TINGKAT KOMPETENSI AGRIBISNIS PETANI SAYURAN BERLAHAN SEMPIT DI KOTA BANDA ACEH DAN KABUPATEN ACEH BESAR MUHIBUDDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAT KOMPETENSI AGRIBISNIS PETANI SAYURAN BERLAHAN SEMPIT DI KOTA BANDA ACEH DAN KABUPATEN ACEH BESAR MUHIBUDDIN"

Transkripsi

1 TINGKAT KOMPETENSI AGRIBISNIS PETANI SAYURAN BERLAHAN SEMPIT DI KOTA BANDA ACEH DAN KABUPATEN ACEH BESAR MUHIBUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tingkat Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Berlahan Sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Muhibuddin NIM I

4 RINGKASAN MUHIBUDDIN. Tingkat Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Berlahan Sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Dibimbing oleh SITI AMANAH dan DWI SADONO. Petani merupakan manajer dalam usahataninya. Petani dituntut memiliki kompetensi untuk mengambil keputusan dalam perencanaan usaha dan manajemen usaha secara keseluruhan. Kompetensi agribisnis petani merupakan kemampuan petani dalam berpikir, bersikap, dan bertindak dalam berusahatani sayuran pada lahan sempit. Kemampuan tersebut meliputi: perencanaan usahatani, pendayagunaan faktor produksi, penerapan budidaya sayuran, pemasaran hasil usahatani, dan kemitraan usahatani. Kompetensi petani sayuran berlahan sempit berbeda antara satu dengan lainnya, tergantung kepada faktor-faktor internal dan eksternal yang dimilikinya. Faktor-faktor internal dan eksternal petani yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1) ciri-ciri sosio-demografi petani meliputi: umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, lama berusahatani, dan luas lahan usahatani, 2) motivasi berusahatani sayuran meliputi: motif intrinsik dan motif ekstrinsik, dan 3) interaksi dan komunikasi petani meliputi: interaksi dan komunikasi dengan penyuluh, interaksi dan komunikasi antar petani, keterlibatan dalam kelompoktani, interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa dan LSM. Mempertimbangkan adanya persoalan dalam kemampuan petani mengelola agribisnis usahatani sayuran lahan sempit di Aceh, maka penelitian ini bertujuan: 1) untuk menganalisis tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit, dan 2) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit. Penelitian ini dilakukan terhadap petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Pengumpulan data dilakukan terhadap 77 responden dengan menggunakan teknik survei, pada bulan April Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.. Analisis deskriptif dan uji korelasi Pearson (Pearson correlation) digunakan untuk menganalis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (51.9 persen) petani sayuran berlahan sempit memiliki kompetensi agribisnis tergolong sedang, 41.6 persen tergolong tinggi, dan sisanya 6.5 persen petani tergolong rendah. Tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran lahan sempit termasuk kategori sedang cenderung ke tinggi. Petani sayuran memiliki tingkat kompetensi cenderung ke tinggi dalam bidang: merencanakan usahatani, pendayagunaan faktor produksi, dan penerapan budidaya sayuran, sedangkan bidang pemasaran dan kemitraan usahatani masih kurang dikuasai petani. Kompetensi agribisnis petani sayuran berhubungan positif dan sangat nyata dengan umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, lama berusahatani sayuran, motif intrinsik dan motif ekstrinsik, interaksi dan komunikasi penyuluh, interaksi dan komunikasi antar petani, keterlibatan dalam kelompok tani, interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa dan LSM. Kata kunci: kompetensi agribisnis,petani berlahan sempit, usahatani sayuran.

5 SUMMARY MUHIBUDDIN. Competencies of Smallholder of Vegetable Crops Agribusiness in Banda Aceh and Aceh Besar. Supervised by SITI AMANAH and DWI SADONO. Farmer is an agribusiness manager. Famer should have competencies to take decisions in their vegetable farming. Farmer competency is the ability to think (knowledge), attitude (mental attitude), and act (skill) in to small-land scale farming. The capabilities consist of planning patterns of farming, the utilization of factors production, the cultivation of vegetables, marketing of farming, and farming partnerships. The objectives of research are to analyze: 1) the level of agribusiness competencies of smallholders with vegetable planting, and 2) the correlated factors with agribusiness competencies of smallholders with vegetable planting. The respondents are vegetable farmers who live in the Syiah Kuala Sub-district of Banda Aceh and Darussalam Sub-district of Aceh Besar. Data collection was conducted on the 77 respondents using survey and interviews technique, starting in April Sampling was done by purposive sampling. The descriptive analysis and Pearson correlation test were used to analyze the data. The research results show that 51.9 percent smallholders have a moderate level of agribusiness competence, 41.6 percent have a high level, and only 6.5 percent of them have a low level of agribusiness competence. The level of agribusiness competencies of smallholders with vegetable planting including medium category. Smallholders have a tended to a high level of competence in the field of farm planning, utilization of factors production, and application of cultivation vegetables, while the ability of the marketing of farm and farm partnerships still less controlled by farmers. There is a positive and significant correlation between agribusiness competencies of smallholders with: 1) the characteristics of the socio-demographic (age, level of formal education, nonformal education, and experience), 2) motivation to farm, 3) interaction and communication of farmers. Keywords: agribusiness competency, smallholders, vegetable planting.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 TINGKAT KOMPETENSI AGRIBISNIS PETANI SAYURAN BERLAHAN SEMPIT DI KOTA BANDA ACEH DAN KABUPATEN ACEH BESAR MUHIBUDDIN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8 Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Pudji Muljono, MSi

9 Judul Tesis : Tingkat Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Berlahan Sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar Nama : Muhibuddin NIM : I Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Dr Ir Dwi Sadono, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Sumardjo, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 28 Agustus 2015 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala atas segala nikmat, karunia serta hidayah-nya sehingga penelitian dengan judul: Tingkat Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Berlahan Sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar berhasil diselesaikan. Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Dr Ir Siti Amanah, MSc (Ketua) dan Dr Ir Dwi Sadono, MSi (Anggota) yang telah dengan sabar membimbing dan memberikan saran, masukan serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 2. Prof Dr Ir Sumardjo, MS selaku ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan dan seluruh staf pengajar yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani kuliah di Ilmu Penyuluhan Pembangunan. 3. Seluruh Responden yang telah memberikan informasi dan ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. 4. Ayahanda tercinta Bapak Jamian Yahya dan Ibunda tersayang Ibu Maimunah Amin atas segala kasih sayang dan selalu mendoakan penulis semoga menjadi orang yang berhasil duania dan akhirat. 5. Isteri tercinta Santi Noviasari, MSi atas perhatian, dukungan dan memberikan motivasi kepada penulis, serta kepada anak-anakku tersayang Zhafira Nasywa Almuja dan Zharifa Yumna Almuja atas kemandirian dan pengertiannya selama ini. 6. Adik-adikku Asrawani, Saifullah, Faisal dan adik ipar yang selalu mendukung dan memotivasi penulis demi kelancaran studi. 7. Bapak dan Ibu mertua, serta keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendoakan dan mendukung penulis hingga dapat menyelesaikan studi di PPs IPB. 8. Rekan-rekan PPN IPB Angkatan 2012 yaitu Mujiburrahmad, Delki Utama Hasta, Firmansyah, Isni, Enik, Azwar, Aan Hermawan, Ismilaili, Rindi Metalisa, Nurul Dwi Novikarumsari, Lina Asnamawati dan Annisa Yulia Handayani. Terima kasih atas kebersamaan kita yang tak terlupakan. 9. Sahabat-sahabat PPN angkatan 2013 dan S3 PPN atas diskusi-diskusi dan saran-saran bagi saya dalam menyelesaikan penelitian ini. 10. Segenap pihak yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis selama perkualiahan dan penelitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini belum lah sempurna, namun penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi pengembangan ilmu penyuluhan di bidang Peningkatan Kompetensi Petani. Bogor, September Muhibuddin

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Masalah Penelitian 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 Konsep Agribisnis 4 Petani Sayuran Lahan Sempit 5 Konsep Kompetensi 6 Kompetensi Agribisnis 9 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran 13 Kerangka Berpikir 17 Hipotesis Penelitian METODE PENELITIAN 20 Lokasi dan Waktu penelitian 20 Rancangan dan Pendekatan Penelitian 20 Populasi dan Sampel Penelitian 20 Data dan Instrumen Penelitian 21 Peubah Penelitian 22 Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah 22 itas dan Reliabilitas Instrumen 24 Pengolahan dan Analisis Data 26 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 27 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 Ciri-ciri Sosio-Demografi Petani 29 Motivasi Berusahatani Sayuran 32 Interaksi dan Komunikasi Petani 33 Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Lahan Sempit 38 Tingkat Pengetahuan Agribisnis Petani Sayuran 39 Tingkat Sikap Agribisnis Petani Sayuran 45 Tingkat Keterampilan Agribisnis Petani Sayuran 50 Korelasi Faktor-Faktor Individu dengan Kompetensi Agribisnis Petani sayuran 55 Korelasi antara Ciri-Ciri Sosio-Demografi Petani dengan Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran 56

12 Korelasi antara Motivasi Berusahatani Sayuran dengan Kompetensi Agribisnis Petani 60 Korelasi antara Tingkat Interaksi dan Komunikasi Petani dengan Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran 61 4 KESIMPULAN DAN SARAN 67 Kesimpulan 67 Saran 67 DAFTAR PUSTAKA 68 LAMPIRAN 73 RIWAYAT HIDUP 101

13 DAFTAR TABEL 1 Jumlah populasi dan sampel penelitian di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar 21 2 Profil wilayah penelitian di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran Berlahan Sempit menurut ciri-ciri sosiodemografi di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat motivasi berusahatani di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat interaksi dan komunikasi petani di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat kompetensi agribisnis berusahatani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat pengetahuan agribisnis berusahatani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat pengetahuan tentang penerapan budidaya sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut sikap agribisnis sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat sikap tentang penerapan budidaya sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat keterampilan agribisnis sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat keterampilan tentang penerapan budidaya sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Koefisien korelasi antara ciri-ciri sosio-demografi dengan kompetensi agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Koefisien korelasi antara ciri-ciri sosio-demografi dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun

14 15 Koefisien korelasi antara motivasi berusahatani dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Darussalam Aceh Besar tahun Koefisien korelasi antara motivasi berusahatani sayuran dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Koefisien korelasi antara tingkat interaksi dan komunilasi petani dengan kompetensi agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Koefisien korelasi antara tingkat interaksi dan komunilasi petani dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun Kesenjangan kompetensi agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun DAFTAR LAMPIRAN 1 Sketsa lokasi penelitian 73 2 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen 74 3 Hasil analisis uji beda rata-rata antara petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar 85 4 Tingkat ciri-ciri sosio-demografi petani 90 5 Tingkat motivasi berusatani sayuran petani 90 6 Tingkat interaksi dan komunikasi petani 91 7 Tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran 92 8 Tingkat pengetahuan agribisnis petani sayuran 93 9 Tingkat sikap agribisnis petani sayuran Tingkat keterampilan agribisnis petani sayuran Hasil uji korelasi Pearson Foto-foto kondisi lahan usahatani sayuran pertanian lahan sempit Foto-foto penerapan budidaya sayuran 100

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian lahan sempit adalah penting. Rata-rata pertumbuhan rumahtangga petani berlahan sempit atau petani gurem di Provinsi Aceh antara tahun 2009 sampai 2013 adalah 10.6 persen. Jumlah petani berlahan sempit di Kota Banda Aceh adalah 2618 rumahtangga dan Kabupaten Aceh Besar berjumlah rumahtangga (BPS 2013). Alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi non pertanian produktif telah mendorong peningkatan petani berlahan sempit, khususnya di wilayah perkotaan. Oleh sebab itu, pengelolaan yang tepat terhadap pertanian lahan sempit perlu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pertanian lahan sempit dapat dikelola secara menguntungkan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui intensifikasi lahan dengan menerapkan teknologi modern, manejemen usahatani modern, penguatan kelompok tani, dan pelaksanaan pendidikan melalui penyuluhan secara intensif bagi petani. Selain intensifikasi lahan, keberlangsungan usahatani pada lahan sempit dapat dilakukan melalui penerapan konsep agribisnis dalam berusahatani. Penerapan sistem agribisnis merupakan suatu keharusan agar produk yang dihasilkan selalu mendapat tempat di mata konsumen dan memberikan nilai tambah yang optimal bagi petani. Agribisnis merupakan kegiatan pertanian yang dikelola untuk memperoleh keuntungan, dengan cara melakukan kerjasama antar sub-sistem, agar menjamin kesejahteraan petani dan keberlajuntan kegiatan pertanian (Harijati 2007). Pada agribisnis, petani harus mempunyai kemampuan untuk mengelola unsur-unsur usahataninya berupa lahan, modal, sarana prasarana dan tenaga kerja. Petani bertugas untuk mengambil keputusan tentang apa yang akan dihasilkan dan bagaimana cara menghasilkannya, sehingga petani dituntut untuk mempunyai kemampuan atau kompetensi. Menurut Mulyasa (2002), kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi seseorang merupakan indikator yang dapat memperkirakan kinerjanya, yaitu segala sesuatu yang hendak dilakukan dan dicapai dalam kegiatannya (Spencer and Spencer 1993). Kompetensi agribisnis merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir, bersikap dan bertindak dalam merencanakan usahatani untuk memperoleh keuntungan berusahatani, membangun kerjasama antar sub-sistem pertanian, serta mewujudkan kegiatan pertanian yang berkelanjutan (Harijati 2007). Seiring itu, Departemen Pertanian (2001) menjelaskan bahwa petani sebagai pelaku agribisnis harus memiliki kompetensi agribisnis yang diukur berdasarkan empat kemampuan, yaitu: merencanakan keuntungan, melakukan kerjasama, meraih nilai tambah, dan melakukan pertanian berkelanjutan. Dengan kondisi lahan yang sempit, keberlangsungan usahatani sangat tergantung pada kemampuan petani dalam beragribisnis dan mengintensifkan lahannya. Pada umumnya petani lahan sempit memiliki keterbatasan-keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam merencanakan keuntungan, meraih nilai tambah produk dan melakukan pertanian berkelanjutan. Kondisi ini berimplikasi

16 2 pada rendahnya pendapatan dan kesejahteraan mereka. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Harijati (2007) menemukan 30 persen petani lahan sempit belum mampu mengembangkan usahatani, rendahnya motivasi, jiwa kewirausahaan dan kompetensi; Maulana (2013) di Kabupaten Bandung Barat menemukan bahwa kompetensi tataniaga (pemasaran) dan kompetensi penunjang (kerjasama dengan mitra bisnis) jarang di miliki petani; Yadav et al. (2013) di India, dari 100 orang perempuan yang menjadi responden hanya 14 persen memiliki pengetahuan yang tinggi tentang budidaya sayuran. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kompetensi petani perlu dikembangkan. Penyuluhan merupakan proses pembelajaran bagi petani dalam mengembangkan kompetensi agribisnis, termasuk petani berlahan sempit. Strategi penyuluhan pertanian bagi petani sayuran pada lahan sempit perlu dikembangkan, agar petani mendapatkan penyuluhan secara tepat, terencana dan berkelanjutan, sesuai dengan kondisi dan potensi yang mereka miliki. Keberhasilan usahatani sangat tergantung kepada kompetensi petani sebagai pengelola utama. Petani sebagai manusia memiliki kebebasan untuk berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, mempelajari berbagai hal baru, dan mengikuti setiap perkembangan yang ada. Menurut Indrawati et al. (2011), kompetensi petani merupakan hasil proses belajar petani yang ditentukan oleh hasil interaksi antara faktor individu petani dan faktor lingkungan usahatani, melalui proses belajar. Hasil penelitian Asih (2009) di Sulawesi, menemukan bahwa karakteristik berupa umur, pendidikan, status usahatani dan jumlah tanggungan rumahtangga berpengaruh terhadap keterampilan petani dalam mengelola usahatani bawang merah. Berdasarkan uraian di atas, penting dilakukan penelitian sejauh mana tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kompetensi tersebut, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan kompetensi petani sayuran berlahan sempit. Masalah Penelitian Salah satu tantangan yang terpenting dalam pembangunan hortikultura termasuk sayuran, yaitu masih rendahnya kompetensi sumber daya manusia termasuk petani (pelaku utama), penyuluh dan kelompok tani. Pelatihan dan penyuluhan dalam pengembangan kompetensi petani sangat diperlukan untuk meningkatan kemampuan agribisnis petani dalam mengelola usahatani sayuran pada lahan sempit. Pada lahan yang sempit, keberlangsungan usaha pertanian akan sangat tergantung pada kemampuan petani mengintensifkan lahannya. Upaya intensifikasi tentunya bukan semata masalah kemampuan lahan dan alih teknologi, tetapi juga kemampuan dan kemauan petani berusahatani di lahan sempit (Lampiran Permentan 2012). Rata-rata penguasaan lahan oleh rumahtangga petani berlahan sempit di Kota Banda Aceh adalah 0.19 hektar dan di Kabupaten Aceh Besar adalah 0.57 hektar (BPS 2013). Umumnya petani berlahan sempit menanam sayuran daun (sawi, selada, kangkung, seledri), sayuran buah (tomat, cabe dan timun), dan sayuran umbi (bawang merah). Saat ini kondisi usahatani sayuran pada lahan

17 sempit masih dilakukan dalam skala kecil, teknologi maju belum sepenuhnya diterapkan, dan manajemen usaha belum dilaksanakan secara professional. Hasil penelitian Khalik et al. (2013) di Aceh Besar, bahwa kendala dihadapi oleh petani antara lain: tingkat kestabilan harga, keterbatasan modal untuk sarana produksi, dan upah tenaga kerja, keterbatasan sumber daya usahatani, dan sempitnya lahan garapan. Seiring itu, hasil penelitian Iskandar (2013) di Aceh Besar, menemukan bahwa efisiensi penggunaan lahan terbatas, infrastruktur pertanian belum memadai, rendahnya akses petani kepada input-input produksi, kelompok tani belum kuat, dan penyuluhan pertanian masih rendah. Secara spesifik kondisi usahatani sayuran di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar adalah: (1) produksi masih bersifat musiman belum kontinyu sehingga pasokan dan harga fluktuatif, (2) keterbatasan kemampuan sumber daya petani khususnya terkait dengan penanganan pasca panen, pengolahan dan pamasaran hasil, (3) kondisi dan potensi sumber daya alam yang semakin menurun sebagai akibat over intensifikasi, sehingga dibutuhkan biaya korbanan yang cukup tinggi dalam peningkatan produksi, (4) keterbatasan sumber permodalan, (5) penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) belum optimal karena belum dikuasainya komponen teknologi dan kurangnya kesadaran, dan (6) kelembagaan petani kurang berfungsi dengan baik sebagai wadah belajar dan kerjasama. Akibatnya, usahatani yang dilakukan belum sepenuhnya berorientasi keuntungan. Kondisi di atas terjadi karena belum intensifnya penyuluhan yang dilakukan terhadap petani sayuran dalam pemanfaatan lahan sempit. Penyebaran dan kompetensi tenaga Penyuluh Pertanian saat ini masih bias pada sub sektor tanaman pangan. Kondisi ini menyebabkan kurang optimalnya pelayanan penyuluhan pertanian kepada pelaku utama dan pelaku usaha yang mengusahakan komoditas hortikultura, perkebunan dan peternakan. Akibatnya, kemampuan petani dalam pengembangan usahatani terbatas. Dengan kata lain, kompetensi agribisnis petani sayuran dalam pemanfaatan lahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar perlu ditingkatkan. Diduga, rendahnya kompetensi petani tersebut berkaitan dengan kesulitan petani dalam mengakses program penyuluhan. Berdasarkan hal tersebut, bagaimanakah tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh besar? Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kompetensi agribisnis petani sayuran dalam pemanfaatan lahan sempit? 3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah: ( 1) Menganalisis tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. ( 2) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.

18 4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis adalah: ( 1) Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap konsep pengembangan kompetensi agribisnis petani sayuran. ( 2) Kegunaan praktis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pemikiran bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan sumberdaya petani selaku manajer usahatani di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar khususnya dan Provinsi Aceh pada umumnya. 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Agribisnis Konsep agribisnis pertama kali dikenalkan oleh John H. Davis pada tahun 1955 dan dimasyarakatkan pada tahun 1957, yang dianggap sebagai tahun kelahiran agribisnis. Agribisnis mempunyai ruang lingkup: (1) pembuatan dan penyaluran sarana produksi untuk kegiatan budidaya pertanian, (2) kegiatan budidaya atau produksi usahatani, (3) penyimpanan, pengolahan, dan distribusi berbagai komoditi pertanian dan produk-produk yang memakai komoditas pertanian sebagai bahan baku (Pambudy, 2005). Menurut Kementrian Pertanian (2011), agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas: (a) sub-sistem hulu, yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi; (b) sub-sistem primer, yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh sub-sistem hulu; (c) sub-sistem agribisnis hilir, yaitu mengolah dan memasarkan komoditas pertanian; dan (d) sub-sistem penunjang, yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang, antara lain permodalan dan teknologi. Artinya, agribisnis merupakan kegiatan mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian, kegiatan produksi pertanian, penanganan pasca panen sampai dengan pemasaran hasil pertanian. Ruang lingkup agribisnis dapat disederhanakan menjadi tiga sub-sistem, yaitu sub-sistem input, sub-sistem produksi, dan sub-sistem output yaitu pengolahan dan pemasaran (Santosa 2008); keterkaitan antara sub-sistem dengan sub-sistem lainnya sangat erat dan penting, serta tak bisa dipisah-pisahkan (Hernanto 1989). Sementara Pambudy (2005) menjelaskan bahwa prinsip pembangunan melalui pengembangan agribisnis: (1) merupakan suatu sistem dari kegiatan pra panen, panen, pasca panen, dan pemasaran yang tidak dapat dipisahkan, (2) berorientasi pada pasar, (3) menggunakan konsep sustainable development, (4) keterkaitan sistem produksi dan pendukung perlu dijaga dan diseimbangkan, (5) dukungan sistem informasi yang akurat dan mudah diakses. Menurut Saragih (1998), beberapa faktor yang menyebabkan semakin pentingnya agribisnis berskala kecil di masa mendatang adalah: 1) relatif tidak memerlukan terlalu banyak modal investasi, terutama bidang jasa, 2) dapat bergerak luwes menyesuaikan diri dalam situasi yang berubah karena tidak perlu

19 terhambat oleh persoalan birokrasi seperti perusahaan besar, 3) memiliki tenagatenaga penjual dan wirausaha yang tertempa secara alami yang tidak berminat (vested-interest) dalam sistem produksi yang sudah ada dan sudah mantap, dan 4) perubahan selera konsumen yang semakin bergeser dari produk-produk tahan lama yang dihasilkan secara massal ke produk-produk yang lebih manusiawi lebih tepat dilayani oleh usaha-usaha kecil. Artinya, agribisnis merupakan peluang dan solusi bagi petani untuk memperoleh nilai tambah dari produk, dengan memperhatikan selera konsumen, misalnya produk sayur organik. Agribisnis merupakan pertanian yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip komersial atau ekonomi. Dalam hal ini pertanian bukan lagi sebagai way of life, tetapi merupakan usaha yang harus memberikan keuntungan. Inovasi dalam agribisnis merupakan suatu keharusan agar produk yang dihasilkan selalu mendapat tempat di mata konsumen dan memberikan nilai tambah yang optimal bagi para pelaku yang terlibat. Hasil penelitian Hastuti (2008) di Boyolali menemukan bahwa penerapan sub-sistem agribisnis hulu, sub-sistem usahatani, pengolahan hasil dan model usahatani, baik secara parsial maupun serempak berpengaruh nyata terhadap pendapatan pada tingkat petani. Pengembangan agribisnis sayuran kedepan haruslah berkelanjutan. Hasil penelitian Taufik (2012) di Sulawesi Selatan, menemukan bahwa strategi pengembangan agribisnis sayuran berkelanjutan ke depan adalah melakukan reorientasi sistem pengelolaan tanaman, sinergi dan harmonisasi inovasi budidaya, serta mengembangkan kerjasama kemitraan. Strategi diarahkan pada upaya mengembangkan produksi sesuai dengan kebutuhan, menciptakan pola tanam yang merata sepanjang tahun, meningkatkan daya saing dan kemampuan SDM, menguatkan kelembagaan petani seperti kelompok tani, permodalan dan pemasaran, serta mengoptimalkan penggunaan lahan serta sarana dan prasarana. 5 Petani Sayuran Lahan Sempit Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) yang meliputi: usaha hulu, usahatani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang. Petani kecil adalah petani yang mengusahakan lahan pertanian antara 0.3 sampai 2 hektar yang masih menggunakan teknologi sederhana (Kementrian Pertanian 2011). Artinya, petani merupakan orang yang memiliki atau mengelola lahan dan bangunan di atasnya digunakan untuk menanam tanaman atau membesarkan hewan (Eze 2013). Menurut Hernanto (1989), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kehidupannya dalam bidang pertanian peternakan, usahatani dan lain-lain Ihsaniyati (2010) menjelaskan bahwa petani gurem (peasant) yaitu seseorang yang untuk bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraan, memiliki atau menguasai lahan yang secara kumulatif kurang dari 0.5 hektar, menjalankan usahatani dan sekaligus juga menekuni pekerjaan lain di luar usahatani. Ihsaniyati menduga ada dua golongan petani gurem di Desa Rowo yaitu petani gurem Pengambil Resiko Tinggi (PRT) dan Pengambil Resiko Rendah (PRR). Petani gurem PRT diantaranya cenderung memiliki sifat/karakter berani mengambil

20 6 resiko, berpikir lebih komersial, berani keluar dari zona aman, dan gigih dalam menyelesaikan masalah. Petani gurem PRT menekuni usahatani atau pekerjaan lain yang cenderung lebih komersial; beresiko tinggi; membutuhkan modal besar; garapan/pekerjaan rumit; membutuhkan curahan pikiran, konsentrasi, dan tenaga yang lebih besar. Kriteria petani gurem atau petani kecil dapat dilihat dari berbagai macam aspek, yaitu: 1) jumlah jiwa yang ditanggung rata-rata 5 orang setiap keluarga, 2) tingkat pendidikan kepala rumahtangga umumnya sangat terbatas, bahkan masih banyak diantaranya yang buta huruf, 3) sumber nafkah mereka berasal dari usahatani sendiri, berburuh tani atau usaha di luar bidang pertanian, 4) imbalan kerja yang diterima rata-rata bidang pertanian, jauh lebih kecil dari pada di luar bidang pertanian, 5) rata-rata penguasaan lahan antara 0.1 sampai 0.4 hektar, 6) besar pendapatan dari dalam dan luar usahatani berkisar 180 sampai 280 kilogram setara beras/kapita per tahun, 7) konsumsi pangan mereka rata-rata kalori dan 31 gram protein/orang per hari, dan 8) kurang responsif terhadap usaha-usaha inovasi menuju perbaikan teknologi produksi maupun pasca panen (Sastraatmadja 2008). Pertanian lahan sempit adalah usaha pertanian yang dilakukan oleh petani dengan rata-rata luas lahan pengusahaan kurang dari 0,5 ha. Pertanian lahan sempit mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang membutuhkan areal perumahan, serta perkembangan pembangunan fisik atau infra struktur disuatu wilayah. Lahan merupakan salah satu unsur penting dalam usahatani selain unsur modal, tenaga kerja dan pengelolaan (manajemen). Berdasarkan luas lahan, Hernanto (1989) membagi petani ke dalam empat golongan yaitu: (1) golongan petani luas (> 2 ha), golongan petani sedang (0.5 2 ha), golongan petani sempit (0.5 ha) dan buruh tani tidak bertanah. Perbedaan luas lahan tersebut akan berpengaruh terhadap sumber dan distribusi pendapatan. Bagi petani golongan sedang dan sempit faktor produksi dominan adalah modal dan tenaga kerja. Harijati (2007) menjelaskan bahwa lahan pertanian merupakan komponen utama dalam berusahatani, penyempitan lahan pertanian akan mempegaruhi kinerja pertanian. Dampak yang ditimbulkan dalam berusahatani lahan sempit antara lain : hanya ditanami jenis komoditas terbatas, produksi rendah, pendapatan kecil, modal kecil, akses pasar sulit, akses informasi kurang dan akses pinjaman modal ke bank relatif susah, akhirnya usahatani di lahan sempit tidak menguntungkan, sulit pengembangan, dan hasilnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani. Dengan demikian, petani sayuran lahan sempit adalah seseorang yang bertanggung-jawab untuk mengelola usahatani sayuran pada lahan yang luasnya di bawah 0.5 hektar. Konsep Kompetensi Istilah competencies atau competence dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai kompetensi, kecakapan dan keberdayaan yang merujuk pada keadaan atau kualitas mampu dan sesuai. Dalam bahasa Inggris kata competenci diartikan sebagai keadaan yang sesuai, memadai, atau cocok. Konsep kesuaian dalam pekerjaan, ada dua istilah yang dimunculkan yaitu: (1)

21 Competency (kompetensi), yaitu deskripsi mengenai perilaku; (2) Competence (kecakapan) merupakan deskripsi tugas atau hasil pekerjaan. Kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Kompetensi adalah mengenai orang seperti apa dan apa yang dapat mereka lakukan, bukan apa yang mungkin mereka lakukan (Palan 2008). Spencer dan Spencer (1993) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang mendasar dari seseorang dan menunjukkan cara berperilaku atau berpikir pada situasi tertentu dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama, yang dibagi ke dalam lima tipe karakteristik kompetensi, yaitu: (1) motivasi (motives), yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pemikiran yang konstan mendorong individu bertindak atau berperilaku; (2) karakter (traits), yaitu kompetensi yang berkaitan dengan dengan karakteristik fisik dan respon yang konsisten atas situasi tertentu; (3) konsep diri (self-konsep), yaitu kompetensi yang berkaitan dengan sikap individu, nilai-nilai yang dianut serta citra diri; (4) pengetahuan (knowledge), yaitu kompetensi yang berkaitan dengan ilmu yang dimiliki individu dalam bidang pekerjaan tertentu; dan (5) keahlian (skill), kompetensi yang berkaitan dengan unjuk kinerja fisik atau mental. Manifestasi dari semua unsur yakni karakter, konsep diri, motivasi, pengetahuan, dan keterampilan akan terwujud dalam rupa pola tingkah laku (behavior) Menurut Suparno (2001), kompetensi merupakan kecakapan atau kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga yang bersangkutan dapat menjalankan perannya dengan baik. Seiring itu, Boyatzis (1982) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan merupakan refleksi dari kinerja yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Kompetensi kerja adalah segala sesuatu pada individu yang menyebabkan kinerja yang prima. Mulyasa (2002) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak, sedangkan kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Wibowo (2007), kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di tempat kerja, termasuk di antaranya kemampuan seseorang untuk mentransfer dan mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan tersebut dalam situasi yang baru dan meningkatkan manfaat yang disepakati. Kompetensi juga menunjukkan karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas profesional dalam pekerjaan mereka. Beberapa pakar bidang sumber daya manusia pada konferensi di Johannessburg pada 1995 menyepakati bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang saling terkait mempengaruhi sebagian besar jabatan (peranan dan tanggung-jawab), berkolerasi dengan kinerja pada jabatan tersebut, dan dapat diukur dengan standar-standar yang dapat diterima, serta dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya pelatihan dan pengembangan (Prihadi 2004). Artinya, kinerja setiap pekerjaan memerlukan kompetensi khusus 7

22 8 dan dapat ditingkatkan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan di tempat kerjanya. Suparno (2001) membagi kompetensi ke dalam tiga kemampuan yakni kemampuan kognitif, kemampuan sensorik-motorik dan kemampuan afektif. Menurut Wiles (Rosyada 2004), kompetensi kognitif terdiri atas: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan afektif terdiri atas: penerimaan, tanggapan, menerima nilai dan mengorganisasikan nilai. Kompetensi psikomotorik terdiri atas: mengamati, meniru, mempraktekkan dan menyesuaikan. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan seseorang yang terdiri atas unsur pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurut Bruner, pengetahuan selalu dapat diperbaharui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan kematangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu proses. Proses tersebut melibatkan tiga aspek yaitu: 1) proses mendapatkan informasi baru dimana seringkali informasi baru ini merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya; 2) proses transformasi, yaitu proses manipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru; 3) proses mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara mengolah informasi telah memadai (Suparno 2001). Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscural) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya (Syah 2002). Menurut Suparno (2001), belajar psikomotorik menekankan keterampilan motorik yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan kordinasi syaraf dan otot. Untuk menjelaskan konsep ini digunakan contoh kegiatan berbicara, menulis, berbagai aktivitas pendidikan jasmani,dan program-program keterampilan. Sikap adalah perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekwensi yakni cara seseorang berhadapan dengan obyek sikap (van den Ban dan Hawkins 1999). Menurut Suparno (2001) sikap mempunyai tiga karakteristik yaitu: 1) intensitas yakni kekuatan terhadap objek, 2) arah terhadap objek, apakah positif-negatif ataupun netral, 3) target sesuai sasaran sikap, terhadap apa sikap ditujukan. Sikap dipandang mempunyai komponen afektif atau emosional, aspek konatif dan berakibat pada tingkah laku. Kompetensi petani haruslah mengacu kepada perannya sebagai pelaku dan manajer usahatani. Menurut Ruky dan Akhmad (2003) bahwa petani sebagai pekerja atau penggarap (cultivator) perlu memiliki kecerdasan profesional (teknis) dan kecerdasan pengelolaan (manajerial) berupa pengetahuan dan keterampilan budidaya tanaman untuk menyelenggarakan kegiatan produksi usahatani. Profesionalisme seseorang dituntut kreativitas serta kecakapan menyesuaikan pada keadaan yang berbeda-beda, terkandung tanggung-jawab untuk membuat suatu keputusan. Kompetensi dapat dikembangkan dari proses berpikir, praktek dan pengalaman hidup seseorang. Orang yang memiliki kompetensi cenderung melakukan pekerjaan dengan baik karena kepuasan bathin yang dirasakan.

23 Kompetensi yang satu berbeda dengan kompetensi yang lain dalam hal jumlah bagian-bagiannya. Menurut Suparno (2001) makin kompleks, kreatif, atau profesional suatu kompetensi, makin besar kemungkinan diterapkan dengan cara berbeda (different fashion) pada setiap kali dilakukan, bahkan oleh orang yang sama. Hal ini berbeda dengan kompetensi teknis yang relatif merupakan tindakan mekanis yang setiap kali diterapkan dengan menggunakan cara yang sama (usually premium for precision). Dengan mengacu pada konsep dan pengertian kompetensi yang telah dikemukakan para pakar tersebut, maka kompetensi petani adalah kemampuan yang dimiliki petani berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya yaitu usahatani. Kompetensi petani terbentuk dari proses berpikir dan pengalaman hidupnya, tetapi tidak selalu permanen sehingga kompetensi perlu selalu ditingkatkan. Pengetahuan dan keterampilan relatif lebih mudah dikembangkan dan diperbaiki yaitu dengan cara pendidikan dan pelatihan, sedangkan sikap merupakan hal yang terdapat dalam diri petani itu sendiri. 9 Kompetensi Agribisnis Permentan (2012) tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan sertifikasi kompetensi sumber daya manusia hortikultura, menjelaskan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh sumber daya manusia hortikultura berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatan atau pekerjaannya. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kompetensi teknis adalah kemampuan sumber daya manusia hortikultura dalam bidang teknis tertentu untuk pelaksanaan tugas dan pekerjaannya masing-masing. Standar kompetensi kerja (SKK) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas atau pekerjaan. Kompetensi agribisnis petani merupakan kemampuan berpikir (tingkat pengetahuan), bersikap (tingkat sikap mental), bertindak (tingkat keterampilan) dalam berusahatani sesuai dengan standar agribisnis yang ditetapkan. Kompetensi agribisnis merupakan hasil proses belajar petani yang ditentukan oleh hasil interaksi antara faktor individu petani dan faktor lingkungan usahatani, melalui proses belajar (Indrawati et al. 2011). Menurut Harijati (2007), kompetensi agribisnis merupakan kemampuan petani untuk berpikir, bersikap dan bertindak dalam merencanakan usahatani untuk memperoleh keuntungan berusahatani, membangun kerjasama antar sub-sistem pertanian, serta mewujudkan kegiatan pertanian yang berkelanjutan. Dalam berusaha agribisnis, petani haruslah memiliki kompetensi agribisnis yang berhubungan dengan sub-sistem input, subsistem produksi, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Beberapa penelitian tentang kompetensi petani menunjukkan bahwa kompetensi petani masih perlu pengembangan. Hasil penelitian Harijati (2007) terhadap petani sayuran lahan sempit di kota dan pinggiran Jakarta dan Bandung menemukan bahwa petani memiliki keterampilan agribisnis cenderung rendah,

24 10 motivasi rendah, sebagian besar tidak memiliki akses sumber modal dan informasi, serta kurang memiliki akses pembelajaran melalui penyuluhan dan kelompok tani, dan dampaknya kinerja petani menjadi rendah. Seiring itu, penelitian Damihartini dan Jahi (2005) mengenai kompetensi agribisnis pada usahatani sayuran di Kabupaten Kediri Jawa Timur, kompetensi agribisnis petani cabai yang perlu dikuasai adalah: a) pengetahuan, terdiri atas perencanaan biaya produksi, pemanfaatan lahan secara efisien dan pemilihan jenis komoditas; b) sikap, terdiri atas pengendalian, hama dan penyakit, pemupukan dan penggunaan tehnologi secara efisien; dan c) keterampilan, terdiri atas pemanfaatan lahan secara efisien, pasca panen dan perlakuan benih/bibit. Lebih lanjut, penelitian Maulana (2013) pada kelompok usahatani Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, menunjukkan bahwa potensi kompetensi individu dalam komunitas petani hal yang banyak dimiliki adalah kompetensi budidaya, sedangkan kompetensi tata niaga (pemasaran) dan penunjang (kerjasama dengan mitra bisnis) jarang dimiliki karena ke dua potensi ini dibebankan kepada kelompok tani. Hasil penelitian Malta (2008) di Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat, menunjukkan bahwa kompetensi petani jagung yang terdiri atas: perencanaan usaha, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, panen, penanganan pasca panen dan pemasaran termasuk kategori sedang; kegiatan usahatani umumnya masih bersifat tradisional dan belum dilakukan secara tepat sesuai dengan teknologi anjuran. Penelitian Rayuddin (2010) di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara, menemukan bahwa tingkat kompetensi agribisnis petani kakao terkategori sedang pada kemampuan menyiapkan sarana produksi dan peralatan usahatani, dan terkategori rendah pada kemampuan perencanaan usahatani, kemitraan bisnis usahatani, evaluasi dan pengendalian usahatani, dan pengambilan keputusan terhadap resiko usahatani. Hasil penelitian Yadav et al. (2013) di India tentang development of a test for measuring the knowledge level of women farmers in vegetable cultivation, menemukan bahwa dari 100 orang perempuan yang menjadi responden hanya 14 persen memiliki pengetahuan yang tinggi tentang budidaya sayuran, 66 persen berpengetahuan sedang dan selebihnya berpengetahuan rendah. Penelitian Eze et al. (2013) terhadap petani kacang okra di negara bagian Enugu, menemukan bahwa tingkat produksi petani rendah, petani kacang okra perlu pengembangan kapasitas kompetensi dalam perencanaan usaha, budidaya, panen dan pasca panen. Abdullah dan Jahi (2006) menyebutkan bahwa pengetahuan ialah bagian dari kemampuan intelektual atau kognitif petani tentang teknis produksi dan manajemen usahatani sayuran. Pengetahuan petani itu meliputi sembilan bidang yang harus dikuasai oleh petani agar mampu mengelola usahatani sayuran dengan baik yaitu: 1) pemilihan komoditas sayuran dan cara penanamannya, 2) perlakuan benih/bibit, 3) pemupukan dan pengendalian hama penyakit, 4) pengairan, 5) permodalan, 6) tenaga kerja, 7) penggunaan teknologi, 8) kendala dan peluang usahatani sayuran, dan 9) pemasaran hasil usahatani. Sementara Kustiari (2006) menyebutkan bahwa pengetahuan untuk mengelola lahan marjinal yang perlu dikuasai petani meliputi: pengetahuan tentang cara, manfaat, dan penggunaan pupuk kompos (organik), manfaat terasering, pengapuran, pengelolaan pasca panen, penggunaan dan seleksi bibit unggul serta pemasaran.

25 Kompetensi agribisnis petani sayuran pada lahan sempit merupakan kemampuan petani yang terdiri atas pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam mendayagunakan lahan sempit secara optimal untuk usahatani sayuran. Berdasarkan konsep kompetensi, review penelitian terdahulu dan sesuai dengan kondisi daerah dan dikaitkan dengan konsep agribisnis yaitu sub-sistem input, sub-sistem produksi, dan sub-sistem output, pengolahan, dan pemasaran, maka bidang kompetensi yang akan diteliti dalam penelitian ini, meliputi: 1) perencanaan usahatani, 2) pendayagunaan faktor produksi, 3) penerapan budidaya sayuran, 4) pemasaran hasil usahatani, dan 5) kemitraan usahatani. 1) Perencanaan usahatani Perencanaan usahatani merupakan suatu proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang akan dilakukan sebelum melaksanakan usahatani. Iqbal dan Simanjuntak (2004) mengemukakan bahwa dalam kaitannya dengan suatu usaha, perencanaan adalah suatu rangkaian dari rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk menjalankan suatu usaha pada periode tertentu, mencakup: pengelolaan usaha, produk atau jasa yang dijual, pasar dan pemasaran, serta proyeksi keuangan. Dalam perencanaan usahatani lahan sempit, salah satu dasar penentuan jenis tanaman yang akan diusahakan adalah luas usahatani dan biaya produksi serta perbandingan penerimaan dan biaya. Persoalan luas usahatani dan biaya produksi akan menjadi penting dalam menentukan jenis tanaman yang akan diusahakan manakala petani dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, baik luas lahan, modal untuk sarana produksi dan membayar upah tenaga kerja. Implikasinya, walaupun suatu usahatani dapat memberikan pendapatan tertinggi, belum tentu merupakan pilihan terbaik untuk dilaksanakan karena luas dan jenis usahatani berkaitan dengan biaya produksi (Wathoni 2009). Hasil penelitian Syafiuddin (2008) di Sulawesi Selatan menemukan bahwa kemampuan petani dalam merencanakan usahatani rumput laut masih rendah. Penyebabnya adalah pengetahuan dan keterampilan petani pada setiap kelompok umur tentang perencanaan masih kurang. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan menyebabkan mereka belum menganggap perencanaan tersebut penting. Seiring itu, penelitian Damihartini (2005) di Kediri Jawa Timur menemukan bahwa pengetahuan petani tentang perencanaan biaya produksi usahatani cabai masih rendah. Perencanaan agribisnis dimulai dari: a) identifikasi kebutuhan pasar, b) identifikasi kebutuhan industri hilir, c) identifikasi jaringan ketersediaan agro input, d) identifikasi jaringan ketersediaan modal usaha, e) penyusunan pola usahatani yang memiliki keunggulan kompetitif komoditi, f) perencanaan modal, dan g) perencanaan tenaga kerja (BPLPP 1993). 2) Pendayagunaan faktor produksi Akses petani adalah derajat kemudahan petani untuk mendapatkan modal, sarana produksi, peralatan, informasi, pelayanan pasca panen, dan fasilitas pemasaran (Witjaksono et al. 2012). Penelitian Supanggih dan Widodo (2013) di Kabupaten Bojonegoro, bahwa kendala yang terjadi dalam proses akses modal adalah masih belum meratanya jangkauan kredit lembaga keuangan formal ke petani, tingkat sumberdaya petani masih kurang dalam pemahaman kredit yang 11

26 12 ada di lembaga keuangan formal serta masih adanya persepsi negatif petani terhadap lembaga kuangan formal. Kemampuan petani dalam pemilihan input pada penelitian ini dibatasi pada: seleksi bibit unggul, pemilihan pupuk yang sesuai dengan kondisi tanah, obat-obatan yang sesuai dengan lingkungan setempat. Akses input merupakan kemampuan dan kemudahan petani dalam mendapatkan bibit unggul, pupuk, pestisida dan modal usaha. 3) Penerapan budidaya sayuran Usaha budidaya sayuran dilakukan mulai menyiapkan sarana produksi sampai dengan menjelang pemungutan hasil, dengan memanfaatkan prasarana dan sarana produksi, memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan dan kondisi sosial, untuk memproduksi sayuran dalam kuantitas, kualitas, nilai komersial yang diinginkan, dan aman dikonsumsi, serta memberikan kesejahteraan bagi produsen maupun konsumen. Dalam usaha budidaya diperlukan berbagai standar kegiatan dan standar produk, yang pada dasarnya untuk memenuhi persyaratan aman konsumsi, aman bagi pekerja, ramah lingkungan, aman bagi Sumber daya Genetik (SDG), dan menghasilkan produk berkualitas sesuai dengan penerapan budidaya yang baik (Peraturan Menteri Pertanian 2012). Dalam penelitian ini, kompetensi petani dalam membudidayakan sayuran dibatasi pada: 1) pembibitan, 2) pengolahan lahan, 3) penanaman, pemeliharaan dan pemupukan, 4) pengendalian hama dan penyakit, 5) panen dan pasca panen. 4) Pemasaran hasil usaha Pemasaran hasil usahatani merupakan salah satu faktor penting yang memberikan keuntungan lebih bagi petani dalam menjual hasil produksinya. Usaha distribusi, perdagangan, dan pemasaran sayuran harus menjamin agar konsumen mendapatkan produk hortikultura dalam keadaan sesuai dengan jumlah yang diinginkan, standar mutu yang ditetapkan, dengan harga yang wajar sesuai dengan penerapan perdagangan yang baik (Good Trading Practices/GTP) (Peraturan Menteri Pertanian 2012). Abdullah dan Jahi (2006) menyebutkan bahwa pemasaran adalah kegiatan akhir usahatani, merupakan salah satu aspek penting dalam sistem usahatani, karena dapat berpengaruh langsung pada pendapatan petani. Lebih lanjut Abdullah dan Jahi mengatakan bahwa petani di Kota Kendari memiliki pengetahuan yang cukup tinggi tentang pemasaran hasil usaha. 5) Membangun kemitraan Kemitraan merupakan yang menunjukkan kemampuan seorang petani atau kelompok tani dalam mencari mitra kerjasama dengan berbagai pihak dalam bidang permodalan, membina kerjasama dengan berbagai pihak non tengkualak dan rentenir dalam bidang permodalan seperti bank, kredit mikro, investor dan lain-lain (Maulana 2013). Hasil penelitian Purnaningsih et al. (2006) di Jawa Barat menyebutkan bahwa kemitraan agribisnis terjadi melalui interaksi antara petugas pendamping dengan petani, kemudian menyebar melalui interaksi sesama petani dan keluarganya dalam suatu komunitas. Alasan yang mendorong petani untuk memutuskan bermitra adalah adanya jaminan pemasaran hasil, tersedia bibit, pupuk, pestisida, produktivitas jenis sedikit dari yang seharusnya sehingga

27 pendapatan menurun. Kebutuhan modal untuk pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja yang tinggi tidak tertutupi dengan penerimaan hasil penjualan, sayuran yang dimitrakan lebih tinggi dari sayuran sebelumnya, ada pendampingan petugas, serta karena meniru petani lain yang sukses. 13 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi Agribisnis Petani sayuran Kemampuan petani dapat dibentuk oleh faktor yang berasal dari dalam diri (faktor internal) dan yang berasal dari luar diri individu (faktor eksternal). Menurut Sampson faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya, meliputi variabel seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial, ekonomi, bangsa, agama, dan sebagianya, yang saling berinteraksi satu sama lain dalam proses pemberdayaan. Faktor eksternal adalah ciri-ciri yang menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya, yang merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha (Rakhmat 2001). Wibowo (2007) menyatakan bahwa motivasi dan karakteristik kepribadian merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan untuk memperbaiki kompetensi yang menghambat pada diri seseorang. Penelitian Botoa (2007) di Sulawesi menemukan bahwa karakteristik petani rumput laut berupa: umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, luas lahan, tanggungan keluarga, konsumsi media, kontak dengan penyuluh, pengambilan keputusan, akses kredit, akses ekonomi, produksi dan pendapatan berhubungan sangat nyata dengan kompetensi mereka, sedangkan karakteristik yang berhubungan nyata dengan kompetensi petani pada adalah motivasi. Sementara penelitian Fitriah (2007) di Aceh menemukan bahwa faktor internal individu berupa umur, pengalaman usahatani, pengalaman manajemen dan motivasi berhubungan nyata dengan kompetensi petani; faktor eksternal berupa luas lahan, sarana dan prasarana, pemanfaatan media, hubungan interpersonal dan kebijakan pemerintah berhubungan sangat nyata dengan kompetensi petani. Hasil penelitian Harijati (2007) terhadap petani sayuran lahan sempit di kota dan pinggiran Jakarta dan Bandung, menemukan bahwa tingkat kompetensi agribisnis petani dipengaruhi oleh tingkat akses petani terhadap kegiatan penyuluhan dan kelompok tani, serta tingkat pemenuhan kebutuhan hidup, motivasi berusahatani, sifat kewirausahaan, serta meningkatkan akses petani terhadap sumber informasi. Hasil penelitian Malta (2008) di Kalimantan Barat menemukan bahwa faktor yang penting diperhatikan untuk mengembangkan pengetahuan petani jagung di lahan gambut adalah: pendidikan formal, interaksi dengan penyuluh, sarana produksi, dan keterlibatan dalam kelompok tani; untuk sikap petani adalah: umur, pengalaman berusahatani, dan interaksi dengan penyuluh; untuk keterampilan petani adalah: interaksi dengan penyuluh, sarana produksi, dan keterlibatan dalam kelompok tani. Setiap petani memiliki karakter yang berbeda, yang melekat pada dirinya. Interaksi setiap karakter itu dengan unsur-unsur lingkungan hidupnya akan membentuk kepribadian petani. Petani sayuran dengan karakteristik yang berbeda

28 14 akan mengekspresikan kebutuhan pengetahuan mereka akan pengelolaan usahatani sayuran yang juga berbeda. Penelitian Asih (2009) di Sulawesi menemukan bahwa karakteristik berupa umur, pendidikan, status usahatani dan jumlah tanggungan rumahtangga berpengaruh terhadap keterampilan petani dalam mengelola usahatani mengelola usahatani bawang merah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka faktor-faktor internal dan eksternal petani sayuran berlahan sempit yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: 1) Ciri-ciri sosio-demografi petani terdiri dari: umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, lama berusahatani, dan luas lahan usahatani, 2) Motivasi berusahatani meliputi: motif intrinsik dan motif ekstrinsik, 3) Tingkat interaksi petani terdiri dari: tingkat interaksi dan komunikasi dengan penyuluh, tingkat interaksi dan komunikasi antar petani, tingkat keterlibatan dalam kelompok tani, dan tingkat interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). A. Ciri-ciri Sosio-Demografi Petani 1) Umur Umur merupakan aspek yang berhubungan dengan perkembangan dan kemampuan seseorang dalam belajar. Semakin bertambah umur seseorang, semakin dewasa cara berpikir dan bertambah pengalaman hidupnya. Menurut Abdullah dan Jahi (2006), semakin tua umur petani, semakin banyak pengalaman berusahatani sayuran, dan semakin tua petani maka semakin berhati-hati dalam membuat keputusan, karena mempertimbangkan resiko yang ada. Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa umur dapat memberikan pengaruh terhadap petani untuk penerimaaan hal-hal baru, perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Soeharjo dan Patong (1984), menyebutkan bahwa kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh petani itu sendiri, sehingga mengkatagorikan umur berdasarkan kelompoknya, dimana kisaran umur 0 sampai14 tahun adalah umur non produktif, 15 sampai 54 tahun adalah umur produktif dan kisaran 55 ke atas adalah umur kurang produktif. Hasil penelitian Malta (2008) di Kalimantan Barat menemukan bahwa umur berhubungan positif dan nyata dengan sikap petani dalam berusahatani jagung di lahan gambut. 2) Tingkat Pendidikan Formal Menurut Soekartawi et al. (1986), pendidikan merupakan salah satu faktor internal yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas pengetahuannya. Lebih lanjut Abdullah dan Jahi (2006) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator untuk melihat mutu petani. Selain itu, pendidikan merupakan modal dasar petani mengkonsumsi informasi melalui media dan memudahkan mereka untuk menyerap inovasi. Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, menampilkan individu yang memiliki keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Pendidikan adalah suatu usaha untuk menghasilkan perubahan-

29 perubahan pada perilaku manusia. Perubahan perilaku yang ditimbulkan oleh proses pendidikan dapat dilihat melalui (1) perubahan dalam hal pengetahuan, (2) perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu, dan (3) perubahan dalam sikap mental terhadap segala sesuatu yang dirasakan (Slamet, 2003). Menurut Malta (2008), tingkat pendidikan menentukan kemampuan seseorang, khususnya dalam mencerna informasi, sebagai tambahan pengetahuan. Dalam penenelitian Malta (2008) di Pontianak Kalimantan Barat menemukan bahwa pendidikan formal berhubungan positif dan nyata dengan pengetahuan petani dalam berusahatani jagung di lahan gambut. Seiring itu, penelitian Fitriah (2007) di Bireun Provinsi Aceh, menemukan bahwa umur berhubungan positif dan sangat nyata dengan kompetensi petani kedelai. 3) Lama Pendidikan Non Formal Menurut Kustiari et al. (2006), tingkat pendidikan nonformal dapat dilihat dari frekuensi petani mengikuti kegiatan penyuluhan seperti studi banding, pelatihan, penyuluhan pertanian, kursus, dan seminar. Seiring itu Abdullah dan Jahi (2006) menyebutkan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan para petani perlu ada pendidikan non-formal melalui pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus yang berkaitan dengan kegiatan usahataninya. Pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan kompetensi dan produktivitas kerja seseorang. Penelitian Li (2011) di Suchuan Cina, menemukan bahwa pelatihan keterampilan mampu meningkatkan kemampuan teknologi pertanian rumahtangga petani dan meningkatkan pendapatan pertanian, pelatihan juga dapat meningkatkan keterampilan kerja non-pertanian rumahtangga petani dan meningkatkan pendapatan non-pertanian. Seiring itu, Pertiwi et al. (2006) menjelaskan bahwa memberikan pendidikan nonformal kepada petani mampu meningkatkan kedinamisan petani perkotaan. 4) Lama Berusahatani Sayuran Pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor internal petani yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam menghadapi pemilihan inovasi teknologi pertanian. Semakin lama pengalaman seorang petani berusahatani, maka akan semakin mudah dalam memahami suatu inovasi teknologi dan cenderung akan lebih mudah menerapkannya (Roger, 2003). Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), seseorang dapat belajar untuk memperoleh atau memperbaiki kemampuan untuk melaksanakan suatu pola sikap melalui pengalaman dan praktek. Penelitian Kustiari et al. (2006), bahwa pengalaman petani berhubungan sangat nyata tingkat kemampuan petani dalam mengelola lahan marjinal; pengalaman petani berhubungan positif nyata dengan sikap petani dalam berusahatani jagung di lahan gambut (Malta 2008). 5) Luas Lahan Usahatani Luas lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi total, dan sekaligus sumber pendapatan. Luas lahan merupakan tempat diselenggarakan kegiatan pertanian untuk menghasilkan produksi sebagai sumber pendapatan keluarga. Hernanto (1989) menjelaskan bahwa luas lahan usahatani 15

30 16 dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu 1) sempit, kurang dari 0.5 hektar, 2) sedang antara 0.5 sampai 2 hektar, dan 3) luas, jika lebih dari 2 hektar. Penelitian Malta (2008) di Pontianak Kalimantan Barat menemukan bahwa lahan tidak berhubungan nyata dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani, sedangkan penelitian Purnaningsih et al. (2006) di Jawa Barat menemukan bahwa luas lahan secara negatif berpengaruh nyata terhadap keputusan bermitra. Pola kemitraan cenderung diadopsi oleh petani lahan sempit, karena dengan lahan sempit petani membuat keputusan untuk bekerjasama dengan pihak lain dalam pemasaran, khususnya agar konsentrasi petani khusus untuk proses produksi. B. Motivasi Berusahatani Sayuran Motivasi berasal dari kata motif, yaitu dorongan, yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Motivasi tidak dapat diamati langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dari tingkah lakunya (Uno 2006). Suparno (2001) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu jika mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan berhasil (the experience of success) akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari dan melakukan sesuatu. Hasil penelitian Witjaksono et al. (2012) di Bantul menemukan bahwa motivasi petani dalam agribisnis bawang merah di lahan pasir pantai di Bantul cukup kuat. Kekuatan motivasi tersebut hampir merata, baik untuk memenuhi kebutuhan existence, relatedness, maupun growth. Motivasi dalam penelitian ini adalah faktor-faktor internal (motif intrinsik) dan eksternal (motif ekstrinsik) yang mendorong petani untuk melakukan agribisnis sayuran pada lahan sempit. C. Tingkat Interaksi dan Komunikasi Petani Informasi pertanian akan memberikan pengetahuan kepada petani sayuran untuk mengelola dan menjalankan usahatani, serta mengambil keputusan dalam berusahatani. Sumardjo et al. (2011) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara tepat oleh petani sayuran dalam menentukan komoditas yang diusahakan, input yang digunakan, variasi produktif yang dilakukan, maupun dalam memasarkan hasil pertaniannya apakah membawa keuntungan atau kerugian melalui proses berpikir petani. Artinya, kebutuhan informasi petani melekat pada masalah yang sedang dirasakan mereka pada saat bekerja menjalankan usahatani. Informasi berperan sangat penting dalam upaya mencapai tujuan. Namun tidak semua sumber informasi mudah diakses dan terbuka bagi petani sayuran lahan sempit, sehingga menjadi kendala bagi petani sayuran dalam mencari informasi. Penelitian Ihsaniyati (2010) di Kabupaten Temanggung menemukan bahwa petani gurem dalam mencari informasi menemui beberapa kendala, yaitu: 1) ketidakpercayaan kepada sumber informasi menyebabkan petani tidak puas terhadap informasi yang didapatkan, 2) keteidakterbukaan sumber informasi, kadang teman sesama petani yang lebih berhasil tidak mau meberikan informasi, misalnya pengendalian HPT, 3) ketidakakraban dengan sumber informasi, 4) keterbatasan penyuluh dan penyuluhan pertanian, dan 5) alur dan waktu pencarian yang panjang, petani tidak menemukan informasi yang benar-benar akurat sesuai dengan masalah yang mereka hadapi.

31 Interaksi petani dengan sumber inovasi atau informasi berhubungan positif nyata dengan tingkat kemampuan petani dalam berusahatani. Petani yang mampu berinteraksi dengan sumber inovasi/informasi seperti dengan para penyuluh, petugas dari dinas dan ketua kelompok akan berpeluang menggali informasi, mengkonsultasikan permasalahan, dan mendiskusikan hal-hal baru yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam berusahatani (Kustiari et al. 2006). Artinya, interaksi dengan penyuluh memberi peluang kepada petani untuk menambah pengetahuan tentang usahatani yang dikelolanya. Semakin sering petani melakukan kontak dengan penyuluh, semakin banyak pengetahuan yang dapat diperoleh. Terjadinya kontak antara petani dengan penyuluh menunjukkan terjadinya komunikasi antar kedua pihak, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (Abdullah dan Jahi 2006). Tujuan penyuluh mengadakan komunikasi dengan sasarannya adalah untuk mengadakan perubahan perilaku, karena perubahan itu maka sasaran akan menjadi lebih terbuka untuk hal-hal baru. Hubungan yang kontinyu antara penyuluh dengan petani dapat tercipta rasa kekeluargaan yang akan mempermudah dan memperlancar pemberian dan penerimaan informasi dalam rangka peningkatan produksi. Soekanto (2002) menjelaskan bahwa interaksi dengan penyuluh adalah adanya hubungan antara petani dan penyuluh, baik bersifat primer maupun sekunder. Hubungan bersifat primer terjadi apabila seseorang mengadakan hubungan langsung dengan bertemu dan berhadapan muka, sedangkan hubungan bersifat sekunder terjadi melalui perantara baik orang lain maupun alat-alat sperti telepon, radio dan sebagianya Keterlibatan dalam kelompok tani merupakan tindakan petani menjadi anggota, mengikuti kegiatan kelompok tani, dan bekerjasama antara sesama anggota untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usahatani. Kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota (Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013). Slamet (2003) mengemukakan bahwa pendekatan kelompok disarankan bukan hanya karena pendekatan ini lebih efisien, tetapi karena pendekatan ini menghasilkan interaksi antar petani dalam kelompok yang merupakan forum komunikasi yang demokratis. Forum itu juga sebagai forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan untuk memperbaiki nasib mereka sendiri. Hasil penelitian Witjaksono et al. (2012) tentang peranan kelompok tani dalam agribisnis bawang merah di lahan pasir pantai di Bantul, menunjukkan bahwa peranan kelompok tani sebagai media belajar yang sudah menunjukkan kinerja cukup baik. 17 Kerangka Berpikir Kompetensi agribisnis merupakan kemampuan petani dalam merencanakan keuntungan berusahatani, membangun kerjasama antar sub-sistem pertanian, serta mewujudkan kegiatan pertanian yang berkelanjutan. Kompetensi petani diukur berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani (Suparno, 2001; Mulyasa, 2002; Harijati, 2007; Permentan, 2012). Jadi, kompetensi petani

32 18 sayuran lahan sempit adalah kemampuan petani terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menjalankan usahatani sayuran pada lahan sempit. Pengertian ini menunjukkan bahwa petani yang kompeten adalah petani yang memiliki tiga aspek kompetensi yaitu: pengetahuan, sikap dan keterampilan. Agribisnis merupakan pertanian yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip komersial atau ekonomi. Agribisnis merupakan kegiatan mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian, kegiatan produksi pertanian, penanganan pasca panen sampai dengan pemasaran hasil pertanian. Ruang lingkup agribisnis terdiri dari tiga sub-sistem, yaitu sub-sistem input, sub-sistem produksi, dan sub-sistem output, pengolahan dan pemasaran. Petani yang memiliki kompetensi agribisnis yang baik selalu mencari peluang-peluang agar berhasil dalam kegiatan usahataninya. Pelaksanaan agribisnis sayuran di lahan sempit diperlukan kompetensi agribisnis petani (Y) yang terdiri dari pengetahuan (Y 1 ), sikap (Y 2 ) dan keterampilan (Y 3 ), diukur berdasarkan kemampuan: perencanaan usahatani, pendayagunaan faktor produksi, penerapan budidaya sayuran, pemasaran hasil usahatani, dan membangun kemitraan. Setiap petani memiliki kemampuan berbeda untuk mengembangkan kompetensi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan karakteristik individu baik internal maupun eksternal. Faktor internal petani merupakan faktor yang berasal dari dalam diri petani, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar atau lingkungan hidup petani. Tiap karakter yang melekat pada petani akan membentuk kepribadian dan orientasi perilaku tersendiri. Petani lahan sempit dengan karakteristik yang berbeda dapat mengembangkan kompetensi usahataninya dengan cara yang berbeda pula. Diduga tingkat kompetensi petani terhadap informasi pertanian berhubungan dengan faktor-faktor internal dan eksternal petani. Faktor-faktor internal dan eksternal yang diduga berhubungan dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi: 1) Ciri-ciri sosiodemografi (X 1 ), meliputi: umur (X 1.1 ), tingkat pendidikan formal (X 1.2 ), lama pendidikan non formal (X 1.3 ), lamanya berusahatani (X 1.4 ), dan luas lahan usahatani (X 1.5 ); 2) Motivasi (X 2 ), meliputi: motif intrinsik (X 2.1 ) dan motif ekstrinsik (X 2.2 ); 3) Tingkat interaksi petani (X 3 ), meliputi: tingkat interaksi dengan penyuluh (X 3.1 ), tingkat interaksi dan komunikasi antar petani (X 3.2 ), keterlibatan dalam kelompok tani (X 3.3 ), tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan pedagang, mahasiswa, dan NGO/LSM (X 3.4 ). Secara lengkap, alur pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

33 19 Ciri-ciri Sosio-Demografi (X 1 ): (X 1.1 ) Umur. (X 1.2 ) Tingkat pendidikan formal. (X 1.3 ) Lama pendidikan non formal. (X 1.4 ) Lama berusahatani sayuran. (X 1.5 ) Luas lahan berusahatani. Motivasi Berusahatani (X 2 ) (X 2.1 ) Motif intrinsik (X 3.2 ) Motif ekstrinsik Tingkat Interaksi petani (X 3 ): (X 3.1 ) Tingat interaksi dan komunikasi dengan penyuluh (X 3.2 ) Tingkat interaksi dan komunikasi antar petani. (X 3.3 ) Keterlibatan dalam kelompok tani (X 3.4 ) Tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan pedagang, mahasiswa, dan LSM Tingkat Kompetensi Agribisnis Petani (Y). Pengetahuan (Y 1 ), Sikap (Y 2 ), dan Keterampilan (Y 3 ) tentang: (1) Perencanaan usahatani (2) Pendayagunaan faktor produksi (3) Penerapan budidaya sayuran (4) Pemasaran hasil usahatani (5) Membangun kemitraan usahatani Gambar 1 Alur berpikir hubungan antar peubah yang berkaitan dengan tingkat kompetensi agribisnis petani berlahan sempit Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1) Terdapat hubungan nyata antara ciri-ciri sosio-demografi petani yaitu: umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, lama berusahatani sayuran dan luas lahan dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. 2) Terdapat hubungan nyata antara motivasi berusahatani yaitu: motif intrinsik dan motif ekstrinsik dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. 3) Terdapat hubungan nyata antara tingkat interaksi dan komunikasi petani yaitu: interaksi dan komunikasi dengan penyuluh, interaksi dan komunikasi antar petani, keterlibatan dalam kelompok tani, interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa dan LSM dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.

34 20 3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2015 di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar dan Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Pemilihan lokasi didasarkan pada permasalahan, tujuan penelitian, dan kecukupan sampel yang diambil. Pemilihan Kecamatan Syiah Kuala karena lokasi ini terletak di pinggiran kota dan dekat dengan kampus Syiah Kuala, sedangkan Kecamatan Darussalam karena lokasi ini terletak di Kabupaten Aceh Besar dan sedikit lebih jauh dari kampus Syiah Kuala. Selain itu, kedua Kecamatan ini juga merupakan daerah penghasil sayuran yang berada di pinggiran kota Banda Aceh. Rancangan dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini dirancang berdasarkan metode survey bersifat deskriptif korelasional. Pendekatan metode survey bertujuan untuk menjelaskan, merinci, mendeskripsikan dan melihat hubungan antara peubah-peubah penelitian, serta menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif didukung oleh data kualitatif. Penelitian terdiri atas tiga variabel bebas yaitu 1) ciri-ciri sosio-demografi petani (X 1 ), 2) motivasi berusahatani (X 2 ), 3) tingkat interaksi dan komunikasi petani (X 3 ), sedangkan variabel terikat adalah tingkat kompetensi agribisnis petani (Y) terdiri dari pengetahuan (Y 1 ), sikap (Y 2 ) dan keterampilan (Y 3 ) tentang: 1) perencanaan usahatani, 2) pendayagunaan faktor produksi, 3) penerapan budidaya sayuran, 4) pemasaran hasil, dan 5) kemitraan usaha. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah petani di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam yang berusahatani sayuran pada lahan yang luasnya kurang dari 0.5 hektar dan masih berusahatani sayuran selama setahun terakhir. Survei awal dilakukan sebelum pengambilan data untuk melihat kondisi populasi, yang bertujuan untuk penentuan sampel penelitian. Pengambilan sampel untuk penelitian dilakukan secara purposive sampling. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin dalam Sarwono (2006), maka ukuran sampel petani sayuran berlahan sempit dengan tingkat kesalahan 10 % (persen) adalah : n = Keterangan: n : Jumlah sampel N : Jumlah Populasi α : Taraf kesalahan (0.1) N N (α) 2 +1

35 Berdasarkan rumus Slovin maka jumlah sampel dalam penelitian ini minimal adalah 72 orang. Lebih lanjut, Sevilla et al. (2006) menjelaskan bahwa jika jumlah populasi sangat kecil (di bawah 500), maka untuk sampelnya diperlukan minimum 20 persen. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah 30 persen dari populasi penelitian yaitu sebanyak 77 orang, dengan sebaran sampel seperti digambarkan pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah populasi dan sampel penelitian di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Nama Tempat Populasi Sampel A. Kecamatan Darussalam 1. Kemukiman Lambaro Angan Kemukiman Tungkop Kemukiman Siem Jumlah B. Kecamatan Syiah Kuala 1. Kemukiman Tgk. Syech Abdurrauf Kemukiman Tgk. Chik di Lamnyong Kemukiman Kayee Adang 27 8 Jumlah Total Data dan Instrumentasi Penelitian Data dalam yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data pokok yang berisikan informasi mengenai ciri-ciri sosio demografi, motivasi berusahatani, tingkat interaksi petani, dan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit. Data primer diperoleh dengan mendatangi dan melakukan wawancara terhadap responden dengan berpedoman pada kuesioner. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam untuk mencari makna dari data kuantitatif. Data sekunder diperoleh dari literatur terkait meliputi: keadaan geografis dan demografis daerah penelitian dan jumlah petani sayuran. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh, kantor Camat dan kantor Desa. Instrumen atau alat yang dipakai pada penelitian adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan peubah dalam penelitian. Daftar pertanyaan untuk peubah faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi petani dalam agribisnis sayuran di lahan sempit adalah: 1) ciri-ciri sosio-demografi, 2) motivasi berusahatani, 3) tingkat interaksi dan komunikasi petani. Daftar pertanyaan peubah intervening, yakni kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit (Y), yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani tentang: perencanaan usahatani, pendayagunaan faktor produksi, penerapan budidaya, pemasaran hasil usahatani, dan kemitraan usahatani.

36 22 Peubah Penelitian Peubah penelitian yang diukur dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas terdiri dari: (1) Ciri-ciri sosio-demografi (X 1 ), meliputi: umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, lamanya berusahatani, dan luas lahan usahatani, (2) Motivasi (X 2 ), (3) Tingkat interaksi petani (X 3 ), meliputi: tingkat interaksi dan komunikasi dengan penyuluh, tingkat interaksi dan komunikasi antar petani, tingkat keterlibatan dalam kelompok tani, tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan pedagang, mahasiswa, dan LSM. Variabel terikat adalah tingkat kompetensi agribisnis petani (Y) terdiri dari pengetahuan (Y 1 ), sikap (Y 2 ), dan keterampilan (Y 3 ), tentang: 1) perencanaan usahatani, 2) pendayagunaan faktor produksi, 3) penerapan budidaya sayuran, 4) pemasaran hasil usahatani, dan 5) membangun kemitraan usaha. Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah Menurut Sugiyono (2010), bahwa untuk memperoleh batasan yang jelas, peubah dan sub peubah yang diteliti didefinisi secara operasional sehingga dapat dilakukan pengukuran. Parameter pengukuran menggunakan dua atau lebih pernyataan dalam skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Untuk kepentingan pengujian secara statistik, maka perlu dilakukan transformasi agar semua data yang terkumpul menjadi skala interval sehingga memenuhi syarat untuk uji statistik parametrik. Menurut Sumardjo (1999), pedoman transformasi dapat dilakukan dengan menentukan nilai indeks terkecil diberikan untuk jumlah skor terendah dan nilai indeks terbesar diberikan untuk jumlah skor tertinggi dari setiap indikator. Rumus umum transformasi indeks yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : TI = Jumlah skor yang diperoleh Jumlah skor minimum Jumlah skor maksimum Jumlah skor minimum 100 Berdasarkan Transformasi Indeks tersebut, maka rentang skala interval skor setiap kategori dalam penelitian ini adalah: 0 Rendah 50 Sedang 75 Tinggi 100 Terkait hal tersebut, maka definisi operasional, indikator dan pengukuran terhadap peubah yang telah ditetapkan dalam penelitian ini meliputi: A. Ciri-ciri sosio-demografi petani (X 1 ) merupakan karakteristik petani sayuran berlahan sempit akibat interaksi dengan lingkungan hidupnya, terbentuk oleh faktor biologis, sosial, ekonomi dan geografis, diduga berhubungan dengan tingkat kompetensi agribisnis sayuran, meliputi:

37 ( 1) Umur (X 1.1 ) adalah lamanya (tahun) hidup responden yang dihitung sejak dilahirkan sampai ulang tahun terdekat saat wawancara/penelitian dilakukan. Umur diukur dengan menggunakan skala ratio. Untuk keperluan analisis deskriptif, umur dibagi dalam tiga kelompok yaitu: (1) muda (< 36 tahun), (2) dewasa (36-50 tahun), (3) tua (> 50 tahun). ( 2) Tingkat pendidikan formal (X 1.2 ) adalah jumlah tahun sekolah formal yang pernah diikuti responden sampai saat dilakukannya wawancara. Tingkat pendidikan formal diukur dengan menggunakan skala ratio. Untuk keperluan analisis deskriptif, pendidikan formal dibagi dalam tiga kelompok yaitu: (1) rendah (< 7 tahun), (2) sedang (7-12 tahun), (3) tinggi (> 12 tahun). ( 3) Lama pendidikan non formal (X 1.3 ) adalah jumlah jam pelatihan yang berkaitan dengan pertanian sayuran, sekolah lapangan, dan kursus yang pernah diikuti petani selama berusahatani sayuran dalam 2 tahun terakhir. Diukur dengan menggunakan skala ratio. Untuk keperluan analisis deskriptif, lama pendidikan non formal dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (0-7 jam), (2) sedang (8-24 jam), (3) tinggi (di atas 24 jam). ( 4) Lama berusahatani sayuran (X 1.4 ) adalah jumlah tahun responden mengusahakan usahatani sayuran pada lahan sempit dari awal sampai saat wawancara penelitian dilaksanakan. Lama berusahatani sayuran diukur dengan menggunakan skala ratio. Untuk keperluan analisis deskriptif, pengalaman berusahatani dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) baru (< 10 tahun), (2) sedang (10-15 tahun), (3) lama (> 15 tahun). ( 5) Luas lahan berusahatani (X 1.5 ) adalah besaran lahan (hektar) yang dikelola oleh responden untuk berusahatani sayuran. Luas lahan diukur dengan menggunakan skala ratio. Untuk keperluan analisis deskriptif, luas lahan dibagi dalam tiga kelompok yaitu: (1) kecil (< 0.15 ha), (2) sedang ( ha), (3) luas ( ha). B. Motivasi berusahatani (X 2 ) adalah dorongan atau alasan responden melakukan usahatani sayuran pada lahan sempit, baik motif intrinsik maupun motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri responden. Motif ekstrinsik adalah dorongan atau alasan yang berasal dari luar diri responden (lingkungan). Motivasi petani diukur dengan skala interval dengan penilaian menggunakan Skala Likert, kemudian hasil skor kuesioner dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: (1) rendah (< 50), (2) sedang (51-75), dan (3) tinggi (76-100). C. Tingkat interaksi dan komunikasi petani (X 3 ) adalah frekuensi atau lamanya petani dalam menjalin hubungan interpersonal dengan tokoh-tokoh masyarakat di sekitar lingkungan hidupnya, seperti penyuluh, kelompok tani, petani lain, mahasiswa, LSM dan pedagang, diduga berhubungan dengan tingkat kompetensi agribisnis petani akibat terjadinya komunikasi dalam interaksi tersebut, meliputi: ( 1) Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh (X 3.1 ) adalah frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan, menghubungi dan berkomunikasi dengan penyuluh mengenai usahatani sayuran dalam waktu setahun terakhir. Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh diukur dengan menggunakan skala interval, kemudian hasil skor 23

38 24 kuisioner dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: (1) rendah (< 50), (2) sedang (51-75) dan (3) tinggi (76-100). ( 2) Tingkat interaksi dan komunikasi antar petani (X 3.2 ) adalah frekuensi komunikasi petani dengan petani lainnya mengenai usahatani sayuran dalam setahun terakhir. Tingkat interaksi dan komunikasi antar petani diukur menggunakan skala interval, kemudian hasil skor kuisioner dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: (1) rendah (< 50), (2) sedang (51-75) dan (3) tinggi (76-100). ( 3) Tingkat keterlibatan dalam kelompok tani (X 3.3 ) adalah frekuensi pertemuan dan kegiatan kelompok tani yang diikuti oleh petani dalam setahun terakhir. Tingkat keterlibatan dalam kelompok tani diukur menggunakan skala interval, kemudian hasil skor kuisioner dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: (1) rendah (< 50), (2) sedang (51-75) dan (3) tinggi (76-100). ( 4) Tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan pedagang, mahasiswa, dan LSM (X 3.4 ) adalah frekuensi komunikasi petani dengan pedagang, mahasiswa, dan LSM untuk memperoleh informasi mengenai usahatani sayuran. Tingkat interaksi dan komunikasi petani diukur dengan menggunakan skala interval, kemudian hasil skor kuisioner dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: (1) rendah (< 50), (2) sedang (51-75) dan (3) tinggi (76-100). D. Tingkat kompetensi agribisnis petani (Y) adalah kemampuan petani yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani sayuran di lahan sempit. Tingkat kompetensi diukur dengan skala interval. Untuk keperluan analisis deskriptif, tingkat kompetensi agribisnis dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (< 50), (2) sedang (51-75), dan (3) tinggi (76-100). (1) Pengetahuan (Y 1 ) adalah kemampuan mengingat dan memahami informasi yang berhubungan dengan: 1) merencanakan usahatani, 2) pendayagunaan faktor produksi, 3) kemampuan membudidayakan sayuran, 4) pemasaran hasil usahatani, dan 5) membangun kemitraan usaha. (2) Sikap (Y 2 ) merupakan perasaan petani sehingga mempengaruhi responnya terhadap sesuatu objek atau kondisi tertentu. Sikap petani diukur berdasarkan minat petani terhadap: 1) merencanakan usahatani, 2) pendayagunaan faktor produksi, 3) kemampuan membudidayakan sayuran, 4) pemasaran hasil usahatani, dan 5) membangun kemitraan usaha. (3) Keterampilan (Y 3 ) merupakan kemampuan motorik yang membutuhkan koordinasi. Keterampilan petani diukur berdasarkan tindakan petani terhadap: 1) merencanakan usahatani, 2) pendayagunaan faktor produksi, 3) kemampuan membudidayakan sayuran, 4) pemasaran hasil usahatani, dan 5) membangun kemitraan usaha. itas dan Reliabilitas Instrumen Uji itas itas merupakan tingkat keabsahan kuisioner sebagai alat ukur untuk menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Pengujian validitas instrumen dengan menguji validitas konstruksi

39 (construct validity) yaitu menyusun indikator pengukuran operasional berdasarkan kerangka teori konsep yang akan diukur. Untuk menguatkan validitas instrumen dilakukan hal-hal sebagai berikut (Singarimbun dan Effendi 2006): 1) Melakukan studi literatur untuk mencari definisi dan rumusan-rumusan yang berkaitan dengan topik penelitian dan merumuskan konsep itu sendiri apabila tidak ada dalam literatur. 2) Menyesuaikan isi kuisioner dengan teori-teori yang ada 3) Melakukan diskusi dengan dosen pembimbing (ahli) 4) Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment Pearson: 25 r xy = N (Σ XY) (ΣX.ΣY) {(NΣ X 2 (Σ X) 2 } {(NΣ Y 2 (ΣY 2 )} Keterangan : rxy = Koefisien korelasi product moment N = Jumlah petani sayuran X = Skor pernyataan ke-1 Y = Skor total Nilai r xy yang diperoleh dibandingkan dengan syarat minimum untuk memenuhi syarat yaitu r = 0.3 (Masrun 1979 dalam Sugiyono 2007). Pendapat lain dikemukakan oleh (Sevilla et al. 1993) yang menyatakan umumnya para peneliti mempertimbangkan bahwa koefisien korelasi 0.30 ke atas adalah indikasi dari soal-soal yang baik. Artinya, jika koefisien korelasi sama dengan 0.3 atau lebih, maka butir instrumen dinyatakan valid. Apabila koefisien korelasi lebih kecil, maka butir dalam instrumen dinyatakan tidak valid dan perlu ada perbaikan atau butir tersebut dikeluarkan dari instrumen. Uji Reliabilitas Istilah lain yang digunakan sehubungan dengan reliabilitas adalah stabilitas, dapat dipercaya, dan dapat diramalkan. Definisi reliabilitas yang lebih komprehensif adalah derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen penelitian (Sevilla et al 1993). Dalam penelitian ini, uji reliabilitas menggunakan teknik Cronbach-alpa. dengan rumus: k Vi r 11 = [ ] [ 1 - ] k-1 Vt Keterangan : r 11 : reliabilitas instrumen k : banyak butir pertanyaan Vi : jumlah varians butir pertanyaan dan Vt adalah varians total Nilai r 11 yang diperoleh dibandingkan dengan syarat minimum untuk reliabelnya suatu instrumen penelitian. Instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh > 0.60 (Riduwan 2010).

40 26 Hasil Uji Coba Instrumen diuji coba untuk memperoleh validitas konstruk melalui pengujian instrumen kepada 25 orang petani sayuran berlahan sempit yang ada di Kabupaten Aceh Besar di kecamatan yang berbeda yaitu Kecamatan Ulee Kareeng. Hasil uji coba dipergunakan sebagai dasar untuk melanjutkan penelitian dengan menggunakan variabel yang sudah ada. Uji coba ini akan lebih meyakinkan penulis tentang kesahihan dari instrumen yang dipergunakan. Berdasarkan hasil uji validitas, diperoleh nilai korelasi berkisar antara sampai Hal ini menunjukkan bahwa semua item instrumen valid pada koefisien korelasi item total dikoreksi sebesar lebih dari koefisien minimum yaitu Hal ini berarti instrumen dapat mengukur apa yang akan diukur. Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai Cronbach s Alpha antara 0.70 hingga Dengan demikian, instrumen penelitian dapat dikategorikan reliabel karena nilai koefisien yang diperoleh > 0.60 (Riduwan 2004). Hal ini berarti bahwa instrumen dapat dikatakan memiliki konsistensi terhadap respon atau pengukuran pada fenomena yang sama. Nilai uji validitas dan reliabilitas selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Pengolahan dan Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan: 1) statistik deskriptif, yang digunakan mendeskripsikan peubah penelitian, 2) Analisis koefisien korelasi Pearson untuk menguji hipotesis, atau mendalami faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran dan memberikan penjelasan kualitatif sebagai pendukung. Data yang diperoleh dari kuesioner dikelompokkan menurut variabel dengan mengggunakan skoring dan pengkategorian. Pengkategorian menggunakan skala Likert, dimana dalam skala ini dijabarkan dalam sub variabel dan indikator. Pengujian hipotesis menggunakan statistik non parametrik untuk mengukur keeratan hubungan antara profil petani, motivasi berusahatani, tingkat interaksi petani dengan kompetensi agribisnis petani sayuran. Pengujian hipotesis adalah dengan menggunakan analisis uji korelasi pearson pada α = 0.05 atau α = 0.01 dan untuk memudahkan pengolahan data digunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Science).

41 27 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Kecamatan Syiah Kuala merupakan salah satu kecamatan yang berada di sebelah timur Kota Banda Aceh. Kecamatan ini mempunyai tiga kemukiman yang terdiri dari 10 desa, yaitu: Ie Masen Kaye Adang, Gampong Pineung, Gampong Lamgugob, Gampong Kopelma Darussalam, Gampong Rukoh, Gampong Jeulingke, Gampong Tibang, Gampong Deah Raya, Gampong Alue Naga, dan Gampong Peurada dan 42 dusun. Ibukota Kecamatan terletak di Desa Lamgugop. Kecamatan Syiah Kuala secara geografis terletak pada BT dan LU dengan luas wilayah km 2 atau persen dari luas Kota Banda Aceh, dan ketinggian rata-rata 0.80 meter di atas permukaan laut. Secara administratif wilayah Kecamatan Syiah Kuala berbatasan dengan Kecamatan Subulussalam dan Kecamatan Darussalam (Kabupaten Aceh Besar) di sebelah utara, Kecamatan Kuta Alam di sebelah selatan, Kecamatan Ulee Kareng dan Kecamatan Krueng Barona Jaya (Kabupaten Aceh Besar) di sebelah timur dan Selat Malaka di sebelah Barat. Tabel 2 Profil wilayah penelitian Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Uraian Kec. Syiah Kuala Kec. Darussalam 1 Wilayah Kota Banda Aceh Kab. Aceh Besar 2 Ibukota Lam Gugop Lam Baro Angan 3 Jumlah desa 3 kemukiman/ 10 desa 3 kemukiman/ 29 desa 4 Luas wilayah Km km 2 5 Jumlah penduduk jiwa jiwa 6 Kemiringan lahan Datar Datar dan berbukit 7 Tempat usahatani sayuran Kebun dan pekaranganan rumah Kebun, sawah dan pekaranganan rumah 8 Sumber air Sumur Irigasi dan sumur 9 Jenis sayuran yang dibudidayakan petani Selada, sawi, kangkung, cabe, bawang merah, tomat dan bayam Kangkung, sawi, selada, bayam, kacang-kacangan, timun, singkong, jagung, 10 Jenis pekerjaan petani 11 Usahatani yang dilakukan - petani - Petani peternak - Petani buruh tani - Petani- pedagang kecil Usahatani sayuran cabe, tomat dan bawang. - Petani - Petani peternak - Petani buruh (tani dan bangunan) Usahatani sayuran, padi dan kedelai Visi Kecamatan Syiah Kuala adalah mewujudkan penyelenggaraan kegiatan yang madani melalui pembenahan ekonomi gampong atau desa dan kualitas pelayanan administrasi pemerintah. Misinya adalah memberikan pelayanan administrasi pemerintah terpadu melalui profesionalitas aparatur kecamatan, mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pembenahan pembangunan dan

42 28 pemberdayaan ekonomi melalui pembinaan dan sosialisasi potensi kecamatan di segala bidang. Jumlah penduduk Kecamatan Syiah Kuala adalah jiwa ( lakilaki dan perempuan). Penggunaan lahan di daerah ini terdiri dari: sawah (2 Hektar), pertanian non sawah (749 hektar), dan non pertanian (673 hektar). Lahan yang digunakan petani untuk berusahatani sayuran adalah kebun kelapa, tanah kosong, pekarangan, bantaran sungai dan lahan bekas sawah. Petani sayuran berlahan sempit umumnya membudidayakan sayuran daun seperti sawi, bayam, kangkung, selada, dan seledri. Beberapa petani membudidayakan sayuran buah (cabe, timun, kacang panjang dan tomat), dan sayuran umbi (bawang merah). Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 Kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Darussalam. Luas Kecamatan Darussalam adalah km 2 yang terdiri dari 29 desa dan 3 kemukiman yaitu: mukim Lambaro Angan terdiri dari 9 desa, Mukim Siem terdiri dari 8 desa dan Mukim Tungkop terdiri dari 12 desa; Ibukota Kecamatan Darussalam adalah Desa Lambaro Angan. Kecamatan Darussalam terdiri dari 5494 rumahtangga dengan jumlah penduduk jiwa yang terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan, dengan kepadatan penduduk jiwa per km 2. Jumlah rumah tangga pertanian sebanyak 1956, terjadi peningkatan dari tahun 2009 sampai 2013 sebesar 3.12 persen. Secara administratif wilayah Kecamatan Darussalam berbatasan dengan Kecamatan Mesjid Raya di sebelah utara, di sebelah selatan dengan Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, Kecamatan Krueng Barona Jaya di sebelah timur dan Selat Malaka di sebelah Barat. Kecamatan ini berada di pinggiran Kota Banda Aceh yaitu di sebelah utara Kecamatan Syiah Kuala. Jarak Kecamatan Darussalam ke Ibukota Kabupaten Aceh Besar (Jantho) adalah 55 km, dan jarak ke Ibukota Propinsi (Kota Banda Aceh) adalah 13 km. Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar terletak dekat dengan garis khatulistiwa, sehingga wilayah ini tergolong beriklim tropis. Suhu udara rata-rata berkisar antara 25 C-28 C. Daerah ini juga mengalami musim kemarau dan hujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan September. Suhu rata-rata pada periode tersebut memang relatif lebih tinggi dibandingkan periode Oktober sampai dengan Maret. Adapun suhu maksimum adalah sebesar 34.3º C pada bulan Juni dan Juli, sedangkan suhu minimum adalah sebesar 22.2º C pada bulan Februari. Kondisi lahan pertanian di Kecamatan Darussalam umumnya datar, terdiri dari lahan sawah, pategalan, kebun kelapa, pekaranganan dan tanah kosong. Kegiatan usahatani umumnya masih bersifat tradisional, petani umumnya membudidayakan padi dan sayuran. Selain bertani, umumnya petani memiliki pekerjaan sampingan seperti berternak (sapi, kambing, ayam, dan bebek), tukang bangunan, dan buruh.

43 29 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri-ciri Sosio-Demografi Petani Ciri-ciri sosio-demografi petani merupakan karakteristik petani sayuran berlahan sempit akibat interaksi dengan lingkungan hidupnya, terbentuk oleh faktor biologis, sosial, ekonomi dan geografis, diduga berhubungan dengan tingkat kompetensi agribisnis sayuran, terdiri dari: 1) umur, 2) tingkat pendidikan formal, 3) lama pendidikan non formal, 4) lama berusahatani sayuran, dan 5) luas lahan. Deskripsi selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut ciri-ciri sosiodemografi di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Ciri-ciri sosiodemografi petani Syiah Kuala Darussalam Total Persentase (%) Kategori 1 Umur (tahun) Muda (< 36) Dewasa (36-50) Tua (> 50) Rataan Pendidikan formal (tahun) Rendah (< 7) Sedang (7-12) Tinggi (> Rataan Pendidikan nonformal (jam) Rendah (< 8) Sedang (8-24) Tinggi (> 24) Rataan Lama berusahatani (tahun) Baru (< 10) Sedang (10-15) Lama (> Rataan Luas lahan usahatani (hektar) Sempit (< 0.15) Sedang ( ) Luas ( ) Rataan Keterangan: Syiah Kuala n = 30; Darussalam n = 47; Total n = 77 1) Umur Rata-rata umur petani sayuran lahan sempit termasuk kategori dewasa yaitu 44.7 tahun. Sebagian besar (51.9 persen) petani sayuran memiliki umur termasuk kategori dewasa (36 hingga 50 tahun), 27.3 persen memiliki umur termasuk kategori tua (di atas 50 tahun), dan sisanya 20.8 persen memiliki umur termasuk kategori muda (di bawah 36 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah petani sayuran lahan sempit berumur muda memiliki persentase lebih rendah dari pada petani sayuran yang berumur dewasa dan tua.

44 30 Rendahnya jumlah tenaga pertanian usia muda tidak terlepas dari semakin sempitnya lahan pertanian di perkotaan akibat alih fungsi lahan. Tenaga muda di perkotaan dan pinggiran kota lebih tertarik untuk mencari pekerjaan di sektor lain seperti pelayan toko, buruh bangunan, supir, pegawai swasta dan pengusaha. Menurut Malta (2008) minat tenaga kerja muda ke sektor pertanian rendah disebabkan sebagian besar pemuda lebih tertarik untuk menjadi buruh pabrik, karena mendapatkan gaji yang lebih cepat tanpa harus menunggu musim panen yang lebih lama. Seiring itu, hasil penelitian Alimin (2004) menemukan bahwa rendahnya jumlah petani berumur muda di Kabupaten Cianjur disebabkan oleh pemudanya cenderung bekerja di luar pertanian sebagai sopir mobil angkot dan ojek motor. Rataan umur petani sayuran di Kecataman Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan nilai sig= 0.74 lebih besar dari pada α=0.05. Rataan umur petani termasuk termasuk usia produktif. Petani usia produktif mempunyai kemampuan bekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang sudah tidak produktif. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Subagio (2008) menemukan bahwa rata-rata umur petani sayuran di Kabupaten Malang adalah 43.9 tahun dan mayoritas (82 persen) berumur produktif. Seiring itu, hasil penelitian Pertiwi et al. (2006) di wilayah Jakarta, Depok dan Bandung menemukan bahwa umumnya petani perkotaan tergolong berumur produktif yaitu antara 25 hingga 60 tahun. 2) Tingkat Pendidikan Formal Rata-rata tingkat pendidikan formal petani sayuran adalah 9.7 tahun termasuk kategori sedang. Petani sayuran yang memiliki tingkat pendidikan formal termasuk kategori rendah atau tamatan SD berjumlah 46.7 persen, 37.7 persen termasuk kategori sedang, dan hanya 15.6 persen termasuk kategori tinggi. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Alimin (2004) menemukan bahwa 54.7 persen petani sayuran di Cianjur Provinsi Jawa Barat hanya tamatan sekolah dasar (SD); Subagio (2008) di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur menemukan bahwa 48 persen petani sayuran memiliki tingkat pendidikan formal termasuk kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini usahatani sayuran masih didominasi oleh petani yang berpendidikan termasuk kategori rendah. Rataan tingkat pendidikan formal petani di Kecamatan Syiah Kuala cenderung lebih tinggi dari pada petani di Kecamatan Darussalam. Sebagian besar (55.3 persen) petani sayuran di Kecamatan Darussalam memiliki tingkat pendidikan formal termasuk kategori rendah dan hanya 10.6 persen berpendidikan tinggi, sedangkan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala 43.3 persen memiliki tingkat pendidikan formal termasuk kategori sedang dan 23.4 persen termasuk kategori tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani yang berpendidikan tinggi memiliki persentase terendah. Menurut Harijati (2007), selama ini sektor pertanian dinilai kurang memberikan insentif lebih dibandingkan sektor lain, sehingga cenderung ditinggalkan oleh tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. 3) Lama Pendidikan Non Formal Rata-rata lama pendidikan non formal petani sayuran adalah 11.6 jam atau termasuk kategori sedang. Sebagian besar (51.9 persen) petani sayuran memiliki

45 lama pendidikan non formal termasuk kategori rendah (0 hingga 8 jam), 37.7 persen pernah mengikuti pendidikan non formal dari 8 hingga 24 jam (kategori sedang) dan 10.4 persen pernah mengikuti pendidikan non formal di atas 24 jam termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diikuti oleh petani sayuran masih kurang dalam dua tahun terakhir. Rata-rata pelatihan yang diikuti oleh petani sayuran di Kacamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam tidak berbeda nyata pada α=0.05. Namun, ratarata lama pendidikan non formal petani sayuran di Kacamatan Syiah Kuala adalah 14.7 jam cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan Darussalam (9.7 jam). Secara rinci, sebaran lama pendidikan non formal petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan Darussalam adalah sama. Petani sayuran yang memiliki lama pendidikan non formal termasuk kategori rendah memiliki persentase terbesar dan persentase terkecil adalah petani sayuran yang memiliki lama pendidikan non formal termasuk kategori tinggi. Hasil wawancara dengan responden, kepala desa dan penyuluh, rendahnya kesertaan petani dalam proses pelatihan disebabkan: 1) jumlah pelatihan dan sekolah lapangan yang diselenggarakan terbatas, 2) informasi mengenai pelatihan susah diakses, 3) terbatasnya kesempatan untuk mengikuti pelatihan akibat keterbatasan dana dan peserta, 4) petani tidak punya waktu untuk ikut pelatihan, 5) biasanya peserta pelatihan dikirim oleh kepala desa sehingga lebih memprioritaskan yang berpendidikan tinggi, sedangkan peserta yang dikirim oleh kelompok tani lebih memprioritaskan pengurus kelompok tani dari pada anggota, 6) motivasi petani kurang untuk mengikuti pelatihan, apalagi bila pelatihan tersebut tidak memberikan biaya transportasi dan reward. 4) Lama Berusahatani Sayuran Rata-rata lama berusahatani petani sayuran lahan sempit adalah 11.3 tahun (kategori sedang). Hasil uji beda rata-rata menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada α=0.05 antara rata-rata lama berusahatani sayuran di Kecamatan Darussalam dan Kecamatan Syiah Kuala. Namun, nilai rata-rata pengalaman petani dalam berusahatani sayuran di Kecamatan Darussalam cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kecamatan Syiah Kuala. Petani sayuran di Kecamatan Darussalam sebagian besar adalah petani yang turun temurun, dan sebelum berusahatani sayuran mereka sebagian besar adalah petani padi. Terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan, pertokoan dan perkantoran menyebabkan petani padi beralih menjadi petani sayuran dengan memanfaatkan lahan tegalan atau lahan sawah yang masih tersisa. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam yang lama berusahatani sayuran di bawah 10 tahun memiliki persentase terbesar. Besarnya jumlah petani sayuran yang lama berusahatani sayuran di bawah 10 tahun terjadi akibat semakin sulitnya mencari pekerjaan di perkotaan, apalagi bagi mereka yang tidak mempunyai pendidikan tinggi (tamatan SD). Kondisi ini menyebabkan responden memanfaatkan lahan dan melanjutkan pekerjaan orang tua dalam berusahatani sayuran. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Harijati (2007), menemukan bahwa sebagian besar petani lahan sempit memiliki pengalaman diatas 11 tahun. 31

46 32 5) Luas Lahan Berusahatani Rata-rata luas lahan petani sayuran adalah 0.18 hektar termasuk kategori sedang. Petani sayuran yang memiliki lahan antara 0.15 hektar hingga 0.30 hektar meter memiliki jumlah persentase terbesar, sedangkan petani yang memiliki lahan di atas 0.30 hektar memiliki persentase terkecil. Rata-rata penguasaan lahan lebih besar di Kecamatan Darussalam dari pada Kecamatan Syiah Kuala. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Syiah Kuala berada di Ibukota Propinsi Aceh, peralihan fungsi lahan untuk pembangunan perumahan, perkantoran dan fasilitas pendidikan sangat cepat seiring dengan pertambahan penduduk di Ibukota Propinsi, sedangkan di Kecamatan Darussalam terletak di Kabupaten Aceh Besar yang pertambahan penduduk dan peralihan fungsi lahan belum secepat di ibukota Provinsi. Secara rinci, sebagian besar petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala mempunyai lahan kurang dari 0.15 hektar, sedangkan di Kecamatan Darusalam sebagian besar petani sayuran mempunyai lahan antara 0.15 hingga 0.30 hektar. Umumnya petani mengerjakan lahan sendiri atau milik keluarga, beberapa petani sayuran di pinggiran sungai Lam Nyong menggarap lahan pemerintah yang berstatus hak pakai. Lahan yang digunakan untuk berusahatani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala terdiri dari pategalan, pekaranganan dan kebun, sedangkan di Kecamatan Darussalam selain berusahatani di pategalan, pekaranganan dan kebun kelapa, beberapa petani juga memanfaatkan lahan sawah untuk berusahatani sayuran, biasanya setelah panen padi. Motivasi Berusahatani Sayuran Motivasi berusahatani adalah alasan atau faktor yang mendorong responden untuk berusahatani sayuran pada lahan sempit. Dorongan tersebut disebabkan adanya faktor yang berasal dari dalam diri petani (motif intrinsik) maupun yang berasal dari luar diri petani (motif ektrinsik). Secara keseluruhan, rata-rata tingkat motif intrinsik dan motif ekstrinsik petani sayuran termasuk kategori tinggi. Sebagaian besar petani sayuran berlahan sempit memiliki tingkat motif intrinsik dan motif ekstrinsik termasuk kategori tinggi. Hal menunjukkan bahwa motivasi petani lahan sempit bukan saja dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dalam dirinya, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar dirinya. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Witjaksono et al. (2012) di Bantul menemukan bahwa motivasi petani dalam agribisnis bawang merah di lahan pasir pantai cukup kuat, dan kekuatan motivasi tersebut hampir merata, baik untuk memenuhi kebutuhan existence, relatedness, maupun growth. Namun, berbeda dengan penelitian Harijati (2008) menemukan bahwa petani sayuran lahan sempit di kota dan pinggiran Jakarta dan Bandung memiliki tingkat motivasi berusahatani tergolong sedang. Rata-rata motif intrinsik petani sayuran lahan sempit di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam tidak berbeda nyata pada α=0.05. Berdasarkan motif intrinsik, petani mengganggap bahwa berusahatani sayuran lebih berhasil dan menguntungkan dibandingkan dengan pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan. Alasan utama petani berusahatani sayuran karena ingin mengembangkan keterampilan usahatani dan memanfaatkan lahan untuk menambah pendapatan

47 keluarga. Beberapa petani berusahatani sayuran karena tidak ada keahlian lainnya, mereka hanya punya sebidang tanah untuk berusahatani sayuran. Tabel 4 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat motivasi berusahatani di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 Persentase (%) No Motivasi berusahatani Kategori Syiah Kuala (n = 30) Darussalam (n = 47) Total (n=77) 1 Motivasi intrinsik Rendah Sedang Tinggi Rataan skor Motivasi ekstrinsik Rendah Sedang Tinggi Rataan skor 83 * 72 * 77 Keterangan: 1) Skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) * ) Hasil uji beda rata-rata anova berbeda nyata pada α= Berdasarkan motif ekstrinsik, alasan utama petani berusahatani sayuran karena komoditas sayuran memiliki pangsa pasar yang baik. Saat ini, kebutuhan sayuran untuk Kota Banda Aceh masih tergantung kepada pasokan dari luar daerah, keadaan ini memberikan peluang yang baik untuk berusahatani sayuran dibandingkan komoditas lain. Selain itu, keberhasilan petani tetangga juga memberikan motivasi kepada petani untuk berusahatani sayuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat motivasi petani sayuran lahan sempit di Kecamatan Syiah Kuala lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kecamatan Darussalam. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala yang berada di Kota Banda Aceh memiliki kebutuhan lebih tinggi dari pada petani Kecamatan Darussalam yang berada di wilayah pedesaan. Hal ini memotivasi petani untuk melakukan usahatani yang lebih baik. Menurut hasil penelitian Harijati (2007) di kota dan pinggiran Jakarta dan Bandung menemukan bahwa bagi petani berlahan sempit, pemenuhan kebutuhan pokok merupakan motivasi utama berusahatani saat ini. Interaksi dan Komunikasi Petani Informasi pertanian merupakan salah satu faktor penting dalam produksi usahatani. Salah satu cara petani sayuran untuk mendapatkan informasi adalah dengan berinteraksi dengan sumber informasi. Beberapa sumber informasi yang berada di sekitar lingkungan petani sayuran di wilayah penelitian adalah penyuluh, petani maju, kelompok tani, pedagang, mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Interaksi petani dengan sumber informasi akan menciptakan komunikasi seperti tanya-jawab dan diskusi untuk menyeleksi

48 34 berbagai informasi sesuai dengan kebutuhan dari sudut pandang petani, informasi yang sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang mereka alami. Tabel 5 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat interaksi dan komunikasi petani di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Interaksi dan komunikasi petani 1 Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh. Rataan skor 2 Interaksi dan komunikasi antar petani. Rataan skor 3 Keterlibatan dalam kelompok tani. 4(a) Rataan skor Interaksi dan komunikasi dengan pedagang. Rataan skor (b) Interaksi dan komunikasi dengan mahasiswa. (c) Rataan skor Interaksi dan komunikasi denagan LSM. Rataan skor Kategori Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Persentase (%) Syiah Kuala (n = 30) Darussalam (n =47) * * * * * * Keterangan: 1) Skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) *) Hasil uji beda rata-rata anova berbeda nyata pada α=0.05. Total (n=77) ) Interaksi dan Komunikasi dengan Penyuluh Penyuluh merupakan salah satu sumber informasi bagi petani. Peran penyuluh sangat menentukan dalam mengajak petani memanfaatkan informasi. Interaksi dan komunikasi petani dengan penyuluh di wilayah penelitian terjadi melalui kegiatan penyuluhan (pertemuan), kebun percontohan, pelatihan dan saat petani menghubungi penyuluh. Penyuluh yang sering berinteraksi dengan petani dalam setahun terakhir adalah penyuluh PNS dan penyuluh kontrak yang berasal dari Dinas Pertanian. Jenis informasi yang didapatkan petani dari penyuluh berupa teknik budidaya sayuran (pengolahan tanah, pembibitan, pemeliharaan, pemupukan, penyiraman) dan pengendalian hama penyakit tumbuhan (HPT).

49 Petani yang menghubungi penyuluh biasanya memerlukan informasi mengenai hama penyakit tumbuhan (HPT) dan cara usahatani sayuran jenis baru. Rata-rata skor tingkat interaksi dan komunikasi petani sayuran dengan penyuluh di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam berada pada kategori sedang. Hasil uji beda rata-rata anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada α=0.05 antara tingkat interaksi dan komunikasi petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan Darussalam. Secara keseluruhan, 44.2 persen petani sayuran berinteraksi dan berkomunikasi dengan penyuluh berada pada kategori tinggi, 22 persen termasuk kategori sedang, dan sisanya 33.8 persen termasuk kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh sebagai sumber informasi sudah mampu di manfaatkan oleh petani untuk mendapatkan informasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam berusahatani sayuran. Interaksi dan komunikasi petani dengan penyuluh masih perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitas, terutama untuk petani sayuran yang berinteraksi rendah (33.8 persen) dan sedang (22 persen). Artinya, masih ada 55.8 persen petani sayuran yang belum optimal mendapatkan informasi dari penyuluh. Akibatnya, saat ini petani tidak mendapatkan peningkatan kemampuan sesuai kebutuhan atau masalah yang dihadapinya dari penyuluh yang ada. Beberapa hal yang menyebabkan belum optimalnya interaksi dan komunikasi petani dengan penyuluh di wilayah penelitian yaitu: 1) selama ini kegiatan penyuluhan yang sering dilakukan oleh pemerintah (penyuluh) adalah untuk tanaman padi dan palawija, sedangkan penyuluhan untuk komoditas sayuran masih jarang, 2) beberapa petani mengatakan bahwa di desa mereka belum ada kegiatan penyuluhan mengenai komoditas sayuran, 3) kegiatan penyuluhan belum tersosialisasi dengan baik sehingga ada masyarakat yang tidak mengetahui kalau ada program penyuluhan, 4) penyuluh jarang berada di lapangan (desa), dan 5) beberapa petani tidak mempunyai waktu untuk mengikuti penyuluhan. 2) Interaksi dan Komunikasi antar Petani Rata-rata tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan petani lainnya untuk mendapatkan informasi tentang usahatani sayuran berada pada kategori sedang cenderung tinggi. Secara keseluruhan, sebagian besar (53.2 persen) petani sayuran berlahan sempit berinteraksi dan berkomunikasi tinggi dengan petani sukses, 18.2 persen berinteraksi dan berkomunikasi sedang, dan 28.6 persen berinteraksi dan berkomunikasi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa petani sayuran dalam mengatasi masalah usahatani memanfaatkan petani sukses yang berada di sekitar lingkungan mereka sebagai sumber informasi. Hasil uji beda rata-rata anova menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada α=0.05 antara tingkat interaksi dan komunikasi antar petani di Kecamatan Syiah Kuala dan Darussalam. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki rata-rata skor tingkat interaksi dan komunikasi antar petani termasuk kategori tinggi, sedangkan petani sayuran di Darussalam termasuk kategori sedang. Secara rinci, sebagian besar (73.4 persen) petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala berinteraksi dan berkomunikasi antar petani, sedangkan di Kecamatan Darussalam petani sayuran yang berinteraksi dan berkomunikasi dengan petani lain termasuk kategori tinggi berjumlah 40.4 persen, selebihnya termasuk kategori sedang dan kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa petani sayuran berlahan sempit di 35

50 36 Kecamatan Syiah Kuala lebih tinggi dalam memanfaatkan petani sukses yang berada di sekitar lingkungan mereka sebagai sumber informasi. Kondisi ini disebabkan karena petani di Kecamatan Syiah Kuala umumnya memiliki tempat tinggal dan lahan usahatani yang berdekatan, sehingga memudahkan mereka berinteraksi dan berkomunikasi. Selain itu, petani di Kecamatan Syiah Kuala bukanlah petani yang turun temurun sehingga dalam memulai usahatani mereka harus banyak belajar dalam segala hal dari petani tetangga yang lebih berpengalaman. Dalam berusahatani, petani di Kecamatan Syiah Kuala biasanya mengusahakan lebih dari satu jenis sayuran sepanjang tahun dan sering mencoba komoditas baru yang menguntungkan. Akibatnya, mereka selalu mencari informasi dari petani lain yang telah sukses dalam usahataninya. Berbeda dengan petani di Kecamatan Darussalam, mayoritas mereka adalah petani yang turun temurun, sedikitnya mereka sudah mempunyai pengalaman tentang berusahatani. Untuk mengurangi resiko dalam berusahatani, petani biasanya mengusahakan jenis sayuran yang sama setiap musim tanam. Akibatnya, walaupun mereka sering berinteraksi tetapi kurang berkomunikasi mengenai usahatani sayuran kecuali bila ada kasus baru dalam usahatani mereka. Menurut hasil penelitian Harijati (2007), mayoritas (80.3 persen) petani sayuran lahan sempit di kota dan pinggiran Jakarta dan Bandung mendatangi petani lain jika menghadapi masalah dalam usahataninya; pemilahan petani sebagai pihak yang didatangi karena jarak petani relative dekat, bisa dihubungi dan didatangi setiap saat, bahkan langsung dapat membantu di lahan pertanian. Seiring itu, hasil penelitian Malta (2008) menemukan bahwa petani jika mendapat masalah akan datang ke pihak yang dekat dan tersedia saat dibutuhkan, yaitu antar petani, pedagang pengumpul, dan sedikit interaksi dengan penyuluh. 3) Keterlibatan dalam Kelompok tani Kelompok tani memegang peranan penting sebagai unit produksi, media belajar dan media kerjasama antar petani. Rata-rata skor keterlibatan petani sayuran dalam mengikuti kegiatan kelompok tani masih rendah. Hal ini ditunjukkan dari 77 petani sayuran, sebanyak 48 persen kesertaan dalam kegiatan kelompok tani termasuk kategori rendah, 19.5 persen termasuk kategori sedang, dan 32.5 persen termasuk kategori tinggi. Kurangnya keterlibatan petani dalam kelompok tani mengakibatkan petani belum dapat mengambil manfaat dari keberadaan kelompok tani dan mengalami proses belajar melalui media kelompok tani. Hasil wawancara dengan petani, beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan petani dalam kegiatan kelompok tani, yaitu: 1) kelompok tani di desa sudah tidak aktif lagi, kelompok tani aktif bila adanya bantuan dari pihak luar atau program penyuluhan, 2) kegiatan kelompok tani kurang tersosialisasi dengan baik, sehingga bila ada kegiatan petani tidak mengetahuinya, 3) pengalaman masa lalu kurang menyenangkan akibat kurang transparansi pengurus kelompok tani, 4) kegiatan kelompok tani tidak sesuai dengan kebutuhan petani sayuran, sehingga petani kurang termotivasi untuk mengikuti kegiatan kelompok. Akibatnya, petani belum mampu memanfaatkan kelompok tani sebagai media informasi, media belajar dan media kerjasama. Petani sayuran yang terlibat aktif dalam kegiatan kelompok tani bergabung kedalam kelompok tani yang ada di desa mereka. Setiap desa rata-rata memiliki

51 satu kelompok tani bahkan ada desa yang memiliki 2 hingga 3 kelompok tani, namun demikian tidak semua kelompok tani tersebut aktif melakukan kegiatan. Kegiatan kelompok tani yang banyak diikuti oleh petani di Kecamatan Syiah Kuala adalah: 1) penyuluhan oleh PPL berupa ceramah dan diskusi, 2) penyaluran kredit dan bantuan dana bergulir, 3) pengadaan saprodi (pupuk, benih dan obatobatan), 4) pemasaran berupa penjulan hasil bersama-sama, 5) pelatihan baik yang dibuat oleh penyuluh maupun LSM. Kegiatan kelompok tani yang diikuti oleh petani di Kecamatan Darussalam adalah: 1) penyuluhan oleh PPL berupa ceramah dan diskusi, 2) penyaluran kredit dan bantuan dana bergulir, 5) pelatihan baik yang dibuat oleh penyuluh maupun LSM. 4) Interaksi dan Komunikasi Petani dengan Pedagang, Mahasiswa dan LSM Pedagang merupakan salah satu sumber informasi yang sering dimanfaatkan dan mudah diakses oleh petani. Secara keseluruhan, interaksi dan komunikasi antara petani dengan pedagang termasuk kategori sedang. Dalam mencari informasi, biasanya petani sayuran berinteraksi dengan pedagang saprodi dan pedagang penampung (agen di pasar). Informasi yang biasanya didapatkan dari pedagang saprodi adalah: teknik pembibitan, teknik pemupukan dan teknik pengendalian hama dan penyakit tanaman terutama cara mengatur dosis obatobatan yang akan digunakan petani; sedangkan informasi yang biasayang didapatkan dari pedagang pengumpul adalah: harga sayuran dan peluang pasar tentang jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Rata-rata tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan pedagang tidak berbeda nyata antara petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan petani di Kecamatan Darussalam. Petani sayuran yang berinteraksi dan berkomunikasi dengan pedagang termasuk kategori rendah memiliki persentase terbesar baik di Kecamatan Syiah Kuala maupun di Kecamatan Darussalam. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat interaksi dan komunikasi antara petani dengan pedagang belum optimal. Belum optimalnya interaksi dan komunikasi petani dengan pedagang adalah: 1) pembelian sprodi berupa bibit, pupuk dan obat-obatan sering dititipkan kepada petani lain karena jarak ke tempat pedagang saprodi jauh, dan 2) pedagang saprodi yang menjadi langganan petani tidak mempunyai banyak pengetahuan tentang usahatani sayuran. Selain pedagang, mahasiwa merupakan salah satu sumber informasi yang tersedia dan mudah diakses oleh petani sayuran. Rata-rata skor tingkat interaksi dan komunikasi petani sayuran dengan mahasiswa di wilayah penelitian termasuk kategori rendah. Hasil uji beda rata-rata anova menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada α=0.05 antara tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan mahasiswa di Kecamatan Syiah Kuala dan Darussalam. Tingkat interaksi petani sayuran dengan mahasiswa di Kecamatan Syiah Kuala termasuk kategori sedang, sedangkan di Darussalam termasuk kategori rendah. Sebagian besar petani sayuran berinteraksi dan berkomunikasi dengan mahasiswa termasuk kategori rendah. Belum optimalnya interaksi dan komunikasi petani dengan mahasiswa disebabkan oleh: 1) tidak semua desa ada mahasiswa terutama mahasiswa pertanian, baik yang berdomisili maupun yang lagi melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN), dan 2) tidak semua mahasiswa memahami tetang usahatani sayuran, sehingga walaupun terjadi interaksi tetapi 37

52 38 komunikasi mengenai usahatani sayuran terbatas dan biasanya petani tidak puas dengan informasi yang didapatkan. Mahasiswa yang sering dihubungi petani adalah mahasiswa pertanian yang bertempat tinggal di desa mereka, mahasiswa praktek ataupun yang sedang melakukan kuliah kerja nyata (KKN). Beberapa mahasiswa sering menyewa lahan petani untuk membuat demplot penelitian, kesempatan tersebut biasanya selalu dimanfaatkan oleh petani yang punya lahan atau tetangganya untuk menanyakan berbagai masalah yang selama ini belum mereka ketahui. Biasanya informasi yang didapatkan dari mahasiswa adalah media tanam untuk pembibitan, pemupukan, penanggulangan penyakit dan teknik budidaya sayuran jenis baru yang belum dikuasai petani. Sumber informasi lainnya yang bisa dimanfaatkan dan diakses oleh petani sayuran adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Rehabilitas dan rekontruksi akibat bencana tsunami melibatkan banyak LSM dalam melakukan program pendampingan masyarakat sejak 2004 hingga sekarang. Pelaksanaan program pendampingan, biasanya LSM memberikan pelatihan, modal usaha, peralatan tani dan saprodi. Pelatihan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan petani dan sumberdaya yang ada di sekitar lingkungan hidup petani. Pelatihan yang pernah di buat oleh LSM, diantaranya: pelatihan pembuatan pupuk organik dan pestisida organik dari sampah kota untuk petani di Kecamatan Syiah Kuala dan pembuatan kompos dari jerami padi dan dedaunan di Kecamatan Darussalam. Dalam 3 tahun terkahir, secara keseluruhan interaksi dan komunikasi petani dengan LSM termasuk kategori rendah. Hasil uji beda rata-rata anova menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada α=0.05 antara tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan LSM di Kecamatan Syiah Kuala dan Darussalam. Tingkat interaksi petani sayuran dengan LSM di Kecamatan Syiah Kuala termasuk kategori sedang, sedangkan di Darussalam termasuk kategori rendah. Sebagian besar (59.6 persen) petani sayuran di Kecamatan Darussalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan LSM termasuk kategori rendah, sedangkan di Kecamatan Syiah Kuala 40 persen petani sayuran berinteraksi dan berkomunikasi tinggi dengan LSM. Secara keseluruhan, petani sayuran yang berinteraksi dan berkomunikasi dengan LSM termasuk kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat interaksi dan komunikasi antara petani sayuran dengan LSM belum optimal. Penyebab belum optimalnya tingkat interaksi dan komunikasi dengan LSM disebabkan LSM kekurangan dana (tidak ada donatur) untuk melakukan program pendampingan. Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Lahan Sempit Kompetensi merupakan kemampuan atau keahlian seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan atau standar yang telah ditetapkan. Menurut Indrawati et al. (2011), kompetensi agribisnis petani merupakan kemampuan berpikir (tingkat pengetahuan), bersikap (tingkat sikap mental), bertindak (tingkat keterampilan) dalam berusahatani sesuai dengan standar agribisnis yang ditetapkan. Kompetensi agribisnis merupakan hasil proses belajar petani yang ditentukan oleh hasil interaksi antara faktor individu petani dan faktor lingkungan usahatani, melalui proses belajar.

53 Kompetensi agribisnis petani sayuran lahan sempit adalah kemampuan petani yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani sayuran pada lahan sempit. Terdapat lima bidang kompetensi agribisnis yang diukur dalam penelitian ini, yaitu: 1) kemampuan merencanakan usahatani, 2) kemampuan pendayagunaan faktor produksi, 3) kemampuan membudidayakan sayuran terdiri dari: pembibitan, pengolahan lahan, pemeliharan dan pemupukan, pengendalian HPT, panen dan pasca panen, 4) pemasaran hasil usahatani, dan 5) membangun kemitraan usaha. Tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran lahan sempit disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat kompetensi agribisnis berusahatani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Kompetensi Rendah Sedang Tinggi Rataan skor 1 Syiah Kuala (n=30) Persentase (%) Darussalam Total (n=47) (n=77) Keterangan: 1) skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran termasuk kategori sedang cenderung tinggi (skor 71). Hal ini ditunjukkan dari sebagian besar petani sayuran memiliki kompetensi agribisnis termasuk kategori sedang, 41.6 persen termasuk kategori tinggi, dan sisanya 6.5 persen termasuk kategori rendah. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Harijati (2008) di pinggiran dan kota Jakarta dan Bandung, menemukan bahwa kompetensi petani sayuran lahan sempit termasuk kategori rendah. Rata-rata tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala tidak berbeda nyata pada α=0.05 dengan petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Namun, skor rata-rata tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala cenderung lebih tinggi dari pada Kecamatan Darussalam. Secara rinci, sebagian besar (50 persen) petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki kompetensi agribisnis termasuk kategori tinggi, sedangkan di Darussalam sebagian besar (51.1 persen) petani sayuran memiliki kompetensi agribisnis termasuk kategori sedang. 39 Tingkat Pengetahuan Agribisnis Petani Sayuran Pengetahuan adalah informasi yang diperoleh dan dipahami petani; dapat diperoleh melalui bantuan pengajar dan mempraktekkan langsung, melalui media, mengamati dan meniru model; diperkuat dorongan dalam dirinya untuk memperoleh dan memahami pengetahuan (Harijati 2008). Pengetahuan petani dalam berusahatani sayuran adalah kemampuan kognitif petani dalam melakukan usahatani sayuran atau segala sesuatu yang diketahui oleh petani berkenaan

54 40 dengan usahatani sayuran. Tingkat pengetahuan petani dalam berusahatani sayuran pada lahan sempit disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat pengetahuan agribisnis berusahatani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 Persentase (%) No Bidang Pengetahuan Kategori Syiah Kuala (n=30) Darussalam (n=47) Total (n=77) 1 Perencanaan usahatani - Rendah - Sedang - Tinggi Rataan skor Pendayagunaan faktor produksi - Rendah - Sedang - Tinggi Rataan skor Penerapan budidaya sayuran - Rendah - Sedang Tinggi Rataan skor Pemasaran hasil usahatani - Rendah - Sedang - Tinggi Rataan skor Membangun kemitraan usahatani - Rendah - Sedang Tinggi Rataan skor 1 73 * 64* 66 Total pengetahuan agribisnis Rataan skor 1 - Rendah - Sedang - Tinggi Keterangan : 1) Skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) *) Hasil uji beda rata-rata anova berbeda nyata pada α=0.05 Tingkat pengetahuan petani sayuran tentang perencanaan usahatani termasuk kategori sedang (skor 63). Rata-rata tingkat pengetahuan petani sayuran tentang perencanaan usahatani di Kecamatan Syiah Kuala tidak berbeda nyata dengan petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Petani sayuran yang memiliki tingkat pengetahuan tentang perencanaan usahatani termasuk kategori rendah memiliki persentase terbesar, selebihnya memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan rendah. Petani sayuran yang memiliki pengetahuan tentang perencanaan usahatani kategori tinggi dapat menyebutkan manfaat dan tujuan perencanaan usahatani serta kapan sebaiknya rencana usahatani dilakukan. Petani juga memahami

55 pentingnya perencanaan lahan usahatani yaitu: luas penggunaan lahan, waktu penggunaan lahan dan kesesuain lahan dengan jenis tanaman. Petani sayuran yang memiliki tingkat pengetahuan perencanaan usahatani berkategori rendah dan sedang kurang tepat menyebutkan hal apa saja yang perlu direncanakan dalam berusahatani sayuran. Rata-rata tingkat pengetahuan petani sayuran tentang pendayagunaan faktor produksi termasuk kategori sedang cenderung tinggi dengan skor 71. Hal ini terlihat dari 77 responden, 41.5 persen petani sayuran memiliki pengetahuan tentang pendayagunaan faktor produksi termasuk kategori tinggi, 30 persen berkategori sedang, dan sisanya 28.5 persen termasuk kategori rendah. Umumnya petani dapat menyebutkan faktor-faktor produksi yang dibutuhkan dan jumlah kebutuhannya seperti bibit, pupuk kandang, pupuk NPK, obat-obatan, dan peralatan kerja, tetapi sebagian besar petani di Kecamatan Darussalam belum mengetahui tentang biaya produksi dan apa saja yang termasuk di dalamnya. Dalam proses produksi usahatani sayuran, sarana produksi yang digunakan di daerah penelitian adalah benih, pupuk (Urea, TSP, KCl, NPK, ZA dan pupuk kandang), dan pestisida jenis insektisida dengan merek (Agrimek, Rotras, Regen, Dursban, dan pestisida berjenis fungisida dengan merek Scor, Toufu, Aritop). Alat-alat pertanian yang digunakan dalam proses produksi usahatani sayuran adalah cangkul, sabit, garu, teng penyemprot, serta menyewa bajak untuk kegiatan pengolahan lahan. Umur ekonomis alat- alat tersebut berkisar satu sampai dengan enam tahun. Tingkat pengetahuan petani sayuran tentang pendayagunaan faktor produksi di Kecamatan Syiah Kuala termasuk kategori tinggi (skor 76), sedangkan petani sayuran di Kecamatan Darussalam termasuk kategori sedang (skor 68). Sebagian besar petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki pengetahuan termasuk kategori tinggi, sedangkan di Kecamatan Darussalam hanya 36.2 persen petani sayuran yang memiliki pengetahuan termasuk kategori tinggi tentang pendayagunaan faktor produk. Kondisi ini terjadi karena: 1) petani sayuran di Kecamatan Darussalam umumnya jarang memperhitungkan tentang biaya tenaga kerja karena tenaga kerja berasal dari keluarga sendiri, dan 2) biaya pupuk kandang jarang diperhitungkan sebagai biaya produksi oleh petani sayuran di Kecamatan Darussalam karena berasal dari peternakan sendiri atau tetangganya. Tingkat pengetahuan petani tentang penerapan budidaya sayuran berada termasuk kategori sedang cenderung tinggi dengan skor 73. Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, 48 persen diantaranya memiliki pengetahuan tentang budidaya sayuran termasuk kategori tinggi, 43 persen termasuk kategori sedang dan sisanya (9 persen) kategori rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan budidaya sayuran petani sudah mampu mendukung untuk melakukan usahatani kearah lebih produktif dan berkelanjutan. Rata-rata tingkat pengetahuan petani sayuran tentang pemasaran hasil usahatani termasuk kategori sedang (Tabel 8). Sebanyak 36.3 persen petani sayuran memiliki pengetahuan termasuk tinggi, 33.8 persen kategori sedang dan sisanya 29.9 termasuk kategori rendah. Mayoritas petani sayuran memperhatikan harga pasar untuk menjual hasil panen. Petani melakukan panen sayuran pada saat harga menanjak naik. Pada kondisi tertentu, pemanenan tetap dilakukan karena umur tanaman yang sudah mencapai saat panen terutama sayuran daun. Sebagian petani sayuran sudah melakukan promosi (pamflet dan brosur) terutama petani 41

56 42 sayuran organik. Penentuan harga hasil panen sebagian besar petani menentukan sendiri dan menjual kepada pedagang yang membeli dengan harga lebih tinggi, namun beberapa petani tetap menjual kepada pedagang langganannya walaupun harga agak sedikit murah karena mereka tidak tahu harga pasar. Tingkat pengetahuan petani sayuran tentang kemitraan usahatani termasuk kategori sedang (skor 66). Sebagian besar petani sayuran mengetahui tentang tujuan bermitra usaha, tetapi hanya sebagian petani yang memahami tentang syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam bermitra usahatani. Rata-rata tingkat pengetahuan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala tentang kemitraan usahatani berbeda nyata pada α=0.05 dengan petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Sebagian besar petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki pengetahuan tentang kemitraan usahatani termasuk kategori tinggi, sedang di Kecamatan Darussalam 40.3 persen petani sayuran memiliki pengetahuan tentang kemitraan usahatani termasuk kategori rendah. Secara umum pola kemitraan usahatani adalah pola dagang umum dengan melibatkan pedagang dan supplier untuk memasok konsumen restoran, hotel dan pasar tradisional, dan kerjasama dalam penyediaan modal. Sebagian besar petani sayuran memiliki mitra seperti pedagang penampung, lembaga keuangan mikro, koperasi, bank, individu lainnya. Ada beberapa macam sistem kerjasama dalam penyedian modal, yaitu: 1) lembaga penyedia modal seperti koperasi, Baitul Qirad, lembaga keuangan mikro (LKM), dan Bank memberikan pinjaman kepada petani sayuran, kemudian petani mengembalikan modal dengan bunga atau bagi hasil yang telah disepakati bersama, (2) pedagang pengumpul atau penampung memberikan pinjaman modal, tetapi petani harus menjual hasil panen kepada mereka dan bagi hasil sesuai kepakatan, (3) kerjasama dengan individu (anggota keluarga, masyarakat, pengusaha, petani lain), dimana individu menyediakan modal dengan sistem bagi hasil keuntungan, biasanya antara 20 hingga 50 persen. Rata-rata tingkat pengetahuan total petani sayuran termasuk kategori sedang (skor 69). Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Farid (2008) di Kabupaten Bondowoso dan Pasuruan; penelitian Subagio (2008) di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur, menyatakan bahwa petani sayuran memiliki tingkat pengetahuan berkategori sedang; penelitian Harijati (2008) di kota dan pinggiran Jakarta dan Bandung menyatakan bahwa petani sayuran lahan sempit memiliki tingkat pengetahuan berkategori sedang. Urutan tingkat pengetahuan petani sayuran mulai dari yang paling tinggi adalah: penerapan budidaya (skor 73), pendayagunaan faktor produksi (skor 71), sedangkan perencanaan usahatani, pemasaran hasil dan kemitraan usahatani memiliki skor yang sama yaitu skor 63. Dalam bidang penerapan budidaya sayuran, urutan bidang pengetahuan petani mulai dari yang paling tinggi adalah: pengendalian HPT (skor 85), penanaman, pemeliharaan dan pemupukan (skor 73), pengolahan lahan (71), pembibitan (skor 70), panen dan pasca panen (skor 68). Secara rinci, tingkat pengetahuan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala mulai dari yang paling tinggi adalah: pendayagunaan faktor produksi (skor 76), penerapan budidaya sayuran (skor 75), pemasaran hasil (skor 65), perencanaan usahatani (skor 63), dan membangun kemitraan. Dalam bidang penerapan budidaya sayuran, urutan tingkat pengetahuan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala mulai dari yang paling tinggi adalah pengendalian HPT (skor 88),

57 pengolahan lahan (skor 78), penanaman, pemeliharaan dan pemupukan (skor 74), pembibitan (skor 74), panen dan pasca panen (skor 68). Tingkat pengetahuan petani sayuran di Kecamatan Darussalam dimulai dari yang paling tinggi adalah bidang: penerapan budidaya sayuran (skor 71), pendayagunaan faktor produksi (skor 68), membangun kemitraan usaha (skor 64), perencanaan usahatani (skor 63), dan yang paling rendah adalah pemasaran hasil (skor 62). Dalam bidang penerapan budidaya sayuran, pengetahuan petani sayuran di Kecamatan Darussalam mulai dari yang paling tinggi adalah pengendalian HPT (skor 83), penanaman, pemeliharaan dan pemupukan (skor 72), pembibitan (skor 68), panen dan pasca panen (skor 68), dan pengolahan lahan (skor 66). Secara keseluruhan, sebanyak 44.2 persen petani sayuran memiliki tingkat pengetahuan sedang, 36.4 persen termasuk kategori tinggi dan sisanya 19.5 persen termasuk kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan yang telah dicapai oleh petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam dapat menunjang pelaksanaan kegiatan usahatani agribisnis sayuran kearah yang lebih produktif dan menguntungkan. Menurut Harijati (2008), petani yang memiliki pengetahuan agribisnis berarti memiliki informasi agribisnis dan mampu berpikir atau mengolah informasi tentang berusahatani yang meliputi konsep merencanakan keuntungan, melakasanakan kerjasama dengan pihak terkait, meningkatkan nilai tambah produk, serta konsep pertanian yang berkelanjutan. Tingkat Pengetahuan Petani tentang Penerapan Budidaya Sayuran Tingkat pengetahuan petani tentang penerapan budidaya sayuran berada termasuk kategori sedang cenderung tinggi dengan skor 73. Tingkat pengetahuan petani tentang penerapan budidaya sayuran terdiri dari: pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemupukan, pengendalian HPT, panen dan pasca panen. Sebaran petani berdasarkan tingkat pengetahuan tentang penerapan budidaya sayuran disajikan pada Tabel 8. Tingkat pengetahuan petani sayuran tentang pembibitan termasuk kategori sedang (skor 70). Hal ini ditunjukkan dari 77 petani sayuran, sebanyak 44.2 persen petani memiliki pengetahuan tentang pembibitan termasuk kategori sedang, 32.5 persen termasuk kategori rendah dan sisanya 23.3 termasuk kategori tinggi. Hasil uji beda rata-rata anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada α=0.05 antara rata-rata tingkat pengetahuan petani tentang penerapan budidaya sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dengan petani sayuran di Darussalam. Namun, rata-rata skor tingkat pengetahuan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala tentang penerapan budidaya sayuran cenderung lebih tinggi dari pada petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Petani mengetahui tentang ciri-ciri fisik bibit sayuran yang berkualitas baik dan daya kecambahnya tinggi. Umumnya petani sayuran mengetahui bagaimana membuat persemaian benih yang baik terutama kombinasi untuk media tanam. Sebagian besar petani belum mengetahui tentang perlakuan benih yaitu mencampur benih yang akan ditanam dengan fungisida untuk mencegah penyakit bulai dan dengan insektisida untuk mencegah serangan lalat bibit. Tingkat pengetahuan petani sayuran dalam bidang pengolahan lahan termasuk kategori sedang cenderung tinggi dengan skor 71. Petani sayuran yang memiliki pengetahuan tentang pengolahan lahan termasuk kategori rendah 43

58 44 berjumlah 36.4 persen, 31.2 petani sayuran memiliki pengetahuan tentang pengolahan lahan termasuk kategori tinggi, dan sisanya 32.5 persen termasuk kategori sedang. Umumnya petani mengetahui tujuan dan manfaat pengolahan lahan serta pemberian mulsa, tetapi beberapa petani tidak mengetahui bagaimana cara menurunkan kemasaman tanah dan mengatasi tanah kritis. Tabel 8 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat pengetahuan tentang penerapan budidaya sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Bidang pengetahuan budidaya sayuran 1 Pembibitan Rataan skor 1 2 Pengolahan lahan Rataan skor 1 3 Penanaman, pemeliharaan dan pemupukan Rataan skor 1 4 Pengendalian hama dan penyakit tanaman Rataan skor 1 5 Panen dan Pasca panen Rataan skor 1 Kategori - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi Persentase (%) Syiah Kuala (n=30) Darussalam (n=47) * * Total (n=77) Keterangan : 1) Skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) *) Hasil uji beda rata-rata anova berbeda nyata pada α=0.05 Rata-rata tingkat pengetahuan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala tentang pengolahan lahan berbeda nyata pada α=0.05 dengan petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Tingkat pengetahuan petani sayuran tentang pengolahan lahan di Kecamatan Syiah Kuala termasuk kategori tinggi (skor 78), sedangkan di Kecamatan Darussalam termasuk kategori sedang (skor 65). Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala umumnya mengetahui tentang mengolah lahan siap tanam (pengolahan tanah yang baik), membuat bedengan standar, dan takaran pupuk kandang. Dalam mengatasi kemasaman tanah, petani tahu tentang pemakaian zat amelioran untuk mengurangi kemasaman lahan, termasuk alternatif yang bisa digunakan jika tidak tersedia kapur. Sebaliknya, petani sayuran di Kecamatan Darussalam walaupun mengetahui tentang pengolahan tanah yang

59 baik, tetapi mereka kurang memahami tentang pengembalian kesuburan tanah dan mengatasi keasaman tanah. Pengetahuan petani sayuran tentang penanaman, pemeliharaan dan pemupukan tanaman termasuk kategori sedang cenderung ke tinggi skor 73. Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebanyak 46.8 persen petani sayuran memiliki pengetahuan tentang penanaman, pemeliharaan dan pemupukan tanaman termasuk kategori tinggi, dan hanya 24.7 persen petani sayuran termasuk kategori rendah. Petani sayuran umumnya mengetahui tentang tujuan dan waktu yang tepat untuk pemupukan, penyiraman, serta jarak tanam sayuran. Beberapa petani tidak mengetahui jenis pupuk yang sesuai untuk tanaman daun, buah, umbi dan dosis yang tepat untuk setiap pupuk yang diberikan pada tanaman. Sebagian besar petani sayuran umumnya menggunakan pupuk an-organik seperti urea, ZA, NPK, dan TSP. Penggunaan pupuk urea terbesar yaitu pada tanaman sayuran sawi musim tanam pertama sebesar kg per hektar dan penggunaan pupuk kandang terbesar yaitu pada tanaman sayuran selada musim tanam pertama sebesar 11 ton per hektar. Pengetahuan petani sayuran tentang pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) termasuk kategori tinggi (skor 85). Sebagian besar (55.8 persen) petani sayuran memiliki pengetahuan tentang pengendalian hama dan penyakit (HPT) tanaman termasuk kategori tinggi dan sisanya 44.2 persen termasuk kategori sedang. Petani umumnya mengetahi hama penyakit yang sering menyerang sayuran daun seperti ulat daun, kutu daun dan lalat buah. Petani sayuran mengetahui tentang ciri-ciri tanaman yang terserang hama dan penyakit tumbuhan, kapan pengendalian dilakukan dan dosis obat-obatan yang digunakan. Sebagian petani sayuran belum mengetahui kegunaan penggunaan obat-obatan organik dan tidak pernah menggunakannya. Pengetahuan petani sayuran tentang panen dan pasca panen termasuk kategori sedang (skor 68). Umumnya petani sayuran mengetahui ciri-ciri tanaman yang siap dipanen dan kapan waktu pemanenan dilakukan. Petani sayuran yang memiliki pengetahuan tentang panen dan pasca panen termasuk kategori rendah berjumlah 37.7 persen, 26 persen termasuk kategori sedang dan selebihnya 36.6 persen yang termasuk kategori tinggi. Petani sayuran yang berpengetahuan rendah kurang tahu tentang ciri-ciri tanaman siap panen, standar mutu hasil produksi, pengemasan, pembersihan dan pemilahan hasil panen. Sebagian besar petani sayuran yang berpengetahuan tinggi sangat memperhatikan mengenai mutu hasil panen dengan melakukan pembersihan dan pemilahan sayuran, bahkan sebagian dari mereka sudah melakukan pengemasan. Pemanenan sayuran merupakan hal yang sangat penting, karena kegiatan pemanenan ini akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas mutu sayuran yang dihasilkan, sehingga diperlukan pengetahuan yang memadai supaya kegiatan ini dapat dilakukan dengan benar. 45 Tingkat Sikap Agribisnis Petani Sayuran Sikap diartikan sebagai suatu respons evaluatif, yaitu bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-

60 46 buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap; respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual (Witjaksono et al. 2012). Sikap petani lahan sempit dalam berusahatani sayuran adalah reaksi petani dalam memilih berbagai alternatif mana yang diterima atau ditolak yang berhubungan dengan: 1) kemampuan merencanakan usahatani, 2) kemampuan pendayagunaan faktor produksi, 3) kemampuan budidaya sayuran, 4) pemasaran hasil usahatani, dan 5) membangun kemitraan usahatani. Sebaran petani menurut tingkat sikap agribisnis sayuran disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut sikap agribisnis sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Sikap Agribisnis Petani Sayuran 1 Perencanaan usahatani Rataan skor 1 2 Pendayagunaan faktor produksi Rataan skor 1 3 Penerapan Budidaya sayuran Rataan skor 1 4 Pemasaran hasil usahatani Rataan skor 1 5 Membangun kemitraan usahatani Rataan skor 1 Sikap total petani sayuran Rataan skor 1 Kategori - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi Persentase (%) Syiah Kuala (n=30) Darussalam (n=47) * * Total (n=77) Keterangan : 1) skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) *) Hasil uji beda rata-rata anova berbeda nyata pada α=0.05 Sikap petani sayuran lahan sempit tentang perencanaan usahatani termasuk kategori sedang cenderung tinggi dengan skor 74. Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebanyak 44.1 persen petani sayuran memiliki sikap tentang perencanaan

61 usahatani termasuk kategori tinggi, 35.1 termasuk kategori sedang, dan sisanya 20.8 termasuk kategori rendah. Petani sayuran umumnya sangat setuju bahwa perlu perencanaan sebelum pelaksanaan usahatani, membuat catatan tentang perencanaan dan perkembangan usahatani sayuran setiap musim tanam, melakukan perencanaan secara terperinci, meliputi: jumlah benih, pupuk obatobatan, waktu tanam, pemeliharaan, panen, pasca panen, dan pemasaran, merencanakan jumlah produksi yang dinginkan sesuai dengan luas lahan garapan, dan merencanakan jenis sayuran yang dibudidayakan sesuai perkembangan pasar. Secara rinci, petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki sikap tentang perencanaan usahatani termasuk kategori tinggi, sedangkan sikap petani sayuran di Kecamatan Darussalam tentang perencanaan usahatani berada kategori sedang cenderung tinggi. Kebutuhan hidup yang tinggi menyebabkan petani lahan sempit di Kota Banda Aceh merencanakan secara baik usahatani yang akan dilakukan. Perencanaan yang baik akan memberikan peluang keberhasilan usahatani semakin besar. Dalam bidang pendayagunaan faktor produksi, sikap petani sayuran termasuk dalam kategori sedang. Petani sayuran yang memiliki sikap tentang pendayagunaan faktor produksi termasuk kategori tinggi berjumlah sama dengan petani sayuran yang memiliki sikap berkategori rendah yaitu masing-masing berjumlah 33.8 persen, dan sisanya 32.4 persen termasuk berkategori sedang. Petani sayuran umumnya menyatakan sangat setuju bahwa penyiapan faktor produksi seperti bibit unggul, pupuk anorganik (NPK, urea, TSP), obat-obatan, peralatan, dan modal usahatani perlu dipersiapkan sesuai rencana sebelum usahatani dijalankan; sedangkan mengenai penyiapan pupuk kandang sebagian besar petani sayuran menyatakan setuju, dan sebagian kecil tidak setuju dengan alasan membutuhkan biaya dan tenaga tambahan untuk membawa ke lahan usahatani. Rata-rata tingkat sikap petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala tentang pendayagunaan faktor produksi berbeda nyata pada α=0.05 dengan petani sayuran di Darussalam. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki sikap tentang pendayagunaan faktor produksi lebih tinggi dari pada petani sayuran di Darussalam. Sebanyak 43.3 persen petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki sikap tentang pendayagunaan faktor produksi termasuk kategori tinggi, sedangkan petani sayuran di Kecamatan Darussalam sebanyak 38.3 persen memiliki sikap tentang pendayagunaan faktor produksi termasuk rendah. Hal ini menunjukkan bahwa petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala lebih siap dalam memulai usahatani, dibandingkan dengan petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Dalam pengadaan modal usahatani, petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala sebagian besar (53.3 persen) menyatakan sangat setuju untuk meminjam modal kepada lembaga keuangan seperti: bank, koperasi, BPR, dan LKM, bila modal usahatani tidak mencukupi; sedangkan petani sayuran di Kecamatan Darussalam hanya 19 persen yang menyatakan sangat setuju, dan selebihnya sebagian besar (55 persen) menyatakan setuju dan 26 persen tidak setuju untuk meminjam modal usaha kepada lembaga keuangan terutama bank, dengan alasan bunga bank tinggi dan harus mengembalikan setiap bulan, sedangkan usahatani tidak setiap bulan menghasilkan. 47

62 48 Sikap petani sayuran tentang pemasaran termasuk kategori sedang cenderung tinggi dengan skor 75. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki sikap termasuk kategori tinggi terhadap pemasaran hasil usahatani, sedangkan petani sayuran di Kecamatan Darussalam termasuk kategori sedang. Sebagian besar petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki sikap untuk menjual hasil panen kepada pembeli yang membeli dengan harga lebih tinggi, sedangkan di Kecamatan Darussalam sebagian besar petani sayuran menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul di pasar pagi Tungkop. Kecamatan Syiah Kuala yang berada di Kota Banda Aceh memiliki pasar atau konsumen yang lebih luas. Hal ini memudahkan petani untuk memasarkan hasil usahataninya kepada konsumen atau langsung ke pasar. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dengan mudah dapat mencari informasi pasar, karena jarak petani ke pasar terhitung dekat dan juga memiliki pasar yang banyak. Beberapa pasar yang sering didatangi petani adalah: pasar Rukoh, pasar Lam Nyong, Peunanyong, Pasar Aceh dan Kampong Baro. Kondisi petani sayuran di Kecamatan Darussalam agak berbeda, umumnya petani menjual hasil panen kepada penampung di pasar pagi Tungkop, hanya beberapa petani langsung menjual ke pasar, seperti pasar Rukoh, Lam Nyong, Peunanyong dan Kampung Baro. Sebagian besar petani tidak mengakses informasi pasar. Harga untuk penjualan hasil panen biasanya ditentukan oleh pedagang penampung di pasar pagi Tungkop. Sikap petani sayuran tentang kemitraan usahatani termasuk kategori tinggi. Sebanyak 48 persen petani sayuran memiliki sikap tentang kemitraan usahatani termasuk kategori tinggi, 26 persen termasuk kategori sedang, dan sisanya 24.7 persen termasuk kategori rendah. Petani sayuran mengganggap kemitraan usahatani memberikan kemudahan dalam berusahatani, seperti penambahan modal dan pemasaran hasil usahatani. Sebagian besar petani sayuran bermitra dengan teman, anggota keluarga, dan petani lain. Umumnya bentuk kemitraan adalah: 1) pinjaman modal dengan bagi hasil, 2) kongsi yaitu petani dan mitranya sama-sama mengeluarkan modal dan mengerjakan usahatani, serta bagi hasil yang sama antara keduanya, biasanya dalam usahatani cabe dan bawang karena butuh modal yang besar, 3) pola dagang umum yaitu petani bekerjasama dengan pedagang (agen) dalam menjual hasil panen ke pasar, restoran dan supermarket. Secara keseluruhan, sikap total petani sayuran termasuk kategori sedang cenderung tinggi. Hal ini ditunjukkan dari 77 petani sayuran, sebanyak 48 persen petani sayuran memiliki sikap agribisnis termasuk kategori tinggi, 42.9 persen termasuk kategori sedang, dan sisanya 9.1 persen termasuk kategori rendah. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Harijati (2008) dan Farid (2008) menemukan bahwa petani sayuran memiliki sikap mental agribisnis termasuk kategori sedang. Secara rinci, tingkat sikap agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani sayuran di Darussalam. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki sikap termasuk kategori tinggi tentang perencanaan usahatani, pemasaran hasil usahatani dan membangun kemitraan usahatani, Hal ini menunjukkan bahwa petani sayuran lahan sempit di Kecamatan Syiah Kuala sudah lebih optimal menerapkan sistem agribisnis sayuran bila dibandingkan petani sayuran di Kecamatan Darussalam.

63 Tingkat Sikap Petani tentang Penerapan Budidaya Sayuran Sikap petani tentang budidaya sayuran termasuk kategori sedang cenderung tinggi dengan skor 72. Hal ini ditunjukkan dari 77 petani sayuran, sebanyak 45.5 persen petani sayuran memiliki sikap tentang budidaya sayuran termasuk kategori sedang, 44.1 persen termasuk kategori tinggi, dan sisanya 10.4 persen termasuk kategori rendah. Bidang sikap agribisnis petani tentang budidaya sayuran yang dianalisis dalam penelitian ini, meliputi: (1) pembibitan, (2) pengolahan lahan, (3) penanaman, pemeliharaan dan pemupukan, (4) pengendalian hama dan penyakit, (5) panen dan pasca panen, disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat sikap tentang penerapan budidaya sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Bidang penerapan budidaya sayuran 1 Pembibitan Rataan skor 1 2 Pengolahan lahan Rataan skor 1 3 Penanaman, pemeliharaan dan pemupukan Rataan skor 1 4 Pengendalian hama dan penyakit tanaman Rataan skor 1 5 Panen dan Pasca panen Rataan skor 1 Kategori - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi Persentase (%) Syiah Kuala (n=30) Darussalam (n=47) * * Total (n=77) Keterangan : 1) Skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) *) Hasil uji beda rata-rata anova berbeda nyata pada α=0.05 Secara keseluruhan, tingkat sikap agribisnis petani sayuran tentang budidaya sayuran yang termasuk dalam kategori tinggi adalah bidang pembibitan (skor 77). Tingkat sikap agribisnis petani sayuran yang termasuk kategori sedang adalah: penanaman, pemeliharaan dan pemupukan (skor 73), pengolahan lahan (skor 71), pengendalian HPT (skor 73), panen dan pasca panen (skor 65). Hal ini menunjukkan bahwa sikap petani tentang penerapan budidaya sayuran cenderung tinggi.

64 50 Secara rinci, petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki sikap termasuk kategori tinggi tentang pembibitan (skor 79), pengolahan lahan (skor 79), penanaman, pemeliharaan dan pemupukan (skor 76), sedangkan untuk bidang pengendalian HPT (skor 74), panen dan pasca panen (skor 69) termasuk kategori sedang. Petani sayuran di Kecamatan Darussalam memiliki sikap agribisnis termasuk kategori sedang cenderung ke tinggi tentang pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemupukan, dan pengendalian HPT, sedangkan pengolahan lahan, panen dan pasca panen termasuk kategori sedang. Rata-rata tingkat sikap petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala tentang penerapan budidaya sayuran tidak berbeda nyata pada α=0.05 dengan petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Namun, skor rata rata tingkat sikap agribisnis petani sayuran tentang penerapan budidaya sayuran di Kecamatan Syiah Kuala lebih tinggi dari pada sikap petani di Kecamatan Darussalam. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala umumnya sangat setuju bahwa sebelum melakukan penanaman, lahan perlu dipersiapkan sebaik mungkin seperti mengolah tanah, membuat bedengan, menurunkan kemasaman tanah, membuat drainase dan menyediakan sumber air. Tingkat Keterampilan Agribisnis Petani Sayuran Keterampilan petani sayuran lahan sempit merupakan kecakapan atau kemampuan motorik yang dimiliki oleh petani dalam berusahatani sayuran pada lahan sempit. Keterampilan petani diukur berdasarkan tindakan petani terhadap: 1) kemampuan merencanakan usahatani, 2) kemampuan pendayagunaan faktor produksi, 3) kemampuan budidaya sayuran, 4) pemasaran hasil usahatani, dan 5) membangun kemitraan usahatani. Sebaran tingkat keterampilan agribisnis petani dalam berusahatani sayuran pada lahan sempit, disajikan pada Tabel 11. Perencanaan usahatani merupakan langkah awal yang dilakukan oleh petani untuk memperhitungkan jumlah modal, peluang pasar, resiko dan keuntungan menanam satu jenis komoditas sayuran. Keterampilan petani sayuran tentang perencanaan usahatani termasuk kategori sedang (Tabel 11). Sebanyak 45.4 persen petani sayuran memiliki keterampilan dalam berusahatani termasuk kategori sedang, selebihnya termasuk kategori rendah dan kategori tinggi dengan persentase masing-masing 27.7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan petani tentang perencanaan usahatani berupa: membuat catatan dan perhitungan tentang kebutuhan modal, peluang pasar dan keuntungan usahatani termasuk terampil. Rata-rata tingkat keterampilan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala tentang perencanaan usahatani berbeda nyata pada α = 0.05 dengan petani sayuran di Darussalam. Tingkat keterampilan petani tentang perencanaan usahatani di Kecamatan Syiah Kuala lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kecamatan Darussalam. Sebagian besar petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki keterampilan yang terampil dalam menganalisis dan membuat catatan tentang perencanaan usahatani meliputi: jumlah benih, pupuk, obat-obatan, waktu tanam, pemeliharaan, panen, pasca panen, tingkat keuntungan dan peluang pasar terhadap jenis sayuran yang akan dibudidayakan. Petani sayuran di Kecamatan Darussalam sebanyak 34 persen tidak terampil dalam membuat perencanaan usahatani.

65 Tabel 11 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat keterampilan agribisnis sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 Bidang No Keterampilan Agribisnis 1 Perencanaan usahatani Rataan skor 1 2 Pendayagunaan faktor produksi Rataan skor 1 3 Penerapan Budidaya sayuran Rataan skor 1 4 Pemasaran hasil usahatani Rataan skor 1 5 Membangun kemitraan usahatani Rataan skor 1 Keterampilan total petani sayuran Rataan skor 1 Kategori - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi Persentase (%) Syiah Kuala (n=30) Darussalam (n=47) * 60 * * * Total (n=77) Keterangan : 1) Skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) *) Hasil uji beda rata-rata anova berbeda nyata pada α=0.05 Pendayagunaan faktor produksi merupakan salah satu kemampuan petani untuk menyiapkan berbagai kebutuhan dalam menjalankan usahatani, seperti bibit unggul, pupuk organik/pupuk kandang, pupuk an-organik (NPK, urea, ZA, TSP), peralatan usahatani, obat-abatan dan modal usahatani. Umumnya petani menggunakan bibit, pupuk, dan obat-obatan yang dibeli di toko saprodi. Keterampilan petani dalam membuat pupuk organik, pestisida organik dan kompos masih rendah, namun sebagian kecil petani memiliki keterampilan yang tinggi dalam membuat kompos dan pupuk organik cair dari sampah buah-buahan. Beberapa petani mengalami kendala dalam penyiapan faktor produksi disebabkan oleh modal usaha yang terbatas. Tingkat keterampilan petani sayuran dalam pendayagunaan faktor produksi termasuk kategori sedang. Sebanyak 40 persen petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki keterampilan dalam pendayagunaan faktor produksi termasuk kategori tinggi, sedangkan petani sayuran di Kecamatan Darussalam

66 52 sebanyak 42.6 persen memiliki keterampilan termasuk kategori rendah. Petani sayuran umumnya belum menyiapkan faktor produksi sesuai dengan kebutuhan. Beberapa petani selalu mempersiapkan faktor produksi berupa bibit, obat-obatan, pupuk, dan perlengkapan kerja sebelum melakukan usahatani. Sebagian besar faktor produksi hanya dilakukan pengadaan pada waktu dibutuhkan. Akibatnya, kadang barang yang diinginkan tidak terdapat di pasaran misalnya pupuk. Dalam bidang pemasaran hasil usahatani, rata-rata tingkat keterampilan petani sayuran tentang pemasaran hasil usahatani tergolong kategori sedang. Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebanyak 36.4 persen petani sayuran memiliki keterampilan tentang pemasaran termasuk kategori sedang, 32.5 termasuk kategori tinggi, dan sisanya 31.1 persen termasuk kategori rendah. Petani sayuran yang memiliki keterampilan tentang pemasaran hasil usahatani termasuk kategori tinggi selalu berusaha mencari informasi pasar tentang harga sayuran sebelum melakukan panen, sedangkan petani sayuran yang memiliki keterampilan tidak terampil hanya sebagian kecil yang mencari informasi pasar sebelum melakukan pemanenan. Biasanya petani sayuran yang berkategori rendah menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang langsung mengambil ke tempat usahatani. Kemitraan usaha merupakan salah satu bidang keterampilan yang memiliki nilai skor terendah diantara lima bidang keterampilan yang diukur. Rata-rata tingkat keterampilan petani sayuran tentang kemitraan usahatani termasuk kategori sedang. Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebanyak 49.3 persen memiliki keterampilan termasuk kategori rendah, dan tidak terampil dalam membuat analisis usahatani dan menjelaskan tentang perencanaan usahatani kepada mitra, 24.7 persen petani sayuran termasuk kategori sedang dan sisanya 26 persen termasuk kategori tinggi. Rata-rata tingkat keterampilan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala tentang kemitraan usahatani berbeda nyata pada α = 0.05 dengan petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Rata-rata keterampilan total petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam termasuk kategori. Diantara lima bidang keterampilan petani sayuran yang diukur, hanya keterampilan tentang penerapan budidaya sayuran memiliki kategori termasuk tinggi (skor 76), sedangkan yang lainnya termasuk kategori sedang. Urutan tingkat keterampilan petani sayuran dari yang tertinggi ke terendah adalah: 1) penerapan budidaya sayuran (skor 76), 2) perencanaan usahatani (skor 67), 3) pemasaran hasil usahatani (skor 65), (4) pendayagunaan faktor produksi (skor 64), dan 5) kemitraan usahatani (skor 58). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani sayuran lahan sempit di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam belum memiliki keterampilan usahatani yang tergolong tinggi (kategori sedang). Kegiatan penyuluhan kepada petani di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam sangat perlu diarahkan dalam upaya meningkatkan keterampilan petani dalam berusahatani sayuran di lahan sempit. Pengembangan keterampilan sebaiknya dilakukan dengan memberikan contoh langsung kepada petani mengenai penerapan teknologi anjuran seperti demplot, sehingga petani lebih mudah memahaminya dan dapat menerapkan dalam kegiatan usahatani.

67 Tingkat Keterampilan Petani tentang Penerapan Budidaya Sayuran Rata-rata tingkat keterampilan petani tentang penerapan budidaya sayuran termasuk kategori tinggi dengan skor 76. Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebagian besar (57.1 persen) memiliki kemampuan budidaya termasuk tinggi, 36.4 persen termasuk kategori sedang, dan sisanya 6.5 persen termasuk kategori rendah. Sebaran tingkat keterampilan petani tentang penerapan budidaya sayuran disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Persentase petani sayuran berlahan sempit menurut tingkat keterampilan tentang penerapan budidaya sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Bidang penerapan budidaya sayuran 1 Pembibitan Rataan skor 1 2 Pengolahan lahan Rataan skor 1 3 Penanaman, pemeliharaan dan pemupukan Rataan skor 1 4 Pengendalian hama dan penyakit tanaman Rataan skor 1 5 Panen dan pasca panen Rataan skor 1 Kategori - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi - Rendah - Sedang - Tinggi Persentase (%) Syiah Kuala (n=30) Darussalam (n=47) Total (n=77) Keterangan : 1) skor rendah (0-50), skor sedang (51-75), skor tinggi (76-100) Tingkat keterampilan petani sayuran tentang: pembibitan, pengolahan lahan, panen dan pasca panen termasuk kategori sedang. Secara rinci, petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki keterampilan termasuk kategori tinggi tentang empat bidang budidaya, yaitu: (1) pembibitan, (2) penanaman, pemeliharaan dan pemupukan, (3) pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, (4) panen dan pasca panen, sedangkan keterampilan tentang pengolahan lahan termasuk kategori sedang. Petani sayuran di Kecamatan Darussalam memiliki keterampilan termasuk kategori tinggi tentang dua bidang budidaya, yaitu: (1) pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, (2) penanaman, pemeliharaan dan pemupukan, sedangkan bidang (1) pembibitan, (2) pengolahan lahan, (3) panen dan pasca panen termasuk kategori sedang.

68 54 Rata-rata tingkat keterampilan petani tentang pembibitan termasuk kategori sedang. Petani di Kecamatan Syiah Kuala memiliki keterampilan tentang pembibitan lebih tinggi dari petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala yang memiliki keterampilan tentang pembibitan termasuk kategori tinggi berjumlah sama dengan petani yang memiliki keterampilan termasuk kategori sedang. Sebagian besar (53.2 persen) petani sayuran di Kecamatan Darussalam memiliki keterampilan tentang pembibitan termasuk kategori sedang. Petani sayuran umumnya menggunakan bibit yang dibeli pada toko saprodi. Sebagian besar petani memiliki keterampilan yang tinggi dalam membedakan benih yang baik dan terserang penyakit. Petani juga mampu melakukan uji fisik benih baik melalui pengamatan maupun dengan perendaman. Sebelum melakukan penanaman umumnya petani membuat tempat persemaian benih, bahkan beberapa petani sudah membuat atap dari plastik sebagai pelindung, benih sayuran seperti cabe dan tomat umumnya di semai dalam polibag atau tempat khusus persemaian. Lahan merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman. Petani sayuran umumnya melakukan pengolahan tanah dan membuat bedengan untuk tempat penanaman dan membuat alur untuk pembuangan air. Sebagian besar petani menggunakan pupuk kandang dalam mengatasi tanah kritis, sedangkan untuk mengatasi kemasaman tanah petani melakukan pengapuran dengan amelioran (kapur) atau abu. Beberapa petani sayuran selalu menggunakan kompos dan pupuk kandang pada saat penanaman untuk menjaga kesuburan tanah. Keterampilan petani sayuran tentang pengolahan lahan termasuk kategori sedang (skor 74). Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebanyak 48 persen memiliki keterampilan tentang pengolahan lahan termasuk kategori tinggi, 27.3 persen termasuk kategori sedang, dan 24.7 persen termasuk rendah. Keterampilan petani sayuran di Kecataman Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam tentang pengolahan lahan tidak berbeda nyata pada α = Rata-rata keterampilan petani dalam bidang penanaman, pemeliharaan dan pemupukan termasuk kategori tinggi (skor 80). Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebagian besar (61 persen) memiliki keterampilan termasuk kategori tinggi, 23.4 persen termasuk kategori sedang dan 15.6 persen termasuk kategori rendah. Tingkat keterampilan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam termasuk kategori tinggi. Namun, nilai skor rata-rata petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani di Kecamatan Darussalam. Petani sayuran umumnya mengetahui jarak tanam yang tepat sesuai dengan jenis sayuran yang dibudidayakan. Petani sayuran melakukan penyulaman untuk menggantikan tanaman yang mati, dan melakukan penyiangan untuk membersihkan tanaman dari gulma. Umumnya petani menggunakan pupuk daun seperti urea untuk jenis sayuran daun, sedangkan untuk jenis tanaman buah dan umbi umumnya petani menggunakan pupuk NPK. Beberapa petani belum memahami dengan pasti berapa takaran atau dosis pupuk yang tepat bagi tanaman. Mereka hanya memperkirakan saja sesuai dengan pengalaman yang mereka alami selama ini. Sebagian petani jarang menggunakan pupuk kandang untuk mengembalikan kesuburan tanah.

69 Keterampilan petani sayuran tentang pengendalian hama dan penyakit termasuk kategori tinggi atau terampil. Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebagian besar (58.4 persen) memiliki keterampilan termasuk kategori tinggi, 27.3 termasuk kategori sedang dan 14.3 termasuk kategori rendah. Walupun tingkat keterampilan petani sayuran sama-sama termasuk kategori tinggi, namun nilai skor tingkat keterampilan petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala lebih tinggi dari pada kecamatan Darussalam. Petani di Kecamatan Syiah Kuala umumnya melakukan pengendalian penyakit sebelum tanaman terserang penyakit, sedangkan petani di Kecamatan Darussalam umumnya melakukan pengendalian setelah tanaman terserang penyakit. Petani sayuran umumnya menyemprot pestisida atau insektisida untuk mencegah penyakit tanaman. Sebagian besar petani melakukan penyemprotan sebelum tanaman diserang penyakit (pencegahan), sebagian kecil melakukan penyemprotan pada saat tanaman sudah terserang penyakit. Beberapa petani yang membudidayakan sayuran organik tidak menggunakan bahan kimia untuk penyemprotan. Namun, secara umum petani masih lebih memprioritaskan penggunaan pestisida an-organik untuk pengendalian penyakit. Rata-rata keterampilan petani sayuran tentang panen dan pasca panen termasuk kategori sedang atau cukup terampil. Hal ini terlihat dari 77 petani sayuran, sebanyak 49.4 persen memiliki keterampilan tentang panen dan pasca panen termasuk kategori tinggi, 28.6 persen termasuk kategori sedang, dan 22 persen termasuk kategori rendah. Petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala memiliki tingkat keterampilan tentang panen dan pasca panen lebih tinggi dari pada petani sayuran di Kecamatan Darussalam. Petani di Kecamatan Darussalam umumnya melakukan panen pada saat umur tanaman sudah cukup, tanpa memperhatikan apakah harga di pasar tinggi atau rendah. Secara keseluruhan, umumnya petani sayuran mampu mengindentifikasi ciri-ciri tanaman yang siap dipanen dan menentukan waktu panen yang tepat. Dalam penanganan pasca panen, sebagian besar petani sayuran belum melakukan pengemasan terhadap hasil panen. Perlakuan yang biasanya dilakukan oleh petani adalah pembersihan dan pemilihan sayuran antara yang berkualitas bagus dan yang berkualitas kurang. Umumnya pemanenan dilakukan pada sore hari atau jam 5 pagi sehabis subuh. 55 Korelasi Faktor-Faktor Individu dengan Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Berdasarkan kerangka penelitian pada Gambar 1, faktor-faktor internal dan eksternal yang diduga berhubungan dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit dalam penelitian ini adalah: (1) Ciri-ciri sosio-demografi, meliputi: umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, lamanya berusahatani, dan luas lahan usahatani, (2) Motivasi berusahatani, (3) Tingkat interaksi petani, meliputi: tingkat interaksi dengan penyuluh, tingkat interaksi dan komunikasi antar petani, keterlibatan dalam kelompok tani, tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan pedagang, mahasiswa, dan LSM.

70 56 Korelasi antara Ciri-Ciri Sosio-Demografi Petani dengan Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Hasil uji analisis korelasi Pearson correlation menunjukkan bahwa ciri-ciri sosio-demografi petani berupa: umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, dan lama berusahatani sayuran berhubungan secara positif sangat nyata dengan kompetensi agribisnis petani sayuran, sedangkan luas lahan usahatani tidak berhubungan nyata dengan kompetensi agribisnis petani sayuran. Hal ini berarti kompetensi agribisnis petani meningkat seiring dengan bertambahnya umur, pendidikan formal dan non formal, dan lama berusahatani. Tabel 13 Koefisien korelasi antara ciri-ciri sosio-demografi dengan kompetensi agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar tahun 2015 No Ciri-ciri sosio-demografi petani Kompetensi (Y) Nilai Korelasi p 1 Umur (X 1.1 ) ** Tingkat pendidikan formal (X 1.2 ) ** Lama pendidikan non formal (X 1.3 ) ** Lama berusahatani sayuran (X 1.4 ) ** Luas lahan usahatani (X 1.5 ) Keterangan: n = 77 petani sayuran; p = peluang kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0.01 * Berhubungan nyata pada α = 0.05 Petani yang berumur tua umumnya lebih berpengalaman dalam menentukan musim tanam dan mengindentifikasi penyakit tanaman dibandingkan dengan petani yang berumur muda. Musim tanam atau dalam bahasa Aceh disebut keuneunong biasanya membantu petani dalam mendeteksikan penyakit tanaman. Hal ini membantu petani dalam menentukan jenis sayuran yang akan dibudidayakan, terutama dalam menghindari penyakit yanaman. Petani yang mempunyai pendidikan tinggi dan pengalaman di atas 10 tahun umumnya selalu memperhatikan peluang pasar sebelum menanam satu jenis komoditas sayuran, misalnya pada saat bulan Maret sampai Agustus di wilayah Seulawah (Saree) banyak petani menanam cabe, maka petani sayuran menanam komoditas lain seperti bawang merah, tomat atau sayuran daun. Petani sayuran selalu memperhitungkan biaya produksi sebelum melaksanakan usahatani, merencanakan luas penggunaan lahan, dan kesesuain lahan dengan jenis tanaman. Hipotesis pertama yaitu: Terdapat hubungan nyata antara ciri-ciri sosiodemografi petani dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Kaitan hipotesis pertama dengan hasil analisis korelasi Pearson Correlation adalah ciri-ciri sosio-demografi petani hipotesis tersebut diterima untuk faktor umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, dan lama berusahatani sayuran yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi masing-masing 0.386, 0.359, 0.542, dan 0.578, sedangkan luas lahan berusahatani pada hipotesis pertama ditolak dengan nilai koefisien korelasi sebesar

71 Korelasi antara Ciri-Ciri Sosio-Demografi Petani dengan Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Agribisnis Petani Sayuran Ciri-ciri sosio-demografi meliputi: umur, tingkat pendidikan formal, lama pendidikan non formal, dan lama berusahatani sayuran petani berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani. Hal ini berarti bahwa kompetensi agribisnis petani sayuran akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tingginya tingkat pendidikan formal, lamanya mengikuti pendidikan non formal, dan lamanya berusahatani sayuran. Luas lahan berusahatani merupakan salah satu faktor yang tidak mempunyai hubungan nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani baik pada α = 0.01 maupun α = Tabel 14 Koefisien korelasi antara ciri-ciri sosio-demogrfi dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh dan Darussalam Aceh Besar tahun 2015 No Ciri-ciri sosiodemografi petani 57 Aspek-aspek kompetensi Pengetahuan Sikap Keterampilan r p r p r p 1 Umur ** * ** Pendidikan formal * ** ** Pendidikan ** ** ** nonformal 4 Lama berusahatani ** ** ** Luas lahan Keterangan: n = 77; r = koefisien korelasi Pearson; p = Peluang kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0.01 * Berhubungan nyata pada α = 0.05 Umur berhubungan positif dan sangat nyata pada α = 0.01 dengan pengetahuan dan keterampilan agribisnis petani sayuran, serta berhubungan positif dan nyata pada α = 0.05 dengan sikap agribisnis petani sayuran. Hal ini berarti semakin bertambah usia petani sayuran lahan sempit, maka pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam berusahatani sayuran juga semakin tinggi. Petani yang berumur tua umumnya memiliki pengalaman lebih banyak dibandingkan dengan petani yang berusia muda. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa (2002) menjelaskan bahwa perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Fitriah (2007) menemukan bahwa umur berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani kedelai di Kabupaten Bireun Provinsi Aceh; Subagio (2008) bahwa umur berhubungan sangat nyata dengan kapasitas (pengetahuan, sikap dan keterampilan) petani sayuran di Malang dan Pasuruan; Malta (2008) menemukan bahwa umur berhubungan positif dan sangat nyata dengan sikap petani jagung di Pontianak Provinsi Kalimantan Barat; dan berbeda dengan penelitian Zulvera et.al.(2014) menemukan bahwa umur berhubungan secara negatif dan nyata dengan sikap dan keterampilan petani dalam berusahatani sayuran organik, dan tidak berhubungan dengan pengetahuan.

72 58 Petani yang berumur tua mempunyai kemampuan dalam perencanaan usahatani lebih baik dibandingkan berumur muda, misalnya dalam merencanakan jenis sayuran yang dibudidayakan. Mereka sudah berpengalaman dalam memahami siklus dan musim, misalnya pada musim hujan mereka jarang menanam bawang merah tetapi menanam sayuran daun. Begitu juga dalam mengendalikan hama dan penyakit, petani yang berumur tua lebih mengenal ciriciri penyakit tanaman dibandingkan dengan petani yang berumur muda. Tingkat pendidikan formal berhubungan nyata dengan pengetahuan petani sayuran, dan berhubungan sangat nyata dengan sikap dan keterampilan petani sayuran. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan formal petani sayuran, semakin tinggi pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Menurut Soekartawi et al. (1986), salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani adalah pendidikan. Seiring itu Mosher (1987), pendidikan formal bertujuan untuk mempercepat proses belajar, memberikan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat. Artinya, tingkat pendidikan yang lebih tinggi memungkinkan seseorang untuk lebih banyak mengetahui banyak hal. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Batoa (2007) menemukan bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan kompetensi petani rumput laut; Subagio (2008) bahwa pendidikan berhubungan dengan kapasitas petani sayuran (pengetahuan, sikap dan keterampilan); Malta (2008) bahwa pendidikan formal berhubungan nyata dengan pengetahuan petani dalam berusahatani jagung di lahan gambut; dan Zulvera et.al (2014) bahwa pendidikan berhubungan secara positif dan nyata dengan sikap petani, dan berhubungan sangat nyata keterampilan petani, tetapi tidak berhubungan dengan pengetahuan petani dalam berusahatani sayuran organik. Lama pendidikan non formal berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani pada α = 0.01 dengan masing-masing nilai korelasi 0.363, dan Hal ini berarti semakin lama petani mengikuti pendidikan formal seperti pelatihan, sekolah lapang dan penyuluhan, semakin tinggi tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnisnya. Suparno (2001) menyatakan bahwa latihan jika dilakukan dengan intensif dan tepat akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Zulvera et.al (2014) di Agam dan Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat menemukan bahwa pendidikan non formal berhubungan positif dan nyata dengan pengetahuan, dan berhubungan sangat nyata keterampilan petani tentang sistem pertanian sayuran organik. Pendidikan non formal seperti pelatihan sangat perlu dilakukan untuk meningkatkan kompetensi petani sayuran. Hal selaras dengan hasil penelitian Suandi et al. (2011) menemukan bahwa pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pendampingan dapat meningkatkan kompetensi bagi kelompok sasaran yang berupa peningkatan pengetahuan tentang kecakapan hidup, keahlian, kewirausahaan, dan peningkatan pengetahuan tentang teknik pembuatan trichokompos dengan pendekatan trikolimtan, dan pengembangan pertanian organik melalui teknik budidaya secara polikultur, dan vertikultur. Lama berusahatani sayuran berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan agribisnis petani pada α = Hal ini berarti semakin lama seorang petani berusahatani sayuran, semakin banyak

73 pengalaman yang akan didapat, dan semakin meningkat pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis dalam berusahatani sayuran pada lahan sempit. Pengalaman merupakan proses pembelajaran bagi petani, karena dengan pengalaman petani mampu melihat dan memilih, kemudian menjadi pertimbangan baginya untuk menerima ide-ide baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparno (2001), menyebutkan bahwa kompetensi dapat dikembangkan dari proses berpikir, praktek dan pengalaman hidup seseorang. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Fitriah (2008) di Kabupaten Bireun Provinsi Aceh menemukan bahwa pengalaman berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani kedelai; Subagio (2008) di Malang dan Pasuruan menyatakan bahwa pengalaman berhubungan nyata dengan kapasitas petani sayuran(pengetahuan, sikap, dan keterampilan);namun berbeda dengan penelitian Zulvera et al. (2014) menyatakan bahwa pengalaman tidak berhubungan nyata dengan pengetahuan dan keterampilan petani, tetapi berhubungan secara negatif dengan sikap petani tentang sistem pertanian sayuran organik. Petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya senantiasa bekerja berdasarkan pada apa yang pernah diperoleh dari pengalamannya. Pengalaman tersebut bisa saja tidak dialami sendiri, tapi juga dari pengalaman orang lain atau generasi sebelumnya. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) manusia memperoleh bayangan akan kenyataan hidup dengan cara belajar dari pengalaman pribadi, mengamati pengalaman orang lain, bercakap-cakap dengan orang lain perihal pengalaman dan hasil penelitian masing-masing, dan memikirkan informasi yang mereka peroleh dalam berbagai cara. Petani sayuran lahan sempit umumnya petani yang turun temurun. Mereka tidak saja mewarisi lahan dari generasi sebelumnya, tetapi juga mewarisi cara bagaimana mengelola lahan tersebut untuk berusahatani. Petani sayuran yang berasal dari keluarga petani pada umumnya sudah mempunyai dasar bagaimana cara bercocok tanam atau berusahatani. Hernanto (1993) mengemukakan bahwa petani mengembangkan kemampuan usahataninya dari pengalaman yang diperoleh secara turun-temurun; keterbatasan pengalaman akan menutup cakrawala gagasan yang ada pada memori pikiran. Tabel 14 menunjukkan bahwa luas lahan usahatani tidak berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis. Hal ini berarti petani sayuran yang mempunyai lahan sempit, lahan sedang, dan lahan luas memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis yang sama, dan memiliki peluang yang sama untuk meningkatkan kompetensinya. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Malta (2008) di Pontianak Kalimantan Barat menemukan bahwa luas lahan tidak berhubungan dengan kompetensi petani; dan berbeda dengan penelitian Fitriah (2007) dan Zulvera et al. (2014) menemukan bahwa luas lahan tidak berhubungan dengan pengetahuan dan sikap petani, tetapi berhubungan dengan keterampilan petani. 59

74 60 Korelasi antara Motivasi Berusahatani Sayuran dengan Kompetensi Agribisnis Motivasi berusahatani adalah alasan atau faktor yang mendorong responden untuk berusahatani sayuran pada lahan sempit. Dorongan tersebut bisa disebabkan adanya faktor yang berasal dari dalam diri petani (motif intrinsik) maupun yang berasal dari luar diri petani (motif ektrinsik). Motivasi berusahatani petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam termasuk kategori tinggi. Usahatani sayuran merupakan sumber penghasilan petani dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga, sehingga petani mempunyai motivasi cukup tinggi dalam berusahatani sayuran. Dampaknya, petani akan mencari berbagai informasi untuk mendukung dan mengatasi berbagai persoalan dalam berusahatani sayuran. Tabel 15 Koefisien korelasi antara motivasi berusahatani dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh dan Darussalam Aceh Besar tahun 2015 No Motivasi berusahatani 1 2 Motivasi intrinsik (X 2.1 ) Motivasi ekstrinsik (X 3.1 ) Keterangan : n = 77 petani sayuran; p = Peluang kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0.01 * Berhubungan nyata pada α = 0.05 Kompetensi (Y) Nilai Korelasi p ** ** Tabel 15 menunjukkan bahwa motivasi berusahatani sayuran mempunyai hubungan yang kuat dengan kompetensi agribisnis petani. Hasil uji analisis korelasi Pearson correlation menunjukkan bahwa motivasi berusahatani terdiri dari motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan motivasi total berhubungan positif dan sangat nyata dengan kompetensi agribisnis petani. Hal menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi berusahatani, semakin tinggi kompetensi agribisnisnya. Hipotesis kedua yaitu: Terdapat hubungan nyata antara motivasi berusahatani dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Berdasarkan hasil uji analisis korelasi Pearson correlation, motivasi berhubungan sangat nyata pada α = 0.01 dengan nilai koefisien sebesar Hipotesis tersebut diterima. Korelasi antara Motivasi Berusahatani dengan Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Agribisnis Petani Sayuran Motivasi berusahatani adalah alasan atau faktor yang mendorong responden untuk berusahatani sayuran pada lahan sempit. Dorongan tersebut bisa disebabkan adanya faktor yang berasal dari dalam diri petani (motif intrinsik) maupun yang berasal dari luar diri petani (motif ektrinsik). Motivasi petani sayuran yang tinggi dalam berusahatani sayuran pada lahan sempit disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya: kebutuhan hidup keluarga, keahlian yang dimiliki hanya berusahatani, dan harga sayuran semakin bagus (menguntungkan).

75 Tabel 16 Nilai koefisien korelasi antara motivasi berusahatani sayuran dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh dan Darussalam Aceh Besar tahun 2015 No Motivasi berusahatani Aspek-aspek kompetensi Pengetahuan Sikap Keterampilan r p r p r p 1 Motivasi intrinsik ** ** ** Motivasi ekstrinsik ** ** ** Keterangan : n = 77; r = Korelasi Pearson; P = Peluang kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0.01 * Berhubungan nyata pada α = Tabel 16 menunjukkan bahwa motivasi berusahatani, motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan agrisbisnis sayuran. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi petani, semakin tinggi pengetahuan, sikap, dan keterampilan agribisnisnya. Hasil penelitian Fitriah (2007) menemukan bahwa motivasi sangat besar kontribusinya dalam meningkatkan kompetensi petani di wilayah Peudada Kabupaten Bireun dalam berusatani kedelai. Hal ini berarti semakin tinggi motivasi seorang petani, semakin tinggi mereka mencari informasi untuk mengatasi berbagai persoalan untuk kesuksesan usahatani. Petani yang mempunyai motif intrinsik dan motif ekstrinsik yang tinggi lebih giat mencari informasi dibandingkan petani yang memiliki motivasi rendah. Mereka sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan petani lain yang sukses. Beberapa petani memulai usahatani karena melihat kesuksesan petani lain. Sebagai contoh, beberapa petani yang sukses dan mendapat keuntungan dalam menanam cabe akan memberikan motivasi kepada petani lain/tetangga untuk ikut menanam cabe. Oleh sebab itu, mereka lebih giat mencari informasi agar usahatani yang mereka lakukan bisa berhasil dan sukses. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa motivasi berhubungan dengan aspek-aspek kompetensi yaitu: penelitian Zulvera et al. (2014) di Agam dan Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat menyebutkan bahwa motivasi berhubungan positif dan nyata dengan sikap dan keterampilan petani tentang sistem pertanian sayuran organik; dan Fitriah (2007) di Kabupaten Bireun Provinsi Aceh menyatakan bahwa motivasi berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani kedelai. Korelasi antaratingkat Interaksi dan Komunikasi Petani dengan Kompetensi Agribisnis Petani Sayuran Tingkat interaksi dan komunikasi petani mempunyai hubungan yang kuat dengan kompetensi agribisnis petani. Tabel 17 menunjukkan bahwa tingkat interaksi dan komunikasi petani berupa: 1) tingkat interaksi dan komunikasi dengan penyuluh, 2) tingkat interaksi dan komunikasi antar petani, 3) keterlibatan dalam kelompok tani, 4) tingkat interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) berhubungan positif dan

76 62 sangat nyata dengan kompetensi agribisnis petani. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan penyuluh, petani lain, kelompok tani, pedagang, mahasiswa dan LSM, semakin tinggi tingkat kompetensi agribisnisnya. Tabel 17 Koefisien korelasi antara tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan kompetensi agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Darussalam Besar tahun 2015 No Interaksi dan komunikasi petani Kompetensi (Y) Nilai Korelasi p Value 1 Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh (X 3.1 ) ** Interaksi dan komunikasi antar petani (X 3.2 ) ** Keterlibatan dalam kelompok tani (X 3.3 ) ** a. Interaksi dan komunikasi dengan pedagang ** b. Interaksi dan komunikasi dengan mahasiswa ** c. Interaksi dan komunikasi dengan LSM ** Keterangan : n = 77 petani sayuran; p = peluang kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0.01 * Berhubungan nyata pada α = 0.05 Hipotesis ketiga yaitu: Terdapat hubungan nyata antara tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Hipotesis tersebut diterima. Kaitan hipotesis ketiga dengan hasil analisis korelasi Pearson correlation adalah tingkat interaksi dan komunikasi petani diterima untuk sub variabel yaitu: (1) tingkat interaksi dan komunikasi dengan penyuluh, (2) tingkat interaksi dan komunikasi antar petani, (3) keterlibatan dalam kelompok tani, (4) tingkat interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi masing-masing 0.638, 0.519, 0.513, dan 0.472, yang berhubungan sangata nyata pada α = Korelasi antara Tingkat Interaksi dan Komunikasi Petani dengan Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Agribisnis Petani Petani sayuran umumnya berkomunikasi secara personal dengan pihak lainnya untuk memperoleh informasi tentang berusahatani sayuran. Komunikasi personal masih banyak digunakan karena dapat dipercaya dan akrab, serta dapat memproleh umpan balik langsung dari pengguna. Tingkat interaksi dan komunikasi petani adalah intensitas kontak dan komunikasi mengenai usahatani sayuran antara petani lahan sempit dengan penyuluh, petani lain, kelompok tani, pedagang, mahasiswa dan LSM. Interaksi dan komunikasi petani dengan penyuluh berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani. Hal ini berarti semakin tingggi tingkat interaksi petani dengan penyuluh, semakin tinggi tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani dalam berusahatani sayuran. Hasil penenelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Malta (2008) menyatakan bahwa interaksi dengan penyuluh

77 berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan dan keterampilan, serta berhubungan positif dan nyata dengan sikap petani dalam berusahatani jagung di lahan gambut; Zulvera et al. (2014) menyatakan bahwa intensitas penyuluhan berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani tentang sistem pertanian sayuran secara organik. 63 Tabel 18 Koefisien korelasi antara tingkat interaksi dan komunikasi petani dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis petani di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh dan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 No Tingkat interaksi dan komunikasi petani Aspek-aspek kompetensi Pengetahuan Sikap Keterampilan r P r P r P 1 Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh ** ** ** Interaksi dan komunikasi antar petani ** ** ** Keterlibatan dalam kelompok tani ** ** ** Interaksi dan komunikasi petani dengan a. Pedagang ** * ** b. Mahasiswa * ** ** c. LSM ** ** ** Keterangan : n = 77; r = Korelasi Pearson; P = Peluang kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0.01 * Berhubungan nyata pada α = 0.05 Interaksi antara petani dengan penyuluh menyebabkan terjadinya komunikasi antar kedua pihak, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Rutinitas hubungan antara penyuluh dengan petani menciptakan rasa kekeluargaan, sehingga mempermudah dan memperlancar komunikasi diantara keduanya. Setiap pertemuan dan kegiatan penyuluhan, penyuluh berupaya memberikan informasi yang berkaitan dengan usahatani sayuran, dan terjadi saling tukar informasi antara petani dan penyuluh. Metode komunikasi penyuluhan yang digunakan gabungan antara teori dan praktek seperti demplot atau kunjungan langsung ke lahan tempat usahatani. Beberapa petani ada yang menghubungi penyuluh lewat alat komunikasi (handphone). Petani sayuran yang berinteraksi rendah dengan penyuluh, biasanya di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1) menghubungi penyuluh membutuhkan waktu untuk bertemu, lebih mudah dan cepat menanyakan kepada petani lain, 2) petani yang berkompetensi tinggi dan berpendidikan tinggi umumnya lebih suka mencari informasi lewat internet dengan pakai handphone (HP), dan 3) penyuluh tidak setiap harinya berada di desa petani, sehingga interaksi dan komunikasi jarang terjadi. Hal ini berarti bahwa sumber informasi seperti internet dapat menyebabkan berkurang interaksi antara petani dengan petani lain dan penyuluh.

78 64 Hasil penelitian penelitian Fitriah (2008) menemukan bahwa hubungan interpersonal antara petani penyuluh dan petani lain berhubungan secara negatif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani kedelai; hal ini disebabkan petani yang memiliki kompetensi yang sudah mapan, relatif jarang menanyakan masalah usahatani kedelainya kepada petugas penyuluhan dan sesama petani, hal disebabkan mereka merasa dirinya mampu menjawab persoalan-persoalan yang muncul dari usahatani kedelai. Hal ini berarti interaksi dan komunikasi akan terjadi bila petani percaya bahwa sumber informasi tersebut kompoten dan memiliki kompetensi yang lebih dari dirinya. Selain penyuluh, petani sukses juga merupakan sumber informasi bagi petani sayuran. Tabel 18 menunjukkan bahwa tingkat interaksi antar petani berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnis sayuran. Hal ini berarti semakin banyak seorang petani berinteraksi dan berkomunikasi mengenai usahatani sayuran dengan petani lain, semakin meningkat pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam berusahatani. Petani yang menanam satu jenis sayuran jarang berkomunikasi dengan petani lainnya. Petani tidak mau mengambil resiko untuk menanam jenis sayuran lain yang belum biasa mereka budidayakan. Petani menganggap bahwa mereka sudah menguasai tentang jenis sayuran yang dibudidayakan karena sudah berpengalaman selama berusahatani, komunikasi baru terjadi bila ada kasus baru, seperti penyakit tanaman yang belum pernah ada sebelumnya. Petani yang sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan petani lainnya mengaku senang berdikusi tentang usahatani sayuran karena bermanfaat bagi mereka. Petani menggunakan informasi pertanian untuk diri sendiri dan menyebarkan informasi pertanian yang diperolehnya kepada keluarga atau teman petani, cara menyebarkannya dengan bercerita dan berdiskusi. Keterlibatan dalam kelompok tani berhubungan positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan agribisnis sayuran. Hal ini berarti semakin banyak petani terlibat dalam kegiatan kelompok tani, semakin meningkat pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnisnya. Kelompok tani dapat berperanan sebagai media belajar dan media kerjasama. Sebagai media belajar diharapkan anggota kelompok dapat saling tukar-menukar pengetahuan dan ketampilan serta pengalamannya. Interaksi dalam kelompok cenderung akrab dan tidak formal, anggota kelompok bertatap muka dan dapat berbicara lebih bebas, terbuka, dan saling percaya satu sama lain. Kegiatan dalam kelompok tani yang biasa diikuti oleh petani sayuran berupa pertemuan dengan penyuluh dalam kegiatan penyuluhan (ceramah, diskusi dan demplot), pertemuan dengan pihak LSM terutama mengenai kegiatan pelatihan, pembagian, penyaluran bantuan atau kredit, dan mengenai pemasaran. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok tani dapat dijadikan media bagi penyuluh atau nara sumber lainnya untuk memberikan penyuluhan dan pembinaan kepada anggota kelompok tani. Menurut Supanggih dan Widodo (2013), kelompok tani adalah sebuah wadah yang menyatukan petani di suatu wilayah tertentu yang didasari latar belakang yaitu kenyataan petani yang masih lemah dalam mengakses informasi mengenai aspek produksi, aspek kelembagaan dan sumber informasi lainya; peran kelompok tani sangat vital terutama dalam pengaliran informasi vertikal antara instansi pemerintahan kepada petani.

79 Kegiatan kelompok lainnya yang sering diikuti petani adalah pertemuan kelompok rutin sebulan sekali, rapat triwulan, dan pertemuan tahunan. Petani yang mengikuti kegiatan kelompok akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan petani lain. Biasanya mereka membicarakan permasalahan yang mereka hadapi dalam berusahatani. Indrawati et al.( 2011) menyatakan bahwa manfaat kelompok dan kepemimpinan kelompok berpengaruh nyata pada keberlanjutan usahatani; semakin tinggi manfaat kelompok tani dalam memberikan proses pembelajaran, proses produksi, dan proses kerjasama, semakin tinggi pula keberlanjutan usahatani dari anggota kelompok taninya Sumber informasi lainnya yang tersedia dan mudah diakses oleh petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Darussalam adalah pedagang, mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Tabel 18 menunjukkan bahwa interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa, dan LSM berpengaruh secara positif dan sangat nyata dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan agribisnis petani sayuran. Hal berarti semakin tinggi tingkat interaksi dan komunikasi petani sayuran dengan pedagang, mahasiswa dan LSM, maka semakin meningkat pengetahuan, sikap dan keterampilan agribisnisnya. Informasi yang diperoleh petani sayuran dari pedagang saprodi adalah: pembibitan, dosis dan teknik pemberian pupuk, jenis obat-obatan untuk mengatasi penyakit tanaman, dosis dan teknik penggunaaan obat-obatan pembasmi hama, sedangkan jenis informasi yang biasanya didapatkan dari pedagang penampung adalah mengenai harga dan pemasaran. Menurut Subagio (2008), sumber informasi yang sering digunakan petani sayuran dan petani padi dalam melakukan kegiatan usahatani terdiri dari: orang tua petani yang bersangkutan, pedagang, sesama petani dan petugas pertanian; berdasarkan intensitas dari sumber informasi yang diakses, petani sayuran mendapatkan akses informasi tertinggi dari pedagang baik pedagang sarana produksi (input) maupun pedagang sebagai pembeli atau penampung hasil. Petani sayuran umumnya berinteraksi dengan mahasiswa pertanian yang berada di sekitar tempat tinggalnya, mahasiswa program KKN atau yang berpraktek atau demplot pnelitian di lahan usahatani petani bersangkutan. Sebagian besar informasi yang didapatkan dari mahasiswa adalah mengenai budidaya sayuran yaitu: pengolahan tanah, dosis dan cara pemupukan, pengendalian penyakit, dan pemanenan. Selain itu, informasi lain yang didapatkan petani dari mahasiswa adalah informasi mengenai pembudidayaan komoditas sayuran jenis baru. Petani bisa mengamati langsung tentang teknik budidaya sayuran, dan bertanya tentang permasalahan yang mereka hadapi atau yang tidak mereka pahami. Umumnya interaksi dengan LSM terjadi pada waktu LSM mengadakan program pendampingan atau pemberian bantuan bagi petani. Salah satu program LSM yang dilakukan sebelum pemberian bantuan adalah penguatan kapasitas petani melalui pelatihan. Pelatihan yang dilakukan umumnya disesuaikan dengan pekerjaan petani, misalnya untuk petani dibuat pelatihan pembuatan kompos, pembuatan pupuk organik dan pestisida organik. Selain itu, pelatihan juga disesuaikan dengan sumberdaya yang ada di sekitar petani. 65

80 66 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi agribisnis petani sayuran termasuk kategori sedang. Hal menunjukkan bahwa petani belum optimal menerapkan sistem agribisnis dalam berusahatani pada lahan sempit. Strategi yang efektif sangat diperlukan dalam meningkatkan kompetensi agribisnis petani sayuran. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor ciri-ciri sosio-demografi, motivasi berusahatani, interaksi dan komunikasi petani berhubungan dengan kompetensi agribisnis petani sayuran. Artinya, perbaikan terhadap faktor-faktor tersebut akan dapat meningkatkan kompetensi agribisnis petani. Kesenjangan kompetensi petani sayuran lahan sempit dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Kesenjangan kompetensi agribisnis petani sayuran di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2015 Bidang No Kompetensi 1 Perencanaan usahatani 2 Pendayagunaan faktor produksi 3 Penerapan budidaya 4 Pemasaran hasil usahatani Kesenjangan Kompetensi - Kurang memahami unsur-unsur apa saja yang perlu direncanakan - Tidak setiap musim membuat perencanaan - Jarang mencari informasi pasar - Kurang terampil dalam membuat cacatan perencanaan usahatani - Kurang mengetahui apa saja yang termasuk faktor produksi - Tidak selalu menyiapkan faktor produksi sesuai kebutuhan - Belum mampu membuat benih, kompos dan pestisida organik - Kurang mengetahui cara persemain benih - Kurang mengetahui cara memperbaiki kesuburan dan kemasaman tanah - Belum memahami perlu penggunaan obat-obatan yang ramah lingkungan - Meraih nilai tambah hasil panen - Belum mampu menentukan harga hasil panen - Belum mampu mempromosikan produk - Belum mampu menjaga keberlanjutan dalam penjualan - Belum ada kerjasama dengan petani lain dalam proses penjualan hasil panen 5. Kemitraan Mayoritas petani tidak mempunyai mitra usahatani. Petani kurang mampu membuat analisis usahatani untuk mempromosikan keuntungan dalam berusahatani kepada mitra.

81 67 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1) Kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar termasuk kategori sedang cenderung ke tinggi. Tingkat kompetensi agribisnis cenderung ke tinggi dalam hal berikut: pengetahuan petani dalam pendayagunaan faktor produksi dan penerapan budidaya sayuran, sikap petani dalam merencanakan keuntungan usahatani, penerapan budidaya, pemasaran hasil, serta sikap dalam membanguan kemitraan dan keterampilan petani yang tinggi dalam penerapan budidaya. 2) Semakin tua umur, semain tinggi tingkat pendidikan formal, semakin intensif pendidikan non formal, semakin lama petani berusahatani sayuran, tingginya motif intrinsik dan motif ekstrinsik, interaksi dan komunikasi penyuluh, interaksi dan komunikasi antar petani, keterlibatan dalam kelompoktani, interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa dan LSM, semakin kompeten petani dalam menjalankan agribisnis pertanian di lahan sempit. Saran 1) Strategi efektif untuk meningkatkan kompetensi agribisnis petani sayuran berlahan sempit dapat dicapai melalui perbaikan dan peningkatan pendidikan non formal petani, memotivasi petani melalui peningkatan motif ekstrinsik, meningkatkan interaksi petani dengan penyuluh, petani sukses, mahasiswa dan LSM, serta menguatkan kelompoktani. Dalam hal ini pemerintah kabupaten perlu merancang dan melaksanakan program penyuluhan penguatan kompetensi agribisnis petani berlahan sempit dengan didukung pihak terkait. 2) Lembaga penyuluhan baik di kabupaten maupun kecamatan perlu melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang berfokus kepada kebutuhan petani berlahan sempit, terutama di bidang kemitraan usahatani (analisis usahatani), pemasaran hasil usahatani (analisis pasar), perencanaan usahatani (perencanaan keuangan), panen dan pasca panen. 3) Penyuluh perlu lebih memperhatikan kekhususan karakteristik petani sayuran berlahan sempit dan permasalahan agribisnis yang menjadi kendala petani mengembangkan usaha seperti disebutkan di atas (saran kedua).

82 68 DAFTAR PUSTAKA Abdullah S, Jahi A Hubungan sejumlah karakteristik petani sayuran dengan pengetahuan mereka tentang pengelolaan usahatani sayuran di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. JP (Internet). 2(4): 1-7. [2014 Juni 27]. Tersedia pada: bdullah.pdf?sequence=1 Asih DN Analisis karakteristik dan tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Sulawesi Tengah. Jurnal Agroland (Internet). 16(1): [diunduh 2014 Juni 22]. Tersedia pada: LAND/article/viewFile /217/185. Badan Pusat Statistik Sensus Pertanian. BPS (Internet). [diunduh 2014 Pebruari 22). Tersedia pada: site/tabel?tid=28&wid= Badan Pendidikan Latihan Penyuluhan Pertanian Agribisnis: Seri III,IV,V. Jakarta: BPLPP Departemen Pertanian RI Botoa H Faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi petani rumput laut di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Boyatzis RE The Competent Manager: A Model for Effective Performance. New York (USA): John Wiley and Sons. Damihartini RS, Jahi A Hubungan karakteristik petani dengan kompetensi agribisnis pada usahatani sayuran di Kabupaten Kediri Jawa Timur. JP (Internet). 1(1): [diunduh 2014 Januari 2]. Tersedia pada: http: // repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ /42816/rini%20sri%20damih artini.pdf?sequence=1 Departemen Pertanian Pembangunan Agribisnis sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Edisi Pertama. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Eze SO, Asogwa VC, David I, Omeje MN Competency-capacity building needs of okra farmers for commercial production and income enhancement in Enugu State. International Reasearch (Internet). 2(4): [ diunduh 2014 Maret 23]. Tersedia pada : Farid A Kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani: Kasus petani sayuran di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruan [Disertasi]. Bogor (ID): IPB Fitriah H Hubungan karakteristik petani kedelai dengan kompetensi berusahatani: Kasus petani kedelai di Peudada Kabupaten Bireun Propinsi Aceh [Tesis]. Bogor (ID): IPB Harijati S Potensi dan pengembangan kompetensi agribisnis petani berlahan sempit: Kasus petani sayuran di Kota dan Pinggiran Jakarta dan Bandung [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hastuti EY Pengaruh penerapan sistem agribisnis terhadap peningkatan pendapatan petani sayuran di Kabupaten Boyolali [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Hernanto F Ilmu Usahatani. Cetakan: ke 1. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

83 Ihsaniyati H Kebutuhan informasi petani gurem: Kasus Desa Rowo Kec Kandangan Kabupaten Temanggung. Jurnal Agritext (Internet). 28: [diunduh 20 Juni 2014]. Tersedia pada: download.php?file=4.4%20hanifah%20ihsaniyati,%20sp,%20msi.pdf Indrawati E, Harijati S, Pertiwi PR Permodelan pemberdayaan kelompok tani dalam penjaminan keberlanjutan usahatani pinggiran perkotaan : Kasus dinamika kelompok petani sayuran di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Prosiding seminar Nasional Matematika (Internet). Seminar Nasional FMIPA- UT 201. Vol 2; [diunduh 2014 Pebruari 5]. Tersedia pada: ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fmipa pdf. Iqbal M, Simanjuntak KMM Solusi Jitu Bagi Pengusaha Kecil dan Menengah: Pedoman Menjalankan Usaha. Jakarta (ID): PT. Elex Media Komputindo. Iskandar E Ketersediaan lahan pertanian padi sawah pasca tsunami di Kabupaten Aceh Besar. J Agrisep (Internet). 14(1): [ diunduh 2014 Juni 2014]. Tersedia pada: Kementrian Pertanian Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Inkubator Agribisnis pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelatihan Pertanian. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (Internet). [diunduh 12 April 2014]. Tersedia pada: Pela ksanaan+pengelolaan+inkubator+agribisnis+pada+unit+pelaksana+teknis+( Upt)+Pelatihan+Pertanian&Rlz=1c1chmo_Idid568id568&Oq=Petunjuk+Pelak sanaan+pengelolaan+inkubator+agribisnis+pada+unit+pelaksana+teknis+(u pt)+pelatihan+pertanian&aqs=chrome..69i j0j1&sourceid=chrome& Es_Sm=93&Ie=Utf-8. Kementerian Pertanian Peraturan Menteri Pertanian Nomor 75/permentan/ot.140/12/ Desember Pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan sertifikasi kompetensi sumber daya manusia hortikultura. Khalik R, Safrida, Hamid AH Optimasi pola tanam usahatani sayuran selada dan sawi di daerah produksi padi (Studi Kasus di Desa Lam Seunong, Kecamatan Kota Baro, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh). J Agrisep (Internet). 14 (1): [diunduh 20 Juni 2014]. Tersedia pada: Kustiari T, Susanto D, Sumardjo, Pulungan I Faktor-faktor penentu tingkat kemampuan petani dalam mengelola lahan marjinal: (kasus di Desa Karangmaja, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah). JP (Internet). 2(1): [diunduh 2014 Juni 20]. Tersedia pada: ipb.ac.id/index.php/jupe/article/view/2136. Li Y An empirical research on influential factors in poverty of peasant households in minority regions in China : based on survey in 541 peasant households in poverty-stricken minority counties in Sichuan Province. J Agricultural (Internet). 3(1): [diunduh 2014 Juni 27]. Tersedia pada: d=rja&uact=8&ved=0cdcqfjac&url=http%3a%2f%2fwww.ccsenet.org%2 Fjournal%2Findex.php%2Fjas%2Farticle%2Fdownload%2F9770%2F7042&ei =eyuuu5e_ise6uat4vygaca&usg=afqjcnfbzgixwinq9cqb7j-vfxp Y2BJJ8Q&sig2=Ul1k1TMywAn2fyyyU-I7-A. 69

84 70 Malta Kompetensi petani jagung dalam berusahatani di lahan gambut: Kasus petani jagung di lahan gambut di Desa Limbung Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maulana I Hubungan antara potensi kompetensi komunitas dengan kapasitas komunitas pada kelompok usahatani Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota (Internet). 24(3): [diunduh 2014 Maret 12]. Tersedia pada: id/jpwk1/wp-content/uploads/2014/04/11-20.pdf. Mosher A.T Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta (ID): Yasaguna. Mulyasa Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Padmowihardjo S Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta (ID): Universitas Terbuka Palan R Competency Management: Seri Manajemen Sumber daya Manusia. Cetakan ke-2. Jalal MO, pnerjemah. Jakarta (ID): PPM. Pambudy R Sistem Agribisnis Sebagai Agenda Pembangunan Ekonomi Kerakyatan di Era Persaingan Global. Dalam Prospek dan Tantangan Pertanian Indonesia di Era Globalisasi. Bogor (ID): PT Agricon. Pertiwi PP, Setijorini LE, Harijati S Dinamika petani perkotaan. J Penyuluhan Pertanian (Internet). 1(2): [diunduh 2014 Juni 20]. Tersedia pada: Prihadi SF Assesment Centre: Identifikasi, Pengukuran dan Pengembangan kompetensi. Cetakan ke-2. Jakarta (ID): Percetakan SUN. Purnaningsih N, Ginting B, Slamet M, Saefuddin A, Padmowihardjo S Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi pola kemitraan agribisnis sayuran di Jawa Barat. JP (Internet). 2(2): [diunduh 2014 Juni 1]. Tersedia pada: Rakhmat J Psikologi Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Rayuddin Pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao di Kabupaten Konawe Provinsin Sulawesi Tenggara [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Riduwan Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung (ID): Alfabeta. Rosyada A Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta (ID): Prenada Media Indonesia. Ruky PH, Akhmad SDM Berkualitas: Mengubah Visi Menjadi Realitas. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Sajogyo Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan. Cetakan ke-12. Yogjakarta (ID): Gajahmada University Press. Santosa, A Dasar-Dasar Manajemen Agribisnis. Yogyakarta (ID) : Wimaya UPN Veteran Press. Saragih B Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, Kumpulan Pemikiran. Sipayung et al. editor. Jakarta (ID): Yayasan Mulia Persada, PT Surveyor Indonesia, dan Pusat Studi Pembangunan LP IPB. Sastraatmadja, E Kebangkitan Petani. Syafriani D, penyunting. Bandung (ID): Masyarakat Geografi Indonesia.

85 Sarwono J Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Sembiring SA. Br Pengetahuan petani dan stabilitas system lading: urgensinya dalam system pertanian berkelanjutan. ETNOVISI (Internet). 1(2). [diunduh 16 Juni 2014]. Tersedia pada: / /15278/1/etv-okt pdf. Sevilla Consuello G Pengantar Metode Penelitian. Jakarta (ID): UI Press. Slamet M Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Yustina I, Sudrajat A, editor. Bogor (ID): IPB Press. Spencer LM, Spencer SM Competence At Work: Model for Superior Performance. New York (USA): The Mcgraw-hill. Companies Inc. Soeharjo A, Patong D Sendi Sendi Pokok ilmu Usahatani. Makasar (ID): Universitas Hasanuddin. Soekanto S Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Soekartawi A, Soeharjo, Dillon JL, Hardaker JB Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Suandi, Jasminarni, Novita T, Evita, Suryono Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pertanian organik berbasis trikolimtan di Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat (Internet). 52: [diunduh 22 Juni 2014]. Tersedia pada: 71 ac.id/ index.php/jlpm/article/download/91/80 Subagio H Peran kapasitas petani dalam mewujudkan keberhasilan usahatani: Kasus petani sayuran dan padi di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur [Disertasi]. Bogor (ID): IPB Sugiyono Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. Supanggih D, Widodo S Aksesibilitas petani terhadap lembaga keuangan [studi kasus pada petani di Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro). Jurnal Agriekonomika (Internet). 2(2). [diunduh 2014 Jan10]. Tersedia pada: Suparno S Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional. Syafiuddin Hubungan karakteristik dengan kompetensi pembudidaya rumput laut (Eucheuma Spp) di tiga kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Taufik M Strategi pengembangan agribisnis sayuran di Sulawesi Selatan. Jurnal Litbang Pertanian (Internet). 31(2): [diunduh 21 Maret 2014]. Tersedia pada: Tjitropranoto P Pemahaman diri, potensi/kesiapan diri, dan pengenalan Inovasi. JP (Internet). 1(1): [diunduh 2014 Maret 21]. Tersedia pada: ropranoto.pdf?sequence. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura. Badan Pimbinaan Hukum Nasional (Internet). Tersedia pada: dana.bphn.go.id/kuhpoutuu/undang-undang-nomor-13-tahun-2010-tentanghortikultura/

86 72 Uno HB Teori Motivasi dan Pengukurannya. Ed ke-1. Jakarta: Bumi Aksara. Van den Ban AW, Hawkins HS Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius. Wathoni N Optimalisasi usahatani sayuran dataran Tinggi Sembalun, Lombok Timur. Agoteksos (Internet). 19(3). [diunduh 25 Mei 2014]. Tersedia pada: pdf Wibowo Manajemen Kinerja. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Witjaksono R, Mudiyono, Hariadi SS Farmers accessibility on agribusiness of red onion in coastal land in Sanden District Of Bantul Regency. Jurnal Agroekonomika (Internet). 1(2): [diunduh 10 Jan 2014]. Tersedia pada: agriekonomika/article/download /17/34. Yadav DS, Singh U, Kumar A, Katoch A Development of a test for measuring the knowledge level of women farmers in vegetable cultivation. J Hum Ecol (Internet). [diunduh 2014 April 23]; 41(2): Tersedia pada: Abst-PDF/JHE Yadav-D-S/JHE Yadav-D-S-Tx[3].pmd.pdf Zulvera, Sumardjo, Slamet M, Ginting B Behavior of vegetable farmers in responding to the organic vegetable farming system in Agam and Tanah Datar Regencies of West Sumatra. IJSBAR (Internet). 16(1): [diunduh 2014 Sepetember 22]. Tersedia pada: php?journal =JournalOf BasicAnd Applied

87 73 Lampiran 1. Sketsa lokasi penelitian Darussalam Syiah Kuala

88 74 Lampiran 2 Hasil uji validitas dan reliabilitas X 2.1 Motif intrinsik (N=25) 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 X 2.2 Motif ekstrinsik (N=25) 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 X 3.1 Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 X 3.2 Interaksi dan komunikasi antar petani 1 Korelasi 0.843

89 75 2 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha sempurna N of Items 6 X 3.3 Keterlibatan dalam kelompok tani 1 Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha sempurna N of Items 3 X 3.4 Interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa dan LSM 1 Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi 0.620

90 76 P-value Korelasi P-value Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 12 PENGETAHUAN I Perencanaan pola usahatani 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 4 II Pendayagunaan faktor produksi 1 Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 3 III Penerapan budidaya sayuran A Pembibitan 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi P-value Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 4 B Pengolahan Lahan 1 Korelasi Korelasi 0.873

91 77 3 Korelasi P-value Korelasi P-value Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 4 C Penanaman, pemeliharaan dan pemupukan 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi P-value Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 6 D Pengendalian HPT 1 Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 3 E Panen dan pasca panen 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi Korelasi 0.572

92 78 P-value Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 6 IV Pemasaran hasil usahatani 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 V Kemitraan usahatani 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi Korelasi Reliability Statistics Cronbach s Alpha N of Items 6 SIKAP I Perencanaan pola usahatani 1 Korelasi P-value Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliabilitas tinggi

93 79 Reliability Statistics Cronbach s Alpha N of Items 5 II Pendayagunaan faktor produksi 1 Korelasi P-value Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi P-value Reliability Statistics Cronbach s Alpha N of Items 6 A Pembibitan 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Cronbach s Alpha N of Items 4 B Pengolahan lahan 1 Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi Korelasi Korelasi P-value Reliability Statistics Cronbach s Alpha Reliabilitas tinggi Reliabilitas tinggi Reliabilitas tinggi Reliabilitas tinggi

94 80 N of Items 6 C Penanaman, pemeliharaan dan pemupukan 1 Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 D Pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 E Panen dan pasca panen 1 Korelasi Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 IV Pemasaran hasil usahatani 1 Korelasi P-value 0.001

95 81 2 Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi Reliability Statistics Cronbach s Alpha N of Items 5 V Kemitraan usahatani 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Cronbach s Alpha N of Items 4 KETERAMPILAN I Perencanaan pola usahatani 1 Korelasi P-value Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Cronbach s Alpha N of Items 4 II Pendayagunaan faktor produksi 1 Korelasi P-value Korelasi Korelasi Korelasi Reliabilitas tinggi Reliabilitas tinggi Reliabilitas tinggi

96 82 5 Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 III Penerapan budidaya sayuran A Pembibitan 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 4 B Pengolahan lahan 1 Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi Korelasi P-value Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 C Penanaman, pemeliharaan dan pemupukan 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi 0.676

97 83 Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha sempurna N of Items D Pengendalian HPT 1 Korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 4 E Panen dan pasca panen 1 Korelasi P-value Korelasi Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 IV Pemasaran hasil usahatani 1 Korelasi Korelasi Korelasi P-value Korelasi Korelasi Reliability Statistics Reliabilitas Cronbach s Alpha tinggi N of Items 5 V Kemitraan usahatani 1 Korelasi 0.872

98 84 2 Korelasi Korelasi P-value Korelasi P-value Korelasi Reliability Statistics Cronbach s Alpha N of Items 5 Reliabilitas tinggi

99 Lampiran 3 Hasil uji analisis uji beda rata-rata antara Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dan Kecamatan Darussalam Aceh Besar Ciri-ciri Sosio-Demografi Petani (X 1 ) Anova Sum of Squares df Mean Square Umur Between Groups Within Groups Total Tingkat Between Groups pendidikan Within Groups formal Total Lama Between Groups pendidikan Within Groups non formal Total Lama Between Groups berusahatani Within Groups Total Luas lahan Between Groups Within Groups Total F Sig. 85 Motivasi Berusahatani Sayuran (X 2 ) Motif intrinsik Motif ektrinsik Anova Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total

100 86 Anova Interaksi dan Komunikasi Petani (X 3 ) Sum of Squares df Mean Square F Sig. Interaksi Between Groups Penyuluh Within Groups Interaksi antar petani Keterlibatan dalam kelompok tani Interaksi dengan pedagang Interaksi dengan mahasiswa Interaksi dengan LSM Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Kompetensi Agribisnis petani Sayuran (Y) Sum of Squares Anova df Mean Square Between Groups Within Groups Total F Sig. Anova Sum of df Mean Square F Sig. Squares Between Groups Pengetahuan Agribisnis Sayuran (Y1) Pengetahuan total Perencanaan usahatani Within Groups Total Between Groups Within Groups Total

101 Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya Pemasaran hasil Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Kemitraan Between Groups Within Groups Total Anova Pengetahuan tentang Penerapan Sum of df Mean Square F Sig. Budidaya Sayuran Squares Between Groups Pembibitan Within Groups Total Between Groups Pengolahan Within Groups lahan Total Pemeliharaan dan pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total

102 88 Anova Sikap Agribisnis Petani Sayuran Sum of df Mean F Sig. (Y2) Squares Square Sikap total Between Groups Perencanaan usahatani Pendayagunaan Faktor produksi Penerapan budidaya Pemasaran hasil usaha Kemitraan usahatani Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Anova Sikap tentang Penerapan Budidaya Sum of df Mean F Sig. Sayuran Squares Square Between Groups Pembibitan Pengolahan lahan Pemeliharaan dan pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total

103 Anova Keterampilan Agribisnis Petani Sayuran (Y) Sum of Squares df Mean Square F Sig. Sikap total Between Groups Perencanaan usahatani Pendayagunaan Faktor produksi Penerapan budidaya Pemasaran hasil usaha Kemitraan usahatani Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Anova Keterampilan tentang Penerapan Sum of df Mean F Sig. Budidaya Sayuran Squares Square Pembibitan Between Groups Pengolahan lahan Pemeliharaan dan pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total

104 90 Lampiran 4 Tingkat ciri-ciri sosio-demografi petani Descriptive Statistics N Min Max Mean Std. Deviation Umur Tingkat pendidikan formal Lama pendidikan non formal Lama berusahatani sayuran Luas lahan berusahatani N (listwise) 77 Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Umur Tingkat pendidikan formal Lama pendidikan non formal Lama berusahatani sayuran Luas lahan berusahatani N (listwise) 30 Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Umur Tingkat pendidikan formal Lama pendidikan non formal Lama berusahatani sayuran Luas lahan berusahatani N (listwise) 47 Lampiran 5 Tingkat motivasi berusahatani sayuran Descriptive Statistics Motivasi berusahatani N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Motivasi intrinsik Motivasi ekstrinsik Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Motivasi intrinsik Motivasi ekstrinsik Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Motivasi intrinsik Motivasi ekstrinsik

105 91 Lampiran 6 Tingkat interaksi dan komunikasi petani Descriptive Statistics N Min Max Mean Std. Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh Interaksi dan komunikasi antar petani Keterlibatan dalam kelompok tani Interaksi dan komunikasi pedagang Interaksi dan komunikasi mahasiswa Interaksi dan komunikasi LSM N (listwise) 77 Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh Interaksi dan komunikasi antar petani Keterlibatan dalam kelompok tani Interaksi dan komunikasi pedagang Interaksi dan komunikasi mahasiswa Interaksi dan komunikasi LSM Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh Interaksi dan komunikasi antar petani Keterlibatan dalam kelompok tani Interaksi dan komunikasi pedagang Interaksi dan komunikasi mahasiswa Interaksi dan komunikasi LSM N (listwise) 47

106 92 Lampiran 7 Tingkat kompetensi agribisnis petani sayuran N Min Max Mean Std. Deviation Tingkat kompetensi agribisnis Tingkat pengetahuan agribisnis Tingkat sikap agribisnis Tingkat keterampilan agribisnis N (listwise) 77 Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Tingkat kompetensi agribisnis Tingkat pengetahuan agribisnis Tingkat sikap agribisnis Tingkat keterampilan agribisnis Descriptive Statistics petani sayuran Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar N Min Max Mean Std. Deviation Tingkat kompetensi agribisnis Tingkat pengetahuan agribisnis Tingkat sikap agribisnis Tingkat keterampilan agribisnis N (listwise) 47

107 93 Lampiran 8 Tingkat pengetahuan agribisnis petani sayuran Descriptive Statistics Bidang Pengetahuan Agribisnis N Min Max Mean Std. Deviation Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani N (listwise) 77 Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani N (listwise) 30 Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani N (listwise) 47 Bidang Budidaya Sayuran N Min Max Mean Std. Deviation Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen N (listwise) 77

108 94 Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Bidang Budidaya Sayuran N Min Max Mean Std. Deviation Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen N (listwise) 30 Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen N (listwise) 47 Lampiran 9 Tingkat sikap agribisnis petani sayuran Descriptive Statistics Bidang Sikap Agribisnis N Min Max Mean Std. Deviation Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani N (listwise) 47

109 Descriptive Statistics sikap agribisnis petani tentang penerapan budidaya sayuran Bidang Budidaya Sayuran N Min Max Mean Std. Deviation Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen Lampiran 10 Tingkat keterampilan agribisnis petani sayuran Descriptive Statistics Bidang Keterampilan Agribisnis N Mini Max Mean Std. Deviation Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani

110 96 Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Perencanaan pola usahatani Pendayagunaan faktor produksi Penerapan budidaya sayuran Pemasaran hasil usahatani Kemitraan usahatani Descriptive Statistics keterampilan agribisnis petani tentang budidaya sayuran N Min Max Mean Std. Deviation Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen Descriptive Statistics Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen Descriptive Statistics Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Pembibitan Pengolahanlahan Penanaman, pemeliharaan, pemupukan Pengendalian HPT Panen dan pasca panen

111 97 Lampiran 11 Hasil uji korelasi Pearson Correlations ciri-ciri sosio-demografi dengan kompetensi agribisnis petani sayuran Variabel Kompetensi Pengetahuan Sikap Keterampilan Umur Pearson.386 **.379 **.274 *.363 ** Correlation Sig. (2-tailed) N Tingkat Pearson pendidikan formal Correlation.359 **.271 *.396 **.303 ** Sig. (2-tailed) N Lama pendidikan Pearson non formal Correlation.542 **.363 **.483 **.603 ** Sig. (2-tailed) N Lama berusahatani Pearson sayuran Correlation.578 **.501 **.437 **.591 ** Sig. (2-tailed) Luas lahan Pearson berusahatani Correlation Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Correlations motivasi berusahatani dengan kompetensi agribisnis petani sayuran Kompetensi Pengetahuan Sikap Keterampilan Pearson.419 **.382 **.327 **.397 ** Correlation Motivasi Sig. (2-tailed) N Pearson Motivasi Correlation.517 **.418 **.442 **.516 ** intrinsik Sig. (2-tailed) N Pearson Motivasi Correlation.458 **.421 **.382 **.411 ** ekstrinsik Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

112 98 Correlations Interaksi dan komunikasi petani dengan kompetensi agribisnis berusahatani Kompetensi Pengetahuan Sikap Keterampil an Interaksi dan komunikasi dengan penyuluh Interaksi dan komunikasi antar petani Keterlibatan dalam kelompok tani Interaksi dan komunikasi dengan pedagang, mahasiswa, dan LSM Interaksi dan komunikasi dengan pedagang Interaksi dan komunikasi dengan mahasiswa Interaksi dan komunikasi dengan LSM Pearson Correlation.638 **.560 **.482 **.651 ** Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.519 **.566 **.359 **.436 ** Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.513 **.440 **.417 **.498 ** Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.472 **.424 **.385 **.438 ** Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.347 **.331 **.239 *.342 ** Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.410 **.256 *.375 **.463 ** Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.422 **.334 **.425 **.375 ** Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

113 99 Lampiran 12 Kondisi lahan usahatani sayuran pertanian lahan sempit Kondisi lahan usahtani lahan sempi di Kecamatan Syiah Kuala Kondisi tanaman sayuran tanpa perawatan di Kecamatan Darussalam

114 100 Lampiran 13 Foto-foto penerapan budidaya sayuran Pemberian jerami sebagai mulsa Proses pemupukan Pemeriksaan penyakit pada bayam Pemeriksaan penyakit pada cabe Tanaman tomat normal Kena serangan penyakit trhip

Agribusiness Competencies of Smallholders with Vegetable Planting in Banda Aceh and Aceh Besar

Agribusiness Competencies of Smallholders with Vegetable Planting in Banda Aceh and Aceh Besar Tingkat Kompetensi Petani Agribisnis Sayuran Pada Lahan Sempit di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar Agribusiness Competencies of Smallholders with Vegetable Planting in Banda Aceh and Aceh Besar

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA JURNAL P ENYULUHAN ISSN: 1858-2664 September 2005, Vol. 1, No.1 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA USAHATANI SAYURAN DI KABUPATEN KEDIRI JAWA TIMUR Rini Sri Damihartini dan

Lebih terperinci

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT

KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT KOMPETENSI PETANI JAGUNG DALAM BERUSAHATANI DI LAHAN GAMBUT: KASUS PETANI JAGUNG DI LAHAN GAMBUT DI DESA LIMBUNG KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT M A L T A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 69 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993:9-10) menyatakan bahwa setiap kompetensi tampak pada individu dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI (Kasus di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang NTT) IRIANUS REJEKI ROHI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rata-rata pertumbuhan petani gurem atau petani berlahan sempit di Indonesia adalah 2.6 persen per tahun dan di Jawa rata-rata adalah 2.4 persen. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KLINIK AGRIBISNIS PADA PRIMA TANI DI KECAMATAN LEUWI SADENG BOGOR NIA RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MODEL PRIMA TANI SEBAGAI DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI DESA CITARIK KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT

ANALISIS EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MODEL PRIMA TANI SEBAGAI DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI DESA CITARIK KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT ANALISIS EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MODEL PRIMA TANI SEBAGAI DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI DESA CITARIK KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT FIRMANTO NOVIAR SUWANDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH (Suatu Kasus pada Gapoktan Tahan Jaya di Desa Buahdua Kecamatan Buahdua Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA M A R D I N PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN SEKOLAH

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 137-143 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Analysis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian sudah selayaknya tidak hanya berorientasi pada produksi atau terpenuhinya kebutuhan pangan secara nasional, tetapi juga harus mampu meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu PENDAHULUAN Latar Belakang Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu mengembangkan kompetensinya. Kompetensi merupakan karakteristik mendalam dan terukur pada diri seseorang, dan dapat

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA

HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA JURNAL P ENYULUHAN ISSN: 1858-2664 Juni 2006, Vol. 2, No. 2 HUBUNGAN SEJUMLAH KARAKTERISTIK PETANI METE DENGAN PENGETAHUAN MEREKA DALAM USAHATANI METE DI KABUPATEN BOMBANA, SULAWESI TENGGARA (THE RELATIONSHIP

Lebih terperinci

Pembangunan Agribisnis di Indonesia

Pembangunan Agribisnis di Indonesia Pembangunan Agribisnis di Indonesia Dr. Antón Apriyantono Menteri Pertanian Republik Indonesia Sambutan kunci pada Coffee Morning Sofá Launching Agriculture Internacional Expo for Agribusinees Di Kampus

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Kasus Perusahaan Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI EVA SUSANTI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com

Lebih terperinci

(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY)

(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY) AGRISE Volume XIV No. 2 Bulan Mei 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS TINGKAT KINERJA KELOMPOK TANI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI (STUDI KASUS DI KECAMATAN RASANAE TIMUR

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umar Hadikusumah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umar Hadikusumah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena menarik setelah diberlakukannya UU No 22 dan UU No 25 tahun 1999 sebagai landasan hukum otonomi daerah adalah keinginan beberapa daerah, baik itu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah selatan DI Yogyakarta merupakan bentangan pantai sepanjang lebih dari 113 km, meliputi wilayah Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI WANITA TANI DALAM USAHATANI KAKAO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI WANITA TANI DALAM USAHATANI KAKAO FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI WANITA TANI DALAM USAHATANI KAKAO (Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah) CONNY NAOMI MANOPPO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Sistem, Konsep, dan Pendekatan Agribisnis

Sistem, Konsep, dan Pendekatan Agribisnis Sistem, Konsep, dan Pendekatan Agribisnis Alam telah memperlihatkan bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini berbentuk sistem, dari sistem yang paling sederhana hingga sistem yang paling kompleks. Suatu

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN USAHA TANI PADI ORGANIK

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN USAHA TANI PADI ORGANIK ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN USAHA TANI PADI ORGANIK (Studi kasus di Desa Seletreng Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo) Oleh : Gijayana Aprilia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Komunikasi Masyarakat dalam Memanfaatkan Pertunjukan Wayang Purwa di Era Globalisasi: Kasus Desa Bedoyo,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan untuk sumber pangan, pakan ternak, sampai untuk bahan baku berbagai industri manufaktur dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI PERTANIAN LAHAN KERING KABUPATEN DONGGALA. OLEH : SYAMSYIAH GAFUR, dkk

LAPORAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI PERTANIAN LAHAN KERING KABUPATEN DONGGALA. OLEH : SYAMSYIAH GAFUR, dkk LAPORAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI PERTANIAN LAHAN KERING KABUPATEN DONGGALA OLEH : SYAMSYIAH GAFUR, dkk BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran ANALISIS STRUKTUR SISTEM KEMITRAAN PEMASARAN AGRIBISNIS SAYURAN (Studi Kasus di Kecamatan Nongkojajar Kabupaten Pasuruan) Teguh Sarwo Aji *) ABSTRAK Pemikiran sistem adalah untuk mencari keterpaduan antar

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PETANI MENANAM BAWANG MERAH DI DESA CINTA DAME KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR TESIS.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PETANI MENANAM BAWANG MERAH DI DESA CINTA DAME KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR TESIS. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PETANI MENANAM BAWANG MERAH DI DESA CINTA DAME KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR TESIS Oleh AFLAHUN FADHLY SIREGAR 157039005/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG Kasus pada Kelompok Ternak Lembu Jaya dan Bumi Mulyo Kabupaten Banjarnegara SKRIPSI TAUFIK BUDI PRASETIYONO PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN

EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN (Eksperimen Lapangan : Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Petani Kakao di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah) MUHAMMAD

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA

PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG DAROJAT PRAWIRANEGARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta )

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta ) HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta ) SKRIPSI SETYO UTOMO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP PROGRAM KRPL (KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI) DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI (Studi Kasus : Kelurahan Jati Utomo, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi pembangunan suatu negara, terutama pada negara berkembang seperti di Indonesia. Hal ini dikarenakan oleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

PENGANTAR AGRIBISNIS

PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS I. PEMAHAMAN TENTANG AGRIBISNIS 1. EVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS Berburu dan Meramu budidaya pertanian (farming) ekstensif untuk memenuhi kebutuhan rumah

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) SKRIPSI TEGUH PURWADI H34050065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN USAHATANI CABAI SEBAGAI DAMPAK DARI PEMBELAJARAN FMA (STUDI KASUS DI DESA SUNJU KECAMATAN MARAWOLA PROVINSI SULAWESI TENGAH) Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris, hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki luas lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN iii KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci