KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si"

Transkripsi

1 Modul ke: HUBUNGAN INDUSTRIAL KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Rizky Dwi Pradana, M.Si

2 Daftar Pustaka Agusmidah dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, Pustaka Larasan, Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen, Drs. Agus Guntur PM, MM, Hubungan Industrial, STEKPI, Hernoko Dono Wibowo, Arbitrase Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Kelelung Bukit, Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam dan Di Luar Pengadilan, e-usu Repository, Universitas Sumatera Utara, Basani Situmorang, SH, MH., dkk, Laporang Pengkajian Hukum Tentang Menghimpun dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Pengertian Sumber- Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Fritje Rumimpunu, Sistem Hubungan Industrial Pancasila Di Indonesia Dengan Tenaga Kerja, Perusahaan Dilihat Dari Aspek (Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003), Dr. Agusmidah, SH, M.Hum., Pengertian, Tujuan, Sifat, Asas dan Landasan, tanpa tahun.

3 Sub Pembahasan Pendahuluan Pengertian dan Definisi Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Sumber-Sumber Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan Tujuan Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan Ruang Lingkup Hubungan Industrial Tujuan Hubungan Industrial Sarana-Sarana dalam Hubungan Industrial

4 A. Pendahuluan Dalam ketenagakerjaan, antara pekerja dan pengusaha mempunyai hubungan yang saling menguntungkan. Pekerja memberikan tenaganya untuk produk dan jasa, sedangkan pengusaha membayar upah atas jasa pekerja dalam menciptakan produk, baik berupa barang atau jasa yang dijual pada konsumen. Pemerintah sebagai fasilitator yang menyediakan prasarana mendapatkan keuntungan melalui pajak yang dibayar pengusaha.

5 Hubungan antara pekerja dengan pengusaha seringkali dalam prakteknya mengalami hambatan dan seringkali juga bisa menimbulkan konflik. Umumnya permasalahan yang terjadi adalah mengenai cuti, pemutusan hubungan kerja, tunjangan lembur yang apabila tidak ditanggulangi dengan serius dapat menyebabkan pertikaian yang semakin meruncing dan bisa berakibat fatal baik bagi pekerja maupun perusahaan sendiri.

6 Selama ini hukum di Indonesia sebenarnya telah mengakomodir model penyelesaian sengketa ini dengan jalan bipartite ataupun tripartite, bahkan lembaga pengadilanpun turut berpartisipasi dalam menyelesaikan sengketa buruh yang terjadi selama ini. Namun cara ini kurang efektif karena pendekatan yang dilakukan sering kali merugikan salah satu pihak yang umumnya adalah pekerja. Sehingga dalam setiap pertikaian yang terjadi maka ujungnya adalah ketidakpuasan bagi pihak yang bertikai.

7 Dalam ketenagakerjaan, terdapat hubungan antara pengusaha dengan pekerjanya, maupun hubungan antar pekerja (dapat dikaitkan juga dengan hubungan antara pekerja dengan serikat pekerja maupun antar serikat pekerja) dalam suatu lingkungan kerja. Hubungan ini dapat dikatakan sebagai hubungan industrial.

8 B. Pengertian dan Definisi Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Hukum perburuhan atau ketenagakerjaan (Labour Law) adalah bagian dari hukum berkenaan dengan pengaturan hubungan perburuhan baik bersifat perseorangan maupun kolektif. Secara tradisional, hukum perburuhan terfokus pada mereka (buruh) yang melakukan pekerjaan dalam sutau hubungan subordinatif (dengan pengusaha/majikan).

9 Disiplin hukum ini mencakup persoalan-persoalan seperti pengaturan hukum atau kesepakatan kerja, hak dan kewajiban bertimbal-balik dari buruh/pekerja dan majikan, penetapan upah, jaminan kerja, kesehatan dan keamanan kerja dalam lingkungan kerja, non-diskriminasi, kesepakatan kerja bersama/kolektif, peran-serta pekerja, hak mogok, jaminan pendapatan/penghasilan dan penyelenggaraan jaminan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarga mereka. Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan juga memberlukan payung dalam berbagai produk per-undang-undangan yang dapat mengantisipasinya.

10 Sebelum Reformasi dalam pembaharuan perundang-undangan perburuhan dan ketenagakerjaan masalah penyelesaian sengketa buruh masih memakai undang-undang lama antara lain : Undang-undang No. 22 tahun 1957 Lembaran Negara No. 42 tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan. Undang-undang No. 12 tahun 1964 Lembaran Negara No. 93 tahun 1964 tentang pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta.

11 Didalam kedua produk Perundang-undangan ini memberikan jalan penyelesaian sengketa buruh lebih di titik beratkan pada musyawarah mufakat antara buruh dan majikan melalui Lembaga Bipartie dan bila tidak terselesaikan dapat dilanjutkan ke Lembaga Tripartie, dan seterusnya dapat dilanjutkan ke Pengadilan P4D dan P4P.

12 Akan tetapi pada zaman sekarang ini dimana semakin kompleksnya permasalahan perburuhan Undang-undang yang lama tersebut tidak dapat lagi memberikan jalan keluar dalam menyelesaikan sengketa perburuhan, sehingga di undangkanlah Undang-undang lain seperti Undang-undang Hak Asasi Manusia No. 39 tahun 1999, Undangundang Serikat Pekerja/Serika Buruh No. 21 tahun 2000, dan Undang-undang penyelesaian perselisihan Industrial No. 2 tahun 2004.

13 Definisi lainnya tentang Hukum Perburuhan (Ketenagakerjaan) menurut beberapa Sarjana Hukum: 1. Menurut Molenaar, Sarjana Belanda ini mengatakan bahwa ar-beidsrecht (Hukum Perburuhan) adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa (pemerintah). 2. M.G. Levenbach, merumuskan hukum arbeidsrecht sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan keadaan penghidupan yang langsung ada sangkut-pautnya dengan hubungan-kerja (yaitu penempatan dalam artikata yang luas, latihan dan magang), mengenai jaminan sosial buruh serta peraturan-peraturan mengenai badan dan organisasi-organisasi di lapangan perburuhan. 3. Prof. Iman Soepomo, merumuskan arti kata hukum perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

14 Istilah hukum perburuhan dewasa ini semakin tidak populer dengan diundangkannya UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) yang menjadi UU payung bagi masalah-masalah yang terkait dengan Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan. Di beberapa perguruan tinggi di Indonesia mata kuliah Hukum Perburuhan juga telah banyak digantikan dengan istilah lain seperti Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Hubungan Industrial.

15 UU No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja (Pasal 1 Ayat 1). Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Pasal 1 Ayat 2). Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 Ayat 3). Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (Pasal 1 Ayat 16).

16 Hubungan Industrial merupakan sisi yang paling rawan di dalam bidang ketenagakerjaan. Kerawanan tersebut sebagai akibat dari sifat kerja dimana pada dasarnya ada perbedaan antara pelaku proses produksi ialah pekerja dan pengusaha. Kerawanan ini semakin lebih potensial manakala hubungan industrial berkembang menjadi muatan politik. Kaum pekerja yang lemah tidak jarang digunakan untuk alat politik tertentu. Apalagi pada akhir-akhir ini praktek hubungan industrial diakui sebagai salah satu sisi pelaksanaan hak asasi manusia dan demokratisasi.

17 Hukum perburuhan atau ketenagakerjaan dikarakteristikan oleh sejumlah ciri sebagai berikut : Lebih banyak (aturan) hukum yang bersifat kolektif. Mengkompensasikan ketidaksetaraan (perlindungan pihak yang lebih lemah). Pengintegrasian hukum privat dan hukum publik. Sistem khusus berkenaan dengan penegakan.

18 C. Sumber-Sumber Hukum Ketenagakerjaan Dalam hukum perburuhan Indonesia saat ini, sumber hukum terpenting dalam bentuk perundang-undangan ialah : Undang-Undang Ketenagakerjaan; Undang-Undang tentang Serikat Pekerja/Buruh dan Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

19 Kendati begitu perlu pula dicermati bahwa sumber-sumber hukum lainnya juga harus dirujuk dan berperan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa perburuhan konkrit. Secara umum, sumber-sumber hukum yang terpenting ialah : Perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 Perundang-undangan untuk hal-hal khusus Peraturan dan Keputusan Menteri Kesepakatan kerja bersama Preseden (putusan-putusan terdahulu dari pengadilan) Peraturan kerja yang ditetapkan perusahaan Perjanjian kerja individual Instruksi oleh majikan/pemberi kerja Doktrin hukum

20 D. Tujuan Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan Sebagaimana yang di atur dalam Pasal 3 UU Ketenagakerjaan, menjelaskan bahwa Pembangunan Ketenagakerjaan bertujuan : Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

21 E. Ruang Lingkup Hubungan Industrial A. Ruang Lingkup Cakupan Pada dasarnya prinsip-prinsip dalam hubungan industrial mencakup seluruh tempat-tempat kerja dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur upah, perintah dan pekerjaan.

22 B. Ruang Lingkup Fungsi Fungsi Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya. Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.

23 C. Ruang Lingkup Masalah Adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. syarat-syarat kerja pengupahan jam kerja jaminan sosial kesehatan dan keselamatan kerja iklim kerja cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik, dsb.

24 F. Tujuan Hubungan Industrial Tujuan hubungan industrial adalah mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu : 1. hak dan kewajiban terjamin dilaksanakan 2. apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartite 3. mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perul digunakan untuk memaksakan kehendak masingmasing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik.

25 G. Sarana-Sarana dalam Hubungan Industrial Agar tertibnya kelangsungan dan suasana bekerja dalam hubungan industrial, maka perlu adanya peraturan-peraturan yang mengatur hubungan kerja yang harmonis dan kondusif. Peraturan tersebut diharapkan mempunyai fungsi untuk mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap sosial hubungan industrial.

26 Sebagaimana di atur dalam Pasal 103 UU Ketenagakerjaan bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut : a. lembaga kerja sama bipartite b. lembaga kerja sama tripartite c. organisasi pekerja atau serikat pekerja/buruh d. organisasi pengusaha e. lembaga keluh kesah dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial f. peraturan perusahaan g. perjanjian kerja bersama

27 Terima Kasih Rizky Dwi Pradana, M.Si

Hubungan Industrial. Perselisihan Kerja; Bentuk-Bentuk Konflik; dan Demo Serikat Pekerja. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Perselisihan Kerja; Bentuk-Bentuk Konflik; dan Demo Serikat Pekerja. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Fakultas Psikologi Hubungan Industrial Perselisihan Kerja; Bentuk-Bentuk Konflik; dan Demo Serikat Pekerja Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) JENIS-JENIS PHK

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) JENIS-JENIS PHK Modul ke: Hubungan Industrial PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) JENIS-JENIS PHK dan PENYELESAIAN PHK Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si Sub Bahasan

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka

Lebih terperinci

Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA PENGERTIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Kelelung Bukit Fakultas Hukum Program Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Sejalan dengan

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Perundingan, Perundingan Kolektif, Peran Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Perundingan dan Pengadilan Hubungan

Jenis-Jenis Perundingan, Perundingan Kolektif, Peran Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Perundingan dan Pengadilan Hubungan Modul ke: Fakultas Psikologi Hubungan Industrial Jenis-Jenis Perundingan, Perundingan Kolektif, Peran Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Perundingan dan Pengadilan Hubungan Industrial Program

Lebih terperinci

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok. PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum

Lebih terperinci

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN MATA KULIAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN DOSEN : HASTORO WIDJAJANTO, SH. MH. SKS : 2 ( DUA ) TUJUAN : - MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA PEKERJA/BURUH DAN PEMILIK PERUSAHAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan

Lebih terperinci

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Serikat Pekerja/Serikat Buruh Serikat Pekerja/Serikat Buruh a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Hubungan Industrial Purwanto HCS Expert PT. Angkasa Pura I Jakarta, 16 Desember 2016 Agenda : 1. Referensi 2. Organisasi Profesi dan Organisasi Pekerja 3. Hubungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 2/Mar/2015/Edisi Khusus

Lex et Societatis, Vol. III/No. 2/Mar/2015/Edisi Khusus KAJIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TENTANG KONDISI KERJA, HUBUNGAN KERJA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN PERBURUHAN/ INDUSTRIAL DI INDONESIA 1 Oleh : Noveria Margaretha Darongke 2 ABSTRAK Obyek dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN II - 1 II - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM II-11 BAB II LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN II-15 BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi atau hubungan satu sama lain.

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN, TUJUAN, SIFAT, DR. AGUSMIDAH, SH.M.HUM

PENGERTIAN, TUJUAN, SIFAT, DR. AGUSMIDAH, SH.M.HUM PENGERTIAN, TUJUAN, SIFAT, ASAS dan LANDASAN DR. AGUSMIDAH, SH.M.HUM KOMPETENSI dan INDIKATOR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang berbagai pengertian dasar dalam Hukum Ketenagakerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaiannya diperlukan institusi yang mendukung mekanisme penyelesaian

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaiannya diperlukan institusi yang mendukung mekanisme penyelesaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era industralisasi di atas kemajuan pengetahuan dan teknologi informasi, perselisihan hubungan industrial menjadi semakin kompleks, untuk penyelesaiannya diperlukan

Lebih terperinci

Labor and Industrial Relations

Labor and Industrial Relations Labor and Industrial Relations Modul ke: 13 Mahasiswa memahani mengenai : 1. Hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha 2. Membandingkan hubungan tenagakerja di Indonesia dan USA Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN - 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM

OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM Tujuan Umum Setelah mengikuti kuliah Hukum Perburuhan selama satu semester, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menganalisis masalahmasalah yang berkaitan dengan perburuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Kolonial Belanda. Baru kemudian setelah kemerdekaan. Indonesia mulai bangkit gerakan buruh. Serikat buruh yang kuat pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Kolonial Belanda. Baru kemudian setelah kemerdekaan. Indonesia mulai bangkit gerakan buruh. Serikat buruh yang kuat pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman penjajahan Jepang gerakan buruh sempat terhenti dan tidak berkembang. Situasi ini terjadi karena adanya tindakan represif dan ditambah dimatikannya banyak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Teori Hubungan Industrial dan Teori Human Capital. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Hubungan Industrial. Teori Hubungan Industrial dan Teori Human Capital. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Teori Hubungan Industrial dan Teori Human Capital. Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka Prof. Imam Soepomo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat

Lebih terperinci

ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA

ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA LIGA HUKUM Vol.1 No. 1 JANUARI 2009 ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA Eko Wahyudi Fakultas Hukum UPN Veteran Jatim Abstrak Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf Abstrak Perselisihan hubungan industrial yang terjadi setiap hari buruh nasional tanggal 1Mei setiap tahun,selalu diperingati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA A. Pengertian Perjanjian kerja bersama Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya Undang-undang No.21 Tahun 2000. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan

Lebih terperinci

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial 15 BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial Pancasila Berdasarkan Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No.13 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang mempunyai tujuan dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negaranya. Konstitusi bangsa

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 32/MEN/XII/2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN

Lebih terperinci

KOMPETENSI dan INDIKATOR

KOMPETENSI dan INDIKATOR HUBUNGAN KERJA KOMPETENSI dan INDIKATOR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang pengertian dankonsephubungankerjayang diaturdalamuu No. 13 Tahun 2003. INDIKATOR Mahasiswadiharapkanmampu:

Lebih terperinci

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 1. Apa itu unjuk rasa? 2. Apakah seorang Pekerja boleh melakukan aksi demonstrasi? Pasal 102 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan : Dalam melaksanakan hubungan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh membutuhkan suatu wadah yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan buruh yang lemah membutuhkan suatu wadah supaya menjadi kuat. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan hak berserikat dan berkumpul di dalam suatu Serikat

Lebih terperinci

copyright by Elok Hikmawati 1

copyright by Elok Hikmawati 1 copyright by Elok Hikmawati 1 Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata-tertib perusahaan. Bagian Keenam Bab XI Undang-Undang No.13 th.2003 tentang Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M.

Hubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M. Modul ke: Hubungan Industrial Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang berkembang. Oleh karena itu, pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum SHI116 3 IV (empat) Dewi Haryanti, SH. MH Deskripsi Mata Kuliah Matakuliah Hukum mempelajari tentang teori konsep

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH

POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH Kerangka Teori Top down Jauh dari rasa keadilan H.Ket: State law Legitimasi Bagi Penguasa Hukum yang asing Kerangka Teori Basic Policy Enactment Policy

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 1. Apa itu Demonstrasi? Pasal 1 ayat 3 UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pengamatan dan analisis mengenai Sistem Pemutusan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pengamatan dan analisis mengenai Sistem Pemutusan 86 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil pengamatan dan analisis mengenai Sistem Pemutusan Hubungan Kerja Karyawan, yang telah penulis lakukan di PT. Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Undang- Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja didayagunakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan.

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Kasus Drydocks, Batam

Kasus Drydocks, Batam Pemahaman konsep hubungan industrial Pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan industrial Pemahaman hubungan industrial Pancasila Pemahaman tentang serikat pekerja Proses penyelesaian perselisihan industrial

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. hukum perburuhan sama dengan hukum ketenagakerjaan. Ada beberapa

BAB I. PENDAHULUAN. hukum perburuhan sama dengan hukum ketenagakerjaan. Ada beberapa BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perburuhan sekarang ini disebut dengan istilah ketenagakerjaan, sehingga hukum perburuhan sama dengan hukum ketenagakerjaan. Ada beberapa pengertian yang dikemukakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

CURRICULLUM VITAE. : Lucky Savitri Kusumaningtyas. : Komp. Kemang Pratama I, Jl. Utama II, Blok Bi-11, Bekasi

CURRICULLUM VITAE. : Lucky Savitri Kusumaningtyas. : Komp. Kemang Pratama I, Jl. Utama II, Blok Bi-11, Bekasi 170 CURRICULLUM VITAE Personal Profile Full Name : Lucky Savitri Kusumaningtyas Place, Day of Birth : Solo, October 23, 1984 Sex Address : Female : Komp. Kemang Pratama I, Jl. Utama II, Blok Bi-11, Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan saat ini bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat adil dan makmur yang merata,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan baik perusahaan besar, swasta maupun pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan baik perusahaan besar, swasta maupun pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan baik perusahaan besar, swasta maupun pemerintah mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan utama perusahaan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, manusia dituntut untuk memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang dibuat sendiri

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut kita untuk membuka diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. menuntut kita untuk membuka diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk membuka diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KELIMA PANCASILA D. MACHDUM FUADY, S.H., M.H. ILMU KOMUNIKASI Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT

PENDIDIKAN PANCASILA MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KELIMA PANCASILA D. MACHDUM FUADY, S.H., M.H. ILMU KOMUNIKASI Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT Modul ke: 13Fakultas ILMU KOMUNIKASI Program Studi MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KELIMA PANCASILA D. MACHDUM FUADY, S.H., M.H. HUBUNGAN MASYARAKAT MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT

Lebih terperinci