BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) dalam rangka wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dapat dilihat dengan adanya pembangunan yang sangat pesat sekali pada akhir-akhir ini, contohnya dengan adanya pembangunan Jembatan Nasional Suramadu, pembangunan Pembangkit Listrik Swasta, pembangunan Bandara Kuala Namu di Medan, dan sebagainya (Yuriandi, 2011). Seluruh pekerjaan pembangunan tersebut dilakukan oleh begitu banyak tenaga kerja, apalagi pada pembangunan Jembatan Nasional Suramadu yang menyerap 20% dari total penduduk Madura untuk bekerja dalam pembangunan jembatan tersebut (Yuriandi, 2011). Tenaga kerja adalah ujung tombak perusahaan, dapat dikatakan sebagai pendukung dalam menjalankan roda perusahaan. Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan. Tenaga kerja merupakan salah satu subjek pembangunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses produksi barang dan jasa, disamping itu juga merupakan pihak yang ikut menikmati hasil pembangunan.

2 Pekerja juga merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu perusahaan, pekerjalah yang menentukan kemajuan suatu perusahaan. Sumber daya manusia merupakan unsur utama dalam pelaksanaaan kerja, peralatan secanggih apapun tidak akan berarti tanpa peran sumber daya manusianya. Dengan demikian, pekerja di perusahaan merupakan aset utama perusahaan, mereka menjadi perencana, pelaksana, pengendali dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan dengan pekerja memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, pekerja menjadi salah satu faktor produksi perusahaan untuk mencapai tujuan dan perusahaan memberikan sejumlah upah kepada pekerja yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja (Juliani, 2011). Batasan istilah pekerja/buruh diatur secara jelas dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi: Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dalam hal ini, upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai salah satu unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Upah diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi pihak lain, sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan pekerja untuk memproduksi barang atau jasa tertentu (UU RI No.13 Tahun 2003, 2004). Dalam menentukan tingkat upah, pihak-pihak sebagai pelaku penerima pekerjaan (buruh) dan pemberi pekerjaan memiliki persepsi yang berbeda. Bagi pengusaha upah merupakan bentuk biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang

3 berdampak pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu dalam penetapan tingkat upah mereka sangat berhati-hati. Sedangkan bagi buruh, upah merupakan sumber pendapatan, sehingga mereka sangat mengharapkan peningkatan tingkat upah (Sofiana, 2010). Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum diartikan sebagai ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurangkurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup layak (Sofiana, 2010). Penetapan kebijakan upah minimum adalah sebagai jaring pengaman (sosial safety net) dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari ketidakseimbangan pasar kerja (disequilibrium labour market). Juga untuk menjaga agar tingkat upah pekerja pada level bawah tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga kerja di pasar kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja (Suwarto, 2003).

4 Kebijakan penetapan upah minimum sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 diarahkan untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selain memberi jaminan pekerja/buruh penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Program pencapaian upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menunjukan perbaikan nyata. Hal ini dimaksudkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup akan dicapai secara bertahap (Desri, 2011). Ada tujuh faktor yang harus dipertimbangkan untuk menetapkan upah minimum, yaitu pendidikan dan ketrampilan pekerja/buruh, komponen Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ), Indeks Harga Konsumen ( IHK ), kondisi pasar tenaga kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, produktivitas kerja dan kebijakan pemerintah (Suwarto, 2003). Di lain pihak upah minimum juga diharapkan harus dapat mendorong kemajuan usaha dan daya saing sehingga menaikkan tingkat produktivitas. Di sisi lain dalam penetapan upah minimum juga perlu mempertimbangkan kemampuan membayar upah dari usaha-usaha mikro dan kecil yang paling tidak mampu (marginal) untuk tetap hidup yang nantinya usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam upaya mengurangi pengangguran dan penciptaan lapangan kerja baru (Sofiana, 2010). Hasil penelitian Safrida (1999) menunjukan bahwa respon laju inflasi terhadap upah minimum dan penawaran uang relatif lemah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Lemahnya respon laju inflasi terhadap upah minimum disebabkan jumlah tenaga kerja Indonesia yang berlebih dan tingkat upah minimum sektoral di Indonesia masih rendah. Kondisi ini menyebabkan tenaga kerja masih bersedia bekerja pada berapapun tingkat upah yang tersedia.

5 Pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang tinggi berkaitan dengan tingkat upah yang dibayarkan kepada pekerja, faktor-faktor ini juga akan berpengaruh terhadap employment yang ada di Indonesia. Besarnya pendapatan sebagian masyarakat dapat juga mendorong terjadinya indlasi. Upah yang semakin meningkat membuat permintaan meningkat dan diiringi oleh meningkatnya harga dan ini dapat memicu kenaikan inflasi karena peredaran uang melimpah (Sadariawati, 2009). Untuk lebih mencermati perkembangan dalam penetapan upah minimum, Bank Indonesia juga telah melakukan liaison ke berbagai pelaku industri, asosiasi usaha, serikat pekerja, dan Pemerintah Daerah. Dari hasil liaison tersebut, beberapa permasalahan umum yang kerap mengikuti penetapan upah minimum antara lain bersumber dari proses penentuan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan proses penetapan UMP/UMK. Untuk meminimalkan potensi permasalahan penetapan UMP/UMK, hal yang perlu menjadi perhatian terutama perlunya penyempurnaan standar pelaksanaan survei dalam proses penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama pada aspek spesifikasi dan kualitas komoditas (Tinjauan Ekonomi Regional Triwulan I, 2012). Formulasi upah dilakukan secara tripartit antara pengusaha, pemerintah dan serikat buruh untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang adil bagi semua pihak, terutama adil buat buruh (Suwarto, 2003). Dalam menentukan tingkat upah minimum terdapat 4 (empat) pihak yang saling terkait yaitu pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja, Dewan Pengupahan Nasional yang merupakan lembaga independen terdiri dari pakar, praktisi dan lain sebagainya yang bertugas memberikan masukan kepada pemerintah, Federasi Serikat Pekerja Seluruh

6 Indonesia (FSPSI) sebagai penyalur aspirasi pekerja dan wakil pengusaha melalui APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Mereka bertugas mengevaluasi tingkat upah minimum yang berlaku pada saat tertentu dan memutuskan apakah tingkat upah tersebut sudah saatnya untuk dinaikkan atau belum (Desri, 2010). Dewasa ini paling tidak ada 5 (lima) faktor utama yang diperhitungkan pemerintah dalam menetapkan tingkat upah minimum, yaitu Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), Indeks Harga Konsumen (IHK) atau tingkat inflasi, Perluasan kesempatan kerja, Upah pada umumnya yang berlaku secara regional, dan Tingkat perkembangan perekonomian daerah setempat. Dari sudut kebutuhan hidup pekerja, terdapat 2 (dua) komponen yang menentukan tingkat upah minimum, yaitu kebutuhan hidup minimum (KHM) dan laju inflasi. Berbagai bahan yang ada dalam komponen KHM dinilai dengan harga yang berlaku, sehingga menghasilkan tingkat upah (Desri, 2010). Tjiptoherijanto (dalam Desri, 2010), harga sangat bervariasi antardaerah serta adanya situasi-situasi lokal yang tidak mungkin berlaku secara nasional, maka tingkat upah minimum tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering dikenal dengan upah minimum propinsi (UMP). Persoalan lain dalam formulasi UMK (Upah Minimum Kota) adalah mengenai Survei KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Persoalan penentuan harga barang yang menjadi item atau komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi salah satunya, buruh menghendaki barang-barang dengan harga yang relatif tinggi sebaliknya unsur pengusaha ingin mendapatkan data barang-barang dengan harga yang relatif rendah. Selain itu survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ternyata hanya merupakan bahan pertimbangan atau rekomendasi saja

7 dalam menentukan besaran upah dan tidak ditetapkan sepenuhnya. Inilah yang membuat survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) masih sangat lemah (Desri, 2010). Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah survei yang dilakukan oleh dewan pengupahan terhadap item-item KHL yang disepakati dan yang mewakili kebutuhan buruh yang sebenarnya. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum dicapai secara bertahap. Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial untuk kebutuhan 1 (satu) bulan (Permenakertrans Nomor PER- 17/MEN/VIII/2005 Pasal 1). Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar penetapan UMP sangatlah krusial dalam perumusan pengupahan. Sehingga apabila kebijakan upah minimum belum setara dengan hasil survei KHL maka upah yang layak sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Ketenagakerjaan pasal 88 ayat 4 dan 89 belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan yang menyatakan bahwasanya UMP haruslah sesuai dengan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Tuntutan-tuntutan buruh akan upah yang layak menjadi input dalam formulasi kebijakan pengupahan. Tuntutan yang lahir dari buruh ini selanjutnya akan dikonversi dalam proses formulasi menjadi kebijakan

8 pengupahan nantinya. Melalui Formulasi kebijakan pengupahan dirumuskan tingkat upah yang menjadi dasar pengupahan setiap daerah. Oleh karena itu besaran tingkat upah masing-masing daerah kabupaten/kota berbeda. Hal ini disesuaikan berdasarkan kemampuan ekonomi makro setiap daerah (Suwarto, 2003). Penelitian yang dilakukan SMERU (2003) menunjukan bahwa faktor pembentuk Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang di tentukan oleh pemerintah belum bisa mencukupi biaya hidup pekerja. Apalagi faktor penentunya seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi sangat berpengaruh dalam menentukan nilai akhir Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Tim peneliti SMERU (2003) menganggap bahwa dalam menentukan nilai faktor-faktor di atas harus melalui survei yang luas dengan mempertimbangkan kebutuhan pekerja karena akan sangat mempengaruhi upah minimum pekerja. Berdasarkan penjelasan dan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul analisis faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, permasalahan yang akan diteliti adalah : 1. Apakah faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yaitu makanan dan minuman, sandang pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi berpengaruh terhadap nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL)?

9 2. Apakah faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yaitu makanan dan minuman, sandang pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi berpengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP)? 3. Apakah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) memberikan pengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP)? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 2. Menganalisis faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP). 3. Menganalisis sejauh mana Kebutuhan Hidup Layak (KHL) memberikan pengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini antara lain : 1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP). 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang menarik dan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangkan keputusan penentuan besaran nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP).

10 3. Bagi perusahaan dan pekerja, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai upah agar keharmonisan antara pekerja dan pengusaha dapat terus dijaga dan dikembangkan. 4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan melengkapi temuan empiris yang sudah ada di bidang pembangunan ekonomi dan ketenagakerjaan untuk kemajuan dan pengembangan ilmiah di masa akan datang dan memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem pengupahan buruh/ pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. namun dalam kultur Indonesia, Buruh berkonotasi sebagai pekerja rendahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori 2.1.1. Pekerja/Buruh Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai tenagakerja di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sulit diselesaikan. Selama ini pemerintah melihat masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di Indonesia khususnya untuk daerah-daerah industri mengalami ketegangan sosial yang akan terus meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Keadaan pasar kerja

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam kompensasi tidak langsung adalah berbagai macam bentuk tunjangan

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam kompensasi tidak langsung adalah berbagai macam bentuk tunjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Bernardin dan Russel (1993) upah merupakan salah satu bentuk kompensasi langsung, disamping sistem gaji dan pembayaran berdasarkan kinerja. Termasuk dalam kompensasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perburuhan yang menyangkut tentang upah masih menjadi permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perburuhan yang menyangkut tentang upah masih menjadi permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara sedang berkembang, permasalahan dalam perburuhan yang menyangkut tentang upah masih menjadi permasalahan yang kompleks. Dimana upah minimum

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA. Diana Fajarwati ABSTRACT

MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA. Diana Fajarwati ABSTRACT MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA Diana Fajarwati ABSTRACT Minimum regional wages is set by the government based on recommendation of the Board of Governors Wages. Minimum wage of city

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Inflasi Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus. kenaikan harga pada satu atau dua barang

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Proses

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak.

BERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan ekonomi, permasalahan industri yang selalu dibicarakan adalah persoalan upah. Sebab upah merupakan titik temu antara dua kepentingan dalam hubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan

TINJAUAN PUSTAKA. kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Upah Menurut teori ekonomi, upah dapat diartikan sebagai pembayaran yang diberikan kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh membutuhkan suatu wadah yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, maka permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, maka permasalahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Menurut hasil survei Departemen Perdagangan Amerika Serikat, melalui Biro Sensusnya,

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL

PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL (May Day) : Momentum Mewujudkan Sistem Pengupahan Dan Kesejahteraan Buruh Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 April 2015; disetujui: 10 Mei 2015 Tanggal 1 Mei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN DEWAN PENGUPAHAN KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir,

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ketiga di dunia setelah USA dan China. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA Menimbang : GUBERNUR SULAWESI TENGGARA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di

I.PENDAHULUAN. Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini mengingat bahwa upah merupakan komponen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Penetapan UMK kabupaten lampung selatan terhadap peningkatan taraf hidup buruh

BAB IV ANALISIS. A. Penetapan UMK kabupaten lampung selatan terhadap peningkatan taraf hidup buruh BAB IV ANALISIS A. Penetapan UMK kabupaten lampung selatan terhadap peningkatan taraf hidup buruh Dewan pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan keanggotaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut

BAB I PENDAHULUAN. ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pasar tenaga kerja maka Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pasar tenaga kerja maka Indonesia merupakan salah satu 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berbicara tentang pasar tenaga kerja maka Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) cukup banyak. Sudah tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA Menimbang : KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi. Ketika kesempatan kerja tinggi, pengangguran akan rendah dan ini akan berdampak pada naiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu upaya untuk mencapai pertumbuhan kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan produksi maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan produksi maupun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Pengertian Tenaga Kerja Berdasarkan BPS, pekerja atau tenaga kerja adalah semua orang yang biasanya berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG PENETAPAN BESARNYA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP), UPAH MINIMUM SEKTORAL DAN SUB SEKTORAL PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 Menimbang

Lebih terperinci

-2- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan keadaan. Oleh karena itu, Peratu

-2- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan keadaan. Oleh karena itu, Peratu TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 237). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI, UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BESARAN UPAH MINIMUM DI JAWA TENGAH MELALUI SUATU ANALISIS KOMPARASI (STUDI KASUS KOTA SEMARANG DAN KABUPATEN DEMAK) M. Bambang Suryoningprang, Suradi, Sonhaji Program Studi

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.3 Tahun 2015

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.3 Tahun 2015 ANALISIS MEKANISME PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI JAMBI TAHUN 2015 Syarifa Mahila 1 Abstract In the process of policy formulation Provincial Minimum Wage (UMP), Component Living is one of the decisive

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN Disampaikan pada acara: Members Gathering APINDO, Thema Implementasi PP Pengupahan, Gedung Permata Kuningan, Desember 2015 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami oleh seseorang atau kelompok orang, yang tidak mampu menyelenggarakan sampai suatu taraf yang dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan dari orang lain disekitarnya sebagai pegangan dalam hidup dan bermasyarakat serta sebagai pegangan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Dilema Kebijakan Upah Minimum

Dilema Kebijakan Upah Minimum Dilema Kebijakan Upah Minimum Paparan : DR. H. Hasanuddin Rachman MIM Ketua DPN APINDO Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi Anggota BP & Pleno LKS TRIPNAS Disampaikan Pada : Diskusi The Indonesian Forum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. berbadan hukum atau tidak, milik orang perorangan, persekutuan atau badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. berbadan hukum atau tidak, milik orang perorangan, persekutuan atau badan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain 2. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Industrialisasi merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Industrialisasi merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Industrialisasi merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang lebih maju dan bermutu. Seperti halnya di negara-negara berkembang industrialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tugas pemerintah pada dasarnya adalah menciptakan kesejahteraan bagi Rakyatnya. Itulah sebabnya maka pemerintah harus tampil ke depan untuk berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Beberapa faktor..., Desmiwati, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Beberapa faktor..., Desmiwati, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

MEMAHAMI BEBERAPA POINT PENTING YANG DIATUR DALAM RPP PENGUPAHAN

MEMAHAMI BEBERAPA POINT PENTING YANG DIATUR DALAM RPP PENGUPAHAN MEMAHAMI BEBERAPA POINT PENTING YANG DIATUR DALAM RPP PENGUPAHAN JAKARTA, 20 OKTOBER 2015 DPN APINDO Pentingnya Pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah Selama ini pengaturan terkait penetapan upah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang signifikan. Kemajuan yang ditandai dengan canggihnya

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang signifikan. Kemajuan yang ditandai dengan canggihnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, kondisi perekonomian mengalami kemajuan yang signifikan. Kemajuan yang ditandai dengan canggihnya teknologi yang diciptakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DENGAN

Lebih terperinci

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Hubungan Industrial Purwanto HCS Expert PT. Angkasa Pura I Jakarta, 16 Desember 2016 Agenda : 1. Referensi 2. Organisasi Profesi dan Organisasi Pekerja 3. Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemikiran selanjutnya adalah apakah besarnya upah yang diterima

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemikiran selanjutnya adalah apakah besarnya upah yang diterima BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan hidup sangatlah bervariasi, sedikit atau banyaknya adalah relatif tergantung pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dari pergerakan Legal Realism dan berbagai reformis sosial. Grup terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. hukum dari pergerakan Legal Realism dan berbagai reformis sosial. Grup terakhir ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan upah minimum telah menuai pro dan kontra diantara para ekonom. Pro dan kontra ini disebabkan oleh perbedaan paradigma atau mazhab yang mereka anut. Dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mesin, material atau uang dan informasi. Setiap yang dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. mesin, material atau uang dan informasi. Setiap yang dilakukan oleh suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai sumber daya manusia yang sangat penting keberadaannya dalam perusahaan, karena sumber daya manusia sangat menunjang perusahaan maju melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting yang mampu digunakan menjalankan setiap proses di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terpenting yang mampu digunakan menjalankan setiap proses di dalamnya yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya, tentu tidak hanya membutuhkan sumber daya material seperti modal dan mesin, melainkan juga terdapat sumber terpenting yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumber daya manusia yang handal memiliki peran yang lebih strategis dibandingkan sumber daya yang lain. Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 74 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN PENGUPAHAN KABUPATEN KULON PROGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang-undang Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia pada tahun 1848 dan mulai dibudidayakan secara komersial dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan terus mengedepankan pembangunan guna meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap kali perekonomian suatu negara mengalami guncangan (shock), masyarakat langsung terkena imbasnya. Biasanya harga-harga kebutuhan pokok yang mencerminkan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memang sangat kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi masalah utama yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. memang sangat kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi masalah utama yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan-persoalan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sangat kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi masalah utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era persaingan global, keberadaan sumber daya manusia yang handal memiliki peran yang lebih strategis dibandingkan sumber daya yang lain. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang mengacu kepada trilogi pembangunan. Demi mewujudkan

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Upah Minimum 1. Pengertian Kebijakan Upah Minimum Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor (pejabat, kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rate in the United Kingdom yang dimuat pada jurnal Economica, menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Rate in the United Kingdom yang dimuat pada jurnal Economica, menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antara inflasi dan pengangguran mulai menarik perhatian para ekonom pada akhir tahun 1950an, ketika A W Phillips dalam tulisannya dengan judul The Relationship

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 1737 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KOTA BATAM TAHUN 2016 GUBERNUR KEPULAUAN RIAU,

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 1737 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KOTA BATAM TAHUN 2016 GUBERNUR KEPULAUAN RIAU, KEPUTUSAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 1737 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KOTA BATAM TAHUN 2016 GUBERNUR KEPULAUAN RIAU, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi upah pekerja/buruh agar tidak merosot pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Landasan Teori 2.1. 1.Pengertian ketenagakerjaan Ketenagakerjaan jika secara umum diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum bekerja, selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai sasaran tersebut maka pemerintah

Lebih terperinci

BAB II REGULASI UPAH MINIMUM SEKTOR PERKEBUNAN DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II REGULASI UPAH MINIMUM SEKTOR PERKEBUNAN DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB II REGULASI UPAH MINIMUM SEKTOR PERKEBUNAN DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Regulasi 1. Pengertian Regulasi Pengertian Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci