BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan buruh yang lemah membutuhkan suatu wadah supaya menjadi kuat. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan hak berserikat dan berkumpul di dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah menyeimbangkan posisi buruh dengan majikan. Melalui keterwakilan buruh di dalam Serikat Pekerja / Serikat Buruh, diharapkan aspirasi buruh dapat sampai kepada majikan. Selain itu, melalui wadah Serikat Pekerja / Serikat Buruh, diharapkan akan terwujud peran serta buruh dalam proses produksi. Hal ini merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hubungan industrial di tingkat perusahaan. 1 Di dalam proses produksi barang dan jasa sedikitnya terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat yaitu pengusaha dan pekerja di perusahaan. 2 Untuk menjamin kelancaran proses produksi tersebut diperlukan adanya pengaturan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh, semakin di dapat gambaran yang jauh lebih jelas dari kapasitas Serikat Pekerja / Serikat Buruh dalam dunia ketenagakerjaan, yang mana dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa: Serikat Pekerja / Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja / buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kewajiban 1 hal. 77. Asri Wijaya, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), 2 Pedoman Peraturan Perusahaan, (Jakarta: Direktorat Persyaratan Kerja, Direktorat Jendral Pembinaan Hubungan Industrial departeman Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005), hal.1. 9

2 pekerja / buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja / buruh dan keluarganya. 3 Keberadaan Serikat Pekerja/Buruh saat ini lebih terjamin dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor3898). Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, kedudukan Serikat pekerja/buruh secara umum hanyalah dianggap sebagai kepanjangan tangan atau boneka dari majikan, yang kurang meneruskan aspirasi anggotanya. Hal ini karena pada masa Orde Baru, Serikat Pekerja/Buruh hanya diperbolehkan satu, yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pada Masa Reformasi, setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, dimungkinkan dibentuk Serikat Pekerja/Buruh lebih dari satu di dalam satu perusahaan. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh didasarkan pada Pasal 28 E perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi ILO (Internasional Labour Organization) Nomor 98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan berserikat di ratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956, tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar- Dasar daripada Hak untuk berorganisasi dan untuk Berunding Bersama. Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan Berserikat serta diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat 3 Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekeja / Serikat Buruh. 10

3 Pekerja/Serikat Buruh, maka bidang perburuhan sesungguhnya telah berubah secara radikal. Yang dimaksud Radikal ialah amat keras menuntut perubahan, 4 yaitu berupaya keras menuntut perubahan bidang perburuhan kearah yang lebih baik. Fungsi Serikat Pekerja / Buruh selalu dikaitkan dengan hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan pemerintah. 5 Adapun fungsi dari serikat Pekerja/Buruh seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) ialah: 1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; 2. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya; 3. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; 5. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 6. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan. 4 KH.Muhamad Najih, Radikal Antara Pro dan Kontra, Sarang Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), 1999, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, hal.2 11

4 Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama, Serikat Pekerja/Buruh melakukan negoisasi dengan pengusaha/organisasi pengusaha untuk memperjuangkan hak-hak Buruh, seperti: upah yang layak, jaminan sosial yang memadai, pemenuhan hak-hak cuti, pembayaran lembur yang sesuai serta hak-hak pekerja lainnya yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun Sedangkan di dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama, Serikat Pekerja/Buruh harus dapat memberikan informasi dan menjelaskan hak dan kewajiban anggota kepada anggotanya serta mewakili/mendampingi anggota. Perjanjian Kerja Bersama sebagai salah satu Prasarana yang paling penting untuk peningkatan produksi dan produktivitas. Sering kali dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam perjanjian, tidak terlaksananya PKB baik yang dilakukan oleh Pengusaha maupun Pekerja berdampak pada terjadinya perselisihan hubungan industrial, baik terjadi karena perbedaan penafsiran pasal-pasal yang ada dalam PKB maupun karena ketidakmampuan para pihak untuk melaksanakan isi PKB. Dampak itu dapat positif atau negatif. Berdampak positif apabila hubungan industrial itu berjalan dengan baik dan tercapai tujuannnya. Sebaliknya akan berdampak negatif apabila hubungan industrial itu gagal mencapai tujuannya. Tujuan dari hubungan industrial pada dasarnya terkait dengan subjek hukum dalam hubungan industrial, yaitu meningkatkan produktivitas, kesejahteraan dan stabilitas nasional yang mantap. Meningkatkan produktivitas adalah tujuan utama dari majikan dalam mendirikan suatu usaha. Produktifitas yang meningkatkan akan menghasilkan keuntungan. Adanya keuntungan dari hasil proses produksi diharapkan dapat dikembalikan kepada buruh guna 12

5 meningkatkan kesejahteraannya. Peningkatan kesejahteraan merupakan tujuan utama semua buruh guna pemenuhan kebutuhan hidupnya. Apabila terjadi peningkatan kesejahteraan, secara otomatis penghasilan buruhpun mengalami peningkatan, sehingga akan tercipta ketenangan bekerja. Suasana yang tenang dalam proses produksi karena telah terjadi peningkatan produktifitas dan peningkatan kesejahteraan akan berdampak positif bagi masyarakat sekitarnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Adanya ketenangan usaha memperkecil terjadinya perselisihan perburuhan. Di sisi lain, akan menimbulkan stabilitas nasional yang baik, yang selalu diharapkan oleh pemerintah bagi suksesnya pembangunan ekonomi. 6 Melalui Latar Belakang di atas mengenai Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan peranannya dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama diharapkan para pelaku proses produksi barang dan jasa memahami dan melaksanakan tata cara pembuatan dan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama dengan baik dan benar agar terhindar dari berbagai kemungkinan kesewenang-wenangan dan tindakan merugikan dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban Pekerja / buruh dan Pengusaha, serta tidak hanya merupakan Formalitas belaka tetapi merupakan jembatan yang menjadikan buruh / pekerja dengan majikan / pengusaha sebagai mitra kerja yang baik dan dapat mendukung produksi dan produktifitas kerja. Serta dapat mewujudkan hubungan industrial yang baik antara pengusaha, pekerja dan pemerintah guna mensukseskan Pembangunan Nasional. 6 Asri Wijaya, op cit, hal

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penulisan skripsi ini, maka ada beberapa permasalahan yang akan menjadi bahasan penulis dalam skripsi ini. Adapun perumusan masalah yang diangkat dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah sejarah eksistensi Serikat Pekerja di Indonesia? 2. Bagaimanakah peran Serikat Pekerja dalam pembuatan dan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama? 3. Apakah kaitan antara eksistensi Serikat Pekerja dalam pembuatan dan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama dalam mendukung produksi dan produktifitas kerja? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul EKSISTENSI SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA GUNA MENDUKUNG PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS KERJA. Sesuai dengan permasalahan yang diajukan,antara lain: 1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah eksistensi Serikat Pekerja di Indonesia. 2. Untuk mengetahui Peran Serikat Pekerja dalam Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama. 3. Untuk mengetahui Kaitan antara eksistensi Serikat Pekerja dalam Pembuatan dan Pelaksaan Perjanjian Kerja Bersama dalam mendukung Produksi dan Produktifitas kerja. 14

7 D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian memberikan manfaat praktis dan manfaat dari sisi teoritis. Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya khazanah ilmu hukum terkhusus hukum perburuhan, khususnya mengenai peranan serikat buruh/serikat pekerja dalam pembentukan Perjanjian Kerja Bersama serta membantu kalangan akademisi dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai Ilmu Ketenagakerjaan/Perburuhan. Berbeda dengan penelitian hukum untuk keperluan praktik hukum, penelitian untuk keperluan akademis dipergunakan untuk menyusun karya akademis. Dari segi Manfaat Praktisnya, skripsi ini bermanfaat bagi pengusaha, buruh/tenaga kerja serta serikat pekerja. Bagi Pengusaha penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pegangan dan acuan dalam perjalanan perusahaan di waktu yang akan datang serta dapat dijadikan pembanding terhadap perusahaan lain dalam pembentukan Perjanjian Kerja Bersama. Bagi Buruh dan Serikat Buruh penulisan skripsi ini bermanfaat menyadarkan bahwa mereka memiliki kapasitasnya dalam perusahaan lebih dari hanya sekadar pekerja dan merupakan bagian dari perusahaan tersebut yang turut serta dalam menentukan jalannya perusahaan. Demikian juga memberikan masukan bagi pemerintah mengenai kondisi ketenagakerjaan yang terjadi sehingga dapat dijadikan masukan dan bahan dalam pembentukan aturan-aturan mengenai ketenagakerjaan. E. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini diangkat dari hasil pemikiran sendiri dan sudah diperbandingkan dengan judul-judul skripsi mengenai hukum ketenagakerjaan / Hukum Perburuhan yang diangkat di tempat dimana Penulis menimba ilmu di 15

8 Fakultas Hukum, seperti: Eksistensi Serikat Pekerja dalam Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama antara Buruh dan Majikan di PT (Persero) Pelabuhan Indonesia 1 Medan oleh Iwan Ginting di tahun 2001 dan Peranan Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam Perjanjian Kerja Bersama (Studi Lapangan di PT. Putra Sumber Utama Timber di Jambi) oleh David B. H. Aritonang di tahun Dari masalah yang diteliti dan tempat dilaksanakan penelitian maka skripsi penulis yang berjudul Eksistensi Serikat Pekerja dalam Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama Guna Mendukung Produksi dan Produktivitas Kerja, berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan. F. Tinjauan Kepustakaan Penulis melakukan tinjauan kepustakaan berdasarkan referensi dari bukubuku yang berhubungan dengan tema skripsi ini. Buku-buku tersebut didapat oleh penulis pada Perpustakaan karena penulis menilai bahwa perpustakaan tersebut memiliki buku-buku yang cukup lengkap. Penulis juga memakai Undang-Undang terbaru yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini serta pendapat-pendapat penulis lainnya sebagai pembanding dalam tulisan ini. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Pasal 1 angka (6) mendefinisikan Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, definisi Pekerja/Buruh memiliki pengertian yang sama dengan apa yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun Sedangkan Pengertian Tenaga Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 16

9 Angka (2) adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka (17) yang dimaksud dengan Serikat Pekerja / Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk oleh, dari, dan untuk pekerja/ buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan buruh / pekerja dan keluarganya. Sedangkan menurut undang-undang yang lain yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, definisi Serikat Pekerja/Serikat Buruh memiliki pengertian yang sama dengan apa yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ini menunjukkan bahwa kedua Undang-Undang ini memiliki pemahaman yang sama tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Untuk definisi dari para ahli tidak banyak ditemukan definisi Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Salah satunya yaitu Pendapat Semaoen dimana Serikat PekerjaSerikat Buruh berasal dari kata Vakbond atau Vak Vereeniging yaitu suatu perkumpulan dalam bidang pekerjaan yang disebabkan karena kesamaan pekerjaan. 7 Pengertian Perjanjian berdasarkan Undang-Undang yaitu KUHPerdata tidak dikenal adanya istilah perjanjian, yang ada hanya perikatan atau verbintenis ( Pasal 1233) dan persetujuan atau overeenkomst (Pasal 1313). Jika menggunakan 7 Semaoen, Penuntun Kaum Buruh, Penerbit Jendela, Yogyakarta, hal

10 Pasal 1313 KUHPerdata batasan pengertian perjanjan adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih mengikatkan diri pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. 8 Perjanjian Perburuhan menurut Pasal 1601a KUHPerdata adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. 9 Setelah mendapat pengertian mengenai Perjanjian maka Perjanjian Kerja Bersama memiliki pengertiannya sendiri pula. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 1 Angka (21) menyebutkan definisi Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja / Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenangakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Sedangkan pengertian lainnya yaitu menurut Pedoman Penyuluhan Kesepakatan Kerja Bersama (Depnaker RI, 1996/1997:2) ialah Perjanjian yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen tenaga Kerja dengan Pengusaha-Pengusaha, perkumpulan pengusaha berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja. Namun yang menjadi acuan buku-buku pada saat ini mencantumkan definisi Perjanjian 8 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Terjemahan), Pradnya Paramita, Jakarta, hal Ibid, hal

11 Kerja Bersama sesuai yang disebutkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah guna atas sesuatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang lain melewati pertukaran. 10 Dari studi Literatur diketahui Produktivitas adalah ukuran efisiensi dengan mana modal,material, peralatan (teknologi), manajemen, sumber daya manusia informasi dan waktu yang digunakan dengan tujuan memproduksi barang dan jasa secara ekonomis. 11 G. Metodologi Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah, maka diperlukanlah data-data yang relevan dari skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Dalam penulisan skrpsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yaitu jenis penelitian yang dilakukan melalui kajian terhadap peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan bahan bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini. 2. Sumber Data Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini dilakukan melalui pengumpulan data sebagai berikut: 10 Ace Partadiredja, Pengantar Ekonomika, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, 1981), hal Produktivitas dan Manajemen, (Jakarta: lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas,1985), hal

12 a. Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaedah dasar seperti Pembukaan UUD 1945, peraturan dasar seperti peraturan Perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang, peraturan Pemerintah. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa informasi-informasi yang didapat dari seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, korankoran, dan karya tulis ilmiah. c. Bahan hukum tertier yaitu kamus, bahan dari internet dan lainlain bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu melalui Penelitian Kepustakaan atau Library Reaserch yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dan meneliti melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan Perundangundangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet, maupun sumber teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi yang penulis ajukan. 20

13 4. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan Perundang-undangan, dan buku-buku yang berhubungan dengan skripsi ini. H. Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini, maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam 5 (lima) BAB, yang gambarannya adalah sebagai berikut: Bab I : PENDAHULUAN Dalam bab ini secara umum digambarkan garis besar tentang Latar Belakang Pemilihan Judul yang dipilih oleh penulis serta hal-hal yang mendorong penulis dalam mengangkat peranan serikat Pekerja dalam Perjanjian Kerja Bersama dan Bab ini juga mencakup Permasalahan pokok skripsi ini, Tujuan penulis melakukan penelitian, Manfaat dari Penelitian, Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan. Bab II : SEJARAH SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA Bab ini menguraikan mengenai Sejarah Lahirnya Serikat Pekerja mulai dari masa Kolonial Belanda, setelah kemerdekaan, Masa Orde Baru hingga Masa Reformasi. Bab III : PERAN SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA 21

14 Awal dari Bab ini akan memberikan pengertian daripada Perjanjian Kerja Bersama. Pengertian ini akan diikuti dengan sejarah Perjanjian Kerja Bersama dalam Peraturan Ketenagakerjaan. Dalam Bab ini diberikan juga bagaimana Peran Serikat Pekerja dalam Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama. Bab IV : EKSISTENSI SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM MENDUKUNG PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS KERJA Pada Bab ini merupakan Pembahasan dari judul yang diambil oleh Penulis sehingga dalam Bab ini dijelaskan Pengertian Produksi dan Produktifitas, Peranan Perjanjian Kerja Bersama dalam Mendukung Produksi dan Produktifitas Kerja di Perusahaan, serta Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam meningkatkan Produksi dan Produktifitas Kerja di Perusahaan. Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN Sebagai bagian alinea dari skripsi ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai inti sari dari keseluruhan uraian skripsi ini. Seterusnya diikuti dengan mengemukakan saran-saran yang kemungkinan dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah atau setidak-tidaknya sebagai bahan pertimbangan terhadap masalah yang dihadapi terutama dalam masalah Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama. 22

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh membutuhkan suatu wadah yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian diantaranya mengganggu operasi perusahaan. Tentu hal ini tidak kita. produksi dan produktivitas dari suatu perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian diantaranya mengganggu operasi perusahaan. Tentu hal ini tidak kita. produksi dan produktivitas dari suatu perusahaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini sejumlah masalah perselisihan industrial mencuat ke atas permukaan. Sebagian diantaranya mengganggu operasi perusahaan. Tentu hal ini tidak kita harapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA A. Pengertian Perjanjian kerja bersama Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya Undang-undang No.21 Tahun 2000. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang mempunyai tujuan dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negaranya. Konstitusi bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Kolonial Belanda. Baru kemudian setelah kemerdekaan. Indonesia mulai bangkit gerakan buruh. Serikat buruh yang kuat pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Kolonial Belanda. Baru kemudian setelah kemerdekaan. Indonesia mulai bangkit gerakan buruh. Serikat buruh yang kuat pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman penjajahan Jepang gerakan buruh sempat terhenti dan tidak berkembang. Situasi ini terjadi karena adanya tindakan represif dan ditambah dimatikannya banyak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 1. Apa itu Demonstrasi? Pasal 1 ayat 3 UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi atau hubungan satu sama lain.

Lebih terperinci

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok. PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serikat pekerja dan partai buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri

BAB I PENDAHULUAN. serikat pekerja dan partai buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Barisan Buruh Indonesia (selanjutnya BBI) lahir pada 15 September 1945 sebuah organisasi massa buruh. BBI mengutamakan barisan buruh untuk memudahkan mobilisasi oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP.201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP.201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP.201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Menimbang Mengingat MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan sama sekali. Mereka kebanyakan adalah unskillabour, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan sama sekali. Mereka kebanyakan adalah unskillabour, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mendapatkan biaya hidup seseorang perlu bekerja, secara mandiri atau bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan pekerja tidak lepas dari peran penting dari serikat pekerja/serikat buruh. Aksi-aksi pemogokan yang dilakukan pekerja dalam menuntut hak-hak pekerja

Lebih terperinci

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 1. Apa itu unjuk rasa? 2. Apakah seorang Pekerja boleh melakukan aksi demonstrasi? Pasal 102 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan : Dalam melaksanakan hubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Serikat Pekerja/Serikat Buruh Serikat Pekerja/Serikat Buruh a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kualitas yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kualitas yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini, permasalahan tentang sumber daya manusia dalam suatu perusahaan menuntut untuk lebih diperhatikan, sebab secanggih apapun teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA Oleh: Ida Ayu Dwi Utami I Ketut Sandi Sudarsana I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan Serikat Pekerja (yang selanjutnya akan ditulis SP). Pada dasarnya SP

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan Serikat Pekerja (yang selanjutnya akan ditulis SP). Pada dasarnya SP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia baik perusahaan yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, semakin banyak juga dibutuhkan

Lebih terperinci

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pemilik modal dengan buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA 2.1 Serikat Pekerja 2.1.1 Pengertian Serikat Pekerja Pengertian serikat pekerja/buruh menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak pihak. Permasalahan tenaga kerja yang menimbulkan konflik-konflik pada buruh, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya. Sedangkan. ikatan yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya. Sedangkan. ikatan yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kehidupan manusia merupakan kelangsungan hidup yang berkaitan dengan kebutuhan hidup yang layak. Melihat tuntutan untuk hidup yang layak tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kemampuannya sedangkan pengusaha memberikan kompensasi lewat

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kemampuannya sedangkan pengusaha memberikan kompensasi lewat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan sebagai suatu badan usaha yang dibuat untuk mencari keuntungan atau laba, dimana setiap perusahaan dibuat berdasar dan mempunyai kekuatan hukum. Di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan saat ini bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat adil dan makmur yang merata,

Lebih terperinci

Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA PENGERTIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan pasar kerja

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya dapat meraih keberhasilan. Selain itu pemanfaatan pasar kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi khususnya di sektor ketenagakerjaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar, persaingan antara dunia usaha akan semakin ketat dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan penyebaran penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan penyebaran penduduk yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan penyebaran penduduk yang kurang seimbang, merupakan faktor yang amat mempengaruhi tentang masalah ketenagakerjaan di Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era perekonomian global ditandai dengan adanya kecenderungan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. Era perekonomian global ditandai dengan adanya kecenderungan gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Era perekonomian global ditandai dengan adanya kecenderungan gerakan perekonomian suatu negara tidak terbatas, kemajuan teknologi informasi, lalu lintas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 2/Mar/2015/Edisi Khusus

Lex et Societatis, Vol. III/No. 2/Mar/2015/Edisi Khusus KAJIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TENTANG KONDISI KERJA, HUBUNGAN KERJA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN PERBURUHAN/ INDUSTRIAL DI INDONESIA 1 Oleh : Noveria Margaretha Darongke 2 ABSTRAK Obyek dalam

Lebih terperinci

ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA

ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA LIGA HUKUM Vol.1 No. 1 JANUARI 2009 ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA Eko Wahyudi Fakultas Hukum UPN Veteran Jatim Abstrak Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja telah menjadi salah satu modal utama dan menduduki peranan yang sangat penting untuk memajukan pembangunan nasional Indonesia. Tanpa didukung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Undang- Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja didayagunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian upaya pembangunan sumber daya manusia yang diarahkan. adanya perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja,

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian upaya pembangunan sumber daya manusia yang diarahkan. adanya perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan merupakan suatu elemen dari serangkaian upaya pembangunan sumber daya manusia yang diarahkan kepada peningkatan martabat, harkat,

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 16 TH 2001

KEPMEN NO. 16 TH 2001 KEPMEN NO. 16 TH 2001 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT

Lebih terperinci

Labor and Industrial Relations

Labor and Industrial Relations Labor and Industrial Relations Modul ke: 13 Mahasiswa memahani mengenai : 1. Hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha 2. Membandingkan hubungan tenagakerja di Indonesia dan USA Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 32/MEN/XII/2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hakikat manusia adalah menggerakkan hidup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat terjadi apabila manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 terdapat dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA, MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang sedang mengalami fase Berkembang menuju Negara maju yang sesuai dengan tujuan Negara Indonesia yaitu kesejahteraan, adil, dan makmur

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 201 TH 2001

KEPMEN NO. 201 TH 2001 KEPMEN NO. 201 TH 2001 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP- 201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si

KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si Modul ke: HUBUNGAN INDUSTRIAL KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka Agusmidah dkk,

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN TUGAS LKS BIPARTIT TERKAIT PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN TUGAS LKS BIPARTIT TERKAIT PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN TUGAS LKS BIPARTIT TERKAIT PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Dewa Ayu Trisna Dewi I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Judul

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 255/MEN/2003 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi antara Serikat Pekerja dengan PT Andalan Fluid di Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kota Bogor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH MENTERI TENAGA KERJA TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG MENTERI KETENAGAKERJAAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PUBLIKDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

MSDM Hubungan Industrial DOSEN : RACHMASARI PRAMITA, ST, MM MSDM II

MSDM Hubungan Industrial DOSEN : RACHMASARI PRAMITA, ST, MM MSDM II MSDM Hubungan Industrial DOSEN : RACHMASARI PRAMITA, ST, MM MSDM II Pengertian Hubungan Industrial Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Untuk dapat mempertahankan

Lebih terperinci

3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat. Mengingat : I. Menimbang : a.

3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat. Mengingat : I. Menimbang : a. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENTERI TENAGA KERJADANTRANSMIGRASI R.I. Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini terjadi perkembangan perekonomian yang sangat pesat dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan pembangunan ketenagakerjaan menurut ketentuan Pasal 4 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, adalah: 1. Memberdayakan dan mendaya gunakan tenaga kerja secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jumlah pekerja perempuan di Indonesia semakin meningkat. Peran wanita dalam membangun ekonomi bangsa semakin diperhitungkan. Data yang penulis himpun menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang sama menuntut kewajiban ditunaikan. Hubungan hak dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang sama menuntut kewajiban ditunaikan. Hubungan hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat setiap orang memiliki kepentingan terhadap orang lain, sehingga menimbulkan hubungan antara hak dan kewajiban. Setiap orang punya

Lebih terperinci

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Hubungan Industrial Purwanto HCS Expert PT. Angkasa Pura I Jakarta, 16 Desember 2016 Agenda : 1. Referensi 2. Organisasi Profesi dan Organisasi Pekerja 3. Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia ketenagakerjaan berbagai konflik antara Pengusaha dan Pekerja selalu saja terjadi, selain masalah besaran upah, dan masalah-masalah terkait lainya, Pemutusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

Lebih terperinci

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)

Lebih terperinci