HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Subang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Subang"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bogor. Deskripsi gambaran umum masing-masing kabupaten disajikan secara ringkas sebagai berikut. Kabupaten Subang Secara geografis Kabupaten Subang terletak dibagian utara Provinsi Jawa Barat, yaitu antara 107 o o 54 bagian timur, dan 6 o 11 6 o 49 lintang selatan. Batas wilayah sebagai berikut; sebelah selatan berbatasan dengan Kabuapten Bandung, sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Indramanyu dan Sumedang. Dari segi administrasi pemerintahan, Kabupaten Subang meliputi 22 kecamatan dan 252 desa. Jarak dari ibukota provinsi 60 km dan ke ibukota negara 125 km. Dari segi pelayanan penyuluhan dan pelatihan pertanian dibagi ke dalam 22 Unit Penyuluhan dan Pelatihan Pertanian (UPPP) sesuai dengan jumlah kecamatan dan 175 Wilayah Binaan Khusus (Wilbinsus) dengan didukung kelompok tani hamparan sebanyak 1744 buah dan kelompoktani domisili sebanyak 749 buah, dengan jumlah keseluruhan sebanyak 2493 kelompok. Berdasarkan data Subang dalam angka tahun 2006, Kabupaten Subang berpenduduk jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki jiwa dan penduduk perempuan jiwa. Tingkat pendidikan lebih kurang 60 % berpendidikan SD dan sisanya 40% berpendidikan SLTP sampai dengan Peguruan Tinggi. Luas lahan pertanian tercatat seluas ha, yang digunakan untuk lahan sawah seluas ha dan lahan darat seluas ha. Dari luas lahan sawah tersebut, hampir semuanya dapat ditanami sepanjang tahun, kecuali lahan tadah hujan dua kali panen tergantung dari iklim atau curah hujan. Lahan darat diperuntukan bagi tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan.

2 Usahatani yang dilakukan baik oleh petani maupun Perusahaan Pertanian (BUMN/S) di Kabupaten Subang meliputi subsektor tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan. Produk utama pertanian adalah padi sawah, ikan, buah-buahan, sayuran dan ternak, dengan pusat pertumbuhan yang ada terutama Jakarta, Bekasi, Cirebon, Tangerang dan Serang. Dari segi kebijakan pemerintah, secara pokok kebijakan program pembangunan pertanian di Kabupaten Subang adalah meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produksi pertanian dan mendorong terbukanya kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Sebaran ini tercermin dalam visi dan misi Kabupaten Subang untuk mewujudkan pertanian tangguh yang berwawasan agribisnis dan agrobisnis, agrowisata yang ramah lingkungan dengan penerapan teknologi lokal spesifik. Usaha-usaha yang dilakukan dalam sektor pertanian diarahkan pada program intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian dengan komoditas unggulan masing-masing subsektor yang dibiayai ole dana APBN dan APBD. Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian tempat meter dpl, terletak diantara garis meridian 7 o 50 bujur barat, 68 o 45 bujur timur, 1 o 23 lintang selatan dan 1 o 43 lintang utara, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Indramanyu dan Subang, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Dari segi administrasi pemerintahan, Kabupaten Sumedang meliputi 26 kecamatan, 262 desa dan 7 kelurahan. Dari segi pelayanan penyuluhan pertanian Kabupaten Sumedang dibagi kedalam 9 Unit Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang didukung oleh 1814 Kelompoktani, 307 Kelompok/regu Pengendali Hama, 376 Kelompok Petani Pemakai Air (P3A), 12 Kelompok Penangkar Benih dan 9 Kelompok Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA). Jumlah penduduk Kabupaten Sumedang (Survei Sosial Ekonomi Daerah, 2006) sebanyak orang terdiri dari orang penduduk laki-laki

3 dan orang penduduk perempuan, dengan rata-rata penduduk per km sebanyak 1073 orang. Mata pencaharian sebagian besar penduduk pada sektor pertanian dengan berbagai usahatani di bidang tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Luas lahan di Kabupaten Sumedang sebesar ha dengan berbagai jenis penggunaan. Untuk lahan sawah seluas ha dan sisanya lahan darat. Dari luas lahan sawah tersebut, ha ditanami padi sawah dua kali dalam setahun dan ha ditanamai padi sawah satu kali dalam setahun. Lahan darat diperuntukkan pekarangan, tegalan, perkebunan, kolam, hutan rakyat dan negara serta penggunaan lainnya. Produksi utama pertanian adalah padi sawah, palawija seperti ubikayu, jagung, kacang tanah dan hijau, hortikultura seperti cabe, kacang merah, tomat dan mentimun, ternak seperti sapi potong, sapi perah, domba dan ayam buras, serta ikan. Kabupaten Garut Kabupaten Garut secara geografis terletak antara lintang selatan dan bujur timur, dengan batas wilayah sebagai berikut; sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Sumedang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Cianjur. Dari segi administrasi pemerintahan, Kabupaten Garut terdiri dari 42 kecamatan dengan 424 desa atau kelurahan. Dari segi pelayanan penyuluhan Kabupaten Garut didukung oleh kelembagaan penyuluhan yang terdiri dari Kantor Pengembangan SDM Pertanian dan Ketahanan Pangan berada di tingkat kabupaten yang melayani semua kegiatan penyuluhan. 42 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), 6 Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S), 147 Pos Pelayanan Penyuluhan (Posyanluh), 1314 kelompok Tani Hamparan dan Domisili, 146 Kelompok Wanita Tani, 79 Kelompok Tarunatani, 240 Kelompok P3A Mitra Cai, 587 Kelompok Petani Kecil (KPK), 95 Gabungan Kelompok Tani, 14 Asosiasi Tani, 31 Kelompok Lumbung Pangan Masyarakat, 79

4 Kelompok Pelestarian Alam, 43 Kelompok KTNA kabupaten dan kecamatan, 34 Koperasi Tani Nelayan. Berdasarkan data BPS 2005, jumlah penduduk Kabupaten Garut tercatat sebanyak jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 730 orang/km 2. Tingkat pendidikan masih didominasi tingginya jumlah lulusan SD/MT sebanyak 44%, tidak sekolah/belum lulus SD 27%, lulusan SLTP 17%, lulusan SLTA 11% dan Perguruan Tinggi 2%. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah usaha di bidang pertanian, industri dan jasa. Luas lahan di Kabupaten Garut adalah ha dengan berbagai jenis penggunaan. Untuk lahan sawah seluas ha, lahan darat seluas ha, perairan darat seluas 2038 ha dan penggunaan lahan lainnya seluas ha. Porduksi komoditas penting di Kabupaten Garut adalah (1) pangan nabati meliputi padi, jagung, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan, (2) pangan hewani meliputi daging sapi, kerbau, kambing, ayam, telur dan susu. Produksi pertanian tersebut untuk pemenuhan pasar lokal dan untuk pemenuhan ibu kota Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 6º10-6º47 Lintang Selatan dan 106º21-107º13 Bujur Timur, dengan batas wilayah; sebelah utara DKI Jakarta, Kabupaten Tanggerang, Bekasi dan Depok; sebelah timur Kabupaten Cianjur dan Karawang; sebelah barat Kabupaten Lebak; sebelah selatan Kabupaten Sukabumi dan sebelah tengah dengan kota Bogor. Dari segi pemerintahan Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, 425 desa dan 15 kelurahan. Dari segi pelayanan penyuluhan terdiri dari 12 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Penyuluhan, 8 UPTD Pos Kewan dan Penyuluhan Peternakan, 2125 Kelompoktani, 435 Kelompok Petani Kecil, 7 Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya, 207 Gabungan Kelompok Tani, 61 Koperasi Tani, 35 KTNA, 3 Ikamaja, 861 Kelompok Wanita Tani, 662 Kelompok Taruna Tani, 30 Unit Pemakai Jasa Alat Pertanian (UPJA), serta 1097 kelembagaan yang bergerak di bidang pertanian dan kehutanan.

5 Berdasarkan data Kabupaten Bogor dalam angka 2005, jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebanyak jiwa terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan jiwa dengan jumlah kepala keluarga KK. Tingkat pendidikan sebagian besar masih didominasi lulusan SD dan tidak bersekolah lagi serta sisanya lulusan SLTP, SLTA dan Peguruan Tinggi Mata pencaharian penduduk bervariasi mulai dari sektor pertanian, idustri, perrdagangan, komunikasi, jasa, kontruksi, keuangan, pertambangan, gas, listrik dan air minum. Luas lahan Kabupaten Bogor adalah ha dengan rincian untuk pertanian ha, kehutanan ha, perkebunan ha, dan penggunaan lainnya ha. Komoditas pertanian yang dihasilkan meliputi padi, jagung, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan, pala, cengkeh, kopi dan tanaman obat-obatan, serta peternakan seperti daging sapi, kambing, ayam dan telur. Pemasaran komoditas tersebut selain untuk konsumsi lokal terutama untuk dipasarkan ke wilayah Jakarta. Gambaran Umum Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Gambaran umum penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian dilihat dari aspek sebaran jumlah penyuluh, ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa, pendidikan formal dan non formal penyuluh, jenis kelamin, jabatan fungsional dan bidang spesialisasi penyuluh disajikan pada Tabel Sebaran Jumlah Penyuluh Sebaran jumlah penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 22. Dari Tabel 22 terlihat bahwa jumlah penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian sebanyak 793 orang, dengan rincian 744 penyuluh berada di tingkat lapangan dan sebanyak 49 penyuluh berada di tingkat kabupaten. Kabupaten Garut dan Bogor memiliki jumlah penyuluh yang lebih banyak yaitu 221 dan 200 dibandingkan dengan Kabupaten Subang dan Sumedang masing masing 187 dan

6 Tabel 22. Sebaran Jumlah Penyuluh di Empat Kabupaten Penelitian Kabupaten Uraian Subang Sumedang Garut Bogor Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Penyuluh tingkat kabupaten Penyuluh tingkat lapangan Penyuluh bantu Jumlah penyuluh. Kondisi ini dimungkinkan karena Kabupaten Garut dan Bogor memiliki wilayah yang lebih luas dan jumlah desa yang lebih banyak. Ketidakseimbangan antara Jumlah Penyuluh dengan Jumlah Desa Ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Perbandingan antara Jumlah Penyuluh dengan Jumlah Desa Di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Kabupaten Subang Sumedang Garut Bogor Uraian Jumlah desa (buah) Jumlah penyuluh tingkat lapangan Kebutuhan penyuluh (orang) Perbandingan jumlah penyuluh dengan desa Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) :1.52 1:1.56 1:1.99 1:2.33 1:2.13 % Dari Tabel 23 terlihat bahwa jumlah desa di empat kabupaten lokasi penelitian sebanyak 1371 desa, dan jumlah penyuluh di tingkat lapangan sebanyak 743 orang. Jika diasumsikan setiap penyuluh menangani satu desa, maka bisa

7 diprediksikan di empat kabupaten lokasi penelitian masih membutuhkan 627 penyuluh (46 persen) atau dengan perbandingan 1 penyuluh : 2 desa. Untuk Kabupaten Bogor dan Garut terjadi ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa yang cukup besar, masing-masing kabupaten masih membutuhkan 225 dan 203 penyuluh dibandingkan dengan Kabupaten Subang dan Sumedang yang masing-masing membutuhkan 96 dan 86 penyuluh. Kondisi ini dimungkinkan, karena Kabupaten Bogor dan Garut memiliki wilayah yang lebih luas dan jumlah desa yang lebih banyak yaitu masing-masing 425 dan 424 desa dibanding dengan Kabupaten Subang dan Sumedang masing-masing dengan jumlah 264 dan 225 desa. Hasil wawancara dengan salah seorang penyuluh di Kabupaten Garut mengatakan bahwa wilayah kerja seorang penyuluh terlalu luas sehingga kadang tidak semua petani bisa terlayani oleh penyuluh. Lebih jauh dikemukakan bahwa untuk tahun ini sudah ada penambahan atau rekrutmen penyuluh bantu, tetapi jumlahnya masih jauh dengan kebutuhan yang ada, untuk Kabupaten Sumedang, Garut, Bogor dan Subang masing-masing adalah 30, 22, 15 dan 13 penyuluh bantu. Sebaran Pendidikan Formal dan Non Formal Penyuluh Pendidikan formal dan non formal penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 24. Dari Tabel 24 terlihat bahwa sebanyak 253 penyuluh (96 persen) berpendidikan S1 atau D4 dan sisanya 11 penyuluh (4 persen) berpendidikan S2. Hal ini dimungkinkan karena responden dalam penelitian ini adalah penyuluh pertanian pegawai negeri sipil yang berpendidikan minimal S1 atau setara D4. Jika ditelusuri lebih jauh, terlihat bahwa penyuluh yang sejak masuk menjadi penyuluh berasal dari pendidikan S1 murni berjumlah sekitar 25 penyuluh, sisanya sebanyak 239 penyuluh berasal dari pendidikan S1 yang diperoleh melalui berbagai cara seperti pendidikan di STTP, sekolah jarak jauh, dan kuliah di perguruan tinggi swasta yang disesuaikan dengan waktu penyuluh.

8 No Tabel 24. Jumlah Penyuluh Menurut Pendidikan Formal dan Non Formal di Empat Kabupaten lokasi Penelitian (n=264)* Kabupaten Uraian Subang (n=81) Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) Jml % Jml % Jml % Jml % 1 Pendidikan formal a. D4 /S b. S Pendidikan non formal a. Belum mengikuti penjenjangan b. Belum mengikuti diklat alih fungsi 3 Rataan mengikuti pelatihan dalam 3 tahun terakhir (kali) Keterangan: * Penyuluh Sarjana Jml % Dari sisi pendidikan non formal sebanyak 264 orang belum mengikuti pelatihan penjenjangan, sebanyak 239 orang belum mengikuti diklat alih fungsi dan rataan mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terakhir berkisar 1-2 kali. Dari jumlah 264 responden yang belum mengikuti diklat penjenjangan ini disebabkan pola diklat penjenjangan bagi penyuluh belum berjalan sebagaimana mestinya. Dari jumlah 239 responden yang belum mengikuti diklat alih fungsi ini disebabkan banyaknya penyuluh yang telah mengikuti pendidikan ke jenjang S1 atau D4 dan belum berjalannya diklat alih fungsi bagi penyuluh. Rendahnya responden mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terakhir ini disebabkan jumlah pelatihan yang diseselenggarakan oleh lembaga/balai pelatihan belum sesuai dengan jumlah penyuluh yang ada. Sebaran Jenis Kelamin Penyuluh Sebaran jenis kelamin penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 25.

9 Tabel 25. Sebaran Jenis Kelamin Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264)* Kabupaten Jenis Kelamin Subang (n=81) Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) Jumlah Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Laki laki Perempuan Total Keterangan: * Penyuluh Sarjana Dari Tabel 25 terlihat bahwa penyuluh laki-laki lebih banyak dari pada perempuan yaitu, sebanyak 219 orang (83 persen) dan perempuan 45 orang (17 persen) atau 5:1. Kondisi ini dimungkinkan karena pekerjaan sebagai penyuluh lebih banyak di lapangan, sehingga minat perempuan untuk menjadi penyuluh cenderung sedikit di banding laki-laki. Sebaran Jabatan Fungsional Penyuluh Sebaran jabatan fungsional penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Sebaran Jabatan Fungsional Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264)* Kabupaten Jafung Subang Sumedang Garut Bogor Jumlah (n=81) (n=36) (n=83) (n=64) Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Penyuluh Penyelia Penyuluh Pertama Penyuluh Muda Penyuluh Madya Jumlah Keterangan: * Penyuluh Sarjana Dari Tabel 26 terlihat bahwa jabatan fungsional penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian yang paling banyak adalah jabatan fungsional penyuluh pertanian muda sebanyak 111 orang, diikuti jabatan fungsional penyuluh pertanian pertama, penyelia dan madya masing-masing 53 dan 50 orang.

10 Dari empat kabupaten yang ada, Kabupaten Garut memiliki jumlah jabatan fungsional penyuluh madya lebih besar yaitu 22 orang dibanding dengan Kabupaten Subang, Sumedang dan Bogor masing-masing 11, 9 dan 8 orang. Kondisi ini, jika dikaitkan dengan jenis kebutuhan pelatihan penjenjangan penyuluh, maka sebagian besar penyuluh masih membutuhkan pelatihan penjenjangan khususnya penjenjangan tingkat madya. Sebaran Bidang Spesialisasi Penyuluh Sebaran bidang spesialisasi penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Sebaran Bidang Spesialisasi Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264)* Kabupaten Subang Sumedang Garut Bogor Jumlah Bidang Spesialisasi (n=81) (n=36) (n=83) (n=64) Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Tanaman pangan Peternakan Perikanan Perkebunan Hortikultura Agribisnis Sosial ekonomi Jumlah Keterangan: * Penyuluh Sarjana Dari Tabel 27 terlihat bahwa bidang spesialisasi tanaman pangan berjumlah 201 orang lebih banyak dibanding bidang spesialisasi perkebunan, peternakan, perikanan, sosial ekonomi, hortikultura dan agribisnis masing-masing berjumlah 17, 16, 16, 11, 2 dan 1 orang. Kondisi ini dimungkinkan karena di empat kabupaten lokasi penelitian komoditas padi dan palawija masih menjadi komoditas pangan prioritas, sehingga jumlah penyuluh bidang spesialisasi tanaman pangan lebih banyak dari pada bidang spesialisasi lainnya.

11 Pelatihan Penyuluhan yang Diselenggarakan Lembaga Diklat Pelatihan penyuluhan yang diselenggarakan oleh lembaga diklat lingkup pertanian di Jawa Barat disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Jenis Pelatihan Penyuluhan yang Diselenggarakan Lembaga Diklat Tahun 2006 Jumlah Jenis Perlatihan Lama Peserta Penyelenggara (hari) (orang) (1) Diklat dasar penyuluh ahli (2) Diklat multi media bagi penyuluh (3) Agribisnis hortikultura (4) Pengembangan kelembagaan (5) Pasca panen hortikultura (6) Pengendalian penyakit ternak PMPSDMP Ciawi sda BBDAH Kayu Ambon sda sda BBDAPKH Cinagara Sumber Dana APBN sda Keterangan: PMPSDMP : Pusat Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian BBDAH : Balai Besar Diklat Agribisnis dan Hortikultura BBDAPKH : Balai Besar Diklai Agribisnis Peternakan dan Kesehatan Hewan sda sda sda sda Dari Tabel 28 terlihat bahwa terdapat enam jenis pelatihan penyuluhan yang diselenggarakan oleh lembaga/balai pelatihan pada tahun Jumlah penyuluh yang dilatih selama setahun terakhir sebanyak 190 penyuluh, sedangkan jumlah penyuluh yang ada di empat kabupaten lokasi penelitian sebanyak 793 orang. Dari segi jumlah terlihat bahwa pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga/balai pelatihan kurang sebangding dengan jumlah penyuluh yang ada atau dalam setahun terakhir rata-rata penyuluh hanya mengikuti satu kali pelatihan atau bahkan tidak pernah sama sekali. Dari jumlah hari yang disediakan untuk pelatihan rata-rata 7 hari atau 48 jam efektif berlatih (1 hari = 8 jam berlatih). Untuk jenis-jenis pelatihan tertentu seperti pengembangan kelembagaan dan pasca panen jumlah jam sebanding dengan materi, tetapi untuk jenis-jenis pelatihan seperti perencanaan parsitipatif, dasar penyuluhan dan manajemen agribisnis jumlah jam yang disediakan dirasakan kurang sebanding dengan bobot materi yang diberikan. Dari aspek meteri yang dilatihkan terlihat ada ketidaksesuaian dengan kompetensi penyuluh seperti pelatihan dasar dan multi media. Kedua pelatihan ini kurang sejalan dengan peningkatan kompetensi penyuluh karena mereka yang

12 dilatih sudah berpengalaman cukup lama sehingga kurang sesuai lagi kalau mengikuti pelatihan dasar dan pelatihan multi media yang diberikan kurang sesuai dengan tuntutan perubahan yang ada seperti penggunaaan dan pemanfaatan internet terkait dengan tugas-tugas penyuluh. Lembaga/balai pelatihan yang ada, tidak hanya menyelenggarakan pelatihan untuk penyuluh tetapi juga pelatihan untuk petugas dan petani. Jumlah pelatihan untuk penyuluh jumlahnya kurang memadai dengan jumlah penyuluh yang ada. Hal ini dimungkinkan karena jenis pelatihan yang diselenggarakan bukan spesifik untuk penyuluh tetapi lebih berorientasi pada program-program pusat dan sesuai dengan spesifik lembaga/balai pelatihan yang ada. Kecenderungan Kebutuhan Pelatihan bagi Penyuluh Kecenderungan kebutuhan pelatihan penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Kecenderungan Kebutuhan Pelatihan Bagi Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264) Jenis Pelatihan Kecenderungan Kebutuhan Pelatihan Pelatihan (1) Penjenjangan tingkat madya penjenjangan (2) Penjenjangan tingkat muda Pelatihan manajemen Pelatihan teknis (1) Manajemen agribisnis (off farm) (2) Manajemen multimedia seperti penggunaan dan pemanfaatan internet terkait dengan tugas, penyusunan materi dalam bentuk seperti folder, brosur dan poster melalui media komputer. (3) Manajemen penyuluhan seperti PRA, problem solving dan evaluasi dampak penyuluhan. (4) Kepemipinan, pengembangan kelompok (5) Kewirausahaan (1) Teknis tanaman pangan seperti PHT dan pasca panen (2) Teknis perkebunan seperti pasca panen dan PHT (3) Teknis peternakan seperti pakan ternak, PHT dan pasca panen (4) Teknis perikanan seperti pembenihan, pasca panen dan PHT (5) Teknis penulisan karya ilmiah bidang penyuluhan (6) Teknis fungsional seperti pelatihan alih fungsi dari jabatan fungsional penyuluh trampil ke penyuluh ahli

13 Dari Tabel 29 terlihat bahwa untuk pelatihan penjenjangan sebagian besar penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian masih membutuhkan pelatihan penjenjangan tingkat madya dan muda. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar jabatan fungsional penyuluh adalah penyuluh pertanian muda (111 orang) yang akan naik ke jenjang penyuluh ahli madya dan sekitar 50 orang penyuluh pertanian madya juga belum mengikuti pelatihan penjejangan tingkat madya. Dari jenis pelatihan manajemen, pelatihan yang dibutuhkan penyuluh meliputi manajemen agribisnis (off farm), manajemen multi media seperti penggunaan dan pemanfaaatan internet terkait dengan tugas penyuluh, pembuatan bahan publikasi dalam bentuk multi media dengan komputer, manajemen penyuluhan dan kewirausahaan. Kondisi ini dimungkinkan karena adanya tuntutan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang sehingga penyuluh perlu pelatihan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Dari aspek pelatihan teknis, untuk bidang tanaman pangan penyuluh masih membutuhkan pelatihan seperti PHT dan pasca panen. Untuk bidang perkebunan seperti pasca panen dan PHT. Untuk peternakan seperti pakan ternak, PHT dan pasca panen. Untuk bidang perikanan seperti pembenihan, pasca panen dan PHT. Selain pelatihan teknis sesuai dengan bidang spesialisasinya, penyuluh juga memerlukan pelatihan teknis penulisan karya ilmiah bidang penyuluhan. Kondisi ini dimungkinkan karena disesuaikan dengan jabatan fungsional penyuluh (jabatan fungsional muda dan madya) dan tugas-tugas pokok yang harus dikerjakan. Pelatihan teknis fungsional seperti pelatihan alih fungsi dari jabatan fungsional Penyuluh Terampil ke Penyuluh Ahli juga masih dibutuhkan oleh penyuluh. Kondisi ini mengindikasikan bahwa banyak penyuluh yang sebelumnya penyuluh trampil karena adanya peningkatan pendidikan formal (S1) mereka menjadi Penyuluh Ahli, sedangkan persyaratan untuk menjadi Penyuluh Ahli dengan mengikuti pelatihan alih fungsi belum semua terpenuhi. Sebaran Karakteristik Pribadi Penyuluh Sebaran persentase dan rataan skor karakterisik pribadi penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 30.

14 Karakteristik Pribadi Penyuluh (X 1.1 ) Umur (X 1.2 ) Pengalaman Kerja (X 1.3 ) Pendidikan non formal (X 1.4 ) Kekosmopolita n (X 1.5a ) Motivasi Intrinsik (X 1.5b ) Motivasi Ekstrinsik Tabel 30. Sebaran Persentase dan Rataan Skor Karakteristik Pribadi Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264) Kabutpaten Rataan Skor Kategori Rataan Subang Sumedang Garut Bogor (n=81) (n=36) (n=83) (n=64) (%) % RS % RS % RS % RS 42 tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Keterangan : RS = Rataan Skor 0 25 = Sangat rendah, = Rendah, = Sedang, = Tinggi Dari Tabel 30 terlihat bahwa 57 persen umur responden di empat kabupaten lokasi penelitian diatas 48 tahun dengan rataan umur 49 tahun. Hal ini bermakna bahwa umur responden di empat kabupaten lokasi penelitian terkait dengan tugas sebagai penyuluh relatif cukup tua. Jika dikaitkan dengan usia pensiun penyuluh yaitu 60 tahun, maka bisa diperkirakan mulai sekarang hingga 10 tahun ke depan jumlah responden akan berkurang sebanyak 57 persen. Kondisi ini perlu menjadi pertimbangan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk merekrut penyuluh baru sesuai dengan kebutuhan masing-masing kabupaten. Pengalaman kerja penyuluh berbanding lurus dengan umur penyuluh, artinya semakin tua umur penyuluh pengalaman kerja semakin lama. Rata-rata 64 persen penyuluh memiliki pengalaman kerja di atas 18 tahun dengan rataan 25 tahun. Hal ini bermakna bahwa pengalaman kerja responden di empat kabupaten lokasi penelitian terkait dengan tugas sebagai penyuluh relatif lama.

15 Dari aspek kekosmopolitan terlihat bahwa rata-rata 55 persen penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian memiliki tingkat kekosmopolitan sangat rendah sampai rendah dengan rataan skor 22. Terdapat keragaman tingkat kekosmopolitan penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian. Kabupaten Subang dan Bogor memiliki tingkat kekosmopolitan yang lebih tinggi yaitu masing-masing 27 dan 26 (tergolong rendah) dibandingkan dengan Kabupaten Garut dan Sumedang masing-masing 18 dan 17 (tergolong sangat rendah). Perbedaan tingkat kekosmopolitan ini disebabkan penyuluh di Kabupaten Subang dan Bogor lebih sering berinteraksi dengan sumber-sumber IPTEK seperti lembaga penelitian dan lebih banyak memanfaatkan media massa yang ada dibanding dengan Kabupaten Garut dan Sumedang. Kondisi ini dimungkinkan karena Kabupaten Subang dan Bogor relatif lebih dekat dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi seperti Balai Penelitian Padi dan IPB, serta dekat dengan ibu kota negara sehingga memungkinkan penyuluh lebih mudah mengakses informasi untuk pengembangan penyuluhan dari pada Kabupaten Garut dan Sumedang. Dari aspek pendidikan non formal, rata-rata 60 persen penyuluh memiliki tingkat pendidikan non formal sangat rendah dengan rataan skor 27. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar penyuluh kurang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terakhir yang diselenggarakan oleh lembaga/balai pelatihan terkait dengan peningkatan kompetensi yang dibutuhkan. Terdapat keragaman tingkat pendidikan non formal penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian. Kabupaten Bogor dan Subang memiliki rataan skor tingkat pendidikan non formal yang lebih baik masingmasing 41 dan 27 dibanding dengan Kabupaten Garut dan Sumedang dengan masing-masing rataan skor 22 dan 19. Perbedaan pendidikan non formal ini disebabkan Kabupaten Bogor dan Subang lebih dekat dengan lembaga/ balai pelatihan seperti PPMKP Ciawi, BBDAPKH Cinagara, dan BBDAH Kayu Ambon Lembang, sehingga penyuluh lebih memungkinkan untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga/balai tersebut. Dari aspek motivasi intrinsik, rata-rata 51 persen penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian memiliki tingkat motivasi intrinsik yang rendah

16 dengan rataan skor 40. Hal ini mengindikasikan bahwa dorongan dan keinginan dari dalam diri penyuluh untuk meningkatkan prestasi dan mempelajari hal-hal baru terkait dengan peningkatan kompetensi relatif adalah rendah. Tidak terdapat keragaman tingkat motivasi intrinsik penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong rendah). Dari aspek motivasi ekstrinsik rata-rata 48 persen penyuluh memiliki tingkat motivasi ekstrinsik yang rendah dengan rataan skor 47. Hal ini mengindikasikan bahwa dorongan dari luar diri penyuluh terkait dengan peningkatan kompetensi penyuluh rendah yang ditunjukkan oleh lemahnya dukungan kelembagaan terhadap peningkatan kompetensi penyuluh, kurang ada kejelasan karir penyuluh, dan pekerjaan sebagai penyuluh kurang sejalan dengan imbalan yang diterima. Tidak terdapat keragaman tingkat motivasi ekstrinsik di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong rendah). Sebaran Pendapat Penyuluh tentang Karakteristik Lingkungan Sebaran pendapat dan rataan skor penyuluh tentang karakteristik lingkungan di empat kabupaten lokasi penelitian adalah rendah (Tabel 31) Dari Tabel 31 terlihat bahwa rata-rata lebih 46 persen penyuluh menyatakan bahwa kebijakan Pemda terhadap penyelenggaraan penyuluhan kurang mendukung dengan rataan skor 41. Hal ini mengindikasikan bahwa komitmen kebijakan Pemda terhadap pendanaan penyelenggaraan penyuluhan kurang memadai. Tidak terdapat keragaman kebijakan Pemda dalam penyelenggaraan penyuluhan di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong rendah). Dari aspek struktur organisasi rata-rata 68 persen responden menyatakan struktur organisasi di empat kabupaten lokasi penelitian cukup kondusif dengan rataan skor 55. Hal ini bermakna bahwa di empat kabupaten lokasi penelitian peranan kelembagaan penyuluhan cukup kondusif dalam mendukung penyelenggaraan penyuluhan. Tidak terdapat keragaman struktur organisasi di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong cukup kondusif).

17 Peubah Karakteristik Lingkungan Penyuluh (X 2.1 ) Kebijakan Pemda (X 2.2 ) Struktur Organisasi (X 2.3 ) Dukungan Teknologi (X 2.4 ) Dukungan sarana X 2.5 ) Pola kepemimpinan Tabel 31. Sebaran Pendapat dan Rataan Skor Penyuluh tentang Karakteristik Lingkungan di Empat Kabupaten Penelitian (n=264) Kabupaten Rata- Kategori Subang Sumedang Garut Bogor an (n=81) (n=36) (n=83) (n=64) (%) Tidak mendukung Kurang mendukung Cukup mendukung Mendukung Tidak kondusif Kurang kondusif Cukup kondusif Kondusif Tidak mendukung Kurang mendukung Cukup mendukung Mendukung Tidak mendukung Kurang mendukung Cukup mendukung Mendukung % RS % RS % RS % RS Rataan Skor Tidak demokratis Kurang demokratis Cukup demokratis Demokratis Total rataan skor Keterangan : RS = Rataan Skor 0 25 = Sangat rendah, = Rendah, = Sedang, = Tinggi Dari aspek dukungan teknologi rata-rata 43 persen responden menyatakan dukungan teknologi yang ada dirasakan kurang mendukung dengan rataan skor 46. Hal ini bermakna bahwa ketersediaan dan keterjangkauan teknologi spesifik lokasi yang dibutuhkan penyuluh terkait dengan tugasnya di empat kabupaten lokasi penelitian masih terbatas. Tidak terdapat keragaman dukungan teknologi di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong kurang mendukung). Dari aspek dukungan sarana, rata-rata 55 persen responden menyatakan dukungan sarana yang ada kurang memadai dengan rataan skor 42. Hal ini berarti bahwa ketersediaan sarana penyuluhan seperti transportasi, komunikasi, audio visual dan bahan-bahan publikasi kurang tersedia dan sulit dijangkau saat diperlukan oleh penyuluh. Tidak terdapat keragaman dukungan sarana penyuluhan di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong kurang mendukung). Dari aspek pola kepemimpinan rata-rata 45 persen responden di empat kabupaten lokasi penelitian menyatakan bahwa pola kepemimpinan yang ada

18 kurang demokratis dengan rataan skor 46. Hal ini bermakna bahwa pola kepemimpinan yang ditunjukkan oleh pimpinan lembaga tempat bertugas penyuluh terkait dengan pengambilan keputusan kurang mempertimbangkan aspirasi penyuluh, dan distribusi pembagian kekuasaan dan kewenangan terhadap penyuluh belum merata. Tidak terdapat keragaman pola kepemimpinan di empat kabupaten lokasi penelitian semuanya tergolong kurang demokratis. Pendapat Penyuluh tentang Efektivitas Pelatihan Pendapat penyuluh tentang efektivitas pelatihan penyuluhan di empat kabupaten lokasi penelitian adalah rendah dengan rataan skor 46 (Tabel 32). Tabel 32. Sebaran Pendapat dan Rataan Skor Penyuluh tentang Efektivitas Pelatihan di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n-264) Kabupaten Peubah pelatihan Penyuluh (X 3.1 ) Perencanaan pelatihan (X 3.2 ) Pelaksanaan pelatihan (X 3.3 ) Evaluasi pelatihan Kategori Tidak sesuai Kurang sesuai Cukup sesuai Sesuai Tidak efektif Kurang efektif Cukup efektif Efektif Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Subang (n=81 Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) % RS % RS % RS % R S Rataan (%) Total rataan skor Keterangan : RS = Rataan Skor 0 25 = Sangat rendah, = Rendah, = Sedang, = Tinggi Rataan skor Dari Tabel 32 terlihat bahwa dari aspek perencanaan pelatihan, rata-rata 65 persen responden menyatakan bahwa kurang ada kesesuaian perencanaan pelatihan dengan kebutuhan penyuluh. Hal ini ditunjukkan rata-rata lebih 54 persen respoden di empat kabupaten lokasi penelitian menyatakan bahwa kurang ada kesesuaian antara materi/kurikulum dengan kompetensi penyuluh, rata-rata lebih 49 persen responden menyatakan bobot materi yang disampaikan kurang sesuai atau sebanding dengan jumlah jam yang ada, rata-rata lebih 58 persen responden menyatakan bahwa frekuensi pelatihan yang dilaksanakan oleh

19 lembaga/balai pelatihan belum bisa diikuti oleh semua penyuluh (Lampiran 5).Tidak terdapat keragaman rataan skor perencanaan pelatihan di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong kurang sesuai). Berikut pendapat salah seorang responden di Kabupaten Garut terkait dengan pelatihan penyuluhan:..... dalam beberapa tahun terakhir pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga/balai pelatihan sangat terbatas, sehingga belum semua penyuluh mendapat kesempatan mengikuti pelatihan terkait dengan peningkatan kompetensinya. Kalaupun ada kesempatan pelatihan, kadang kurang terdistribusi kepada penyuluh secara merata khususnya yang ada di tingkat lapangan. Dari aspek pelaksanaan pelatihan, rata-rata 61 persen responden menyatakan bahwa pelatihan penyuluhan yang diselenggarakan lembaga/balai pelatihan kurang efektif. Hal ini ditunjukkan rata-rata 62 persen responden menyatakan materi yang disampaikan oleh widyaswara/fasilitator kurang bisa dipahami, rata-rata 60 persen responden menyatakan bahwa penerapan metode belajar kurang tepat (metode ceramah lebih mendominasi dibanding dengan diskusi dan praktek), rata-rata 54 persen responden menyatakan penggunaan alat bantu mengajar kurang tepat dan kurang bervariasi, rata-rata 56 persen responden menyatakan bahwa manfaat hasil belajar dirasakan masih kurang relevan dengan peningkatan kompetensi yang dibutuhkan di tempat kerja (Lampiran 5). Terkait dengan hasil belajar, beberapa penyuluh menyatakan bahwa setelah mengikuti pelatihan memang diakui ada peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan, tetapi ketika hasilnya diaplikasikan di tempat tugas dirasakan kurang relevan, karena hasil belajar berbeda dengan program dinas/kantor lingkup pertanian di tingkat kabupaten sehingga setelah selesai mengikuti pelatihan dan kembali ke tempat tugas kurang mendapat dukungan dari kelembagaan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa dalam penyelenggaraan pelatihan kurang ada koordinasi antara lembaga/balai pelatihan dengan dinas/kantor lingkup pertanian di tingkat kabupaten yang menangani penyuluhan. Materi pelatihan cenderung disesuaikan dengan program-program pusat (top down) dan kurang didasarkan pada kebutuhan penyuluh di masing-masing tempat tugas (need asscessment). Tidak terdapat keragaman pendapat penyuluh tentang efektivitas pelaksanaan

20 pelatihan penyuluhan di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong kurang efektif). Dari aspek evaluasi pelatihan rata-rata 69 persen responden menyatakan bahwa evaluasi pelatihan relatif baik. Hal ini mengindikasikan bahwa penyelenggara pelatihan penyuluhan cukup konsisten dalam melakukan evaluasi awal, tengah dan akhir serta evaluasi penyelenggaraan pelatihan. Terdapat keragaman pendapat penyuluh tentang evaluasi pelatihan di empat kabupaten lokasi penelitian. Dari tiga kabupaten yang ada yaitu Kabupaten Bogor, Subang dan Garut rata-rata diatas 55 persen penyuluh menyatakan bahwa evaluasi pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga/balai pelatihan relatif baik, artinya penyelenggara pelatihan sudah melaksanakan evaluasi seperti evaluasi awal dan akhir serta evaluasi penyelenggaraan dibanding dengan Kabupaten Sumedang yang hanya 42 persen. Dalam kaitannya dengan evaluasi pelatihan penyuluhan, berikut pendapat salah seorang respoden di Kabupaten Bogor;......walaupun evaluasi sudah dilaksanakan secara konsisten, hasil evaluasi belum ditindaklanjuti dengan baik oleh lembaga/balai pelatihan, sehingga pelatihan bagi penyuluh yang dilaksanakan dari tahun ke tahun masih berjalan kurang efektif. Pendapat Penyuluh tentang Pengembangan Diri Pendapat penyuluh tentang pengembangan diri di empat kabupaten lokasi penelitian adalah rendah dengan rataan skor 45 (Tabel 33). Dari Tabel 33 terlihat bahwa 49 persen penyuluh menyatakan bahwa tingkat kemandirian belajar penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian cukup mandiri. Hal ini bermakna bahwa penyuluh sudah memiliki kemandirian belajar yang cukup mandiri tetapi belum didukung oleh sumber dan sarana belajar yang cukup tersedia, ketersediaan materi belajar yang belum sesuai dengan kebutuhan kompetensi penyuluh, interaksi penyuluh dengan sumber belajar masih rendah dan minat belajar penyuluh terkait dengan peningkatan kompetensinya masih relatih rendah. Terdapat keragaman kemandirian belajar penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian. Kabupaten Bogor memiliki tingkat kemandirian

21 belajar relatif baik dengan rataan skor 51 dibanding dengan Kabupaten Subang, Sumedang dan Garut dengan rataan skor masing-masing 49, 48, dan 45. Hal ini dimungkinkan karena Kabupaten Bogor lebih dekat dengan sumber-sumber IPTEK seperti lembaga penelitian dan IPB serta dekat dengan ibu kota negara, sehingga memudahkan penyuluh untuk mengakses informasi dibanding dengan Kabupaten Subang, Garut dan Sumedang. Tabel 33. Pendapat Responden tentang Pengembangan Diri di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264) Kabupaten Peubah Rataaan Rata- Subang Sumedang Garut Bogor Pengembangan Kategori (n=81) (n=36) (n=83) (n=64) Diri (%) skor % RS % RS % RS % RS (X 4.1 ) Tidak mandiri Kemandirian Kurang mandiri Belajar Cukup mandiri Penyuluh Mandiri (X 4.2 ) Tidak berkembang Pengembangan Kurang berkembang Cukup berkembang Karir Penyuluh Berkembang Total rataan skor Keterangan : RS = Rataan Skor 0 25 = Sangat rendah, = Rendah, = Sedang, = Tinggi Dari aspek pengembangan karir terlihat bahwa lebih 47 persen penyuluh menyatakan bahwa tingkat pengembangan karir penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian kurang berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh di empat kabpaten lokasi penelitian kurang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi dan mengikuti kegiatan seperti seminar, lokakarya dan pelatihan bidang penyuluhan, kurang ada kejelasan promosi karir dan sistem penghargaan penyuluh dirasakan kurang menarik. Tidak terdapat keragaman tingkat pengembangan karir penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong kurang berkembang). Jenis-jenis Kompetensi yang Diperlukan Penyuluh Kompetensi penyuluh merupakan kemampuan dan kewenangan bertindak penyuluh yang didasarkan pada pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan tugas

22 pokok penyuluh pertanian, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara No. 19/KEP/MK.Waspan/5/ 1999, ada enam aspek kompetensi yang perlu dimiliki oleh penyuluh pertanian yaitu: (1) persiapan penyuluhan pertanian yang meliputi identifikasi potensi wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan pertanian dan penyusunan rencana kerja penyuluh pertanian, (2) pelaksanaan penyuluhan pertanian yang meliputi penyusunan materi penyuluhan pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan keswadayaan masyarakat, (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan pertanian, (4) pengembangan penyuluhan pertanian yang meliputi penyusunan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyuluhan pertanian, perumusan kajian arah kebijaksanaan pengembangan pneyuluhan pertanian dan pengembangan metode dan sistem kerja penyuluhan pertanian, (5) pengembangan profesi penyuluhan pertanian yang meliputi penyusunan karya tulis ilmiah dan ilmiah populer bidang penyuluhan pertanian, penerjemahan atau penyaduran buku penyuluhan pertanian dan bimbingan penyuluh pertanian, dan (6) penunjang penyuluhan pertanian seperti seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian. Berdasarkan kebutuhan pembangunan masyarakat Sumardjo (2006:6) mengemukakan beberapa aspek kompetensi bagi penyuluh sarjana yaitu (1) pemetaan agroekosistem (agroecosystem mapping), (2) komunikasi organisasi (3) kemitraan (net working), (4) majanemen sistem agribisnis, (5) advokasi agribisnis, (6) manajemen kelembagaan kelompok/komunitas, (7) manajemen pelatihan, (8) prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, (9) metode pengembagan partisipasi (PRA), (10) metode dan tehnik berkomuniaksi efektif, (11) pengolahan dan analisis data agroekosistem, (12) Rapid Rural Appraisal (RRA), (13) metode dan tehnik penyuluhan, (14) prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat, (15) perencanaan dan evaluasi penyuluhan, (16) teknologi informasi, (17) perancangan pesan multimedia, (18) penyusunan karya tulis ilmiah, (19) identifikasi kebutuhan, pengembangan motivasi dan kepemimpinan, dan (20) konsep-konsep pembangunan agropolitan. Untuk menjawab perubahan lingkungan strategis dan tuntutan kebutuhan masyarakat, diperlukan adanya jenis-jenis kompetensi penyuluh dalam

23 pembangunan pertanian yang sesuai dengan perkembangan yang ada. Kompetensi penyuluh yang ada dirasakan kurang relevan lagi dengan tuntutan perubahan yang terus berkembang. Untuk itu perlu dirumuskan jenis kompetensi penyuluh yang sesuai dengan tuntutan perubahan yang ada. Berdasarkan tugastugas pokok penyuluh, tuntutan kebutuhan masyarakat dan didukung oleh hasilhasil penelitian terdahulu dan teori kompetensi, dalam penelitian ini dirumuskan sepuluh jenis kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian (Tabel 1) Tingkat Kompetensi Penyuluh Tingkat kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian di empat kabupaten lokasi penelitian adalah rendah (Tabel 34). Tabel 34 terlihat bahwa kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian di empat kabupaten lokasi penelitian memiliki skor 50 atau berada pada kategori rendah pada interval Gambaran kompetensi tersebut, sekaligus menjawab permasalahan pertama yaitu gambaran tingkat kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat. Dari sepuluh dimensi kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian, ada lima dimensi kompetensi penyuluh sarjana yang berada pada kategori sangat rendah sampai rendah yaitu (1) Kemampuan penyuluh memanfaatan media internet rataan skor 15 persen (sangat rendah), kemampuan penyuluh membangun jejaring kerja rataan skor 39 persen (rendah), kemampuan penyuluh mengakses informasi rataan 44 persen (rendah), kemampuan penyuluh dalam penguasaan inovasi rataan 42 persen (rendah) dan kemampuan penyuluh menganalisis masalah.

24 Tabel 34. Rataan Tingkat Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264) Kabupaten No Dimensi Kompetensi Subang (n = 81) Sumedang (n = 36) Garut (n = 83) Bogor (n = 64) Rataan (%) Tingkat kompetensi 1 Keefektifan komunikasi Sedang 2 Pemanfaatan media internet Sangat rendah 3 Membangun jejaring kerja Rendah 4 Akses informasi Rendah 5 Penguasaan inovasi Rendah 6 Kerja sama tim Sedang 7 Analisis masalah Rendah 8 Berpikir sistem Sedang 9 Pemahaman Sedang potensi wilayah 10 Pemahaman kebutuhan petani Sedang Tingkat Kompetensi Rendah Keterangan : 0 25 = Sangat rendah, = Rendah, = Sedang, = Tinggi Hasil uji beda rata rata anova, tidak nyata pada α = 0.05 masalah rataan 42 persen (rendah). Sisanya yaitu kemampuan penyuluh berkomunikasi secara efektif, kemampuan penyuluh bekerjasama dalam tim,kemampuan penyuluh berpikir sistem, kemampuan penyuluh dalam pemahaman potensi wilayah dan kebutuhan petani masing-masing pada kategori sedang. Rendahnya kelima dimensi kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian di empat kabupaten lokasi penelitian disebabkan oleh beberapa hal berikut: (1) pemanfaatan media internet, disebabkan kemampuan penyuluh dalam penggunaan dan pemanfaatan media internet masih rendah. Kondisi ini dimungkinkan karena terbatasnya sarana dan dana untuk penggunaan media internet serta di tempat tugas penyuluh media internet masih terbatas bahkan sulit dijangkau saat digunakan terkait dengan tugas sebagai penyuluh; (2) membangun jejaring kerja, disebabkan kemampuan penyuluh dalam berkomunikasi bisnis, bernegosiasi, dan membangun kesepakatan kerja sama dengan mitra kerja masih rendah; (3) akses informasi, disebabkan kemampuan penyuluh berinteraksi dengan sumber sumber IPTEK seperti, lembaga penelitian dan perguruan tinggi serta akses informasi melalui media masih rendah; (4) penguasaan inovasi, kemampuan penyuluh dalam mendapatkan dan memanfaatkan teknologi spesifik

25 lokasi masih rendah seperti, belum banyak penyuluh yang melakukan pengujian dan pengkajian teknologi spesifik lokasi; dan (5) analisis masalah, disebabkan kemampuan penyuluh terkait dengan penetapan dan pemecahan masalah petani yang masih rendah. Kondisi ini bisa dimungkinkan karena sebagian besar responden berasal dari Penyuluh Trampil, yang selama ini dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada prosedur tetap. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa, banyak penyuluh telah mengikuti pendidikan formal yang lebih tinggi atau S1 dan jabatan penyuluh yang dulunya Penyuluh Trampil berubah menjadi Penyuluh Ahli yang menuntut kemampuan berpikir secara analitis dan metodologis. Selanjutnya, pembahasan masing-masing dimensi kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian dijelaskan secara ringkas pada uraian berikut. Kompetensi Penyuluh Berkomunikasi Secara Efektif Kompetensi penyuluh berkomunikasi secara efektif di empat kabupaten lokasi penelitian adalah sedang dengan rataan skor 64 (Tabel 35). Tabel 35. Sebaran Kemampuan dan Rataan Skor Penyuluh Berkomunikasi Secara Efektif Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264) Aspek Keefektifan Berkomunik asi Kategori Kabupaten Subang (n=81) Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) % RS % RS % RS % RS Sangat rendah Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi Tidak positif Sikap Kurang positif Cukup positif Positif Sangat rendah Keterampilan Rendah Sedang Tinggi Total rataan skor Keterangan : RS = Rataan Skor 0 25 = Sangat rendah, = Rendah, = Sedang, = Tinggi Rataan (%) Rataan skor

26 Dari Tabel 35 terlihat bahwa 75 persen kemampuan penyuluh berkomunikasi secara efektif untuk aspek pengetahuan tergolong sedang dengan rataan skor 66. Hal ini bermakna bahwa penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian memiliki pemahaman cukup baik dan hampir sama terkait dengan materi penyuluhan (content area) yang dibutuhkan petani dan program pembangunan pertanian seperti agribisnis dan ketahanan pangan serta pemahaman cara-cara penyampaiannya (process area). Tidak terdapat keragaman tingkat pengetahuan penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong sedang). Dari aspek sikap, lebih 60 persen sikap penyuluh dalam berkomunikasi secara efektif tergolong cukup positif dengan rataan skor 71. Hal ini bermakna bahwa mereka cukup tanggap terhadap kebutuhan petani dan program-program pembangunan yang dicanangkan pihak pemerintah. Tidak terdapat keragaman sikap berkomunikasi secara efektif penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong cukup positif). Dari aspek keterampilan, 64 persen penyuluh dalam berkomunikasi secara efektif tergolong sedang dengan rataan skor 55. Hal ini bermakna bahwa penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian relatif baik dalam menyiapkan dan menyajikan materi penyuluhan serta tidak mengalami kesulitan yang serius dalam penyampaian materi penyuluh kepada petani. Hal ini dimungkinkan karena penyuluh sudah memiliki pengalaman kerja yang cukup lama. Tidak terdapat keragaman kemampuan berkomunikasi secara efektif penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian (tergolong sedang). Temuan hasil penelitian ini, sejalan dengan konsep pelayanan jasa informasi yang dikemukakan oleh Slamet (2001), petani memerlukan informasi baru yang relevan dengan usahataninya. Untuk itu, penyuluh harus mampu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan informasi yang dibutuhkan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti petani. Dalam kaitannya dengan penyajian materi, perlu dikembangkan penyuluhan dengan model kafetaria, artinya penyuluh menyiapkan dan menyajikan berbagai materi penyuluhan dan petani memilih sesuai dengan kebutuhannya. Hal senada, dikemukakan oleh Sumardjo (1999) bahwa selain pemahaman materi yang sesuai dengan kebutuhan petani (content area) penyuluh

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini diawali dari fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat yaitu (1) perubahan lingkungan strategis seperti perdagangan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana Seuntai Kata ensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik S(BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris, Lebih dari 60% penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian. Berbagai tanaman dikembangkan di Indonesia,

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA. dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Kebijakan dan program

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA. dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Kebijakan dan program BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA A. Program dan Indikasi Kegiatan Program merupakan instrumen kebijakan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan yaitu

Lebih terperinci

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun 3-8 VISI MISI TUJUAN SASARAN INDIKATOR SATUAN AWAL TARGET INDIKATOR 3 4 5 6 7 8 8 3 4 5 6 7 8 9 3 4 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

Katalog BPS

Katalog BPS Katalog BPS. 5214.32 PRODUKSI TANAMAN PADI DAN PALAWIJA JAWA BARAT TAHUN 2010-2014 ISSN: - Nomor Publikasi: 32.530.15.01 Katalog BPS: 5214.32 Ukuran Buku: 19 cm x 28 cm Jumlah Halaman: vii + 71 halaman

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan Lakip BKPPP A. Latar Belakang 1. Gambaran Umum

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan Lakip BKPPP A. Latar Belakang 1. Gambaran Umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Gambaran Umum 1.1. Geografi Kabupaten Bandung, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan ibukotanya adalah Soreang. Secara geografis letak Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri 5.1.1 Sejarah Singkat PT. Sang Hyang Seri PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO

STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 Nomor ISSN : Nomor Publikasi : 1706.1416 Katalog BPS : 4102004.1706040

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp) BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian di Wilayah Distrik Sorong Timur

BAB I PENDAHULUAN. pertanian di Wilayah Distrik Sorong Timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tersedianya data dan informasi yang memberi gambaran akurat tentang potensi wilayah sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan bagi Pemerintah kalangan pertanian

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM SESUAI RPJMD BESERTA PERMASALAHAN DAN SOLUSI

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM SESUAI RPJMD BESERTA PERMASALAHAN DAN SOLUSI CAPAIAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM SESUAI RPJMD 0-06 BESERTA PERMASALAHAN DAN SOLUSI NO II URUSAN PILIHAN PERTANIAN Program Pengembangan Agribisnis Kinerja Program Meningkatnya aktivitas ekonomi regional

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

5. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

5. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat 33 5. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat Gambar 10. Peta Wilayah Jawa Barat Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 50 50 70 50 lintang selatan dan 1040 48-1080

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO 2014 Statistik Daerah Kecamatan Air Manjunto 2014 Halaman i STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO 2014 Statistik Daerah Kecamatan Air Manjunto 2014 Halaman i

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Berdasarkan perkembangan situasi dan kondisi Desa Jatilor saat ini, dan terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa), maka untuk pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUMEDANG SELATAN 2016

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUMEDANG SELATAN 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUMEDANG SELATAN 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUMEDANG SELATAN 2016 ISSN : No. Publikasi : 3211.1608 Katalog BPS : 1102001.3211050 Ukuran Buku : 17,6 cm 25 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR .36 POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR 4.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bengkalis dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 17 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 62 BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 3.1.Letak Geografi 3.1.1. Luas Wilayah Kecamatan bungus teluk kabung merupakan salah satu kecamatan di kota padang,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan alam, keadaan pendududuk, keadaan sarana perekonomia dan keadaaan pertanian di Desa Sukerojo adalah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 42 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Provinsi Lampung merupakan penghubung utama lalu lintas Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 kota. Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. Barat yang terletak diantara 107º30 107º40 Bujur Timur dan 6º25 6º45

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. Barat yang terletak diantara 107º30 107º40 Bujur Timur dan 6º25 6º45 BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 2.1. Kondisi Fisik Kabupaten Purwakarta 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Purwakarta merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107º30

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jumlah kepala keluarga dan jumlah jiwa orang. 1

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jumlah kepala keluarga dan jumlah jiwa orang. 1 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Deskripsi Umum Wilayah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Siak Hulu Kabupaten Kampar mempunyai luas wilayah ± 1.000,33 KM 2. Yang terdiri dari 12 (Dua Belas ) Desa,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG DINAS PEPERTANIAN KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DINAS PERTANIAN Jl. Raya Soreang Km 17 Bandung Telp. (022) 5891703 Fax (022) 5891703 e-mail distan@bandungkab.go.id website www.distan.bandungkab.goid

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH 5.1. Kondisi Umum Kecamatan Leuwisadeng Kecamatan Leuwi Sadeng merupakan kecamatan yang terletak di Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor. Kecamatan Leuwi Sadeng terdiri dari 8

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN SASARAN 1 : Meningkatkan ketersediaan pangan utama (food availability) SASARAN : INDIKATOR KINERJA : KINERJA PROGRAM : INDIKATOR KINERJA :

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci