HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Penyedian Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Ciri Morfologi dan Fisiologi Isolat Hasil karakterisasi isolat bakteri koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri Gram negatif, aerob, katalase positif, oksidase negatif, pertumbuhan pada 40oC negatif, dan hipersensitif pada tembakau positif. Hasil pengujian tersebut sesuai dengan sifat karakter bakteri Xanthomonas seperti yang deskripsikan oleh Schaad et al. (2001). Ciri Molekuler Bakteri berdasarkan Hasil PCR Hasil identifikasi isolat menggunakan teknik PCR dengan pasangan primer XCF dan XCR menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut adalah Xcc. Hal ini diperlihatkan dengan teramplifikasinya pita DNA pada gel agarosa dengan panjang 535 bp (Park et al. 2004) (Gambar 1). Munculnya pita DNA ini berkorelasi terhadap gen hrpf dari Xcc. Gen ini berkaitan dengan patogenesitas bakteri Xcc dan kespesifikan reaksi terhadap inang (Agrios 2004). Gambar 1 Karakter koloni X. campestris pv. campestris pada media YDC (a); Hasil amplifikasi isolat X. campestris pv. campestris menggunakan primer XCF dan XCR (b); (M = marker 1 kb, SW3 = isolat Balithi, GH = koloni bakteri dari biji kubis kultivar Green Hero).

2 19 Deteksi X. campestris pv. campestris pada Benih Lima Kultivar Kubis Hasil deteksi bakteri Xcc pada benih lima kultivar kubis menunjukkan bahwa benih kubis kultivar Green Hero diindikasikan terinfeksi oleh Xcc yang ditandai oleh tumbuhnya koloni bakteri dengan ciri berwarna hijau kekuningan pada media semi selektif SX. Ciri koloni tersebut hanya terdapat pada kultivar Green Hero dan tidak terdapat pada empat kultivar benih kubis yang lain. Bakteri tersebut kemudian digores ulang pada media YDC dan menunjukkan karakter yang mengarah pada bakteri Xcc yaitu kuning, cembung, licin dan mukoida (Gambar 2). Hasil konfirmasi menggunakan teknik PCR dengan pasangan primer spesifik XCF dan XCR menunjukkan adanya pita DNA dengan ukuran 535 bp, yang menunjukkan bakteri tersebut adalah Xcc (Gambar 1). Gambar 2 Karakter koloni yang muncul pada SX Agar diamati di bawah mikroskop stereo (koloni hijau diduga bakteri X. campestris pv. campestris) (a); koloni bakteri pada SX setelah digores ulang pada media YDC (b). Jumlah koloni yang rendah (88.3 cfu/ml) (Tabel 1) diperoleh setelah melewati proses pengayaan selama satu malam. Hal ini menunjukkan tingkat infeksi yang rendah pada biji kubis. Oleh karena tumbuhnya koloni tersebut telah melewati proses pengayaan, maka sulit untuk disimpulkan tingkat infeksi awal pada benih kubis tersebut. Meskipun tingkat kepadatan bakteri pada benih rendah, hal ini harus tetap diwaspadai karena tingkat infeksi yang rendah sudah berpotensi menyebabkan serangan serius di lapangan. Tingkat infeksi benih 0.01%-1% dapat menyebabkan kerugian hasil yang ditimbulkan bisa mencapai 50% (CABI 2007).

3 20 Tabel 1 Hasil deteksi X. campestris pv. campestris pada benih lima kultivar kubis Kultivar Rerata kepadatan sel (cfu/ml) Green Coronet 0 Green Hero 88.3 Green Nova 0 ITTO 0 Grand 22 0 Tingginya arus impor benih ke Indonesia akan meningkatkan kemungkinan pemasukan inokulum yang berpotensi merusak pertanian Indonesia. Randhawa dan Schaad (1984) menyatakan bahwa ambang toleransi kandungan Xcc pada benih kubis adalah di bawah 0.03%, karena tiga dari benih terserang sudah cukup untuk menimbulkan serangan yang berarti di lapangan. Robert (2005) menggambarkan suatu model penyebaran penyakit pada beberapa konsentrasi kontaminasi benih. Pada benih dengan tingkat infestasi Xcc sebesar 0.01% dapat menimbulkan penyakit rata-rata 7-25% tanaman. Peraturan tentang OPTP di Indonesia saat ini sedang pada tahap penyusunan di Badan Karantina Pertanian. Peraturan ini di adopsi dari ISPM No. 16 tentang regulated non-quarantine pest: concept and application. Dasar penetapan peraturan tentang OPTP adalah ambang toleransi kandungan suatu OPT pada benih yang diatur berdasarkan analisis resiko. Peraturan ini diharapkan akan mengurangi resiko kerugian yang disebabkan oleh patogen terbawa benih. Iklim di Indonesia yang cenderung lembab, dan curah hujan yang tinggi akan lebih mendukung untuk berkembangnya Xcc lebih cepat dibandingkan negara beriklim sejuk (Semangun 2001). Informasi ambang toleransi yang diterapkan oleh beberapa negara beriklim sub tropis dapat menjadi pertimbangan bagi karantina pertanian Indonesia dalam menentukan ambang toleransi kandungan Xcc pada benih Cruciferae. Perbedaan kondisi iklim tersebut besar kemungkinan akan menyebabkan perbedaan ambang toleransi Xcc antara Indonesia dengan negara lain.

4 21 Hasil Ekstrak Bahan Tumbuhan Bahan tumbuhan yang menghasilkan rendemen ekstrak tertinggi adalah cengkih (11.54% ) kemudian diikuti sirih (3.73%), kunyit (3.56%), dan binahong (2.15%). Rendemen tersebut dibandingkan dengan bobot basah bahan tumbuhan. Hasil akhir ekstrak tumbuhan yang diperoleh setelah proses ekstraksi beragam bergantung pada kandungan bahan tumbuhan. Tabel 2 Rendemen ekstrak empat jenis bahan tumbuhan. Bahan Tanaman Bobot basah (kg) Hasil akhir ekstrak (g) Rendemen (%) Daun sirih Daun binahong Bunga cengkih Rimpang kunyit Keefektifan Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara In Vitro Pengujian menunjukkan bahwa ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Xcc. Total penghambatan yang ditunjukkan ekstrak sirih yaitu pada konsentrasi 2.5%, cengkih 5%, dan kitosan 0.5% (Tabel 3 dan 4). Dua ekstrak yang lain yaitu binahong dan kunyit tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Xcc. Tabel 3 Pengaruh beberapa jenis ekstrak tumbuhan terhadap pertumbuhan X. campestris pv. campestris pada berbagai konsentrasi Konsentrasi (%) Kepadatan sel bakteri (cfu/ml) Sirih Binahong Cengkih Kunyit Kontrol 10 0 Ktt 0 Ktt Ktt 5 0 Ktt 0 Ktt Ktt Ktt 26 Ktt Ktt 1.25 Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt Ktt : jumlah koloni tak terhingga

5 22 Tabel 4 Pengaruh kitosan terhadap pertumbuhan X. campestris pv. campestris pada berbagai konsentrasi Konsentrasi (%) Kepadatan sel bakteri (cfu/ml) Ktt Ktt : jumlah koloni tak terhingga Pada pengujian ini binahong dan kunyit tidak menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri Xcc. Pundir dan Jain (2010) menyatakan bahwa ekstrak kunyit mempunyai daya penekanan yang baik terhadap bakteri S. aureus. Demikian pula dengan ekstrak binahong telah dilaporkan oleh Khunaifi (2010) mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 25%. Ketidakmampuan ekstrak binahong dan kunyit dalam menekan pertumbuhan Xcc diduga karena bakteri Xcc tidak sensitif terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak binahong dan kunyit. Selain itu, perbedaan konsentrasi yang diuji juga mempengaruhi kesensitifan bakteri Xcc terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak binahong dan kunyit. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris secara In Vitro Berdasarkan pengujian keefektifan ekstrak tumbuhan dan kitosan terhadap Xcc telah didapatkan jenis bahan yang menunjukkan penghambatan terhadap bakteri Xcc yaitu ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan dengan konsentrasi masing-masing 2.5%, 5%, dan 0.5%. Oleh karena itu, diujikan lagi 5 taraf konsentrasi dari konsentrasi terendah untuk menguji pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap pertumbuhan bakteri. Tingkat penghambatan yang ditunjukkan ekstrak sirih, cengkih, maupun kitosan terhadap bakteri Xcc menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap kontrol, sedangkan beberapa konsentrasi yang diuji tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi yang rendah, ekstrak

6 23 tumbuhan dan kitosan sudah mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri Xcc. Pada pengujian ini konsentrasi ekstrak sirih 2% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Xcc pada media NB sebesar 100% (Tabel 5). Konsentrasi ekstrak sirih 0.5%, 1%, dan 1.5% memberikan tingkat penghambatan lebih dari 99% dengan kepadatan sel Xcc berturut-turut sebesar 2.73x10 7, 1.63 x10 2, dan 70 cfu/ml. Tabel 5 Pengaruh ekstrak sirih terhadap bakteri X. campestris pv. campestris secara in vitro Konsentrasi (%) Jumlah sel (cfu/ml) a 0 (Kontrol) 2.20 x a x 10 7 b x10 2 b b b b P value= a Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5% Keefektifan sirih dalam menghambat bakteri ini diduga disebabkan oleh kandungan senyawa yang terkandung oleh sirih yaitu flavonoid, tanin, dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid mempunyai sifat sebagai koagulator protein. Senyawa ini akan mengganggu integritas sel bakteri dengan membentuk senyawa kompleks pada permukaan sel bakteri. Tanin merupakan senyawa yang mempunyai mekanisme kerja inaktivasi enzim bakteri (Juliantina et al. 2010). Sifat antibakteri sirih juga pernah diteliti oleh Suppakul et al. (2006) yang mengemukakan bahwa ekstrak sirih memiliki daya hambat pada bakteri S. aureus dan Escherechia coli pada konsentrasi 0.5%. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri sirih menurut Suppakul et al. (2006) adalah kavikol, allipirokatekol, kavibetol, metil kavikol, metil eugenol, 1.8-sineol, eugenol, kariofilena, dan kadinena. Senyawa-senyawa tersebut bersifat hidrofobik dan menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel bakteri sehingga sel bakteri akan mengalami kerusakan. Ekstrak cengkih menunjukkan kemampuan penghambatan 100% terhadap pertumbuhan bakteri Xcc pada konsentrasi 3%. Konsentrasi 1% dan 2%

7 24 memberikan tingkat penghambatan hingga lebih dari 99%, dengan kepadatan koloni berturut-turut 6.43 x 10 7 cfu/ml dan 1.26 x 10 2 cfu/ml (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh ekstrak cengkih terhadap bakteri X. campestris pv. campestris secara in vitro Konsentrasi (%) Kepadatan sel (cfu/ml) a 0 (Kontrol) 2.20 x a x 10 7 b x 10 2 b b b b P value = a Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5% Taufik et al. (2011) menyatakan bahwa kemampuan ekstrak cengkih dalam menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan karena kandungan minyak atsiri (eugenol) yang tinggi. Karakteristik eugenol yang terpenting sebagai antibakteri yaitu sifat hidrofobisitasnya. Sifat ini mampu masuk ke dalam lapisan lipopolisakarida yang terdapat dalam membran sel bakteri gram negatif dan merusak struktur selnya. Sifat antibakteri dari minyak atsiri disebabkan karena kandungan gugus hidroksil (-OH) dan karbonil. Senyawa turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar yang rendah, fenol akan membentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami penguraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan lisisnya sel membran (Parwata & Dewi, 2008). Taufik et al. (2011) menyatakan bahwa ekstrak cengkih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Efek antibakteri cengkih ini pernah diteliti oleh Radiastuti et al. (2011) yang menunjukkan bahwa pada konsentrasi 2% ekstrak cengkih mampu menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis dan B. cereus. Pada konsentrasi 4% ekstrak cengkih efektif menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dan E. coli.

8 25 Kitosan menunjukkan 100% penghambatan terhadap bakteri Xcc secara in vitro pada konsentrasi 0.5% (Tabel 7). Pada konsentrasi 0.3% dan 0.4%, kitosan mampu menekan kepadatan sel bakteri dengan sangat baik yang ditunjukkan kepadatan sel yang rendah yaitu masing-masing 60 dan 6.67 cfu/ml. Tabel 7 Pengaruh kitosan terhadap bakteri X. campestris pv. campestris secara in vitro Konsentrasi (%) Kepadatan sel (cfu/ml) a 0 (Kontrol ) 2.20 x10 11 a x10 5 b x10 4 b b b b P value = a Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5% Mekanisme kitosan dalam menekan pertumbuhan bakteri diduga karena kitosan mempunyai polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme penghambatan kitosan disebabkan karena adanya interaksi senyawa kitosan dengan senyawa pada permukaan sel bakteri. Senyawa ini akan teradsorbsi membentuk lapisan yang mampu menghambat transportasi nutrisi sel bakteri. Hal ini akan menyebabkan sel bakteri kekurangan nutrisi untuk berkembang sehingga mengakibatkan matinya sel (Wardaniati & Setyaningsih 2011). Chung et al. (2004) juga menyatakan bahwa sifat antibakteri kitosan erat hubungannya dengan kemampuan adsorbsi kitosan pada permukaan sel, sehingga menyebabkan kebocoran sel bakteri. Hal tersebut diperkuat dengan Penelitian Li et al. (2010) bahwa mekanisme kerja kitosan berkaitan dengan muatan negatif pada permukaan sel bakteri yang berinteraksi dengan muatan positif kitosan. Kitosan akan meningkatkan permeabilitas membran luar dan menyebabkan rusaknya membran sel. Kerusakan ini disebabkan oleh adanya interaksi elektrostatik antara NH + 3 dengan kelompok karboril atau fosforil pada komponen fosfolipid pada membran sel.

9 26 Keefektifan Perlakuan Benih Kubis Menggunakan Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap X. campestris pv. campestris Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Kepadatan Inokulum X. campestris pv. campestris pada Benih Perlakuan waktu perendaman benih kubis terinfeksi dalam suspensi ekstrak tumbuhan dan kitosan menunjukkan pengaruh berbeda dalam menurunkan jumlah inokulum Xcc pada benih kubis (Tabel 8). Perendaman benih menggunakan ekstrak sirih 2%, cengkih 3%, dan kitosan 0.5% selama 50 menit memberikan hasil terbaik dalam menekan kepadatan inokulum bakteri. Tabel 8 Kepadatan inokulum X. campestris pv. campestris pada benih kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% pada beberapa waktu perendaman Waktu perendaman (menit) Kepadatan inokulum (cfu/g benih) a Sirih Cengkih Kitosan 0 (Kontrol) 7.63x10 8 a 7.63x10 8 a 7.63x10 8 a x10 4 b 8.67x10 4 b 2.31x10 6 b x10 4 b 4.40x10 4 c 2.18x10 6 b x10 3 c 8.17x10 4 b 1.51x10 6 c x10 3 c 1.77x10 3 d 8.27x10 5 d x10 3 c 2.00x10 3 d 8.03x10 5 d P value sirih= 0.000; P value cengkih= 0.000; P value kitosan= a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5% Ekstrak sirih dan ekstrak cengkih pada 50 menit perendaman benih mampu menekan jumlah inokulum hingga 99.99% dengan kepadatan inokulum masingmasing 7.87x10 3 cfu/g dan 2.00x10 3 cfu/g (Tabel 8). Kitosan juga menunjukkan penekanan terbaik terhadap Xcc pada perendaman 50 menit dengan tingkat penekanan sebesar 99.89%. Kepadatan inokulum Xcc pada perlakuan kitosan adalah 8.03x10 5 cfu/g, jauh lebih tinggi daripada kepadatan koloni pada perendaman ekstrak sirih dan cengkih. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak cengkih dengan konsentrasi 3% memberikan penghambatan paling baik terhadap pertumbuhan bakteri dibandingkan dengan ekstrak sirih 2% dan kitosan 0.5%.

10 27 Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Tingkat Infeksi X. campestris pv. campestris pada Benih Besarnya tingkat infeksi pada benih ini berkaitan dengan tingkat kepadatan inokulum setelah perlakuan. Kepadatan inokulum yang tinggi pada benih cenderung meningkatkan persentase benih terserang. Benih yang terinfeksi Xcc akan menunjukkan gejala layu, kotiledon menghitam, dan tumbuhnya bakteri berwarna kuning pada media NA (Gambar 3). Waktu perendaman benih juga berpengaruh nyata terhadap tingkat infeksi pada benih. Pengaruh waktu perendaman terhadap tingkat serangan Xcc pada benih ini ditunjukkan oleh ekstrak sirih dan ekstrak cengkih. Gambar 3 Gejala infeksi X. campestris pv. campestris pada benih. (a) benih sehat; (b) benih terinfeksi. Pada waktu perendaman benih selama 50 menit, ekstrak sirih dan ekstrak cengkih memberikan penekanan terbaik terhadap tingkat infeksi Xcc. Ekstrak sirih mampu menekan 84% tingkat infeksi, atau hanya 16% benih saja yang masih menunjukkan gejala infeksi. Ekstrak cengkih mampu menekan inokulum Xcc lebih baik daripada ekstrak sirih dan kitosan (Tabel 8). Oleh karena itu cengkih menunjukkan penekanan tingkat infeksi yang lebih tinggi pada benih yaitu sebesar 97.33%, atau hanya 2.67% saja benih yang masih terinfeksi (Tabel 9). Berbeda dengan ekstrak sirih dan ekstrak cengkih, perendaman benih kubis menggunakan kitosan masih menunjukkan tingkat infeksi yang tinggi pada benih kubis. Waktu perendaman memberikan pengaruh yang tidak konsisten terhadap persentase tingkat infeksi Xcc pada benih.

11 28 Tabel 9 Tingkat infeksi X. campestris pv. campestris pada benih kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% dengan beberapa waktu perendaman Waktu perendaman (menit) Tingkat infeksi (%) a Sirih Cengkih Kitosan 0 (Kontrol) a a a b 5.33 bc b b b a b b b b 1.33 c b b 2.67 c a P value sirih= 0.001; P value cengkih= 0.000; P value kitosan= a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5% Waktu perendaman benih kubis selama 50 menit menggunakan kitosan, berhasil menekan 99.89% inokulum Xcc pada benih akan tetapi inokulum yang masih tertinggal masih tinggi yaitu 10 5 cfu/g (Tabel 8). Hal ini yang menyebabkan tingkat infeksi pada benih masih tinggi yaitu sebesar 100%. Sesuai dengan estimasi yang dilakukan oleh Robert (2005) bahwa pada benih kubis yang terinfeksi Xcc dengan kepadatan inokulum 10 5 cfu/g (Tabel 8), mampu menimbulkan penyakit lebih dari 71%. Berbeda dengan kitosan, pada benih yang direndam selama 50 menit menggunakan ekstrak sirih dan ekstrak cengkih mampu menekan 99.99% inokulum, atau hanya 10 3 cfu/g inokulum yang tersisa (Tabel 8). Hal ini menyebabkan tingkat infeksi pada benih kubis yang direndam ekstrak sirih dan ekstrak cengkih lebih rendah daripada kitosan. Randhawa dan Schaad (1984) pernah melakukan deteksi Xcc pada benih kubis. Mereka menyatakan bahwa rata-rata tingkat infeksi Xcc pada benih adalah 10 3 cfu/g, kepadatan ini dianggap sebagai infeksi yang tinggi. Benih yang digunakan pada pengujian ini adalah benih yang diinokulasi buatan dengan kepadatan bakteri yang sangat tinggi yaitu sebesar 10 8 cfu/g. Pada benih yang terinfeksi secara alami dengan kandungan Xcc yang lebih rendah, perlakuan ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan diduga akan mampu mengeliminasi Xcc pada benih.

12 Pengaruh Waktu Perendaman Ekstrak Sirih dan Cengkih Serta Kitosan terhadap Viabilitas Benih Pengujian perkecambahan benih ini penting untuk dilakukan karena prinsip dalam penerapan perlakuan karantina adalah harus memberikan penekanan yang baik terhadap patogen tanpa merusak kualitas dari komoditas benih. Analisis ragam terhadap data perkecambahan benih menunjukkan adanya perbedaan pengaruh waktu perendaman terhadap tingkat perkecambahan benih kecuali pada ekstrak cengkih (Tabel 10). Pada ekstrak sirih dan kitosan terjadi kecenderungan peningkatan 29 perkecambahan benih seiring ditambahnya waktu perendaman. Waktu perendaman selama 50 menit memberikan angka persentase perkecambahan tertinggi. Demikian pula pada perlakuan ekstrak cengkih, meskipun waktu perendaman tidak menunjukkan pengaruh terhadap perkecambahan benih kubis, tetapi pada perendaman selama 50 menit juga memberikan persentase perkecambahan tertinggi yaitu 97%. Tabel 10 Tingkat perkecambahan kubis setelah perlakuan ekstrak sirih 2%, ekstrak cengkih 3%, dan kitosan 0.5% dengan beberapa waktu perendaman Waktu perendaman (menit) Tingkat perkecambahan (%) a Sirih Cengkih Kitosan 0 (Kontrol) c a c ab a bc a a a a a ab bc a a a a a P value sirih= 0.002; P value cengkih= 0.292; P value kitosan= a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5% Pada pengujian viabilitas benih ini, tingkat perkecambahan benih kubis pada kontrol paling rendah yaitu 94.33%. Hal ini disebabkan tingginya inokulum Xcc pada kontrol, karena tidak adanya aktivitas penghambatan terhadap infeksi Xcc seperti halnya pada perlakuan ekstrak tumbuhan dan kitosan. Kamil (1979) menyatakan bahwa benih akan mampu berkecambah apabila kebutuhan akan air,

13 30 suhu, udara, dan cahaya bisa terpenuhi dengan baik. Akan tetapi, keberadaan suatu patogen pada benih akan menyebabkan gangguan dalam perkecambahan. Penurunan jumlah inokulum setelah perlakuan ekstrak tumbuhan dan kitosan berpengaruh pada peningkatan persentase perkecambahan benih. Selain pengaruh kepadatan inokulum, peningkatan persentase perkecambahan pada perlakuan kitosan diduga karena kitosan mampu memberikan induksi ketahanan terhadap tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Awadalla dan Mahmoud (2005) bahwa perlakuan seed coating dengan kitosan pada benih kapas mampu menurunkan serangan Fusarium oxysporum sekaligus meningkatkan kadar fitoaleksin. Peningkatan fitoaleksin ini berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan tanaman. Perlakuan perendaman benih menggunakan ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan selama 50 menit tetap memberikan perkecambahan benih yang tinggi yaitu 99.39%, 97%, dan 98.33%. Kamil (1979) menyatakan bahwa benih dikatakan mempunyai mutu yang baik apabila tingkat perkecambahan benihnya lebih dari 80%. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan ekstrak tanaman dan kitosan tidak menimbulkan kemunduran kualitas benih kubis yang ditunjukkkan oleh tingkat perkecambahan yang tinggi yaitu lebih dari 80%. Aplikasi Ekstrak Tumbuhan dan Kitosan untuk Perlakuan Karantina Beberapa jenis perlakuan yang direkomendasikan sebagai tindakan karantina antara lain fumigasi, pestisida kimia, irradiasi, perlakuan pendinginan, pemanasan, udara panas, frekuensi radio, dan pengelolaan atmosfer (Sharp & Hallman 1994). Namun, tidak menutup kemungkinan suatu perlakuan baru dikembangkan sebagai teknik perlakuan karantina. Pada ISPM No. 28 disebutkan bahwa perlakuan dapat digunakan sebagai perlakuan karantina apabila tingkat efikasinya memenuhi standar dan dapat didukung dengan data ilmiah. Prinsip dasar dalam perlakuan karantina adalah kemampuan dalam membebaskan atau menurunkan tingkat infeksi suatu OPT pada tingkat tertentu dan tidak menimbulkan kerusakan pada komoditas yang dikirim. Pada ISPM No. 1 disebutkan bahwa prinsip dasar dalam pelaksanaan fitosanitari diantaranya adalah pengelolaan resiko, dampak minimum, dan ekivalensi.

14 31 Perlakuan karantina merupakan salah satu bagian dari manajemen resiko, yaitu pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk mengurangi terjadinya risiko akibat masuk dan menyebarnya OPT. Perlakuan karantina juga diharapkan mempunyai dampak minimum terhadap perdagangan maupun lingkungan. Prinsip ekivalensi dapat diartikan bahwa metode berbeda yang dapat memberikan hasil yang sama dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode tersebut dapat diterima sebagai alternatif perlakuan karantina. Perlakuan benih menggunakan bahan alami seperti ekstrak sirih, ekstrak cengkih, dan kitosan mampu memberikan penghambatan yang baik terhadap tingkat infeksi Xcc pada benih kubis tanpa menimbulkan penurunan kualitas benih. Hal ini menjadi informasi yang penting bagi karantina dalam mengembangkan metode perlakuan karantina berbasis bahan alami dalam manajemen resiko suatu OPT yang mudah, aman, dan relevan terhadap perdagangan internasional.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Nopember 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN DAN KITOSAN TERHADAP BAKTERI Xanthomonas campestris pv. PADA KUBIS NUR FITRIAWATI

KEEFEKTIFAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN DAN KITOSAN TERHADAP BAKTERI Xanthomonas campestris pv. PADA KUBIS NUR FITRIAWATI KEEFEKTIFAN EKSTRAK EMPAT JENIS TUMBUHAN DAN KITOSAN TERHADAP BAKTERI Xanthomonas campestris pv. campestris PENYEBAB PENYAKIT BUSUK HITAM PADA KUBIS NUR FITRIAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk salah satu penyakit infeksi bakteri yang banyak ditemukan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian kecil dilakukan oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena informasi ke masyarakat khusunya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian obat kumur ekstrak etanol tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus acidophilus secara in vitro merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Ekstraksi Senyawa Aktif Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak metanol, etil asetat, dan heksana dengan bobot yang berbeda. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui 3 kali pengulangan perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU Peng et al. (2004) menyatakan bahwa karakteristik sampel termasuk kadar air yang terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstrak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

mencit dalam menurunkan jumlah rerata koloni Salmonella typhimurium (Murtini, 2006). Ekstrak metanol daun salam juga terbukti mampu menghambat

mencit dalam menurunkan jumlah rerata koloni Salmonella typhimurium (Murtini, 2006). Ekstrak metanol daun salam juga terbukti mampu menghambat BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam jenis tanaman yang dapat menunjang kehidupan masyarakat, salah satunya adalah sebagai bahan untuk pengobatan. Salah satu dari berbagai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia adalah karies gigi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan hal yang sering terjadi dan dapat mengenai semua orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut Sumarji (2009), luka adalah

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah daun beluntas menghilangkan bau badan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah daun beluntas menghilangkan bau badan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik di dalam maupun di luar negeri berkembang pesat. Penelitian terutama berkembang dalam segi farmakologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah diadaptasi selama tujuh hari mencit kelompok 1, 2 dan 3 diinfeksi dengan bakteri Shigella dysenteriae 0,5 ml secara oral pada hari kedelapan dan hari kedua

Lebih terperinci

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penghutanan kembali (reforestation) dengan menggunakan spesies tanaman yang tumbuh cepat (fast-growing) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah menurunnya area hutan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlu diadakan perlindungan tanaman terhadap hama-hama tanaman, untuk meningkatkan hasil produksi pertanian agar kebutuhan tercukupi dan produksi yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luka adalah salah satu dari kasus cedera yang sering terjadi. Luka didefinisikan sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyebab dari luka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang saat ini kerap timbul di bidang keamanan pangan adalah penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan berbahaya yang banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

BAB IX PEMBAHASAN UMUM 120 BAB IX PEMBAHASAN UMUM Salah satu penyebab rendahnya produktivitas serat abaka antara lain karena adanya penyakit layu Fusarium atau Panama disease yang ditimbulkan oleh cendawan Fusarium oxysporum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian dan Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan biji manggis (Garcinia mangostana) terhadap penghambatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis limbah, maka perlu dipelajari dan dikembangkan metode yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis limbah, maka perlu dipelajari dan dikembangkan metode yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang perekonomiannya terbilang maju. Hal ini bisa dilihat dari berkembang pesatnya sektor-sektor industri, baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULAN. kandungan protein per 100 gram-nya sebanyak 73,83 kadar air, protein 19,53,

BAB 1 PENDAHULAN. kandungan protein per 100 gram-nya sebanyak 73,83 kadar air, protein 19,53, BAB 1 PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan hasil kekayaan alam Indonesia untuk dijadikan bahan pangan karena memiliki kandungan zat gizi yang tinggi seperti protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang dan mencukupi kebutuhan pangan Indonesia memerlukan peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam kedokteran gigi bervariasi jenisnya yaitu bahan cetak yang bersifat elastis dan non-elastis. Salah satu bahan cetak elastis yang banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diduga memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan terluas diantara empat spesies phaseolus yang diusahakan dan semuanya berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak digunakan selama beberapa tahun terakhir. Bahan cetak ini memiliki kelebihan antara lain mudah pada manipulasi,

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong dalam famili terong-terongan yang berasal dari benua Amerika dan menyebar luas ke benua

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Langsat (Lansium domestcum Var. langsat) adalah salah satu tanaman Indonesia yang kulitnya buahnya

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Pemanfaatan herbal medicine ramai dibicarakan,

Lebih terperinci

JURNAL. KEMAMPUAN DEKOK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN TAHU PUTIH

JURNAL. KEMAMPUAN DEKOK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN TAHU PUTIH JURNAL KEMAMPUAN DEKOK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN TAHU PUTIH Disusun oleh : Ayu Tiya Rima NPM : 130801324 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama di negara - negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler merupakan bahan makanan bergizi tinggi, memiliki rasa dan aroma enak, tekstur lunak serta harga yang relatif murah dibandingkan dengan daging dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jeruk merupakan komoditas buah unggulan nasional karena memiliki nilai ekonomi tinggi, adaptasinya sangat luas, sangat populer dan digemari hampir seluruh

Lebih terperinci

Gambar 7. Simplisia jahe merah yang telah dihaluskan

Gambar 7. Simplisia jahe merah yang telah dihaluskan 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Sampel Jahe Merah (Zingiber officinale var rubrum) Sampel yang akan kita gunakan adalah sampel kering jahe merah. Selama proses pengeringan terdapat perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan yang harus dilestarikan dan dimanfaatkan dengan baik. Sebagian besar tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L.) I M. Oka Adi Parwata dan P.

ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L.) I M. Oka Adi Parwata dan P. ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L.) I M. Oka Adi Parwata dan P. Fanny Sastra Dewi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak mengandung protein dan dikonsumsi oleh manusia sejak beberapa abad yang lalu. Ikan banyak dikenal karena termasuk lauk pauk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bakteri. Penyakit karena bakteri sering terjadi di lingkungan sekitar, salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah bakteri. Penyakit karena bakteri sering terjadi di lingkungan sekitar, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk di negara Indonesia. Beberapa penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Penyakit

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk mencegah penyakit infeksi (Levinson, 2008). kesehatan (Barbacane, 2004; Goldman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk mencegah penyakit infeksi (Levinson, 2008). kesehatan (Barbacane, 2004; Goldman, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme yang terdapat di permukaan kulit dan di sekeliling lingkungan dapat menyebabkan banyak penyakit infeksi pada manusia. Disinilah peran antiseptik

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L. Less) TERHADAP ZONA HAMBAT BAKTERI Escherichia coli patogen SECARA IN VITRO Oleh: Ilma Bayu Septiana 1), Euis Erlin 2), Taupik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terkumpul dilakukan pengolahan serta analisis data dengan hasil sebagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terkumpul dilakukan pengolahan serta analisis data dengan hasil sebagai BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data yang berasal dari 27 subjek dengan data pre test dan post test. Data yang telah terkumpul

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian yang penting dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah cabai memiliki aroma, rasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci