman Editor Indriani

Lebih terperinci

SENI ORNAMEN DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU

SENI ORNAMEN DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU SENI ORNAMEN DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU Purwo Prihatin Abstrak Tulisan ini untuk mengungkapkan seni ornamen dalam konteks budaya masyarakat Melayu Riau. Berkaitan dengan itu maka pelacakannya dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan dan diupayakan menjadi daya tarik wisata daerah. Potensi wisata tersebut

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH *

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * OLEH : DANAR WIDIYANTA A. Latar Belakang Perjalanan sejarah

Lebih terperinci