BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori medis 1. Balita Masa balita merupakan usia penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik. Pada usia tersebut, pertumbuhan seorang anak sangatlah pesat sehingga memerlukan asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi kecukupan gizi tersebut berpengaruh dengan kondisi kesehatannya pada masa mendatang (Muaris, 2006). Setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun apabila tidak terdeteksi apalagi tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian hari karena pada masa ini merupakan pertumbuhan dasar yang mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Soetjiningsih, 2005). 2. Kejang Demam a. Pengertian Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang tanpa demam tidak digolongkan sebagai penderita kejang demam (Lumbantobing, 2004). Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi yang ditandai kejang berulang tanpa demam (Widodo, 2005). 5

2 6 b. Klasifikasi Kejang Demam 1) Kejang Demam Sederhana (simple febrile seizure) Kejang demam sederhana adalah kejang yang didahului oleh demam yang lebih dari 38,5 C, bersifat umum (tonik, klonik, tonik-klonik, atau atonik), berlangsung kurang dari 15 menit, hanya sekali dalam 24 jam, tanpa bukti adanya infeksi intrakranial atau gangguan metabolik berat. Terjadi pada anak dengan neurologi normal yang berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun (Mangunatmaja, 2011). 2) Kejang demam kompleks Kejang demam dengan salah satu ciri antara lain: kejang lama > 15 menit, lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Mangunatmadja, 2011) c. Penyebab Kejang Demam Kejang demam timbul pada suhu yang tinggi. Demam sendiri diakibatkan oleh berbagai sebab, terutama infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam (Lumbantobing, 2004). Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam (Aden, 2010).

3 7 d. Gejala Kejang Demam Menurut Aden (2010) gejala kejang demam antara lain : demam, kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung lama selama 30 detik 5 menit, postur tonik, gerakan klonik, lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia, gangguan pernafasan, apneu dan kulitnya kebiruan. e. Faktor Risiko Kejang Demam 1) Faktor risiko kejang demam berulang Faktor risiko kejang demam berulang antara lain: riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan temperature tubuh saat kejang, makin rendah temperature saat kejang makin sering berulang dan lamanya demam (Mangunatmadja, 2011). 2) Faktor risiko menjadi epilepsi Faktor risiko menjadi epilepsi antara lain: adanya gangguan perkermbangan neurologis, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga dan lamanya demam (Mangunatmadja, 2011). f. Patofisiologi Kejang Demam Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsillitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh

4 8 mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu dibagian tubuh yang lain seperti otot dan kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang di duga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangat cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Riyadi, Sukarmin, 2009).

5 9 g. Manifestasi Klinis Terjadinya kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh proses infeksi di luar susunan saraf pusat. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat ban gkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf (Abdoerrachman, 2007). h. Pemeriksaan Penunjang 1) Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis, dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III) (Mangunatmadja, 2011). 2) Pungsi Lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko

6 10 terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6% sampai dengan 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, bayi antara bulan dianjurkan dan bayi >18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal (Mangunatmadja, 2011). 3) Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan (level II2,rekomendasi E). pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam komplek pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal (Mangunatmadja, 2011) i. Prognosis Kejang Demam Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian (Hassan, 2007). Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi kematian, terulangnya kejang, epilepsi, hemiparesis dan retardasi mental (Abdoerrachman, 2007).

7 11 j. Penatalaksanaan Kejang Demam Dalam penanggulangan kejang demam ada empat faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : 1) Memberantas kejang secepat mungkin a) Apabila penderita datang dalam keadaan kejang, segera diberikan Diazepam injeksi intravena secara perlahan-lahan dengan dosis tidak melebihi 50 mg per suntikan. Dosis ratarata biasanya adalah 0,3 mg/kgbb per pemberian. Setelah suntikan pertama ditunggu 15 menit, bila masih terdapat kejang, diulangi suntikan intravena kedua dengan dosis yang sama. Apabila 15 menit setelah suntikan ketiga dengan dosis yang sama tetapi dengan cara intramuskular. Apabila kejang tetap tidak berhenti setelah ditunggu 15 menit, maka diberikan Fenobarbital atau Paraldehid secara intravena. Perlu diperhatikan efek samping dari Diazepam, yaitu : mengantuk, hipotensi dan menekan pusat pernafasan. Efek samping hipotensi dan penekanan saraf pusat pernafasan terutama terjadi, apabila anak sebelumnya sudah mendapat Fenobarbital (Abdoerrachman, 2007). b) Pemberian Diazepam secara intravena pada anak yang kejang sering menyulitkan. Cara yang mudah dan sederhana yaitu melalui rectum dengan dosis : BB < 10 kg: 5 mg dan BB > 10kg: 10 mg.

8 12 Apabila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama dapat diberikan lagi setelah ditunggu 15 menit dengan dosis yang sama. Dan bila kejang tetap tidak berhenti setelah ditunggu 15 menit maka diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3 mg/kgbb. c) Apabila Diazepam tidak tersedia, dapat diberikan Fenobarbital secara intramuskular dengan dosis awal : Neonatus: 30 mg/kali, 1 s/d 12 bulan: 50 mg/kali dan >12 bulan: 75 mg/kali. Apabila kejang tidak berhenti setelah ditunggu 15 menit, suntikan Fenobarbital dapat diulang dengan dosis : Neonatus: 15 mg/kali, 1 s/d 12 bulan: 30 mg/kali dan > 12 bulan: 50 mg/kali. Pemberian Fenobarbital akan memberikan hasil lebih baik bila diberikan dengan cara intravena dengan dosis 5 mg/kgbb, dan kecepatan 30 mg/menit. d) Difenil hidantoin diberikan untuk menanggulangi status konvulsi tanpa mengganggu kesadaran dan menekan pusat pernafasan, tetapi mengganggu ferkuensi dan ritme jantung. Dosis yang dianjurkan adalah : 18 mg/kgbb dalam infus, dengan kecepatan 50 mg/menit. e) Apabila kejang tidak bisa dihentikan dengan obat-obatan di atas maka sebaiknya penderita dirawat di ruang ICU untuk diberi anestesi umum.

9 13 2) Pengobatan penunjang Penderita sebaiknya dibebaskan dari semua pakaian, posisi kepala miring yaitu untuk menghindari aspirasi. Jika diperlukan dapat dipasang intubasi bahkan trachektomi. Penghisapan lendir dilakukan secara teratur, juga diberikan oksigenasi yang memadai. Cairan intravena diberikan dengan monitor kelainan metabolik dan elektrolit. Bila ada kenaikan tekanan intrakranial jangan diberikan natrium dengan kadar yang tinggi. Obat untuk hibernasi adalah Klorpromazin 2 4 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 3 dosis atau Prometasin 4 6 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis. Untuk mencegah oedem otak diberikan kortikosteroid, misal : Kortison mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis, atau Dexamethason 1 ampul setiap jam (Abdoerrachman, 2007). 3) Memberikan obat maintenance Setelah kejang dapat diatasi, tindakan selanjutnya adalah dengan pengobatan maintenance yaitu pemberian anti epileptik dengan daya kerja lama, seperti Fenobarbital atau Difenil hidantoin. Dosis Fenobarbital ; Dosis awal (hari 1 dan 2) adalah 8 10 mg/kgbb/hari terbagi dalam 2 dosis dan hari berikutnya adalah 4 5 mg/kgbb/hari terbagi dalam 2 dosis. Selama keadaan belum memungkinkan, antikonvulsan dapat diberikan secara suntikan. dan bila telah membaik diteruskan

10 14 secara oral. Dosis maintenance untuk anak-anak yaitu 5-6 mg/kgbb/hari per oral, diberikan setiap 12 jam. 4) Mencari dan mengobati faktor penyebab / kausatif Penyebab dari kejang demam biasanya adalah infeksi pada traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat akan sangat berguna untuk menurunkan demam, yang pada gilirannya akan menurunkan risiko terjadinya kejang. Secara akademis, anak yang datang dengan kejang demam pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi di otak maupun meningitis (Abdoerrachman, 2007). 2. Bronkitis a. Pengertian Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran (Ngastiyah, 2006)

11 15 b. Klasifikasi Bronkitis Bronkitis dapat diklasifikasikan sebagai : 1) Bronkitis kronis adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama dua minggu berturut-turut atau berulang paling sedikit tiga bulan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya (Hassan, 2007). 2) Bronkitis akut merupakan inflamasi bronkus pada saluran nafas bawah penyakit ini disebabkan oleh bakteri dan virus. Bronkitis akut dapat sembuh sendiri dan berlangsung dalam waktu singkat. (Chang, 2010). c. Etiologi Virus merupakan penyebab tersering. Sebagai contoh Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), virus influenza, virus para-influenza, Adenovirus, dan Coxsackie virus. Bronkitis akut selalu terdapat pada anak yang menderita morbili, petusis dan infeksi Mycoplasma pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer bronkitis akut pada anak. Di lingkungan sosial ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri (Hassan,2007). d. Patofisiologi Biasanya dimulai dengan tanda-tanda infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang disebabkan oleh virus. Batuk mula-mula kering, setelah dua atau tiga hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara lendir. Dahak yang mukoid (kental) susah ditemukan karena sering ditelan.

12 16 Dahak mungkin berwarna kuning dan kental tetapi ini bukan tanda adanya infeksi bakteri sekunder. Anak mula-mula tidak dapat bernafas dan kadang-kadang pada yang sudah besar mengeluh adanya rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil dapat terjadi sesak napas. Pada beberapa hari pertama tidak ada tanda kelainan pada pemeriksaan dada, tetapi kemudian dapat timbul ronchi basah kasar dan suara napas kasar (Hassan, 2007). Batuk biasanya akan menghilang setelah satu atau dua minggu. Bila setelah dua minggu batuk tetap ada, mungkin terdapat kolaps paru segmental atau terjadi infeksi paru sekunder. e. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang ada yaitu: batuk, biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah, keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak, mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis dan pada paru didapatkan suara napas yang kasar. Menurut Ngastiyah (2006), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu: batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat, daya tahan tubuh klien yang menurun, anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik, kesenangan anak untuk bermain terganggu dan konsentrasi belajar anak menurun. f. Pemeriksaan Penunjang 1) Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hiperemia 2) Laboratorium : Leukosit >

13 17 g. Prognosis Bila tidak ada komplikasi. prognosis brokitis akut pada anak umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang. dan bila anak merokok (aktif dan pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia dewasa (Ngastiyah, 2006) h. Penatalaksanaan Berhubungan penyebab utama virus maka belum ada obat yang kausal. Antibiotika tidak ada gunanya. Obat panas, banyak minum terutama air buah-buahan sudah sangat memadai. Obat penekan batuk tidak boleh diberikan pada batuk yang banyak lendir. Mukolitik tidak lebih baik daripada banyak minum. Apabila batuk tetap ada dan tidak ada tanda-tanda perbaikan setelah dua minggu maka kemungkinan infeksi bakteri sekunder boleh dicurigai dan dapat diberikan antibiotika, asal sudah disingkirkan kemungkinan asma dan pertusis. Antibiotika yang dianjurkan adalah serasi untuk pneumonia dan influenza sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoxicillin dan cotrimoxazole dan golongan makrolide. Berikan antibiotika tujuh sampai sepuluh hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan Rontgen foto toraks untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps pare segmental dan lober, benda asing dalam saluran nafas dan tuberculosis.

14 18 Apabila bronkitis akut terjadi berulang kali perlu diselidiki kemungkinan adanya kelainan saluran nafas, benda asing, bronkiektasis,, defisiensi imunologis, hiperreaktivitas bronkus dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang kronis belum teratasi. B. Teori Manajemen Kebidanan Pada Kejang Demam Sederhana dan Bronkitis Akut 1. Penerapan Tujuh Langkah Varney a. Langkah I : Pengumpulan data dasar secara lengkap Untuk memperoleh data dasar secara lengkap pada kasus kejang demam dan bronkitis akut dapat diperoleh melalui : 1) Data subjektif melalui anamnesa, meliputi : a) Biodata atau identitas. Identitas yang perlu dikaji meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua, alamat lengkap (Varney, 2007) Nama untuk mengetahui identitas pasien dan penanggung jawab, umur untuk mengetahui risiko yang menyertai sehubungan dengan kejang demam yaitu umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun, pekerjaan untuk mengetahui status sosial ekonomi pasien, alamat untuk mengetahui tenpat tinggal pasien (Salamah dkk, 2006).

15 19 b) Keluhan Utama Merupakan data yang berasal dari klien atau orang tua klien, berupa keluhan yang dirasakan klien, hal-hal yang merupakan data utama yang mengarah pada gejala yang berhubungan dengan kejang demam dan bronkitis yaitu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0 C) (Ismael, 2006). Anak tampak tidak sesak nafas tetapi disertai nasofaringitis dan konjungtivitis c) Riwayat Kesehatan Data tentang riwayat penyakit yang lalu dan sedang diderita seperti diare, kejang demam, tonsillitis dan lain-lain, serta riwayat kesehatan keluarga adakah anggota keluarga yang menderita penyakit menular (TBC, Bronkitis, hepatitis B), menurun (DM, Asma) dan menahun (Jantung). d) Riwayat Kelahiran Berisi tentang keterangan kelahiran pasien, waktu, cara, penolong dan penyulit persalinan. Selain keterangan kelahiran juga dikaji tentang keadaan anak saat lahir, berat badan dan panjang badan. e) Riwayat imunisasi Berisi tentang jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan reaksi dari imunisasi.

16 20 f) Riwayat nutrisi a) Pemberian ASI Pemberian ASI penuh sampai anak umur enam bulan sangat mengurangi risiko terjadinya infeksi. Bayi yang mendapat ASI eksklusif tumbuh dengan lebih sedikit infeksi dan jarang terkena penyakit daripada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif (Nursalam, 2008). b) Pemberian susu formula Sejak usia berapa balita mulai diberi susu formula, bagaimanakah reaksi balita, apakah ada alergi atau tidak (Nursalam, 2008). g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari Berupa pola pemenuhan kebutuhan sebelum sakit dan saat sakit, serta keluhan yang ditemukan dan diungkapkan klien atau orang tua klien meliputi: pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti nafsu makan berkurang, eliminasi, istirahat terganggu, sukar tidur, aktivitas dan personal hygiene (Ngastiyah, 2005). h) Data psikososial Dalam pengkajian ini didapatkan data tentang pola asuh terhadap anak. Hubungan dengan keluarga, pandangan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit, keadaan keluarga dan keadaan lingkungan.

17 21 2) Data objektif a) Pemeriksaan secara umum, meliputi : Keadaan umum, berat badan, kesadaran, dan vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi) (Mangunatmaja, 2008). Pada kejang biasanya disertai kebutuhan oksigen dan aktifitas otot meningkat. Sedangkan pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20% (Abdoerrachman, 2007). Pemeriksaan keadaan umum dilakukan untuk menilai kondisi pasien secara umum. Keadaan umum anak dengan kejang demam yaitu adanya kenaikan suhu badan (Schwartz, 2004) dan pada bronkitis biasanya didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40 derajat celcius, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan (Muttaqin, 2008). b) Pemeriksaan fisik (1) Inspeksi Pemeriksaan secara inspeksi pada anak dengan kejang demam dan bronkitis akut adalah dimulai dari kepala sampai ujung kaki (head to toe). Terlihat lidah menekuk ke dalam (Riyadi, Sukarmin, 2009).

18 22 (2) Palpasi Pada anak dengan kejang demam dan bronkitis akut pemeriksaan palpasi yang dilakukan yaitu turgor kulit dan pembesaran hepar. (3) Auskultasi Pemeriksaan yang dilakukan untuk pasien kejang demam dan bronkitis akut yaitu memeriksa irama denyut jantung dan peristaltik usus. Biasanya frekuensi pernafasan meningkat dan irama nafas cepat dan dangkal (Riyadi, Sukarmin, 2009). (4) Perkusi Mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batas-batas organ atau mengetahui batas-batas massa yang abnormal dalam rongga abdomen (Latief, 2003). Pada pemeriksaan perkusi dapat diketahui apakah anak kembung atau tidak. c) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui sebab terjadinya kejang demam. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa kejang demam adalah EEG, pungsi lumbal, CT (Computed Temography) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) (Muscari, 2005).

19 23 Pada bronchitis akut foto thoraks dapat memperlihatkan corak bronkovaskuler meningkat, disertai adanya penebalan dinding bronkus, tetapi seringkali tidak terlihat kelainan. Pemeriksaan rontgen hanya sebagai pelengkap, pada kasus bronkitis pemeriksaan ini tidak begitu perlu dilakukan. (Short, 2004). b. Langkah II : Interpretasi data dasar 1) Diagnosa kebidanan Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini yaitu Anak F umur 2 tahun dengan kejang demam dan bronkitis akut. Dasar diagnosa tersebut adalah dasar subjektif dan objektif. Dasar subjektif pada balita sakit dengan kejang demam antara lain mengenai pernyataan orang tua pasien tentang biodata yang berhubungan dengan umur pasien, demam, frekuensi dan lama waktu kejang, riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis baik maupun fokal, nyeri maupun cedera akibat kejang (Mangunatmaja, 2011). Data objektif dapat berupa hasil pemeriksaan fisik dengan inspeksi untuk melihat mata cekung atau tidak, palpasi untuk memeriksa turgor kulit, perkusi untuk memeriksa abdomen kram atau tidak (Nursalam, 2008), pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi,

20 24 respirasi, suhu), pemeriksaan kejang dengan EEG, pungsi lumbal, CT, dan MRI (Muscari, 2005). 2) Masalah Masalah yang sering terjadi, antara lain: gangguan rasa nyaman, cedera selama kejang, kekambuhan kejang demam dan ketakutan yang sangat pada orang tua (Mangunatmaja, 2011). 3) Kebutuhan Pada kasus balita sakit dengan kejang demam dan bronkitis akut kebutuhannya adalah pencegahan kenaikan suhu untuk menghindari kekambuhan kejang demam, pencegahan cedera selama kejang, edukasi dan dukungan emosi pada orang tua (Mangunatmaja, 2011). c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial atau diagnosa potensial dan antisipasi penanganannya Diagnosa potensial yang mungkin muncul pada kasus balita sakit dengan kejang demam sederhana dan bronkitis akut adalah terjadi kejang ulangan ataupun terjadinya bronkitis kronik. Berdasarkan diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada kasus balita sakit dengan kejang demam maka antisipasi yang dapat dilakukan bidan adalah memantau pola nafas dan mempertahankan jalan nafas agar efektif, menurunkan gejala infeksi, mempertahankan tingkat energi yang adekuat (Hidayat,2008) dan mencegah kekambuhan kejang demam (Muscari, 2005).

21 25 d. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera Dalam kasus balita sakit dengan kejang demam dan bronkitis akut, kolaborasi maupun konsultasi terhadap tim kesehatan lain dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Kolaborasi mungkin dapat dilakukan dengan dokter spesialis anak dalam pemberian terapi, kolaborasi dengan petugas laboratorium dan radiologi dalam pemeriksaan penunjang maupun kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet, persiapan tounge spattel atau sudip lidah dan O 2 (boleh sampai 4 L/menit) (Ngastiyah, 2006). e. Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh Dalam kasus balita sakit dengan kejang demam dan bronkitis akut, rencana asuhan yang diperlukan yaitu : a. Lakukan observasi keadaan umum dan vital sign (Nursalam, 2008). b. Kompres air hangat untuk menurunkan panas tubuh anak. c. Posisikan kepala anak miring ke satu sisi jika anak terlihat muntah atau mengeluarkan lendir atau liur dari mulutnya agar anak tidak tersedak. Posisi miring memastikan lidah tidak menutupi jalan nafas. d. Lepaskan atau longgarkan pakaian anak agar dapat bernafas dengan baik. e. Siapkan tongue spattel atau sudip lidah dan O 2 (Ngastiyah, 2006). f. Motivasi orang tua untuk tidak cemas (Sofwan, 2011).

22 26 g. Lakukan advice dokter spesialis anak untuk pemberian terapi dan penanganan terhadap kejang demam dan bronkitis akut, yaitu: 1) Paracetamol 10-15mg/kg BB/4-6jam per oral 2) Diazepam 0,3mg/8jam per oral atau Diazepam 0,5mg/8jam per rektal (saat demam)(suraatmaja, 2007). 3) Antibiotik 250mg/8jam intravena 4) Mukolitik 5-10mg/8jam (Nursalam, 2005). f. Kolaborasi dengan petugas fisioterapi untuk melakukan fisioterapi dada (Nursalam, 2005). g. Beri penjelasan pada orang tua tentang penyakit anaknya dan mencegah kekambuhan kejang demam (Muscari, 2005). h. Motivasi ibu untuk teratur meminumkan obat pada anaknya (Aden, 2010). i. Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman Pada langkah ke-6 ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilakukan secara efisien dan aman. Bidan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain untuk melaksanakan asuhan yang telah direncanakan. j. Langkah VII : Evaluasi Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan pada kasus balita sakit dengan kejang demam dan bronkitis akut adalah mencegah kejang demam berulang dan mengatasi bronkitis akut

23 27 2. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien Selanjutnya dari 7 langkah Varney dapat disarikan menjadi 4 langkah yaitu SOAP (Subektif, Objektif, Asessment, Plan). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan dipakai untuk mendokumentasikan asuhan pasien dalam rekam medis pasien sebagai catatan kemajuan atau perkembangan keadaan klien. a. S= Subjective (data subjektif) Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa sebagai langkah 1 Varney. b. O= Objective (data objektif) Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney. c. A= Assesment (pengkajian) Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi diagnosa/masalah kebidanan sebagai langkah 2 Varney. d. P= Plan Menggambarkan pendokumentasian dari seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi atau follow up dari rujukan, sebagai langkah 3, 4, 5, 6 dan 7 Varney.

24 28 Pada kasus ini, diharapkan dengan mengimplementasikan metode pengendalian suhu dapat mencegah kejang demam berulang dan mengatasi bronkitis akut (KepMenKes RI No : 938/Menkes/SKVII/2007).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 pukul WIB Ny Y datang ke

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 pukul WIB Ny Y datang ke digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL I. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR Pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 pukul 22.07 WIB Ny Y datang ke RSUD Sukoharjo dengan membawa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut Fadila, Nadjmir dan Rahmantini (2014), dan Deliana (2002), kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium tanpa adanya kecacatan neurologik dan biasanya dialami oleh anak- anak.

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING Pasaribu AS 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Latar Belakang. Kejang adalah peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kejang Demam 2.1.1. Definisi Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 o C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ukuran yang digunakan untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara atau daerah ialah angka kematian ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN PADA By U USIA 3 BULAN DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)

ASUHAN KEBIDANAN PADA By U USIA 3 BULAN DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) ASUHAN KEBIDANAN PADA By U USIA 3 BULAN DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) Mimatun Nasihah* Eka Ayu Apriliana** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan **Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan anak yaitu gizi dan infeksi. Saat ini 70% kematian balita disebabkan karena pneumonia, campak,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009). BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas asuhan kebidanan pada bayi S dengan ikterik di RSUD Sunan Kalijaga Demak menggunakan manajemen asuhan kebidanan varney, yang terdiri dari tujuh langkah yaitu

Lebih terperinci

KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH

KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA (KDS) KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH PENGERTIAN KDS adalah demam bangkitan kejang yang

Lebih terperinci

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun. DIARE AKUT I. PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas C) 38 tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN PADA An. E USIA 8 TAHUN DENGAN VARICELLA. Nur Hasanah* dan Heti Latifah** ABSTRAK

ASUHAN KEBIDANAN PADA An. E USIA 8 TAHUN DENGAN VARICELLA. Nur Hasanah* dan Heti Latifah** ABSTRAK ASUHAN KEBIDANAN PADA An. E USIA 8 TAHUN DENGAN VARICELLA Nur Hasanah* dan Heti Latifah** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan **Mahasiswa Program Studi Diploma III Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995). Dari. tubuh yang disebabkan oleh karena proses ekstrakranial.

BAB I KONSEP DASAR. ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995). Dari. tubuh yang disebabkan oleh karena proses ekstrakranial. BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah tidak dapat menahan serangan demam pada suhu tertentu (Widjaja, 200 1). Kejang demam adalah kejang yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas.

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Varney (2006) dijelaskan bahwa Asuhan Kebidanan Komprehensif merupakan suatu tindakan pemeriksaan pada pasien yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III RESUME KEPERAWATAN

BAB III RESUME KEPERAWATAN BAB III RESUME KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien Pengkajian dilakukan pada hari/ tanggal Selasa, 23 Juli 2012 pukul: 10.00 WIB dan Tempat : Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong. Pengkaji

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA A. Definisi Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C) Nama : Ardian Nugraheni (23111307C) Nifariani (23111311C) MACAM-MACAM PENYAKIT A. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) 1) Pengertian Terjadinya penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK B. ETIOLOGI Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas C. PATOFISIOLOGI Peningkatan

Lebih terperinci

KELOMPOK III. Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia Intan tiara D Arsini Widya Setianingsih

KELOMPOK III. Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia Intan tiara D Arsini Widya Setianingsih PERTUSIS KELOMPOK III Amalia Putri Azizah Ayu Nila Sari Asri Nurul Falah Euis Oktaviani P Fitrah Rahmah Mariyatul Qibtiyah Rizqa A. M Selly M.P Susan Eka Putri Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia

Lebih terperinci

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan kebidanan komprehensif merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan laboratorium dan konseling. Asuhan kebidanan komprehensif

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Bronkitis adalah suatu penyakit yand ditandai oleh adanya inflamasi bronkus (Ngastiyah, 2003). Bronkitis adalah suatu infeksi akut saluran besar paru (yaitu trachea dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

BAB I PENDAHULUAN. janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehamilan merupakan masa konsepsi sampai dengan lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari mulai hari pertama

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap Tanggal : 17 Maret 2015 pukul : 12.30 WIB Pada pemeriksaan didapatkan hasil data

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 8 Anak menderita HIV/Aids Catatan untuk fasilitator Ringkasan Kasus: Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari sebuah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam 14.30 1. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama : An. R : 10 th : Perempuan : Jl. Menoreh I Sampangan

Lebih terperinci

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

riwayat personal-sosial

riwayat personal-sosial KASUS OSCE PEDIATRIK 1. (Gizi Buruk) Seorang ibu membawa anaknya laki-laki berusia 9 bulan ke puskesmas karena kha2atir berat badannya tidak bisa naik. Ibu pasien juga khawatir karena anaknya belum bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat acute maupun chronic ( Manurung, 2008). Bronchitis adalah suatu peradangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian yang tersering pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 di Ruang Lukman Rumah Sakit Roemani Semarang. Jam 08.00 WIB 1. Biodata a. Identitas pasien Nama : An. S Umur : 9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi indikator keberhasilan pembangunan kesehatan. Sehingga kesehatan ibu merupakan komponen yang penting

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Kejang Demam 2.1.1. Definisi Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dengan imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC,

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dengan peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses. ekstrakranium (Staf Pengajar IKA FKUI, 1997: 847).

BAB I KONSEP DASAR. dengan peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses. ekstrakranium (Staf Pengajar IKA FKUI, 1997: 847). BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229). Kejang

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Siti Sarifah Sonia Mahdalena Ranny Dwi H Novita Sari CANTIK Wardah Afipah Mitha Nur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting, terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi. ASI juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting, terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi. ASI juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting, terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi. ASI juga merupakan nutrisi alamiah bagi bayi karena mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan kebidanan komprehensif adalah suatu pemeriksaan yang. dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan sederhana dan

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan kebidanan komprehensif adalah suatu pemeriksaan yang. dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan sederhana dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan kebidanan komprehensif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan sederhana dan konseling asuhan kebidanan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit P e n g e r t i a n D i e t DASAR DIETETIK M u s l i m, M P H l m u D i e t I Cabang ilmu gizi yang mengatur pemberian makan pada kelompok/perorangan dalam keadaan sehat/sakit dengan memperhatikan syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk adalah terjadinya perubahan jumlah penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk adalah terjadinya perubahan jumlah penduduk pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk adalah terjadinya perubahan jumlah penduduk pada suatu wilayah, baik bertambah maupun berkurang, di Indonesia pertumbuhan penduduk mencapai 1,49%.

Lebih terperinci

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Yazid Dimyati Divisi Saraf Anak Departemen IKA FKUSU / RSHAM Medan UKK Neurologi / IDAI 2006 Pendahuluan Kejang merupakan petunjuk adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai. kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. Kebutuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai. kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. Kebutuhan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti

Lebih terperinci

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Butet Elita Thresia Dewi Susanti Fadly Azhar Fahma Sari Herbert Regianto Layani Fransisca Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Batuk adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memelihara kesehatan.upaya kesehatan masyarakat meliputi : peningkatan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Definisi Imunisasi Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Cedera Otak dan Penyakit Kronis Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Apakah yang Dimaksudkan dengan Kelumpuhan Otak itu? Kelumpuhan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL A. Pengertian Terapi murottal adalah rekaman suara Al-Qur an yang dilagukan oleh seorang qori (pembaca Al-Qur an), lantunan Al-Qur an secara fisik mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan memicu perubahan- perubahan fisiologis yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan memicu perubahan- perubahan fisiologis yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan memicu perubahan- perubahan fisiologis yang sering mengaburkan diagnosis sejumlah kelainan hematologis serta pengkajian pengobatannya. Salah satu perubahan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Erlina Burhan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Apakah Penyakit Tuberkulosis atau TB itu? Penyakit menular Kuman penyebab: Mycobacterium tuberculosis Bukan penyakit keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehamilan dengan risiko usia tinggi (Manuaba, 2012: h.38).

BAB I PENDAHULUAN. dari kehamilan dengan risiko usia tinggi (Manuaba, 2012: h.38). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Indonesia, diantara negara

Lebih terperinci

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare. PENYAKIT CAMPAK Apakah setiap bintik-bintik merah yang muncul di seluruh tubuh pada anak balita merupakan campak? Banyak para orangtua salah mengira gejala campak. Salah perkiraan ini tak jarang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik. jepit bayi menangis yang dapat merangsang pernafasan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik. jepit bayi menangis yang dapat merangsang pernafasan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tujuan kelahiran bayi ialah lahirnya seorang individu yang sehat dari seorang ibu yang sehat. Bayi lahir sehat artinya tidak mempunyai gejala sisa atau tidak mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 C) akibat suatu proses ekstrakranium tanpa adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan dari kabupaten/kota Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN. laporan dari kabupaten/kota Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan resiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG. Definisi kematian maternal menurut WHO adalah kematian seorang

BAB 1 PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG. Definisi kematian maternal menurut WHO adalah kematian seorang 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Definisi kematian maternal menurut WHO adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepasnya dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi saluran pernapasan akut yang lebih dikenal dengan ISPA biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi

Lebih terperinci

Diagnosa Banding Kejang Pdf Download ->>->>->> DOWNLOAD

Diagnosa Banding Kejang Pdf Download ->>->>->> DOWNLOAD Diagnosa Banding Kejang Pdf Download ->>->>->> DOWNLOAD 1 / 5 2 / 5 Kejang demam / Step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuhpenatalaksanaan kejang demam meliputi pemberian obat-obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa saat ini Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah tertinggi. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

BAB I PENDAHULUAN. bahwa saat ini Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah tertinggi. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun diseluruh dunia sejumlah 4,3 juta bayi baru lahir meninggal, dan di negara berkembang kurang lebih 70% dari jumlah kematian ini dapat dicegah dengan teknologi

Lebih terperinci

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH Jadwal kunjungan di rumah Manajemen ibu post partum Post partum group Jadwal Kunjungan Rumah Paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas, dilakukan untuk menilai keadaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pengkajian I. 1. Pengkajian Data. Kegiatan pengumpulan data dimulai pada saat klien masuk

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pengkajian I. 1. Pengkajian Data. Kegiatan pengumpulan data dimulai pada saat klien masuk 76 BAB IV PEMBAHASAN A. Pengkajian I 1. Pengkajian Data Kegiatan pengumpulan data dimulai pada saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung. Data dapat

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KASUS

BAB III ANALISA KASUS BAB III ANALISA KASUS 3.1 Pengkajian Umum No. Rekam Medis : 10659991 Ruang/Kamar : Flamboyan 3 Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2011 Diagnosa Medis : Febris Typhoid a. Identitas Pasien Nama : Nn. Sarifah Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Tanggal : 22 Maret 2016 Pukul : 10.30 WIB Data subjektif pasien Ny. T umur 50 tahun bekerja

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sakit (Notoatmodjo, 2005). fungsi anggota tubuh (Joyomartono, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sakit (Notoatmodjo, 2005). fungsi anggota tubuh (Joyomartono, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu factor penting dalam kehidupan, hal tersebut dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: lingkungan, genetic, perilaku, pelayanan kesehatan. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu, dalam melalui proses tersebut wanita akan mengalami masa masa

BAB I PENDAHULUAN. ibu, dalam melalui proses tersebut wanita akan mengalami masa masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita pada dasarnya harus menjalankan kodrat sebagai seorang ibu, dalam melalui proses tersebut wanita akan mengalami masa masa mulai dari kehamilan, persalinan, nifas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan atau Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan atau Penyajian Data Dasar Secara Lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pengumpulan atau Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 22 Maret 2016 pukul 06.45

Lebih terperinci