HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06
|
|
- Shinta Hermawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan kadar air dan rendemen metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 4. Nilai kadar air yang diperoleh adalah sebesar 6.36%. Hal ini menunjukkan bahwa simplisia kulit petai dapat disimpan dalam waktu yang lama. Kadar air yang melebihi 10% dalam suatu bahan dapat menyebabkan mudahnya bahan ditumbuhi mikroba (Harjadi 1993). Nilai rendemen ekstrak untuk maserasi adalah 0,33% untuk n-heksana, 0,32% untuk etil asetat, dan 12,13% untuk etanol 70%. Nilai rendemen ekstrak untuk ultrasonikasi adalah 0,35% untuk n-heksana, 0,38% untuk etil asetat, dan 11,62% untuk etanol 70%. Tabel 1 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak kulit petai metode maserasi Sampel Kadar Air Pelarut Rendemen Ekstrak Simplisia (%) (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 Tabel 2 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak kulit petai metode ultrasonikasi Sampel Kadar Air Simplisia (%) Pelarut Rendemen Ekstrak (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,35 ± 0,04 Etil Asetat 0,38 ± 0,09 Etanol 70% 11,62 ± 0,04 Komponen Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak kulit petai hasil ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kulit petai mengandung komponen-komponen yang berpotensi sebagai antibakteri. Tabel 3 Hasil uji fitokimia Jenis Uji n-heksana Etil asetat Etanol 70% Alkaloid Saponin Flavonoid Tanin Steroid Triterpenoid Keterangan: - : tidak terjadi perubahan + : pekat ++ : lebih pekat +++ : paling pekat
2 7 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap dua jenis bakteri yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan menggunakan pelarut dan konsentrasi yang berbeda. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%, pemilihan pelarut ini berdasarkan tingkat kepolarannya, sedangkan konsentrasi yang digunakan pada tiap pelarutnya adalah 50, 100,150, 200, 250,dan 300 mg/ml dengan tiga kali pengulangan. Aktivitas antibakteri dilihat berdasarkan zona bening yang terbentuk. Zona hambat pada Staphylococcus aureus Nilai rata-rata uji zona hambat dari hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 1. Ekstrak etanol tidak menunjukkan adanya aktivitas anti bakteri. Sedangkan zona hambat tertinggi terdapat pada pelarut etil asetat konsentrasi 300 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 20,63 ± 1,00mm. Nilai aktivitas antibakteri terendah terdapat pada pelarut n-heksana konsentrasi 50 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 1,01 ± 0,58mm. Data zona bening pada bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada pelarut n-heksana, zona hambat hanya ditemukan pada konsentrasi sampai dengan 100 mg/ml, untuk konsentrasi lebih dari 100 mg/ml zona hambat tidak ditemukan. Kontrol positif kloramfenikol memiliki diameter zona hambat sebesar 19 mm, sedangkan streptomisin 10 mg/ml memiliki diameter zona hambat sebesar 5,1 mm. Persen penghambatan dihitung dengan membandingkan nilai penghambatan ekstrak dengan nilai penghambatan kontrol positif streptomisin 10 mg/ml. Nilai persen dan tingkat penghambatan ekstrak disajikan pada Tabel 4. Nilai persen penghambatan tertinggi dimiliki oleh ekstrak etil asetat pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu sebesar 404,51%. Nilai tersebut menunjukan bahwa ekstrak etil asetat kulit petai pada konsentrasi 300 mg/ml memiliki kemampuan penghambatan sebesar 4 kali lipat kemampuan antibiotik streptomisin 10 mg/ml. Diameter (mm) Konsentrasi (mg/ml) Gambar 1 Diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus dengan metode sumur. n-heksana etil asetat kontrol +
3 8 Tabel 4 Tingkat penghambatan ekstrak kulit petai dibandingkan dengan streptomisin 10 mg/ml pada bakteri Staphylococcus aureus Pelarut Konsentrasi Tingkat Penghambatan (%) (mg/ml) penghambatan n-heksana 50 19,80 0, , Etil asetat ,06 1, ,31 1, ,98 2, ,51 2, ,18 3, ,51 4 Zona hambat pada Escherichia coli Ekstrak kulit petai yang diujikan terhadap bakteri Escherichia coli adalah ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%. Nilai rata-rata uji zona hambat dari hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 3. Ekstrak etanol tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, sedangkan zona hambat tertinggi terdapat pada pelarut etil asetat konsentrasi 300 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 15,91 ± 1,57mm. Nilai aktivitas antibakteri terendah terdapat pada pelarut n-heksana konsentrasi 50 mg/ml dengan diameter zona hambat sebesar 1,58 ± 0,58mm. Data zona bening pada bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada Lampiran 7.Pada pelarut n- heksana, zona hambat hanya ditemukan pada konsentrasi sampai dengan 250 mg/ml, untuk konsentrasi lebih dari 250 mg/ml zona hambat tidak ditemukan. Kontrol positif kloramfenikol memiliki diameter zona hambat sebesar 19 mm, sedangkan streptomisin 10 mg/ml memiliki diameter zona hambat sebesar 5,1 mm. Nilai persen dan tingkat penghambatan ekstrak dibandingkan kontrol positif disajikan pada Tabel 5. Nilai persen penghambatan tertinggi dimiliki oleh ekstrak etil asetat pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu sebesar 279,12%. Kemampuan antibakteri ekstrak etil asetat terhadap bakteri Escherichia coli meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang digunakan. Tingkat penghambatan yang dimiliki oleh konsentrasi 50 mg/ml adalah sebesar 1,3 kali lipatnya streptomisin 10 mg/ml, dan terus meningkat menjadi 1,4 untuk konsentrasi 100 mg/ml, 1,7 untuk konsentrasi 150 mg/ml, 1,9 untuk konsentrasi 200 mg/ml, 2,4 untuk konsentrasi 250 mg/ml, dan yang tertinggi adalah 2,8 pada konsentrasi 300 mg/ml. Sedangkan untuk tingkat penghambatan ekstrak n- heksana memiliki nilai yang relatif lebih rendah jika dibandingkan ekstrak etil asetat. Tingkat penghambatan tertinggi yang diperoleh ekstrak n-heksana berada pada konsentrasi 250 mg/ml yaitu sebesar 0,4 kali lipat kekuatan streptomisin 10 mg/ml.
4 Diameter (mm) Konsentrasi (mg/ml) Gambar 2 Diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli dengan metode sumur. n-heksan etil asetat kontrol + Tabel 5 Tingkat penghambatan ekstrak kulit petai dibandingkan dengan streptomisin 10 mg/ml pada bakteri Escherichia coli Pelarut Konsentrasi Tingkat Penghambatan (%) (mg/ml) penghambatan n-heksana 50 27,72 0, ,16 0, ,68 0, ,70 0, ,88 0, Etil asetat ,56 1, ,82 1, ,57 1, ,60 1, ,79 2, ,8
5 10 Jumlah Komponen Ekstrak Etil Asetat Kulit Petai dengan KLT Hasil dari KLT dengan eluen toluen:etil asetat (93:7) menunjukkan adanya spot-spot yang merupakan komponen penyusun ekstrak etil asetat kulit petai. Jumlah spot terbanyak terdapat pada konsentrasi 500 mg/ml, yaitu sejumlah delapan spot. Masing-masing spot memiliki nilai faktor retensi (Rf) yang berbedabeda. Nilai Rf yang diperoleh untuk masing-masing spot adalah Rf 1 = 0,2; Rf 2 = 0,35; Rf 3 = 0,41; Rf 4 = 0,48; Rf 5 = 0,6; Rf 6 = 0,73; Rf 7 = 0,84 dan Rf 8 = 0,95. Gambar 3 Kromatogram ekstrak etil asetat kulit petai. Eluen: toluen:etil asetat (93:7) Panjang gelombang: 254 nm. (A) 100 mg/ml; (B) 200 mg/ml; (C) 300 mg/ml; (D) 400 mg/ml; (E) 500 mg/ml PEMBAHASAN Kadar Air dan Rendemen Hasil Ekstraksi Kadar air menunjukkan kandungan air dalam suatu bahan, jumlah kadar air yang terkandung dalam suatu bahan dapat memengaruhi ketahanan suatu bahan dalam masa penyimpanan. Kadar air yang dianjurkan adalah kurang dari 10%, dengan demikian kemungkinan rusaknya bahan akibat kontaminasi bakteri dan jamur dapat diturunkan, sehingga bahan dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Kadar air yang diperoleh pada simplisia kulit petai adalah sebesar 6.36%. Hal ini menunjukkan bahwa simplisia kulit petai dapat disimpan dan digunakan dalam jangka waktu yang lama. Simplisia kulit petai diekstraksi menggunakan metode maserasi dan ultrasonikasi. Penggunaan dua metode ini bertujuan untuk membandingkan rendemen dan efisiensi dari dua metode tersebut. Simplisia kulit petai diekstraksi dengan menggunakan tiga pelarut secara bertingkat, yaitu n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%. Metode ekstraksi maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut selama waktu tertentu. Metode ini sederhana dan tidak merusak senyawa yang tidak tahan panas. Senyawa yang terbawa pada proses ekstraksi adalah senyawa yang mempunyai
6 11 polaritas sesuai dengan pelarutnya, metode ini memerlukan waktu selama 24 jam pada suhu 27 o C untuk setiap pelarutnya. Metode ekstraksi ultrasonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik untuk memecah dinding sel, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk ekstrasi tidak selama metode maserasi. Metode ini membutuhkan waktu 20 menit pada suhu 40 o C untuk setiap pelarutnya (Imelda 2013). Hasil pengukuran rendemen terkoreksi menunjukkan nilai yang paling besar diperoleh dari pelarut etanol 70% dengan metode maserasi sebesar 12,13% (Tabel 1), tidak berbeda nyata dengan nilai rendemen etanol 70% dengan metode ultrasonikasi, yaitu sebesar 11,62% (Tabel 2). Metode maserasi membutuhkan waktu 24 jam untuk ekstraksi, sedangkan metode ultrasonikasi membutuhkan waktu 20 menit untuk ekstraksi, sehingga dari sisi hasil rendemen dan juga waktu ekstraksi, metode ultrasonikasi lebih efisien dibandingkan dengan metode maserasi. Kuantitas rendemen ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan banyaknya senyawa bioaktif dalam rendemen tersebut. Informasi ini dapat digunakan untuk pemilihan pelarut yang tepat saat ekstraksi senyawa metabolit sekunder yang diharapkan (Kresnawaty & Zainuddin 2009). Komponen Fitokimia Uji kualitatif fitokimia bertujuan mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder pada kulit petai hasil ultrasonikasi.hasil uji fitokimia yang dilakukan pada pelarut yang berbeda akan menunjukkan hasil yang berbeda dalam kekuatan sinyal yang diidentifikasi, yaitu tingkat kepekatan yang berbeda pada setiap pelarut (Egwaikhide & Gimba 2007). Hasil uji fitokimia pada ekstrak kulit petai dapat dilihat pada tabel 3. Hal ini sesuai dengan penelitian Aisha et al. (2012) dan Tunsaringkarn et al. (2012) bahwa kulit petai mengandung senyawa fenolik, yaitu flavonoid, saponin dan tanin yang berpotensi sebagai antibakteri. Ekstrak etanol memiliki kandungan alkaloid, saponin, dan tanin yang lebih banyak dibanding dengan kedua ekstrak lainnya namun tidak memiliki kandungan flavonoid sama sekali. Ekstrak etil asetat memiliki kandungan saponin lebih banyak dibanding dengan ekstrak n- heksana. Komposisi dari senyawa-senyawa fenolik inilah yang memengaruhi kemampuan masing-masing ekstrak untuk menghambat aktivitas bakteri. Dalam penelitian sebelumnya bahan alam lain yang memiliki potensi antibakteri adalah daun sirih merah yang memiliki kandungan metabolit sekunder alkaloid, steroid, dan tanin (Sugiharti 2007). Senyawa alkaloid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Senyawa alkaloid dapat menyebabkan lisis sel dan perubahan morfologi bakteri (Karou 2006). Senyawa alkaloid juga terdapat dalam ekstrak etil asetat kulit petai. Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder bersifat seperti sabun. Senyawa ini dapat dilihat karena kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis darah (Harborne 1987). Saponin diduga sebagai senyawa antibakteri pada kulit petai karena memiliki kemampuan untuk menghambat fungsi membran sel sehingga merusak permeabilitas membran yang mengakibatkan rusaknya dinding sel. Flavonoid juga merupakan senyawa yang memiliki sifat antibakteri. Dinding bakteri yang terkena flavonoid akan kehilangan permeabilitas sel
7 12 (Karlina et al. 2013). Penelitian oleh Ajizah et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak kayu ulin yang mengandung flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan mengganggu permeabilitas dinding sel bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2013) juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kesum yang mengandung flavonoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme mengganggu permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran material sel. Senyawa metabolit sekunder berupa tanin mempunyai rasa sepat dan juga bersifat sebagai antibakteri. Mekanisme penghambatan bakteri pada tanin adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial, dan destruksi fungsi material genetik.menurut Karlina et al. (2013), tanin memiliki peran sebagai antibakteri dengan mengikat protein sehingga pembentukan dinding sel akan terhambat. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan untuk mengetahui potensi antibakteri dari ekstrak kulit petai terhadap bakteri uji. Tingkat aktivitas antibakteri ekstrak bergantung pada pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan senyawa metabolit sekunder yang terlarut saat ekstraksi. Ekstrak yang berasal dari pelarut non polar dan semi polar menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, sedangkan ekstrak pelarut polar tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Ekstrak etanol 70% menunjukkan tidak adanya aktivitas antibakteri untuk kedua bakteri uji, hal ini ditunjukkan oleh tidak terbentuknya zona bening disekitar sumur yang ditetesi ekstrak. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak terbawanya komponen senyawa yang berpotensi menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri ke dalam ekstrak etanol 70% selama proses ekstraksi yaitu flavonoid. Kedua ekstrak lainnya yang diuji, menunjukkan adanya aktivitas antibakteri untuk dua bakteri yang diujikan, namun aktivitas antibakteri terbaik dimiliki oleh ekstrak etil asetat. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki kandungan senyawa fenolik terlengkap, sedangkan ekstrak n- heksana tidak memiliki kandungan alkaloid. Berdasarkan hasil tersebut, senyawa flavonoid merupakan senyawa yang paling berperan dalam aktivitas antibakteri suatu ekstrak. Menurut Andrews (2005) flavonoid memiliki aktivitas antimikroba yang luas dan penghambatan enzim, diantaranya flavanon terhadap Methicilin Resistant Staphylococcus aureus(mrsa) dan isoflavon terhadapap spesies Strephtococcus. Menurut ketentuan kekuatan antibakteri yang dikemukakan oleh David Scout, kategori lemah digolongkan jika diameter zona bening yang terbentuk < 5 mm, kategori sedang pada kisaran 5-10 mm, dan kategori kuat jika diameter zona bening yang terbentuk > 10 mm (Harahap 2006). Konsentrasi ekstrak n-heksana yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus terbesar adalah 100 mg/ml dengan diameter zona bening sebesar 1,02 mm. Sedangkan konsentrasi ekstrak n-heksana yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli terbesar adalah 250 mg/ml dengan diameter zona bening sebesar 2,33 mm. Konsentrasi lebih besar tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, hal ini menunjukkan konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi maksimum penghambatan
8 pertumbuhan bakteri. Zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak n-heksana termasuk kedalam kategori lemah karena memiliki diameter kurang dari 5 mm (Harahap 2006). Pada ekstrak etil asetat, seluruh konsentrasi yang diuji mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Diameter zona hambat terbesarterdapat pada konsentrasi300 mg/mlyaitu 20,6 mm. Penghambatan pertumbuhan Escherichia coli oleh ekstrak etil asetat menunjukkan hasil yang lebih besar, dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk yaitu 15,91 mm pada konsentrasi 300 mg/ml. Zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak etil asetat termasuk dalam kategori besar karena memiliki diameter lebih besar dari 10 mm (Harahap 2006). Kemampuan ekstrak etil asetat kulit petai memiliki kemampuan yang lebih kecil dibanding dengan kemampuan ekstrak etil asetat biji petai, yaitu >20 mm (Sakunpak dan Panichayupakaranant 2012). Ekstrak etanol 70% tidak memiliki aktivitas antibakteri sama sekali, hal ini disebabkan tidak terekstraknya komponenkomponen yang bersifat antibakteri oleh etanol 70% (Imelda 2013). Komposisi dari alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin yang terdapat dalam ekstrak etil asetat kulit petai menyebabkan kemampuan antibakteri yang paling baik dibandingkan dengan kedua ekstrak lainnya. Pendugaan mekanisme penghambatan senyawa fenolik pada ekstrak kulit petai ini yaitu dinding bakteri yang telah lisis akibat senyawa alkaloid, saponin dan flavonoid menyebabkan senyawa tanin dengan mudah dapat masuk ke dalam sel bakteri dan mengkoagulasi protoplasma sel bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kulit petai yang diekstraksi dengan etil asetat memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap Staphylococcus aureus yang tergolong bakteri Gram positif. Sedangkan ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap Escherichia coli yang tergolong Gram negatif, namun tidak sebaik kemampuan antibakteri ekstrak etil asetat terhadap Escherichia coli. Hal tersebut menunjukkan bahwa baik bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sensitif terhadap komponen aktif bersifat antibakteri yang terdapat pada ekstrak etil asetat. Pelczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja, sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif bersifat lebih kompleks. Ekstrak n-heksana memiliki nilai persen penghambatan yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol positif antibiotik streptomisin dengan dosis 10 mg/ml. Sedangkan ekstrak etil asetat memiliki nilai persen penghambatan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan streptomisin 10 mg/ml. Nilai terbesar dapat dilihat pada konsentrasi 300 mg/ml untuk bakteri Staphylococcus aureus yaitu hampir empat kali lipat nilai penghambatan streptomisin 10 mg/ml. Streptomisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif. Streptomisin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein. Streptomisin memicu ribosomal prokariotik salah membaca mrna sehingga menghambat proses inisiasi dan elongasi sintesis protein (Lin et al 2000). Antibiotik yang digunakan selain streptomisin adalah kloramfenikol dengan dosis 1 mg/ml, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak kulit petai bersifat bakteriostatik seperti kloramfenikol atau bersifat bakterisidal seperti streptomisin. Berdasarkan bentuk zona hambat 13
9 14 yang terbentuk, zona hambat ekstrak kulit petai lebih menyerupai bentuk zona hambat streptomisin. Menurut sifatnya antibakteri digolongkan menjadi spektrum luas (broad spectrum) jika menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif, spektrum sempit (narrow spectrum) jika menghambat atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja, dan spektrum terbatas (limited spectrum) jika efektif terhadap organisme tunggal atau penyakit tertentu (Fardiaz 1983). Berdasarkan hasil yang diperoleh, antibakteri yang terkandung dalam ekstrak etil asetat kulit petai termasuk ke dalam golongan antibakteri berspektrum luas, karena mampu menghambat pertumbuhan bakteri dari Gram positif maupun Gram negatif. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada aktivitas antibakteri, perlakuan dengan perbedaan pelarut dan konsentrasi yang diujikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter zona bening yang diperoleh pada taraf kepercayaan 95%. Pemberian perlakuan tiga pelarut yang berbeda menghasilkan diameter zona bening yang berbeda pada masing-masing pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya. Begitu pula dengan ragam konsentrasi yang diujikan, semakin tinggi konsentrasi yang diujikan maka diameter zona bening yang terbentuk semakin besar. Hasil analisis ini diperkuat oleh uji lanjut Duncan yang memberikan hasil yang berbeda nyata antar pelarut etil asetat ataupun konsentrasi yang digunakan. Jumlah Komponen Ekstrak Etil Asetat Kulit Petai dengan KLT Ekstrak etil asetat kulit petai ditentukan jumlah komponennya dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan kombinasi eluen toluen:etil asetat (93:7). KLT merupakan metode pemisahan yang menggunakan dua fase yaitu fase diam yang berupa plat dengan lapisan adsorben inert, dan fase gerak berupa eluen yang dapat dpilih berdasarkan polaritas senyawa. Kepolaran eluen sangat memengaruhi nilai faktor retensi (Rf). Semakin nonpolar suatu eluen maka akan semakin jauh pelarut tersebut menggerakkan senyawa non polar naik pada plat silika (Watson 2007). Fase diam yang biasa digunakan dalam KLT adalah silika gel yang melekat pada plat alumunium maupun plat kaca. Jenis adsorben lain yang bisa digunakanuntuk KLT adalah alumina, serbuk selulose, serbuk poliamida, sephadex, celite, dan kieselguhr. Dalam penilitian ini digunakan plat alumunium dengan adsorben silika gel GF 254 yang bersifat polar dan sudah mengandung indikator fluoresen, sehingga jika dilihat dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 akan tampak berpendar. Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah toluen:etil asetat (93:7). Konsentrasi ekstrak yang berbeda-beda diuji dengan KLT untuk mendapatkan pemisahan terbaik. Ekstrak etil asetat kulit petai pada konsentrasi 500 mg/ml menunjukkan delapan bercak setelah diamati dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm.hasil yang diperoleh memiliki nilai Rf sebagai berikut: Rf 1 = 0,2; Rf 2 = 0,35; Rf 3 = 0,41; Rf 4 = 0,48; Rf 5 = 0,6; Rf 6 = 0,73; Rf 7 = 0,84 dan Rf 8 = 0,95. Semakin besar nilai Rf, maka semakin kecil nilai kepolaran fraksi ekstrak etil asetat tersebut. Maka Rf 1 merupakan fraksi ekstrak etil asetat kulit petai yang paling polar, dan Rf 8 adalah fraksi ekstrak etil asetat kulit petai yang paling tidak polar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi
24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air
Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui
Lebih terperinciAnalisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal
6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan
Lebih terperinciPROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn)
PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn) Zulhipri, Yusnetty Boer, Resa Rahmawatie, Siti Julekha Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
Lebih terperinci5. Media Mekanisme kerja antimikroba Pengukuran aktivitas antibiotik Ekstraksi Kromatografi Lapis Tipis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN MOTTO...v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Hasil 4.1.1. Isolasi kulit batang tumbuhan Polyalthia sp (Annonaceae) Sebanyak 2 Kg kulit batang tuinbulian Polyalthia sp (Annonaceae) kering yang telah dihaluskan dimaserasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan
Lebih terperinciUji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya
Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi
2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
46 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Kandungan zat ekstraktif dari pohon faloak pada penelitian ini diperoleh melalui metode maserasi bertingkat menggunakan aseton sebagai pelarut awal, dan
Lebih terperinciBAB IV PROSEDUR PENELITIAN
BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari
Lebih terperinciLampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)
Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi
A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit, mikroorganisme
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal akan kekayaan alamnya dengan berbagai macam flora yang dapat ditemui dan tentunya memiliki beberapa manfaat, salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN II. METODE PENELITIAN
I. PENDAHULUAN Bambu merupakan tanaman serbaguna. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah batang. Pemanfaatan bagian daun belum maksimal, hanya sebagai pembungkus makana tradisional. Di Cina (1998), daun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui 3 kali pengulangan perlakuan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 %
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K
7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al
Lebih terperinciLarutan bening. Larutab bening. Endapan hijau lumut. Larutan hijau muda
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Analisis Fitokimia Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) Sampel buah mengkudu kering dan basah diuji dengan metoda fitokimia untuk mengetahui ada atau tidaknya
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van
22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kandungan Metabolit Sekunder Daun Rhizophora mucronata Lamk. Kandungan metabolit sekunder pada daun Rhizophora mucronata Lamk. diidentifikasi melalui uji fitokimia. Uji
Lebih terperinciAKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Langsat (Lansium domestcum Var. langsat) adalah salah satu tanaman Indonesia yang kulitnya buahnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita
Lebih terperinciAKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA AKTIF DAUN SENGGANI (Melastoma candidum D.Don) TERHADAP Bacillus Licheniformis.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA AKTIF DAUN SENGGANI (Melastoma candidum D.Don) TERHADAP Bacillus Licheniformis Ari Eka Suryaningsih 1), Sri Mulyani 1), Estu Retnaningtyas N 2) 1) Prodi P.Kimia Jurusan PMIPA
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Hasil 4.L1. Ujifitokimiadaun Quercus gemelilflorg Bi Pada uji fitokimia terhadap daun Quercus gemelilflora Bi memberikan hasil yang positif terhadap steroid, fenolik dan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Udang windu merupakan komoditas perikanan laut yang memiliki peluang usaha cukup baik karena sangat digemari konsumen lokal (domestik) dan konsumen luar negeri. Hal
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Cucurbita moschata Duch Poir) yang diperoleh dari Salatiga, Jawa Tengah.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel 1. Pengumpulan dan Penyiapan Bahan Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah biji labu kuning (Cucurbita moschata Duch Poir) yang diperoleh dari
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi
Lebih terperinciUji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)
terbentuknya warna merah karena penambahan H 2 SO 4. Uji Saponin. Sebanyak.1 gram ekstrak jawer kotok ditambahkan 5 ml akuades lalu dipanaskan selama 5 menit. Kemudian dikocok selama 5 menit. Uji saponin
Lebih terperinciHASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati
6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian dan Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan biji manggis (Garcinia mangostana) terhadap penghambatan pertumbuhan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian
9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka
Lebih terperinciOLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini
Analisis Komponen Kimia dan Uji KLT Bioautografi Fungi Endofit dari Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan
4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan
Lebih terperinciJurnal Analis Laboratorium Medik, 30/11 (2016), 12-18
12 Jurnal Analis Laboratorium Medik, 30/11 (2016), 12-18 IDENTIFIKASI SENYAWAANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BUNGA KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa sinensis L. ) TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC25923 DENGAN
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pemisahan senyawa total flavanon 4.1.1.1 Senyawa GR-8 a) Senyawa yang diperoleh berupa padatan yang berwama kekuningan sebanyak 87,7 mg b) Titik leleh: 198-200
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di
Lebih terperinciLampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian
LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian Serbuk daun kepel Ekstrak kental metanol Penentuan kadar air dan kadar abu Maserasi dengan metanol Ditambah metanol:air (7:3) Partisi dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) merupakan tanaman buah yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia di pekarangan atau di kebun. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. negatif Escherichia coli ATCC 25922, bakteri gram positif Staphylococcus aureus
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba ekstrak etil asetat Dumortiera hirsuta pada berbagai konsentrasi terhadap bakteri gram negatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bakteri merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan di dunia, terutama di negara tropis. Di daerah tropis seperti Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai
40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Uji fitokimia kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) Pada uji fitokimia terhadap kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) memberikan hasil positif terhadap alkaloid,
Lebih terperinciPROFIL KROMATOGRAFI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN LIBO (Ficus variegata Blume.)
PROFIL KROMATOGRAFI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN LIBO (Ficus variegata Blume.) Mega Rizky Novitasari, Risna Agustina, Agung Rahmadani, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya
1 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subjek Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada plate
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan yang harus dilestarikan dan dimanfaatkan dengan baik. Sebagian besar tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Ekstraksi Senyawa Aktif Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak metanol, etil asetat, dan heksana dengan bobot yang berbeda. Hasil
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Ekstraksi sampel daun tumbuhan pacar jawa {Lawsonia inermis Lin) Sebanyak 250 g serbuk daun Pacar jawa, pertama-tama di ekstrak dengan n- heksan, diperoleh ekslrak
Lebih terperinciLampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.
Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 60 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni dan daun buni Gambar A. Pohon buni Gambar B.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU Peng et al. (2004) menyatakan bahwa karakteristik sampel termasuk kadar air yang terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstrak
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri
Lebih terperinciIDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK
IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) Gloria Sindora 1*, Andi Hairil Allimudin 1, Harlia 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan
III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Keanekaragaman hayati Indonesia menempati
Lebih terperinciLampiran 1. Tanaman sirih dan daun sirih. Tanaman sirih. Daun sirih segar. Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Tanaman sirih dan daun sirih Tanaman sirih Daun sirih segar 9 Lampiran 2. Gambar daun sirih kering serta serbuk simplisia daun sirih Daun sirih kering Serbuk daun sirih 60 Lampiran 3. Hasil
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak 2-3 kali lipat dibandingkan dengan negara maju (Simadibrata &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diare merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan yang umum ditemukan (CDC, 2014). Frekuensi kejadian diare pada negara berkembang lebih banyak 2-3 kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki efek herbal adalah daun, biji, dan daging buahnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman avokad ( Persea americana Mill.) atau biasa disebut avokad merupakan tanaman yang sangat populer di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika tengah, yaitu
Lebih terperinciLampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng 44 Tumbuhan ketepeng Daun ketepeng Lampiran 3.Gambarsimplisia dan serbuk simplisia daun ketepeng 45 Simplisia daun ketepeng Serbuk simplisia daun ketepeng Lampiran
Lebih terperinciABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...
Lebih terperinciANALISIS KLT-BIOAUTOGRAFI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96% DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi
ANALISIS KLT-BIOAUTOGRAFI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96% DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi Doni Ardiansyah 1, Oom Komala 2, Ike Yulia Wiendarlina 3 1&3 Program Studi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis
Lebih terperinciLampiran 1. Identifikasi tumbuhan.
Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resistensi antibiotik sekarang telah menjadi perhatian global. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat beberapa insiden peningkatan resistensi antibiotik terhadap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Lebih terperinciFraksinasi HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air. Uji Aktivitas Antibakteri
5 Fraksinasi Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan senyawa sesuai dengan polaritasnya. Metode fraksinasi yang digunakan adalah metode kolom. Bubur adsorben dibuat dengan mencampurkan silika gel dalam eluen
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian
15 HN DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan iodegradasi UPT. alai Penelitian dan Pengembangan iomaterial LIPI dan Laboratorium Parasitologi
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun oleh: YOGYAKARTA
SKRIPSI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN POHPOHAN (Pilea trinervia W.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus. Disusun oleh: Abdulloh Khudry NPM: 100801163 UNIVERSITASS ATMA JAYA YOGYAKARTAA
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama di negara - negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga
Lebih terperinciLampiran 1. Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 6. Tumbuhan suruhan (Peperomia pellucida H.B.&K.) Lampiran 3 Gambar 7. Herba suruhan (peperomiae pellucidae herba) Lampiran 4 Gambar 8. Simplisia herba suruhan (Peperomiae
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)
6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih menjadi permasalahan utama kesehatan di Indonesia (Kuswandi et al., 2001). Rendahnya tingkat ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan,
Lebih terperinciBAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman
BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,
Lebih terperinci