BAB I PENDAHULUAN. Juli Time Magazine, 21 September 2015, hal. 9.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Juli Time Magazine, 21 September 2015, hal. 9."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak tahun 2011 Suriah dilanda konflik yang berjalan berlarut-larut dan menimbulkan banyak korban. Keadaan ini memicu masyarakat Suriah mengungsi dari negaranya. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR), sampai dengan bulan Juli 2016 tercatat sebanyak orang mengungsi dari Suriah selama konflik terjadi. 1 Sebagian besar pengungsi Suriah ini pergi menuju negara-negara terdekat seperti Turki yang menampung sekitar 2,7 juta pengungsi, Lebanon, Irak, Me sir, Yordania, dan beberapa negara di kawasan Afrika Utara. Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani masalah pengungsi menyatakan bahwa pada tahun 2015 mereka hanya akan mendanai 41% dari kebutuhan para pengungsi Suriah. Sementara itu, World Food Programme (WFP), sebuah organisasi pangan yang berada di bawah PBB memangkas bantuan untuk pengungsi Suriah yang nilainya mencapai 1,6 juta dolar pada tahun yang sama. 2 Berkurangnya donasi dari lembaga amal membuat kehidupan para pengungsi di negara-negara tersebut semakin sulit karena mereka harus memenuhi kebutuhan mereka hanya dengan 14 dolar Amerika untuk satu bulan. 3 Kembali ke negara asal juga bukan merupakan pilihan karena banyaknya tekanan dari kelompok-kelompok militan kepada para pemuda di Suriah untuk bergabung dengan pasukan militer di bawah pimpinan Bashar Al-Ashad. Mengungsi ke Eropa merupakan opsi yang menjanjikan bagi para pengungsi dengan harapan kehidupan mereka akan lebih terjamin di negara -negara yang jauh lebih kuat dan stabil. Alasan inilah yang kemudian mendorong banyak pengungsi dari Suriah pergi menuju Eropa untuk mendapatkan suaka. 1 Syrian Refugee Response, diakses pada 27 Juli Calabresi, Massimo, The Brief: A Wave of the World s Displace Crashes on Europe s Shores, Time Magazine, 21 September 2015, hal Vick, Karl, The Great Migration, Time Magazine, 8 Oktober 2015, hal

2 Pengungsi dari Suriah dengan jumlah mencapai lebih dari jiwa merupakan jumlah imigran terbanyak yang masuk ke Eropa, diikuti oleh pengungsi dari negara-negara lain, seperti Afghanistan, Irak, Kosovo, Pakistan, Nigeria, Iran, dan Ukraina. 4 Pengungsi dari negara-negara selain Suriah tersebut memanfaatkan kesempatan ini sebagai peluang untuk memasuki Eropa. Tahun 2015 merupakan tahun ketika Eropa menerima banyak imigran pengungsi. Komisi Uni Eropa mengumumkan sejak 2011 lebih dari pencari suaka masuk ke negara-negara Uni Eropa. Jumlah pencari suaka terus bertambah hingga pada 2013 tercatat pengungsi masuk ke Uni Eropa. Pada akhir 2015, jum lah pencari suaka naik pesat menjadi Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh United Nation High Commisioner for Refugee (UNHCR), lebih dari 1 juta pengungsi datang ke Eropa melalui jalur laut pada tahun Jalur laut merupakan ja lur yang paling berisiko bagi keselamatan para pengungsi. Kebanyakan para pengungsi berangkat dari Turki maupun negara-negara di Afrika Utara untuk mencapai Eropa melalui jalur tersebut. Pada tahun 2014, sebanyak pengungsi meninggal di Laut Mediterania dalam upayanya menuju Eropa. Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2015, yakni tercatat sebanyak pengungsi meninggal pada jalur yang sama. 7 Bulan April 2015 merupakan bulan dengan jumlah kematian tertinggi yang terjadi di Laut Mediterania, yakni jum lah kematian mencapai jiwa 8. Para pengungsi yang selamat berlabuh di Yunani dan Italia kemudian menuju negara-negara tujuan utama mereka di Eropa Barat seperti Jerman dan Swedia. 9 4 Migrant Crisis: Migration to Europe Explained in Seven Charts, 4 Maret 2016, diakses pada 20 Juli Aryn Baker, Why African Are Still Risking Their Lives to Migrate to Europe, Time Magazine, 18 Januari 2016, hlm Refugee/Migrants Emergency Responds, diakses pada 11 Agustus International Organization for Migration, IOM Counts 3,711 Migrant Fatalities in Mediteranian in 2015, -counts-3771-migrant-fatalities-mediterranean-2015, diakses pada 23 Agustus Ibid. 9 Vick, Karl, op. cit., hal

3 Besarnya gelombang pengungsi yang datang ke Uni Eropa diikuti dengan besarnya jumlah korban jiwa yang muncul akibat proses di dalamnya memicu para pemimpin negara-negara Uni Eropa untuk membahas masalah ini secara khusus. Sebagai kawasan tujuan utama para pengungsi dan pencari suaka, Uni Eropa memiliki regulasi tersendiri untuk menangani masalah pengungsi dan pencari suaka yang diatur dalam The Treaty on the Functioning of the European Union (TFEU). Pada artikel 78 TFEU disebutkan bahwa Uni Eropa harus mengeluarkan kebijakan bersama terkait para pencari suaka, pemberian subsidi, dan perlindungan sementara untuk orang-orang yang membutuhkan perlindungan internasional. 10 Selain itu, penanganan masalah pengungsi dan pencari suaka di Uni Eropa juga diatur dalam Dublin Regulation. Secara garis besar, Dublin Regulation mengatur kriteria dan mekanisme bagi negara-negara anggota Uni Eropa agar dapat bertanggung jawab dalam memberikan dan memeriksa aplikasi bagi para pengungsi yang membutuhkan perlindungan internasiona l untuk memberikan perlindungan dan penampungan. Dalam merespons masalah pengungsi dan pencari suaka di kawasan Uni Eropa, pemerintah Jerman di bawah Kanselir Angela Merkel mengeluarkan rangkaian kebijakan yang populer disebut Open-Door Policy. Salah satu kebijakan yang menjadi magnet bagi para pengungsi ialah adanya program percepatan pemrosesan status suaka/ the act of aceleration of asylum procedures. 11 Terkait hal tersebut, Jerman menjadi salah satu negara utama tujuan para pencari suaka. Banyak alasan yang mendasari mengapa Jerman menjadi negara tujuan utama para pengungsi dan pencari suaka, di antaranya: (1) Jerman memberikan kuota paling banyak bagi para pengungsi daripada negara-negara lain di Uni Eropa. 12 (2) Jerman memberikan tunjangan paling besar kepada para pengungsi daripada 10 Directorate-General for Internal Policies. Policy Department: Citizens Rights and Constitutional Affairs, Reception of Female Refugees and Asylum Seekers in the EU: Case Study Germany. pdf. European Parliament, 2016, hal Library of Congress, Germany: Parliament Adopts Legislative Package on Asylum and Refugees, -news/article/germany-parliament-adopts-legislativepackage-on-asylum-and-refugees/, diakses pada 11 Agustus Migrant Crisis: Migration to Europe Explained in Seven Charts, 4 Maret 2016, diakses pada 20 Juli

4 negara-negara Uni Eropa lainnya. Tunjangan yang diberikan mencapai 390 euro per bulan serta disedikan fasilitas lainnya seperti akses kesehatan, kamp pengungsi, dan masa tinggal yang mencapai 3 5 bulan. 13 (3) Pernyataan Kanselir Jerman, Angela Merkel, terkait pengungsi dan pencari suaka dari Suriah bahwa Merkel berjanji akan memberikan perlindungan ekstra kepada pengungsi tersebut serta tidak akan mengembalikan para pencari suaka yang suakanya ditolak ke jalur masuk mereka di Uni Eropa. 14 Hal ini kemudian diikuti dengan masuknya 1,1 juta pengungsi dan pencari suaka ke Jerman pada tahun Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah pencari suaka yang datang ke Jerman terus bertambah. Di satu sisi, e humanitariannya mengenai. Akan tetapi,, dan penolakan. Kritik dan penolakan terhadap kebijakan tersebut banyak disuarakan oleh partai oposisi, Alternative fur Deutschland (AfD) beserta kelompok masyarakat yang menamakan dirinya Patriotische Europäer gegen die Islamisierung des Abendlandes (PEGIDA). Menurut AfD dan PEGIDA, kebijakan Merkel tersebut memancing arus migrasi pengungsi yang lebih besar dan akan membahayakan masyarakat Jerman. Ditakutkan besarnya jumlah pengungsi yang masuk serta latar belakang mereka akan mengancam identitas Jerman secara keseluruhan. Berbagai sisi kehidupan, seperti sosial, ekonomi, dan utamanya keamanan akan terkena dampak banyaknya pengungsi (existential threat). Menghentikan atau mengubah kebijakan Merkel bukanlah hal yang mudah bagi AfD dan PEGIDA. Hal ini disebabkan kuatnya posisi Merkel serta besarnya dukungan terhadap Merkel, baik dari masyarakat maupun secara politik. Hal ini menjadi semakin sulit, melihat AfD hanyalah partai oposisi yang relatif kecil serta PEGIDA yang belum lama terbentuk. Maka dari itu, AfD dan PEGIDA 13 Buchanan, Elsa, Migrant Crisis: Which European Country Offers the Most Help to Refugees?, dalam -crisis-which-european-country-offers-m osthelp-refugees , diakses pada 20 Juli Aid to Refugee: How Do European Countries Compare?, diakses pada 21 juli Time Magazine, 21 September 2015, hal Ibid, hal. 16 4

5 melakukan upaya sekuritisasi kebijakan penanganan pengungsi agar dapat memengaruhi kebijakan tersebut. B. RUMUSAN MASALAH Skripsi ini akan membahas upaya sekuritisasi yang dilakukan oleh kelompok oposisi terhadap kebijakan penanganan pengungsi yang dikeluarkan oleh pemerintah Jerman pada tahun Berkenaan dengan hal tersebut, penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana AfD dan PEGIDA melakukan sekuritisasi isu pengungsi dan pencari suaka di Jerman? C. LANDASAN KONSEPTUAL C.1. Konstruktivisme Penelitian ini akan menggunakan perspektif konstruktivisme sebagai pisau analisis dalam upaya mengkaji perilaku AfD dan PEGIDA dalam memberikan kritik atas kebijakan penanganan pengungsi yang dikeluarkan oleh pemerintah JermanPendekatan konstruktivisme muncul pada dekade 1980-an di Amerika Serikat dan pertama kali digunakan oleh Nicholas Onuf untuk menganalisis fenomena dalam hubungan internasional. Onuf berangkat dari argumen bahwa manusia senantiasa mengonstruksi atau membentuk realitas sosial, bahkan dirinya sendiri. 16 Konstruktivisme juga menjelaskan bahwa dalam membuat suatu keputusan, aktor yang menjadi pembuat keputusan tidak hanya akan mempertimbangkan aspek material (seperti militer) yang terkait di dalamnya seperti yang dipercaya oleh kaum realis. Pengambilan keputusan itu juga dapat dilakukan tidak hanya dengan mendasarkan pada kebutuhan rasional ekonomi seperti kaum liberalis, tetapi juga dipengaruhi oleh pembentukan ide dan wacana yang berlaku secara umum yang berfokus pada konstruksi sosial dan rasional, baik secara formal maupun informal. 17 Konsep kunci dalam perspektif konstruktivisme ialah identitas dan norma. Identitas secara garis besar terbagi 16 Rosyidin, Mohammad, The Power of Ideas: Konstruktivisme dalam Studi Hubungan Internasional, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2015, hal Hurd, Ian, Constructivism, dalam C. Reus-Smith dan D. Snidal (eds), The Oxford Handbook of International Relations, Oxford University Press, New York, 2008, hal

6 dalam dua definisi, yaitu identitas personal dan identitas sosial. Identitas personal menentukan kesadaran subjektif aktor mengenai siapa dirinya. Dalam konteks ilmu hubungan internasional, identitas tersebut bisa merujuk pada aktor negara. Sementara itu, identitas sosial merupakan kesadaran aktor mengenai siapa dirinya dalam hubungannya dengan persepsi aktor lain. 18 Peran dan hubungan kolektif antarnegara ataupun antaraktor hubungan internasional lainnya menjadi penting dalam pendekatan konstruktivisme. Sementara itu, norma menjadi konsep penting dalam memakai pendekatan konstruktivisme sebagai pisau analisis fenomena hubungan internasional. Norma memiliki peran penting, yakni bersama adat, budaya, dan proses pembelajaran sosial lainnya dapat mengubah perilaku aktor. 19 Pendekatan konstruktivisme, yang percaya bahwa negara adalah entitas sosial, mengatakan bahwa norma berfungsi sebagai legitimasi kepantasan tindakan negara, tidak selalu menjadikan norma tersebut sebagai dasar mutlak dalam melayani kepentingan negara. Norma sebagai logika kepantasan memiliki tahapannya sendiri, yaitu kemunculan, penyebarluasan, dan internalisasi. Pada awalnya, norma akan sangat erat kaitannya dengan individu atau aktor, lalu norma yang dipercayai tersebut akan disebarluaskan sebagai sebuah wacana publik dan akhirnya negara melembagakan norma, tidak lagi mempertanyakan legitimasi norma tersebut. Saat norma sudah terlembaga, ia memiliki kekuatan untuk menentukan tindakan negara dan memberikan pilihan strategi negara dalam menentukan tindakannya. Pada dasarnya, dalam upaya menjelaskan hubungan antara negara dan norma akan didapat sebuah perilaku ketika negara akan berusaha menyelaraskan perubahan pola perilakunya agar sejalan dengan aturan yang ada serta merekonstruksi aturan yang ada agar dapat melegitimasi perilakunya tersebut. Pelembagaan norma ini bisa terjadi dalam konteks domestik maupun internasional. Identitas dan norma sebagai kunci dalam menjelaskan pendekatan konstruktivis bisa dipisahkan karena keduanya berada dalam level yang berbeda. Identitas ada dalam level unit atau agen, sedangkan norma ada dalam level 18 Ibid, hal Tsai, Yu-tai, The Emergence of Human Security: A Constructivist View, International Journal of Peace Studies, Vol. 14, No. 2, 2009, hal

7 struktur. Namun, bukan berarti keduanya terpisah sama sekali, justu sangat era t kaitannya seperti keterkaitan antara agen dan struktur dalam teori struktural. Keduanya, identitas dan norma, dapat menjadi variabel independen dalam menjelaskan tindakan negara atau aktor yang terlibat. Dalam kaitannya dengan pembuatan kebijakan pemerintah Jerman terkait penanganan pengungsi serta kritik yang muncul atas kebijakan tersebut, keduanya dapat dijelaskan melalui perspektif konstruktivisme dengan acuan identitas dan norma dari masing -masing aktor. C.2. Sekuritisasi Berkaitan dengan isu yang diangkat dalam penelitian ini, penulis juga akan menggunakan konsep sekuritisasi yang dikembangkan oleh Ole Wavier, Buzan, dan Jaap den W ilde (Copenhagen School) pada tahun Konsep sekuritisasi ini memperluas cakupan isu keamanan dari isu militer menjadi isu yang lebih berkembang seperti lingkungan, sosial, ekonomi, dan politik. 21 Konsep sekuritisasi dapat menjadi alat untuk memahami perubahan sebuah isu menjadi isu keamanan. Copenhagen School menilai bahwa dalam sekuritisasi, sebuah isu harus dikonstruksikan sebagai sebuah ancaman melalui tindak tutur (speech act). Secara sederhana, dalam konsep sekuritisasi, ancaman yang ada dianggap bersifat subjektif karena dibangun secara sosial sebagai sebuah ancaman. Dalam menganalisis proses sekuritisasi, terdapat tiga unit analisis yang mengonstruksi proses tindak tutur (speech act), yaitu referent object, securitizing actor,dan functional actor. 22 Referent object diartikan sebagai sesuatu yang keberadaannya terancam dan perlu dilakukan suatu tindakan dalam rangka menghadapi ancaman tersebut (bertahan diri). Sementara itu, securitizing actor 20 Nyman, J., Securitization Theory, dalam L.J. Shepherd (ed), Critical Approaches to Security: An Introduction to Theories and Methods, Routledge, London, 2013, hal van Munster, Rens, Securitization, /obo xml, diakses pada 28 Juli Buzan, B., O. Weaver, dan J. de Wilde, Security: A New Framework for Analysis, Lynne- Rienner, London, 1998, hal. 36 7

8 didefinisikan sebagai aktor yang mengangkat isu/menyatakan bahwa referent object dalam keadaan terancam. Sementara itu, functional actor diartikan sebagai aktor yang mempunyai pengaruh signifikan dan memberikan dinamika pada isu keamanan tanpa menjadi referent object maupun securitizing actor. Aktor ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap suatu isu keamanan tertentu. Ada batas krusial antara upaya sekuritisasi (securitizing move) dan sekuritisasi yang berhasil (successful securitization). Buzan mengatakan, A discourse that takes the form of presenting something as an existential threat to a referent object does not by itself create securitization- this is a securitizing move, but the issue is securitized only if and when the audience accepts it as such. 23 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa securitizing move merupakan langkah awal dari sekuritisasi. Upaya sekuritisasi yang dilakukan oleh aktor sekuritisasi dapat dikatakan berhasil apabila isu/ancaman yang diangkat dapat diterima oleh audiens. Adanya penerimaan oleh audiens akan berlanjut menjadi suatu keberhasilan dari sekuritisasi setelah memenuhi tiga tahapan, yaitu: (1) adanya ancaman terhadap eksistensi subjek/existential threats, (2) adanya tindakan penanganan darurat/emergency action, (3) adanya pengaruh atau perubahan pada hubungan interunit yang terjadi di luar aturan yang berlaku/effect on interunit relations by breaking the rules. 24 Konsep tersebut akan digunakan untuk menentukan siapa aktor yang melakukan sekuritisasi, isu apa yang diangkat, apa hasil dari proses tersebut, serta dalam keadaan bagaimana sekuritisi dilakukan. 25 Berdasarkan konsep tersebut, secara singkat sekuritisasi terjadi saat securitizing actor melakukan tindak tutur/speech act menyatakan adanya ancaman terhadap eksistensi dari referent object kepada audiens. Rangkaian tindakan tersebut dikategorikan sebagai securitizing move. Saat audiens menerima/setuju dengan pernyataan dari securitizing actor yang kemudian menuntut adanya 23 Ibid, hal Ibid, hal Ibid, hal

9 emergency action dan perubahan kelembagaan untuk menanganani isu tersebut, saat itulah proses sekuritisasi dinyatakan berhasil. Dalam kaitannya terhadap kebijakan penanganan pengungsi dan pencari suaka di Jerman, banyaknya jumlah im igran yang masuk dianggap menjadi sebuah ancaman tersendiri bagi Jerman. Isu ekonomi dan sosial yang muncul akibat kebijakan tersebut diangkat sedemikian rupa sehingga menjadi isu yang tidak bisa diabaikan oleh pemerintah dan perlu mendapatkan penanganan yang terkait kebijakannya. ARGUMEN UTAMAAfD dan PEGIDA melakukan upaya sekuritisasi kebijakan pengungsi dengan mengkonstruksi identitas pengungsi menjadi ancaman melalui tindak tutur (speech act) berupa aksi massa, mengeluarkan berbagai argumen mengenai ancaman, serta menawarkan kebijakan alternatif. Aksi massa dilakukan rutin oleh PEGIDA dalam bentuk demonstrasi menentang pengungsi. Sementara itu AfD lebih sering membuat argumen mengenai ancaman melalui komentar di media dengan memperlihatkan pengungsi sebagai ancaman dari sudut pandang agama, ekonomi, dan stabilitas keamanan Jerman. Alternatif kebijakan juga diusulkan oleh AfD dan PEGIDA untuk memperkuat gambaran atas ketidaksempurnaan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. D. METODE PENELITIAN Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini ialah perubahan kebijakan pemberian suaka oleh pemerintah Jerman kepada pengungsi pada masa pemerintahan Angela M erkel pada tahun Dalam mengkaji isu ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni data yang dikumpulkan berasal dari buku, jurnal, media cetak, serta sumber-sumber online seperti artikel dan berita yang berkaitan dengan masalah ter sebut. Data yang didapat kemudian digunakan sebagai landasan informasi dalam penulisan skripsi. E. JANGKAUAN PENELITIAN Penelitian ini mempunyai jangkauan waktu pada tahun 2015 sampai 2016 ketika gelom bang pengungsi yang memasuki Uni Eropa, terutama Jerman 9

10 mengalami jumlah peningkatan yang cukup signifikan pada masa pemerintahan Angela Merkel. Proses kebijakan ini masih berlanjut dan penulis mempertimbangkan data bahwa pengungsi yang masuk ke Jerman dan sudah berada dalam proses mendapatkan suaka adalah pengungsi yang masuk pada tahun 2015 dan awal 2016 serta telah menjalani proses integrasi sosial dan masa penilaian yang rata-rata memakan waktu antara 5 6 bulan. Mengacu pada dinamika yang terjadi selama proses integrasi dan guna melihat efek yang ditimbulkan, penulis memberikan batasan jangkauan penelitian pada September BAB II PENANGANAN PENGUNGSI DI JERM AN Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Jerman tidak lepas dari latar belakang historis Jerman dan sikap negara-negara Uni Eropa terhadap pengungsi. 10

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dan free movement merupakan salah satu konsekuensi yang tidak terelakan dari adanya proses globalisasi. Meski demikian, arus migrasi yang meningkat drastis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis pengungsi di Eropa pada tahun Uni Eropa kini sedang

BAB I PENDAHULUAN. krisis pengungsi di Eropa pada tahun Uni Eropa kini sedang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Skripsi ini akan mengupas tentang kebijakan Jerman terhadap krisis pengungsi di Eropa pada tahun 2015-2016. Uni Eropa kini sedang berada di tengah gelombang

Lebih terperinci

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI BAB III KEBIJAKAN JERMAN TERHADAP PENGUNGSI DI EROPA Pada bab III akan dijelaskan mengenai kebijakan Jerman terhadap masalah pengungsi. Bab ini akan diawali dengan penjelasan mengenai aturanaturan apa

Lebih terperinci

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km 2 serta terletak di posisi strategis yang diapit

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak

BAB V. Kesimpulan. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak BAB V Kesimpulan Identitas sebuah negara memegang peranan besar dalam proses hubungan antar negara. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak memiliki kepentingan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Sebelum dipimpin oleh Erdogan, Hubungan Turki dengan NATO, dan Uni

BAB V KESIMPULAN. Sebelum dipimpin oleh Erdogan, Hubungan Turki dengan NATO, dan Uni BAB V KESIMPULAN Sebelum dipimpin oleh Erdogan, Hubungan Turki dengan NATO, dan Uni Eropa bisa dikatakan sangat dekat. Turki berusaha mendekat menjadi lebih demokratis. Turki menjadi angota NATO sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

A. PENYEBAB TERJADINYA KRISISI PENGUNGSI

A. PENYEBAB TERJADINYA KRISISI PENGUNGSI BAB II KRISIS PENGUNGSI DI EROPA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai krisis pengungsi di Eropa yang terjadi pada tahun 2015. Uraian mengenai krisis pengungsi di bagi dalam beberapa sub-bab yaitu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eropa untuk menetap dan mencari pekerjaan karena melihat majunya industri di

BAB I PENDAHULUAN. Eropa untuk menetap dan mencari pekerjaan karena melihat majunya industri di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uni Eropa telah banyak mengalami emigrasi maupun migrasi, paska perang dunia kedua banyak penduduk dari berbagai belahan dunia melakukan migrasi ke Eropa untuk

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

Implikasi Kebijakan Penerimaan Pengungsi terhadap Pembentukan Pandangan Baik bagi Jerman dan Eropa. Fauzi Firmansyah Prakoso

Implikasi Kebijakan Penerimaan Pengungsi terhadap Pembentukan Pandangan Baik bagi Jerman dan Eropa. Fauzi Firmansyah Prakoso Implikasi Kebijakan Penerimaan Pengungsi terhadap Pembentukan Pandangan Baik bagi Jerman dan Eropa Fauzi Firmansyah Prakoso 071411233007 Abstrak Artikel ini membahas tentang bagaimana kebijakan penerimaan

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, Irak, dan Suriah. 1

BAB I PENDAHULUAN. Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, Irak, dan Suriah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah Sejak 18 Desember 2010, telah terjadi suatu fenomena revolusi di Tunisia, Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, Irak, dan Suriah. 1 Fenomena revolusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic. Community (EEC), dan European Atomic Community (Euratom), kemudian

BAB V KESIMPULAN. European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic. Community (EEC), dan European Atomic Community (Euratom), kemudian BAB V KESIMPULAN Pada dasarnya dalam tahapan mencapai integrasi Eropa seperti sekarang melalui proses yang cukup panjang dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek hukum terpenting (par excellence) dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai subyek hukum internasional, hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara sekilas, judul tersebut cukup layak untuk disematkan dalam jajaran dunia

BAB I PENDAHULUAN. Secara sekilas, judul tersebut cukup layak untuk disematkan dalam jajaran dunia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG A man consists of a body, a soul, and a passport. 1 World at War, sebuah judul hiperbolik dari UNHCR yang mempublikasikan laporannya mengenai displaced person pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia BAB I - PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini ingin melihat kebijakan eksternal Uni Eropa (UE) di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai bentuk implementasi dari konsep kekuatan normatif. Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahan hidup (DePillis, Saluja, & Lu, 2015). Orang orang tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. bertahan hidup (DePillis, Saluja, & Lu, 2015). Orang orang tersebut tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis pengungsi bukanlah kasus yang baru di dunia. Sebelumnya, pada Perang Dunia II (1940-1945), lebih dari 40 juta manusia mengungsi untuk bertahan hidup (DePillis,

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perancis 19,5%, Italia 6,6%, dan Romans 0,4% ), Do not meddle in foreign disputes!, 5 yang artinya jangan ikut

BAB I PENDAHULUAN. Perancis 19,5%, Italia 6,6%, dan Romans 0,4% ), Do not meddle in foreign disputes!, 5 yang artinya jangan ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swiss adalah negara berbentuk konfederasi yang terletak di jantung Eropa antara Perancis, Jerman, Austria, Italia dan Liechtenstein, dengan total luas wilayah hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. dapat bertahan hidup. UNHCR mencatat di awal tahun 2015, sekitar 59,5 juta orang.

BAB I Pendahuluan. dapat bertahan hidup. UNHCR mencatat di awal tahun 2015, sekitar 59,5 juta orang. BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2014 diwarnai dengan peristiwa global yang sering disebut sebagai krisis pengungsi global. Tercatat, jutaan orang terpaksa meninggalkan tempat asalnya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar RESUME SKRIPSI Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar negara yang melintasi batas negara. Sebagian besar negara-negara di dunia saling

Lebih terperinci

Juli 2016 Undangan Doa Topik: Pengungsi 14 Juli 2016

Juli 2016 Undangan Doa Topik: Pengungsi 14 Juli 2016 Juli 2016 Undangan Doa Topik: Pengungsi 14 Juli 2016 Kemah Pengungsi Sudan Selatan (YWAM Middle East) Kami mengundang Anda untuk berdoa bagi situasi para pengungsi di seluruh dunia bulan ini. Mari bergabung

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI ANCAMAN KONFLIK. Disusun sebagai Karya Esai Kritis Limas Oleh: Elsa Safira Hestriana Ilmu Hubungan Internasional 2013

BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI ANCAMAN KONFLIK. Disusun sebagai Karya Esai Kritis Limas Oleh: Elsa Safira Hestriana Ilmu Hubungan Internasional 2013 BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI ANCAMAN KONFLIK Disusun sebagai Karya Esai Kritis Limas 2015 Oleh: Elsa Safira Hestriana Ilmu Hubungan Internasional 2013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PUITIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan 138 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Ideologi Posmarxisme Dalam Perkembangan Gerakan Anti Perang Masyarakat Global. Kesimpulan tersebut merujuk

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Skripsi ini akan mengupas mengenai alasan kebijakan luar negeri Uni Eropa memberikan dukungan terhadap Ukraina dalam kasus konflik gerakan separatisme pro-rusia di Ukraina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa untuk mendorong terbentuknya integrasi Eropa. Pada saat itu, Eropa mengalami

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator BAB V KESIMPULAN Amerika serikat adalah sebagai negara adidaya dan sangat berpengaruh di dunia internasional dalam kebijakan luar negerinya banyak melakukan berbagai intervensi bahkan invasi dikawasan

Lebih terperinci

BAB III SIKAP NEGARA ANGGOTA UNI EROPA TERHADAP KRISIS MIGRAN

BAB III SIKAP NEGARA ANGGOTA UNI EROPA TERHADAP KRISIS MIGRAN BAB III SIKAP NEGARA ANGGOTA UNI EROPA TERHADAP KRISIS MIGRAN 2011-2016 Ageing society dan kebutuhan akan pasokan tenaga kerja merupakan contoh faktor yang mempengaruhi bagaimana Eropa dahulu mulai melakukan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur,

DAFTAR PUSTAKA. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur, DAFTAR PUSTAKA 1. BUKU Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur, Hamid, Sulaiman, 2002, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional,PT Rajagrapindo Persada: Jakarta. Achmad,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk Indonesia yang dinamakan Indonesian Commission dan merupakan bagian dari Pusat Tindak Pencegahan

Lebih terperinci

BAB IV DESAKAN DARI KELOMPOK ANTI-ISLAM DAN PARTAI ALTERNATIF DI JERMAN

BAB IV DESAKAN DARI KELOMPOK ANTI-ISLAM DAN PARTAI ALTERNATIF DI JERMAN BAB IV DESAKAN DARI KELOMPOK ANTI-ISLAM DAN PARTAI ALTERNATIF DI JERMAN Ada banyak gerakan yang muncul di Jerman. Gerakan seperti Stürzenberger di Jerman dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan Stürzenberger

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Internasional yang bergerak untuk tujuan kemanusiaan. Pertama kali didirikan untuk

BAB V KESIMPULAN. Internasional yang bergerak untuk tujuan kemanusiaan. Pertama kali didirikan untuk BAB V KESIMPULAN Islamic Relief Worldwide merupakan salah satu organisasi Islam Internasional yang bergerak untuk tujuan kemanusiaan. Pertama kali didirikan untuk merespon kelaparan yang terjadi di Afrika

Lebih terperinci

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe. BAB V KESIMPULAN Studi ini menyimpulkan bahwa politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe merupakan konstruksi sosial yang dapat dipahami melalui konteks struktur sosial yang lebih luas. Khususnya

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan

BAB I. Pendahuluan. Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Skripsi ini berusaha menganalisa pengetatan kebijakan terhadap Imigran di Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan diperdalam pada skripsi

Lebih terperinci

BAB IV OPINI PUBLIK SEBAGAI PENYEBAB INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA

BAB IV OPINI PUBLIK SEBAGAI PENYEBAB INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA BAB IV OPINI PUBLIK SEBAGAI PENYEBAB INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA Dalam bab IV ini penulis akan menguraikan terkait dengan pilihan Rakyat Inggris terhadap keputusan keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa.

Lebih terperinci

sebagai mata uang bersama di antara negara anggota juga awalnya memberikan sebuah

sebagai mata uang bersama di antara negara anggota juga awalnya memberikan sebuah sebagai mata uang bersama di antara negara anggota juga awalnya memberikan sebuah mimpi indah dalam Uni Eropa ini. Euro membawa pengaruh yang signifikan baik bagi Eropa sendiri maupun ekonomi global. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

GREAT DEBATES IN INTERNATIONAL RELATIONS THEORY DEWI TRIWAHYUNI

GREAT DEBATES IN INTERNATIONAL RELATIONS THEORY DEWI TRIWAHYUNI GREAT DEBATES IN INTERNATIONAL RELATIONS THEORY DEWI TRIWAHYUNI WHAT IS GREAT DEBATES? Dalam Teori Hubungan Internasional, ada yang dikenal dengan istilah GREAT DEBATES, yaitu merujuk pada pedebatan para

Lebih terperinci

A. SEJARAH MASA PEMERINTAHAN NAZI

A. SEJARAH MASA PEMERINTAHAN NAZI BAB IV ASPEK NORMATIF DALAM KEBIJAKAN JERMAN TERHADAP PENGUNGSI Bab IV berisi tentang jawaban dari rumusan masalah skripsi yang disebutkan dalam bab I. Pembahasan di bab IV diawali dengan penjelasan mengenai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Islamic Relief Worldwide adalah salah satu organisasi Islam Internasional yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan pada tahun

Lebih terperinci

Eropa Pasca Perang Dingin.

Eropa Pasca Perang Dingin. Eropa Pasca Perang Dingin sudrajat@uny.ac.id/ Konstelasi Politik Global Runtuhnya Uni Soviet mengubah peta politik dunia dari bipolar menjadi multipolar. Amerika Serikat menjadi polisi dunia yang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada penelitian ini penulis akan menjelaskan tindakan pemerintah Jepang dalam kebijakan anti-bullying sebagai upaya penanganan ijime yang dilihat dari perspektif keamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan membantu kelompok yang sangat rentan ini.

BAB I PENDAHULUAN. dan membantu kelompok yang sangat rentan ini. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi dan perpindahan penduduk di dalam negeri merupakan persoalan yang paling sulit dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur badan organisasinya, Karena negara-negara anggota tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. struktur badan organisasinya, Karena negara-negara anggota tetap menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uni Eropa merupakan organisasi supranasional karena organisasi ini merupakan badan otonom. Uni Eropa memiliki keunikan tersendiri dalam struktur badan organisasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Oleh Hardy Merriman Aksi tanpa kekerasan menjadi salah satu cara bagi masyarakat pada umumnya, untuk memperjuangkan hak, kebebasan, dan keadilan. Pilihan tanpa

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

PEMILU JERMAN 2017: PARTAI, ISU DAN MASA DEPAN POLITIK JERMAN

PEMILU JERMAN 2017: PARTAI, ISU DAN MASA DEPAN POLITIK JERMAN PEMILU JERMAN 2017: PARTAI, ISU DAN MASA DEPAN POLITIK JERMAN EKO PRASOJO DEKAN DAN GURU BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA Sistem Pemilihan Umum di Jerman (Pemilihan Bundestag -1)

Lebih terperinci

NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang)

NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang) NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang) Ketidakamanan (insecurity) merupakan perpaduan dari threats

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, menjadi salah satu tujuan negara-negara asing untuk merebut. kepentingan nasionalnya di Timur Tengah.

BAB I PENDAHULUAN. ini, menjadi salah satu tujuan negara-negara asing untuk merebut. kepentingan nasionalnya di Timur Tengah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusia adalah negara terbesar di dunia yang terletak di sebelah timur Eropa dan utara Asia. Pada saat Uni Soviet, Rusia merupakan negara bagian terbesarnya dan

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB II SKEMA HUBUNGAN KERJASAMA UNI EROPA DALAM PILAR JUSTICE AND HOME AFFAIRS

BAB II SKEMA HUBUNGAN KERJASAMA UNI EROPA DALAM PILAR JUSTICE AND HOME AFFAIRS BAB II SKEMA HUBUNGAN KERJASAMA UNI EROPA DALAM PILAR JUSTICE AND HOME AFFAIRS Integrasi Uni Eropa berdiri diatas salah satu pilar kerjasama justice and home affairs yang mengatur berbagai kerjasama, salah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat

BAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat BAB V KESIMPULAN Perubahan iklim telah berdampak pada ekosistem dan manusia di seluruh bagian benua dan samudera di dunia. Perubahan iklim dapat menimbulkan risiko besar bagi kesehatan manusia, keamanan

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MENDORONG INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MENDORONG INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MENDORONG INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA Pada bab empat ini penulis akan menjelaskanhubungan Inggris dengan Uni Eropa dalam konteks internasional dengan membahas beberapa kebijakan

Lebih terperinci

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan Terlibat Dalam Lord's Resistance Army Disarmament and Northern Uganda Recovery Act Lord s Resistance Army (LRA) suatu kelompok pemberontak

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

BAB III ALASAN PENCARI SUAKA SURIAH LEBIH MEMILIH JERMAN DARI PADA NEGARA EROPA LAINNYA

BAB III ALASAN PENCARI SUAKA SURIAH LEBIH MEMILIH JERMAN DARI PADA NEGARA EROPA LAINNYA BAB III ALASAN PENCARI SUAKA SURIAH LEBIH MEMILIH JERMAN DARI PADA NEGARA EROPA LAINNYA Di dalam bab sebelumnya telah dibahas tentang pengungsi Suriah ke beberapa negara regional, yaitu Turki, Libanon,

Lebih terperinci

Kebijakan Jerman Terhadap Krisis Pengungsi Eropa Tahun

Kebijakan Jerman Terhadap Krisis Pengungsi Eropa Tahun Kebijakan Jerman Terhadap Krisis Pengungsi Eropa Tahun 2015-2016 Tasya Prima Avissa 20130510112 Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tasyaprimavs@gmail.com Abstract The European Union

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji teks-teks pemberitaan media Jerman sekait isu teorisme dalam kaitannya dengan Islam. Penjelasan dalam Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

JERMAN SEBAGAI NEGARA TUJUAN UTAMA PENGUNGSI SURIAH DI EROPA (2015) Abstract & Abstraksi

JERMAN SEBAGAI NEGARA TUJUAN UTAMA PENGUNGSI SURIAH DI EROPA (2015) Abstract & Abstraksi 1 JERMAN SEBAGAI NEGARA TUJUAN UTAMA PENGUNGSI SURIAH DI EROPA (2015) GERMANY AS THE MAIN DESTINATION OF SYRIAN REFUGEE IN EUROPE (2015) Umiati Lesnussa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tasmanian Wilderness oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Tasmanian

BAB 1 PENDAHULUAN. Tasmanian Wilderness oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Tasmanian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini mendiskusikan tentang politisasi kawasan konservasi Tasmanian Wilderness oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Tasmanian Wilderness merupakan salah

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci