Koleksi Perpustakaan Universitas terbuka. 16/41920.pdf

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Koleksi Perpustakaan Universitas terbuka. 16/41920.pdf"

Transkripsi

1 16/41920.pdf

2 16/41920.pdf

3 16/41920.pdf

4 16/41920.pdf

5 16/41920.pdf

6 16/41920.pdf

7 16/41920.pdf

8 16/41920.pdf

9 16/41920.pdf

10 16/41920.pdf

11 16/41920.pdf

12 16/41920.pdf

13 16/41920.pdf

14 16/41920.pdf

15 16/41920.pdf

16 16/41920.pdf

17 16/41920.pdf

18 16/41920.pdf

19 16/41920.pdf

20 16/41920.pdf

21 16/41920.pdf

22 16/41920.pdf

23 16/41920.pdf

24 16/41920.pdf

25 16/41920.pdf

26 16/41920.pdf

27 16/41920.pdf

28 16/41920.pdf

29 16/41920.pdf

30 16/41920.pdf

31 16/41920.pdf

32 16/41920.pdf

33 16/41920.pdf

34 16/41920.pdf

35 16/41920.pdf

36 16/41920.pdf

37 16/41920.pdf

38 16/41920.pdf

39 16/41920.pdf

40 16/41920.pdf

41 16/41920.pdf

42 16/41920.pdf

43 16/41920.pdf

44 16/41920.pdf

45 16/41920.pdf

46 16/41920.pdf

47 16/41920.pdf

48 16/41920.pdf

49 16/41920.pdf

50 16/41920.pdf

51 16/41920.pdf

52 16/41920.pdf

53 16/41920.pdf

54 16/41920.pdf

55 16/41920.pdf

56 16/41920.pdf

57 16/41920.pdf

58 16/41920.pdf

59 16/41920.pdf

60 16/41920.pdf

61 16/41920.pdf

62 16/41920.pdf

63 16/41920.pdf

64 16/41920.pdf

65 16/41920.pdf

66 16/41920.pdf

67 16/41920.pdf

68 16/41920.pdf

69 16/41920.pdf

70 BABIV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Sumbawa 1. Letak geografis dan keadaan alam Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah dari Sembilan Kabupaten/Kota yang berada di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat dan terletak di ujung barat pulau Sumbawa, pada posisi 116" 42' sampai dengan 118" 22' Bujur Timur dan 8" 8' sampai dengan 9" 7' lintang selatan serta memiliki luas wilayah 6.643,98 Km 2 Dari segi topografinya, permukaan tanah di wilayah Kabupaten Sumbawa tidak rata atau cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 0 hingga meter diatas permukaan air laut, dimana sebagian besar diantaranya yaitu seluas ha atau 41,81 persen berada pada ketinggian 100 hingga 500 meter. Sementara itu ketinggian untuk kotakota kecamatan di Kabupaten Sumbawa berkisar an tara 10 sampai 650 meter diatas permukaan air laut. lbu kota Kecamatan Batulanteh yaitu Semongkat merupakan ibu kota kecamatan yang tertinggi sedangkan Sumbawa Besar merupakan ibu kota kecamatan yang terendah. Kabupaten Sumbawa memiliki batasan wilayah diantaraya; di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa Barat, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Dompu, di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.

71 57 Kabupaten Sumbawa memiliki 24 Kecamatan yang terdiri dari 158 desa (575 dusun) dan 8 kelurahan. Adapun luasan Kabupaten Sumbawa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel4.1. Wilayah Administratif Kabupaten Sumbawa No. Kecamatan Luas (Km 2 ) (%) No. Kecamatan Luas (Km 2 ) (%) 1. Lunyuk 513,74 7, Moyo Utara 90,8 1,37 2. Orong Telu 465,97 7, Moyohulu 311,96 4,70 3. Alas 123,04 1, Ropang 444,48 6,69 4. Alas Barat 168,88 2, Lenangguar 504,32 7,59 5. Buer 137,01 2, Lantung 167,45 2,52 6. Utan 155,42 2, Lape 204,43 3,08 7. Rhee 230,82 3, Lopok 155,59 2,34 8. Batulanteh 391,4 5, Plampang 418,69 6,30 9. Sumbawa 44,83 0, Labangka 243,08 3, Labuhan Badas 435,89 6, Maronge 274,75 4, Unter lwes 82,38 1, Em pang 558,55 8, Moyohilir 186,79 2, Tarano 333,71 5,02 Sumber : Kabupaten Sumbawa Dalam Angka Tahun 2012 Daerah Kabupaten Sumbawa secara umum merupakan daerah yang beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Pada tahun 2011 temperatur maksimum mencapai 36,6 C yang terjadi pada bulan Oktober dan temperatur minimum 32,0 C yang terjadi pada bulan Januari. Rata-rata kelembaban udara tertinggi selama tahun 2011 mencapai 89% pada bulan Januari dan terendah mencapai 70% pada bulan Agustus dan September, serta tekanan udara maksimum 1.011,1 mb, minimum 1.006,5 mb. Demikian juga dengan curah hujan, dimana curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 316 mm. Satu hal yang dapat berpengaruh terhadap hari hujan dan curah hujan adalah besamya penguapan.

72 58 Karena banyak sedikitnya penguapan dapat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya hari hujan dan curah hujan yang terjadi pada periode berikutnya (Tabel 4.2). Tabel 4.2. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan No. Bulan Hari Hujan Curah Hujan (mm) 1. Januari ,0 2. Februari ,0 3. Maret ,0 4. April ,0 5. Mei 7 230,0 6. Juni 7. Juli 8. Agustus 9. September 1 0,1 10. Oktober 5 15,0 11. Nopember ,0 12. Desember ,0 Jumlah ,1 Sumber: Kabupaten Sumbawa Dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan data pada tabel 4.2 diperoleh informasi bahwa pada bulanbulan tertentu jumlah curah hujan di Kabupaten Sumbawa tergolong sangat rendah dan bahkan ada beberapa bulan yang tidak turun hujan sama sekali. Kondisi ini menjadi kendala bagi sektor pertanian khususnya tanaman padi karena sebagian besar lahan pertanian di Kabupaten Sumbawa merupakan lahan tadah hujan dan sangat bergantung pada kondisi curah hujan yang ada. Guna menyiasati hal tersebut, biasanya para petani padi beralih ke tanaman lain misalnya palawija. 2. Perekonomian Pendapatan regional merupakan salah satu indikator, disamping indikator lainnya yang digunakan ukuran dalam melihat tingkat perkembangan

73 59 perekonomian suatu daerah. Pendapatan regional dapat memberikan gambaran mengenai produk-produk yang dihasilkan oleh berbagai unit kegiatan ekonomi suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Pendapatan regional yang lazim disebut PDRB, terdiri dari Sembilan sektor, yang secara garis besar terdiri dari tiga kategori yaitu primer, sekunder dan tersier. Sektor primer mencakup dua sektor yaitu pertanian, petemakan, kehutanan dan perikanan serta sektor pertambangan dan sektor penggalian. Sektor sekunder meliputi 3 sektor yaitu sektor industri, sektor listrik, gas dan air bersih, serta sektor bangunan. Sedangkan sisanya merupakan sektor tersier yang meliputi perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Data PDRB Kabupaten Sumbawa menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan disajikan pada Tabel 4.3 berikut ini. Tabel4.3. Data PDRB Kabupaten Sumbawa Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (Juta) No. Lapangan Usaha Tahun (12 (22 (32 (42 (52 1 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restauran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Sumber: Kabupaten Sumbawa Dalam Angka Tahun 2012

74 60 Data PDRB Kabupaten Sumbawa pada tabel 2.3 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Kabupaten Sumbawa. Hal tersebut terlihat dari besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Sumbawa bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Pada tahun 2008 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga konstan sebesar juta ( 42,10 persen) diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restauran sebesar juta (18,66%). Meskipun pada tahun 2010 secara nominal jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi juta, namun persentase kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB justru mengalarni penurunan menjadi 40,01 persen. Hal ini lebih disebabkan karena landainya produktivitas pertanian disamping terjadinya peningkatan persentase kontribusi sektor lainnya terhadap PDRB Kabupaten Sumbawa. 3. Kependudukan Penduduk Kabupaten Sumbawa pada tahun 2011 mencapai angka jiwa, terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan sex rasio 104. Bila jumlah penduduk dibandingkan dengan luas wilayah seluas 6.643,98 km 2 dihuni 63 jiwa, ini memperlihatkan bahwa penduduk Kabupaten Sumbawa masihjarang. Dilihat keadaan masing-masing Kecamatan, maka Kecamatan Sumbawa merupakan yang terpadat yaitu sebesar jiwa per km 2, diikuti kecamatan Alas dan Kecamatan Untir iwes yakni masing-masing sebesar 231 dan 223 jiwa per km 2. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di kecamatan Sumbawa

75 61 dan Untir Iwes lebih disebabkan karena wilayahnya yang tennasuk dalam wilayah yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Sumbawa sehingga sebagian besar penduduk Kabupaten Sumbawa bennukim di kedua kecamatan tersebut. Sedangkan untuk Kecamatan Alas, tingginya kepadatan penduduk di wilayah tersebut lebih disebabkan karena Kecamatan Alas merupakan salah satu kecamatan yang menjadi pusat perdagangan di Kabupaten Sumbawa. Berbeda dengan ketiga kecamatan tersebut, tingkat kepadatan penduduk di beberapa kecamatan lain lebih rendah karena wilayahnya yang memang sebagian besar didominasi oleh lahan pertanian. Apabila dilihat dari jenis lapangan usaha utama dari penduduknya, maka sebagian besar penduduk Kabupaten Sumbawa bennata pencaharian di bidang pertanian padi & palawija dengan jumlah sebesar 58,36% dari total jumlah penduduk yang ada. 4. Pertanian Sektor pertanian memegang peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sumbawa. Kabupaten Sumbawa dengan lahan pertanian yang sangat luas memiliki potensi yang penting dalam menyumbang stok pangan nasional. Pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sumbawa terdiri dari padi, palawija, sayur-mayur dan buahbuahan. Data pertanian tanaman padi di Kabupaten Sumbawa berdasarkan luas panen, produktivitas dan produksi untuk tahun 2011 disajikan pada Tabel 4.4 berikut ini.

76 62 Tabel 4.4. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Kabupaten Sumbawa di rinci per Kecamatan Tahun 2011 No. Kecamatan Luas Panen Produktivitas Produksi (Ha) (Kw/Ha) (Ton) (I) (22 (3) (4) (5) 1 Lunyuk , Orong Telu , Alas , Alas Barat , Buer , Utan , Rhee , Batulanteh , Sumbawa , Labuhan Badas , Unter Iwes , Mo~o Hilir , Mo~o Utara , Mo~o Hulu , RoQang , Lenangguar , Lantung , La2e , LOQOk , Plam ang , Labangka , Maronge , EmEang , Tarano , Jumlah , Tahun 2010 ATAP , Tahun 2009 ATAP , Tahun 2008 ATAP , Sumber: Data Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa 2012 Berdasarkan data pada tabel 4.4 diketahui bahwa luas panen untuk sektor pertanian di Kabupaten Sumbawa pada tahun 2011 sebesar Ha dengan jumlah produksi sebanyak ton. Jumlah tersebut mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya sebesar Ha dengan total produksi sebanyak ton. Bila dilihat dari jumlah produksi per Kecamatan, maka 3 (tiga) Kecamatan sebagai penyumbang

77 63 terbesar untuk sektor pertanian adalah Kecamatan Empang, Moyo Hilir dan Plampang denganjumlah produksi masing-masing sebesar ton, ton dan ton. Data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa potensi terbesar untuk sektor pertanian di Kabupaten Sumbawa berada di ketiga Kecamatan tersebut. B. Keragaan Kelompok Tani Penerima PUAP 1. Kondisi Umum Kelompok Tani Penerima PUAP Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan program terobosan Departemen Pertanian berupa bantuan modal usaha bagi petani baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani, pengolah hasil dan pemasaran hasil pertanian. Program PUAP sudah mulai be:rjalan sejak tahun 2008 dan dana PUAP tersebut telah disalurkan langsung kepada beberapa kelompok tani/gapoktan yang tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Sumbawa. Jumlah kelompok tani/gapoktan penerima PUAP pada tahun 2008 adalah sebanyak 26 kelompok dan pada tahun 2012 jumlahnya sebanyak 12 kelompok. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 jumlah keseluruhan kelompok tani/gapoktan penerima PUAP di Kabupaten Sumbawa sebanyak 102 kelompok dengan jumlah terbanyak terdapat pada Kecamatan Moyo Hulu yaitu 10 kelompok. Data jumlah kelompok tani penerima PUAP per Kecamatan dari tahun 2008 sampai dengan 2012 secara rinci disajikan pada Tabel 4.5 berikut ini.

78 64 Tabel4.5. Data Kelompok Tani/Gapoktan Penerima PUAP per-kecamatan Di Kabupaten Sumbawa Tahun 2008 s/d 2012 No Kecamatan Jumlah Gapoktan Jumlah 1 Labuhan Badas Sumbawa Unter Iwes Batu lanteh Moyo Hilir Mo~o Utara Lo2ok Alas Barat Alas Buer Utan Rhee Lantung Ro,Qang Orong Telu Mo~o Hulu Lenangguar Lunyuk La,Qe Maronge Plam2ang Em,Qang Tarano Labangka Jumlah Sumber: Data Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa Kepemimpinan Kelompok Tani Kepemimpinan kelompok tani yang dianalisis berdasakan prinsip-prinsip kepemimpinan yang terdiri dari kemampuan pemimpin dalam mengilhamkan wawasan bersama, memungkinkan orang lain bisa bertindak, kemampuan pemimpin dalam menjadi petunjuk jalan, serta membesarkan hati anggotanya.

79 65 Data hasil penelitian untuk distribusi responden berdasarkan penilaian terhadap prinsip-prinsip kepemimpinan disajikan pada Tabel 4.6. Tabel4.6. Data Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Prinsip-Prinsip Kepemimpinan No X1 Prinsip Kepemimpinan Mengilhamkan wawasan bersama (pertanyaan 1-4) Keterangan: Sangat Rendah (rataan skor = 1-1,8) Rendah (rataan skor = 1,9-2,6) Sedang (rataan skor = 2,7-3,4) Tinggi (rataan skor = 3,5-4,2) Sangat Tinggi (rataan skor = 4,3-5,0) Klasifikasi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Jumlah Orang % 22 21, ,43 Memungkinkan orang lain bertindak :.:...:.;.; ,- - (pertanyaan 5-7) Sedang Tinggi 80 78,43 Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Menjadi Petunjuk Jalan Sedang 27 26,47 (pertanyaan 8-9) Tinggi 75 73,53 Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Membesarkan Hati Sedang 59 57,84 (pertanyaan 10) Tinggi 43 42,16 Sangat Tinggi Mengilhamkan Wawasan Bersama Seorang pemimpin harus mampu memberi ilham bagi munculnya wawasan orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama. Para pemimpin kelompok tani/gapoktan penerima PUAP di Kabupaten Sumbawa dalam hal menghadirkan wawasan bersama secara garis besar tergolong dalam kategori sedang hingga tinggi. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil

80 66 responsi bahwa 21,57 % anggota kelompok tani/gapoktan menyatakan dalam tingkat sedang dan 78,43 % anggota lainnya menyatakan dalam tingkatan tinggi. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa para pemimpin kelompok tani penerima PU AP dimata para anggotanya cukup mampu untuk memahami kebutuhan, impian dan aspirasi para anggota kelompoknya, sehingga perasaan "sense of belonging" dari para anggota kelompok mulai terlihat dan secara tidak langsung dapat menjadi pendorong seorang pemimpin untuk dapat bertindak secara tegas dalam pengambilan keputusan ataupun dalam menjalankan kepemimpinannya. Disisi lain, nilai tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar anggota kelompok merasa percaya dan beranggapan bahwa pemimpin kelompok dianggap mampu menjalankan perannya sebagai ketua kelompok dengan mengembangkan ide-ide/gagasan yang dapat mengembangkan atau mengilhamkan wawasan para anggotanya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menempa kesatuan tujuan dengan menunjukkan bagaimana impian dapat dicapai dan membangkitkan antusiasme bagi para anggotanya. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, diketahui pula bahwa pemimpin kelompok seringkali memberikan ide/gagasan serta pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan kelompok atau bahkan dapat membantu pemecahan masalah yang dihadapi kelompoknya. Memungkinkan Orang Lain Bertindak Kemampuan pemimpin dalam memungkinkan orang lain bertindak tercermin dari kepercayaan pemimpin dalam memberikan wewenang kepada para anggotanya untuk melaksanakan tugas-tugasnya tanpa melanggar aturan

81 67 yang telah ditentukan atau disepakati dalam kelompok tersebut. Hasil responsi menunjukkan bahwa tingkat kemampuan pemimpin kelompok tani dalam memungkinkan orang lain bertindak tergolong dalam kategori sedang sampai dengan tinggi. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil responsi bahwa 21,57% responden menyatakan tingkat kemampuan pemimpin dalam memungkinkan orang lain bertindak tergolong dalam kategori sedang, sedangkan 78,43% lainnya menyatakan kategori tinggi. Nilai tersebut menunjukkan bahwa dimata para anggotanya pemimpin kelompok tani telah cukup memberikan kebebasan (keleluasaan) kepada para anggotanya untuk mengeluarkan ide, pendapat/gagasan demi kemajuan organisasi. Selain itu, data tersebut dapat pula mengindikasikan bahwa para pemimpin tergolong cukup baik dalam membuat bawahannya merasa kuat, mampu dan memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai yang ada dalam organisasi tersebut. Menjadi Petunjuk Jalan Berdasarkan hasil responsi diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan tingkat kemampuan pemimpin kelompok tani penerima PU AP untuk menjadi petunjuk jalan bagi para anggotanya tergolong cukup baik. Hal tersebut diperoleh berdasarkan data hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa 26,47% responden memilih kategori sedang dan 73,53% lainnya memilih kategori tinggi untuk kemampuan ketua kelompok tani menjadi petunjuk jalan. Nila tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar anggota kelompok bernaggapan bahwa pemmimpin kelompok cukup mampu menjalankan prinsip-prinsip kepemimpinan khususnya terkait dengan kemampuan pemimpin untuk menjadi petunjukjalan bagi para anggotanya.

82 68 Besarnya persentase anggota yang memilih kategori tinggi menunjukkan bahwa dimata sebagian besar para anggotanya, pemimpin kelompok tani dianggap mampu menjadi petunjuk jalan atau tauladan bagi para anggotanya. Pemimpin yang dapat menjadi petunjuk jalan pada bawahannya adalah pemimpin yang mampu memberikan wawasan untuk memecahkan masalah sekaligus dapat memberikan contoh maupun menjadi panutan bagi para anggotanya dalam melakukan tugas atau pekeijaan yang berkaitan dengan bidang kegiatan organisasi yang dipimpinnya. Dengan kata lain, pemimpin yang mampu menjadi petunjuk jalan dapat mendorong para anggotanya untuk mau melakukan sesuatu sesuai dengan yang dicontohkan oleh pemimpinnya. Hal ini juga didukung berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa ketua kelompok tani memiliki peran yang cukup besar dalam memajukan sektor pertanian di wilayahnya. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian juga diketahui bahwa tingkat adopsi teknologi PTT yang lebih baik ditunjukkan oleh para pemimpinlketua kelompok tani. Membesarkan Hati Berdasarkan hasil responsi diketahui bahwa tingkat kemampuan pemimpin kelompok tani penerima PUAP untuk membesarkan hati para anggotanya tergolong dalam kategori sedang sampai dengan tinggi. Hal tersebut diperoleh berdasarkan data hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa 57,84% responden berada dalam kategori sedang dan 42,16% lainnya berada dalam kategori tinggi untuk kemampuan ketua kelompok tani dalam membesarkan hati anggotanya. Nilai tersebut secara tidak langsung

83 69 menunjukkan bahwa hanya sebagian anggota kelompok saja yang beranggapan bahwa pemimpin kelompok tani cukup mampu menjalankan prinsip kepemimpinan dalam hal membesarkan hati para anggotanya. Pemimpin yang baik dan akan berhasil dalam menjalankan perannya sebagai seorang pemimpin j ika mampu membesarkan hati para anggotanya untuk beijalan terns, menunjukkan kepada para anggotanya bahwa mereka bisa menghadapi segala masalah dan rintangan, serta memberikan pengakuan terhadap keberhasilan individual maupun kelompok yang telah dicapai. Kemampuan pemimpin dalam membesarkan hati anggotanya diperoleh melalui frekuensi dalam menghargai sumbangan pemikiran maupun keberhasilan anggota dalam memajukan kelompok atau memperoleh keberhasilan dalam usaha yang dilakukannya. Upaya membesarkan hati anggota kelompok dapat dilakukan dengan memberi penghargaan ataupun hanya sekedar memberikan pujian saja. Hal tersebut setidaknya dapat memberikan penegasan bahwa setiap kineija yang baik dari anggota akan mendapatkan respon positif dari pemimpinnya. Dengan demikian anggota kelompok akan terns bersemangat untuk meningkatkan prestasinya. 3. Motivasi Kelompok Tani Penerima PUAP a. Motivasi Intrinsik Petani Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri petani baik yang berasal dari dalam diri (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) diri petani yang dapat mempengaruhinya dalam menerapkan teknologi PTT. Faktor intrinsik sangat dipengaruhi oleh karakteristik petani yang meliputi umur,

84 70 tingkat pendidikan formal dan non-formal, pengalaman bertani, kekosmopolitan, serta luas lahan garapan. Sedangkan faktor ekstrinsik petani dipengaruhi oleh ketersediaan sarana prasarana, ketersediaan modal, sifat inovasi, serta ketersediaan informasi dan dukungan program. Deskripsi faktor intrinsik motivasi petani disajikan secara rinci pada Tabel4.7 berikut ini. Tabel4.7. Deskripsi Faktor Intrinsik Motivasi Petani Faktor Internal Kategori Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat Rendah (<30 tahun) 7 6,86 Rendah (31-40 tahun) 22 21,57 Umur Sedang (41-50 tahun) 22 21,57 (pertanyaan 11) Tinggi (51-60 tahun) 16 15,69 Sangat Tinggi (>60 tahun) 35 34,31 Sangat Rendah (Tidak Tamat SD) Rendah (tamat SD) 25 24,51 Pendidikan Formal Sedang (tamat SMP) 21 20,59 (pertanyaan 12) Tinggi (Tamat SMA) 50 49,02 Sangat Tinggi (Sarjana) 6 5,88 Sangat rendah (tidak pemah) 29 28,43 Pendidikan Non Rendah (1-3 kali) 29 28,43 formal Sedang ( 4-6 kali) 22 21,57 (pertanyaan 13) Tinggi (7-9 kali) 14 13,73 Sangat tinggi (> 9 kali) 8 7,84 Sangat rendah (<4 tahun) 2 1,96 Rendah (4-7 tahun) 4 3,92 Pengalaman bertani Sedang (8-11 tahun) 4 3,92 (pertanyaan 14) Tinggi (12-15 tahun) 27 26,47 Sangat tinggi (> 15 tahun) 65 63,73 Sangat rendah (<0,5 Ha/milik org lain) 12 11,76 Rendah (0,5-1,0 Ha) 52 50,98 Luas lahan garapan Sedang (1,1-1,5 Ha) 14 13,73 (pertanyaan 15-16) Tinggi (1,6-2 Ha) 16 15,69 Sangat tinggi (>2 Ha) 8 7,84 Sangat rendah (rataan skor = 1-1,8) 19 18,63 Rendah (rataan skor 1,9-2,6) 61 59,80 Kekosmopolitan Sedang (rataan skor 2,7-3,4) 22 21,57 (pertanyaan 17-22) Tinggi (rataan skor 3,5-4,2) Sangat tinggi (rataan skor 4,3-5,0)

85 71 Umur Proporsi terbesar umur para petani yang termasuk dalam kelompok tani penerima PUAP di Kabupaten Sumbawa adalah berada dalam kategori sangat tinggi (>45 tahun) yaitu sebesar 34,31%, sedangkan sebagian lagi berada dalam kategori rendah (35-40 tahun) dan kategori sedang (41-45 tahun) dengan jumlah yang sama besar yaitu 21,57%. Berdasarkan penggolongan umur produktif dari Badan Pusat Statistik (BPS), maka umur responden masih termasuk dalam kategori umur produktif tenaga ketja yaitu antara 15 sampai dengan 64 tahun. Keadaan ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani masih dalam kondisi fisik yang sangat mendukung dalam kegiatan usaha pertanian yang dilakukan. Petani usia produktif memiliki kemampuan beketja atau beraktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang sudah tidak produktif. Petani yang berumur lebih muda biasanya mempunyai semangat tinggi karena keingintahuannya, sehingga mereka berusaha lebih cepat dalam melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka merniliki pengalaman yang lebih rendah dalam bertani (Soekarwati, 1988). Pendidikan Formal Hasil responsi menunjukkan bahwa sebagian besar petani penerima PUAP merniliki tingkat pendidikan dalam kategori tinggi (tamatan SMA/Sederajat) yaitu sebesar 49,02%. Jumlah petani yang masuk dalam kategori sedang (tamat SMP) sebanyak 20,59% dan petani yang masuk dalam kategori rendah (Tamat SD) sebanyak 24,51%. Petani yang masuk dalam kategori sedang umumnya pernah melanjutkan pada jenjang pendidikan SMA

86 72 tetapi tidak sampai tamat sekolah dikarenakan oleh faktor biaya pendidikan dan beberapa faktor lainnya. Berbeda halnya dengan petani yang masuk dalam kategori tinggi dimana sebagian besar petani menyatakan tidak pemah melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. Tingkat pendidikan formal sangat penting bagi petani karena hal tersebut akan membantu petani untuk lebih mudah dalam mengadopsi inovasi, menerapkan teknologi dalam usaha tani dan menyelesaikan masalahmasalah yang dihadapi dalam bertani. Tingkat pendidikan yang baik dapat meningkatkan pengetahuan yang berhubungan dengan tingkat ketepatan penilaian yang berdampak pada kecepatan dalam mengambil keputusan dalam mengadopsi suatu inovasi maupun sebaliknya (Soekarwati, 1988). Syahyuti (2006) menambahkan bahwa semakin meningkat pendidikan seseorang, maka kualitas ketja dalam usahanya juga meningkat. Dengan kata lain, semakin tinggi pendidikan petani maka semakin berkembang pula wawasan berpikimya dan semakin baik keputusannya dalam berusaha tani yang lebih produktif. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah banyaknya kegiatan pelatihan dan penyuluhan yang pemah diikuti oleh petani penerima PUAP yang berkaitan dengan usaha tani padi. Hasil responsi untuk tingkat pendidikan non formal petani menunjukkan bahwa sebagian besar petani pemah mengikuti kegiatan penyuluhan dan pelatihan dalam berusaha tani. Jumlah petani yang memiliki tingkat pendidikan non formal dalam kategori rendah (1-3 kali), sedang (4-6 kali) dan sangat tinggi (>9 kali)

87 73 masing-masing sebesar 28,43%, 21,57% dan 20,59%. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, diketahui bahwa petani yang memiliki tingkat pendidikan non formal dengan kategori sangat tinggi umumnya merupakan pengurus kelompok. Sedangkan para anggotanya umumnya memiliki tingkat pendidikan non formal berada dalam kategori sedang sampai dengan kategori rendah. Pendidikan non formal yang pemah diikuti oleh petani diantraranya sekolah lapang pengendalian hama dan penyakit tanaman (SLPHT), Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman secara Terpadu (SLPTT) padi, dan semacam lokakarya petani yang diselenggarakan oleh BPTP Propinsi NTB di Kabupaten Sumbawa. Kegiatan pendidikan tambahan ini umumnya diikuti oleh pengurus kelompok (Ketua, Sekertaris, dan bendahara) serta beberapa perwakilan petani karena kegiatan semacam ini biasanya memiliki keterbatasan dana sehingga tidak semua petani dapat menjadi peserta dalam kegiatan tersebut. Pengalaman Bertani Pengalaman bertani dihitung berdasarkan lama petani menjalankan kegiatan usaha tani. Hasil responsi menunjukkan bahwa penglaman bertani para petani penerima PUAP masuk dalam kategori tinggi (12-15 tahun) sampai dengan kategori sangat tinggi. Jumlah responden yang memiliki pengalaman bertani dalam kategori tinggi sebanyak 26,47% sedangkan jumlah responden yang memiliki pengalaman bertani dalam kategori sangat tinggi (> 15 tahun) adalah sebanyak 63,73%. Kondisi ini menunjukkan bahwa

88 74 usaha tani sudah cukup lama dilakukan dan menurut pengakuan beberapa petani bahwa usaha ini merupakan usaha turunan dari orang tua mereka. Pengalaman bertani yang bervariasi antara 4-15 tahun tentunya akan berpengaruh pada tingkat penguasaan inovasi dalam menjalankan usaha taninya. Pengalaman yang dimiliki petani seringkali tidak disesuaikan dengan kondisi maupun keterbaruan inovasi dan masih berdasarkan kebiasaankebiasaan mereka sebelumnya. Beberapa responden juga menambahkan bahwa pola bertani yang mereka jalankan umumnya masih berdasarkan kebiasaan lama yang mereka jalankan serta ditambah dengan pengalaman yang mereka dapatkan dari petani lain disekitarnya. Di sisi lain, Selain bertani ada beberapa petani juga mempunyai peketjaan lain seperti berwiraswasta ataupun menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal tersebut tertunya dapat mempengaruhi pengetahuan ataupun keterampilannya dalam menjalankan usaha tani. Perubahan status sosial seseorang seperti menjadi PNS juga akan mempengaruhi tingkat motivasi dan pola bertani yang dijalankan. Luas Lahan Garapan Berdasarkan hasil responsi diketahui bahwa sebagian besar petani (50,98%) memiliki luas lahan garapan dalam kategori rendah (0,5-1 Ha). Sedangkan sisanya memiliki luas lahan dalam kategori sangat rendah ( <0,5 Halmilik org lain), kategori tinggi (1,1-1,5 Ha) dan kategori sangat tinggi (>2 Ha) dengan jumlah masing-masing sebesar 11,76%, 13,73% dan 15,69%. Lahan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengembangan usahatani. Luas lahan berdampak pada upaya transfer dan penerapan teknologi. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh petani melalui

89 75 kegiatan pelatihan atau penyuluhan dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani di lahannya. Lahan yang cukup luas akan memudahkan petani dalam menerapkan teknologi tanpa takut akan resiko kegagalan. Hal ini terkait pula dengan biaya produksi dan jumlah produksi yang dihasilkan serta pendapatan yang diterima oleh petani. Luas lahan milik orang lain yang digarap petani tidak termasuk dalam akumulasi luas lahan garapan dikarenakan penerapan teknologi pada lahan tersebut tergantung dari pemilik lahan dan bukan berdasarkan inisiatif atau kemauan dari petani penggarap Petani juga akan lebih senang berusaha tani jika lahan yang diusahakannya adalah milik sendiri, karena memberi perasaan terjamin dan lebih bebas. Selain itu, petani juga dapat mengelolanya kapan saja selama petani itu mau, tanpa harus mempertimbangkan keinginan orang lain yang menjadi pemilik laban (Mosher, 1983). Kondisi tersebut secara tidak langsung memungkinkan petani dapat dengan leluasa mempraktekkan teknologi yang diperolehnya dari kegiatan pelatihan maupun penyuluhan. Kekosmopolitan Kekosmopolitan merupakan kesediaan seseorang dalam berusaha mencari ide-ide baru atau hal-hal baru yang dapat membantu dirinya dalam melakukan suatu kegiatan usaha yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan mobilitas keluar lingkungannya, keterbukaan terhadap akses informasi dan keterbukaan dalam berinteraksi dengan pihak-pihak yang dapat membawa perubahan pada dirinya. Kekosmopolitan petani diukur berdasarkan frekuensi petani mencari informasi yang berkaitan dengan usaha tani dengan cara pergi ke desa lain atau ke kota, menghubungi tokoh

90 76 masyarakat, membaca koran atau majalah, menonton televisi atau mendengar siaran radio. Nilai akumulasi dari masing-masing indikator terse but kemudian digunakan untuk mengetahui tingkat kekosmopolitan dari petani. Hasil responsi menunjukkan tingkat kekosmopolitan responden tergolong dalam kategori sangat rendah sampai dengan sedang. Jumlah petani yang memiliki tingkat kekosmopolitan dalam kategori sangat rendah adalah sebesar 18,63%, sedangkan 59,80% dan 21,57% lainnya masuk dalam kategori rendah dan sedang. Nilai tersebut memberikan gambaran tentang rendahnya perilaku petani dalam hal kesediaan/usaha dalam mencari informasi terkait dengan usaha pertanian yang mereka jalankan. Rogers (1983) menerangkan bahwa tingkat kekosmopiltan seseorang berpengaruh positif terhadap pembentukan persepsi dan kecepatan mengadopsi inovasi. Soekartawi (1988) menambahkan bahwa petani yang mempunyai pola kekosmopolitan yang baik akan lebih cepat melakukan adopsi, dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki pola hubungan kosmopolit. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian juga diketahui bahwa petani lebih banyak memanfaatkan keberadaan tokoh masyarakat dalam mendapatkan informasi tentang usaha tani daripada mencari informasi dengan cara keluar desa atau melalui media masa. Hal ini lebih disebabkan karena pola kehidupan sosial kemasyarakatan yang ada bahwa peranan tokoh masyarakat sangat dominan dalam mempengaruhi pola pengambilan keputusan masyarakat. Tokoh masyarakat adalah orang-orang yang menjadi dan meminta nasehat serta memiliki kemampuan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain secara informal (Rogers dan Shoemaker, 1971).

91 77 Tingkat kekosmopolitan petani dalam mencari infonnasi keluar desa yang rendah juga dipengaruhi oleh pertimbangan jarak antar desa, faktor biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk keluar dari lingkungannya. Dengan demikian maka biasanya para petani cenderung lebih memilih untuk mendapatkan infonnasi dari dari sesama petani di sekitar, tokoh masyarakat, maupun ketua kelompok. Selain itu, petani tergolong kategori rendah dalam pemanfaatan media elektronik dan media cetak sebagai sumber infonnasi dalam bertani. Hal ini lebih disebabkan karena penjelasan dari ketua kelompok dan tokoh masyarakat cenderung lebih mudah dipahami disamping kedua sumber tersebut lebih mengerti kondisi lingkungan dan masalah yang dihadapi petani di wilayahnya. b. Motivasi Ekstrinsik Petani Motivasi ekstrinsik petani yang diamati dalam penelitian ini yaitu; (1) ketersediaan sarana prasarana, (2) ketersediaan modal, (3) Sifat Inovasi, dan ( 4) Ketersediaan infonnasi dan dukungan program. Deskripsi faktor ekstrinsik motivasi petani responden secara rinci disajikan pada Tabel4.8. Tabel4.8. Deskripsi Faktor Ekstrinsik Motivasi Petani Responden No Faktor Ekstrinsik Kategori Jumlah Persentase (Orang) (%} Sangat Rendah 1 Rendah Ketersediaan sarana prasarana Sedang 46 45,10 (pertanyaan 23-28) Tinggi 56 54,90 Sangat tinggi Sangat Rendah 10 9,80 2 Rendah 44 43,14 Ketersediaan Modal Sedang 40 39,22 (pertanyaan 29) Tinggi 4 3,92 Sangat tinggi 4 3,92

92 78 Tabel 4.8. (Lanjutan)... Sangat Rumit 3 Rum it 1 0,98 Sifat lnovasi Sedang 28 27,45 (pertanyaan 30-34) Mudah 56 54,90 SangatMudah 17 16,67 Sangat Rendah Ketersediaan Informasi dan Rendah 4 dukungan program Sedang 24 23,53 (pertanyaan 35-40) Tinggi 77 75,49 Sangat Tinggi 1 0,98 Keterangan: Sangat Rendah (rataan skor = 1-1,8) Rendah (rataan skor = 1,9-2,6) Sedang (rataan skor = 2,7-3,4) Tinggi (rataan skor = 3,5-4,2) Sangat Tinggi (rataan skor = 4,3-5,0) Ketersediaan Sarana Prasarana Tingkat ketersediaan sarana dan prasarana dapat diukur melalui adanya dan tetjangkaunya suplai peralatan, pupuk pestisida, bibit unggul dan alat transportasi dalam berusaha tani baik dalam hal jumlah dan jenisnya. Berdasarkan hasil responsi, diketahui bahwa sebagian besar (54,90%) responden menyatakan bahwa tingkat ketersediaan sarana dan prasarana dalam berusaha tani tergolong dalam kategori tinggi. Sedangkan 45,10% lainnya menyatakan dalam kategori sedang. Data tersebut secara tidak langsung memberikan gambaran bahwa meskipun sebagian besar petani beranggapan bahwa tingkat ketersediaan sarana dan prasarana cukup baik, namun hal tersebut masih belum merata bagi seluruh petani. Hal ini terlihat dari besarnya persentase petani yang menyatakan tingkat ketersediaan sarana dan prasarana dalam kategori sedang. Dengan kata lain, masih banyak pula petani yang beranggapan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana masih belum sesuai dengan kebutuhan.

93 79 Ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup dapat membantu para petani dalam penerapan inovasi yang berhubungan dengan kebutuhan benih, pupuk, pertisida, serta mempermudah petani dalam pengangkutan sarana dan hasil produksi. Sarana produksi seperti peralatan yang digunakan dalam kegiatan bertani, pestisida dan pupuk memang cukup tersedia di toko-toko pertanian saat mereka membutuhkan disamping letaknya yang tidak terlalu jauh atau masih terjangkau oleh petani. Namun yang menjalani kendala utama adalah seringnya terjadi kelangkaan dan melonjaknya harga pupuk dan pestisida sehingga mempengaruhi tingkat kecukupan sarana produksi yang dibutuhkan petani. Demikian pula halnya dengan tingkat ketersediaan bibit unggul dan pupuk organik yang dirasa masih kurang tersedia di tempat mereka serta masih bergantungnya pada pasokan bibit unggul dari kebun bibit yang dikelola Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa melalui Balai Benihnya. Sedangkan kondisi jalan yang menghubungkan antara rumah petani, lokasi lahan dan lokasi toko penyedia sarana prasarna pertanian dirasa cukup baik. Ketersediaan Modal Tingkat ketersediaan modal sangat penting bagi petani dalam mengelola usahataninya. Ketersedian modal yang cukup baik dapat membantu petani dalam memenuhi kebutuhan bibit, pupuk, pestisida serta peralatan sehingga menentukan tingkat atau jenis teknologi yang akan diterapkan dalam bertani. Tinggi rendahnya kebutuhan modal tentunya juga sangat tergantung pada luas lahan garapan dan jenis teknologi yang digunakan.

94 80 Berdasarkan hasil responsi diperoleh informasi bahwa tingkat ketersediaan modal sebagian besar petani tergolong dalam kategori rendah hingga sedang. Jumlah petani yang merasa memiliki tingkat ketersediaan modal dalam kategori rendah sebanyak 43,14%, sedangkan 39,22% lainnya menyatakan tingkat ketersediaan modal dalam kategori sedang. Permasalahan permodalan dialami petani biasanya pada saat pengadaan pupuk, apalagi pada saat terjadi kelangkaan pupuk dan meningkatnya harga pupuk. Pada saat kondisi tersebut, bisanya petani terpaksa harus mencari tambahan modal dari koperasi ataupun petani lainnya. Sifat Inovasi Karakteristik inovasi meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas dan observabilitas. Sebaran responden berdasarkan sifat inovasi menunjukkan bahwa pada umurnnya petani berada dalam kategori sedang. Hal ini berarti bahwa sifat inovasi dari teknologi produksi dirasakan cukup oleh sebagian besar petani. Penjabaran sifat inovasi berdasarkan indikatornya secara rinci disajikan pada Tabel4.9 berikut ini. Tabel4.9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan lndikator Sifat Inovasi No Sifat Inovasi Kategori Jumlah Persentase {Orang) {%} Sangat Rendah 1 Rendah 2 1,98 Keuntungan relatif Sedang 30 29,41 (pertanyaan 30) Tinggi 48 47,06 Sangat Tinggi 22 21,57 Sangat Rendah 2 Rendah 2 1,98 Kompatibilitas Sedang 28 27,45 (pertanyaan 31) Tinggi 49 48,04 Sangat Tinggi 23 22,55

95 81 Tabel4.9. (Lanjutan... ) No Sifat Inovasi Kategori Jumlah Persentase {Orang) {%} Sangat Rendah 3 Rendah 6 5,88 Kompleksitas Sedang 40 39,22 (pertanyaan 32) Tinggi 36 35,29 Sangat Tinggi 20 19,61 Sangat Rendah 4 Rendah Trialabilitas Sedang 34 33,33 (pertanyaan 33) Tinggi 68 66,67 Sangat Tinggi Sangat Rendah 5 Rendah Observabilitas Sedang 30 29,41 (pertanyaan 34) Tinggi 62 60,78 Sangat Tinggi 10 9,80 Keterangan: Sangat Rendah (rataan skor = 1-1,8) Rendah (rataan skor = 1,9-2,6) Sedang (rataan skor = 2, 7-3,4) Tinggi (rataan skor = 3,5-4,2) Sangat Tinggi (rataan skor = 4,3-5,0) Tabel4.9 memperlihatkan bahwa para petani merasa keuntungan relatif yang dapat diperoleh dari adopsi teknologi bagi petani berada dalam kategori sedang sampai dengan tinggi. Jwnlah petani yang beranggapan bahwa sifat tekno1ogi PIT dalam memberikan keuntungan relatif terhadap petani berada dalam kategori sedang sebanyak 29,41% yang berarti bahwa dari keseluruhan responden, terdapat 29,41% responden yang belwn merasakan perubahan secara signifikan perihal keuntungan relatif dari penerapan teknologi PIT. Disisi lain, sebagian besar petani lainnya beranggapan bahwa teknologi PIT dapat memberikan keuntungan relatif dalam kategori tinggi dan sangat tinggi masing-masing sebesar 47,06% dan 21,57%. Hal tersebut secara tidak langsung memberikan gambaran bahwa sebagian besar petani merasa dengan

96 82 menerapkan teknologi PTT dapat menguntungkan petani. Keuntungan yang dirasakan berupa peningkatan hasil panen yang diperoleh karena penggunaan varietas unggul, pengendalian hama dan penyakit, serta pengelolaan tanaman secara terpadu. Peningkatan hasil panen tentunya akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Kompatibiltas (kesesuaian) suatu inovasi adalah sejauhmana teknologi PIT dianggap tidak bertentangan dengan norma yang ada, keterampilan yang dimiliki petani, serta tingkat kebutuhan petani terhadap teknologi. Hasil responsi menunjukkan bahwa meskipun 27,45% petani menganggap kesesuaian teknologi PTT berada pada kategori sedang, akan tetapi sebagian besar petani menganggap kesesuaian teknologi PTT berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 48,04% dan 22,55%. Hal ini berarti bahwa sebagian besar petani merasa teknologi PTT tidak bertentangan dengan (1) nilai-nilai sosial budaya dan kepercayaan, (2) sifat inovasi yang telah dikenal sebelumnya atau yang terkait dengan kebiasaan dan keterampilan yang dimiliki petani, serta (3) keperluan yang dirasakan pengguna. Sugarda et a! (2001) menjelaskan bahwa inovasi yang tidak sesuai dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol tidak dapat diadopsi secepat inovasi yang kompatibel/sesuai. Kompleksitas adalah tingkat dimana teknologi PIT dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan diterapkan. Berdasarkan hasil responsi, diketahui bahwa tingkat kompleksitas teknologi PTT menurut petani berada dalam kategori sedang hingga sangat tinggi dengan nilai secara berturut-turut sebesar 39,22% (kategori sedang), 35,29% (kategori tinggi) dan 19,61%

97 83 (kategori sangat tinggi). Rendahnya kompleksitas teknologi tersebut menunjukkan bahwa teknologi PTT tidaklah rumit. Petani merasa bahwa teknologi PTT mudah dimengerti dan mudah diterapkan. Trialabilitas adalah dapat dicobanya teknologi PIT oleh petani responden. Sebanyak 66,67% petani responden menilai bahwa trialabilitas teknologi tersebut berada pada kategori tinggi. Petani merasa bahwa teknologi PTT cukup dapat dicoba pada lahan mereka. Hal ini terbukti dengan telah dilakukannya beberapa komponen PTT oleh petani pada lahan mereka meskipun belum semua komponen teknologi dapat diterapkan. Observabilitas adalah dapat diamatildilihatnya cara dan hasil dari teknologi PTT oleh petani responden. Berdasarkan hasil responsi diketahui bahwa tingkat observabilitas teknologi PIT menurut petani berada dalam kategori sedang sampai dengan sangat tinggi dengan nilai masing-masing sebesar 29,41% (kategori sedang), 60,78% (kategori tinggi) dan 9,80% (kategori sangat tinggi). Artinya petani telah cukup dapat melihat dan mengamati cara-cara serta hasil dari teknologi PTT. Pada umumya petani telah melihat perbedaan pada lahan maupun hasil panen yang diperoleh dengan diterapkannya teknologi PTT. Hal tersebut diperoleh petani baik dari pengalaman sendiri maupun dari petani lainnya, misalnya pada kegiatan pemilihan bibit varietas unggul dan kegiatan pemupukan. Ketersediaan lnformasi dan Dukungan Program Ketersediaan informasi sangat dibutuhkan oleh petani dalam rangka menambah pengetahuan serta keterampilannya guna meningkatkan sistem usahatani yang lebih baik. Sumber informasi bagi petani biasanya diperoleh

98 84 dari pemuka masyarakat, ketua kelompok tani, penyuluh atau petani lain yang dianggap memiliki kemampuan lebih. Dalam penelitian ini ketersediaan informasi dilihat dari keberadaan sumber informasi, jarak antara sumber informasi, jenis media informasi, serta pemyataan individu tentang kemudahaan untuk mendapatkan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani (75,49%) petani responden menyatakan tingkat ketersediaan informasi dan dukungan program telah tergolong dalam kategori tinggi. Hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa sumber informasi yang paling dominan diperoleh petani dari pemuka masyarakat, ketua kelompok, dan petani lainnya. Dari segi jarak antara petani dengan ketiga sumber informasi yang digunakan tersebut memang tidaklah jauh. Permasalahan yang kemudian muncul adalah ketika petani ingin mendapatkan informasi lebih sehingga para petani harus keluar desa atau menunggu ketika penyuluh datang menemui mereka. Dari sisi dukungan program pemerintah, peranan program pemerintah sudah cukup banyak. Hal ini terlihat dari banyaknya program pertanian yang dilincurkan kepada petani. Dalam penelitian ini lebih melihat pada nilai guna dan kemanfaatan program tersebut terhadap perubahan kehidupan petani. Pada saat penelitian dilakukan, di lokasi penelitian terdapat tiga program pada sektor pertanian yaitu: Program Peningkatan Usaha Pertanian (PUAP), Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), dan Program Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Pertanian (Prima Tani). Dalam pengamatan dilapangan, peneliti mencoba menggali lebih dalam sejauh mana manfaat yang dapat dirasakan petani dari keberadaan program-program

99 85 tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh informasi bahwa hampir semua petani responden yang pemah mengikutilberpartisipasi dalam program tersebut dapat memperoleh manfaat dari adanya program yang diadakan. Manfaat yang dirasakan petani diantaranya yaitu bertambahnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam menjalankan usahanya disamping juga manfaat dari segi finansial terkait dengan bantuan modal yang disalurkan melalui program-program tertentu seperti program PUAP. 4. Perilaku Komunikasi Kelompok Tani Penerima PUAP Cangara (2002) menyebutkan, jaringan komunikasi antar pribadi ialah jaringan komunikasi yang melibatkan dua orang atau lebih secara tatap muka. Mardikanto (1988) menyebutkan bahwa jaringan komunikasi antar pribadi merupakan segala bentuk hubungan atau pertukaran pesan antar dua orang atau lebih secara langsung (tatap muka), dengan atau tanpa alat bantu yang memungkinkan semua pihak yang berkomunikasi dapat memberikan respons atau umpan balik secara langsung. Pesan informasi dari suatu inovasi teknologi dapat dengan cepat diterima petani tergantung dari bagaimana pola interaksi dan komunikasi yang terbentuk dalam kehidupan sosial kemasyarakatan petani sehingga terjadi proses pertukaran dan penyebaran informasi teknologi tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana perilaku komunikasi petani baik dalam bentuk komunikasi internal kelompok ( antar ketua, pengurus dan anggota) maupun komunikasi ekstemal kelompok (penyuluh, tokoh masyarakat, lembaga penelitian dan petani lain). Deskripsi perilaku komunikasi petani responden secara rinci disajikan pada Tabel

100 86 Tabel Deskripsi Perilaku Komunikasi Petani Responden No Perilaku Komunikasi Komunikasi Internal 1 kelompok (pertanyaan 41-47) Komunikasi 2 Ekstemal kelompok (pertanyaan 48-56) Kategori Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat Rendah (rataan skor = 1-1,8) Rendah (rataan skor = 1,9-2,6) 6 5,88 Sedang (rataan skor = 2,7-3,4) 75 73,53 Tinggi (rataan skor = 3,5-4,2) 19 18,63 Sangat tinggi (rataan skor = 4,3-5,0) 2 1,96 Sangat Rendah (rataan skor = 1-1,8) Rendah (rataan skor = 1,9-2,6) 15 14,71 Sedang (rataan skor = 2,7-3,4) 71 69,61 Tinggi (rataan skor = 3,5-4,2) 16 15,69 Sangat tinggi (rataan skor = 4,3-5,0) Tabel 4.10 memperlihatkan bahwa sebagian besar 69,61% perilaku komunikasi ekstemal petani responden berada dalam kategori sedang dan 15,69% berada dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan sebagian lainnya atau sebanyak 14,71% menunjukkan perilaku komunikasi ekstemal dalam kategori rendah. Besamya persentase responden yang tergolong dalam kategori sedang menunjukkan bahwa pola perilaku komunikasi ekstemal kelompok yang dijalankan petani dapat dikatakan bisa-biasa saja. Perilaku komunikasi ekstemal kelompok dilakukan apabila tingkat kepuasan memperoleh informasi dari anggota kelompok dirasa masih kurang. Dengan kata lain, apabila intensitas komunikasi dan tingkat kepuasan memperoleh informasi dari anggota kelompok rendah, maka secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan perilaku komunikasi ekstemal kelompok. Demikian pula sebaliknya ketika intensitas komunikasi dan tingkat kepuasan memperoleh informasi dari anggota kelompok maka akan berdampak pada penurunan perilaku komunikasi ekstemal kelompok. Hal ini

101 87 pula yang menjadi alasan adanya petani responden dengan perilaku komunikasi eksternal berada pada kategori rendah dan juga tinggi. Berbeda dengan perilaku komunikasi eksternal kelompok, perilaku komunikasi internal kelompok yang dilakukan petani cenderung lebih tinggi dengan kategori sedang sebanyak 73,53% dan kategori tinggi sebanyak 18,63%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku komunikasi internal kelompok merupakan pola komunikasi yang cenderung lebih dipilih oleh petani responden. Kendala utama yang sering dihadapi petani responden ketika menjalankan pola komunikasi internal kelompok adalah rendahnya tingkat kepuasan informasi yang diperoleh. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar perilaku komunikasi internal petani responden berada dalam kategori sedan g. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian, diperoleh pula informasi bahwa umumnya petani responden beranggapan komunikasi internal dan eksternal kelompok dapat memberikan manfaat bagi mereka. Hanya saja rendahnya nilai perilaku komunikasi baik internal maupun eksternal kelompok yang diperoleh dalam penelitian ini lebih disebabkan oleh masih rendahnya intensitas pertemuan secara keseluruhan yang dilakukan oleh petani responden. 5. Tingkat Adopsi Teknologi PTT Adopsi teknologi PIT pada dasamya adalah cara petani memahami informasi dan menerapkan suatu inovasi teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan tanaman secara terpadu pada tanaman padi secara utuh.

102 88 Mardik:anto (1993) menegaskan bahwa tingkat adopsi teknologi sebagai proses perubahan perilaku seseorang yang menerima suatu inovasi teknologi. Proses pemahaman informasi tersebut tidaklah dalam waktu singkat, karena petani membutuhkan pertimbangan-pertimbangan sebagai bukti untuk menguatkan anggapannya. Proses penerapan/adopsi teknologi PTT dilihat dari indikator tahapan-tahapan inovasi, yaitu sejauh mana inovasi tersebut dapat diterima/diterapkan berdasarkan tahapannya. Adopsi teknologi PTT di tingkat petani dilakukan dengan beberapa pendekatan dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas tanaman baik terpisah maupun terintegrasi. Tingkat adopsi teknologi PTT dapat dilihat berdasarkan penerapan beberapa komponen teknologi yang meliputi: (1) Tanaman padi varietas unggul, (2) penggunaan benih bermutu, (3) Penggunaan umur dan jumlah bibit sesuai anjuran, (4) Penggunaan sistem tanam sesuai anjuran, (5) Penggunaan Bagan Wama Daun (BWD) sebagai pedoman pemupukan, ( 6) Penggunaan pupuk organik, (7) Pengaturan air secara bergantian, (8) Pengendalian gulma, (9) pengendalian hama dan penyakit, (1 0) Perlakuan panen dan pasca panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi PTT oleh petani secara umum berada pada kategori sedang, yaitu pada komponen teknologi: penggunaan varietas unggul, penggunaan benih bermutu, pengendalian hama dan penyakit terpadu, serta penanganan panen dan pasca panen. Sedangkan tingkat adopsi teknologi pada komponen teknologi penggunaan umur dan jumlah bibit, sistem tanam, pemakaian BWD,

103 89 pemakaian pupuk organik, pengairan berselang serta pengendalian gulma terpadu masih rendah. Penilaian tingkat adopsi teknologi berdasarkan batasan nilai terendah yaitu 5 dan batasan nilai tertinggi yaitu 10 untuk masing-masing komponen teknologi. Nilai 5 diperoleh apabila responden tidak menerapkan/menerima kelima tahapan adopsi terse but, sedangkan nilai 10 apabila responden telah menerapkan/mengadopsi teknologi sesuai dengan keseluruhan tahapan. Selanjutnya pada tahap analisis dikelompokkan menjadi 5 kategori tingkat adopsi yaitu dalam kategori: (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) sedang, (4) tinggi dan (5) sangat tinggi. Tingkat adopsi teknologi PTT berdasarkan komponen teknologi secara rinci disajikan pada Tabel4.11 berikut ini. Tabel4.11. Tingkat Adopsi Teknologi Kategori No Komponen Teknologi PTT Varietas Unggul 8,8% 63,7% 20,6% 6,9% 2 Benih Bermutu 2,0% 17,8% 64,7% 10,7% 4,9% 3 Umur dan Jumlah Bibit 2,0% 52,0% 35,3% 8,8% 2,0% 4 Sistem Tanam 7,8% 52,9% 25,5% 9,8% 3,9% 5 Pemakaian BWD 16,7% 75,7% 5,9% 2,0% 6 Pupuk Organik 12,7% 73,5o/o 8,8% 4,9% 7 Pengairan Berselang 2,9% 49,0% 34,3% 10,8 2,9% 8 Pengendalian Gulma 1,0% 59,8% 20,6% 9,8% 8,8% 9 Pengendalian Hama dan Penyakit 2,0% 13,7% 57,8% 21,6% 4,9% 10 Panen dan Pasca Panen 2,9% 13,7% 50,0% 25,5% 7,8% Keterangan: Kategori (1) = Sangat Rendah (Skor 5,0-5,9) % = Persentase Responden (2) = Rendah (Skor 6,0-6,9) (3) = Sedang (Skor 7,0-7,9) (4) = Tinggi (Skor 8,0-8,9) (5) = Sangat Tinggi (Skor 9,0-10,0)

104 90 Penggunaan Varietas Unggul Tingkat adopsi terhadap penggunaan varietas unggul oleh petani dapat dilihat tingkat penggunaan petani terhadap varietas unggul yang ada berdasarkan tahapan adopsi, yaitu (1) mulai adanya kesadaran/mengetahui adanya varietas unggul, (2) adanya ketertarikan petani terhadap varietas unggul tersebut, (3) apakah petani telah mengevaluasi sejauhmana varietas unggul tersebut dapat digunakan, (4) petani telah melakukan percobaan terhadap varietas unggul tersebut, (5) keputusan petani terhadap penggunaan varietas unggul tersebut untuk digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi sebagian besar petani terhadap penggunaan varietas unggul berada dalam kategori sedang dengan persentase responden sebesar 63, 7%. Sedangkan responden lainnya dengan jumlah persentase terbanyak kedua berada dalam kategori tinggi yaitu sebesar 20,6%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden telah memahami dan mulai menerapkan penggunaan benih padi varietas unggul pada lahan mereka. Pengenalan tentang penggunaan benih varietas unggul sering dilakukan mulai dari kegiatan perbenihan yang dilakukan oleh BPTP Kabupaten Sumbawa sampai dengan pengenalan berbagai jenis varietas yang telah dilepas pemerintah. Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu dan proses seleksi yang dilakukan petani, hingga saat ini jenis varietas yang sering digunakan oleh petani adalah adalah jenis cigeulis dan IR 64. Dengan demikian, secara keseluruhan diperoleh bahwa tingkat adopsi teknologi PTT

105 91 dalam penggunaan varietas unggul dapat dikatakan berada dalam kategori sedang sampai dengan tinggi. Penggunaan Benih Bermutu Benih bermutu dapat diperoleh petani dengan melakukan beberapa kegiatan dan perlakuan. Apabila benih padi diperoleh dari tanaman sendiri, maka pemilihan gabah calon benih sudah dilakukan sejak padi hampir menguning. Indikator pemilihan benih bermutu adalah berdasarkan keseragaman, kesehatan tanaman, dan kualitas gabah yang baik. Selanjutnya dilakukan pengeringan dan pelimbangan untuk mendapatkan benih yang bemas. Benih yang berasal dari toko pertanian ataupun bantuan pemerintah, biasanya oleh petani langsung dilakukan pelimbangan tanpa proses pengeringan terlebih dahulu. Hasil responsi menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap penggunaan benih bermutu berada dalam kategori sedang dengan jumlah responden sebanyak 64,7%. Namun demikian, persentase responden yang masuk dalam kategori rendah juga cukup ban yak yaitu 17,8%. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, besarnya jumlah responden dengan tingkat adopsi pada penggunaan benih bermutu dalam kategori rendah tersebut lebih disebabkan oleh faktor tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap labelisasi suatu produk. Petani yang mendapatkan benih padi dari toko atau bantuan dari pemerintah yang dikemas dalam plastik berlabel tidak lagi memproses sebagaimana cara yang telah dianjurkan. Petani beranggapan bahwa benih yang berlabel tersebut memiliki mutu bagus sehingga tidak perlu melakukan pelimbangan.

106 92 Penggunaan Bibit Umur Muda (18-22 hari) dan Jumlah (2-3) Batang Per Rumpun Penggunaan bibit berumur muda antara 18 sampai dengan 22 hari dilakukan dengan harapan agar dihasilkan anakan lebih banyak. Sedangkan penggunaan penggunaan bibit dengan jumlah 2-3 batang per rumpun dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi persaingan tanaman dalam satu rumpun (Badan Litbang Pertanian, 2007). Hasil responsi menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi oleh sebagian besar petani berdasarkan penggunaan bibit umur muda dan jumlah bibit 2-3 batang per rumpun berada dalam kategori rendah dengan jumlah responden sebesar 52,0%. Sedangkan persentase responden terbanyak lainnya berada dalam kategori sedang denganjumlah responden sebesar 35,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar petani belum melakukan adopsi terhadap teknologi penggunaan umur dan jumlah bibit seperti yang telah dianjurkan. Petani beranggapan bahwa banyaknya hama keong menjadi kendala dalam menerapkan teknologi penanaman bibit umur muda. Penanaman bibit umur muda akan semakin mudah terserang hama keong sehingga dapat merugikan petani. Sedangkan, penerapan teknologi dengan menanam bibit berjumlah 2-3 batang per rumpun memiliki kendala pada buruh tanam. Umurnnya buruh tanam yang disewa petani kurang memperhatikan anjuran sistem tanam tersebut. Semakin sulitnya mendapatkan buruh tanam sehingga kualitas buruh tanam yang dipekerj akan petani tergolong rendah.

107 93 Sistem Tanam Sistem tanam yang dianjurkan dalam teknologi PTT adalah sistem tanam dengan menggunakan barisan baik secara tegel ataupun legowo. Keuntungan sistem tanam ini diantaranya yaitu: (1) tanaman dapat memberi hasil lebih tinggi karena pengaruh efek tanaman pinggir, (2) pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah, dan (3) menyediakan ruang kosong untuk memudahkan pemelihraan (Badan Litbang Pertanian, 2007). Hasil responsi menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi sistem tanam yang dilakukan petani berada dalam kategori rendah dengan jumlah responden sebesar 52,9%. Sedangkan persentase responden terbanyak lainnya masuk dalam kategori sedang dengan jurnlah responden sebanyak 25,5%. Kendala yang dihadapi petani dalam penerapan teknologi sistem tanam hampir sama dengan penerapan teknologi penanaman bibit berjumlah 2-3 batang per rumpun yaitu rendahnya kualitas buruh tanam. Buruh tanam biasanya lebih mengutamakan untuk dapat menyelesaikan proses tanam tanpa memperhatikan sistem barisan bibit. Kendala lainnya yaitu kesulitan petani dalam membuat barisan/larikan dimana buruh tanam biasanya melakukan penanaman dengan berjalan mudur, sedangkan dalam teknologi ini dianjurkan untuk melakukan penanaman dengan berjalan maju. Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) Dalam komponen PTT, untuk mengetahui jurnlah penggunaan pupuk N dianjurkan menggunakan indikator dari Bagan Warna Daun (BWD). Hal ini bertujuan agar penggunaan pupuk lebih efisien dan efektif karena disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Hasil responsi

108 94 menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi penggunaan hagan warna daun yang dilakukan petani berada dalam kategori rendah dengan jumlah responden sebesar 75, 7%. Sedangkan persentase responden terbanyak lainnya berada dalam kategori sangat rendah dengan jumlah responden sebesar 16,7%. Walaupun teknologi penggunaan BWD ini tergolong mudah yaitu hanya dilakukan pada saat pemupukan kedua (tahap anakan aktif, HST) dan pemupukan ketiga (tahap primordia, HST), namun kendala utama yang dihadapi petani adalah rendahnya tingkat keterampilan petani dalam menerapkan teknologi tersebut. Berdasarkan tingkat tahapan teknologi, sebagian besar petani telah sadar/mengetahui adanya teknologi tersebut, namun masih belum berlanjut pada tahapan selanjutnya yaitu untuk tertarik atau berminat untuk menerapkannya. Penggunaan Pupuk Organik Hasil responsi menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi pengunaan pupuk organik oleh petani berada dalam kategori rendah dengan jumlah responden sebesar 73,5%. Sedangkan responden lainnya dengan persentase terbanyak masuk dalam kategori sangat rendah yaitu sebesar 12,7%. Penerapan teknologi penggunaan pupuk organik dirasakan petani banyak menemui kendala. Kendala utama dalam penerapan teknologi tersebut adalah tingkat ketersediaan pupuk organik yang masih rendah. Kebiasan petemak di Kabupaten Sumbawa yang memelihara temaknya dengan sistem ekstensif menyebabkan ketersediaan pupuk organik dari kotoran hewan menjadi sangat sulit. Petani juga beranggapan bahwa kendala lainnya dalam

109 95 penerapan teknologi penggunaan pupuk organik adalah rendahnya tingkat pengetahuan petani dalam penyesuaian dosis pupuk organik yang seharusnya mereka berikan apabila menggunakan pupuk organik sebagaimana dianjurkan dalam teknologi tersebut. Penggunaan Teknologi Sistem Pengairan Berselang Pengairan berselang (intermitten irrigation) adalah pengaturan lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian dengan tujuan; (1) menghemat ketersediaan air, (2) memberi kesempatan akar tanaman untuk mendapatkan udara, (3) mencegah penimbunan asam organik, (4) memudahkan pemeliharaan, dan (5) menyeragamkan proses pemasakan gabah (Badan Litbang Pertanian, 2007). Berdasarkan hasil responsi menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi sistem pengairan secara berselang berada dalam kategori rendah sampai dengan sedang denganjumlah responden masing masing sebanyak 49,0% dan 34,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak petani yang belum dapat menerapkan teknologi tersebut. Kendala utama yang dihadapi petani dalam penerapan teknologi tersebut adalah tingkat ketersediaan air untuk irigasi di wilayah mereka yang masih sangat bergantung pada intensitas curah hujan. Tidak teratur dan rendahnya intensitas curah hujan di wilayah mereka menyebabkan petani semakin sulit untuk menerapkan sistem pengairan secara berselang. Sistem pengairan dengan bantuan mesin pompa yang banyak dilakukan petani juga tidak banyak membantu petani dalam upaya menerapkan teknologi tersebut. Keterbatasan modal yang dimiliki petani menyebabkan sistem pengairan

110 96 dilakukan secara langsung untuk menjaga ketersediaan air dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, adanya kendala tersebut menyebabkan petani yang awalnya ingin mengadopsi teknologi tersebut menjadi enggan melakukannya. Penggunaan Teknologi Pengendalian Gulma Terpadu Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan pengeolahan lahan secara sempurna, pengaturan air di petakan sawah, dan pengendalian gulma secara mekanik. Pengendalian gulma secara mekanik sangat dianjurkan yaitu dengan menggunakan gasrok atau landak. Keuntungan menggunakan peralatan mekanik yaitu karena ramah lingkungan, lebih ekonomis, meningkatkan udara dalam tanah, dan apabila dilakukan bersamaan dengan proses pemupukan maka akan lebih efisien dalam penggunaan pupuk (Badan Litbang Pertanian, 2007). Berdasarkan hasil responsi menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi pengendalian gulma yang dilakukan petani berada dalam kategori rendah sampai dengan sedang dengan persentase responden masing-masing sebesar 59,8% dan 20,6%. Rendahnya tingkat adopsi teknologi pengendalian gulma secara terpadu disebabkan karena umumnya petani lebih memilih menggunakan herbisida untuk pengendalian gulma. Petani beranggapan bahwa metode ini lebih mudah dan sangat efektif untuk diterapkan dibandingkan dengan penggunaan gasrok atau landak. Selain itu, penggunaan gasrok atau landak juga dirasa membutuhkan waktu lebih lama.

111 97 Penggunaan Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Pengendalian hama dan penyakit merupakan gabungan dari beberapa kegiatan dalam usahatani padi dengan tujuan untuk melindungi usahataninya agar tidak terganggu oleh hama penyakit, sehingga produktivitas pertanian menjadi maksimal. Beberapa upaya yang dilakukan petani dalam pengendalian hama dan penyakit diantaranya yaitu pengaturan waktu tanam, pemilihan varietas tahan penyakit, melakukan pemeliharaan intensif, serta melakukan monitoring adanya gejala serangan hama dan penyakit. Berdasarkan hasil responsi diketahui bahwa tingkat adopsi teknologi pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani berada dalam kategori sedang sampai dengan tinggi dengan persentase j umlah responden masing-masing sebesar 57,8% dan 21,6%. Tingginya tingkat adopsi teknologi pengendalian hama dan penyakit disebabkan karena sebagian besar petani telah menerapkan beberapa teknologi yang ada dalam rnengendalikan hama dan penyakit. Teknologi pengendalian hama dan penyakit juga diperoleh petani dari penyuluh, kegiatan pelatihan, penjual saprodi dan juga petani lain. Penanganan Panen dan Pasca Panen Dalam penanganan panen dan pasca panen harus dilakukan secara tepat untuk mengurangi kehilangan hasil sekaligus meningkatkan kualitas gabah. Langkah-langkah yang dianjurkan dalam PTT diantaranya yaitu; (1) pemotongan padi dilakukan dengan sabit bergerigi, (2) panen dilakukan oleh kelompok panen yang profesional, (3) perontokan segera dilakukan dan tidak boleh lebih dari 2 hari karena dapat menyebabkan kerusakan beras, (4)

112 98 menggunakan terpal sebagai alas yang cukup, (5) pengenngan, (6) penggilingan dan penyimpanan (Departemen Pertanian, 2007). Berdasarkan hasil responsi, diketahui bahwa tingkat adopsi teknologi penanganan panen dan pasca panen yang dilakukan oleh petani berada dalam kategori sedang sampai dengan tinggi dengan persentase jumlah responden masing-masing sebesar 50,0% dan 25,5%. Meskipun proporsi terbanyak jumlah responden berada dalam kategori sedang, namun besarnya jumlah responden yang berada dalam kategori tinggi menunjukkan bahwa tidak sedikit pula petani yang telah menerapkan teknologi seperti dianjurkan dalam teknologi PIT. Hal ini lebih disebabkan karena berdasarkan tahapan adopsi teknologi, sebagian besar teknologi yang dianjurkan dalam PTT telah dievaluasi oleh petani dan bahkan beberapa diantaranya telah dicoba. Namun demikian, karena keterbatasan tenaga kerja panen serta keterbatasan modal menyebabkan adanya teknologi yang dianjurkan dalam PTT tidak dapat diterapkan oleh petani. C. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi dan Perilaku Komunikasi Terhadap Tingkat Adopsi Teknologi PTT. Pengambilan keputusan petani dalam mengadopsi teknologi PTT tidak lepas dari pemahaman petani terhadap pertimbangan-pertimbangan yang layak sebelum memutuskan menerima ataupun menolak untuk mengadopsi teknologi PIT. Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan ini memerlukan beberapa tahapan untuk mempertimbangkan inovasi tersebut. Hal ini sangat dipegaruhi oleh kepribadian dan sistem sosial yang terdapat

113 99 pada lingkungan sekitarnya. Adanya kelompok tani melalui ketua kelompoknya, motivasi dan perilaku komunikasi petani merupakan beberapa faktor yang dapat berpengaruh pada tingkat adopsi teknologi PTT oleh petani. Hasil analisis keterhubungan antara ketiga variabel peubah terhadap tingkat adopsi teknologi PTT dengan bantuan SPSS 22 (Lampiran 2) menunjukkan bahwa variabel motivasi dan variabel komunikasi berpengaruh secara sangat nyata terhadap tingkat adopsi teknologi. Berbeda dengan kedua faktor peubah tersebut, variabel kepemimpinan tidak memberikan pengaruh secara nyata terhadap tingkat adopsi teknologi. Hasil analisis hubungan ketiga variabel peubah dengan tingkat adopsi teknologi PTT secara rinci disajikan pada Tabel4.12 berikut ini. Tabel4.12. Hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Perilaku Komunikasi Terhadap Tingkat Adopsi Teknologi PTT. No Uraian Tingkat adopsi teknologi Koefisien Korelasi Pvalue l Pengaruh Kepemimpinan 0,345 0,137 2 Motivasi 0,944** Perilaku Komunikasi 0,625** 0,000 Keterangan: (**) berhubungan sangat nyata pada a = 0,01 1. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Tingkat Adopsi Teknologi PTT Setiap organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pemimpin yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan (Nawawi, 2003). Sebagai salah satu bentuk organisasi, keberadaan kelompok tani melalui ketuanya diharapkan mampu mendorong para anggota kelompok dalam mengadopsi teknologi PTT.

114 100 Pada Tabel 4.12 terlihat bahwa kepemimpinan tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat adopsi teknologi PTT dengan koefisien korelasi sebesar 0,345. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan ketua kelompok tani belum mampu mendorong peningkatan penerapan inovasi teknologi. Hal ini lebih disebabkan karena struktur organisasi kelompok tani yang bersifat tidak mengikat sehingga para anggotanya tidak harus atau tidak berkewajiban untuk melaksanakan anjuran penerapan inovasi teknologi yang disampaikan oleh ketua kelompok tani. Hal ini didukung pula dengan hasil pengamatan di lokasi penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan inovasi teknologi PTT masih pada jajaran ketua dan sebagian pengurus saja. Kepemimpinan merupakan suatu proses dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang melalui interaksi antar pribadi yang saling mendorong dalam mencapai tujuan bersama. Pengaruh kepemimpinan dapat dilihat dari 4 (empat) indikator prinsip kepemimpinan yang me lip uti; ( 1) kemampuan pemimpin dalam mengilhamkan wawasan bersama, (2) memungkinkan orang lain bertindak, (3) menjadi petunjukjalan, serta (4) membesarkan hati para anggotanya. Hasil analisis data (Lamp iran 3) menunjukkan bahwa keempat indikator prinsip kepemimpinan tersebut berhubungan sangat nyata terhadap variabel pengaruh kepemimpinan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pemimpin kelompok tani cukup mampu menjalankan perannya sebagai ketua kelompok dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan. Namun demikian hal tersebut belum cukup untuk mendorong para anggota kelompok dalam

115 101 mengadopsi atau menerapkan teknologi PTT karena sifat dari orgarusas1 kelompok tani yang tidak mengikat dimana tipe keputusan yang cenderung diambil adalah keputusan opsional. Wayne Lambie dalam Ibrahim et al (2003) menyatakan bahwa tingkat adopsi suatu inovasi sangat dipengaruhi oleh keputusan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi. Tipe keputusan ini diklasifikasikan menjadi: (1) Keputusan opsional, yaitu keputusan yang dibuat seseorang dengan mengabaikan keputusan yang dilakukan orang-orang lainnya dalam suatu sistem sosiallkelompok; (2) Keputusan kolektif, yaitu keputusan yang dilakukan individu-individu dalam suatu sistem sosial yang telah dimufakati atau disetujui bersama; (3) Keputusan otoritas, yaitu keputusan yang dipaksakan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan lebih besar kepada individu lainnya. Hanafi (1987) menyatakan bahwa tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Umumnya dalam suatu kelompok, suatu inovasi yang diputuskan secara otoritas akan diadopsi lebih cepat karena orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan inovasi lebih sedikit. Keputusan opsional biasanya lebih cepat daripada keputusan kolektif, tetapi lebih lambat daripada keputusan otoritas. 2. Pengaruh Motivasi Terhadap Tingkat Adopsi Teknologi PTT Menurut Padmuwiharjo (1994), setiap usaha yang dilakukan manusia dalam menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan sesuatu disebut sebagai motivasi. Berdasarkan hasil analisa tingkat keterhubungan antara

116 102 motivasi petani dengan tingkat adopsi teknologi PTT diperoleh bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara motivasi petani dengan tingkat adopsi teknologi dengan nilai korelasilketerhubungan yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,944 (Tabel 4.12). Sumaryo (2003) menerangkan bahwa petani yang memiliki kemauan sendiri cenderung akan menerapkan teknologi usahatani secara lebih baik. Motivasi yang berasal dari dalam diri memberikan dorongan yang lebih kuat dalam menerapkan teknologi dan efeknya juga akan lebih lama. Selain motivasi dari dalam diri petani, faktor-faktor lainnya seperti ketersediaan sarana prasarana, modal, informasi dan dukungan program serta sifat inovasi merupakan beberapa faktor penting dalam meningkatkan motivasi petani sehingga mempercepat pemanfaatan teknologi tepat guna pertanian (Asngari, 2008). Motivasi petani dalam mengadopsi teknologi dipengaruhi oleh dorongan dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) dan dorongan dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Motivasi intrinsik meliputi umur petani, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman bertani, luas lahan dan kekosmopolitan. Sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi ketersediaan sarana prasarana, ketersediaan modal, sifat inovasi, serta ketersediaan informasi dan dukungan program. Hasil analisis data (lampiran 4 dan 5) menunjukkan bahwa pendidikan non-formal, luas lahan dan kekosmopolitan merupakan 3 (tiga) faktor yang paling berpengaruh dalam menumbuhkan motivasi dalam diri petani untuk mengadopsi teknologi PTT. Sedangkan umur, pendidikan formal dan

117 103 pengalaman bertani tidak berpengaruh secara nyata terhadapat motivasi dalam diri petani. Disisi lain, ketersediaan sarana prasarana, modal, informasi dan dukungan program serta sifat inovasi menjadi faktor dari luar individu petani yang dapat mendorong motivasi petani dalam menerapkan teknologi PTT. Soekartawi (1998) mengemukakan bahwa petani yang lebih tua cenderung kurang tertarik/termotivasi dalam melakukan difusi inovasi teknologi pertanian hila dibandingkan dengan petani yang relatif lebih muda. Hal ini lebih disebabkan karena petani yang berumur tua dan telah berusaha tani cukup lama pada umumnya telah merasa puas dengan hasil ketja yang diperoleh selama ini sehingga kurang termotivasi untuk mencoba inovasi teknologi. Tingkat pendidikan formal menunjukkan tingkat intelegensi seseorang yang berhubungan dengan daya pikirannya, namun latar belakang pendidikan ini tidak mendorong petani dalam mengadopsi inovasi guna meningkatkan usaha taninya. Keadaan ini lebih disebabkan karena pendidikan formal yang pemah diikuti oleh petani merupakan pendidikan umum yang tidak ada hubungannya dengan usahatani. Pendidikan formal memang memberikan pengalaman kepada seseorang melalui proses belajar, namun pendidikan yang relevan dengan bidang peketjaanlah yang lebih menentukan kompetensi beketja seseorang. Abdurachman, D.H. (1998) mengemukakan bahwa untuk mendukung pengetahuan dan keterampilan dalam berusahatani, maka faktor utama yang harus diperhatikan adalah pendidikan non-formal untuk petani seperti penyuluhan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan petani.

118 104 Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman, artinya pengalaman yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi semangat seseorang untuk belajar. Dengan adanya pengelaman dan kebiasaan dalam bertani yang telah dijalan oleh petani secara turun-temurun menyebabkan petani enggan untuk merubah kebiasaan tersebut. Dengan demikian baru sebagian kecil saja dari komponen teknologi PTT yang diterapkan petani. Faktor lainnya yang mempengaruhi diri individu petani dalam menerapkan teknologi PIT adalah kekosmopolitan. Dengan tingkat kekosmopolitan yang tinggi petani dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, baik melalui apa yang pemah mereka lihat dari situasi diluar lingkungannya maupun melalui informasi yang diperoleh melalui sumbersumber informasi ataupun melalui interaksi dengan pihak-pihak pembawa inovasi. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan sangat mendukung dalam meningkatkan pengetahuan petani sehingga dapat mempermudah petani dalam memahami inovasi yang mereka butuhkan dan cenderung berwawasan positifterhadap hal-hal baru. Wiradi (2007) mengemukakan bahwa petani yang memiliki lahan yang luas sangat respon terhadap penerapan teknologi baru di sektor pertanian. Luasnya lahan yang dimiliki petani menyebabkan petani dapat dengan leluasa mempraktekkan hasil pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pelatihan tanpa harus khawatir berlebih akan resiko kegagalan apabila teknologi yang dicobakan tidak berhasil.

119 105 Ketersediaan peralatan, pupuk, bibit unggul serta prasarana penunjang lainnya seperti akses jalan dan sarana transportasi dapat mempermudah petani dalam menerapkan inovasi teknologi sehingga secara tidak langsung membantu terbentuknya motivasi petani. Tingkat adopsi teknologi PTT juga tidak lepas dari tingkat ketersediaan modal petani. Dengan kata lain motivasi petani dalam mengadopsi teknologi PIT akan cenderung meningkat jika disertai dengan ketersediaan modal bagi petani. Ketersediaan modal dibutuhkan petani untuk pengadaan sarana produksi dan membiayai tenaga ketja. Ketersediaan modal yang cukup tentunya dapat mendorong motivasi petani dalam menerapkan inovasi teknologi yang dapat meningkatkan produksi usaha taninya. Petani akan cepat menerima suatu inovasi apabila unsur-unsur dari komponen teknologi cenderung positif berdasarkan pengamatan petani. Sebaliknya jika unsur-unsur tersebut saling kontradiktif, maka inovasi tersebut akan menyulitkan petani dalam mengadopsinya. Inovasi yang memiliki keuntungan relatif, tidak bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat, tidak rumit, mudah dicoba dan dapat dilihat ( diamati) akan cepat diadopsi petani. Dengan kata lain makin tinggi sifat inovasi maka akan semakin tinggi pula motivasi petani dalam mengadopsi teknologi PTT. Teknologi PTT memiliki karakteristik komponen penyusunnya yang dinilai positif oleh petani sehingga dapat mendorong peningkatan motivasi petani dalam menerapkan teknologi tersebut.

120 106 Faktor terkahir yang mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan teknologi PIT adalah ketersediaan informasi dan dukungan program terkait teknologi PIT itu sendiri. Motivasi petani akan meningkat jika akses informasi dan dukungan program oleh pemerintah terhadap inovasi teknologi tersedia. Dengan kata lain, semakin banyak dan semakin mudah informasi serta dukungan program yang diterima petani yang berhubungan dengan usahataninya maka akan semakin membangkitkan motivasi dan kinerja petani dalam menerapkan inovasi teknologi. 3. Pengaruh Komunikasi Terhadap Tingkat Adopsi Teknologi PTT Hasil analisis keterhubungan antara perilaku komunikasi terhadap tingkat adopsi teknologi PIT menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan nilai korelasi/keterhubungan sebesar 0,625 (Tabel 4.12). Dengan kata lain bahwa tingkat adopsi teknologi PIT akan semakin baik hila perilaku komunikasi yang dijalankan oleh petani juga baik. Pesan informasi dari suatu inovasi teknologi dapat dengan cepat diterima petani tergantung dari bagaimana pola interaksi dan komunikasi yang terbentuk dalam kehidupan sosial kemasyarakatan petani sehingga terjadi proses pertukaran dan penyebaran informasi teknologi tersebut (Ibrahim J.T. et al, 2003). Pola perilaku komunikasi petani dapat dilihat dari pola interaksi petani dalam kehidupan sosialnya yang berkaitan dengan usahatani yang ia jalankan, baik dalam bentuk komunikasi internal kelompok (antar ketua, pengurus dan anggota) maupun komunikasi eksternal kelompok (penyuluh, tokoh masyarakat, lembaga penelitian dan petani lain) (Suprapto, T dan Fahrianoor,

121 ). Dengan kata lain, perilaku komunikasi akan semakin baik hila petani mampu menjaga hubungan komuniasi dan interaksi dengan internal dan ekstemal kelompoknya. Selanjutnya dengan terciptanya hubungan komunikasi dan interaksi yang baik oleh petani kedalam dan keluar kelompok dapat mempermudah penyebaran dan penyerapan informasi teknologi PTT, terlebih lagi apabila petani dapat merasakan langsung dampak positif dari perilaku komunikasi yang dilakukan terkait dengan adopsi teknologi PTT. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diperoleh informasi bahwa umumnya petani beranggapan bahwa pola komunikasi yang dijalin baik dengan internal kelompok maupun ekstemal kelompok dapat membantu petani dalam menjalankan usahataninya. Sebagian besar petani merasa dapat memperoleh manfaat dengan terjalinnya pola komunikasi tersebut diantaranya berupa informasi tentang bantuan program pertanian maupun hanya sekedar sumbang saran dan berbagi informasi terkait dengan usahatani yang mereka jalankan. D. Analisis Data Hasil Penelitian Regresi linear berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen (explanatory) terhadap satu variabel dependen. Data yang dikumpulkan dari daftar pertanyaan (questioner) yang telah diajukan dan diisi oleh responden dari pengurus dan anggota kelompok tani penerima PUAP selanjutnya dianalisis dengan bantuan SPSS 22 untuk mendapatkan persamaan regresinya. Hasil analisis data penelitian secara rinci disajikan pada Lampiran 6. Sedangkan ringkasan data hasil analisis dengan bantuan SPSS 22 disajikan pada Tabel 4.13 berikut ini.

122 108 Tabel4.13. Ringkasan Data Hasil Analisis No Uraian Nilai 1 Constanta -0,384 Sig. 0,000 2 Kepemimpinan 0,006 Sig. 0,695 3 Motivasi 0,556 Sig. 0,000 4 Komunikasi 0,043 Si. 0,038 5 Kepemimpinan 0,393 Sig. Kepemimpinan 0,695 Motivasi 21,855 Sig. Motivasi 0,000 Komunikasi Sig. Komunikasi 0,038 6 R square 0,897 SEE 0, F Statistik 284,323 Sig. 0,000 8 Multicolinear test Kepemimpinan 1,279 VIF Motivasi 1,559 Komunikasi 1,774 Kepemimpinan 0,782 Tolerance Motivasi 0,641 Perilaku Komunikasi 0,564 9 Auto Correlation test D-W 1,720 Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ketiga faktor peubah terhadap variabel terikat, dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat adopsi teknologi PTT dipengaruhi oleh variabel pengaruh kepemimpinan, motivasi dan perilaku komunikasi dengan persamaan matematis sebagai berikut: Adopsi = - 0, ,006 Kep. + 0,556 Mot. + 0,043 Kom. + e Keterangan: Kep. = V ariabel Kepemimpinan Mot. = V ariabel Motivasi Kom. = V ariabel Komunikasi

123 109 Dari persamaan diatas, dapat ditafsirkan bahwa ketiga variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel dependen dengan variabel motivasi yang memberikan pengaruh paling besar (0,556) bila dibandingkan dengan variabel kepemimpinan dan komunikasi yang memiliki nilai koefisien masing-masing sebesar 0,006 dan 0,043. Secara teoritis konstanta sebesar 0,384 dan bemilai negatif menyatakan bahwa jika tidak ada X 1, X2, dan X3 maka tingkat adopsi teknologi PTT akan mengalami penurunan sebesar 0,384 satuan. Koefisien variabel kepemimpinan (X1) sebesar 0,006 dan bemilai positif menunjukkan bahwa dengan mengasumsikan ketiadaan variabel independen lainnya, maka apabila variabel kepemimpinan mengalami peningkatan menyebabkan tingkat adopsi teknologi PTT juga akan meningkat. Hal tersebut juga berlaku untuk kedua variabel independen lainnya yang sama-sama bemilai positif. 1. Uji-t statistik Pengujian Variabel Kepemimpinan Terhadap Tingkat Adopsi Tekno/ogi Variabel kepemimpinan mempunyai nilai thitung 0,393 yang lebih kecil dari pada nilai ttabet(o,os) 1,658. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan bemilai positif dan tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap adopsi teknologi PTT. Dengan demikian hipotesis Ho dalam penelitian ini yang berbunyi: terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dengan tingkat adopsi teknologi PTT diterima.

124 110 Pengujian Variabel Motivasi Terhadap Tingkat Adopsi Teknologi Variabel motivasi mempunyai thitung sebesar 21,8550 sedangkan nilai ttabei(o,os) sebesar 1,658. Variabel motivasi bernilai positif dan lebih besar dari pada nilai!tabel menunjukkan bahwa variabel motivasi secara signifikan dan positif berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT. Dengan demikian hipotesis HI dalam penelitian ini yang berbunyi: terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi dengan tingkat adopsi teknologi PTT diterima. Pengujian Variabel Komunikasi Terhadap Tingkat Adopsi Teknologi V ariabel komunikasi mempunyai thitung sebesar 2,105 sedangkan nilai ttabei(o,os) sebesar 1,658. Variabel komunikasi bernilai positif dan lebih besar dari pada nilai ttabei menunjukkan bahwa variabel komunikasi secara signifikan dan positifberpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT. Dengan demikian hipotesis HI dalam penelitian ini yang berbunyi: terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi dengan tingkat adopsi teknologi PTT diterima. 2. Uji-F statistil{ Uji-F 1m digunakan untuk mengetahui seberapa jauh variabel independen (X~, X 2, dan X 3 ) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) (Kuncoro, 2001). Dengan kata lain, Uji F (uji simultan) adalah untuk melihat pengaruh variabel bebas (kepemimpinan, motivasi dan komunikasi) terhadap variabel terikatnya yaitu tingkat adopsi teknologi PTT. Dari hasil analisis data, didapatkan nilai F untuk model regresi linear berganda sebesar 284,323 dengan taraf signifikansi 0,000

125 111 (Tabel 4.16). Nilai signifikansi di bawah 0,05 menunjukkan bahwa variabel bebas (kepemimpinan, motivasi dan komunikasi) secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat adopsi teknologi PTT pada tingkat signifikansi 95%. 3. Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengetahui persentase variabel independen secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependen (Kuncoro, 2001 ). Hasil perhitungan nilai koefisien determinasi diperoleh nilai sebesar 0,897 (Tabel 4.16). Hal tersebut menunjukkan bahwa 89,7% tingkat adopsi teknologi PTT dapat dijelaskan oleh pengaruh kepemimpinan, motivasi dan perilaku komunikasi petani. Sedangkan sisanya (10,3%) dijelaskan oleh variabel lain diluar ketiga variabel yang diujikan. Standard error of estimate (SEE) diperoleh nilai yang kecil yaitu 0, Semakin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen. Selain uji statistik, perlu juga dilakukan uji asumsi klasik karena beberapa masalah sering muncul pada saat analisis regresi digunakan. Uji asumsi klasik ini meliputi: Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya hubungan yang kuat antara variabel independen dari pada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Multikolinearitas berkenaan dengan terdapatnya lebih dari satu hubungan linear pasti. Multikolinieritas menyebabkan regres1 tidak

126 112 efisien!penyimpangannya besar (Gujarati, 1999). Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan nilai variance inflation factor (VIF). Model dinyatakan terbebas dari gangguan multikolinearitas jika mempunyai nilai VIF di bawah 10 atau tolerance di atas 0, 1. Hasil analisis diperoleh nilai VIF ketiga variabel independen masing-masing sebesar 1,279; 1,559; dan 1,774 Sedangkan nilai toleransinya masing-masing sebesar 0, 782; 0,641; dan 0,584 (Tabel 4.16). Nilai VIF dibawah 10 dan nilai tolerance diatas 0,1 menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas pada model dalam penelitian ini. Uji Heteroskedastisitas Deteksi adanya heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik, di mana sumbu x adalah yang telah diprediksi dan sumbu y adalah residual (Yprediksi- Ysesungguhnya) yang telah di-studentized. Adapun dasar pengambilan keputusan adalah:./ Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas;./ Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan memplotkan grafik antara SRESID dengan ZPRED di mana gangguan heteroskedastisitas akan tampak dengan adanya pola tertentu pada grafik. Model yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2001). Uji heteroskedastisitas pada model dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 4.1 berikut ini.

127 113 Scatterplot Dependent Variable: Adopsi.. ;;;.s 2.. IX... H 1 ~... ~ s:: ~.. "" -1 IX loo <1>o <P 0 ~0 ooo 8 ooooo 0 o 0 coa8 o o coo 0 0 o o co 8..<.> o ooo:>d o o o C"co o '2>a o oeo Q:Jo o Regreulon Standardized Predicted Value Gambar 4.1. Uji heteroskedastisitas Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa model penelitian tidak mempunyai gangguan heteroskedastisitas karena tidak ada pola tertentu pada grafik. Titik-titik pada grafik relatif menyebar merata baik di atas sumbu nol maupun di bawah sumbu nol. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara data pada suatu waktu dengan data pada waktu sebelumnya. lstilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan waktu (data deretan waktu) atau ruang (cross-sectional data). Uji autokorelasi dalam penelitian ini adalah dengan uji Durbin-Watson. Syarat adanya autokorelasi adalah hila nilai DW lebih kecil dari -2 berarti terjadi autokorelasi yang negatif. Bila DW di antara 1,5 hingga 2,5 maka tidak terjadi autokorelasi. Bila DW lebih besar dari 2 maka terjadi autokorelasi positif. Hasil analisis menggunakan SPSS 22 diperoleh nilai D-W yaitu sebesar 1, 720 (Tabel 4.16) sehingga dapat diketahui bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model penelitian ini.

128 Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian memerlukan data yang valid dan reliabel. Dalam rangka urgensi 1m, maka pengukuran validitas dan reliabilitas mutlak dilakukan karena jika instrument yang digunakan sudah tidak valid dan reliabel maka dipastikan hasil penelitiannya pun tidak akan valid dan reliabel (Sugiyono, 2007). Pengukuran validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan dengan bantuan SPPS 22 (Lampiran 7). Data hasil pengukuran validitas dan reliabilitas instrumen selanjutnya disajikan pada Tabel4.14 berikut ini. Tabel4.14. Data Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Komponen Uji Validitas Uji Reliabilitas Bivariate Pearson Koef Cronbach Alp_ha Kepemimpinan 0,733 Motivasi 0,814 Komunikasi 0,850 0,733 Adopsi 0,827 - Uji Validitas dengan metode Bivariate Pearson dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap. Hasil Uji Bivariate Pearson menunjukkan nilai masing-masing item lebih besar dari nilai r tabel (0, 7067), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen atau item-item pertanyaan pada masing-masing variabel berkorelasi signifikan terhadap skor total. Sugiyono (2007) menerangkan bahwa jika nilai masing-masing item lebih besar dari nilai r tabel, maka item-item pertanyaan dapat dinyatakan valid. Uji reliabilitas instrumen dapat ditentukan dari besarnya nilai koefisien Cronbach Alpha. Zulganef (2006) menyatakan bahwa suatu instrumen penelitian

129 115 mengindikasikan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien cronbach alpha lebih besar atau sama dengan 0,70. Hasil uji reliabilitas cronbach alpha sebesar 0, 733, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel ini adalah reliabel.

130 BABV SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Motivasi dan perilaku komunikasi kelompok tani penenma PUAP berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi PIT. Sedangkan kepemimpinan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi teknologi PTT. 2. Dari ketiga variabel yang diteliti, variabel motivasi merupakan variabel terbesar yang memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi PTT. B. SARAN 1. Adopsi teknologi PTT di Kabupaten Sumbawa perlu ditingkatkan untuk komponen-komponen teknologi yang masih tergolong rendah seperti penggunaan umur dan jumlah bibit, sistem tanam, pemakaian BWD, pemakaian pupuk organik, pengairan berselang serta pengendalian gulma terpadu. 2. Pendidikan non-formal (pelatihan dan penyuluhan), kekosmopolitan, ketersediaan sarana prasarana, modal, informasi dan dukungan program merupakan beberapa indikator yang perlu ditingkatkan untuk mendorong motivasi petani dalam mengadopsi teknologi PIT.

131 Untuk meningkatkan peran kepemimpinan kelompok tani dalam medorong motivasi anggota kelompok, maka perlu dibuat awik-awik (aturan) dalam kelompok, misalnya aturan tentang kewenangan ketua kelompok dalam memberikan sanksi ataupun reward bagi para anggotanya.

132 DAFT AR PUSTAKA Alkadri Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. Edisi Revisi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Abdurachman, D.H Hubungan Profil Petani peserta SL PHT dengan tingkat penerimaan informasi PHT berdasarkan wilayah di Kabupaten Sukabumi. [Tesis] Program Pasca Srujana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asngari, P.S "Pemanfaatan dan Penggunaan Teknologi Tepat Guna Bidang Pertanian." Dalam: Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat.IPB Press. Bogor Badan Litbang Pertanian Penelitian Padi Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Beras Nasional. DIP A Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Jakarta BALITPA Deskripsi Varietas Padi. Departemen Pertanian. Jakarta BPS Kabupaten Sumbawa Dalam Angka Sumbawa Budianto D Kebijaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi peningkatan produktivitas padi terpadu di Indonesia. Prosiding Lokakarya pelaksanaan program peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) Tahun Puslitbangtan. Bogor Cangara, H Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta David, F.R. (2006). Manajemen Strategis-Konsep. Edisi Sepuluh. Salemba Empat, Jakarta Departemen Pertanian Pedoman Umum Prima Tani. Departemen Pertanian. Jakarta. Departemen Pertanian Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL PTT) Padi: Panduan Pelaksanaan. Jakarta Gujarati, D Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta Hafsah, MJ Paradigma Pembangunan Pertanian Berorientasi Pertanian Modem. Terdapat pada / Diakses Pada Tanggal18 Januari 2010.

133 119 Hanafi, A Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Usaha Nasional. Surabaya. Handayanigrat, S Pengantar studi ilmu Administrasi dan Management. Jakarta: PT Gunung Agung. Hasibuan, SP Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Hill, T., Carol, SJ, Organisational Theory and management: A Macro Approach, John willey and Sons Inc, New York. Hutabarat, J., Huseini, M Pengantar Manajemen Strategik Kontemporer: Strategik di Tengah Operasional. Elex Media Komputindo. Jakarta Ibrahim, J.T., Sudiyono, A., Harpowo Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian. Banyumedia Publishing. Malang. Kuncoro, M Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonom (Cetakan 1). AMP YKPN. Yogyakarta. Las I Pengembangan intesifikasi padi sawah irigasi berdasarkan PTT. Lokakarya Pengembangan Usahatani Terpadu Berwawasan Agribisnis Mendukung Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian. Jawa barat. Lembang. 16 April2002. BPTP Jawa Barat. Leavitt, H. J Psikologi Manajemen. Erlangga. Jakarta. Makarim, AK., Las, I Terobosan peningkatan produksi padi sawah irigasi melalui pengembangan model pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT). Seminar Kebijakan Padi. Pekan Padi Nasional II. Balitpa Sukamandi. Mardikanto, T Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Acuan Untuk Pelajar, Mahasiswa, Dosen, Penyuluh, Pekerja Sosial, Penentu Kebijakan dan Peminat llmu I Kegiatan Penyuluhan Pembangunan. Penerbit Sebelas Maret Universitas Press. Surakarta. Mardikanto, T Bunga Rampai Pembangunan Pertanian. UNS Press. Surakarta. Mardikanto, T Redejinisi dan Revitalisasi Penyuluh Pertanian. Puspa. Sukoharjo. Mardikanto, T Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

134 120 Mosher, A.T Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: CV. Yasaguna. Mundy, Paul Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru. PAATP3. Bogor. Nawawi, H Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Y ogyakarta: Gajah Mada University Press. Nazir, M Metode Penelitian. Salemba Empat. Jakarta. Owens, G. R Organizational Behavior in Education. Manchester: Ally and Bacon Padmowiharjo, S Psikologi Be/ajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Pearce, J.A. and Robinson R.B. (2003). Strategic Management Formulation, Implementation and Control. Me Graw Hill, Boston. Posner, Z. B Leadership The Chalenge: Tantangan Kepemimpinan. Alih Bahasa: Edwindo Anton. Bamtam Centre: Inter Aksana. Pratisto, A Statistik menjadi mudah dengan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Rao, Purba (1996), "Measuring Consumer Perceptions Through Factor Analysis", The Asian Manager, February-March, pp Ray, G. L Extension Communication and Management. Naya Prokash. Calc uta. Rejeki, M.C., dan Anita Herawati Dasar-dasar Komunikasi Untuk Penyuluhan. Universitas Atma Jaya. Y ogyakarta. Robinson, P.S Essential of Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Rogers, E.M, Shoemaker, F.E Communication of Innovation. Free Press. New York. Samsudin, U.S Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Binacipta. Bandung.

135 121 Sanusi, Y.A Application of Human Development Index ti Measurement of Deprivations Among Urban Households in Minna, Nigeria. Haitat International, 32(3): United Kingdom. Santoso, S SPSS Versi 10,01: Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Elex Media Komputindo. Jakarta Sevilla, C.G., Ochave, LA., Punsalan, T.G., Regala, B.P., Uriarte, G.G Pengantar Metode Penelitian. Terjemahan A. Tuwu. Jakarta UI. Siagian, S Teori Dan Praktek Kepemimpinan, cetakan ke-3, Jakarta. Rineka Cipta. Singarimbun, M., Effendi, S Metode Penelitian Survai. LP3ES. Yogyakarta. Slamet, M Membentuk Pola Perilaku Komunikasi Manusia Pembangunan. Penyunting: Ida Yustina dan Adjat Sudrajat. Bogor: IPB Press Soebiyanto, FX Peranan Kelompok Dalam Mengembangkan Kemandirian Petani dan Ketangguhan Berusahatani. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Soekartawi Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Soemanto, W Psikologi Pendidikan ed-5. Jakarta: PT Rineka Cipta. Steers, R.M., Bigley, G.A. & Porter, L. W. (1996). Motivation and leadership at work. McGraw-Hill. Singapore. Sugiyono Met ode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Suhardiyono Penyuluhan Petunjuk Bagi Penyuluh. Erlangga. Jakarta. Sumaryo Peningkatan Partisipasi Petani dalam Pembangunan Irigasi: Telaah pada Program PKPI. Bandar Lampung :Sosiologi Jumal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial dan Budaya.Vol5, No.1, Maret 2003 Suprapto, T., Fahrianoor Komunikasi Penyuluhan dalam Teori dan Praktek. Arti Bumi lntaran. Y ogyakarta. Suprihatno eta/ Deskripsi varietas padi. Balitpa Sukamandi. Sutarto Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada University Press. Y ogyakarta

136 122 Syah, M Psikologi Be/ajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Syahyuti Konsep Penting Dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian: Penjelasan Tentang "Konsep, Istilah, Teori, dan Indikator serta Variabel".PT. Bina Rena Pariwara. Jakarta. Thoha, M Perilaku Organisasi. Rosdakarya. Bandung. Van den Ban, A W., Hawkins HS Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Y ogyakarta. Wiradi Hubugan Penguasaan Lahan dan Pendapatan Rumah Tangga di Pedesaan, Kasus Provisnsi Jawa Tengan Sumatera Barat dan Kalimantan Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bog or. Zaini Z, Irsal L, Suwarno, Budi H dan E Eko A Pedoman umum kegiatan percontohan peningkatan produktivitas padi terpadu Deptan Jakarta. Zulganef Pemodelan Persamaan Struktur dan Aplikasinya menggunakan AMOS 5. Bandung: Pustaka

137 118 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIV ASI DAN KOMUNIKASI KETUA KELOMPOK PENERIMA PUAP TERHADAP ADOPSI TEKNOLOGI PTT (PENGELOLAAN TANAMAN TERP ADU) Kuesioner Nomor Responden Nama Umur Alamat Nama Kelompok Kedudukan dalam kelompok Tanggal Wawancara Tanda tangan Data Responden

138 119 BAGIAN PERTAMA Pengaruh Kepemimpinan 1. Apakah Ketua Kelompok tani sering memberikan dorong/semangat bagi pengurus dan anggotanya untuk memajukan kelompok dan usahatani di wilayahnya? a) Sangat tidak Setuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja 2. Apakah Ketua Kelompok tani sering memberikan pandangan atau penjelasan bagi pengurus dan anggotanya terhadap penerapan suatu teknologi pertanian? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja 3. Apakah Ketua Kelompok tani mampu menciptakan suasana kondusif dan dapat menjadi penengah apabila ada permasalahan antara anggotanya? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja 4. Apakah setiap pengambilan keputusan Ketua Kelompok tani tetap memperhatikan kepentingan anggota? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja 5. Apakah Ketua Kelompok tani sering memberikan kesempatan dan mengajak anggota dalam setiap pengambilan keputusan? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja 6. Apakah Ketua Kelompok tani mau mendengarkan masukan dari anggota untuk kemajuan kelompok? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja

139 Apakah Ketua Kelompok tani sering memberikan kesempatan!kepercayaan bagi pengurus/anggota kelompok lainnya untuk mewakili kelompok dalam beberapa kegiatan tertentu? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja 8. Apakah Ketua Kelompok tani sering memberikan contoh dan dapat dijadikan teladan dalam menjalankan usahatani? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja 9. Apakah Ketua Kelompok tani sering memberikan solusi serta membantu pengurus/anggota lainnya yang mengalami kesulitan? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja 10. Apakah Ketua Kelompok tani suka memberikan penghargaan ataupun pujian terhadap keberhasilan pengurus/anggota lainnya dalam hal tertentu? a) Sangat tidak Seuju d) Setuju b) Tidak Setuju e) Sangat Setuju c) Sedang/Biasa Saja

140 121 Motivasi 11. Berapa umur Bapak/Ibu sekarang? a. Kurang dari 30 tahun d tahun b tahun e. Lebih dari 60 tahun c tahun 12. Pendidikan terakhir Bapak!Ibu? a. Belum pemah sekolah/tidak Tamat SD b. Tamat SD/SR c. Tamat SMP d. TamatSMA e. Satjana 13. Berapa kali Bapak!Ibu pemah mengikuti pelatihan/kursus tentang bertani? a. Tidak pemah d. 7-9 kali b. 1-3 kali e. Lebih dari 9 kali c. 4-6 kali Jika Ya, sebutkan jenis/nama pelatihan yang pemah Bapakllbu ikuti 14. Sudah berapa lama Bapakllbu bertani? a. Kurang dari 4 tahun d tahun b. 4-7 tahun e. > 15 tahun c tahun 15. Berapa luas lahan pertanian yang Bapak/Ibu miliki? : Yang digarap sendiri. a. < 0,5 Ha d. 1,6 Ha- 2 Ha b. 0,5-1 Ha e. Lebih dari 2 Ha c. 1,1 Ha-1,5 Ha : Yang digarap orang lain a. <0,5 Ha d. 1,6 Ha-2 Ha b. 0,5-1 Ha e. Lebih dari 2 H c. 1,1 Ha- 1,5 Ha 16. Berapa luas lahan orang lain yang Bapak/Ibu garap? a. < 0,5 Ha d. 1,6 Ha - 2 Ha b. 0,5-1 Ha e. Lebih dari 2 Ha c. 1,1 Ha- 1,5 Ha

141 Berapa kali dalam sebulan Bapak/Ibu bertemu dengan petani lain untuk mendapatkan informasi tentang pertanian? a. Tidak pemah d. 7-9 kali b. 1-3 kali e. Lebih dari 9 kali c. 4-6 kali 18. Berapa kali dalam sebulan Bapak!Ibu bertemu Ketua/Pengurus Kelompok untuk mendapatkan informasi tentang pertanian? a. Tidak pemah d. 7-9 kali b. 1-3 kali e. Lebih dari 9 kali c. 4-6 kali 19. Berapa kali dalam sebulan Bapak!Ibu perg1 ke desa lain!kota untuk mendapatkan informasi tentang pertanian? a. Tidak pemah d. 7-9 kali b. 1-3 kali e. Lebih dari 9 kali c. 4-6 kali 20. Berapa kali dalam sebulan Bapak!Ibu bertemu Penyuluh untuk mendapatkan informasi tentang pertanian? a. Tidak pemah d. 7-9 kali b. 1-3 kali e. Lebih dari 9 kali c. 4-6 kali 21. Berapa kali dalam sebulan Bapak!Ibu membaca koran/majalah untuk mencari informasi tentang pertanian? a. Tidak pemah d. 7-9 kali b. 1-3 kali e. Lebih dari 9 kali c. 4-6 kali 22. Berapa kali dalam sebulan Bapak!Ibu mendengar radio atau menonton TV untuk mencari informasi tentang pertanian? a. Tidak pemah b. 1-3 kali c. 4-6 kali d. 7-9 kali e. Lebih dari 9 kali

142 Apakah tingkat ketersediaan saprodi seperti; benih, pupuk, obat dan peralatan sesuai kebutuhan Bapak/Ibu? a) Sangat tidak sesuai b) Tidak sesuai c) Cukup/Sedang-sedang saja d) Sesuai e) Sangat sesuai 24. Ada berapa penyedia saprodi di daerah Bapak/Ibu? a. Tidak ada d. 4-5 buah b. 1-2 buah e. > 5 buah c. 3-4 buah 25. Berapajarak rumah Bapak/Ibu dari tempat penyedia saprodi? a. > 5 km d. 1-2 km b. 4-5 km e. < 1 km c. 2-3 km 26. Bagaimana kondisi jalan dari tempat penjual saprodi ke Lahan yang Bapak/lbu miliki? a. Sangat Jelek d. Baik b. Jelek e. Sangat Bai c. Sedang 27. Apakah di lahan usaha tani Bapak/Ibu terjangkau oleh alat transportasi/alat angkutpertanian? a. Sangat tidak terjangkau d. Terjangkau b. Tidak terjangkau e. Sangat terjangkau c. Cukup/sedang 28. Bagaimana kondisi jalan dari rumah ke Lahan yang Bapak/Ibu miliki? a. Sangat Jelek b. Jelek c. Sedang d. Baik e. Sangat Baik

143 Apakah dalam usahatani Bapak!Ibu sering mengalami permasalahan modal? a. Selalu d. Hampir tidak pemah b. Sering e. Tidak Pemah c. Kadang-kadang 30. Menurut Bapak!Ibu apakah Teknologi PIT dapat meningkatkan hasil panen dalam usahatani? a. Sangat tidak setuju d. Setuju b. Tidak Setuju e. Sangat Setuju c. Sedang/biasa saja 31. Menurut Bapak!Ibu apakah komponen Teknologi PTT bertentangan dengan norma/kebiasaan petani dalam melakukan usahatani? a. Sangat bertentangan d. Tidak bertentangan b. Bertentangan e. Sangat tidak bertentangan c. Sedang/biasa saja 32. Menurut Bapak!Ibu bagaimana tingkat kerumitan penerapan Teknologi PTT? a. Sangat rumit d. Mudah b. Rumit e. Sangat Mudah c. Sedang/biasa saja 33. Menurut Bapak!Ibu apakah Teknologi PIT dapat dicobakan oleh petani dalam bertani? a. Sangat tidak setuju d. Setuju b. Tidak Setuju e. Sangat Setuju c. Sedang!biasa saja 34. Menurut Bapak!Ibu apakah terdapat perbedaan dengan diterapkannya Teknologi PTT atau tidak? a. Sangat tidak ada d. ada b. Tidak ada e. Banyak c. Sedang/biasa saja

144 Sumber informasi tentang pertanian bisa diperoleh dari; (1) Ketua & Pengurus Kelompok, (2) Penyuluh, (3) Tokoh Masyarakat, (4) Media Cetak, (5) Media Elektronik, (6) Petani Lain, (7) Lembaga Penelitian & Pelatihan. Dari beberapa sumber informasi tersebut, menurut Bapak!Ibu sumber informasi manakah yang sudah tersedia? a. Tidak Ada d. 5-6 b. 1-2 e. Semuanya c Dari beberapa sumber informasi terse but, berapa jenis sumber informasi yang Bapak/Ibu biasa manfaatkan? a. TidakAda d. 5-6 b. 1-2 e. Semuanya c Menurut Bapak/Ibu, seberapajauhjarak sumber informasi tersebut (minimal 3-4 jenis informasi)? a. San gat J auh d. Dekat b. Jauh e. Sangat Dekat c. Sedang/Cukup 38. Menurut Bapak!Ibu, secara keseluruhan bagaimana tingkat ketersediaan informasi tentang teknologi PTT? a. Sangat rendah d. Tinggi b. Rendah e. Sangat tinggi c. Sedang 39. Bagaimana tingkat dukungan program pemerintah terhadap pertanian di daerah Bapak!Ibu dalam 5 tahun terakhir? a. Sangat rendah c. Sedang e. Sangat tinggi b. Rendah d. Tinggi 40. Apakah selama ini program pemerintah dapat membantu dalam usahatani Bapak/Ibu? a. Sangat tidak membantu d. Membantu b. Tidak membantu e. Sangat membantu c. Sedang/kadang-kadang

145 126 Perilaku Komunikasi 41. Berapa kali kegiatan pertemuan kelompok tani dalam sebulan terakhir? a. Tidak pemah d. 5-6 kali b. < 3 kali e. > 6 kali c. 3-4 kali 42. Pada saat pertemuan tersebut, biasanya berapa persen (%) anggota kelompok yang hadir? a. <20% d % b % e. Lebih dari 80% c % 43. Secara keseluruhan, bagaimana tingkat manfaat yang Bapak/Ibu peroleh dengan adanya pertemuan tersebut? a. Sangat tidak bermanfaat d. Bermanfaat b. Tidak bermanfaat e. Sangat bermanfaat c. Cukup/Sedang-sedang saja 44. Dalam 1 bulan terakhir, berapa kali Bapak/Ibu bertemu dengan ketua/pengurus kelompok diluar pertemuan rutin kelompok untuk membicarakan tentang usahatani? a. Tidak pemah d. 5-6 kali b. < 3 kali e. > 6 kali c. 3-4 kali 45. Bagaimana tingkat kepuasan Bapak!Ibu dalam memperoleh informasi dari pertemuan tersebut? a. Sangat rendah d. tinggi b. rendah e. Sangat tinggi c. Cukup/Sedang-sedang saja 46. Dalam 1 bulan terakhir, berapa kali Bapak/Ibu bertemu dengan anggota kelompok diluar pertemuan rutin kelompok untuk membicarakan tentang usahatani? a. Tidak pemah d. 5-6 kali b. < 3 kali e. > 6 kali c. 3-4 kali

146 Bagaimana tingkat kepuasan Bapakllbu dalam memperoleh informasi dengan bertemu anggota? a. Sangat rendah d. tinggi b. rendah e. Sangat tinggi c. Cukup/Sedang-sedang saja 48. Dalam 1 bulan terakhir, berapa kali Bapak/lbu bertemu tokoh masyarakat/petani lain yang bukan anggota kelompok untuk membicarakan tentang usahatani? a. Tidak pemah d. 5-6 kali b. < 3 kali e. > 6 kali c. 3-4 kali 49. Bagaimana tingkat kepuasan Bapak/Ibu dalam memperoleh informasi dengan bertemu tokoh masyarakat/petani lain? a. Sangat rendah d. tinggi b. rendah e. Sangat tinggi c. Cukup/Sedang-sedang saja 50. Dalam 1 bulan terakhir, berapa kali Bapakllbu bertemu penyuluh untuk membicarakan tentang usahatani? a. Tidak pemah d. 5-6 kali b. < 3 kali e. > 6 kali c. 3-4 kali 51. Bagaimana tingkat kepuasan Bapak/Ibu dalam memperoleh informasi dengan bertemu penyuluh? a. Sangat rendah d. tinggi b. rendah e. Sangat tinggi c. Cukup/Sedang-sedang saja 52. Berapa kali Bapak/Ibu mengikuti kegiatan penyuluhanlpelatihan dalam 1 (satu) tahun terakhir? a. Tidak pemah d. 7-9 kali b. < 3 kali e. > 10 kali c. 4-6 kali

147 Apakah materi penyuluhan/pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan Bapak/Ibu? a. Sangat tidak sesuai d. Sesuai b. Tidak sesuai e. Sangat tidak sesuai c. Cukup 54. Apakah metode penyuluhan sesuai dengan yang anda inginkan dan mudah dipahami? a. Sangat tidak sesuai d. Sesuai b. Tidak sesuai e. Sangat tidak sesuai c. Cukup 55. Menurut Bapak/Ibu, apakah kegiatan tersebut bermanfaat dalam menjalankan usahatani? a. Sangat tidak bermanfaat d. bermanfaat b. Tidak bermanfaat e. Sangat bermanfaat c. Sedang/kadang-kadang 56. Secara keseluruhan, bagaimana tingkat kepuasan Bapak/Ibu dalam memperoleh informasi dari kegiatan penyuluhan/pelatihan tersebut? a. Sangat rendah d. tinggi b. rendah e. Sangat tinggi c. Cukup/Sedang-sedang saja

148 129 BAGIAN KEDUA Tingkat Adopsi Teknologi PTT Jawaban No Pertanyaan Ya Tidak 1 Penerapan teknologi penggunaan varietas unggul a. Apakah Bapakllbu mengetahui tentang varietas unggul? b. Apakah Bapakllbu tertarik untuk menggunakan varietas unggul tersebut? c. Apakah Bapak/Ibu telah memperhitungkan/menimbang-nimbang untuk menggunakan varietas unggul tersebut? d. Apakah Bapakllbu telah mencoba menggunakan varietas unggul tersebut? e. Apakah Bapakllbu telah menggunakan varietas unggul terse but? 2 Penerapan petani pada teknologi penggunaan benih bermutu Benih bermutu diperoleh dengan cara pelirnbangan benih kedalarn air dengan rnernilih benih yang bernas/tenggelarn a. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang penggunaan benih bermutu? b. Apakah Bapakllbu tertarik untuk menggunakan benih bermutu tersebut? c. Apakah Bapakllbu telah memperhitungkan/menimbang-nimbang untuk menggunakan benih bermutu tersebut? d. Apakah Bapakllbu telah mencoba menggunakan benih bermutu tersebut? e. Apakah Bapakllbu telah menggunakan benih bermutu terse but? 3 Penerapan petani pada penggunaan umur dan jumlah bibit Penggunaan bibit yang dianjurkan pada urnur hari denganjurnlah 2-3 batang per rurnpun a. Apakah Bapakllbu mengetahui tentang penggunaan bibit sesuai anjuran? b. Apakah Bapakllbu tertarik untuk menggunakan bibit sesuai anjuran tersebut? c. Apakah Bapakllbu telah memperhitungkan/menimbang-nimbang untuk menggunakan bibit sesuai anjuran tersebut? d. Apakah Bapakllbu telah mencoba menggunakan bibit sesuai anjuran tersebut? e. Apakah Bapakllbu telah menggunakan bibit sesuai anjuran tersebut?

149 130 No Pertanyaan Jawaban Ya Tidak 4 Penerapan petani pada sistem tanam Sistem tanam yang dianjurkan adalah sistem tanam tegel (20 x 20 em), legowo 2:1 ( 40 x 20 x 10 em), dan sistem tanam legowo 4:1 (20 x 10 x 40 em) a. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang penerapan sistem tanam? b. Apakah Bapak/Ibu tertarik untuk menggunakan penerapan sistem tanam tersebut? c. Apakah Bapak/Ibu telah memperhitungkanlmenimbang-nimbang untuk menggunakan penerapan sistem tanam tersebut? d. Apakah Bapak/Ibu telah mencoba menggunakan _peneraqan sistem tanam tersebut? e. Apakah Bapak/Ibu telah menggunakan penerapan sistem tanam tersebut? 5 Penerapan petani pada pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD) Pemupukan N dianjurkan berdasarkan bagan warna daun untuk mengukur kebutuhan N oleh tanaman dengan melihat warna daun seuai rekomendasi dari alat BWD a. Apakah Bapak!Ibu mengetahui tentang cara pemupukan N tersebut? b. Apakah Bapak/Ibu tertarik untuk menggunakan cara pemupukan N tersebut? c. Apakah Bapak/Ibu telah memperhitungkan/menimbang-nimbang untuk menggunakan cara pemupukan N tersebut? d. Apakah Bapak/Ibu telah mencoba cara pemupukan N terse but? e. Apakah Bapak/lbu telah menggunakan cara pemupukan N tersebut? 6 Penerapan petani pada penggunaan bahan organik Penggunaan bahan organik, yaitu menggunakan pupuk kandang, kompos dari sisa tanam Gerami) dalam pemberian pupuk dasar. a. Apakah Bapak/lbu mengetahui tentang penggunaan bahan organik sebagai pupuk dasar? b. Apakah Bapak/lbu tertarik untuk menggunakan bahan organik sebagai pu_e_uk dasar tersebut? c. Apakah Bapak/lbu telah memperhitungkanlmenimbang-nimbang untuk menggunakan bahan organik sebagai pupuk dasar terse but? d. Apakah Bapak/Ibu telah mencoba bahan organik seba_gai pupuk dasar tersebut? e. Apakah Bapak/lbu telah menggunakan bahan organik sebagai pupuk dasar tersebut?

150 131 Jaw a ban No Pertanyaan Ya Tidak 7 Penerapan petani pada sistem pengairan berselang Pengaturan air dilakukan dengan menambah atau mengurangi genangan air di dalam sawah sesuai dengan kebutuhan tanaman, kondisi lingkungan dan ketersediaan air. a. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang cara pengairan terse but? b. Apakah Bapak/Ibu tertarik untuk menggunakan cara pengairan tersebut? c. Apakah Bapak!Ibu telah memperhitungkanlmenimbang-nimbang untuk menggunakan cara pengairan tersebut? d. Apakah Bapak/Ibu telah mencoba cara pengairan terse but? e. Apakah Bapak/Ibu telah menggunakan cara pengairan terse but? 8 Penerapan petani pada sistem pengendalian gulma secara terpadu Pengendalian gulma secara terpadu dilakukan melalui pengolahan lahan yang sempurna, pengaturan air, menggunakan alat mekanis, pelaksanaannya bersamaan atau segera setelah pemupukan. a. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang cara pengendalian g1.1lma terpadu? b. Apakah Bapak/Ibu tertarik untuk menggunakan cara pengendalian gulma terpadu tersebut? c. Apakah Bapak/Ibu telah memperhitungkan/menimbang-nimbang untuk menggunakan cara pengendalian gulma terpadu terse but? d. Apakah Bapak/Ibu telah mencoba cara pengendalian gulma terpadu tersebut? e. Apakah Bapak/Ibu telah menggunakan cara pengendalian gulma terpadu tersebut? 9 Penerapan petani pada pengendalian hama dan penyakit secara terpadu Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu dilakukan melalui identifikasi penyakit dan langkah penanganannya, rnelakukan sistern hera, melakukan pernasangan perangkap, dan menjaga sanitasi serta melakukan tanam serentak. a. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang cara pengendalian hama dan penyakit terpadu? b. Apakah Bapak/Ibu tertarik untuk menggunakan cara pengendalian gulma terpadu tersebut? c. Apakah Bapak!Ibu telah memperhitungkanlmenimbang-nimbang untuk menggunakan cara pengendalian hama dan penyakit terpadu tersebut? d. Apakah Bapak/Ibu telah mencoba cara pengendalian hama dan penyakit terpadu tersebut?

151 132 e. Apakah Bapak!Ibu telah menggunakan cara pengendalian hama dan penyakit terpadu tersebut? Jawaban No Pertanyaan Ya Tidak 10 Penerapan petani pada penanganan panen dan pasca panen Penangan panen dan pasca panen yang dianjurkan adalah: menggunakan sabit gerigi, dilakukan oleh kelompok pemanen, segera dilakukan perontokan setelah dipotong, menggunakan alat plastik/terpal, pengeringan dilakukan dengan lantai jemur atau alas, penggilingan dilakukan pada kadar air gabah 12-14% dan untuk penyimpanan, kadar air pada gabah mencapai 12-14% a. Apakah Bapak!Ibu mengetahui tentang cara penanganan _p_anen dan pasca panen? b. Apakah Bapak/Ibu tertarik untuk menggunakan cara penanganan panen dan pasca panen tersebut? c. Apakah Bapak!Ibu telah memperhitungkan/menimbang-nimbang untuk menggunakan cara penanganan panen dan pasca panen terse but? d. Apakah Bapak/Ibu telah mencoba cara penanganan panen dan pasca panen tersebut? e. Apakah Bapak!Ibu telah menggunakan cara penanganan panen dan pasca panen tersebut?

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PADA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN SUMBAWA

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PADA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN SUMBAWA PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PADA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak, Batas, dan Luas Wilayah Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu dari sembilan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis Kabupaten

Lebih terperinci

PENUTUP. Sekapur Sirih

PENUTUP. Sekapur Sirih HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 (ANGKA SEMENTARA) KABUPATEN SUMBAWA PENUTUP Sekapur Sirih Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 2, pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 28 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 28 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR INFORMASI KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PERTANIAN KABUPATEN SUMBAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR.

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR. KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR Diarsi Eka Yani 1 Pepi Rospina Pertiwi 2 Program Studi Agribisnis, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 84 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Wilayah dan Topografi Secara geografis Kota Pagar Alam berada pada 4 0 Lintang Selatan (LS) dan 03.5 0 Bujur Timur (BT). Kota Pagar Alam terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Utara 1. Kondisi Geografis Kabupaten Lampung Utara merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota yang ada di Propinsi Lampung. Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Wilayah Propinsi Lampung 1. Geografi Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera dengan luas wilayah 35.288,35 Km 2. Propinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian merupakan wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 1999 sebagai hasil pemekaran Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Gandus terletak di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Gandus merupakan salah satu kawasan agropolitan di mana

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN digilib.uns.ac.id 66 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Grobogan terletak pada posisi 68 ºLU dan & 7 ºLS dengan ketinggian rata-rata 41 meter dpl dan terletak antara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

Drs. Muhamad Saphoan

Drs. Muhamad Saphoan .5271 Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan 78 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan UU No.33 Tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak, Batas Wilayah, dan Keadaan Alam Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Provinsi Daerah Khusus

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh : A. Sanusi Halim, Iwan A. Harahap dan Sukmawan SubDit Mineral Non Logam S A R I Daerah penyelidikan yang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci