BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Revolusi Industri terjadi pada awal abad ke-19 yang ditandai dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Revolusi Industri terjadi pada awal abad ke-19 yang ditandai dengan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revolusi Industri terjadi pada awal abad ke-19 yang ditandai dengan adanya perubahan pola hidup masyarakat Eropa yang awalnya adalah masyarakat agraris mulai menggunakan tenaga mesin sebagai alat produksi. Revolusi Industri melahirkan ideologi kapitalisme yang melibatkan dua kelas yaitu kelas borjuis atau pemilik modal dan kelas proletar atau buruh. Menurut Marx, kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang menekankan pada kapital atau modal dimana masyarakat kelas distrukturisasikan secara khusus dan diorganisasikan untuk produksi kebutuhan hidup. Dalam sistem kapitalis kedua kelas saling membutuhkan namun hubungan antar keduanya berjalan tidak seimbang. Buruh tidak dapat memenuhi kebutuhannya jika tidak bekerja sebaliknya pemilik modal dapat bertahan lama meskipun pabriknya tidak berjalan atau ditutup. Pemilik modal dapat menggunakan modal yang dikumpulkan saat pabrik berjalan dan dapat menjual pabriknya. Dalam sistem ekonomi kapitalis terjadi eksploitasi yang dilakukan oleh borjuis terhadap proletar. Borjuis mendapatkan keuntungan yang sangat besar dengan cara memberikan upah yang rendah kepada buruh dengan jam kerja yang panjang. Sistem kapitalis tumbuh seiring besarnya peningkatan level eksploitasi terhadap buruh. Sejumlah besar buruh yang hanya memiliki sedikit hak milik memproduksi komoditas-komoditas demi keuntungan sejumlah kapitalis yang 1

2 memiliki komoditas-komoditas, alat produksi dan bahkan waktu kerja para buruh karena mereka membeli para pekerja tersebut melalui gaji atau upah (Suseno, Frans Magniz. 1999). Eksploitasi yang dirasakan oleh buruh mendorong buruh melakukan perubahan untuk menghentikan eksploitasi dan mengakhiri rezim kapitalis. Buruh menentang sistem kapitalis yang dianggap memiskinkan mereka. Reaksi menentang yang dilakukan oleh buruh ditandai dengan adanya ledakan gerakan buruh dan gerakan radikal yang bertujuan untuk menghancurkan sistem kapitalis. Awalnya buruh menghadapi kaum borjuis dengan sendiri-sendiri namun buruh mulai menyadari adanya kesamaan nasib dengan buruh lainnya. Konflik antara buruh dan pemilik modal tidak lagi bersifat lokal melainkan regional dan nasional. Kepentingan langsung buruh untuk memperbaiki kehidupan ekonomi dan sosialnya mendorong buruh bersatu dalam wadah atau organisasi buruh. Buruh mengorganisasikan diri dalam serikat buruh merasa bahwa perjuangan mereka semakin efektif karena buruh menghadapi kekuatan yang lebih unggul dari mereka dengan cara bersama-sama. Banyak sekali tuntutan dan aksi yang dilakukan oleh buruh agar hak-hak yang mereka miliki terpenuhi. Hal ini menjadi sorotan dunia sehingga banyak sekali pembahasan yang dilakukan oleh organisasi atau instansi terkait masalah ketenagakerjaan seperti International Labour Organization (ILO). Hasil dari konvensi ke-87 yang dilakukan oleh ILO adalah kebijakan yang mengatur Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Banyak negara yang mulai memberlakukan kebijakan dari hasil Konvensi ILO No 87 melalui undang-undang ketenagakerjaan. Tuntutan yang dilakukan oleh buruh dapat 2

3 disuarakan karena adanya kesadaran buruh yang mereka dapatkan dengan berserikat. Organisasi buruh mulai muncul pada kapitalisme modern, dimana buruh memiliki hak untuk membentuk serikat buruh dan menjadi anggota serikat buruh tanpa adanya interpensi dari pihak lain. Serikat buruh sendiri merupakan organisasi legal karena adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur dan mengawasi berjalannya suatu serikat buruh. Dalam ketentuan undang-undang mengatur tentang serikat buruh dalam suatu perusahaan merupakan hal yang wajib ada. Perkembangan kapitalisme sejalan dengan berkembangnya jumlah kaum buruh yang menjual tenaga kerjanya. Tugas-tugas yang membebani serikat buruh juga semakin banyak dan semakin bervariasi. Masalah yang dihadapi buruh selalu tumbuh dan berkembang, hampir di seluruh penjuru dunia bahkan Indonesia buruh masih berjuang menghadapi dan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya berita mengenai buruh yang menjadi topik utama pemberitaan di media massa seperti koran, televisi dan media sosial atau internet. Buruh menyuarakan dan menuntut hak-haknya melalui aksi-aksi mogok dan demonstrasi agar pengusaha memenuhi hak-hak buruh. Adapun masalah yang sering sekali menjadi tuntutan para buruh adalah upah yang layak dan jaminan kesehatan. Tuntutan-tuntutan buruh yang tidak terpenuhi tentu saja menjadi hal yang terus diperjuangkan oleh buruh. Perjuangan dilakukan dengan cara yang damai dan kadang berujung dengan aksi demo dan mogok kerja jika pengusaha tidak memberikan tanggapan. Mogok kerja dan demo merupakan cara terakhir yang dilakukan oleh buruh agar pengusaha memenuhi kewajibannya. 3

4 Tenaga kerja yang mendominasi di Indonesia adalah tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah bahkan tidak memiliki pendidikan sama sekali (unskillabour). Hal ini dapat dilihat dari data BPS dalam Laporan Bulanan Data Ketenagakerjaan di Indonesia tahun 2015 sebanyak 69,4% merupakan tenaga kerja yang kurang terdidik. Jumlah pekerja dengan pendidikan tinggi atau tenaga kerja terdidik masih relatif kecil yaitu 30,6%. Pekerja dengan pendidikan Diploma hanya sebesar 2,8% dan pekerja dengan pendidikan Sarjana sebesar 4,8% ( Hal ini menjadikan buruh di Indonesia menempati posisi yang tidak menguntungkan dan memiliki posisi tawar yang rendah. Pendidikan yang rendah menyebabkan majikan melakukan tindakan yang sewenangwenangnya terhadap buruh. Tidak mudah untuk mengatur buruh karena jumlahnya yang cukup banyak dengan tingkat pendidikan dan kualitas SDM yang rendah sehingga buruh dalam posisi yang lemah dan terpinggirkan. Diberlakukan sebagai alat produksi tanpa memperhatikan harkat dan martabatnya sebagai manusia yang terus-menerus bekerja setiap hari dengan jam kerja yang ditentukan dan mendapatkan upah yang tidak sesuai yaitu mendapatkan upah sebatas Upah Minimum Provinsi (UMP) bahkan masih ada perusahaan yang membayar upah buruh dibawah UMP (Sitorus, Thoga M. 2007). Berita mengenai ketenagakerjaan hampir setiap hari menghiasi halaman surat kabar. Masalah ketenagakerjaan di dunia khususnya Indonesia tidak ada habisnya, berbagai pihak yang berwenang sudah mencoba memberikan solusi dan jalan keluar namun permasalahan buruh seakan menemukan jalan buntu. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah masih saja kurang mendukung posisi buruh. Pada awal September 2015 tejadi demo di berbagai wilayah di Indonesia, 4

5 buruh menuntut kenaikan upah, pemerintah memperketat aturan bagi tenaga kerja asing yang datang ke Indonesia, meurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan bahan pokok, peraturan perundang-undangan Jaminan Hari Tua dan yang paling utama dalam aksi demo ini adalah menuntut kejelasan dari pemerintah mengenai banyaknya buruh yang di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat perekonomian Indonesia yang semakin melemah (IndoBerita, 2015). Di Medan ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992) demo di depan halaman kantor Gubernur Sumatera Utara. Ratusan buruh tersebut melakukan demo di kantor Gubernur Sumatera Utara menuntut agar segera dilakukan Revisi UMP (Upah Minumum Provinsi). Buruh menuntut agar upah minimum provinsi dinaikkan karena upah yang mereka terima tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka yang semakin hari semakin bertambah. Harga BBM yang naik tidak diikuti dengan naiknya upah buruh. Tentu saja ini menyulitkan buruh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Buruh yang merasa bahwa hak-haknya perlu untuk diperjuangkan bergabung dalam serikat buruh untuk menyuarakan aspirasinya. Jika buruh hanya sendiri menuntut haknya untuk dipenuhi ini hanya akan menjadi hal yang sia-sia karena pengusaha tidak akan mendengarkan suara dari satu orang saja. Serikat buruh disini menjadi pelindung bagi buruh, dimana serikat buruh menjadi tameng bagi buruh dalam melawan ketidakadilan yang diterima oleh buruh. Serikat buruh harus benar-benar menyuarakan kebutuhan buruh bukan mengambil keuntungan dari situasi yang dihadapi oleh buruh. Serikat buruh merupakan organisasi yang dibentuk atas dasar kesepakatan dan keinginan dari buruh itu sendiri dengan tujuan menyuarakan dan 5

6 memperjuangkan hak-hak buruh. Banyak permasalahan yang terjadi antara buruh dan pengusaha. Permasalahan tersebut berupa pengusaha tidak memenuhi hak-hak buruh seperti upah yang layak dan memberikan jaminan sosial bagi buruh. Oleh karena itu, buruh memerlukan wadah untuk berlindung dan membantu permasalahan yang dihadapi oleh buruh. Untuk memperjuangkan dan menuntut hak-haknya, buruh melalui serikat buruh yang memiliki kekuatan dan anggota yang banyak diharapkan memberikan ancaman yang berarti bagi pengusaha dan mempertimbangkan untuk memenuhi hak-hak buruh. Hal ini dikarenakan oleh serikat buruh memiliki daya tawar yang tinggi dimata pengusaha. Apabila pengusaha tidak memenuhi keinginan buruh, maka buruh melalui serikat buruh dapat mengancam pengusaha dengan cara demo atau mogok kerja. Demo dan mogok kerja tentu saja dapat merugikan pengusaha karena buruh yang demo dan mogok kerja melumpuhkan kegiatan produksi (Sitorus, Thoga M. 2007). Di Indonesia sendiri perkembangan gerakan buruh diawali dengan didirikannya Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang kegiatannya masih dipengaruhi oleh gerakan komunis Eropa. Organisasi buruh dijadikan alat partai politik pada tahun 1945 setelah kemerdekaan. Pasca Proklamasi kemerdekaan, urusan ketenagakerjaan menjadi bagian dar kementrian sosial. Buruh yang selama masa perang kemerdekaan belum memperhatikan masalah kesejahteraan dan kepastian kerja mulai mencurahkan perhatian terhadap hal tersebut. Kesadaran buruh yang meningkat ditandai dengan banyaknya aksi mogok sebagai tanda kesadaran buruh akan hak pribadinya perlu diperjuangkan dalam lapangan sosial-ekonomi. Peraturan ketenagakerjaan pada era pasca proklamasi cenderung memberikan jaminan sosial dan perlindungan kepada buruh (Agusmidah, 2010). 6

7 Pada masa orde lama tahun 1965 setelah kegagalan G-30-S PKI, serikat buruh berusaha menyatukan diri dengan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI). Pemimpin serikat buruh mendeklarasikan persatuan serikat buruh pada tahun 1973 dan terbentuklah Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI). Pada masa orde lama pemerintah dengan tegas melarang tindakan pemogokan dan penutupan perusahaan (lock out) dengan dikeluarkannya Undang Undang No.7 PRP/1963 tentang pencegahan Pemogokan dan Penutupan (lock out) di perusahaan-perusahaan. Selama periode kekuasaannya, Orde Baru telah mengembangkan kebijakan korporatisme sebagai mekanisme pengendalian yang terbukti efektif meredam konflik antarkelas dan antarkelompok masyarakat. Lahirnya Federasi Buruh Seluruh Indonesia (kemudian menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia-SPSI) pada bulan Februari 1973 dimaksudkan sebagai wadah korporatis organisasi buruh saat itu yang kehadirannya disponsori oleh para perwira militer yang dekat dengan Suharto. Melalui doktrin Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang menekankan prinsip keselarasan dan keharmonisan antara buruh dan majikan, menjadikan SPSI sebagai sarana efektif untuk menindas konflik. Pada masa ini, kebebasan berserikat telah dilanggar untuk mendukung program pembangunan yang dirancang oleh pemerintah, atas nama stabilitas nasional maka serikat pekerja digiring untuk menjadi serikat pekerja tunggal (single union) yang pada tataran pengurusnya sangat ditentukan oleh pemerintah. Keruntuhan rezim Orde Baru melahirkan gerakan aktivis buruh yang secara intensif mengadvokasi nasib kaum buruh di tengah keprihatinan atas ketidakberdayaan kelas buruh dalam pusaran kuasa modal. 7

8 Kebebasan berserikat dan demokratisasi yang dijunjung tinggi pada era reformasi tahun 1998 membuat pemerintah Indonesia merativikasi Konvensi ILO (Internasional Labour Organization). Dengan diberikannya kebebasan untuk berserikat dan menyampaikan pendapat, buruh memilki kembali haknya untuk berserikat (Sitorus, Thoga M. 2007). Serikat buruh mememilki beberapa bentuk oraganisasi seperti serikat buruh kejuruaan, serikat yang didalamnya merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki jenis dan keterampilan yang sama. Federasi umum, terdiri dari buruh yang tidak berdasarkan keterampilan, tempat bekerja dan majikannya. Serikat buruh industri nasional, menyatukan seluruh buruh dalam satu cabang industri. Serikat buruh sekerja, organisasi yang mengorganisir buruh dalam satu pabrik atau perusahaan. Dalam kegelisahan yang dialami oleh buruh pada masa orde baru mendorong buruh untuk membentuk organisasi buruh yang diharapkan dapat memperjuangkan hak-hak buruh. Konteks sosial politik saat itu mengharuskan SBSI 1992 hadir seiring dengan meningkatnya ketidakpuasan aktivis buruh terhadap organisasi korporatis yang telah ada saat itu. SBSI 1992 didirikan pada 25 April 1992 dengan nama Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FBSI). SBSI 1992 merupakan organisasi yang dibentuk oleh Muchtar Pakpahan karena organisasi buruh pada saat itu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dinilai tidak dapat mewakili dan memperjuangkan hak-hak buruh. Banyak sekali tuntutan dan aksi yang dilakukan oleh buruh agar hak-hak yang mereka miliki terpenuhi. Hal ini menjadi sorotan dunia sehingga banyak sekali pembahasan yang dilakukan oleh organisasi atau instansi terkait masalah ketenagakerjaan. Sehingga diperlukan wadah bagi buruh untuk berlindung dan 8

9 menyuarakan aspirasinya yaitu serikat buruh. SBSI 1992 hadir sebagai organisasi buruh yang mewakili dan memperjuangkan hak-hak buruh. Yang dilakukan SBSI 1992 untuk mewakili dan memperjuangkan hak-hak buruh khusunya hak-hak normatif buruh adalah advokasi. SBSI 1992 merupakan organisasi yang memiliki fondasi yang kuat baik dari segi struktur organisasi maupun dari segi finansial. Hal ini dikarenakan oleh SBSI 1992 merupakan salah satu organisasi buruh terbesar di Indonesia yang telah lama eksis yaitu dari masa orde baru sampai sekarang. Berdasarkan anggaran dasar gerakan, SBSI 1992 membawa visi bagi terciptanya serikat buruh yang sejahtera, terdidik, terorganisir, memiliki solidaritas sesama buruh serta menjunjung tinggi HAM dan demokrasi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar Misi yang hendak diperjuangkan adalah melakukan pendidikan pengorganisasian, advokasi dan membangun semangat solidaritas dan pemberdayaan ekonomi masyarakat buruh. Namun demikian, sejauh mana SBSI 1992 mampu mengimplementasikan dan mengaktualisasikan visi dan misinya saat ini menjadi penting untuk diteliti lebih jauh. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, peneliti hendak menjawab sejumlah pertanyaan krusial mengenai SBSI 1992 sebagai sebuah institusi sekaligus aktor gerakan politik. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Fungsi Advokasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia 1992 dalam Memperjuangkan Hak Normatif Buruh. 9

10 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Dewan Pimpinan Daerah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Sumatera Utara (DPD SBSI 1992 Sumut) menjalankan fungsi advokasinya dalam memperjuangkan hak-hak normatif buruh? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fungsi advokasi DPD Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (DPD SBSI 1992), Sumatera Utara dalam memperjuangkan hak-hak normatif buruh. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam pengembangan ilmu sosiologi yang terkait dengan fungsi serikat buruh. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tema penelitian ini. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa sosiologi khususnya mata kuliah yang berhubungan dengan 10

11 buruh seperti sosiologi perburuhan dan sosiologi industri dan menjadi sumber informasi bagi masyarakat umum. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi serikat buruh lainnya, buruh, pemerintah khususnya yang berhubungan dengan bidang ketenagakerjaan agar dapat membuat kebijakan pro buruh. Penelitiam ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam ilmu sosiologi, penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai fungsi serikat buruh. 1.5 Defenisi Konsep Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan menfokuskan penlitian. Konsep-konsep yang penting dalam penelitian ini adalah : 1. Buruh Buruh adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, dengan melakukan pekerjaannya buruh mendapatkan imbalan dari pengusaha. Menurut UU no. 13 Tahun 2003 pasal 1, buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima imbalan atau upah dalam bentuk lain. Upah yang diterima buruh merupakan hak buruh yang diterima berupa uang sebagai imbalan dari pengusaha yang ditetapkan dan dibayar berdasarkan perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang dilakukan buruh. Kebutuhan buruh secara rohani dan jasmani harus dipenuhi untuk 11

12 menunjang produktivitas kerja buruh sehingga menciptakan suasana kerja yang sehat. Buruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah buruh yang terdaftar sebagai anggota dari serikat buruh SBSI 1992 DPD Sumatra Utara. 2. Hak normatif buruh Hak buruh merupakan konsekuensi dari adanya hubungan kerja antara buruh dan pengusaha, selalu melekat pada setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji. Karena pekerjaannya di bawah perintah orang yang memmberi pekerjaan maka seorang pekerja perlu memperoleh jaminan perlindungan dari tindakan yang sewenang-wenang dari orang yang membayar gajinya. Hak buruh tersebut muncul secara bersamaan ketika buruh mengikat dirinya pada si majikan untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Problem ketenagakerjaan yang dihadapi oleh buruh berkait dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah. Kebijakan-kebijakan dari pemerintah lebih banyak menguntungkan pelaku usaha dari buruh itu sendiri. Outsorcing dan rendahnya Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi satu dari banyak contoh kebijakan pemerintah yang pro pengusaha. Problematika yang dihadapi oleh buruh berkaitan dengan kesejahteraan hidupnya, pemenuhan gaji atau UMK yang layak, tunjangan sosial dan kesehatan, isu-isu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Dalam penelitian ini, hak buruh yang dimaksud adalah hak normatif, yaitu untuk mendapatkan upah atau gaji yang layak dan sebanding dengan 12

13 pekerjaan yang telah dilakukan buruh. Gajji yang diterima buruh harus dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh sehingga kesejahteraan buruh dapat terjamin. Hak mendapatkan jaminan sosial seperti adanya BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), buruh itu sendirilah yang menyediakan iuran wajib untuk melaksanakan program ini. Dana yang dibutuhkan untuk jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, tabungan hari tua, dan asuransi kematian, sebenarnya ditanggung oleh buruh itu sendiri dengan menabung wajib sekian persen dari gajinya setiap bulan untuk ditabung, lalu diolah dalam sistem ribawi agar berbunga terus untuk memenuhi kebutuhan seluruh jaminan tersebut. Jika buruh sudah tidak mampu bekerja karena usia, kecelakaan, PHK atau sebab lainnya, maka ia tidak punya pintu pemasukan dana lagi. Kondisi ini menyebabkan kesulitan hidup luar biasa, terutama bagi seorang warga negara yang sudah tidak dapat bekerja atau bekerja dengan gaji sangat minim hingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu buruh membutuhkan jaminan sosial berupa BPJS yang akan menjamin pemenuhan kebutuhannya jika suatu saat buruh tidak dapat bekerja. Hak normatif yang diterima oleh buruh yaitu, hak mendapatkan pesangon, cuti, dan menerima upah lembur. 3. Serikat Buruh Serikat pekerja adalah organisasi demokratis yang berkesinambungan dan permanen dibentuk secara sukarela dari, oleh dan untuk pekerja. Serikat buruh dibentuk untuk melindungi dan membela hak dan kepentingan pekerja beserta keluarganya, memperbaiki kondisi kondisi dan syarat 13

14 syarat kerja melalui perjanjian tawar menawar kolektif dengan manajemen/pengusaha, melindungi dan membela pekerja beserta keluarganya akan keadaan sosial dimana mereka mengalami kondisi sakit, kehilangan dan tanpa kerja (PHK), mengupayakan agar manajemen/pengusaha mendengarkan dan mempertimbangkan suara atau pendapat serikat pekerja sebelum membuat keputusan (Konvensi ILO No.87). Serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di dalam maupun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh. Ada empat manfaat organisasi buruh dalam posisi buruh dengan majikan, Pertama Organisasi buruh diberi peran sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial. Kedua, Organisasi buruh diberi peran sebagai wakil buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan. Ketiga, Organisasi buruh diberi peran untuk ikut serta menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Keempat, Organisasi buruh diberi peran sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. Serikat buruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Dewan Pimpinan Daerah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Sumatera Utara (DPD SBSI 1992 Sumut). 14

15 4. Fungsi Advokasi Advokasi adalah aksi-aksi sosial, politik dan kultural yang dilakukan secara sistematis dan terencana dilakukan secara kolektif untuk mengubah kebijakan publik dalam rangka melindungi hak-hak rakyak dan menghindari bencana buatan manusia. Kebijakan pengupahan sebagai proses alienasi dan marginalisasi kaum buruh dalam proses industrialisasi. Perserikatan sebagai kekuatan utama bagi kelas buruh untuk menyuarakan tuntutan dan perjuangannya perlu mendapat penegasan posisi dan strategi gerakan. Serikat buruh bertanggung jawab di bidang ketenagkerjaan untuk membuat perjanjian kerja dengan pengusaha yang memuat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua pihak. Apabila perjanjian kerja tidak terlaksana dengan baik, maka serikat buruh yang dipercayakan buruh dapat mengambil tindakan yang benar-benar menguntungkan buruh. Serikat buruh mengambil langkah yang tepat dan bijaksana untuk menyelesaikan masalah atas tidak dijalankannya perjanjian kerja. Perjanjian kerja tersebut memuat hak-hak yang diterima buruh yang merupakan poin penting bagi buruh itu sendiri. Serikat buruh memperjuangkan hak normatif buruh dengan cara melakukan advokasi untuk mencapai tujuan buruh. Serikat buruh menjadi ujung tombak bagi buruh untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan sebagai imbalan dari pekerjaan yang mereka lakukan. Fungsi advokasi dalam penelitian ini adalah serikat buruh melakukan pendampingan terhadap buruh dalam menyelesaikan masalah ketenagakerjaan, memberikan perlindungan, pembelaan hak normatif dan meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan 15

16 keluarganya, memberikan bantuan hukum secara langsung kepada anggota yang memerlukan bantuan dalam hubungan industrial. Selain itu, fungsi advokasi dari serikat buruh adalah sebagai kuasa/wakil dari pekerja atau anggota dari serikat pekerja di Lembaga Sengketa Hubungan Industrial, mengadakan penyuluhan dan pelatihan serta memberikan informasi di bidang hukum, mengawasi pelaksanaan peraturan dibidang ketenagakerjaan serta implementasinya dalam setiap kebijakan manajemen, menerima keluhan dan pengaduan anggita SP/SB dan menindaklanjutinya, serta memberikan saran-saran dan pendapat hukum/legal opinion terhadap organisasi. 16

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh membutuhkan suatu wadah yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan sama sekali. Mereka kebanyakan adalah unskillabour, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan sama sekali. Mereka kebanyakan adalah unskillabour, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mendapatkan biaya hidup seseorang perlu bekerja, secara mandiri atau bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 % perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kontrak ini sebagai karyawannya.

Lebih terperinci

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL Industrialisasi menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi nasional yang dipilih sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan saat ini bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat adil dan makmur yang merata,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa upah yang layak diberikan kepada mereka. Selain itu bagi buruh

BAB I PENDAHULUAN. berupa upah yang layak diberikan kepada mereka. Selain itu bagi buruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya kaum buruh 1 selalu menuntut hak hak normatifnya berupa upah yang layak diberikan kepada mereka. Selain itu bagi buruh perempuan, hak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat

Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat Oleh Maruli Tua Rajagukguk, S.H PENDAHULUAN Kebebasan berserikat adalah hak mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan buruh yang lemah membutuhkan suatu wadah supaya menjadi kuat. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan hak berserikat dan berkumpul di dalam suatu Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Kolonial Belanda. Baru kemudian setelah kemerdekaan. Indonesia mulai bangkit gerakan buruh. Serikat buruh yang kuat pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Kolonial Belanda. Baru kemudian setelah kemerdekaan. Indonesia mulai bangkit gerakan buruh. Serikat buruh yang kuat pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman penjajahan Jepang gerakan buruh sempat terhenti dan tidak berkembang. Situasi ini terjadi karena adanya tindakan represif dan ditambah dimatikannya banyak

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka jumlah buruh pun semakin meningkat. Begitu pula dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. maka jumlah buruh pun semakin meningkat. Begitu pula dengan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki buruh dengan jumlah yang besar. Semakin berkembangnnya industri dalam suatu negara maka jumlah buruh pun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si

KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si Modul ke: HUBUNGAN INDUSTRIAL KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka Agusmidah dkk,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH

POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH Kerangka Teori Top down Jauh dari rasa keadilan H.Ket: State law Legitimasi Bagi Penguasa Hukum yang asing Kerangka Teori Basic Policy Enactment Policy

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

Labor and Industrial Relations

Labor and Industrial Relations Labor and Industrial Relations Modul ke: 13 Mahasiswa memahani mengenai : 1. Hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha 2. Membandingkan hubungan tenagakerja di Indonesia dan USA Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hadi Setia Tunggul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Harvarindo, 2009, hal. 503

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hadi Setia Tunggul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Harvarindo, 2009, hal. 503 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia sekarang yang menitikberatkan pada pembangunan dalam bidang ekonomi, hukum mempunyai fungsi yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian upaya pembangunan sumber daya manusia yang diarahkan. adanya perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja,

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian upaya pembangunan sumber daya manusia yang diarahkan. adanya perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan merupakan suatu elemen dari serangkaian upaya pembangunan sumber daya manusia yang diarahkan kepada peningkatan martabat, harkat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan baik perusahaan besar, UMKM, swasta maupun pemerintah mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan utama perusahaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem pengupahan buruh/ pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi atau hubungan satu sama lain.

Lebih terperinci

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Hubungan Industrial Purwanto HCS Expert PT. Angkasa Pura I Jakarta, 16 Desember 2016 Agenda : 1. Referensi 2. Organisasi Profesi dan Organisasi Pekerja 3. Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita bangsa tersebut, pembangunan nasional disemua bidang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita bangsa tersebut, pembangunan nasional disemua bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, maka permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, maka permasalahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Menurut hasil survei Departemen Perdagangan Amerika Serikat, melalui Biro Sensusnya,

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

Policy Brief Ekonomi Politik Relasi Industri di Indonesia: Oleh: Raymond Atje, Mochamad Pasha, dan Udin Silalahi

Policy Brief Ekonomi Politik Relasi Industri di Indonesia: Oleh: Raymond Atje, Mochamad Pasha, dan Udin Silalahi Policy Brief Ekonomi Politik Relasi Industri di Indonesia: 1980 2004 Oleh: Raymond Atje, Mochamad Pasha, dan Udin Silalahi 1. Pendahuluan Krisis ekonomi 1997/98 menandai sebuah era baru relasi industri

Lebih terperinci

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 1. Apa itu Demonstrasi? Pasal 1 ayat 3 UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA

KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA Disampaikan pada acara : Pelatihan Teknis Calon Hakim Ad-Hoc Perselisihan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan pekerja tidak lepas dari peran penting dari serikat pekerja/serikat buruh. Aksi-aksi pemogokan yang dilakukan pekerja dalam menuntut hak-hak pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kehidupan sehari-hari entah untuk kebutuhan pokok, kebutuhan sekunder

BAB I PENDAHALUAN. kehidupan sehari-hari entah untuk kebutuhan pokok, kebutuhan sekunder BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari entah untuk kebutuhan pokok, kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tersier manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan baik perusahaan besar, swasta maupun pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan baik perusahaan besar, swasta maupun pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan baik perusahaan besar, swasta maupun pemerintah mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan utama perusahaan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serikat pekerja dan partai buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri

BAB I PENDAHULUAN. serikat pekerja dan partai buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Barisan Buruh Indonesia (selanjutnya BBI) lahir pada 15 September 1945 sebuah organisasi massa buruh. BBI mengutamakan barisan buruh untuk memudahkan mobilisasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya di dalam kehidupan nyata.

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya di dalam kehidupan nyata. 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan praktek outsourcing yang saat ini yang terus terjadinya salah satunya adalah tidak dilaksanakannya ketentuan di mana pekerjaan yang boleh dioutsource-kan

Lebih terperinci

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Serikat Pekerja/Serikat Buruh Serikat Pekerja/Serikat Buruh a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,

Lebih terperinci

DARI PABRIK KE PARLEMEN: GERAKAN BURUH INDONESIA PASCA- REFORMASI

DARI PABRIK KE PARLEMEN: GERAKAN BURUH INDONESIA PASCA- REFORMASI Published: March 2016 ISSN: 2502 8634 Volume 1, Number 6 LSC INSIGHTS The Contemporary Policy Issues in Indonesia DARI PABRIK KE PARLEMEN: GERAKAN BURUH INDONESIA PASCA- REFORMASI Nawawi Asmat Department

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf Abstrak Perselisihan hubungan industrial yang terjadi setiap hari buruh nasional tanggal 1Mei setiap tahun,selalu diperingati

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Undang- Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja didayagunakan

Lebih terperinci

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 1. Apa itu unjuk rasa? 2. Apakah seorang Pekerja boleh melakukan aksi demonstrasi? Pasal 102 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan : Dalam melaksanakan hubungan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL BURUH DALAM OUTSOURCING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN. abstract

PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL BURUH DALAM OUTSOURCING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN. abstract PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL BURUH DALAM OUTSOURCING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Oleh Dr. Fanny Tanuwijaya, S.H.,M.Hum 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember abstract Penerapan outsourcing

Lebih terperinci

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok. PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang mempunyai tujuan dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negaranya. Konstitusi bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA A. Pengertian Perjanjian kerja bersama Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya Undang-undang No.21 Tahun 2000. Istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari berbagai bentuk pembangunan. Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN II - 1 II - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM II-11 BAB II LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN II-15 BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. deretan peristiwa yang terjadi pada masa itu. Gerakan sosial sendiri muncul

BAB I PENDAHULUAN. deretan peristiwa yang terjadi pada masa itu. Gerakan sosial sendiri muncul 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan gerakan sosial yang ada di dunia tidak lepas dari berbagai deretan peristiwa yang terjadi pada masa itu. Gerakan sosial sendiri muncul sekitar abad ke-17

Lebih terperinci

Peran Tenaga Kerja dalam Konsep Kapitalis, Sosialis dan Pancasila

Peran Tenaga Kerja dalam Konsep Kapitalis, Sosialis dan Pancasila PAPER HUBUNGAN INDUSTRIAL Peran Tenaga Kerja dalam Konsep Kapitalis, Sosialis dan Pancasila Oleh : Agnes Yosephine Saragih (125030207111004) Kelas A PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

Lebih terperinci

Fungsi Advokasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Dalam Memperjuangkan Hak Normatif Buruh

Fungsi Advokasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Dalam Memperjuangkan Hak Normatif Buruh SKRIPSI Fungsi Advokasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Dalam Memperjuangkan Hak Normatif Buruh (Studi Kasus pada Dewan Pimpinan Daerah SBSI 1992 Sumatra Utara) Oleh: Dewi Helmawati 110901056 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M.

Hubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M. Modul ke: Hubungan Industrial Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia ketenagakerjaan Indonesia pada tahun 2014 menunjukan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia ketenagakerjaan Indonesia pada tahun 2014 menunjukan adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dunia ketenagakerjaan Indonesia pada tahun 2014 menunjukan adanya sedikit penurunan, hal ini dapat dilihat dari bertambahnya pengangguran dan meningkatnya kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan

Lebih terperinci

DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUBUNGAN INDUSTRIAL DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara semua pihak yang terkait dalam proses produksi suatu barang/jasa di suatu organisasi/perusahaan.

Lebih terperinci

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut

BAB I PENDAHULUAN. ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan nilai. kemanusiaan yang menimbulkan harga diri.

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan nilai. kemanusiaan yang menimbulkan harga diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang era yang semakin liberal mendatang, Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang setidaknya harus menyiapkan upaya-upaya dini dalam mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke IV yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke IV yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita Negara didirikan adalah mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan sosial. Indonesia merupakan Negara kesejahteraan sebagaimana tercantum dalam pembukaan

Lebih terperinci

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty *

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty * LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty * Pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat krusial yang harus dimiliki dan di lakukan oleh setiap orang. Karena tanpa pekerjaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti faktor modal, alam, dan tenaga kerja. Ketiga faktor tersebut merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti faktor modal, alam, dan tenaga kerja. Ketiga faktor tersebut merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan beberapa faktor yang menunjang seperti faktor modal, alam, dan tenaga kerja. Ketiga faktor tersebut merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market atau yang lazim disebut pasar modal didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dan Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dan Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dan Rumusan Masalah Pada awal tahun 1997 pembangunan di Indonesia mengalami cobaan yang cukup berat. Diawali dengan runtuhnya pemerintah yang berkuasa, bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan terus mengedepankan pembangunan guna meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia mengisi kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, baik itu pembangunan infrastruktur

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM

OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM Tujuan Umum Setelah mengikuti kuliah Hukum Perburuhan selama satu semester, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menganalisis masalahmasalah yang berkaitan dengan perburuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir,

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ketiga di dunia setelah USA dan China. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA, MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci