SKRIPSI. Oleh Seti Nevi Arnesta Tondang NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI. Oleh Seti Nevi Arnesta Tondang NIM"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BABA BAGI SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS D II SEKOLAH LUAR BIASA DHARMA RENA RING PUTRA 2 YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Seti Nevi Arnesta Tondang NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA APRIL 2015

2 PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BABA BAGI SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS D II SEKOLAH LUAR BIASA DHARMA RENA RING PUTRA 2 YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Seti Nevi Arnesta Tondang NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA APRIL 2015 i

3

4

5

6 MOTTO Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku (Mzm 23: 1) v

7 PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada: 1. Tuhan Yang Maha Kuasa, sumber segala kebijaksanaan 2. Kedua orangtuaku: Ayah, Ibu yang dalam setiap untaian doanya namaku disebutkan 3. Saudari-saudariku di Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD) yang selalu menyemangati, dan mendukungku 4. Almamaterku vi

8 PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BABA BAGI SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS D II SLB DHARMA RENA RING PUTRA 2 YOGYAKARTA Oleh Seti Nevi Arnesta Tondang NIM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan metode pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan dua orang siswa tunagrahita ringan di kelas II Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes hasil belajar. Data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persiapan dan pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tahapan-tahapan yang direncanakan. Guru memiliki kemampuan yang baik dalam menggunakan media Baba melalui persiapan dan metode yang sesuai yakni tanya jawab, demonstrasi dan penugasan. Siswa juga memiliki keterampilan menggunakan media Baba yang baik. Kemampuan membaca permulaan para siswa yang mencakup: pelafalan, intonasi, dan kelancaran tergolong baik. Subjek penelitian baik ALK maupun JLS memiliki kemampuan membaca permulaan yang sangat baik. Hasil observasi, wawancara, dan hasil tes menunjukkan Siswa ALK dalam pelafalan memiliki skor 3, intonasi dan kelancaran skor 4, dengan rata-rata sebesar Sementara Siswa JLS dalam pelafalan dan kelancaran memiliki skor 3, intonasi dengan skor 4, dengan rata-rata sebesar Kata kunci: anak tunagrahita ringan, pelaksanaan pembelajaran, membaca permulaan, media Baba. vii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Mumpuniarti, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan, masukan-masukan, serta dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Pujaningsih, M.Pd., selaku pembimbing II yang penuh kesabaran, kearifan, dan bijaksana telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tidak hentihentinya di sela-sela kesibukannya. 3. Drs. Edy Dwiyanta, selaku Kepala Sekolah SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 4. Dra. Suryani, selaku Guru SLB Dharma Rena Ring Yogyakarta yang telah meluangkan waktunya dan bersedia menjadi responden penelitian. 5. Kedua orang siswa yang telah bersedia menjadi subjek penelitian ini. 6. Kedua orangtuaku tercinta dan saudara-saudariku tersayang yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan selalu memanjatkan doa-doa kepada Tuhan demi keberhasilan penulis. viii

10 7. Pimpinan Kongregasi SFD yang telah memberikan perhatian, dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan penulisan skripsi ini. 8. Seluruh suster-suster anggota komunitas Rajawali Yogyakarta yang telah memberikan dukungan, semangat, dan dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung. 9. Ucapan terima kasih pula disampaiakan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu demi satu yang telah memberikan dukungan moral, bantuan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belumlah sempurna. Sehubungan dengan itu, masukan dan kritik yang membangun sangat dinantikan demi menyempurnakan skripsi ini. Penulis Seti Nevi Arnesta Tondang ix

11 DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR BAGAN... xv DAFTAR LAMPIRAN.... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 8 C. Fokus Penelitian... 9 D. Perumusan Masalah... 9 E. Tujuan Penelitian... 9 F. Manfaat Penelitian... 9 G. Definisi Operasional BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Anak Tunagrahita Ringan Pengertian Tunagrahita Ringan Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan B. Membaca Permulaan Pengertian Membaca Permulaan x

12 2. Tujuan Pembelajaran Membaca Permulaan Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita Ringan Metode Membaca Permulaan Faktor yang mempengaruhi Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita Ringan C. Metode dan Media Pembelajaran Pengertian Metode Pembelajaran Jenis-jenis Metode Pembelajaran Media Pembelajaran D. Media Baba sebagai Media Pembelajaran Membaca Permulaan Pengertian dan Perlengkapan Media Baba Penggunaan Media Baba dalam Membaca Permulaan siswa Tunagrahita Langkah-langkah Penggunaan Media Baba dalam Membaca Permulaan Kelebihan dan Kelemahan Media Baba Hal-hal Teknis dalam Penggunaan Media Baba E. Evaluasi Hasil Belajar Pengertian Evaluasi Pembelajaran Teknik-teknik Hasil Evaluasi Belajar Evaluasi Hasil Belajar Siswa Tunagrahita Ringan dalam Pembelajaran Membaca Permulaan F. Penelitian yang Relevan G. Kerangka Pikir H. Pertanyaan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian B. Tempat Penelitian C. Waktu Penelitian D. Subjek Penelitian E. Jenis dan Sumber Data xi

13 F. Teknik Pengumpulan Data G. Instrumen Penelitian H. Teknik Keabsahan Data I. Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian B. Deskripsi Subjek Penelitian C. Hasil Penelitian D. Pembahasan E. Limitasi Penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

14 DAFTAR TABEL Tabel 1 Observasi pada Pembelajaran Bahasa Indonesia... 4 Tabel 2 Wawancara dengan Guru di Kelas D II SLB C Darma Rena Ring Yogyakarta... 5 Tabel 3 Kisi-kisi Lembar Observasi Naratif Tabel 4 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Tabel 5 Kisi-kisi Lembar Tes Membaca Permulaan Tabel 6 Tahapan-tahapan Pelaksanaan Metode Pembelajaran dengan Menggunakan Media Baba bagi Siswa Tunagrhita Ringan Tabel 7 Observasi Penerapan Penggunaan Media Baba pada Guru Bahasa Indonesia Kelas DII SLB C Darma Rena Tabel 8 Metode Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan Media Baba bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas DII SLB C Darma Rena Ring Putra Tabel 9 Observasi Mengenai Keterampilan Siswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Media Baba Tabel 10 Observasi Mengenai Respon Siswa saat Pelaksanaan Pembelajaran Dengan Menggunakan Media Baba Tabel 11 Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Ringan Melalui Media Baba Tabel 12 Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas DII SLB C Dharma Rena Ring hal xiii

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kotak Abjad Baba Gambar 2. Buku Penyerta 1 & Gambar 3. Almari Abjad Baba Gambar 4. Gambar-gambar Peraga Baba Gambar 5. Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) Gambar 6. Kotak Abjad Baba Gambar 7. Gambar-gambar Peraga Gambar 8. Peletakan Media Almari Baba Gambar 9. Perencanaan Meja Belajar Bagi Siswa Tunagrahita untuk Mem- Peraktikkan Pengetahuan Secara Individual Gambar 10. Penyediaan Peraga Nama-nama Binatang Gambar 11. Siswa Bergantian Menyusun Huruf yang telah di sediakan di Almari Abjad Baba Gambar 12. Siswa Menyusun Abjad dan Kemudian Menulis di buku Tulis Masing-masing Gambar 13. Guru Mendampingi Siswa saat Menyusun Abjad Menggunakan Media Baba Gambar 14. Penugasan Siswa untuk Mengerjakan Tugas yang diberikan Guru Dengan Menyusun Huruf-huruf pada Kotak Abjad Baba hal xiv

16 DAFTAR BAGAN Bagan 1. Kerangka Berpikir Penelitian hal xv

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Observasi Pra Penelitian Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Media Baba di SLB/ C Dharma Rena Ring Lampiran 2. Pedoman Wawancara dengan Guru Pra Penelitian Lampiran 3. Lembar Observasi Persipan dan Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan Media Baba Lampiran 4. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Media Baba Lampiran 5. Lembar Observasi Metode dalam Pelaksanaan Pembelajaran Dengan Menggunakan Media Baba Lampiran 6. Lembar Observasi Mengenai Keterampilan Siswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran Membaca dengan Media Baba Lampiran 7. Lembar Observasi Respon Siswa saat Pelaksanaan Pembelajaran Membaca dengan Menggunakan Media Baba Lampiran 8. Lembar Observasi Membaca Permulaan Siswa dengan Menggunakan Media Baba Lampiran 9. Hasil Tes Evaluasi Belajar Membaca Permulaan Siswa Lampiran 10. Pedoman Wawancara dengan Guru Lampiran 11. Pedoman Wawancara dengan Orangtua Siswa Lampiran 12. Catatan Lapangan Lampiran 13. Gambar Kegiatan Penelitian Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Baba Lampiran 14. Profil Sekolah SLB/C Dharma Rena Ring Putra Lampiran 15. Data Siswa Lampiran 16. Surat-surat Penelitian hal xvi

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014, jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia mencapai angka orang dan sebanyak 2% di antaranya merupakan anak tunagrahita. Tunagrahita merupakan istilah yang diambil dari kata tuna dan grahita. Tuna berarti merugi sedangkan grahita berarti pikiran. Istilah tunagrahita semula disebut juga dengan retardasi mental (mental retardation) atau kondisi kemampuan intelektual yang berada di bawah rata-rata anak-anak normal. Tetapi saat ini, istilah tersebut telah diganti oleh American Association on Intellectual Developmental Disorder (AAIDD) dengan istilah intellectual disability (disabilitas intelektual atau hambatan intelektual) atau intellectual developmental disorder (gangguan perkembangan intelektual). Menurut AAIDD, disabilitas intelektual atau tunagrahita adalah suatu disabilitas yang diderita sejak periode perkembangan yang ditandai dengan ketidakmampuan fungsi intelektual dan ketidakmampuan fungsi adaptif baik pada domain konseptual, sosial maupun praktis (American Psychiatric Association, 2013: 33). Anak-anak yang tergolong tunagrahita pada dasarnya mengalami keterlambatan baik dalam perkembangan sosial maupun kecerdasannya. Karena itu, sekalipun tergolong anak tunagrahita ringan, anak-anak tersebut tentu tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, namun masih 1

19 dapat dimungkinkan untuk memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan tertentu walaupun hasilnya kurang maksimal. Untuk itu, dibutuhkan sekolah khusus bagi anak-anak yang terlahir dengan tunagrahita. Salah satunya pendidikan khusus tersebut adalah Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) untuk anak-anak yang menyandang tunagrahita baik tunagrahita mampu latih maupun mampu didik (ringan). Di Daerah Istimewa Yogyakarta salah satu sekolah yang secara khusus menangani anak-anak tunagrahita adalah SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SLB ini adalah mata pelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia untuk SDLB, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi empat aspek, yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (BSNP, 2006: 66). Dari empat aspek tersebut, aspek membaca merupakan salah satu sasaran yang diajarkan di SDLB khususnya bagi anakanak tunagrahita mampu didik. Aspek membaca mencakup membaca permulaan dan membaca lanjut (Amin, 1995: 206). Membaca permulaan merupakan komponen dari komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi 2

20 bahasa atau huruf alpabet menjadi lambang-lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf alphabet. Pada tingkat membaca permulaan di SDLB C, proses pengubahan inilah yang terutama dibina dan dikuasai oleh siswa tunagrahita ringan pada tahun permulaan di sekolah. Keterbatasan kecerdasan membuat siswa tunagrahita ringan kurang mampu memusatkan perhatian, mengikuti petunjuk, dan kurang mampu untuk menghindari diri dari bahaya. Siswa cepat lupa, cenderung pemalu, kurang kreatif dan inisiatif, perbendaharaan katanya terbatas, dan memerlukan waktu belajar yang relatif lama sehingga siswa sulit mengikuti dan memahami keterampilan membaca permulaan. Padahal, bagi siswa tunagrahita, kemampuan membaca sangat diperlukan bukan saja untuk dapat mempelajari hal-hal akademis tetapi juga agar dapat membantu siswa mengenali sejumlah petunjuk tertulis yang penting dalam kehidupan seharihari. Mengingat pentingnya kemampuan membaca bagi siswa tunagrahita tetapi tidak mudah bagi mereka untuk menguasai kemampuan tersebut, maka sangat diperlukan adanya penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi angka kecerdasan yang dimiliki siswa berkebutuhan khusus tersebut. Metode pembelajaran membaca permulaan yang sesuai, dapat mempermudah siswa tunagrahita dalam membaca permulaan. Salah satu metode yang sesuai adalah penggunaan media pembelajaran yang menarik, mudah dikuasai dan efektif membantu siswa menguasai kemampuan yang diperlukan. Dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai, maka siswa akan memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan 3

21 karakteristiknya sebagai siswa tunagrahita. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi perlu menggunakan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan tercipta kegiatan belajar mangajar yang ramah dan menyenangkan, dan dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita ringan. Di SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta, sebagaimana hasil observasi peneliti pada tanggal 20 Maret 2012, dapat diketahui bahwa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa tunagrahita ringan kelas dasar II di SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta, ditemukan minimnya media pembelajaran yang digunakan guru saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan beberapa hal terkait dengan metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar siswa tunagrahita. Tabel 1. Observasi Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Topik/Kompetensi Metode Pembelajaran Hasil Pelajaran Bahasa Indonesia: membaca permulaan - guru menggunakan metode ceramah tanpa media/alat peraga - guru meminta siswa untuk menirukan ucapan guru sesuai dengan tulisan kata yang ada di papan tulis - guru menutup pelajaran dengan meminta siswa untuk mencatat kata di buku tulis masing-masing - guru memeriksa tulisan siswa - guru membawa siswa keliling sekolah dari kelas yang satu ke kelas yang lain dan meminta siswa membaca dengan nyaring tulisan yang ada pada papan kelas dengan cara bergantian dengan menirukan ucapan guru Sumber: Hasil Observasi Maret Siswa terlihat kesulitan dalam mengikuti pembelajaran - siswa pasif/tidak kreatif Hasil observasi tersebut memperlihatkan bahwa guru dalam mengajar siswa tunagrahita masih menerapkan metode pembelajaran yang tidak jauh 4

22 beda dengan pembelajaran pada siswa dengan kondisi normal, misalnya menggunakan kapur tulis dan papan tulis. Metode yang demikian terlihat kurang menarik minat siswa tunagrahita. Ketika pembelajaran membaca sedang berlangsung di kelas, tampak siswa kurang antusias dalam mengikutinya. Siswa tampak sibuk sendiri hal ini ditunjukkan dengan sikap mempermaikan pensil dengan memukulkannya pada meja, posisi duduk cenderung memperlihatkan sikap bermalas-malasan seperti meletakkan kepala di atas meja, perhatian mudah teralih dengan sistuasi di luar kelas. Para siswa menjadi kurang aktif, karena hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh guru saat pembelajaran. Hal ini dapat berdampak cepat atau lambatnya kemampuan siswa menguasai keterampilan membaca permulaan. Selain hasil observasi, hasil wawancara dengan guru juga menyatakan bahwa dengan penerapan metode pembelajaran yang kurang sesuai dengan kondisi siswa tunagrahita berdampak pada kemampuan siswa yang lambat dalam memahami keterampilan membaca permulaan. Rincian hasil wawancara tersebut tampak dalam tabel berikut: Tabel 2. Wawancara dengan Guru di Kelas II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta Topik/ Kompetensi Pelajaran Bahasa Indonesia: membaca permulaan Hasil wawancara - Kemampuan siswa membaca permulaan masih rendah - Sebagian siswa belum mengenal huruf - kesulitan dalam membaca yang terdiri dari lima huruf - membaca dengan mengeja suku kata dengan jeda lama yang terdiri dari dua suku kata - Siswa cepat lupa dengan apa yang diajarkan terutama setelah libur sekolah Sumber: Hasil Wawancara Maret,

23 Hasil wawancara tersebut memperlihatkan bahwa dengan metode pembelajaran tanpa didukung media pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa tunagrahita tersebut menyebabkan: kemampuan siswa dalam membaca permulaan masih rendah, sebagian siswa belum mengenal semua huruf dan kesulitan dalam membaca yang terdiri dari lima huruf, membaca dengan mengeja suku kata dengan jeda lama yang terdiri dari dua suku kata, dan siswa cepat lupa dengan apa yang diajarkan terutama setelah libur sekolah. Kondisi pembelajaran seperti yang terjadi di SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta jelas membutuhkan adanya metode pembelajaran yang menggunakan media yang lebih menarik minat siswa dan membuat mereka aktif selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar siswa tunagarahita ringan kelas Dasar II di SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta, dalam proses pembelajaran membaca adalah dengan media Baba. Media pembelajaran ini sebenarnya sudah dikenal oleh beberapa guru terutama guru Bahasa Indonesia di SLB ini. Sekalipun demikian, media tersebut jarang digunakan dalam proses belajar mengajar terutama dalam melatih kemampuan membaca para siswa. Media Baba yang dimaksud adalah sarana atau alat bantu untuk pembelajaran membaca permulaan, yang diterbitkan oleh Kanisius dan diciptakan oleh Br. Ewald Merkx, MTB, yang sudah mendapat pengesahan SK Dirjen Dikdesmen Depdikbud SK No. 250/C.C6/Kep/LK/2000 dan 6

24 merupakan alat bantu untuk pembelajaran membaca di taman Kanak-Kanak tingkat B sampai kelas satu sekolah dasar. Media ini juga berguna untuk Remedial Teaching atau Sekolah Luar Biasa. Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, melalui media Baba ini siswa dapat belajar sesuai dengan kompetensinya secara aktif. Media ini juga melibatkan keaktifan siswa baik fisik maupun psikis dalam pembelajaran membaca, adanya unsur bermain sambil belajar yang tidak memberatkan kognitif siswa. Media Baba dirancang secara khusus sesuai karakterestik siswa untuk digunakan pada membaca permulaan siswa. Menurut Merkx (2000:3), penggunaan media ini akan menampakkan hasil yang optimal jika digunakan selama 30 menit pada setiap hari. Melihat efektivitas dari penerapan metode pembelajaran pada beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan media pembelajaran Baba ini, maka hal yang sama juga telah diterapkan atau dipraktikkan di kelas Dasar II SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakrata. Penerapan metode pembelajaran dengan media Baba ini didasarkan pada kondisi kemampuan pemahaman siswa tunagrahita ringan mengenai keterampilan membaca permulaan pada pembelajaran bahasa Indonesia yang masih rendah, kemampuan berpikir abstrak siswa tunagrahita ringan yang juga masih rendah. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai pelaksanaan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba ini, peneliti tertarik untuk 7

25 melakukan kajian secara lebih mendalam tentang pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan Media Baba pada siswa tunagrahita ringan kelas D II SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Keterbatasan-keterbatasan siswa tunagrahita yang kompleks membawa konsekuensi pada kesulitan siswa dalam mengikuti pelajaran-pelajaran akademik yang antara lain mengalami kesulitan dalam memahami keterampilan membaca permulaan. 2. Penggunaan media dalam pembelajaran membaca masih terbatas. Akibatnya, pembelajaran menjadi kurang menarik minat siswa sehingga dapat berpengaruh pula pada partisipasi aktif dalam pembelajaran membaca serta cepat atau lambatnya penguasaan siswa atas kemampuan membaca permulaan. 3. Media Baba dalam pembelajaran membaca permulaan belum digunakan secar secara rutin dalam pembelajaran membaca permulaan bagi siswa tunagrahita ringan. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba belum dikaji dan dievaluasi secara menyeluruh dalam pembelajaran membaca permulaan. 8

26 C. Fokus Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, fokus penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakart? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB/C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi siswa tunagarahita ringan. Manfaat tersebut antara lain: 9

27 1. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat memberikan variasi metode pembelajaran membaca permulaan yang menyenangkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca mereka. b. Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi salah satu sarana alternatif untuk dapat menguasai metode pembelajaran membaca dengan media Baba sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan. c. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan penetapan kebijakan pelaksanaan kurikulum sekolah dengan menggunakan media Baba dalam pembelajaran membaca pemulaan. 2. Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan penjelasan ilmiah tentang penggunaan media Baba dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia membantu siswa tunagrahita ringan untuk dapat menguasai kemampuan membaca permulaan. G. Definisi Operasional 1. Anak tunagrahita menurut American Association of Intellectual Disability Disorder (AAIDD) adalah suatu disabilitas yang diderita sejak periode perkembangan yang ditandai dengan ketidakmampuan fungsi intelektual dan ketidakmampuan fungsi adaptif baik pada domain konseptual, sosial maupun praktis. 10

28 2. Kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita ringan adalah keterampilan mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi sistem bunyi. 3. Media Baba adalah alat peraga pembelajaran bahasa Indonesia untuk membantu pelajaran membaca permulaan dengan menyusun huruf menjadi kata yang bermakna, dengan tepat dan lancar yang dilakukan oleh siswa kelas Dasar II anak tunagrahita ringan. Media ini menggunakan empat komponen penting yakni: kotak abjad Baba, buku penyerta, almari Baba dan gambar-gambar peraga Baba. Kotak abjad Baba digunakan secara individual sedangkan almari Baba sebagai sarana pembelajaran klasikal. 11

29 BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini berisi kajian kepustakaan tentang beberapa pokok gagasan yang menjadi kerangka teori penelitian ini. Beberapa konsep teoritis tersebut antara lain tentang pengertian dan karakteristik anak tunagrahita ringan, kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita, metode pembelajaran membaca permulaan, pengertian serta penggunaan media Baba sebagai media pembelajaran membaca permulaan bagi anak tunagrahita ringan dan evaluasi hasil belajar membaca permulaan dengan media Baba. A. Anak Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Anak tunagarahita ringan merupakan salah satu kategori anak tunagrahita dan sering disebut pula sebagai anak yang mampu didik. Dalam kategori terbaru oleh AAIDD, tunagrahita ringan tergolong dalam disabilitas intelektual dengan level keparahan menengah (mild level of severity). Penggolongan tersebut berdasarkan fungsi adaptif anak bukan skor IQ karena fungsi adaptif inilah yang menentukan tingkat dukungan seperti apa yang dibutuhkan dari anak tunagrahita (dalam American Psychiatric Associaton, 2013: 33). Jauh sebelum definisi terbaru di atas, AAMD atau American Association on Mental Deficiency (dalam Mumpuniarti 2007: 9) menyebut tunagrahita ringan dengan istilah mild mentally retarded dengan 12

30 pengertian, Mental retardation refers to significantly subaverage general intellectually functioning existing concurrently with deficits in adaptive behavior, and manifested during the developmental period. Artinya, retardasi mental merupakan keadaan fungsi intelektual umum di bawah rata-rata normal, dan terjadi bersamaan dengan kekurangan pada perilaku adaptif, kondisi ini ditampilkan selama periode perkembangan. Wantah (2007: 10) mengemukakan bahwa berdasarkan data menunjukkan kira-kira 85% dari anak reterdasi mental tergolong mental ringan, memiliki IQ antara 50-75, dapat mempelajari keterampilan, dan akademik sampai kelas enam Sekolah Dasar. Efendi (2006: 90) mendefinisikan bahwa anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, namun masih dapat dimungkinkan untuk memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya kurang maksimal. Menurut Amin (dalam Wantah, 2007: 10) anak tunagrahita ringan memiliki kemampuan berbicara, tetapi perbendaharaan kata-katanya sangat kurang. Kurangnya perbendaharaan kata mengakibatkan anak tunagrahita ringan kesulitan untuk berpikir abstrak, tetapi dapat mengikuti pendidikan dengan baik di SD, maupun di SLB-C. Selanjutnya Sutjihati Somantri (2006: 106) menyatakan bahwa Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) anak tunagrahita ringan memiliki IQ antara Anak masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana serta dapat memperoleh penghasilan 13

31 untuk dirinya sendiri dengan bimbingan dan pendidikan yang baik. Menurut Bratanata (dalam Efendi, 2006: 110) Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki taraf kecerdasan yang sangat rendah sehingga dalam perkembangan akademik sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang memiliki kemampuan adaptif yang paling baik dengan IQ berkisar antara Tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya menyebabkan kesulitan berpikir abstrak dan keterbatasan di bidang kognitif sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya membutuhkan bimbingan khusus. Implikasi pada penelitian ini yaitu adanya penggunaan media pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang pelajaran akademik (membaca permulaan) sesuai dengan kebutuhan anak tunagrahita yakni memperkenalkan kosakata sederhana (nama-nama hewan dan buah-buahan) dalam pembelajaran bahasa Indonesia sehingga bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Sebagaimana anak disabilitas intelektual umumnya, tunagrahita ringan memiliki kekurangan pada fungsi adaptif baik pada domain konseptual, sosial maupun praktis. Menurut AAIDD (dalam APA, 2013: 14

32 34), karakteristik anak tungrahita ringan (mild level severity) pada masingmasing domain antara lain: a. Domain konseptual: pada anak pra-sekolah belum ada perbedaan konseptual yang jelas. Pada anak usia sekolah dan dewasa, terdapat kesulitan dalam mempelajari keahlian akademik seperti membaca, menulis, berhitung, baik waktu maupun uang. Pada usia dewasa, tidak dapat berpikir abstrak apalagi untuk fungsi-fungsi eksekutif seperti merencanakan, menyusun strategi, menyusun prioritas maupun fleksibilitas kognitif; dan memiliki daya ingat yang singkat. b. Domain sosial: tidak matang dalam interaksi sosial seperti kesulitan berkomunikasi dengan teman sebaya, berkomunikasi hanya untuk hal konkrit, sulit mengatur emosi dan perilaku yang sesuai usianya, dan memiliki pemahaman yang terbatas tentang resiko situasi sosial dan mudah dibohongi oleh orang lain. c. Domain praktis: ketika dewasa, individu mungkin memiliki kemampuan merawat dirinya secara baik tetapi membutuhkan bantuan untuk tugas sehari-hari yang kompleks seperti berbelanja, bepergian, merawat anak dan rumah, memperhatikan asupan gizi dan pengaturan keuangan. Individu juga tidak bisa terlibat dalam persaingan pencarian pekerjaan dan harus dibantu dalam pengambilan keputusan atas kesehatannya dan atas persoalan hukum. 15

33 Selain itu, Lumbantobing (2001: 7) mengemukakan bahwa, individu dengan reterdasi mental ringan dapat menggunakan bahasa dalam keperluan sehari-hari, dapat mengurus diri sendiri, namun dalam bidang akademik mengalami kesulitan khususnya dalam hal membaca dan menulis. Akan tetapi, mereka dapat ditolong dengan pendidikan yang disusun secara khusus untuk meningkatkan kecakapannya dan mengkompensasikan (mengalihkan) hambatannya. Anak tunagrahita ringan juga memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan anak normal. Secara fisik anak tunagrahita sama seperti dengan anak normal pada umumnya. Perbedaannya adalah anak tunagrahita ringan memiliki kesulitan berfikir abstrak dan keterbatasan di bidang kognitif. Hal ini berimplikasi pada aspek kemampuan lainnya yaitu perhatian, ingatan, dan kemampuan generalisasi, yang digunakan dalam proses belajar. Karena itu, anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan di bidang akademik, miskin perbendaharaan bahasa, serta perhatian dan ingatan yang lemah (Mumpuniarti, 2007: 16-17). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Somantri (2007: ) bahwa karakteristik anak tunagarahita ringan antara lain: keterbatasan dalam penguasaan bahasa, pemusatan perhatian, dan akademiknya yang kurang. Selain itu, dibantu dengan memberikan semangat, juga mengulang perbendaharaan kata-kata hingga pengulangan tugas dari yang sederhana ke arah yang lebih sulit, dengan menggunakan pendekatan yang konkret. Walaupun demikian, mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan 16

34 berhitung sederhana dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak tunagrahita ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Efendi (2006: 98) mengemukakan beberapa karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai berikut. a. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir. b. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi. c. Kemampuan sosialisasinya terbatas. d. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit. e. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi. f. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD. James dan Pages (dalam Mumpuniarti, 2003:24) menguraikan karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai berikut: a. Ciri Kecerdasan Kapasitas belajar sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak, anak lebih banyak belajar dengan cara membeo bukan pengertian. b. Ciri Fungsi Mental Anak tunagrahita mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkauan perhatian sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas, pelupa dan mengalami kesukaran mengungkap kembali ingatan, kurang mampu membuat asosiasi, serta sukar membuat kreasi baru. Sehingga dalam proses pembelajaran, pelajaran yang diberikan harus berulang-ulang hingga mencapai tujuan pembelajaran. 17

35 Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagarahita ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) IQ anak berkisar antara 55-70, (2) pada umumnya secara fisik tidak jauh berbeda dengan anak normal, (3) kurang mampu berpikir abstrak, maka dibutuhkan benda konkret dalam pembelajaran, (4) kesulitan di bidang akademik (membaca dan menulis), miskin perbendaharaan bahasa, serta perhatian dan ingatan yang lemah sehingga mengalami hambatan dalam pelajaran di sekolah, (5) dapat mencapai kemampuan akademik tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD. B. Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Permulaan Membaca permulaan di Sekolah Dasar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan mendasar karena menjadi landasan untuk membekali pengetahuan pada jenjang selanjutnya. Membaca juga merupakan keterampilan berbahasa yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Membaca merupakan proses aktif yang bertujuan dan memerlukan strategi. Sejumlah ahli memberikan definisi yang berbeda-beda. Hadgson (dalam Tarigan, 2008: 7) mengemukakan bahwa membaca ialah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Selanjutnya Anderson (dalam Tarigan, 2008: 7) berpendapat bahwa membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis. 18

36 Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process). Menurut Ahmad dan Darmiyati (2001: 56) membaca merupakan kemampuan berbahasa tulis. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Farida (2008: 2), bahwa membaca adalah suatu proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam proses membaca, yaitu recoding, decoding, meaning. Recoding merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyi sesuai dengan tulisan yang digunakan, sedang proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Hal ini berlangsung pada kelas awal (I, II, III). Sementara proses meaning adalah keterampilan memahami makna yang lebih ditekankan pada kelas tinggi di sekolah dasar. Tony Buzan (dalam Hernowo 2003:19) mengemukakan bahwa membaca merupakan kegiatan mengenal simbol-simbol yang berbentuk abjad dalam buku. Lebih lanjut dikatakan Spodek dan Saracho (dalam Ahmad dan Darmiyati 2001: 31) bahwa membaca merupakan proses yang dilakukan untuk memperoleh makna dengan cara mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna. Mengacu pada beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan membaca permulaan adalah kemampuan salah satu kegiatan berbahasa yang mengubah bahasa tulisan menjadi bersuara dengan melisankan suatu tulisan melalui media kata-kata dengan tujuan ingin 19

37 mengetahui isinya. Membaca permulaan dalam penelitian ini menitik beratkan pada pengenalan huruf-huruf atau simbol-simbol bahasa tulis dan terampil dalam mengubah huruf tersebut menjadi suara. 2. Tujuan Pembelajaran Membaca Permulaan Pembelajaran membaca permulaan erat kaitanya dengan menulis permulaan, sebelum mengajarkan menulis guru terlebih dahulu mengenalkan bunyi suatu tulisan atau huruf yang terdapat pada kata-kata dalam kalimat. Kemampuan ini diajarkan di kelas-kelas rendah yang bertujuan menanamkan kemampuan merubah bahasa tulis (huruf) menjadi bahasa suara (bunyi). Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang tujuan pembelajaran membaca permulaan. Menurut Soejono (1983: 19), tujuan membaca permulaan secara singkat dipaparkan sebagai berikut. a. Mengenalkan pada para siswa huruf-huruf abjad, sebagai tanda suara atau tanda bunyi. b. Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara. Kata adalah lambang pengertian. c. Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan menyuarakannya wajib dalam waktu singkat dapat dipraktekkan dalam membaca lanjut. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tarigan (2008: 12) bahwa dalam usaha menguasai kemampuan membaca permulaan adalah bersifat teknis yang secara garis besar dipaparkan sebagai berikut; a. Pengenalan bentuk huruf b. Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain) 20

38 c. Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau to bark at print ) d. Kecepatan membaca ke taraf lambat Selanjutnya Munawir (2005: ), berpendapat bahwa tujuan membaca permulaan dalam membaca teknis adalah proses decoding atau mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi sistem bunyi. Secara lebih operasional membaca teknis atau pengenalan kata menuntut kemampuan sebagai berikut; a. Mengenal huruf kecil dan huruf besar b. Mengucapakan bunyi (bukan nama) huruf, terdiri atas; 1) konsonan tunggal (b, d, h, k ) 2) vokal (a, i, e, o) 3) konsonan ganda (kr, gr, tr ) 4) diftong (ai, au, oi); c. Mengabungkan bunyi membentuk kata (s a y a, i b u); d. Variasi bunyi (/u/ pada kata pukul, /o/ pada toko dan pohon ); e. Menerka kata menggunakan konteks; f. Menggunakan analisis struktural untuk identifikasi kata (kata ulang, kata majemuk, imbuhan). Berdasarkan beberapa tujuan membaca permulaan yang telah dikemukakan di atas, dapat dijelaskan bahwa membaca permulaan bagi anak tunagrahita adalah: 1) mengenalkan pada siswa tunagarahita huruf-huruf kecil, sebagai tanda suara atau bunyi; 2) memberi pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca yaitu melafalkan huruf menggabungkan bunyi membentuk suku kata menjadi kata dengan lafal tepat. Membaca permulaan perlu diberikan pada anak tunagrahita ringan agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami dan menyuarakan tulisan 21

39 dengan intonasi yang wajar sebagai dasar untuk membaca lanjut. Hal ini mendukung anak tunagrahita ringan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya membaca petunjuk jalan, nama toko, membaca label makanan, membaca label obat-obatan, sejumlah keamanan sosial dan lain sebagainya. Proses belajar membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan berbeda dengan proses belajar membaca permulaan anak pada umumnya. Hal ini dikarenakan siswa tunagrahita ringan memiliki keterlambatan perkembangan segi kognitif. Keterbatasan daya pikir yang dialami siswa tunagrahita ringan menyebabakan mereka kesulitan mengenal huruf, membedakan huruf, ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan kejelasan suara, merangkai huruf menjadi suku kata lalu menjadi kata. Melalui penggunaan media Baba dalam mengenalkan huruf, membaca bersuara suku kata dan kata diharapkan dapat membantu dalam proses belajar membaca nyaring suku kata dan kata anak tunagrahita ringan. 3. Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita Ringan Kemampuan serta kematangan anak tunagrahita dalam membaca dipengaruhi oleh faktor-faktor persepsi dan memori. Persepsi dan memori merupakan proses mental yang berpusat di otak dan dimiliki oleh setiap individu, dengan adanya fungsi intlektual ini anak tunagrahita yang terbatas, mempengaruhi pada kemampuan mental lainya, di antaranya kemampuan presepsi dan memorinya. 22

40 Menurut Amin (1995: 197) satuan pendidikan luar biasa untuk tunagrahita ringan memiliki tugas perkembangan sesuai dengan usia kronologisnya sebagai berikut: a. Anak yang berumur antara 4-6 tahun: umur kecerdasanya antara 2,5 4 tahun. Pada tingkat ini mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial anak. b. Anak yang berumur antara 7-12 tahun; umur kecerdasanya antara 5-9 tahun. Pada tingkat awal anak tunagrahita sudah merasa cukup siap untuk mengikuti program fisik, sosial, dan akademik tapi belum cukup matang untuk elemen-elemen yang diperlukan untuk membaca. Maka anak belajar dengan melakukan permainan-permainan dan aktivitasaktivitas singkat. c. Anak yang berumur antara tahun, umur kecerdasanya berkisar antara 9-11 tahun. Pada tingkat ini anak tunagrahita ringan meneruskan mempelajari tool subject, yakni: membaca, menulis, dan berhitung. d. Anak yang berumur antara tahun. Umur kecerdasannya berkisar antara tahun. Pada tingkat ini anak tunagrahita mempelajari untuk menambahkan tingkatan efisiean tool subject: yakni: membaca, menulis, dan berhitung, yang pelaksanaanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kematangan tunagrahita dalam belajar membaca berkisar pada usia antara tahun, umur kecerdasannya berkisar 9-11 tahun. Walaupun demikian perlu diingat bahwa selain terlambat perkembangan mental juga terbatas dalam kemampuan kecerdasannya. Selain itu kematangan ini banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Subjek pada penilitian ini usia anak berumur 10 tahun: usia kecerdasannya berada antara 5-9 tahun yang berada pada SDLB kelas II. Maka sesuai dengan kemampuan usia kecerdasannya siswa belum matang dalam keterampilan membaca maka diperlukan modifikasi pembelajaran dalam penyampain materi pembalajaran membaca permulaan dengan 23

41 melakukan permainan-permainan. Hal ini sesuai dengan penerapan belajar membaca melalui media Baba yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan bagi siswa tunagrahita yakni belajar sambil bermain yakni menyusun huruf-huruf dan merangkainya menjadi kata yang bermakna. Menurut Munawir (2005: 144) keterampilan membaca berkembang melalui beberapa tahap, yaitu 1) Tahap Pertumbuhan Kesiapan Membaca Tahap ini merupakan kompetensi yang harus dikuasai anak untuk dapat mulai belajar membaca. Kompetensi itu misalnya dapat membedakan bentuk,warna,ukuran arah dan sebagainya. 2) Tahap Awal Belajar Membaca Pengajaran membaca pada tahap awal belajar membaca meliputi dua tahap yaitu membaca global, membaca unsur, dan membaca tanpa memikirkan unsur-unsurnya. Pada tahap membaca global, guru memperkenalkan kata-kata sederhana sebanyak-banyaknya (kosakata pandang) untuk diamati. Membaca unsur menyangkut membedakan kata-kata dan mencari asosiasi antara huruf dan bunyi. 3) Tahap Perkembangan Keterampilan Membaca Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap membaca global dan membaca unsur dan juga disebut membaca tanpa memikirkan unsurunsur. Pada tahap ini, anak mampu membaca kosakata sederhana secara otomatis sehingga tidak perlu lagi memperhatikan unsur-unsur setiap kata. 24

42 4) Tahap Penyempurnaan Keterampilan Membaca Pada tahap ini kegiatan membaca tidak lagi ditekankan pada teknik membaca, tetapi sudah pada makna bacaan. Kegiatan membaca lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan membaca pemahaman tingkat lanjut, keterampilan belajar dan kecepatan membaca. Berdasarkan tahap-tahapan membaca di atas maka dalam penelitian ini pada tahap awal belajar membaca yakni memperkenalkan kosa kata sederhana (nama-nama hewan dan buah-buahan) kepada siswa tunagrahita. Membaca permulaan sebagai tahap awal untuk mengenal, memahami, mengerti huruf menjadi kata dengan bantuan yang konkret. 4. Metode Membaca Permulaan Metode pembelajaran bahasa merupakan langkah-langkah kerja pembelajaran bahasa yang harus dikuasai oleh guru; mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang diajarkan. Metode pembelajaran ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran serta karakteristik siswa sehingga dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran (Endang Supartini, 2001: 62). Akhadiah (dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 61-66), mengemukakan bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain 25

43 a. Metode Abjad dan Metode Bunyi Langkah-langkah pengajarannya pada metode abjad dan metode bunyi memiliki kesamaan. Perbedaanya terletak pada pengucapan atau cara mengeja huruf. pada metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad sedangkan metode bunyi huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya. Langkah-langkahnya antara lain: 1) Mengenalkan/membaca beberapa huruf misal: m, n, a. 2) Merangkai huruf-huruf menjadi suku kata, misal: b-u bu d-i di 3) Merangkai suku kata menjadi kata, misal : budi budi 4) Merangkai kata menjadi kalimat-kalimat, misal: ini budi ini budi b. Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. 1) Metode kupas rangkai Suku kata Langkah-langkah sebagai berikut: (1) Menguraikan kata menjadi suku kata, misal: mata ma-ta (2) Merangkai suku kata menjadi kata-kata, misal: ma-ta mata 2) Metode Kata Lembaga Penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengenalkan kata, misal: bola (2) Menguraikan kata menjadi suku kata, misal: bo la (3) Menguraikan suku kata menjadi huruf, misal: b o l a 26

44 (4) Merangkai kembali huruf-huruf menjadi suku kata, misal: bo-la (5) Merangkai kembali suku kata menjadi kata, misal: bola c. Metode Global Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Membaca kalimat secara utuh di bawah sebuah gambar, misal: ini bola (2) Setelah hafal membaca dengan gambar, dilanjutkkan membaca tanpa gambar. (3) Menguraikan kalimat menjadi kata-kata, misal: ini bola (4) Mengurai kata-kata menjadi suku kata-suku kata, misal: i-ni bo-la (5) Menguraikan suku kata-suku kata menjadi huruf-huruf, misal: i-n-i b-o-l-a d. Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) Menurut Momo (Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 63-66) langkah-langkahnya sebagai berikut: (1) Guru bercerita atau bertanya jawab dengan siswa disertai dengan gambar, misal: gambar ruang kelas. (2) Membaca gambar-gambar, misal: meja, buku, guru, papan tulis. (3) Membaca kalimat-kalimat dibawah gambar-gambar, misal: ini buku, ini kursi. (4) Setelah hafal membaca dengan gambar dilanjutkan membaca tanpa gambar. (5) Menganalisis dan mensintesiskan satu kalimat menjadi kata-kata, suku kata dan huruf, kemudian menjadi suku kata, kata-kata dan kalimat. Misalnya: 27

45 ini bola ini bola i ni bo la i n i b o l a i ni bo la ini bola ini bola Di dalam pelaksanaan kegitan belajar mengajar guru harus mampu menggunakan metode-metode yang sesuai dan dilaksanakan secara bervariasi. Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian belajar siswa dan agar siswa tidak merasa jenuh atau bosan dengan materi pelajaran yang diberikan. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan variasi penggunaan media-media pembelajaran. 5. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita Ringan Kemampuan membaca permulaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang perlu diperhatikan agar siswa mencapai prestasi belajar yang optimal. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim 2008: 16-19) faktor yang mempengaruhi membaca permulaan adalah sebagai berikut: a. Faktor Fisiologis Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak belajar, khususnya belajar membaca. b. Faktor Intelektual Secara umum intelegensi anak tidak sepenuhnya mempengaruhi berhasil tidaknya anak dalam membaca permulaan. Faktor metode 28

46 mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak. c. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup: (1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah, (2) sosial ekonomi keluarga siswa. d. Faktor Psikologis Faktor psikologis lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup: (1) motivasi, (2) minat, dan (3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuain diri. Hal senada dikemukakan Mecer seperti yang dikutip Mulyono (2003: 201) yakni terdapat delapan faktor yang mempengaruhi keberhasilan membaca, yaitu; (1) kemampuan mental, (2) kemampuan visual, (3) kemampuan mendengarkan, (4) kemampuan wicara dan bahasa, (5) keterampilan berpikir dan memperhatikan, (6) perkembangan motorik, (7) kematangan sosial dan emosional, (8) motivasi dan minat. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan membaca, yakni faktor internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa misalnya; keadaan fungsi jasmani, keadaan fungsi mental, kematangan berpikir, motivasi maupun minat. Sedangkan faktor ekternal adalah faktor yang mempengaruhi dari luar diri siswa misalnya: latar belakang keluarga, Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan siswa. 29

47 Kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor internal yakni dari dalam diri siswa dikarenakan fungsi intelektual siswa tunagrahita ringan yang berada di bawah rata-rata, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari materi yang bersifat abstrak dan gampang lupa dengan materi pelajaran yang baru diajarkan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut maka dibutuhkan lebih banyak waktu untuk melatih kemampuan membaca permulaan siswa secara berulang-ulang, karena karakteristik belajar siswa tunagrahita ringan cenderung pasif, siswa hanya meniru bila disuruh menirukan oleh guru. Disamping itu juga peran seorang guru sangat mempengaruhi ketika menyampaikan materi melihat karakteristik siswa tersebut maka diperlukan metode dan media yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan siswa, sehingga menimbulkan motivasi pada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Dan salah satu alternatif media pembelajaran dalam membaca bagi siswa tunagarahita ringan adalah melalui media Baba karena dapat mengaktifkan siswa dalam mengenal huruf membaca suku kata dan kata dengan lafal dan intonasi yang tepat. C. Metode dan Media Pembelajaran 1. Pengertian Metode Pembelajaran Konsep pembelajaran memiliki dua karakter yakni karakter belajar yang memiliki arti mengakumulasikan pengetahuan dan karakter mempraktekkan terus-menerus. Dari kedua karakter yakni belajar dan mempraktikkan terus-menerus, pembelajaran memiliki arti penguasaan cara 30

48 pengembangan diri (Senge et.al, 2002: 60-61). Senge et.al (2002: 59) mendefinisikan pembelajaran merupakan pengujian pengalaman secara terus-menerus dan pengubahan pengalaman itu menjadi pengetahuan yang dapat diakses oleh seluruh anggota organisasi, dan relevan dengan tujuan utamanya. Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Istilah pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Dalam pembelajaran, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik. Siswa dapat belajar melalui bahan ajar cetak, program radio, program televisi, atau media lainnya. Pengertian tersebut memperlihatkan bahwa ciri utama pembelajaran adalah meningkatkan dan mendukung proses belajar siswa. Hal ini menunjukkan unsur kesengajaan dari pihak di luar individu yang melakukan proses belajar (Kusnin, 2008: 2). Hakekat pembelajaran yaitu membekali siswa untuk bisa hidup mandiri kelak setelah dirinya dewasa tanpa tergantung pada orang lain, karena dirinya telah memiliki kompetensi, kecakapan hidup. Dengan demikian, pembelajaran tidak hanya sampai mengetahui dan memahami (Suherman, 2008: 2). Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Komponen tersebut meliputi tujuan/kompetensi, materi, metode, dan evaluasi. Metode merupakan salah satu yang penting diperhatikan guru dalam pembelajaran (Rusman, 2008: 1). Untuk melakukan proses belajar mengajar 31

49 perlu dipikirkan metode yang tepat karena dengan menggunakan metode yang tepat maka pembelajaran itu akan berhasil (Adi, 2000: 75). Hal senada juga dikemukakan Jamalus & Mahmud (2011: 28), bahwa dalam proses belajarmengajar ada beberapa komponen yang memegang peranan, yaitu guru, siswa, tujuan, materi, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran serta evaluasi. Metode pembelajaran berarti berkaitan dengan model yang digunakan untuk pembelajaran. Metode tersebut mencakup teknik dan media yang digunakan untuk menyampaikan suatu materi pelajaran. Untuk menggunakan model pembelajaran, hal yang perlu diperhatikan adalah sesuai tidaknya suatu metode pembelajaran yang dipilih untuk menyampaikan materi tersebut. Kesesuaian antara metode dan materi pelajaran sangat terkait karena akan dapat mempermudah atau memperlancar penerimaan materi bila model yang dipilih sesuai dengan materi yang sedang diajarkan. Menurut Jamalus & Mahmud (2011: 30) metode pembelajaran dalam proses belajar-mengajar adalah seperangkat upaya yang direncanakan dan disusun dengan tujuan menciptakan suasana belajar-mengajar yang saling menguntungkan. Pendapat ini didukung oleh Moeslichatoen (1999: 7) bahwa metode merupakan bagian dari strategi kegiatan, sehingga yang dimaksud dengan metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode menurut Salma (2008: 18) adalah cara-cara atau teknik yang dianggap jitu untuk menyampaikan materi ajar. Metode sebagai strategi pembelajaran 32

50 biasa dikaitkan dengan media dan waktu belajar sehingga metode merupakan komponen strategi pembelajaran yang sederhana. Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode pembelajaran ialah cara kerja yang bersistem dan direncanakan serta disusun guna mencapai tujuan pembelajaran yang saling menguntungkan dalam proses belajar mengajar. 2. Jenis-jenis Metode Pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran, terdapat berbagai macam metode yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam memilih metode pembelajaran tersebut, hal-hal yang harus diperhatikan di antaranya kemampuan guru, tempat terjadinya pembelajaran, karakteristik peserta didik, bahan, tersedianya prasarana dan sarana atau media, waktu yang tersedia, situasi tempat (Adi, 2000: 80). Selain itu, kriteria lain dalam memilih metode menurut Brady seperti yang dikutip oleh Adi (2000: 80) meliputi: macam, ruang lingkup, kecocokan, kepatutan dan berhubungan, terutama dikaitkan dengan bahan pembelajaran. Adapun berbagai metode pembelajaran yang dimaksud dapat dijelaskan seperti berikut: a) Metode ceramah Menurut Djamarah dan Zain (2002: 110) metode ceramah merupakan metode caramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa. Metode ini pun digunakan untuk menyampaikan topik 33

51 bahasan yang memiliki tujuan agar peserta didik dapat memiliki pengalaman terhadap aspek yang diajarkan melalui mendengarkan, melihat, membaca, menulis dan menirukan. Sementara menurut Pasaribu (2009: 19) metode ceramah memiliki karakteristik yakni: siswa mendengar secara pasif dan guru menerangkan pelajaran, sebagian besar melalui bahasa lisan. Metode ceramah merupakan metode yang paling sering digunakan atas dasar pertimbangan tertentu. b) Metode eksperimen Metode eksperimen atau metode percobaan menurut Jamalus (2011: 36) ialah sebuah metode yang dimaksudkan agar murid aktif mengadakan percobaan sendiri, kemudian mendapat kesimpulan, pengetahuan sendiri atau cara memecahkan persoalan sesudah melakukan eksperimen tersebut. c) Metode diskusi Metode diskusi merupakan metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah. Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok dan resitasi bersama. Menurut Hasibuan (2002: 20) metode diskusi ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran, dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan perbincangan ilmiah yang bertujuan untuk mengumpulkan pendapat, dan menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. 34

52 d) Metode latihan atau drill Menurut Sagala (2005: 217) metode latihan (drill) atau metode training merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan. Sementara menurut Jamalus (2011: 34) metode ini digunakan untuk menanamkan suatu keterampilan tertentu terhadap murid dengan melakukannya secara terus-menerus dan melatih murid untuk belajar mandiri. Metode latihan atau drill merupakan metode yang digunakan untuk melatih siswa agar dapat memahami, menghafal dan mengerti materi yang disampaikan, khususnya yang berhubungan dengan teknik dan keterampilan untuk menanamkan kebiasaan e) Metode tanya jawab Menurut Hidayat (2003: 46) metode Tanya jawab merupakan metode pengajaran yang dilakukan guru dengan cara berbincangbincang atau tanya jawab yang berbentuk percakapan antara dua orang atau lebih. Sementara menurut Adi (2010: 85) metode tanya jawab sebagai sebuah metode pembelajaran melalui interaksi dua arah yaitu pengajar dan peserta didik, yang keduanya saling memberi dan menerima sehingga peserta didik ikut aktif dalam proses belajar mengajar. Metode tanya jawab merupakan suatu metode yang digunakan guru kepada siswa berupa perbincangan atau obrolan yang dilakukan dua orang atau lebih. 35

53 f) Metode demonstrasi Menurut Ali (2007: 84) metode demonstrasi bahwa, Dalam pengajaran menggunakan metode demonstrasi dilakukan pertunjukan sesuatu proses, berkenaan dengan bahan pelajaran. Metode ini lebih menarik karena dapat mempertunjukan gerakan-gerakan dan proses seperti di kemukakan Sagala (2005: 210) bahwa: Metode demonstrasi ini barangkali lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan, suatu proses maupun hal-hal yang bersifat rutin. Jamalus (2011: 33) mengemukakan bahwa dalam metode demonstrasi ini konsep atau pengertian dari suatu pembelajaran tidak hanya diterangkan melalui kata-kata saja, melainkan dengan memperagakan suatu proses kegiatan atau penggunaan alat yang dapat dilihat atau didengar murid dengan jelas. Sementara menurut Sudjana (2009: 83) metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang sangat efektif, sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta yang benar. g) Metode pemberian tugas Menurut Mulyasa (2008: 113) metode pemberian tugas dilakukan dengan cara guru memberikan seperangkat tugas yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara individual atau kelompok. Sesuai dengan topik yang dipelajari, guru memberikan tugas kepada siswa 36

54 untuk mendapatkan jawaban, informasi atau pengalaman secara individu atau berkelompok. Dalam konteks pembelajaran membaca permulaan bagi anak tungrahita, metode latihan, demonstrasi, tanya jawab dan pemberian tugas menjadi metode yang paling cocok untuk digunakan karena membuat siswa berinteraksi dengan guru dan dengan media pembelajaran secara aktif dan langsung. 3. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Metode pembelajaran akan menentukan media pembelajaran yang akan digunakan. Hal ini memperlihatkan bahwa antara metode dan media pembelajaran saling terkait satu dengan yang lain. Dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan harus memperhatikan kriteria-kriteria (Adi, 2000: 80) diantaranya: kemampuan guru, tempat terjadinya pembelajaran, karakteristik peserta didik, bahan, tersedianya prasarana dan sarana atau media, waktu yang tersedia, situasi tempat. Selain itu, kriteria lain dalam memilih metode menurut Brady seperti yang dikutip oleh Adi (2000: 80) meliputi: macam, ruang lingkup, kecocokan, kepatutan dan berhubungan, terutama dikaitkan dengan bahan pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, pengantar atau perantara (Munadi 2008: 6). Kata tengah berarti berada di antara dua sisi. Disebut sebagai pengantar media karena perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga 37

55 dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatiaan, dan minat. Dalam hal ini minat serta perhatiaan siswa sehingga proses belajar mengajar terjadi. Menurut Yosafan (2007: 89), media merupakan alat perangkat yang mengantarkan informasi kepada penerima informasi. Selanjutnya Menurut Hamalik seperti dikutip Yosfan (2007: 90) bahwa media identik dengan menggunakan alat bantu. Sementara itu, Gane dan Brings seperti dikutip Yosfan (2007: 90) mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari: buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan computer, untuk dapat merangsang siswa untuk belajar. Selanjutnya Munandi (2008: 8) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menjadi perantara pesan dalam proses belajar mengajar dari sumber informasi kepada penerima informasi sehingga terjadi proses belajar yang kondusif. Pada hakikatnya media pembelajaran merupakan suatu usaha sadar guru/pengajar untuk membantu siswa atau anak didiknya, agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. 38

56 b. Fungsi Media Pembelajaran Menurut Levie dan Lentz (dalam Cecep Kustandi dan Bambang 2011: 21-23) menyatakan bahwa ada empat fungsi media pembelajaran khusunya media visual yakni: 1) Fungsi atensi merupakan inti, yakni menarik dan mengarahkan siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. 2) Fungsi afektif dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. 3) Fungsi kognitif terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapain tujuan untuk memahami dan mengingat informasi dan pesan yang terkandung dalam gambar. 4) Fungsi kompensatoris berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima serta memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan dengan verbal. Selanjutnya Munadi (2008: 36-48) menyebutkan fungsi media pembelajaran yaitu: 1) Media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar. Mudhofir (Munandi 2008: 37) menyatakan bahwa sumber belajar adalah komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, bahan, alat, teknik, dan lingkungan yang mana hal itu dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. 39

57 Dengan demikian sumber belajar dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar diri siswa dan memungkinkan atau mempermudah siswa belajar. 2) Fungsi semantik yang diamaksud adalah media berfungsi untuk menambah perbendaharaaan kata (symbol verbal) sehingga makna atau maksudnya benar-benar di pahami (tidak verbalistik). 3) Fungsi manipulatif dimiliki media karena memiliki karakteristik umum yaitu mengatasi batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi. 4) Fungsi psikologis meliputi: fungsi atensi, fungsi afeksi, fungsi kognitif, fungsi imajinatif, dan fungsi motivasi. Penjelasan masing-masing fungsi: a) Media berfungsi atensi karena media mampu meningkatkan perhatiaan siswa terhadap materi pembelajaran. b) Media berfungsi afektif karena media mampu menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu. c) Fungsi kognitif dimiliki media karena media ikut mengembangkan kemampuan kognitif siswa yaitu siswa memperoleh bentuk-bentuk representasi yang mewakili objekobjek yang dihadapi. Semakin banyak objek yang dihadapi semakin banyak gagasan atau pikiran yang dimiliki siswa. d) Fungsi imajinatif dimiliki media karena media mampu meningkatkan dan mengembangkan daya imajinasi siswa. 40

58 e) Adapun fungsi motivasi dimiliki media karena media mampu menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan sesuatu. Dengan demikian guru mampu mendorong, mengaktifkan, dan menggerakkan siswanya secara sadar untuk terlibat secara aktif di dalam pembelajaran (Munandi 2008: 43-48). 5) Fungsi sosial-kultural adalah mengatasi hambatan sosio-kultural antara peserta komunikasi dalam pembelajaran. Oleh karena itu media pembelajaran dapat memberikan rangsangan yang sama, yang bisa dinikmati oleh siapa saja sehingga memiliki pengalaman yang sama, dan menimbulkan presepsi yang sama. Ulasan beberapa fungsi media pembelajaran di atas juga dapat diaplikasikan ke dalam media Baba. Namum fungsi utama dari media ini membantu siswa tunagrahita ringan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan. Terciptanya proses belajar mengajar yang kondusif dalam pengajaran membaca secara khusus dalam penelitian ini bagi siswa tunagrahita ringan dengan gangguan inteligensi rendah yang mengalami kesulitan belajar membaca permulaan, maka diperlukan media pembelajaran untuk dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa agar mencapai perkembangan yang optimal, yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. 41

59 D. Media Baba sebagai Media Pembelajaran Membaca Permulaan 1. Pengertian dan Perlengkapan Media Baba Salah satu bentuk media pembelajaran adalah media Baba. Media Baba yang dimaksud adalah sarana atau alat bantu untuk pembelajaran membaca permulaan, yang diterbitkan oleh Kanisius dan diciptakan oleh Br. Ewald Merkx, MTB, yang sudah mendapat pengesahan SK Dirjen Dikdesmen Depdikbud lewat SK No. 250/C.C6/Kep/LK/2000. Melalui media Baba, siswa diajak belajar sesuai dengan kompetensinya secara aktif. Media Baba membantu keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun psikis dalam pembelajaran membaca. Dalam media Baba ada pula unsur bermain sambil belajar sehingga tidak memberatkan kognitif siswa. Menurut Merkx (2000:3), penggunaan media ini akan menampakkan hasil yang positif dan optimal jika digunakan selama 30 menit pada setiap hari. Media Baba merupakan salah satu contoh media grafis. Karena media grafis termasuk media visual, di antaranya mengandung pengungkapan kata-kata dan gambar (Sadiman Arief dkk 2009: 29). Media Baba terdiri dari huruf-huruf, kata-kata, kalimat serta gambar. Secara teoretis, bentuk media Baba yang menggabungkan kata dengan gambar yang menunjukkan kata tersebut merupakan bagian dari pendekatan pengajaran membaca bagi anak dengan disabilitas intelektual yang disebut pendekatan keseluruan kata atau whole word approach untuk konsep membaca fungsional atau functional reading (Myreddi & Narayan, 1998: 2). 42

60 Melalui pendekatan ini, siswa belajar untuk menyadari (recognize) dan membaca kata-kata untuk dilafalkan. Pendekatan keseluruhan kata dilakukan dengan mengajarkan perbendaharaan kata konkrit yang berfokus pada tingkat penggambaran (imagery level) dari kata-kata yang hendak dipelajari. Artinya, penggambaran dengan apa yang paling mudah agar sebuah kata dapat menghasilkan sebuah gambar yang konkrit; imagery level refers to the ease with which a word evokes a concrete picture (Myreddi & Narayan, 1998: 3). Langkah-langkah whole word approach antara lain (Myreddi & Narayan, 1998: 3-9): a. Pilihlah kata-kata yang biasa digunakan dalam lingkungan anak sehari-hari misalnya tentang jenis sayuran, buah-buahan, bagian tubuh, pakaian). Dimulai dengan kata-kata yang memiliki bunyi yang berbeda jauh lalu diikuti dengan yang mirip bunyinya. b. Mulai dengan memasangkan gambar dengan kata. Pada awalnya, berikan dahulu dua gambar dengan ada tulisan namanya, misalnya gambar bawang dengan tulisan bawang dan gambar kentang dengan tulisan kentang. c. Jika siswa sudah mampu memasangkan kedua gambar tersebut, langkah berikutnya adalah siswa diberikan gambar yang terpisah dari tulisannya. Siswa diminta untuk memasangkan tulisan dengan gambarnya yang sesuai. d. Setelah itu, mintalah siswa untuk menunjukkan kata-kata tersebut pada kartu gambar (flashcards) atau pada lembar kerja. 43

61 e. Setelah siswa mampu mengidentifikasi gambar tersebut, mintalah siswa untuk membaca kata-kata tersebut. Ikuti prosedur yang sama untuk mengajarkan kata-kata yang lain. Sebagai media grafis untuk membaca permulaan yang bersifat fungsional serta dengan memasangkan kata dan gambar, maka media Baba ini menggunakan empat komponen yang sering disebut dengan sarana Baba, yakni: 1) Kotak Abjad Baba Kotak abjad Baba merupakan sarana belajar untuk mengenal huruf atau kata. Kotak abjad Baba terdiri dari tiga puluh petak kecil, di dalam setiap petak terdapat kepingan-kepingan huruf kecil, jumlah kepingan tiap huruf pada masing-masing petak disediakan delapan huruf. Hurufhuruf tersebut disusun berdasarkan hasil penelitian tentang frekuensi penggunaan huruf yang sesuai dengan bahasa anak. Huruf tersebut dimulai dari a sampai z kecuali huruf q. Huruf q ditiadakan karena huruf tersebut masih jarang digunakan oleh siswa usia TK dan SD kelas I serta SLB. Kotak abjad ini digunakan secara individual agar semua siswa secara aktif mengikuti proses pembelajaran. Berikut adalah gambar dari kotak abjad Baba. Gambar 1. Kotak Abjad Baba 44

62 2) Buku Penyerta 1 dan 2 Dalam buku ini disajikan bahan-bahan yang dapat dipakai oleh bapak/ibu guru yang menggunakan Media Baba. Buku ini berisi gambar-gambar yang telah dikenal anak-anak sekaligus dengan kata atau kalimat. Buku ini berfungsi sebagai penyerta kotak abjad Baba. Berikut adalah gambar buku penyerta kotak abjad Baba. 3) Almari Abjad Baba Gambar 2. Buku Penyerta 1 dan 2 Almari ini berisi 124 kata dasar. Kartu huruf tercetak pada karton dupleks 8 x 4 cm. Almari Baba digunakan untuk pembelajaran secara klasikal oleh guru dalam menyampaikan materi membaca dan menulis permulaan. Artinya bahwa salah satu siswa ditunjuk untuk mengerjakan atau menyusun huruf-huruf menjadi kata pada lemari abjad sesuai dengan kata yang ditentukan oleh guru. Sementara siswa yang lain menyusun pada kotak abjadnya masingmasing. Berikut ini adalah gambar almari Baba. 45

63 Gambar 3. Almari Abjad Baba 4) Gambar Peraga Baba Sebagai peraga disediakan seperangkat gambar yang terdiri atas sepuluh seri, ialah seri A sampai dengan seri J. Masing-masing seri terdiri atas 12 gambar yang dicetak di atas karton dupleks berukuran 20 x 27cm. Berikut ini adalah contoh gambar peraga Baba. Seria A Seri B Gambar 4. Gambar-gambar Peraga Baba 46

64 2. Penggunaan Media Baba dalam Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Pendidikan di SLB C bertujuan untuk memberi keterampilan membaca sebagai dasar bagi siswa tungarahita untuk dapat membaca secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran program tersebut dirancang dari tahap permulaan dan tahap lanjut. Tahap lanjut diorientasikan langsung untuk kegunaan pada kehidupan sehari-hari. Dengan melihat tujuan tersebut, dalam proses pembelajaran peran dan tanggung jawab seorang guru perlu menggunakan alat bantu atau media yang dimaksud untuk membantu atau mendorong semangat siswa untuk aktif dalam mengikuti proses pembelajaran membaca permulaan. Siswa sulit berpikir abstrak, kurang mampu memusatkan perhatian, mengikuti petunjuk, dan kurang mampu untuk menghindari diri dari bahaya. Siswa cepat lupa, cenderung pemalu, kurang kreatif dan inisiatif, perbendaharaan katanya terbatas, dan memerlukan waktu belajar yang relatif lama. Berkenaan dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut, tentu membawa konsekuensi pada kesulitan siswa dalam mengikuti pelajaran-pelajaran akademik, yang antara lain mengalami kesulitan dalam memahami keterampilan membaca permulaan. Salah satu media yang dapat melibatkan keaktifan siswa baik fisik maupun psikis dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah media Baba. Media Baba ini mendukung penguasaan materi dan pencapaian tujuan yang disampaikan oleh guru untuk mewujudkan proses yang berorientasi pada keaktifan dan kemandirian siswa. 47

65 3. Langkah-langkah Penggunaan Media Baba dalam Membaca Permulaan Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh seorang guru sebelum media ini digunakan dalam pembelajaran yaitu antara lain menyiapakan almari abjad Baba diletakkan di depan kelas digunakan untuk kegiatan secara klasikal dan kotak abjad Baba digunakan untuk kegiatan secara individu. Di bawah ini adalah langkah-langkah pelaksanaan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan: 1) Guru mengenalkan gambar yang sesuai dengan materi pelajaran dan di tempel di papan tulis, kemudian siswa disuruh menyebutkan nama gambar tersebut. 2) Guru menyusun kartu huruf sesuai dengan nama gambar tersebut di kotak almari abjad Baba. 3) Guru membagikan buku penyerta yang sesuai dengan gambar yang ditempel di papan tulis. 4) Siswa membuka kotak abjad Baba kemudian menyusun huruf-huruf pada kotak abjad Baba yang sesuai dengan buku penyertanya. 5) Salah satu siswa menyusun pada papan almari Baba sama seperti yang disusun teman-temannya pada kotak abjad Baba, kemudian siswa yang lain mencocokkan dengan yang disusunya. Setelah itu guru membimbing siswa untuk mampu membaca kata atau kalimat yang telah disusunnya secara bersama-sama. 48

66 6) Kemudian dilanjutkan dengan gambar yang lain dan siswa diharapkan memberi nama dengan menyusun huruf pada kotak abjad Baba. 7) Siswa menyusun huruf sesuai dengan kata yang diucapkan guru pada kotak abjad Baba kemudian ditulis pada buku masing-masing dengan bimbingan guru. 8) Setelah itu siswa dan guru secara bersama membaca nama-nama gambar yang telah disusun tersebut. 9) Kartu huruf dikembalikan ke kotak abjad Baba masing-masing. 4. Kelebihan dan Kelemahan Media Baba Setiap media pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan termasuk media Baba. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangannya: a. Kelebihan media Baba adalah sebagai berikut: 1) Merupakan media yang tahan lama. 2) Konkrit. 3) Sebagai remedial teaching. 4) Mendorong semangat dan menarik perhatian siswa. 5) Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 6) Melatih konsentrasi dan ketelitian siswa. 7) Memiliki unsur permainan sehingga menimbulkan rasa kegembiraan. 8) Siswa semakin trampil dan cepat dalam menyerap bahan atau materi pembelajaran. 9) Mempermudah guru dalam mengajarkan tentang materi membaca permulaan, dengan metode mengajar yang lebih varitatif. b. Kelemahan Media Baba adalah 1) Untuk mengadakan media ini dibutuhkan biaya yang relatif mahal. 2) Kartu huruf yang ada dalam kotak abjad Baba terlalu kecil. 3) Membutuhkan banyak waktu dalam mempersiapkan media Baba sebelum pembelajaran dimulai. 49

67 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media Baba mempunyai beberapa kelebihan, dan dari kelebihan di atas semakin yakin peneliti bahwa media ini merupakan salah satu media pembelajaran yang tepat bagi siswa tunagrahita ringan, walaupun ada beberapa kelemahan, tetapi dengan latihan terus-menerus siswa akan mampu mengatasi kelemahanya. Hal ini terbukti dengan adanya penggunaan media ini, terutama tidak memberatkan memori siswa tunagrahita, namun justru lebih menggembirakan bagi siswa, karena mereka belajar sambil bermain sehingga tidak membosankan siswa. 5. Hal-hal Teknis dalam Penggunaan Media Baba Hal-hal teknis yang harus diperhatikan oleh guru dan siswa dalam penggunaan media Baba adalah sebagai berikut: a. Membagikan kotak-kotak abjad Guru memilih beberapa siswa yang bertugas membagikan kotak-kotak abjad secara merata kepada semua siswa. Latihan ini merupakan latihan untuk mengajar siswa bagaimana cara mendistribusikan kotak-kotak abjad. Dalam hal ini tugas guru memberi isyarat kepada siswa untuk membagikan dan mengumpulkan kembali kotak abjad. b. Membuka kotak abjad Kotak abjad dibuka secara perlahan-lahan dengan mendorong kunci hitam ke samping. Setelah dibuka guru mendiktekan kata-kata dasar pada gambar seri A yang telah dipajangkan. Dan siswa menyusun huruf-huruf 50

68 di lajur pertama pada tutup kotak. Dalam hal ini tugas guru mengamati dan membantu siswa yang mengalami kesulitan. c. Mengembalikan huruf-huruf Setelah seri A selesai disusun oleh siswa, siswa membaca kata atau kalimat yang telah disusunnya. Selanjutnya guru menyebut kata demi kata yang huruf-hurufnya harus dikembalikan ke dalam kotak sesuai tempat huruf abjad yang terdapat pada kotak abjad d. Huruf jatuh Bila dalam proses pembelajaran siswa menemukan kartu huruf di lantai dan menyerahkan kepada guru, hendaknya diterima dengan baik. Hal ini membantu siswa untuk semakin mengerti bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik. Tugas guru dalam hal ini adalah mengingatkan atau memeriksa kelengkapan huruf-huruf agar keutuhan kartu huruf akan tetap terpelihara. e. Kotak abjad jatuh Apabila dalam proses pembelajaran, salah satu siswa menjatuhkan kotak abjad karena kurang berhati-hati, maka guru sebaiknya memberi tugas kepada siswa tersebut untuk mengaturnya kembali. Hal ini di maksud untuk melatih siswa bertanggung jawab dengan tugas. f. Frekuensi penggunaan Waktu yang diperlukan dalam proses pembelajaran ini berlangsung selama 30 menit. Setiap hari gambar seri A diulangi sampai siswa betul-betul 51

69 menguasai materi. Apabila gambar seri A sudah dikuasai siswa maka dilanjutkan dengan gambar seri B. g. Mengulangi materi Di samping latihan dengan kotak abjad siswa diberi juga latihan menulis. Dengan cara sebelum memulai seri B, gambar seri A dapat diulangi dengan menentukan beberapa siswa untuk menulis kata-kata gambar seri A di papan tulis, sedang siswa yang lain menulis dalam buku tulis. h. Lama penggunaan media Baba Selama satu semester siswa sudah menguasai seri A sampai seri J. Sesudah itu guru dapat melatih istilah-istilah sulit yang terdapat dalam buku-buku mata pelajaran lain. Guru mengulangi yang telah dipelajari dan menyisipkan kata-kata baru. Guru perlu mempersiapkan suatu latihan yang sesuai dengan kemampuan siswa. E. Evaluasi Hasil Belajar Membaca Permulaan Sebagaimana pelaksanaan pembelajaran pada umumnya, pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba juga memerlukan evaluasi hasil belajar pada akhir pelaksanaan pembelajaran. 1. Pengertian Evaluasi Pembelajaran Secara umum, evaluasi adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi, verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan. Adapun evaluasi pengajaran adalah 52

70 penilain/penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik ke arah tujuan tujuan yang telah ditetapkan dalam hukum. Hasil penilaian ini dapat dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif. Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar yang mempunyai peranan penting. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat diketahui melalui hasil evaluasi terhadap hasil belajar siswa dan evaluasi terhadap program pembelajaran. Menurut Arikunto (2003: 25) evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Pengertian serupa dikemukakan oleh Nurgiantoro (dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih 2001:138) bahwa evaluasi disebut juga penilaian merupakan alat atau kegiatan untuk mengukur tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. Pengertian lain mengenai Evaluasi menurut Soenardi Djiwandono (2008: 10-11) merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi untuk melakukan penilaian terhadap seluruh penyelenggaraan pembelajaran sebagai dasar untuk pembuatan program selanjutnya. Hal ini dapat diasumsikan bahwa evaluasi dilakukan untuk menilai kegiatan yang telah dilaksanakan dan dapat merancang program tindak lanjut berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Norman E.Gronlund (dalam Purwanto 2006: 3) mengartikan evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian evaluasi pembelajaran adalah suatu kegiatan pengumpulan data 53

71 yang sistematis untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan penmbelajaran telah tercapai yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengambil keputusan tindak lanjut pembelajaran. Hasil belajar siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa tunagarahita dalam mengenal huruf, membaca nyaring kata dalam membaca permulaan. 2. Teknik-Teknik Evaluasi Hasil Belajar Istilah teknik-teknik evaluasi hasil belajar mengandung arti alat-alat yang dipergunakan untuk melakukan evaluasi hasil belajar. Menurut Suharsimi Arikunto (2003; 26-48) ada dua macam teknik evaluasi hasil belajar, yaitu teknik non tes dan teknik tes. Teknik non tes adalah teknik yang digunakan untuk melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes, teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh. Dalam penelitian, teknik evaluasi yang digunakan adalah teknik non tes dengan daftar cocok check list, observasi dan wawancara. Yang tergolong teknik non tes sebagai berikut: a) Daftar cocok (check list) Daftar cocok (check list) adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok yang sesuai ditempat yang telah disediakan. 54

72 b) Wawancara (interview) Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan kepada responden dikaitkan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, hal ini bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman responden dalam memahami suatu materi pelajaran. c) Pengamatan (observation) Pengamatan (observation) adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis tentang perkembangan-perkembangan yang telah dicapai peserta didik baik perkembangan yang positif mamupun negatif, sampai dengan tercapainya perkembangan peserta didik yang diinginkan. Selanjutnya tes adalah alat penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur kemampuan siswa, maka dibedakan atas adanya tiga macam tes, yaitu: a) Tes diagnosis Tes diagnosis adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahankelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. 55

73 b) Tes formatif Tes formatif merupakan tes untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu yang diberikan pada akhir program. Tes ini merupakan post-test atau tes akhir proses. c) Tes sumatif Tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Hal ini dilaksanakan pada tiap akhir caturwulan atau akhir semester. Teknik evaluasi hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes yang diwujudkan dalam bentuk tes hasil belajar yang soal-soal tes dibuat oleh peneliti. Instrumen tes hasil belajar berbentuk tes formatif yang digunakan untuk mengukur hasil belajar yang diperoleh anak setelah mengikuti pembelajaran membaca permulaan menggunakan media Baba. Dari hasil tes tersebut maka diketahui peningkatan prosentase ketuntasan belajar kemampuan membaca permulaan yang diperoleh anak tunagrahita. 3. Evaluasi Hasil Belajar Siswa Tunagrahita Ringan dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Kegiatan evaluasi hasil belajar yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas dasar II melalui penggunaan media Baba. Informasi keberhasilan diperoleh dengan ditandainya peningkatan 56

74 kemampuan membaca permulaan yang dimiliki oleh siswa tunagrahita ringan. Peningkatan kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita didasarkan pada kompetensi dasar dengan bahan pembelajaran berbahasa sebagai berikut: siswa mampu mengenal atau membedakan huruf, dan membaca kata. Lafal yang baik dan benar diperkenalkan sejak dini, termasuk cara pengucapan yang jelas dan intonasi yang wajar sesuai dengan situasi kebahasaan. Dari tujuan pembelajaran tersebut dapat dilihat bahwa tekanan tujuan terletak pada aspek teknis membaca. maka butir-butir evaluasi pembelajaran membaca permulaan bagi siswa tunagrahita ringan dalam penelitian ini berpedoman pada evaluasi pembelajaran membaca yang dikemukakan oleh Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 140) bagi siswa di kelas rendah yang mencakup: (1) Ketepatan menyuarakan tulisan (2) Kewajaran lafal (3) Kewajaran intonasi (4) Kelancaran (5) Kejelasan suara Evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini hanya berfokus pada butir 2, 3, dan 4 butir, untuk menjaring data ketiga butir tersebut di atas siswa tunagrahita diberi tugas membaca nyaring kata (bersuara). Untuk pelaksanaan evaluasi tersebut, peneliti menyiapkan dan menyajikan bahan bacaan yakni membaca kata. Penilain tersebut di atas yang akan dikembangkan oleh peneliti dalam membaca nyaring kata bagi siswa tunagarahita ringan di kelas dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. Kata-kata yang 57

75 dibaca ketika penelitian ini diadakan antara lain: nasi, toko, sapu, dan duku (lihat lampiran 9.). F. Penelitian yang Relevan Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Sekalipun demikian, relevansi penelitian-penelitian tersebut berkaitan dengan aspek pembelajaran dengan menggunakan media Baba atau aspek membaca permulaan pada anak tunagrahita ringan. Pada aspek pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba, terdapat penelitian Yani Fitiri (2006) dengan judul Efektivitas Media Kotak Abjad Baba dan Media Powerpoint Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan pada Anak Tunarungu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media kotak abjad Baba dan media Powerpoint merupakan media yang efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak-anak tunarungu. Penekanan pembelajaran pada indera visual dan perabaan siswa membuat kedua media tersebut dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak-anak tunarungu. Pada pokok kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita, terdapat dua penelitian yang relevan, yakni penelitian Wahyu Setia Galuh, (2011), dan penelitian Elly Windarsih (2007). Penelitian Wahyu Setia Galuh, dalam rangka menyusun skripsi berjudul Peningkatan Kemapuan Membaca Cerita Berbahasa Jawa Pada anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas 7 Dengan Media Cerita Bergambar di SLB C Shanti Yoga Klaten. Populasi dalam penelitian 58

76 ini adalah anak tuagrahita mampu didik di SLB C Shanti Yoga, Klaten, tahun ajaran 2010/2011. Populasi berjumlah empat anak dan seluruh anggota diambil sebagai sampel. Hasil penelitian itu bahwa kemampuan membaca cerita bahasa Jawa siswa tunagrahita mampu didik meningkat setelah digunakan media bercerita bergambar. Peningkatan ditunjukkan dengan meningkatnya prestasi siswa melalui perolehan nilai rata-rata siswa, sebelum diberikan tindaka nilai rata-rata siswa 5,32, setelah diberikan tindakan dari sikulus I meningkat menjadi 6,42, pada siklus ke II menjadi 7,35, dan pada siklus III menjadi 7,87. Penelitian Elly Windarsih dalam rangka menyusun skripsinya berjudul Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Dengan Menggunakan Media Majalah Aktivitas Anak Pada Anak Tunagrahita Ringan kelas DI di SLB C Bhaktisiwi Pangukan Sleman Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada tahun Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas Dasar I. Populasi berjumlah tiga orang diambil sebagi sampel. Hasil penelitiannya adalah bahwa ada peningkatan kemampuan membaca permulaan pada ketiga subjek. Hal ini terbukti dengan adannya persentase yang tinggi pada saat diberikan tindakan pada siklus I: kemampuan membaca subjek Srn (30%) menjadi (80 %) masuk dalam kriteria mampu membaca dengan bantuan, sedangkan subjek Zaf (41, 5 %) menjadi (66,7% ), masuk dalam kriteria mampu membaca dengan bantuan dan pada subjek Wyh dari tidak mengalami peningkatan menjadi (16,6%), masuk dalam kriteria mampu membaca tanpa bantuan. Melihat subjek dan variable-variabel ketiga penelitian di atas maka dikatakan bahwa penelitian ini masih relevan untuk dilakukan karena belum 59

77 ada penelitian lain yang berfokus pada pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba pada anak tunagrahita ringan. Sekalipun demikian, ketiga penelitian di atas memberikan dasar gagasan bahwa media Baba efektif untuk menjadi media pembelajaran membaca permulaan, dan bahwa kemampuan membaca permulaan anak-anak tunagrahita ringan dapat dikembangkan ketika digunakan media tertentu dalam pelaksanaan pembelajaran. G. Kerangka Berpikir Anak tunagrahita ringan merupakan satu kelompok anak tunagrahita yang memiliki kemampuan untuk mempelajari hal-hal akademis seperti membaca huruf, suku kata dan kata. Selain karena mereka mampu mempelajarinya, kemampuan membaca juga menjadi suatu kompetensi yang sangat penting bagi anak tunagrahita agar dapat berelasi sosial bahkan bertahan hidup karena mampu mengenal sejumlah tulisan yang menjadi petunjuk umum dalam hidup bermasyarakat. Untuk itu, segala sumber daya dan kreativitas harus dikembangkan para pendidik untuk membantu anak-anak tersebut menguasai kemampuan membaca permulaan. Membaca permulaan dalam membaca teknis adalah proses decoding atau mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi sistem bunyi. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata dan kelompok kata yang bermakna. Dengan kata lain, secara garis besar, indikator sebuah kemampuan membaca 60

78 permulaan terlihat dari kemampuan untuk melafalkan dengan intonasi yang sesuai serta diucapkan dengan lancar. Untuk itu, diperlukan media pembelajaran yang sesuai agar siswa dapat belajar dengan senang, gembira sehingga dapat membebaskan dari berbagai kendala psikologis yang menghambat pembelajaran membaca, misalnya rasa takut, malas, dan bosan sehingga dapat meraih berbagai aspek kemampuan membaca permulaan tersebut. Salah satu media pembelajaran membaca permulaan yang diperkenalkan para ahli adalah media Baba. Media Baba adalah sarana atau alat bantu belajar membaca yang diterbitkan oleh Kanisius dan diciptakan oleh Br Ewald Merx, MTB yang sudah mendapat pengesahan SK Dirjen Dikdasmen dan merupakan alat bantu untuk pelajaran membaca permulaan di Taman Kanak-Kanak, kelas satu Sekolah Dasar, dan Sekolah Luar Biasa dalam hal ini tunagrahita ringan. Konsep yang mendasari diciptakannya media belajar ini adalah anak dapat belajar sambil bermain dengan media konkrit. Karena itu, belajar membaca dengan media Baba dapat menjadi metode pembelajaran yang tepat, konkrit dan menyenangkan untuk anak tunagrahita ringan karena media Baba dibuat seperti alat pemainan konstruksi di mana siswa dapat menyusun huruf-huruf Baba layaknya balok-balok mainan. Indera penglihatan, pendengaran dan perabaan siswa dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajarannya. Dalam pelaksanaan pembelajaran membaca dengan media Baba, diperlukan persiapan yang memadai dan tahapan-tahapan pelaksanaan yang terencana sebagaimana pelaksanaan pembelajaran pada umumnya. Oleh karena itu, perhatian yang mendetil pada setiap tahapan itu sangat perlu dalam rangka 61

79 menggambarkan sebuah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media Baba. Selain tahapan, komponen-komponen utama dalam sebuah pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan seperti kemampuan guru, penggunaan metode pembelajaran, keterampilan dan kemampuan siswa, perlu diberdayakan dan digambarkan secara rinci. Secara ringkas, kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Bagan 1. Kerangka berpikir penelitian Siswa Tunagrahita Ringan Pengertian Karakteristik Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Baba Membaca permulaan - Pengertian, tujuan dan metode membaca permulaan. Penggunaan media Baba - Persiapan & perlengkapan - Langkah-langkah penggunaan Komponen Pelaksanaan Pembelajaran - Kemampuan guru - Metode yang digunakan - Keterampilan dan kemampuan siswa Kemampuan Membaca Permulaan Pelafalan Intonasi Kejelasan H. Pertanyaan Penelitian Dengan kerangka pemikiran di atas maka secara operasional, beberapa pertanyaan penelitian dapat diuraikan demikian: 62

80 1. Bagaimanakah persiapan metode pembelajaran dengan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan yang meliputi perencanaan metode, media, kegiatan belajar, serta evaluasi yang akan dilakukan guru? 2. Bagaimanakah tahapan pelaksanaan metode pembelajaran dengan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan di kelas II? 3. Bagaimanakah pelaksanaan metode pembelajaran dengan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan di kelas II? 4. Bagaimanakah kemampuan guru pelaksanaan metode pembelajaran dengan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan di kelas II? 5. Bagaimanakah keterampilan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba? 6. Bagaimanakah evaluasi hasil belajar yang meliputi pelaksanaan tes, teknik tes, dan kemampuan siswa memahami keterampilan membaca permulaan? 63

81 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Nurul Zuriah (2007: 47) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gambaran atas gejala, fakta, atau kejadian secara sistematis dan akurat dari sifat populasi atau daerah tertentu tanpa mengubah kondisi natural subjek penelitian. Menurut Bungin (2007: 68), format penelitian deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai fenomena yang menjadi obyek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, atau tanda tertentu. Selain itu, menurut Bungin (2007:69), desain penelitian deskripsi kualitatif disebut juga kuasi kualitatif atau desain kualitatif semu karena bentuknya masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif. Dengan demikian, dalam pelaksanaannya, pendekatan deskriptif kualitatif selain memperoleh dan merangkai data kualitatif tetapi juga terbuka pada data-data kuantitatif yang dapat membantu semakin jelasnya deskripsi obyek penelitian. Pendekatan deskriptif kualitatif digunakan karena penelitian ini bertujuan menggambarkan atau mendeskripsikan Pelaksanaan Metode Membaca Permulaan Melalui Media Baba Bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D II SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. Pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan melalui media Baba oleh anak-anak 64

82 tunagrahita ringan menjadi unit yang digambarkan, dianalisis dan dipahami melalui penelitian ini. B. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta khususnya pada kelas dasar II. Pemilihan SLB Dharma Rena Ring Putra 2 tempat penelitian yaitu sekolah ini menyelenggarakan pendidikan formal bagi anak tunagrahita ringan khususnya pelajaran bahasa Indonesia salah satunya aspek membaca dalam hal ini keterampilan membaca permulaan seperti yang terdapat dalam ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia (BSNP, 2006: 66). Setiap siswa mendapat kesempatan untuk memahami keterampilan membaca permulaan seperti yang diajarkan kepada siswa kelas D II di SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. C. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai tanggal 30 Maret 2012 sampai tanggal 30 Juni 2012 terhitung dari proses perijinan dan pengambilan data. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan observasi, Pelaksanaan Metode Membaca Permulaan Melalui Media Baba Bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D II SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dalam membaca permulaan di kelas dalam beberapa kali pertemuan, wawancara dengan guru pengampu, orangtua siswa dan dokumentasi. 65

83 D. Subjek Penelitian Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling yang bertujuan untuk menentukan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria tertentu untuk mendapatkan data sesuai tujuan penelitian. Marzuki (2005: 53) menerangkan Dengan purposive sampling, sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini kriteria pemilihan subjek adalah: 1. Suatu pelaksanaan pembelajaran untuk membaca permulaan di sebuah SLB dengan menggunakan media Baba sebagai media pembelajaran tetapi media tersebut belum menjadi media yang sering dipergunakan. 2. Perlaksanaan pembelajaran tersebut dilakukan oleh guru bahasa mata pelajaran bahasa Indonesia dan melibatkan siswa tunagrahita ringan yang dapat menggunakan media Baba. 3. Siswa tunagrahita ringan tersebut adalah kelas D II Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dan selalu hadir dalam pelaksanaan pembelajaran. 4. Subjek sudah mengetahui beberapa huruf, kesulitan membedakan huruf tertentu dan kesulitan dalam membaca kata sederhana secara lancar (masih terbata-bata dan lama dalam mengabungkan suku kata menjadi kata). 5. Siswa tersebut tidak memiliki cacat ganda. Dengan kriteria ini maka yang menjadi subjek penelitian ini adalah: 1. Dua orang siswa tunagrahita ringan SLB Dharma Rena Ring Putra 2 yakni ALK dan JLS 66

84 2. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SLB Dharma Rena Ring Putra 2 yakni Ibu Suryani. E. Jenis dan Sumber Data Jenis data berkaitan dengan sejumlah informasi yang diperlukan dalam kerangka meraih tujuan penelitian yakni menjawab rumusan masalah dengan menghasilkan deskripsi dan pemahaman mendalam atas pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan Media Baba. Sumber data merupakan seseorang ataupun hal yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai Pelaksanaan Metode Membaca Permulaan Melalui Media Baba Bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D II SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini antara lain: a. Data tentang persiapan pelaksanaan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba. Data tentang persiapan pelaksanaan metode pembelajaran ini diperoleh dari wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan catatan lapangan peneliti. b. Data tentang tahapan-tahapan pelaksanaan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba, yang diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan guru. c. Data tentang implementasi atau praktik pelaksanaan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba yakni membaca 67

85 permulaan, yang diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan guru. d. Data tentang penguasaan guru dalam pelaksanaan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba, yang diperoleh melalui wawancara. e. Data tentang kemampuan siswa dalam memahami keterampilan membaca permulaan, yang diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan guru. f. Data tentang pelaksanaan evaluasi hasil belajar siswa setelah pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba, yang diperoleh melalui hasil tes belajar, wawancara dengan guru, dan orangtua siswa. F. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan berbagai jenis data yang diperlukan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini observasi, wawancara mendalam, studi evaluasi hasil belajar, dan dokumentasi. 1. Observasi Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian.teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah non participant observer yakni pengamatan dilakukan secara pasif tanpa terlibat langsung dalam kegiatan obyek penelitian (Nasution, 2008: 56-58). Sementara menurut Endang Supartini (2001: 28) observasi diartikan sebagai cara yang digunakan 68

86 untuk mendapatkan informasi tentang perilaku anak melalui pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung, yakni peneliti mengamati kegiatan subjek secara langsung tanpa melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran. Observasi langsung dilakukan pada saat pelaksanaan metode pembelajaran dengan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan sedang berlangsung berpegang pada pedoman observasi yang telah disusun sebelumnya. Peneliti melakukan pencatatan secara sistematis dengan menggunakan lembar catatan baik yang bersifat naratif (kualitatif) maupun kuantitatif berupa catatan frekuensi kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan pembelajaran.teknik observasi ini bermaksud mendapatkan sebanyak mungkin data lapangan agar tercapai tujuan penelitian deskriptif kualitatif yang berusaha mengetahui, mencatat dan menggambarkan pelaksanaan pembelajaran dengan media Baba untuk membaca permulaan. 2. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dengan subjek penelitian (Nasution, 2008). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terpimpin. Wawancara terpimpin dilakukan dengan jalan tanya jawab berdasarkan pertanyaan yang akan diajukan disusun terlebih dahulu (Endang Supartini, 2001: 29). Pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu disusun kemudian diajukan kepada responden atau subjek penelitian. Penelitian dilakukan 69

87 dengan bantuan panduan wawancara (interview guide) yang telah disusun yakni mengenai sejumlah informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan metode pembelajaran dengan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan. 3. Evaluasi Hasil Belajar Mengingat salah satu subjek penelitian ini adalah anak-anak tunagrahita ringan yang kurang mampu berkomunikasi secara lisan maupun tertulis maka pengumpulan data juga dilakukan dengan teknik pelaksanaan evaluasi belajar. Evaluasi hasil belajar diperlukan untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan membaca permulaan dari anak tunagrahita baik pada saat sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan metode Media Baba maupun sesudahnya. Evaluasi hasil belajar, dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Dalam penelitian ini, sesuai dengan kondisi subjek penelitian, peneliti menggunakan teknik evaluasi hasil belajar secara lisan. 4. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi melalui laporan dan dokumen sesuai dengan permasalahan penelitian (Nasution, 2008: 56-58). Endang Supartini (2001: 30) memberikan definisi mengenai dokumentasi sebagai metode pengumpulan data dengan menggunakan dokumendokumen yang ada seperti buku-buku, arsip-arsip. Data dokumentasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data mengenai pelaksanaan 70

88 metode pembelajaran dengan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan. Selain itu, juga dikumpulkan berupa foto-foto mengenai pelaksanaan metode pembelajaran dengan penggunaan media Baba dalam membaca permulaan. Dokumentasi digunakan sebagai data pelengkap dalam memenuhi informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. G. Instrumen Penelitian Dengan teknik-teknik pengumpulan data di atas, maka instrumeninstrumen utama dalam penelitian ini adalah antara lain: 1. Peneliti Peneliti merupakan instrumen karena peneliti sekaligus sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor penelitiannya (Moleong 2007: 168). 2. Pedoman Observasi Ernawulan Syaodih dan Mubiar Agustin (2011:5.4) mengemukakan bahwa pedoman observasi merupakan suatu format pernyataan yang dijadikan pegangan oleh peneliti selama proses pengamatan berlangsung. Pedoman observasi digunakan untuk memberikan panduan peneliti dalam melakukan pengamatan pada pelaksanaan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba dalam membaca permulaan, serta proses evaluasi hasil belajar. 71

89 Dalam penelitian deskriptif ini, untuk mendapatkan data yang lebih menyeluruh tentang berbagai aspek yang mau diteliti dari pelaksanaan pembelajaran dengan media Baba untuk membaca permulaan, maka peneliti memakai pedoman observasi naratif untuk mendapatkan data-data kualitatif seputar persiapan, tahapan dan pelaksanaan pembelajaran. Bentuk lengkap dan detil kedua pedoman ini terdapat pada lampiran. Berikut ini adalah kisi-kisi panduan observasi: Tabel 3.Kisi-kisi lembar observasi naratif Aspek Pengamatan Persiapan Tahapan dan implementasi Kemampuan guru Metode belajar Keterampilan siswa Kemampuan siswa Deskripsi Tersedia kebijakan, pengetahuan, dan peralatan yang berkaitan dengan pembelajaran dengan media Baba Terdapat rencana pembelajaran yang jelas dan dilaksanakan sesuai tahapan pembelajaran membaca permulaan dengan media baba. Guru memahami dan melaksanakan sesuai tahapan dan pedoman pembelajaran membaca permulaan dengan Media Baba Guru menggunakan metode yang sesuai dan bervariasi dalam pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba. Siswa dapat menggunakan media Baba sesuai petunjuk guru dan memberikan respon yang sesuai dalam proses pembelajaran membaca permulaan. Gambaran kondisi kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan sesudah pelaksanaan pembelajaran dengan media Baba. Lembar observasi dari setiap aspek pengamatan di atas terlampir pada lampiran 3, 4, 5, 6 dan 7. 72

90 3. Pedoman wawancara Pedoman wawancara berfungsi memberikan tuntunan dalam mengkomunikasikan secara langsung pertanyaan-pertanyaan terhadap responden yang akan diwawancarai (Toha Anggoro, 2011: 5.17). Pedoman wawancara digunakan untuk memberikan panduan peneliti dalam melakukan interview dengan guru terkait dengan pelaksanaan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba dalam membaca permulaan, serta proses evaluasi hasil belajar. Berikut adalah kisi-kisi pedoman wawancara: Tabel 4.Kisi-kisi pedoman wawancara Aspek Pengamatan Persiapan Tahapan dan implementasi Kemampuan guru Kemampuan membaca permulaan siswa Indikator Sekolah memiliki perlengkapan dan rencana pembelajaran dengan media Baba Terdapat kesesuaian antara pelaksanaan dengan tahapantahapan pembelajaran yang dipersiapkan. Guru dapat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tahapan dan teknik penggunaan media Baba Siswa dapat membaca huruf, suku kata dan kata tertentu setelah pelaksanaan pembelajaran dengan media Baba Sumber Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia Guru mata pelajaran bahasa Indonesia Guru mata pelajaran bahasa Indonesia Guru mata pelajaran bahasa Indonesia dan orang tua siswa 4. Lembar Tes Evaluasi Belajar Pada tahap penutup untuk evaluasi hasil belajar siswa, agar mengukur dan mendapatkan gambaran tentang kemampuan membaca permulaan sesudah pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media 73

91 Baba, maka peneliti menggunakan lembar tes kemampuan membaca permulaan secara tertulis. Berikut ini adalah kisi-kisi lembar tes evaluasi kemampuan membaca permulaan siswa (selengkapnya ada pada lampiran 10) Subjek 1 & 2 Tabel 5. Kisi-kisi lembar tes membaca permulaan Aspek Pengamatan Kemampuan siswa Indikator - Skor 1, apabila siswa tidak mampu membaca dengan lafal, intonasi dan lancar meskipun dibantu oleh guru - Skor 2, apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi dan lancar dengan bantuan guru tetapi masih salah - Skor 3, apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi dan lancar dengan bantuan guru dan jawaban betul - Skor 4, apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi dan lacar tanpa bantuan Jumlah 10 item 5. Pedoman Dokumentasi Pedoman dokumentasi digunakan untuk memberikan panduan peneliti dalam mencari dokumen untuk melengkapi data hasil penelitian. Dokumen yang diperlukan diantaranya yang terkait dengan: profil sekolah, data siswa kelas II, dan data hasil belajar siswa kelas II dalam memahami keterampilan membaca permulaan sebagaimana terlihat pada lembar kerja siswa. 74

92 H. Teknik Keabsahan Data Pengecekan keabsahan data dalam penelitian menggunakan triangulasi teknik dan sumber. Adapun maksud dari triangulasi teknik dan sumber tersebut dapat dijelaskan seperti berikut: 1. Triangulasi teknik Triangulasi teknik adalah teknik pemeriksaan data yang menggunakan sesuatu yang lain. Triangulasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber, dengan membandingkan hasil pengamatan, wawancara, angket, dan observasi. 2. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber merupakan teknik pemeriksaan kesesuaian data antara isi informasi dengan sumber pemberi informasi. Dengan kata lain, peneliti memeriksa dan memilah data berdasarkan sumber pemberi informasi. Sumber pemberi informasi penelitian ini adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia (Ibu Suryani) dan orang tua kedua siswa yang menjadi subjek penelitian. I. Analisis Data Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data kualitatif mengikuti konsep Miles and Huberman yakni analisis data dengan langkahlangkah data collection, data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification (Miles dan Huberman, 2004). Secara lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut: 75

93 Data collection Data dispaly Data reduction Conclusion: verifying Gambar 5. Komponen dalam analisis data (interactive model) Sumber: Miles & Huberman, 2004). Untuk melakukan analisis data kualitatif dilakukan langkahlangkah sebagai berikut: a. Data collection, atau pengumpulan atas seluruh data yang diperoleh selama penelitian dari semua instrumen penelitian. b. Data reduction atau reduksi data merupakan proses menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, memfokuskan pada hal-hal penting, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan dan diverifikasi dari data yang diperoleh dari informan penelitian. c. Data display atau penyajian data yaitu data yang disajikan diambil dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penyajian data ini dilakukan coding yakni untuk mengelompokkan data sesuai dengan sumber dan jenisnya. d. Conclusion verifying atau penarikan kesimpulan yaitu menarik kesimpulan dari verifikasi atas data yang diperoleh dari lapangan. 76

94 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memaparkan hasil penelitian yang diperoleh melalui beberapa teknik pengumpulan data sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya. Hasil penelitian ini berupa deskripsi pelaksanaan metode pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba pada tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Selain itu, dijabarkan pula beberapa komponen utama pelaksanaan pembelajaran dengan media Baba seperti kemampuan guru, metode pembelajaran, keterampilan siswa dan hasil evaluasi pembelajaran siswa. A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2, yang beralamatkan di Jalan Kusumanegara 105B, Yogyakarta. SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar untuk anak berkebutuhan khusus, khususnya bagi Anak Tunagrahita (C). Dalam prakteknya, sekolah ini pun memiliki siswa dengan ketunarunguan, hambatan fisik, cerebral palsy dan autisme. Pelaksanaan pendidikan bagi anak tunagrahita ringan, SLB C Dharma Rena II memiliki Visi yakni Terwujudnya layanan pendidikan dan latihan yang efektif bagi siswa tunagrahita untuk bisa hidup mandiri sesuai dengan kemampuannya. Sementara misinya yakni: 1) Membantu siswa untuk mampu belajar dan berlatih; 2) Mengusahakan layanan pendidikan lebih efektif dan efisien; 3) Membina agar para lulusan lebih siap memasuki lapangan kerja; dan 4) Mengikutsertakan peran masyarakat dalam pelayanan pendidikan. 77

95 Adapun jenjang pendidikan di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 dimulai dari tingkat TKLB, SDLB, SMPLB, sampai SMALB. Pelaksanaan kegiatan belajarmengajar di sekolah ini didukung dengan 13 ruangan kelas, ruang perpustakaan, ruangan bimbingan dan konseling, ruang komputer, UKS, kantor TU, ruang guru, ruang dapur, aula, dan sheltered workshop. SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 dilengkapi pula dengan fasilitas-fasilitas penunjang pembelajaran yakni ruang komputer, perpustakaan, ruang keterampilan, ruang laboratorium IPA dan aula. Adapun sarana penunjang lainnya seperti peralatan olahraga, taman bermain, lapangan olahraga, musholla, dan tempat parkir. B. Deskripsi Subjek Penelitian Deskripsi subjek penelitian ini menggambarkan keadaan subjek yang diteliti yakni sebanyak 2 (dua) orang. Siswa tersebut duduk di kelas DII SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini ditulis dengan inisial yakni ALK dan JLS. Kedua subjek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Subjek I a. Identitas Subjek Nama Jenis Kelamin : ALK : Laki-laki TTL : Surabaya, 27 Mei 2001 Alamat : Miliran, Yogyakarta 78

96 b. Karakteristik Subjek Subjek secara keseluruhan terlihat normal, semua anggota badannya lengkap dan tampak seperti anak normal pada umumnya. Hanya saja telinganya kadang-kadang mengeluarkan kotoran, sehingga jika jam pelajaran sudah menginjak siang hari maka di dalam kelas akan tercium bau yang tidak enak. Maka dari itu sebelum jam pelajaran pagi dimulai guru selalu mengganjal kedua kuping ALK dengan menggunakan kapas. Subjek merupakan seorang periang dan termasuk anak yang penurut pada guru. Kemampuan sosialisasi ALK cukup baik yang ditunjukkan dari kemampuannya dalam bergaul dengan teman-temannya dengan baik. Subjek juga memahami perintah sederhana yang diberikan. Dalam hal emosi ALK tidak mengalami masalah yang berarti. Dalam kegiatan pembelajaran, perhatian cukup baik, aktif ketika pembelajaran dilaksanakan pada jam pertama (pagi hari) namun, ketika masuk pada jam pelajaran berikutnya perhatian ALK terkadang gampang beralih. ALK sangat antusias (semangat) ketika mengikuti pembelajaran terutama ketika diberi pertanyaan oleh guru. ALK mempunyai rasa percaya diri yang cukup tinggi, paling cepat dalam menyusun huruf dibandingkan temannya yang lain. Kemampuan ALK dalam membaca permulaan masih sangat rendah dan belum mampu membaca kata sederhana dengan lafal yang tepat, kesulitan dalam membedakan huruf /u/ dan /n/ ketika membaca per huruf, sering mengalami kesalahan kesalahan dalam membaca misalnya huruf /l/ dibaca /i/ apabila membaca mengabungkan suku kata sering terbalik-balik. 79

97 Kesulitan dalam membaca huruf /r/ dibaca /l/ karena ada gangguan pada artikulasi. 2. Subjek II a. Identitas Subjek Nama Jenis Kelamin : JLS : Laki-Laki Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 27 Februari 2001 Alamat : Miliran, Yogyakarta b. Karakteristik Subjek Subjek secara keseluruhan terlihat normal seperti anak normal pada umumnya. Semua anggota badannya lengkap dan tampak seperti anak normal pada umumnya. Subjek terlihat lebih cenderung manja dan memiliki kebiasaan usil terhadap temannya. Ketika pembelajaran di dalam kelas subjek sering meminta perhatian dengan berpura-pura capek, memukulmukul meja, bersiul-siul dan berbisik-bisik dengan teman di sebelahnya. Selain itu, jika subjek dibanding-bandingkan dengan teman yang lebih pintar di dalam kelas maka subjek akan mogok belajar. Ketika subjek marah maka akan keluar dari dalam kelas dan akan masuk ke dalam kelas lainnya. Dalam pembelajaran membaca subjek kurang aktif. Konsentrasi subjek sering terpecah saat melihat atau mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya, sehingga tidak fokus pada proses pembelajaran dan cepat bosan. Kemampuan JLS dalam membaca juga termasuk rendah, hal ini terlihat subjek belum mampu membaca suku kata 80

98 dan kata dengan baik. JLS dalam mengeja suku kata juga masih terbatabata. Meskipun JLS sudah mengenal huruf tapi dalam mengenal huruf /d/ dan /b/ sering terbalik, /h/ dan /n/, /m/ dan /w/, saat menyusun huruf menjadi kata sering salah mengembalikan dalam kotak abjad, mengganti huruf jika mengeja sangat lama dan membaca dengan tidak tepat, jika anak berkomunikasi sering tidak jelas dalam pengucapan. JLS bila sedang berbicara, kata yang disampaikan kurang dapat dipahami sehingga harus diulang-ulang untuk dapat menangkap apa yang diucapkannya. Dalam membaca JLS masih cenderung ingin membaca dengan pakai gambar dan menyusun huruf di depan kelas dengan bantuan gambar konkret. C. Hasil Penelitian Pemaparan hasil penelitian didasarkan pada tahapan pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba yang mencakup tahap persiapan, pelaksanaan atau implementasi dan evaluasi. Pada setiap tahap akan dideskripsikan hasil penelitian yang diperoleh melalui teknik dan instrumen pengumpulan data yang sesuai yakni observasi, wawancara dan lembar tes evaluasi hasil belajar. Hasil penelitian tersebut berupa deskripsi proses pelaksanaan dan deskripsi hasil analisis peneliti atas unit-unit kajian penelitian ini pada setiap tahap yakni kesesuaian persiapan dengan tahapan pelaksanaan, kemampuan guru, partisipasi siswa, dan kemampuan siswa. 81

99 1. Persiapan Pelaksanaan Metode Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Baba Persiapan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan metode membaca permulaan melalui media Baba bagi siswa tungrahita ringan. Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan bahwa persiapan yang dilakukan guru untuk penerapan metode membaca permulaan melalui media Baba bagi siswa tunagrahita ringan adalah sebagai berikut: a. Mempersiapkan media Baba Sebelum memulai kegiatan belajar-mengajar dengan media Baba, terlebih dahulu guru mempersiapkan media Baba berupa Kotak Abjad Baba dan Gambar Peraga Baba. Gambar 6. Kotak Abjad Baba Tujuan dari persiapan ini agar ketika kegiatan belajar-mengajar sudah berlangsung, guru tidak akan kesulitan dalam menggunakan media Baba yang dibutuhkan. Kotak abjad Baba ini akan digunakan oleh guru ketika sedang mengajarkan huruf-huruf atau suku kata. Dengan kotak abjad Baba ini, siswa dimudahkan untuk memahami suku kata yang sedang diajarkan guru. Hal itu seperti 82

100 dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Kota abjad Baba ini memang salah satu hal yang sangat dibutuhkan dalam menerapkan media Baba. Siswa akan menjadi lebih mudah dalam mempraktikkan materi yang diajarkan guru misalnya saat mengajarkan suku kata kepada siswa. Siswa juga lebih senang bila dibantu dengan kotak abjad ini. Ini bisa menjadi salah satu alat peraga yang mereka sukai sehingga pada saat awal sudah harus dipersiapkan dengan baik oleh guru (Hasil wawancara, 16/04/2012). Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa kotak abjad Baba merupakan salah satu alat peraga yang disukai siswa sehingga sangat penting untuk dipersiapkan sebelumnya sehingga pada saat kegiatan belajar-mengajar dengan media Baba dimulai, guru tidak akan mengalami kerepotan. Selain itu, media Baba lainnya yang juga sangat penting untuk dipersiapkan adalah gambar-gambar peraga Baba. Salah satu gambar peraga yang digunakan guru saat kegiatan belajar-mengajar dengan media Baba berlangsung di Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta adalah seperti Gambar 7. Gambar 7. Gambar-gambar peraga Baba 83

101 Gambar tersebut menunjukkan setiap kata disertai dengan visualiasi dari kata yang akan diajarkan, misalnya kata pepaya disertai dengan gambar pepaya; atau kata ayam, disertai dengan gambar ayam. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa mempersiapkan gambar peraga Baba merupakan hal yang sangat penting sebelum kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Hal tersebut seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Saya terlebih dahulu mempersiapkan gambar peraga Baba seperti ini. Ini saya dapatkan dari seorang teman guru juga yang sudah menerapkan media Baba dalam mengajar siswa tunagrahita selama ini. Saya sangat tertolong dengan adanya gambar peraga ini karena ketika saya munculkan gambar ini di depan siswa tungrahita, siswa merasa senang. Jadi jelas gambar peraga Baba ini tidak boleh terlupakan agar saat mengajar tidak akan merasa kesulitan sendiri (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa gambar peraga Baba merupakan hal penting yang harus dipersiapkan sebelum pembelajaran dimulai. Terkait dengan gambar peraga Baba ini harus benar-benar mampu menarik minat siswa untuk melihat. Sehubungan dengan itu, mempersiapkan gambar peraga Baba yang sesuai dengan keinginan siswa merupakan hal yang sangat penting agar dapat menarik minat siswa tunagrahita. b. Mempersiapkan ruangan kelas Ruangan kelas merupakan salah satu sarana penting dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Ruangan kelas dalam hal ini dimaksudkan termasuk penataannya seperti tempat gambar peraga Baba yang akan digunakan. 84

102 Gambar 8. Peletakan Media Almari Baba yang Sesuai Salah satu hal yang perlu direncanakan sebelum kegiatan belajar-mengajar berlangsung adalah penempatan kotak abjad di depan kelas yang dapat dengan mudah terjangkau oleh siswa. Perencanaan yang baik akan memberikan kemudahan bagi siswa ketika sedang dimintai guru untuk mempraktikkan kemampuannya membaca atau memasang suku kata dan kata seperti yang diajarkan oleh gurunya. Selain itu, perlu juga dipersiapkan meja bagi siswa yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran. Keberadaan meja yang cukup besar bagi siswa dapat memudahkannya untuk mempraktikkan pengetahuan atau kemampuan membacanya secara individual seperti berikut. 85

103 Gambar 9. Perencanaan Meja bagi Siswa Tunagrahita untuk Mempraktikkan Pengetahuan secara Individual Mempersiapkan ruangan kelas seperti penataan gambar peraga Baba dan sarana penunjang lainnya merupakan hal penting dalam pelaksanaan media Baba bagi siswa tunagrahita seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Memang betul sekali, persiapan ruangan kelas itu menjadi sangat penting. Siswa yang diajari adalah berkebutuhan khusus, jadi kadang banyak waktu yang digunakan untuk mengatur hal-hal yang tidak diduga sebelumnya seperti mengatur anak atau siswa, memotivasi, mengarahkan siswa itu juga sering menyita waktu yang banyak. Jadi kalau ruangan dan semua peralatan sudah dipersiapkan sebelumnya, maka akan dapat menghemat waktu. Misalnya, meja harus disusun seperti apa, misalnya mereka dibuat berdekatan agar lebih bersemangat (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa dengan mempersiapkan ruangan kelas, menata gambar peraga Baba dapat mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran. Selain itu, perencanaan ruangan kelas dapat menghemat waktu 86

104 sehingga waktu yang ada bisa digunakan lebih terfokus pada pemberian arahan kepada siswa tunagrahita. 2. Pelaksanaan metode pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media Baba Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan media Baba untuk siswa tunagrahita mencakup tiga tahapan, yakni persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Ketiga tahapan tersebut secara ringkas terdapat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Metode Pembelajaran dengan Menggunakan Media Baba Bahasa Indonesia bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta 8 Tahapan Penggunaan Media Baba Diskripsi Kegiatan 1 Persiapan a. Kegiatan awal: (5 Menit) 1) Memberi salam 2) Menulis tema atau sub tema dan tujuan pembelajaran di papan tulis 3) Apresiasi: misalnya bertanya tentang nama-nama binatang yang dikenal siswa 2 Pelaksanaan b. Kegitan inti (45 Menit) 1) Guru menunjukkan alat peraga gambar sesuai dengan tema, seperti itik, ayam, tikus, lalat, sapi, kupu-kupu dan lain-lain. 2) Guru menempelkan alat peraga gambar sesuai dengan tema pembelajaran. 3) Guru meminta siswa secara bergantian untuk memberi nama-nama gambar tersebut dengan cara menyusun kartu huruf pada Almari Baba di depan kelas yang telah dipersiapkan guru 4) Siswa yang lain ikut mengoreksi huruf yang disusun temannya dalam memberi nama-nama gambar tersebut. 5) Bersama dengan siswa membaca nama-nama gambar yang telah disusun tersebut. 6) Guru atau siswa membagi kotak Baba kepada siswa atau temannya. Guru menunjukkan gambar yang di tempelkan di papan tulis, dan siswa memberi nama-nama gambar tersebut dengan cara menyusun kartu huruf di kotak abjad Baba, dan guru mengamati siswa satu persatu. 7) Guru menentukan salah satu siswa menyusun kartu huuf dialmari Baba, dan siswa lain mencocokkan dengan apa yang telah di susun di kotak Baba dengan yang ada di Almari Baba 8) Siswa dan Guru membaca secara bersama-sama, kemudian secara berkelompok. 9) Setelah itu siswa menulis kata-kata yang disusun dikotak abjad dalam buku tulis masing-masing 3 Penutup c. Kegiatan Akhir ( 10 Menit) 1) Guru mengadakan tanya jawab secara lisan tentang materi yang telah diajarkan. 2) Memberi evaluasi; guru mendikte siswa sesuai dengan materi bahan ajar dan siswa menulis di buku tulis. 3) Berdoa 4) Salam penutup 87

105 Tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba diuraikan sebagai berikut: a. Tahap persiapan Tahap persiapan dalam pembelajaran dengan menggunakan media Baba bertujuan untuk mengakrabkan siswa dengan guru. Pada tahap persiapan ini, guru menyapa siswa dengan ramah dan penuh perhatian sehingga siswa merasa dekat dan tidak merasa canggung dengan guru. Selain itu, guru menulis tema atau sub tema pembelajaran dengan menggunakan media papan tulis. Pada tahap persiapan ini, guru menanyakan terlebih dahulu jenisjenis yang ada dalam gambar peraga Baba. Apabila temanya berkaitan dengan binatang atau hewan, maka guru akan menanyakan beranekaragam hewan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada saat guru menggunakan gambar peraga Baba, maka pada tahap persiapan guru yang bersangkutan terlebih dahulu menanyakan beranekaragam jenis binatang yang ada pada gambar peraga Baba yang akan digunakan, misalya, ayam, itik, kelinci, kucing, anjing, dan lain-lain. Tujuan dari perkenalan binatang ini untuk menguji kemampuan siswa dalam mengenali sejumlah binatang. Kemampuan siswa menyebutkan sejumlah binatang diharapkan siswa akan lebih mudah dalam pengenalan binatang dengan membaca nama-nama hewan tersebut dalam gambar media Baba. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik ALK maupun AJS mampu menyebutkan sejumlah nama binatang seperti yang ditanyakan 88

106 guru pada tahap persiapan seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Kedua siswa saya ALK dan JLS pada tahap persiapan mampu menyebutkan sejumlah binatang seperti ayam, kelinci, kucing, anjing, sapi, ular, dan lain-lain. Kemampuan siswa menyebutkan dan mengenali sejumlah binatang tersebut diharapkan akan dapat mempermudah siswa dalam membaca kata yang ada pada gambargambar binatang tersebut. Pada praktiknya, memang siswa lebih mudah mengenali dan membaca tulisan yang ada pada gambar (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa dengan bertanya kepada siswa terlebih dahulu pada tahap persiapan, ternyata lebih mempermudah siswa dalam membaca nama-nama binatang yang ada pada gambar peraga Baba yang digunakan. b. Pelaksanaan Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan media Baba bagi siswa tunagrahita merupakan langkah selanjutnya setelah tahap persiapan. Hal yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut: 1) Guru menunjukkan alat peraga gambar sesuai dengan tema, seperti itik, ayam, tikus, lalat, sapi, kupu-kupu dan lain-lain. Guru menyiapkan gambar peraga Baba sesuai dengan tema mengenai jenis-jenis binatang atau hewan. Alat peraga yang digunakan guru dibuat sedemikian menarik. Siswa tampak memperhatikan dengan serius gambar peraba Baba yang ditunjukkan guru. Dalam menunjukkan gambar-gambar tersebut, guru memperkenalkannya dengan suasana yang santai tapi serius sehingga siswa saat melihat 89

107 gambar tersebut merasa senang namun tetap bersikap serius. Guru berusaha mengarahkan perhatian siswa terhadap tema pembelajaran yang ditetapkan guru yakni seputar binatang. Hal itu dilakukan guru, agar konsentrasi siswa tidak terpecah dengan gambar-gambar objek lain. Cara penyampaian yang baik dari guru mengenai jenis-jenis binatang, membuat siswa bersemangat untuk mengikuti pembelajaran pada tahap selajutnya. Gambar 10. Penyediaan Peraga Nama-nama Binatang Sesuai dengan tema yang dipilih oleh guru yakni tema binatang seperti ayam, kuda, kera, naga, tikus, badak, cicak, anjing, kura-kura. Nama-nama binatang tersebut merupakan kreasi dari siswa setelah melihat gambar-gambar binatang tersebut seperti yang telah diperkenalkan guru sebelumnya. 2) Guru menempelkan alat peraga gambar sesuai dengan tema pembelajaran Guru menempelkan alat peraga gambar sesuai dengan pembelajaran yakni jenis-jenis binatang seperti yang telah 90

108 diperkenalkan sebelumnya. Pada saat guru menempelkan alat peraga tersebut, guru juga tetap mengarahkan perhatian siswa kepada alat peraga yang sedang ditempelkan dengan cara mengajak murid untuk ikut menentukan lokasi alat peraga ditempelkan. Upaya guru untuk melibatkan siswa dalam menempatkan alat peraga tersebut, ternyata membuat siswa jadi bersemangat bersama guru pada saat menempelkan alat peraga tersebut. 3) Guru meminta siswa secara bergantian untuk memberi nama-nama gambar tersebut dengan cara menyusun kartu huruf pada almari Baba di depan kelas yang telah dipersiapkan guru Salah satu cara yang dilakukan guru dalam penggunaan media Baba untuk membaca permulaan bagi siswa tunagrahita adalah dengan meminta siswa secara bergantian untuk memberi nama pada gambar dengan cara menyusun kartu huruf yang tersedia pada almari Baba di depan kelas. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan cara meminta bergantian ke depan kelas untuk menyusun huruf-huruf nama dari gambar yang sudah disediakan, siswa menjadi lebih bersemangat. Dengan pendampingan guru, siswa mencocokkan gambar dengan huruf-huruf yang telah disusunnya seperti pada Gambar

109 Gambar 11. Siswa Bergantian Menyusun Huruf-huruf yang telah disediakan di almari Baba Gambar tersebut memperlihatkan guru sedang memberikan penjelasan mengenai huruf yang dipasang oleh seorang siswa mengenai binatang yang telah diperkenalkan guru. Pada gambar tersebut, tampak siswa sedang memegang gambar peraga Baba berupa gambar-gambar binatang. 4) Siswa yang lain ikut mengoreksi huruf yang disusun temannya dalam memberi nama-nama gambar tersebut Huruf-huruf yang dipasang siswa, belum sepenuhnya benar. Sehubungan dengan itu, guru meminta siswa lain untuk ikut mengoreksi huruf-huruf yang belum benar dipasangkan oleh salah seorang siswa lain. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa guru memiliki cara tersendiri dalam mengoreksi hasil kerja dari siswa yakni dengan melibatkan siswa lainnya untuk mengoreksi pemasangan hurufhuruf yang masih salah seperti yang dipasangkan oleh siswa lainnya. Partisipasi siswa lain untuk saling mengoreksi pemasangan huruf-huruf, dapat menumbuhkan kerjasama di antara sesama siswa. 92

110 5) Bersama dengan siswa membaca nama-nama gambar yang telah disusun tersebut Salah satu cara lainnya yang digunakan guru dalam menyampaikan materi bacaan kepada siswa tunagrahita dengan penggunaan media Baba adalah dengan cara bersama-sama membaca nama-nama gambar yang telah disusun. Dengan cara ini, siswa yang belum lancar membaca nama-nama gambar menjadi lebih mudah atau terbantu dengan keberadaan siswa lainnya. Hal tersebut seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Salah satu cara saya untuk mempercepat kemampuan siswa yang mengalami keterbatasan membaca awal adalah dengan melibatkan seluruh siswa, misalnya saya meminta untuk membaca nama-nama gambar secara bersama-sama. Berdasarkan pengamatan saya, dengan cara melibatkan siswa secara barengbareng membaca nama-nama gambar yang telah disusun (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa melibatkan siswa secara bersama-sama untuk membaca nama-nama gambar merupakan salah satu cara yang dilakukan guru untuk mempermudah siswa dalam membaca permulaan. Hasil yang sama ditunjukkan hasil observasi yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Siswa lebih bersemangat belajar membaca dengan melibatkan siswa secara bersama-sama membaca. Tampak bahwa siswa yang sebelumnya masih mengalami kesulitan membaca huruf-huruf, menjadi lebih mudah membaca materi yang diberikan guru (Hasil observasi, 16 April 2012). 93

111 6) Guru membagi kotak abjad Baba kepada siswa atau temannya Guru menunjukkan gambar yang ditempelkan di papan tulis, dan siswa memberi nama-nama gambar tersebut dengan cara menyusun kartu huruf di kotak abjad Baba, dan guru mengamati siswa satu persatu. Dengan membagi kotak abjad Baba ini, siswa akan memberi nama-nama sesuai dengan yang ditunjuk guru di papan tulis. Cara penyampaian ini membuat guru dan siswa saling kerjasama selama pembelajaran berlangsung. Guru berperan sebagai penunjuk pada gambar yang ditempelkan di papan tulis, sedangkan siswa memberinya nama dengan cara menyusun kartu huruf di kotak abjad Baba. Cara penyampaian materi ini tergolong efektif dalam menumbuhkan minat siswa dalam pembelajaran. Hal tersebut seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Kotak abjad Baba dibagikan kepada siswa dan siswa memberi nama sesuai dengan yang sudah dibicarakan atau disampaikan guru tadi atau sebelumnya. Kotak abjad ini dibagikan kepada siswa dan masing-masing mendapat satu. Jadi jumlah peraga yang harus dipersiapkan guru sesuai dengan jumlah siswa. Masing-masing siswa harus bisa mandiri. Artinya, meskipun ada kelompok tapi yang utama siswa difokuskan untuk memahami sendiri materi pelajaran. Kalau ada kelompok itu hanya sifatnya untuk mempermudah siswa dalam membaca permulaan ini (Hasil wawancara, 16/04/2012) Tujuan guru membagi kota abjad Baba ini kepada masingmasing siswa agar siswa bisa menyusun sendiri nama-nama binatang, dan nama benda konkrit lainnya sesuai tema, yang baru saja dipelajari 94

112 dan kemudian membaca sendiri. Artinya, pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan media Baba ini tetap berfokus pada kemampuan masing-masing siswa untuk membaca permulaan. Peraga Baba yang dipersiapkan guru seperti kotak abjad Baba harus sesuai dengan jumlah siswa sehingga setiap siswa bisa fokus dengan pembelajaran secara individual. Guru juga membagikan buku pembelajaran terutama kepada siswa yang belum memiliki buku tersebut. 7) Setelah itu siswa menulis kata-kata yang disusun di kotak abjad dalam buku tulis masing-masing Setelah masing-masing siswa mendapatkan kotak abjad Baba yang dibagikan guru, siswa secara individu menulis kata-kata yang disusun di kotak abjad tersebut ke dalam buku tulisnya masing-masing. Hal tersebut seperti terlihat pada Gambar 12 di bawah ini. Gambar 12. Siswa Menyusun Abjad dan Kemudian Menulis di Buku Tulis Masing-masing 95

113 Gambar tersebut memperlihatkan siswa sedang menyusun hurufhuruf nama-nama binatang, dan nama benda konkrit yang ada di buku atau peraga Baba. Setelah menyusun huruf-huruf tersebut, siswa kemudian menulisnya di buku tulisnya masing-masing. Selama penulisan ini berlangsung, guru sambil memperhatikan dan memeriksa hasil kerja siswa baik dalam kotak abjad maupun yang dituliskan dalam buku tulisnya masing-masing. Gambar 13. Guru Mendampingi Siswa saat Menyusun Abjad dengan menggunakan Media Baba Gambar tersebut memperlihatkan guru sedang membetulkan pemasangan huruf yang salah atau keliru oleh seorang siswa. Dengan memberikan pendampingan pada siswa saat pembelajaran berlangsung, siswa akan merasa nyaman dan percaya diri karena keterbatasannya dalam memasang huruf-huruf, dapat dengan segera mendapat bantuan dari guru. 96

114 c. Penutup Pada tahap penutup ini, dilakukan tanya jawab secara lisan tentang materi yang telah diajarkan. Tujuan diadakannya Tanya jawab ini adalah untuk mengetahui sejauhmana siswa memahami dan mengingat materi yang baru diajarkan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada bagian Tanya jawab tersebut, siswa umumnya mengingat materi yang telah diajarkan. Hal tersebut seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Waktu saya mengadakan bagian Tanya jawab mengenai materi pelajaran yang telah diajarkan pada bagian penutup, siswa dapat mengingat dengan baik materi tersebut. Siswa mengingat gambar peraga Baba dan mampu membaca tulisan yang di bawahnya dengan baik (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa bagian penutup merupakan salah satu tahapan penting dalam penerapan media Baba untuk membaca permulaan. Pada bagian penutup ini, guru melakukan evaluasi terhadap pemahaman siswa mengenai materi bahan ajar. Pada bagian tahapan ini, siswa juga mempunyai kesempatan untuk menulis di buku mengenai materi pelajaran yang diperolehnya. Selain tanya jawab, evaluasi juga dilakukan dengan memberikan lembar tes hasil belajar membaca permulaan. Bagian terakhir dari tahapan ini adalah menutup dengan doa dan salam penutup. 97

115 3. Deskripsi Komponen-komponen Pelaksanaan Metode Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Baba a. Kemampuan guru dalam menerapkan media Baba Media pembelajaran yang baik dan canggih, tidaklah menjadi otomatis akan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar. Hal itu sangat tergantung pula pada kemampuan guru untuk menerapkan media tersebut. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta mampu menerapkan metode membaca permulaan dengan baik yang menggunakan media Baba. Hal tersebut seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Secara umum saya sendiri tidak ada kesulitan dalam menerapkan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba. Menurut saya menggunakan media Baba ini menarik ya, dan bisa memudahkan siswa dalam menangkap materi bacaan yang diberikan kepada siswa. Saya merasa bahwa menggunakan media Baba ini cukup mudah dalam pelaksanaannya (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa guru dalam menerapkan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba tidak mengalami hambatan yang berarti. Bagi guru, menggunakan media Baba dianggap sebagai salah satu cara memudahkan siswa dalam membaca permulaan. Hal itu dikarenakan media Baba disertai dengan contoh-contoh konkret mengenai materi bacaan yang diberikan kepada siswa. Kemampuan guru dalam menerapkan media Baba dalam membaca permulaan bagi siswa Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 II 98

116 Yogyakarta juga didukung hasil observasi yang dilakukan seperti pada Tabel 7 di bawah ini: Tabel 7. Observasi Penerapan Penggunaan Media Baba pada Guru Bahasa Indonesia Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta No Kegiatan Diskripsi 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran suku kata dan kata 2 Mengenalkan gambar sesuai dengan materi pelajaran 3 Memberikan contoh menyusun kartu huruf berdasarkan nama gambar kepada siswa 4 Guru membagikan gambar pada siswa sesuai dengan materi yang diajarkan 5 Membimbing siswa berlatih menyusun kartu huruf pada kotak abjad Baba 6 Membimbing siswa untuk membaca bersama huruf yang telah disusun dengan lafal dan intonasi yang tepat 7 Mendikte siswa menyusun kartu huruf di depan kelas pada almari baba atau pada kotak abjad Baba 8 Memberi contoh cara membaca dengan melafalkan dan merangkai suku kata dan kata dan meminta siswa menirukan 9 Siswa diberi tugas mengembalikan kartu huruf ke kotak abjad Baba masing-masing persuku kata atau kata 10 Siswa diberi tugas mencatat kata yang telah dipelajari Sumber: Hasil observasi Guru mampu menjelaskan dengan lancar Guru mampu melaksanakan dengan lancar Guru mampu memberikan contoh dan siswa mengerti Guru mampu melaksanakan sesuai dengan perencanaan Guru mampu merespon dengan baik terhadap siswa saat memberikan bimbingan Guru mampu dengan baik membimbing siswa untuk membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat dan lancar Guru mampu memberi tugas pada murid dengan mendikte Guru mampu memberikan contoh dengan baik kepada siswa Guru mampu melakukan tindakan sesuai dengan konteks rencana Guru mampu memberikan tugas kepada siswa Hasil observasi tersebut memperlihatkan bahwa guru memiliki kemampuan yang baik dalam menerapkan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba. Kemampuan guru tersebut ditunjukkan dari beberapa hal, di antaranya: kemampuan menjelaskan dengan lancar, 99

117 melaksanakan dengan lancar, memberikan contoh dan siswa mengerti, melaksanakan sesuai dengan perencanaan, kemampuan guru dalam merespon dengan baik terhadap siswa saat memberikan bimbingan, kemampuan membimbing siswa untuk membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat dan lancar, memberi tugas pada murid dengan mendikte, memberikan contoh dengan baik kepada siswa, melakukan tindakan sesuai dengan konteks, dan memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan penggunaan media Baba tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dan juga observasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa guru memiliki kemampuan yang baik dalam pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba. Kemampuan guru dalam pelaksanaan tersebut, akan berdampak pada kemampuan siswa dalam membaca permulaan yang lebih baik dengan penggunaan media Baba tersebut. b. Metode penyampaian materi melalui media Baba Penggunaan media Baba dimaksudkan untuk dapat mempermudah penyampaian materi melalui gambar peraga Baba kepada siswa tunagrahita. Untuk menggunakan media Baba tersebut, perlu didukung metode pembelajaran yang sesuai sehingga media tersebut dapat dengan mudah diterima oleh siswa tunagrahita. Adapun metode yang digunakan guru dalam pembelajaran adalah dengan tiga cara, yakni: Tanya jawab, 100

118 demonstrasi, dan penugasan. Adapun metode yang digunakan guru tersebut seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Metode Pelaksanaan Pembelajaran Dengan Menggunakan Media Baba bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta No Metode dalam pelaksanaan penggunaan media Baba 1 Tanya jawab 2 Demonstrasi Deskripsi Dalam penyampaian materi dengan menggunakan media Baba, guru mengadakan metode tanya jawab terhadap siswa dengan tujuan agar siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar Selain metode tanya jawab juga guru menggunakan metode demonstrasi dalam penyampaiyan materi dengan menggunakan media Baba, karena metode ini tepat bagi siswa tunagrahita dan dalam pelaksanan proses pembelajaran media Baba terdapat metode demonstrai dimana guru memberikan contoh pada papan almari abjad dan siswa menirukan menyusun huruf pada kotak abjad Baba, melafalkan huruf dan intonasi yang tepat, serta memberi contoh membaca dengan lancar 3 Penugasan Metode pemberian tugas merupakan suatu kegiatan berupa siswa melakukan sesuatu atas petunjuk dari guru di mana siswa diberikan tugas dikte untuk menyusun huruf menjadi suku kata dan kata dan menugasi anak untuk membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat serta membaca kata dengan lancar. Sumber: hasil penelitian, diolah. Ketiga metode yang digunakan guru tersebut sesuai dengan media Baba yang digunakan seperti diuraikan berikut: 1) Metode tanya jawab Metode tanya jawab yang digunakan guru sangat sesuai dengan media Baba. Melalui metode ini, guru bertanya kepada siswa misalnya mengenai nama-nama binatang atau hewan kepada siswa. Siswa menyebutkan sejumlah nama binatang yang akan dijadikan sebagai 101

119 objek pembelajaran membaca permulaan. Selain itu, guru juga bertanya kepada siswa mengenai sejumlah nama-nama benda konkret di lingkungan sekitar siswa seperti meja, guru dan lain-lain yang sering dilihatnya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa melalui metode Tanya jawab, seluruh siswa ikut aktif menjawab pertanyaan dari guru. Metode ini membangkitkan semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran sesuai dengan tema-tema yang ditetapkan oleh guru seperti tema namanama binatang atau tema nama-nama buah serta nama benda konkret lingkungan sekitar. Hal tersebut seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru di Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Saya menggunakan metode tanya jawab dalam pembelajaran ini karena cocok dengan media Baba yang saya gunakan. Sebelum menyuruh siswa untuk membaca atau menyusun huruf-huruf terlebih dahulu saya bertanya kepada siswa mengenai materi pembelajaran yang akan diberikan seperti nama-nama binatang yang ada pada alat peraga Baba (Hasil wawancara, 16/04/2012). Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa metode tanya jawab sangat cocok dengan penggunaan media Baba seperti tema binatang dimana guru terlebih dahulu bertanya kepada siswa mengenai namanama atau jenis binatang. Metode tanya jawab ini ternyata mampu menarik minat siswa untuk ikut terlibat aktif berpartisipasi selama pembelajaran berlangsung. Hasil observasi menunjukkan hal yang sama bahwa dengan penerapan metode tanya jawab, siswa menjadi aktif terlibat dalam 102

120 pembelajaran. Hal itu ditunjukkan dengan sikap antusias siswa dalam menyebutkan nama-nama binatang yang dikenalnya (Hasil observasi, 12 April 2012). 2) Metode demonstrasi Metode pembelajaran lainnya yang digunakan guru dengan menggunakan media Baba adalah metode demonstrasi. Metode ini tepat bagi siswa tunagrahita dan dalam pelaksanan proses pembelajaran media Baba. Metode demonstrai ini dimaksudkan dimana guru memberikan contoh pada papan almari abjad dan siswa menirukan menyusun huruf pada kotak abjad Baba, melafalkan huruf dan intonasi yang tepat, serta memberi contoh membaca dengan lancar. Melalui metode demonstrasi, guru memberikan contoh atau mendemonstrasikan tema yang dipilih guru. Penggunaan metode demonstrasi ini sangat cocok dengan penggunaan media Baba. Misalnya, dengan pemilihan tema nama-nama binatang, guru dapat mendemonstrasikan gambar binatang yang dimaksud. Dengan mendemonstasikan kepada siswa, siswa menjadi lebih mudah menangkap nama-nama binatang yang dimaksud. Hal tersebut seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Sesuai dengan media yang digunakan adalah media Baba salah satunya dilengkapi dengan gambar-gambar, maka memberikan contoh kepada siswa menjadi hal yang sangat penting. Saya selalu mendemonstrasikan materi pembelajaran kepada siswa. Metode demonstrasi memang menjadi sangat cocok terutama dalam 103

121 menggunakan gambar peraga Baba kepada siswa tunagrahita (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa metode demonstrasi sangat sesuai dengan penggunaan media Baba yang umumnya dilengkapi dengan sejumlah gambar yang dapat memudahkan siswa dalam pembelajaran khususnya membaca permulaan. Hal yang sama ditunjukkan dengan hasil observasi yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Siswa lebih cepat menangkap materi pembelajaran dengan metode demonstrasi yang digunakan guru. Siswa tampak antusias mengikuti pembelajaran khususnya pada saat guru mendemonstrasikan nama-nama gambar yang ada dalam alat peraga Baba (Hasil observasi, 12 April 2012). 3) Metode penugasan Metode penugasan dilakukan dengan guru memberikan tugas kepada siswa untuk menyelesaikan materi pelajaran secara mandiri atau kelompok. Metode pemberian tugas merupakan suatu kegiatan berupa siswa melakukan sesuatu atas petunjuk dari guru di mana siswa diberikan tugas dikte untuk menyusun huruf menjadi suku kata dan kata dan menugasi anak untuk membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat serta membaca kata dengan lancar. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa metode penugasan merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat cocok dengan 104

122 menggunakan media Baba. Ketika guru melakukan tanya jawab dengan siswa dan kemudian guru mendemontrasikan tema pembelajaran yang ditetapkan, dan selanjutnya guru kemudian memberi penugasan kepada siswa dengan tugas-tugas. Melalui metode penugasan ini, setiap siswa dikondisikan untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru seperti menyusun suku kata atau kata sesuai dengan materi yang diberikan guru. Siswa diarahkan untuk bekerja sendiri sehingga akan terukur kemampuan membaca permulaan siswa yang sebenarnya. Saat penugasan berlangsung, guru selalu ada di sekitar siswa untuk memberikan penjelasan atau membantu hal-hal yang belum jelas bagi siswa. Kegiatan pribadi atau individual siswa sesuai dengan penugasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 14 Gambar 14. Penugasan Siswa untuk Mengerjakan Tugas yang Diberikan Guru dengan Menyusun Huruf-huruf pada Kotak Abjad Baba Gambar tersebut memperlihatkan siswa sedang konsentrasi dan serius dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Siswa bersemangat dalam mengerjakan tugas tersebut secara individual. Hasil wawancara dengan Ibu 105

123 Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Metode penugasan merupakan metode terakhir dari tanya jawab dan demonstrasi. Pada metode penugasan ini, siswa dilatih untuk mandiri dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Kalau saya amati ya, siswa kelihatan antusias dan serius ketika diminta untuk mengerjakan tugas baik itu secara individu maupun secara kelompok atau bersama (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa metode penugasan sangat sesuai dengan penggunaan media Baba. Metode penugasan diberikan guru setelah melakukan tanya jawab dan metode demontrasi. Metode penugasan dapat menumbuhkan kemandirian siswa dalam belajar terutama membaca permulaan. Hasil wawancara tersebut juga didukung hasil observasi yang dilakukan bahwa siswa umumnya antusias mengerjakan tugas yang diberikan guru baik secara individual maupun dalam kelompok. c. Keterampilan Siswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran Membaca permulaan dengan Media Baba Keterampilan siswa ditunjukkan dengan kemampuan subjek ALK dan JLS dalam kemampuan subjek menggunakan media Baba sebagai sarana pembelajaran khususnya membaca permulaan, dan respon siswa yang positif saat pelaksanaan pembelajaran. Gambaran keterampilan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 9. di bawah ini: 106

124 Table 9. Observasi mengenai Keterampilan Siswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran untuk Menggunakan Media Baba Kelas D II di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta Subyek ALK JLS Aspek Keterampi lan subjek terhadap metode melalui media Baba untuk membaca Hasil Observasi - Subjek mengalami perubahan perilaku terhadap pembalajaran membaca yang sebelumnya kurang bersemangat dalam pembelajaran membaca namun setelah menggunakan media Baba subjek merespon dengan baik. Hal ini terlihat dari sikap anak yang tidak sabaran untuk menggunakan kotak abjad Baba dan merasa heran juga dengan melihat almari Baba yang sangat besar dan huruf yang besar juga. - Dalam mengerjakan tugas-tugas membaca dan menulis kata yang disusun dapat dilaksanakan subjek dengan baik, dan subjek memiliki sikap yang tekun sehingga kemampuan anak sanagt baik. - Subjek juga sangat mudah memahami perintah guru dalam menggunakan media Baba. - Subjek JLS, pada awal penggunaan media Baba sering ceroboh, seperti menumpahkan huruf dari kotak abjad Baba, sehingga membutuhkan waktu yang banyak untuk mendampingi subjek dalam menempatkan huruf-huruf pada kotak abjad sesuai tulisan, namun dalam perjalanan waktu ada perubahan sikap JLS dengan tekun untuk berlatih sesuai dengan anjuran guru. - Dalam mengerjakan tugas, JLS berbeda dengan siswa lainnya hal ini terlihat dari sikap JLS dengan sifat anak yang lebih aktif, perhatian mudah teralih, dan ketika melihat temannya sudah selesai menyusun siswa mandek untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru dia tidak ingin disaingi, maka selalu perhatian guru terpusat pada anak agar anak mampu menyelesaikan tugasnya. - Subjek dalam mengikuti/ memahami perintah guru, responnya sangat baik diawal namun dalam pertengahan sering beralih pada hal yang dia rasa menarik, khususnya saat mendengar suara ribut di luar kelas anak sering mau cepat-cepat ke luar dari kelas meskipun belum waktunya. Namun dengan bimbingan guru anak kembali fokus pada pembelajaran. Sumber: hasil observasi, diolah Hasil observasi tersebut memperlihatkan bahwa baik ALK maupun JLS memiliki keterampilan yang baik terhadap media Baba dalam membaca permulaan. Hasil observasi menunjukkan bahwa subjek ALK mengalami 107

125 perubahan perilaku terhadap pembalajaran membaca yang sebelumnya kurang bersemangat dalam pembelajaran membaca namun setelah menggunakan media Baba subjek merespon dengan baik. Hal ini terlihat dari sikap anak yang tidak sabaran untuk menggunakan kotak abjad Baba dan merasa heran juga dengan melihat almari Baba yang sangat besar dan huruf yang besar juga. Dalam mengerjakan tugas-tugas membaca dan menulis kata yang disusun dapat dilaksanakan subjek dengan baik, dan subjek memiliki sikap yang tekun sehingga kemampuan anak sangat baik. Subjek ALK juga sangat mudah memahami perintah guru dalam menggunakan media Baba. Hal yang sama ditunjukkan subjek JLS yang memiliki keterampilan yang baik terhadap media Baba dalam membaca permulaan. Hasil observasi memperlihatkan bahwa subjek JLS, pada awal penggunaan media Baba sering ceroboh, seperti menumpahkan huruf dari kotak abjad Baba, sehingga membutuhkan waktu yang banyak untuk mendampingi subjek dalam menempatkan huruf-huruf pada kotak abjad sesuai tulisan, namun dalam perjalanan waktu ada perubahan sikap JLS dengan tekun untuk belatih sesuai dengan ajuran guru. Dalam mengerjakan tugas JLS, berbeda dengan siswa lainnya. Hal ini terlihat dari sikap JLS dengan sifat anak yang lebih aktif, perhatian mudah teralih, dan ketika melihat temannya sudah selesai menyusun, JLS menjadi berhenti untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru karena dia tidak ingin disaingi. Oleh karena itu, perhatian guru selalu terpusat pada JLS agar siswa tersebut mampu menyelesaikan tugasnya. 108

126 Subjek JLS dalam mengikuti/ memahami perintah, responnya sangat baik diawal namun dalam pertengahan sering beralih pada hal yang dia rasa menarik, khususnya saat mendengar suara ribut di luar kelas, JLS sering mau cepat-cepat keluar dari kelas meskipun belum waktunya. Namun dengan bimbingan guru JLS kembali fokus pada pembelajaran. Kemampuan dan keterampilan siswa juga diperlihatkan dengan respon siswa terhadap petunjuk guru selama pembelajaran sebagaimana tampak pada hasil observasi dalam Tabel 10.di bawah ini: Table 10. Observasi mengenai Respon Siswa saat Pelaksanaan pembelajaran dengan Media Baba di Kelas D II di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta Subyek ALK Aspek Hasil Observasi - Awal menggunakan media Baba subjek masih kesulitan dan butuh bimbingan dari guru, karena media ini merupakan hal yang baru bagi anak, namun dalam latihan berikutnya anak sudah merespon dengan baik dan mampu untuk menyusun huruf pada kotak abjad Baba secara mandiri. - Saat pembelajaran berlangsung anak menyimak dengan baik, hal dikarenakan menggunakan media Baba yang sangat konkret. - Subjek dalam proses kegiatan pembelajaran sangat aktif hal ini terlihat dari respon anak bertanya ketika tidak tahu dalam penyusunan huruf dan saat membaca dalam mengeja suku kata dan kata JLS Respon - Respon siswa ketika saat pelaksanaan pembelajaran mengunakan siswa saat pelaksanaa n pembelajar an Sumber: hasil observasi, diolah media Baba sangat antusias dan gembira dan anak merasa seperti bermain maka ketika di suruh menyusun subjek pertama kali tidak mengikuti langkah-langkah penggunaan media Baba, dia menyusun sesuai keinginanya dan sering memasukan huruf pada kotak abjad Baba salah menempatkan maka ketika diakhir pembelajaran guru harus mengatur kembali kotak abjda JLS. - Dengan latihan yang terus- menerus JLS mampu menyimak pembelajaran yang diberikan oleh guru. - Keaktifan subjek saat proses belajar mengajar sangat baik hal ini terlihat dari respon siswa saat di suruh kedepan mengerjakan tugas menyusun di alamri Baba anak mampu tanpa bantuan dan mau bertanya apabila tidak menemukan huruf yang mau di susun. Dan subjek memiliki percaya diri yang tinggi. 109

127 Baik subjek ALK maupun JLS memiliki respon yang baik dan positif terhadap penggunaan media Baba dalam pembelajaran. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa subjek ALK pada awal penggunaan media Baba subjek tersebut masih kesulitan dan butuh bimbingan dari guru, karena media ini merupakan hal yang baru bagi anak. Akan tetapi, dalam latihan berikutnya subjek ALK sudah merespon dengan baik dan mampu untuk menyusun huruf pada kotak abjad Baba secara mandiri. Saat pembelajaran berlangsung subjek ALK menyimak dengan baik. Hal itu dikarenakan pembelajaran dengan menggunakan media Baba dirasakan sangat konkret. Subjek ALK dalam proses kegiatan pembelajaran sangat aktif. Hal ini terlihat dari respon subjek tersebut untuk bertanya ketika tidak tahu dalam penyusunan huruf dan saat membaca dalam mengeja suku kata dan kata. Subjek JLS juga menunjukkan respon yang baik dan positif mengenai penggunaan media Baba. Hasil observasi memperlihatkan bahwa siswa JLS ketika saat pelaksanaan pembelajaran mengunakan media Baba, subjek tersebut sangat antusias dan gembira. Subjek ini terlihat sangat senang karena pembelajaran dirasakan seperti bermain, misalnya ketika disuruh menyusun subjek JLS pertama kali tidak mengikuti langkah-langkah penggunaan media Baba. Subjek ini menyusun sesuai keinginanya dan sering memasukan huruf pada kotak abjad Baba dan salah menempatkan. Sehubungan dengan itu, ketika diakhir pembelajaran guru harus mengatur kembali kotak abjad JLS. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dikatakan bahwa dengan latihan yang terus-menerus JLS mampu menyimak pembelajaran yang diberikan oleh 110

128 guru. Keaktifan subjek saat proses belajar mengajar sangat baik. Hal ini terlihat dari respon siswa JLS saat disuruh ke depan mengerjakan tugas menyusun di almari Baba, JLS mampu tanpa bantuan dan mau bertanya apabila tidak menemukan huruf yang mau disusun. Subjek JLS memiliki percaya diri yang tinggi. 4. Kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dengan adanya pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media Baba Implementasi atau pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba pada siswa tunagrahita bertujuan untuk membantu siswa agar lebih mudah dalam mengikuti pembelajaran. Sebelum pelaksanaan metode ini, siswa kelihatan mengalami kesulitan dalam membaca huruf-huruf tertentu, suku kata, dan kata. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil tes yang dilakukan pada awal sebelum pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba dilaksanakan. Berdasarkan hasil tes tersebut dapat diketahui pengetahuan dan penguasaan abjad siswa masih cukup terbatas. Hal ini dapat dicontohkan dengan siswa ALK yang umumnya sudah mengetahui huruf kecil, yakni dari 21 huruf yang diteskan diawal yakni (a, b, c, d, e, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, r, s, t, u, y, w). Ketika siswa ALK diminta untuk membaca huruf yang ditunjuk oleh guru dengan menyuarakan nama abjad, namun ada kesulitan dalam membedakan huruf yang hampir mirip ukuranya seperti /u/ dibaca /n/ atau sebaliknya, /l/ dibaca /i/, tetapi ketika membaca huruf /i/ siswa tetap membaca huruf /i/ dan huruf /y/ dibaca /j/. Subjek 111

129 ALK juga mengalami kesulitan dalam mengucapkan huruf /r/ tapi siswa tersebut mengetahui konsep huruf /r/. Hal ini dikarenakan organ artikulasi siswa ALK yakni lidahnya agak pendek. Sementara JLS, dari hasil tes 21 huruf (a, b, c, d, e, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, r, s, t, u, p, y,w) yang diteskan, siswa ini sudah mengetahui huruf kecil, dan mampu membaca huruf yang ditunjukkan guru dengan menyuarakan nama abjad. Subjek ini kesulitan dalam membedakan huruf /d/ dan /b/ serta /h/ dan /n/ /t/ dibaca /f/ huruf /m/ dan /w/. Mengacu pada kondisi kemampuan siswa dalam membaca abjad ini, penerapan metode membaca permulaan dengan media Baba ternyata dapat membantu siswa untuk lebih mudah dalam membaca mulai dari membaca abjad, suku kata, dan kata. Kemampuan membaca permulaan siswa dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek, yakni: pelafalan, intonasi, dan kelancaran. a. Pelafalan Penerapan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba pada siswa tunagrahita di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dapat memperbaiki pelafalan siswa. Hal tersebut didukung hasil wawancara dengan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Dengan menggunakan media Baba ini, siswa menjadi lebih mudah dalam pelafalan. Saya lihat siswa ALK dan JLS sebelumnya, agak sulit melafalkan, seperti tes pengucapan abjad yang dilakukan, kedua siswa ini mengalami kesulitan dalam melafalkan huruf-huruf tertentu. Dengan menerapkan metode membaca permulaan ini, kelihatan siswa memiliki lafal yang lebih baik. Ini dikarenakan adanya contoh-contoh atau gambar yang ada dalam alat peraga sehingga siswa lebih mudah untuk mengingatnya (Hasil wawancara, 16/04/2012) 112

130 Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa dengan menggunakan media Baba, siswa menjadi lebih baik dalam pelafalan. Hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuan ALK dan JLS dalam hal lafal yang lebih baik. Hal senada dikemukakan orangtua siswa ALK seperti berikut: Ya anak saya lafalnya menjadi lebih baik. Dulu anak saya gak bisa ngucapin /r/ dengan baik, selalu dibaca /l/ (el). Tapi sekarang sudah lebih baik. Waktu saya ke sekolah nanya ke gurunya, katanya ada metode baru yang digunakan. Saya lihat banyak kemajuan terutama dalam membaca kata. Misalnya, di rumah kan ada tulisan-tulisan gitu, sekarang ini sudah lebih lancar dan lafalnya sudah cukup bagus dan lebih baik. Ini dikarenakan adanya contoh-contoh atau gambar (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa media Baba mampu membuat siswa ALK membaca dengan lafal yang lebih baik. Menurut orangtua ALK tersebut, siswa ALK di rumah menjadi lebih aktif dalam membaca tulisan-tulisan di rumahnya dan dengan lafal yang lebih baik. Hal senada dikemukakan orangtua JLS bahwa anaknya telah memiliki lafal membaca yang lebih baik seperti berikut: Saya lihat memang ada perkembangan dari anak saya JLS dalam membaca tulisan kata. Lafal membacanya sudah semakin baik. Dulu anak saya itu susah membedakan beberapa huruf seperti membedakan huruf /d/ dan /b/ serta /h/ dan /n/ /t/ dibaca /f/. Sekarang lafalnya sudah lebih baik. Saya tidak tahu apa yang dilakukan guru kog bisa lebih maju. Saya sendiri sering melatih tapi gak bisa-bisa. Tapi ini sudah lebih baik ya (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa JLS memiliki lafal membaca yang lebih baik setelah adanya penerapan metode pembelajaran yang menggunakan media Baba. Hal ini menunjukkan bahwa media Baba 113

131 yang digunakan guru dalam mengajar siswa tunagrahita membaca permulaan dapat memperbaiki lafal siswa ALK dan JLS dalam membaca. Kemajuan yang dimiliki kedua siswa ini khususnya dalam hal lafal membaca menunjukkan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba merupakan salah satu cara yang efektif dalam memperbaiki lafal membaca khususnya siswa tunagrahita yang memiliki keterbatasan dalam belajar. b. Intonasi Salah satu hal yang ingin diperbaiki dalam pembelajaran membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan adalah intonasi membacanya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedua siswa ALK dan JLS sebelumnya memiliki kelemahan dalam membaca yakni intonasi yang kurang jelas. Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba mampu memperbaiki intonasi ALK dan JLS. Hal tersebut seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Salah satu kelemahan siswa seperti ALK dan JLS dalam membaca adalah intonasi yang kurang jelas. Kadang saya sendiri tidak mudah untuk menangkap apa isi dari yang dibaca oleh ALK dan JLS. Pengaruh lidah mungkin yang agak pendek bisa menjadi salah satu penyebab tidak jelasnya intonasi dari siswa ini kalau membaca menjadi kurang jelas. Tapi dengan adanya metode pembelajaran yang menggunakan media Baba ini cukup membantu menurut saya (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa siswa ALK dan JLS sama-sama memiliki kelemahan dalam intonasi. Kelemahan membaca 114

132 dengan intonasi yang kurang jelas, membutuhkan metode pembelajaran yang mampu memperbaikinya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba ternyata mampu memperbaiki intonasi siswa ALK dan JLS dalam membaca. Hal tersebut juga didukung orangtua ALK seperti berikut: Kemajuan lain yang saya lihat dari anak saya ALK bahwa sekarang kalau membaca intonasinya menjadi jelas. Ya sekarang lebih cetok (jelas). Anak saya ALK memang memiliki lidah yang agak pendek, sehingga kalau membaca saya sendiri kurang menangkap. Tapi kadang saya mengiyakan aja kalau dia membaca dan minta penjelasan ke saya. Saya takut kalau saya kelihatan gak ngerti, anaknya nanti jadi mutung (malas dan mogok) (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba dapat memperbaiki intonasi siswa ALK dan JLS. Dengan metode ini, intonasi membaca subjek penelitian menjadi lebih baik. Hal senada dikemukakan orangtua JLS seperti berikut: Sebenarnya salah satu kelemahan anak saya JLS intonasinya kalau membaca ya kurang jelas. Kadang saya merasa bersalah karena anak saya kalau membaca tidak jelas intonasinya. Seakan-akan dia mengucapkan rata semuanya. Tapi sekarang memang sudah lebih baik. Saya sering lihat dia membaca dengan menggunakan media Baba itu. Saya lihat buku dan peraganya sudah sangat cocok dengan kondisi anak saya dan kemampuanya (Hasil wawancara, 16/04/2012) Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba dapat memperbaiki intonasi membaca subjek JLS. Hal tersebut seperti dikemukakan orangtua siswa, 115

133 misalnya ketika JLS menggunakan media Baba di rumahnya seperti alat peraga Baba yang memuat gambar-gambar binatang. Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba mampu memperbaiki intonasi membaca subjek baik ALK maupun JLS. Hal ini mengindikasikan bahwa media Baba merupakan salah satu cara yang baik dan tepat untuk memperbaiki intonasi membaca siswa tunagrahita seperti ALK dan JLS. c. Kelancaran Siswa tunagrahita memiliki tantangan tersendiri untuk dapat membaca dengan lancar. Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba merupakan salah satu cara yang baik digunakan untuk memperlancar siswa dalam membaca. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan media Baba dapat memperlancar cara membaca siswa seperti dikemukakan Ibu Suryani selaku guru Kelas D II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta seperti berikut: Selama saya mengajar di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta, tentu saya juga sudah melakukan berbagai cara atau metode pembelajaran. Saya melakukan hal itu karena memang kondisi siswa yang tunagrahita menuntut kreativitas dan inovasiinovasi guru khususnya dalam metode dan model pembelajaran. Siswa dengan kondisi tunagrahita ini memang tidak selalu mudah untuk mengajarnya. Siswa memiliki beberapa kelemahan di antaranya sangat mudah lupa terhadap apa yang sudah dipelajari. Saya melihat dengan metode yang menggunakan media Baba ini mampu memperlancar cara membaca siswa (Hasil wawancara, 12/04/2012). 116

134 Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa guru telah mengupayakan berbagai metode dan model pembelajaran sebelumnya. Di antara metode pembelajaran yang dilakukan guru, metode membaca permulaan dengan penggunaan media Baba dinilai sebagai metode yang yang sangat cocok khususnya untuk membantu siswa agar bisa membaca lebih lancar. Hal senada dikemukakan orangtua ALK bahwa anaknya saat ini sudah mampu membaca lebih lancar seperti berikut: Salah satu hal yang saya lihat perkembangan membaca anak saya ALK bahwa sekarang bisa membaca lebih cepat atau lebih lancar. Saya tahu hal itu ketika ALK mengulang-ulang pelajarannya di rumah sudah bisa lebih lancar. Menurut saya metode pembelajaran yang menggunakan Baba cocok untuk membaca permulaan seperti anak saya (Hasil wawancara, 16/04/2012). Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba dapat bermanfaat bagi siswa tunagrahita seperti memperlancar membaca. Hal senada dikemukakan orangtua JLS bahwa metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba cocok bagi siswa tunagrahita seperti berikut: Anak saya kalau membaca sering terbata-bata, bahkan cenderung sangat lambat. Ketika menggunakan media Baba, JLS bisa membaca lebih lancar. Salah satu permasalahan anak tunagrahita dalam membaca adalah cenderung lambat dan terbata-bata. Mungkin metode yang digunakan guru dalam mengajar kurang mendukung. Berbeda dengan metode diajarkan guru seperti barubaru ini yakni menggunakan media Baba kelihatan bagi siswa sangat menyenangkan dan dampaknya adalah anak bisa lebih lancar membaca suku kata dan kata (Hasil wawancara, 16/04/2012). Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba dinilai cocok untuk 117

135 memperlancar cara membaca siswa seperti JLS. Hal tersebut seperti dikemukakan orangtua JLS bahwa cara membaca anaknya sudah lebih lancar terutama setelah anaknya sering menggunakan media Baba saat belajar di rumah. Kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta yang lebih baik dengan adanya pelaksanaan metode pembelajaran melalui media Baba dilihat dari tiga hal, yakni: pelafalan, intonasi, dan kelancaran. Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa ALK dan JLS memiliki kemampuan membaca permulaan yang lebih baik seperti ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11. Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas D II Tunagrahita Ringan melalui Media Baba di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta Nama Aspek Diskripsi Siswa Penilaian ALK Pelafalan Subjek Alk dalam pelafalan memiliki kemampuan membaca huruf, suku kata, dan kata dengan pelafalan yang tepat dengan suara yang jelas hal ini ditunjukkan melalui hasil skor penilaian yang menunjukkan bahwa persentase dari kemampuan awal anak mengalami perubahan setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan media Baba. Dimana kemampuan awal anak pengetahuan abjad ALK menguasai 16 abjad, dan kesalahan membaca pada huruf /h/ dibaca /n/, huruf /n/ dibaca /u/, huruf / f/ dibaca /p/ dan terkadang huruf /t/ dibaca menjadi huruf /f/, /w/ dibaca /m/, namun setelah menggunakan media baba kesalahan-kesalahan tersebut dapat diatasi dan anak mampu melafalkannya dengan benar. Intonasi Kelancaran Subjek ALK dalam Intonasi memiliki kemampuan yang baik dalam membaca huruf, suku kata, dan kata dengan intonasi yang tepat, yang mana sebelumnya subjek ALK dalam intonasi kadang tidak tepat dalam pengucapanya Subjek ALK dalam membaca huruf, suku kata dan kata memiliki kemampuan dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes evaluasi belajar membaca anak yang sebelumnya anak membaca huruf, suku kata, dan kata masih terbata-bata. Namun setelah menggunakan Media Baba anak mampu membaca dengan lancar. JLS Pelafalan Subjek JLS, kemampuan awal pelafalan anak sebelum pelaksanaan pembelajaran, dalam pelafalan huruf masih ada dibaca terbalik hal ini terdapat pada huruf /d/ dibaca /b/ atau sebaliknya /b/ dibaca /d/, /h/ dibaca /n/ dan /m/ dibaca /w/. Namun setelah diberikan latihan membaca melalui media Baba kesalahan pelafalan tersebut dapat diatasi dan akhirnya subjek JLS mampu melafalkan dengan tepat Intonasi Kelancaran Sumber: hasil observasi, diolah Subjek JLS, dalam kemampuan awal subjek intonasi membaca permulaan terkadang terdengar intonasi sengau, dan jeda yang agak lama dalam membaca huruf, suku kata, dan kata. Namun setelah menggunakan media Baba masalah yang dihadapi anak mampu membaca huruf, suku kata dan kata dengan intonasi yang tepat. Subjek JLS, kemampuan awal membaca huruf, suku kata, dan kata masih belum lancar, dan membutuhkan bantuan dari guru, namun setelah menggunakan media Baba maka kemampuan membaca subjek termasuk dalam kategori baik dan dapat membaca huruf, suku kata dan kata dengan baik. 118

136 Hasil observasi tersebut memperlihatkan bahwa subjek ALK dan JLS memiliki kemampuan membaca permulaan yang lebih baik seperti dijelaskan berikut a. Subjek ALK Hasil observasi memperlihatkan bahwa pelafalan membaca ALK dengan menggunakan media Baba sudah menjadi lebih baik. Subjek ALK dalam pelafalan memiliki kemampuan membaca huruf, suku kata, dan kata dengan pelafalan yang tepat dengan suara yang jelas. Hal ini ditunjukkan melalui hasil skor penilaian yang menunjukkan bahwa persentase dari kemampuan awal anak mengalami perubahan setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan media Baba. Dimana kemampuan awal anak pengetahuan abjad ALK menguasai 16 abjad, dan kesalahan membaca pada huruf /h/ dibaca /n/, huruf /n/ dibaca /u/, huruf / f/ dibaca /p/ dan terkadang huruf /t/ dibaca menjadi huruf /f/, /w/ dibaca /m/, namun setelah menggunakan media Baba kesalahan-kesalahan tersebut dapat diatasi dan anak mampu melafalkannya dengan benar. Dilihat dari intonasi membaca ALK juga sudah lebih jelas. Hasil observasi memperlihatkan bahwa intonasi membaca subjek ALK menjadi lebih baik seperti saat membaca huruf, suku kata, dan kata dapat dilakukan dengan intonasi yang tepat. Subjek ALK sebelumnya ketika membaca masih sering dengan intonasi yang kurang tepat terutama dalam pengucapanya. 119

137 Hasil observasi selama pembelajaran berlangsung memperlihatkan bahwa subjek ALK dalam membaca huruf, suku kata dan kata memiliki kemampuan dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes kemampuan membaca anak yang sebelumnya anak membaca huruf, suku kata, dan kata masih terbata-bata. Namun setelah menggunakan media Baba anak mampu membaca dengan lancar. b. Subjek JLS Permasalahan JLS dalam membaca kurang lebih sama dengan subjek ALK yakni dalam hal pelafalan, intonasi, dan kelancaran. Hasil observasi memperlihatkan bahwa subjek JLS, kemampuan awal pelafalan anak sebelum dilakukan treatment dalam pelafalan huruf masih ada dibaca terbalik. Hal tersebut terdapat pada huruf /d/ dibaca /b/ atau sebaliknya /b/ dibaca /d/, /h/ dibaca /n/ dan /m/ dibaca /w/. Namun setelah diberikan latihan membaca melalui media Baba kesalahan pelafalan tersebut dapat diatasi dan akhirnya subjek JLS mampu melafalkan dengan tepat. Hasil observasi memperlihatkan bahwa subjek JLS, dalam kemampuan awal subjek intonasi membaca permulaan terkadang terdengar intonasi sengau, dan jeda yang agak lama dalam membaca huruf, suku kata, dan kata. Namun setelah menggunakan media Baba masalah yang dihadapi anak mampu membaca huruf, suku kata dan kata dengan intonasi yang tepat. 120

138 Hal yang sama juga terjadi dalam hal kelancaran membaca. Hasil observasi memperlihatkan bahwa kemampuan awal membaca subjek JLS, seperti membaca huruf, suku kata, dan kata masih belum lancar, dan membutuhkan bantuan dari guru. Akan tetapi, setelah pelaksanaan pembelajaran maka kemampuan membaca subjek termasuk dalam kategori baik dan dapat membaca huruf, suku kata dan kata dengan baik. Hasil wawancara dan observasi mengenai kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta yang lebih baik didukung hasil tes evaluasi belajar siswa yang dilakukan seperti pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siswa kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dengan Menggunakan Media Baba Nama Siswa Indikator dan Materi Bacaan Skor Materi Bacaan Indikator Penilaan Keterangan ALK na si/nasi Pelafalan Siswa ALK dalam pelafalan to ko/toko memiliki skor 3, sedangkan sa pu/sapu Intonasi intonasi dan kelancaran du ku/duku ba ju/baju Kelancaran dengan skor 4, rata-rata sebesar 91.66/sangat baik /12 = JLS na si/nasi to ko/toko Pelafalan Siswa JLS dalam pelafalan dan kelancaran masing-masing sa pu/sapu du ku/duku ba ju/baju Intonasi Kelancaran memiliki skor 3, sedangkan intonasi dengan skor 4, ratarata sebesar 83.33/sangat baik /12 = Sumber: olah hasil tes 121

139 Data tersebut memperlihatkan bahwa dengan pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba, kemampuan siswa dalam membaca permulaan dilihat dari pelafalan, intonasi, dan kelancaran baik ALK maupun JLS termasuk dalam kategori sangat baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dapat menjadi salah satu metode pembelajaran yang baik terutama bagi siswa dengan kondisi tunagrahita. D. Pembahasan Kemampuan membaca permulaan yang baik bagi siswa merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam kegiatan belajar-mengajar. Kesalahan dalam meletakkan dasar membaca bagi siswa seperti dalam hal pelafalan, intonasi, dan kelancaran dapat mempengaruhi kemampuan membaca siswa untuk selanjutnya. Hal tersebut menjadi semakin penting bagi siswa tunagrahita yang berkebutuhan khusus karena keterampilan membaca permulaan selain agar dapat membaca tetapi juga dapat membantu mereka dalam mengenal berbagai petunjuk dalam kehidupan seharihari. Dengan demikian, dalam konteks pendidikan luar biasa bagi anak tunagrahita, segala upaya perlu dikembangkan dan dilaksanakan agar membantu para siswa meraih kemampuan membaca permulaan tersebut. Salah satu cara yang dapat membantu membaca permulaan bagi siswa adalah dengan menerapkan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Menurut Munandi (2008: 37), media pembelajaran juga berfungsi sebagai sumber belajar. Sumber belajar adalah komponen sistem instruksional yang meliputi 122

140 pesan, bahan, alat, teknik, dan lingkungan yang mana hal itu dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan kata lain, sumber belajar dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar diri siswa dan memungkinkan atau mempermudah siswa belajar. Karena itu, dalam konteks pembelajaran membaca permulaan, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa tunagrahita untuk menguasai kemampuan yang diperlukan karena mereka sekaligus mendapatkan pelajaran dari media pembelajaran yang digunakan. Salah satu metode pembelajaran yang diterapkan di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dalam rangka membaca permulaan siswa adalah dengan pelaksanaan metode membaca permulaan dengan penggunaan media Baba dengan metode tanya jawab, demonstrasi, dan penugasan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa metode tanya jawab di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta termasuk cocok atau sesuai dengan kondisi siswa tunagrahita. Kesesuaian metode pembelajaran tanya jawab pada siswa tunagrahita ini dikarenakan dalam pembelajaran terjadi komunikasi dua arah (guru dan siswa) yang intens selama pembelajaran berlangsung. Hal tersebut seperti dikemukakan Adi (2000: 85) bahwa metode tanya jawab sebagai sebuah metode pembelajaran melalui interaksi dua arah yaitu pengajar dan peserta didik, yang keduanya saling memberi dan menerima sehingga peserta didik ikut aktif dalam proses belajar mengajar. Metode tanya jawab merupakan suatu metode yang digunakan guru kepada siswa berupa perbincangan atau obrolan yang dilakukan dua orang atau lebih. Metode tanya jawab di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta ini dilakukan saat guru menanyakan jenisjenis binatang dan nama-namanya serta nama-nama benda konkret di lingkungan 123

141 sekitar siswa. Melalui metode ini, ingatan dan pengetahuan siswa dirangsang sehingga mampu menyebutkan nama-nama binatang dan nama-nama benda konkret yang sudah dikenalnya. Selain metode tanya jawab, guru juga menggunakan metode demonstrasi. Metode ini terbukti sangat diminati oleh siswa di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta. Hal tersebut didukung Sagala (2005: 210) bahwa metode demonstrasi lebih menarik karena dapat mempertunjukan gerakan-gerakan dan proses. Hal senada dikemukakan Jamalus (2011: 33) bahwa dalam metode demonstrasi ini konsep atau pengertian dari suatu pembelajaran tidak hanya diterangkan melalui kata-kata saja, melainkan dengan memperagakan suatu proses kegiatan atau penggunaan alat yang dapat dilihat atau didengar murid dengan jelas. Sudjana (2009: 83) juga mengatakan hal yang sama bahwa metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang sangat efektif, sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta yang benar. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam mengajar siswa tunagrahita, guru juga menerapkan metode penugasan atau pemberian tugas. Siswa tunagrahita ternyata menyukai dan menyenangi metode penugasan ini. Hal tersebut ditunjukkan dengan keasikan siswa dalam menyusun huruf-huruf dengan abjad Baba yang telah disediakan guru dalam almari abjad tersebut. Kesesuaian metode penugasan dalam pembelajaran bagi siswa tunagrahita tersebut didukung pendapat Mulyasa (2008: 113) bahwa metode pemberian tugas adalah di mana guru memberikan seperangkat tugas yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara individual atau kelompok. 124

142 Penerapan ketiga metode di atas dalam pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba sebagaimana ditemukan dalam penelitian terbukti sangat membantu siswa maupun guru dalam proses belajar-mengajar. Media Baba mudah dipahami guru dan siswa karena dalam pelaksanaannya tidak berbelit-belit atau mudah dilaksanakan. Kesesuaian media Baba dalam pembelajaran dengan siswa tunagrahita ini karena media Baba termasuk dalam jenis media visual. Levie dan Lentz seperti dikutip Cecep Kustandi dan Bambang (2011: 21-23) menyatakan bahwa ada empat fungsi media pembelajaran khusunya media visual yakni: (1) fungsi atensi merupakan inti, yakni menarik dan mengarahkan siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran, (2) fungsi afektif dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa seperti ditunjukkan siswa tunagrahita SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta, (3) fungsi kognitif terlihat dari temuantemuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapain tujuan untuk memahami dan mengingat informasi dan pesan yang terkandung dalam gambar, dan (4) fungsi kompensatoris berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima serta memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan dengan verbal. Media dan metode pembelajaran yang sesuai akan semakin mampu membantu siswa menguasai tujuan pembelajaran membaca permulaan jika didukung pula oleh kemampuan guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan media dan metode tersebut. Menurut hasil penelitian, dalam pelaksanaan metode membaca permulan 125

143 dengan menggunakan media Baba di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2, guru mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki kemampuan yang baik. Hal tersebut ditunjukkan beberapa hal, seperti persiapan media Baba, tahapan-tahapan pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba, dan cara penyampaian materi bacaan kepada siswa dengan menggunakan media Baba termasuk baik. Guru mampu memberikan pemahaman yang baik bagi siswa perihal penggunaan media Baba yang ditunjukkan dari pemahaman siswa mengenai media Baba, kemampuan siswa dalam menggunakan media Baba, dan respon siswa yang positif terhadap media Baba selama pembelajaran berlangsung. Penguasaan metode dan media belajar yang baik oleh guru dapat berpengaruh pada keterampilan siswa menggunakan dan mengambil pelajaran dari metode dan media pembelajaran tersebut. Petunjuk yang jelas dari guru dan pelaksanaannya yang sesuai tahapan membuat para siswa tunagrahita ringan dengan lancar dan aktif terlibat dalam pembelajaran membaca permulaan. Proses yang demikian menunjukkan hasilnya dengan terlihatnya perubahan pada kemampuan membaca permulaan para siswa yang melaksanakan pembelajaran dengan media Baba. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa subjek penelitian baik ALK maupun JLS memiliki kemampuan membaca permulaan yang lebih baik. Hal tersebut salah satunya dapat dilihat dari pelafalan yang cukup baik. Penerapan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba pada siswa tunagrahita di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dapat memperbaiki pelafalan siswa. Dengan menggunakan media Baba, siswa menjadi lebih baik dalam pelafalan. Subjek ALK dalam pelafalan memiliki kemampuan membaca huruf, suku kata, dan kata dengan 126

144 pelafalan yang tepat dengan suara yang jelas. Hal ini ditunjukkan melalui hasil skor penilaian yang menunjukkan bahwa persentase dari kemampuan awal anak mengalami perubahan setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan media Baba. Dimana kemampuan awal anak pengetahuan abjad ALK menguasai 16 abjad, dan kesalahan membaca pada huruf /h/ dibaca /n/, huruf /n/ dibaca /u/, huruf / f/ dibaca /p/ dan terkadang huruf /t/ dibaca menjadi huruf /f/, /w/ dibaca /m/, namun setelah menggunakan media Baba dan berlatih terus menerus, kesalahan-kesalah tersebut dapat diatasi dan anak mampu melafalkannya dengan benar. Menurut orangtua ALK, siswa ALK di rumah menjadi lebih aktif dalam membaca tulisan-tulisan di rumahnya dan dengan lafal yang lebih baik. JLS memiliki lafal membaca yang lebih baik setelah adanya penerapan metode pembelajaran yang menggunakan media Baba. Hal ini menunjukkan bahwa media Baba yang digunakan guru dalam mengajar siswa tunagrahita membaca permulaan dapat memperbaiki lafal siswa ALK dalam membaca. Hal yang sama juga terjadi pada subjek JLS. Hasil observasi memperlihatkan bahwa subjek JLS, kemampuan awal pelafalan anak sebelum dilakukan treatment dalam pelafalan huruf masih ada dibaca terbalik. Hal tersebut terdapat pada huruf /d/ dibaca /b/ atau sebaliknya /b/ dibaca /d/, /h/ dibaca /n/ dan /m/ dibaca /w/. Namun setelah diberikan latihan membaca melalui media Baba kesalahan pelafalan tersebut dapat diatasi dan akhirnya subjek JLS mampu melafalkan dengan tepat. Kemajuan yang dimiliki kedua siswa ini khususnya dalam hal lafal membaca menunjukkan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba merupakan salah satu cara yang efektif dalam 127

145 memperbaiki lafal membaca khususnya siswa tunagrahita yang memiliki keterbatasan dalam belajar. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedua siswa ALK dan JLS sebelumnya memiliki kelemahan dalam membaca yakni intonasi yang kurang jelas. Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta mampu memperbaiki intonasi ALK dan JLS. Baik siswa ALK maupun JLS sama-sama memiliki kelemahan dalam intonasi. Kelemahan membaca dengan intonasi yang kurang jelas, membutuhkan metode pembelajaran yang mampu memperbaikinya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba ternyata mampu memperbaiki intonasi siswa ALK dan JLS dalam membaca. Dilihat dari intonasi membaca ALK juga sudah lebih jelas. Hasil observasi memperlihatkan bahwa intonasi membaca subjek ALK menjadi lebih baik seperti saat membaca huruf, suku kata, dan kata dapat dilakukan dengan intonasi yang tepat. Subjek ALK sebelumnya ketika membaca masih sering dengan intonasi yang kurang tepat terutama dalam pengucapannya. Hal yang sama juga terjadi pada subjek JLS bahwa kemampuan awal subjek JLS dimana intonasi membaca permulaan terkadang terdengar intonasi sengau, dan jeda yang agak lama dalam membaca huruf, suku kata, dan kata, namun setelah menggunakan media Baba masalah yang dihadapi anak mampu membaca huruf, suku kata dan kata dengan intonasi yang tepat. Metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba dapat memperbaiki intonasi siswa ALK dan JLS. Dengan metode ini, intonasi membaca subjek penelitian menjadi lebih baik. Metode membaca permulaan dengan 128

146 menggunakan media Baba dapat memperbaiki intonasi membaca subjek JLS. Hal tersebut seperti dikemukakan orangtua siswa, misalnya ketika JLS menggunakan media Baba di rumahnya seperti alat peraga Baba yang memuat gambar-gambar binatang dan nama-nama benda konkret lainnya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba mampu memperbaiki intonasi membaca subjek baik ALK maupun JLS. Hal ini mengindikasikan bahwa media Baba merupakan salah satu cara yang baik dan tepat untuk memperbaiki intonasi membaca siswa tunagrahita seperti ALK dan JLS. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba merupakan salah satu cara yang baik digunakan untuk memperlancar siswa dalam membaca. Guru telah mengupayakan berbagai metode dan model pembelajaran sebelumnya. Di antara metode pembelajaran yang dilakukan guru, metode membaca permulaan dengan penggunaan media Baba dinilai sebagai metode yang yang sangat cocok khususnya untuk membantu siswa agar bisa membaca lebih lancar. Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba dapat bermanfaat bagi siswa tunagrahita seperti memperlancar membaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek ALK dalam membaca huruf, suku kata dan kata memiliki kemampuan dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes kemampuan membaca anak yang sebelumnya anak membaca huruf, suku kata, dan kata masih terbata-bata. Namun setelah menggunakan Media Baba anak mampu membaca dengan lancar. Hal yang sama juga dimiliki oleh subjek JLS. Kemampuan awal membacanya seperti membaca huruf, suku kata, dan kata masih 129

147 belum lancar, dan membutuhkan bantuan dari guru. Akan tetapi, setelah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media Baba maka kemampuan membaca subjek termasuk dalam kategori baik dan dapat membaca huruf, suku kata dan kata dengan baik. Hal tersebut seperti dikemukakan orangtua JLS bahwa metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba cocok bagi siswa tunagrahita. Orangtua JLS mengemukakan bahwa cara membaca anaknya sudah lebih lancar terutama setelah anaknya sering menggunakan media Baba saat belajar di rumah. Kesesuaian media Baba ini dalam pembelajaran bagi siswa tunagrahita ini terkait dengan esensi dari media Baba itu sendiri sebagai salah satu contoh media grafis. Karena media grafis termasuk media visual, di antaranya mengandung pengungkapan kata-kata dan gambar (Sadiman Arief dkk 2009: 29). Media Baba terdiri dari huruf-huruf, kata-kata, kalimat serta gambar ini mempermudah siswa tunagrahita dalam menangkap materi bacaan yang diberikan guru. Pembelajaran membaca permulaan dengan media grafis atau semi konkrit ini bagi anak tunagrahita secara teoretis dapat disebut sebagai pembelajaran dengan paradigma functional reading atau membaca fungsional (Myreddi & Narayan, 1998: 1). Functional reading didefinisikan sebagai tindakan atau tanggapan seorang siswa sebagai hasil dari membaca kata-kata tercetak. Kata fungsional menjadi kata kunci karena berkaitan dengan pengesahan komunitas terhadap kata-kata yang terbaca dan tercetak tersebut. Maksudnya, kata-kata yang dipilih dan dibaca harus bersifat fungsional atau terpakai dalam hidup harian sehingga membantu siswa belajar menjadi lebih mandiri dalam hidup bersama komunitasnya. 130

148 Aktivitas membaca fungsional begitu penting bagi anak tunagrahita karena berkaitan erat dengan kerangka pemikiran tentang tujuan mepengajaran membaca bagi anak-anak yang memiliki disabilitas oleh Kirk dan Monroe (dalam Myreddi & Narayan, 1998: 1-2) yakni; 1) membaca untuk perlindungan (read for protection) atau agar dapat bertahan hidup (survive) dengan mengetahui arti tulisan petunjuk, label atau simbol; 2) membaca untuk informasi dan petunjuk (information and instruction) agar anak dengan disabilitas dapat mengetahui hal-hal semacam lamaran kerja, iklan surat kabar, buku telepon dan sejenisnya; 3) membaca untuk kesenangan (pleasure) yakni agar anak dengan disabilitas dapat menikmati isi bacaan seperti dalam majalah, komik dan buku-buku cerita. Anak-anak dengan disabilitas bisa saja meraih ketiga tujuan tersebut, dua atau satu saja bergantung pada tingkat disabilitasnya. Menurut Myreddi & Narayan (1998: 2), salah satu pendekatan yang populer bahkan yang paling berhasil dalam pengajaran membaca fungsional bagi anak tunagrahita adalah pendekatan keseluruhan kata (whole word approach) atau perbendaharan kata-kata konkrit (sight word vocabulary). Melalui pendekatan ini, siswa belajar untuk menyadari (recognize) dan membaca kata-kata kemudian memperoleh petunjuk decoding untuk dilafalkan. Dari sekian banyak strategi untuk mengajarkan perbendaharaan kata konkrit, menurut Myreddi & Narayan (1998:3), perhatian terkini berfokus pada tingkat penggambaran (imagery level) dari kata-kata yang hendak dipelajari. Artinya, penggambaran dengan apa yang paling mudah agar sebuah kata dapat menghasilkan sebuah gambar yang konkrit (Imagery level refers to the ease with which a word evokes a concrete picture). 131

149 Kata-kata dengan level imagery tinggi biasanya kata-kata konkrit seperti bola, mangga, rumah dan sebagainya. Sedangkan yang rendah level penggambarannya adalah istilah-istilah abstrak seperti cantik, baik, kaya dan sebagainya. Dalam beberapa contoh, kata-kata dengan level penggambaran tinggi mengandung pula kata dengan level penggambaran rendah yang jika digunakan bersamaan justru semakin mengkonkritkan gambaran kata tersebut. Misalnya, Saya makan mangga. Mangga ini manis. Dengan penggunaan seperti ini, kata mangga semakin konkrit bagi para siswa tunagrahita. Karena itu, memasangkan kata-kata dengan obyek atau gambar konkrit dapat meningkatkan level penggambaran kata bagi para siswa. Memperhatikan konsep dan strategi mengajarkan functional reading dengan pendekatan whole word approach di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran membaca permulaan bagi anak tunagrahita dengan menggunakan media Baba merupakan salah satu strategi pendekatan whole word approach untuk pembelajaran functional reading. E. Limitasi Penelitian Sebagai sebuah penelitian deskriptif, hasil penelitian ini hanya mendeskripsikan pelaksanaan metode pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media Baba mulai dari persiapan, pelaksanaan dan evaluasi sejauh yang dilaksanakan di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta oleh guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Agar lebih mendalam, hasil penelitian juga mendeskripsikan gambaran komponen yang utama dalam pelaksanaan pembelajaran seperti kemampuan guru, metode, keterampilan siswa dan kemampuan siswa menurut 132

150 hasil evaluasi. Karena itu, penelitian ini tidak bermaksud mengukur efektivitas penggunaan media Baba, tidak pula mengukur tingkat kemampuan guru maupun kemampuan membaca permulaan siswa tetapi hanya pada persoalan bagaimana melaksanakan sebuah bentuk pembelajaran permulaan dengan media Baba. 133

151 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan peneliti atas hasil penelitian dan pembahasan atas pelaksanaan metode pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media Baba. Selain itu, peneliti juga memberikan usulan dan saran bagi penelitian lain jika hendak mengkaji topik yang sama. A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan secara keseluruhan tentang pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di Kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dilaksanakan sesuai dengan tahapan yang sesuai dan didukung oleh komponen pelaksanaan pembelajaran yang sesuai seperti kemampuan guru yang memadai, metode yang sesuai dan keterampilan siswa yang memadai. 2. Persiapan pembelajaran sudah dilaksanakan sesuai dengan hal-hal yang perlu disiapkan seperti penyediaan media Baba berupa gambar peraga Baba dengan tema-tema tertentu seperti tema binatang dan buah-buahan. Selain itu, guru juga telah mempersiapkan ruangan kelas yang mendukung pembelajaran dengan penggunaan media Baba, seperti penataan gambar- 134

152 gambar, meletakkan almari abjad Baba, membagi kotak abjad Baba secara individu pada siswa sehingga dapat membantu pembelajaran dengan baik. 3. Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta telah berlangsung sesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun. Tahapantahaan tersebut mencakup: persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Dalam ketiga bagian tersebut, guru mampu melaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur penggunaan media Baba. 4. Pelaksanaan metode membaca permulaan dengan menggunakan media Baba di kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta berjalan dengan baik karena didukung oleh kemampuan guru yang baik dalam menggunakan media Baba. Hal tersebut ditunjukkan dari persiapan yang dilakukan oleh guru tergolong baik, cara penyampaian materi dengan menggunakan media Baba oleh guru juga termasuk baik sehingga siswa dapat lebih mudah menangkap materi yang disampaikan guru. Cara penyampaian materi bacaan dengan menggunakan media Baba dilakukan guru dengan baik yakni melalui metode pembelajaran: metode tanya jawab, metode demonstrasi, dan metode penugasan. 5. Hasil penelitian memperlihatkan siswa tunagrahita ringan kelas Dasar II SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta memiliki kemampuan membaca permulaan yang baik. Kemampuan membaca permulaan tersebut dilihat dari tiga hal, yakni: pelafalan, intonasi, dan kelancaran. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa subjek penelitian baik ALK maupun 135

153 JLS memiliki kemampuan membaca permulaan yang sangat baik. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil observasi, wawancara, dan hasil tes yang menunjukkan Siswa ALK dalam pelafalan memiliki skor 3, sedangkan intonasi dan kelancaran dengan skor 4, dengan rata-rata sebesar atau kategori sangat baik. Sementara Siswa JLS dalam pelafalan dan kelancaran masing-masing memiliki skor 3, sedangkan intonasi dengan skor 4, dengan rata-rata sebesar atau kategori sangat baik. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat disampaikan saran kepada berbagai pihak terkait yakni: 1. Bagi peneliti lain Hasil penelitian deskriptif ini dapat menjadi pengantar komprehensif bagi penelitian lain yang memakai pendekatan dengan intervensi tertentu seperti Penelitian Tindakan Kelas maupun eksperimental untuk melihat efektivitas penggunaan media Baba bagi kemampuan membaca permulaan anak-anak tunagrahita ringan. Metode eksperimental dilakukan agar efektivitas media Baba terhadap kemampuan membaca permulaan dapat diukur. Sedangkan PTK dengan media Baba diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa tungrahita ringan. 2. Bagi Sekolah Dengan hasil penelitian ini sekolah perlu mempertimbangkan untuk menjadikan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba sebagai 136

154 salah satu metode pembelajaran yang utama agar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita di sekolahnya. 3. Bagi Guru Dengan hasil penelitian ini, para guru perlu memperdalam pengetahuan dan keterampilannya untuk meningkatkan kompetensinya khususnya dalam mengajar siswa tunagrahita untuk membaca permulaan yang memiliki keterbatasan atau berkebutuhan khsusus dengan menerapkan metode membaca permulaan melalui metode pembelajaran tanya jawab, demonstrasi, dan penugasan dengan menggunakan media Baba. 137

155 DAFTAR PUSTAKA Adi, Waluyo. (2000). Perencanaan Pembelajaran. Yogyakarta : FIP Universitas Negeri Yogyakarta. Ag. Soejono. (1983). Metode Khusus Bahasa Indonesia. Bandung: Bina Karya. Ahmad Rofi uddin dan Dharmiyati Zuchdi (2001). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi. Surabaya: Universitas Negeri Malang American Psychiatric Asssociation. (2013). Diagnostic and Statistica Manual of Mental Disorders. Fifth Edition. Arlington, VA: American Psychiatric Asssociation. Amin, Mohammad. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud. Burhan Bungin. (2008). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pres. Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Dewi Salma. (2008). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Dharmiyati Zuchdi dan Budiasih. (2001). Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS E. Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Elly Windarsih (2007). Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Dengan Menggunakan Media Majalah Aktivitas Anak Pada Anak Tunagrahita Ringan kelas DI di SLB C Bhaktisiwi Pangukan Sleman Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: FIP UNY. Endang Supartini. (2001). Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidial. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Ewald Merkx, MTB (2000). Balajar Membaca 1 Dengan Sarana Baba. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus. (2000). Balajar Membaca 2 Dengan Sarana Baba. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus. 138

156 (2000). Makalah Pelatihan Balajar Membaca Yogyakarta: Penerbit Kanisisus. Dengan Sarana Baba. Farida Rahim (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Angkasa. Hasibuan. (2002). Proses Belajar Mengajar. Bandung : CV. Radja Karya. Henowo (2003). Quantum Reading. Bandung: MCL Bandung. Henry Guntur Tarigan (2008). Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa. Jamalus, Mahmud.A.T. (2011). Musik 4 untuk SPG. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Joice, B., Well, M., dan Calhoun, E. (2009) Model-Model Pengajaran (Terjemahan oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kusnin, Umar. (2008). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. Lumbantobing S.M. (2001) Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: FKUI. Pasaribu, I. L. (2009). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya. Purwanto (2007) Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakrata: Pustaka Belajar. Rusman. (2008). Pendekatan dan Model Pembelajaran. Diambil pada tanggal 7 Maret 2012, dari Main Sufanti. (2010) Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: Penerbit Yuma Pustaka. Maria J. Wantah. ( 2007) Pengembangan Kemandirian Anak Tunagrahita Mampu Latih. Jakarta: Dikti. Marzuki. (2005). Metodologi Riset Panduan Penelitian Bidang Bisnis dan Sosial. Yogyakarta: Ekonisia. Miles, M. B., dan Huberman, A. M. (2004). Analisis data kualitatif. (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohedi). Jakarta: UI Press. 139

157 Moeslichatoen. R. (1999). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Mohammad Efendi. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.Jakarta: Bumi Aksara. Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhammad Ali,. (2007). Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Mulyono Abdurrahman. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Mumpuniarti. (2007). Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental. Yogyakarta: Kanwa Publisher (2003). Ortodidaktik Tunagrahita. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Munawir Yusuf. (2005). Pembelajaran bagi Anak dengan Problema Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Myreddi, V. & Narayan, J. (1998). Functional Academics for Students with Mental Retardation: A Guide for Teacher. A.P. India: Department of Special Education, National Institute for the Mentally Handicapped. Nana Sudjana. (2009). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Sadiman, Arief S. dkk. (2009). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Senge, P., Ross, R., Smith, B., Roberts, C., & Kelmer, Art. (2002). Buku Pegangan Disiplin Kelima: Strategi dan Alat-alat untuk Membangun Organisasi Pembelajaran. Batam: Interaksara. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Dasar Luar Biasa Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas. 140

158 Suharsimi Arikunto (2009).Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Suharsimi Arikunto dkk. (2009). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Bumi Aksara (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sutjihati Somantri (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT refika Aditama. Toha Anggoro. (2011). Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka. Tin Suharsimi. (2009). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Kanwa Publisher. Wahyu Setia Galuh (2011). Peningkatan Kemapuan Membaca Cerita Bebahasa Jawa Pada anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas 7 Dengan Media Cerita Bergambar di SLB C Shanti Yoga Klaten. Skripsi. FIP UNY. WHO. The International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF). Geneva, Switzerland: WHO, Yani Fitiri (2006). Efektivitas Media Kotak Abjad Baba dan Media Powerpoint Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan pada Anak Tunarungu. Skripsi. FIP UPI. Yosafat Azwandi (2007). Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Depdikbud. Yuhdhi Munandi (2008) Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP) Pers. 141

159 142

160 Lampiran 1. Lembar Observasi Pra Penelitian Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Baba di SLB/C Rena Dharma Ring Putra 2 Yogyakarta Topik/Kompetensi Pelajaran Bahasa Indonesia: membaca permulaan Panduan Observasi - Metode pembelajaran membaca permulaan apa saja yang digunakan oleh guru di kelas dasar II dalam pembelajarab membaca permulaan di SLB Dharma Rena Ring Putra 2. - Apa saja yang dilakukan oleh guru dan siswa selama pembelajaran membaca permulaan dengan metodemetode tersebut? Hasil Observasi - guru menggunakan metode ceramah tanpa media/alat peraga - guru meminta siswa untuk menirukan ucapan guru sesuai dengan tulisan kata yang ada di papan tulis - guru menutup pelajaran dengan meminta siswa untuk mencatat kata di buku tulis masing-masing - guru memeriksa tulisan siswa - guru membawa siswa keliling sekolah dari kelas yang satu ke kelas yang lain dan meminta siswa membaca dengan nyaring tulisan yang ada pada papan kelas dengan cara bergantian dengan menirukan ucapan guru 143

161 Lampiran 2. Pedoman Wawancara Guru Pra Penelitian Aspek Pengamatan Metode pembelajaran membaca di SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Pedoman Wawancara - Bagaimana gambaran umum tentang kemampuan membaca permulaan siswa kelas Dasar II? - Kesulitan apa saja yang dialami siswa ketika membaca? - Bagaimana kelancaran membaca permulaan para siswa kelas Dasar II? Hasil wawancara - Kemampuan siswa membaca permulaan masih rendah - Sebagian siswa belum mengenal huruf - kesulitan dalam membaca yang terdiri dari lima huruf - membaca dengan mengeja suku kata dengan jeda lama yang terdiri dari dua suku kata - Siswa cepat lupa dengan apa yang diajarkan terutama setelah libur sekolah 144

162 Lampiran 3. Lembar Observasi Persiapan dan Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Baba di SLB/C Rena Dharma Ring Putra 2 Yogyakarta Aspek Pengamatan Persiapan Tahapan dan implementasi Deskripsi Observasi - Persiapan perlengkapan: sekolah memiliki perlengkapan media Baba berupa kotak abjad Baba, gambar peraga baba dan almari abjad Baba. Semuanya tersimpan di ruang kelas Dasar II. - Ruangan kelas: ruang kelas cukup luas dan bagian depan kelas cukup untuk meletakkan almari Baba. - Meja siswa lebar sehingga cukup untuk meletakkan kotak abjad Baba. - Guru mempersiapkan semua perlengkapan dan ruangan kelas sebelum pembelajaran dimulai. Guru melaksanakan pembelajaran membaca permulaan dengan mengguanakan media Baba sesuai dengan petunjuk dan langkah-langkah yang telah disusun oleh pencipta medianya. Tahapan itu antara lain: 1. Guru mengenalkan gambar yang sesuai dengan materi pelajaran dan di tempel di papan tulis, kemudian siswa disuruh menyebutkan nama gambar tersebut. 2. Guru menyusun kartu huruf sesuai dengan nama gambar tersebut di kotak almari abjad Baba. 3. Guru membagikan buku penyerta yang sesuai dengan gambar yang ditempel di papan tulis. 4. Siswa membuka kotak abjad Baba kemudian menyusun huruf-huruf pada kotak abjad Baba yang sesuai dengan buku penyertanya. 5. Salah satu siswa menyusun pada papan almari Baba sama seperti yang disusun teman-temannya pada kotak abjad Baba, kemudian siswa yang lain mencocokkan dengan yang disusunya. Setelah itu guru membimbing siswa untuk mampu membaca kata atau kalimat yang telah disusunnya secara bersama-sama. 6. Kemudian dilanjutkan dengan gambar yang lain dan siswa diharapkan memberi nama dengan menyusun huruf pada kotak abjad Baba. 7. Siswa menyusun huruf sesuai dengan kata yang diucapkan guru pada kotak abjad Baba kemudian ditulis pada buku masing-masing dengan bimbingan guru. 8. Setelah itu siswa dan guru secara bersama membaca namanama gambar yang telah disusun tersebut. 9. Kartu huruf dikembalikan ke kotak abjad Baba masingmasing. 145

163 Lampiran 4. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Baba di SLB/C Rena Dharma Ring Putra 2 Yogyakarta No Kegiatan Diskripsi 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran suku kata dan kata 2 Mengenalkan gambar sesuai dengan materi pelajaran 3 Memberikan contoh menyusun kartu huruf berdasarkan nama gambar kepada siswa 4 Guru membagikan gambar pada siswa sesuai dengan materi yang diajarkan 5 Membimbing siswa berlatih menyusun kartu huruf pada kotak abjad Baba 6 Membimbing siswa untuk membaca bersama huruf yang telah disusun dengan lafal dan intonasi yang tepat 7 Mendikte siswa menyusun kartu huruf di depan kelas pada almari baba atau pada kotak abjad Baba 8 Memberi contoh cara membaca dengan melafalkan dan merangkai suku kata dan kata dan meminta siswa menirukan 9 Siswa diberi tugas mengembalikan kartu huruf ke kotak abjad Baba masingmasing persuku kata atau kata 10 Siswa diberi tugas mencatat kata yang telah dipelajari Guru mampu menjelaskan dengan lancar kepada para siswa tujuan pembelajaran mereka dengan menggunakan media Baba. Guru mampu melaksanakan dengan lancar. Guru mampu menjelasakan dengan menunjukkan gambar-gambar di depan mata para siswa sambil menyebutkan katakata/nama-nama benda yang ada di gambar. Guru mampu memberikan contoh penyusunan kartu bahkan beberapa kali diulangi dan siswa mengerti. Guru mampu melaksanakan sesuai dengan perencanaan. Guru membagikan gambar dan kotak pada kedua siswa. Guru mampu merespon dengan baik terhadap siswa saat memberikan bimbingan. Guru mendekati setiap siswa secara bergantian dan memberikan bimbingan. Guru mampu dengan baik membimbing siswa untuk membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat dan lancar Guru mampu memberi tugas pada murid dengan mendikte dengan ucapan yang keras dan jelas didengar. Guru mampu memberikan contoh dengan baik kepada siswa dengan melafalkan katakata sesuai benda pada gambar dengan lafal yang jelas, intonasi yang pas dan lancar serta suara yang jelas terdengar. Guru mampu melakukan tindakan sesuai dengan konteks rencana; memberikn perintah secara jelas bahkan memperagakan contoh cara pengembalian ke kotak. Guru mampu memberikan tugas kepada siswa dengan mencatat kata-kata yang telah dipelajari. 146

164 Lampiran 5. Lembar Observasi Metode yang Digunakan dalam Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Baba di SLB/C Rena Dharma Ring Putra 2 Yogyakarta No Metode dalam pelaksanaan penggunaan media Baba 1 Tanya jawab 2 Demonstrasi Deskripsi Dalam penyampaian materi dengan menggunakan media Baba, guru mengadakan metode tanya jawab terhadap siswa dengan tujuan agar siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar Selain metode tanya jawab juga guru menggunakan metode demonstrasi dalam penyampaiyan materi dengan menggunakan media Baba, karena metode ini tepat bagi siswa tunagrahita dan dalam pelaksanan proses pembelajaran media Baba terdapat metode demonstrai dimana guru memberikan contoh pada papan almari abjad dan siswa menirukan menyusun huruf pada kotak abjad Baba, melafalkan huruf dan intonasi yang tepat, serta memberi contoh membaca dengan lancar 3 Penugasan Metode pemberian tugas merupakan suatu kegiatan berupa siswa melakukan sesuatu atas petunjuk dari guru di mana siswa diberikan tugas dikte untuk menyusun huruf menjadi suku kata dan kata dan menugasi anak untuk membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat serta membaca kata dengan lancar. 147

165 Lampiran 6. Lembar Observasi mengenai Keterampilan Siswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan Menggunakan Media Baba Kelas D II di SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta Subyek Aspek Deskripsi Observasi ALK JLS Keterampi lan subyek terhadap metode melalui media Baba untuk membaca - Subyek mengalami perubahan perilaku terhadap pembalajaran membaca yang sebelumnya kurang bersemangat dalam pembelajaran membaca namun setelah menggunakan media Baba subyek merespon dengan baik. Hal ini terlihat dari sikap anak yang tidak sabaran untuk menggunakan kotak abjad Baba dan merasa heran juga dengan melihat almari Baba yang sangat besar dan huruf yang besar juga. - Dalam mengerjakan tugas-tugas membaca dan menulis kata yang disusun dapat dilaksanakan subyek dengan baik, dan subyek memiliki sikap yang tekun sehingga kemampuan anak sanagt baik. - Subyek juga sangat mudah memahami perintah guru dalam menggunakan media Baba. - Subyek JLS, pada awal penggunaan media Baba sering ceroboh, seperti menumpahkan huruf dari kotak abjad Baba, sehingga membutuhkan waktu yang banyak untuk mendampingi subyek dalam menempatkan huruf-huruf pada kotak abjad sesuai tulisan, namun dalam perjalanan waktu ada perubahan sikap JLS dengan tekun untuk berlatih sesuai dengan anjuran guru. - Dalam mengerjakan tugas, JLS berbeda dengan siswa lainnya hal ini terlihat dari sikap JLS dengan sifat anak yang lebih aktif, perhatian mudah teralih, dan ketika melihat temannya sudah selesai menyusun siswa mandek untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru dia tidak ingin disaingi, maka selalu perhatian guru terpusat pada anak agar anak mampu menyelesaikan tugasnya. - Subyek dalam mengikuti/ memahami perintah guru, responnya sangat baik diawal namun dalam pertengahan sering beralih pada hal yang dia rasa menarik, khususnya saat mendengar suara ribut di luar kelas anak sering mau cepat-cepat ke luar dari kelas meskipun belum waktunya. Namun dengan bimbingan guru anak kembali fokus pada pembelajaran. 148

166 Lampiran 7. Lembar Observasi mengenai Respon Siswa saat Pelaksanaan pembelajaran dengan Menggunakan Media Baba di Kelas D II di SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta Subyek Aspek Deskripsi Observasi ALK - Awal menggunakan media Baba subyek masih kesulitan dan butuh bimbingan dari guru, karena media ini merupakan hal yang baru bagi anak, namun dalam latihan berikutnya anak sudah merespon dengan baik dan mampu untuk menyusun huruf pada kotak abjad Baba secara mandiri. - Saat pembelajaran berlangsung anak menyimak dengan baik, hal dikarenakan menggunakan media Baba yang sangat konkret. - Subyek dalam proses kegiatan pembelajaran sangat aktif hal ini terlihat dari respon anak bertanya ketika tidak tahu dalam Respon penyusunan huruf dan saat membaca dalam mengeja suku kata siswa saat dan kata JLS pelaksana - Respon siswa ketika saat pelaksanaan pembelajaran an mengunakan media Baba sangat antusias dan gembira dan anak pembelaja merasa seperti bermain maka ketika di suruh menyusun subyek ran pertama kali tidak mengikuti langkah-langkah penggunaan media Baba, dia menyusun sesuai keinginanya dan sering memasukan huruf pada kotak abjad Baba salah menempatkan maka ketika diakhir pembelajaran guru harus mengatur kembali kotak abjda JLS. - Dengan latihan yang terus- menerus JLS mampu menyimak pembelajaran yang diberikan oleh guru. - Keaktifan subyek saat proses belajar mengajar sangat baik hal ini terlihat dari respon siswa saat di suruh kedepan mengerjakan tugas menyusun di alamri Baba anak mampu tanpa bantuan dan mau bertanya apabila tidak menemukan huruf yang mau di susun. Dan subyek memiliki percaya diri yang tinggi. 149

167 Lampiran 8. Lembar Observasi Membaca Permulaan Siswa Kelas D II Tunagrahita Ringan dengan Menggunakan Media Baba di SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta Nama Aspek Siswa Penilaian Deskripsi ALK Pelafalan Subyek Alk dalam pelafalan memiliki kemampuan membaca huruf, suku kata, dan kata dengan pelafalan yang tepat dengan suara yang jelas hal ini ditunjukkan melalui hasil skor penilaian yang menunjukkan bahwa persentase dari kemampuan awal anak mengalami perubahan setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan media Baba. Dimana kemampuan awal anak pengetahuan abjad ALK menguasai 16 abjad, dan kesalahan membaca pada huruf /h/ dibaca /n/, huruf /n/ dibaca /u/, huruf / f/ dibaca /p/ dan terkadang huruf /t/ dibaca menjadi huruf /f/, /w/ dibaca /m/, namun setelah menggunakan media baba kesalahan-kesalahan tersebut dapat diatasi dan anak mampu melafalkannya dengan benar. Intonasi Subyek ALK dalam Intonasi memiliki kemampuan yang baik dalam membaca huruf, suku kata, dan kata dengan intonasi yang tepat, yang mana sebelumnya subyek ALK dalam intonasi kadang tidak tepat dalam pengucapanya Kelancaran Subyek ALK dalam membaca huruf, suku kata dan kata memiliki kemampuan dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes evaluasi belajar membaca anak yang sebelumnya anak membaca huruf, suku kata, dan kata masih terbata-bata. Namun setelah menggunakan Media Baba anak mampu membaca dengan lancar. JLS Pelafalan Subyek JLS, kemampuan awal pelafalan anak sebelum dilakukan pelaksanaan pembelajaran dalam pelafalan huruf masih ada dibaca terbalik hal ini terdapat pada huruf /d/ dibaca /b/ atau sebaliknya /b/ dibaca /d/, /h/ dibaca /n/ dan /m/ dibaca /w/. Namun setelah diberikan latihan membaca melalui media Baba kesalahan pelafalan tersebut dapat diatasi dan akhirnya subyek JLS mampu melafalkan dengan tepat Intonasi Subjek JLS, dalam kemampuan awal subjek intonasi membaca permulaan terkadang terdengar intonasi sengau, dan jeda yang agak lama dalam membaca huruf, suku kata, dan kata. Namun setelah menggunakan media Baba masalah yang dihadapi anak mampu membaca huruf, suku kata dan kata dengan intonasi yang tepat. Kelancaran Subjek JLS, kemampuan awal membaca huruf, suku kata, dan kata masih belum lancar, dan membutuhkan bantuan dari guru, namun setelah menggunakan media Baba maka kemampuan membaca subjek termasuk dalam kategori baik dan dapat membaca huruf, suku kata dan kata dengan baik. 150

168 Lampiran 9. Hasil Tes Evaluasi Belajar Membaca Permulaan Siswa Kelas D II SLB Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta dengan Menggunakan Media Baba Nama Siswa Indikator dan Materi Bacaan Materi Bacaan Indikator Penilaan Skor Keterangan ALK na si/nasi to ko/toko sa pu/sapu du ku/duku ba ju/baju Pelafalan Intonasi Kelancaran Siswa ALK dalam pelafalan memiliki skor 3, sedangkan intonasi dan kelancaran dengan skor 4, rata-rata sebesar 91.66/sangat baik /12 = JLS na si/nasi to ko/toko sa pu/sapu du ku/duku ba ju/baju Pelafalan Intonasi Kelancaran Siswa JLS dalam pelafalan dan kelancaran masingmasing memiliki skor 3, sedangkan intonasi dengan skor 4, rata-rata sebesar 83.33/sangat baik /12 = Kriteria penilain: - Skor 1, apabila siswa tidak mampu membaca dengan lafal, intonasi dan lancar meskipun dibantu oleh guru - Skor 2, apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi dan lancar dengan bantuan guru tetapi masih salah - Skor 3, apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi dan lancar dengan bantuan guru dan jawaban betul - Skor 4, apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi dan lacar tanpa bantuan 151

169 Lampiran 10. Pedoman Wawancara dengan Guru No Pertanyaan Jawaban A. Terkait Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran dengan Media Baba 1. Apa saja sarana dan pra sarana yang perlu dipersiapkan ketika hendak melaksanakan pembelajaran dengan media Baba? 2. Apa pentingnya sarana dan pra sarana tersebut bagi pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba? Ada tiga hal yang harus dipersiapkan kalau mau belajar dengan menggunakan media Baba. Pertama adalah kotak abjad Baba, kedua peraga Baba berupa kartu-kartu yang berisi gambar dan tulisan dan ketiga adalah ruangannya. 1) Kotak abjad Baba ini memang salah satu hal yang sangat dibutuhkan dalam menerapkan media Baba. Siswa akan menjadi lebih mudah dalam mempraktikkan materi yang diajarkan guru misalnya saat mengajarkan suku kata kepada siswa. Siswa juga lebih senang bila dibantu dengan kotak abjad ini. Ini bisa menjadi salah satu alat peraga yang mereka sukai sehingga pada saat awal sudah harus dipersiapkan dengan baik oleh guru. 2) Saya terlebih dahulu mempersiapkan gambar peraga Baba seperti ini. Ini saya dapatkan dari seorang teman guru juga yang sudah menerapkan media Baba dalam mengajar siswa tunagrahita selama ini. Saya sangat tertolong dengan adanya gambar peraga ini karena ketika saya munculkan gambara ini di depan siswa tungrahita mereka merasa senang. Jadi jelas gambar peraga Baba ini tidak boleh terlupakan agar saat mengajar tidak akan merasa kesulitan sendiri. 3) Memang betul sekali, persiapan ruangan kelas itu menjadi sangat penting. Siswa yang diajari adalah berkebutuhan khusus, jadi kadang banyak waktu yang digunakan untuk mengatur hal-hal yang tidak diduga sebelumnya seperti mengatur anak atau siswa, memotivasi, mengarahkan siswa itu juga sering menyita waktu yang banyak. Jadi kalau ruangan dan semua perralatan sudah dipersiapkan sebelumnya, maka akan dapat menghemat waktu. Misalnya, meja harus disusun seperti apa, misalnya mereka dibuat berdekatan agar lebih bersemangat. B. Terkait Pelaksanaan Pembelajaran dengan media Baba 1. Terkait Pelaksanaan Pembelajaran dengan media Baba Ya, seperti perencanaan pelaksanaan pembelajaran pada umumnya yang mencakup pengantar, pelaksanaan dan penutup 152

170 2. Pada saat persiapan atau pengantar, bagaimana tanggapan para siswa? Pada bagian pelaksanaan, apakah ada hal yang perlu diperhatikan agar dapat membantu siswa lebih mudah belajar membaca dengan media Baba? Pada bagian penutup, apa saja yang perlu kita lakukan untuk membantu siswa mengingat isi pelajaran yang telah dilaksanakan? Keduai siswa saya ALK dan JLS pada tahap persiapan mampu menyebutkan sejumlah binatang seperti ayam, kelinci, kucing, anjing, sapi, ular, dan lain-lain. Kemampuan siswa menyebutkan dan mengenali sejumlah binatang tersebut diharapkan akan dapat mempermudah siswa dalam membaca kata yang ada pada gambargambar binatang tersebut. Pada praktinya, memang siswa lebih mudah mengenali dan membaca tulisan yang ada pada gambar. 1. Salah satu cara saya untuk mempercepat kemampuan siswa yang mengalami kerertasan membaca awal adalah dengan melibatkan seluruh siswa, misalnya saya meminta untuk membaca nama-nama gambar secara bersama-sama. Berdasarkan pengamatan saya, dengan cara melibatkan siswa secara barengbareng membaca nama-nama gambar yang telah disusun. 2. Kotak abjad Baba dibagikan kepada siswa dan siswa memberi nama sesuai dengan yang sudah bicarakan atau disampaikan guru tadi atau sebelumnya. Kotak abjad ini dibagikan kepada siswa dan masing-masing mendapat satu. Jadi jumlah peraga yang harus dipersiapkan guru sesuai dengan jumlah siswa. Masing-masing siswa harus bias mandiri. Artinya, meskipun ada kelompok tapi yang utama siswa difokuskan untuk memahami sendiri materi pelajaran. Kalau ada kelompok itu hanya sifatnya untuk mempermudah siswa dalam membaca permulaan ini. Saya mengadakan tanya jawab secara lisan dengan siswa. Waktu saya mengadakan bagian Tanya jawab mengenai materi pelajaran yang telah diajarkan pada bagian penutup, siswa dapat mengingat dengan baik materi tersebut. Siswa mengingat gambar peraga Baba dan mampu membaca tulisan yang di bawahnya dengan baik C. Berkaitan dengan kemampuan guru menggunakan media Baba. 1. Apa saja kesulitan yang ibu temui ketika mengadakan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba Secara umum saya sendiri tidak ada kesulitan dalam menerapkan metode pembelajaran dengan menggunakan media Baba. Menurut saya menggunakan media Baba ini menarik ya, dan bisa memudahkan siswa dalam menangkap materi bacaan yang diberikan kepada siswa. Saya merasa bahwa menggunakan media Baba ini cukup 153

171 mudah dalam pelaksanaannya. D. Terkait metode pembelajaran yang digunakan selama menggunakan media Baba 1. Apa saja metode yang Saya menggunakan tiga metode yaitu tanya digunakan ketika jawab, demonstrasi dan penugasan. melaksanakan pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba? 2. 1) Saya menggunakan metode tanya jawab dalam pembelajaran ini karena cocok dengan media Baba yang saya gunakan. Sebelum menyuruh siswa untuk membaca atau menyusun huruf-huruf terlebih dahulu saya bertanya kepada siswa mengenai materi pembelajaran yang akan diberikan seperti nama-nama binatang yang ada pada alat peraga Baba. 2) Sesuai dengan media yang digunakan adalah media Baba salah satunya dilengkapi dengan Sejauh mana ketiga metode gambar-gambar, maka memberikan contoh itu bisa membantu guru dan kepada siswa menjadi hal yang sangat siswa dalam melaksanakan penting. Saya selalu mendemonstrasikan pembelajaran dengan media materi pembelajaran kepada siswa. Metode Baba? demonstrasi memang menjadi sangat cocok terutama dalam menggunakan gambar peraga Baba kepada siswa tunagrahita. 3) Metode penugasan merupakan metode terakhir dari Tanya jawab dan demonstrasi. Pada metode penugasan ini, siswa dilatih untuk mandiri dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Kalau saya amati ya, siswa kelihatan antusias dan serius ketika diminta untuk mengerjakan tugas baik itu secara individu maupun secara kelompok atau bersama. E. Berkaitan dengan kemampuan membaca siswa tunagrahita dengan adanya pelaksanaan pembelajaran dengan media Baba. 1. Sejauh mana Ibu melihat ada perubahan pada kemampuan membaca kedua siswa setelah pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba kalau melihat aspek pelafalan, intonasi dan kelancarannya 1. Kalau aspek pelafalan, Dengan menggunakan media Baba ini, siswa menjadi lebih mudah dalam pelafalan. Saya lihat siswa ALK dan JLS sebelumnya, agak sulit melafalkan, seperti tes pengucapan abjad yang dilakukan, kedua siswa ini mengalami kesulitan dalam melafalkan huruf-huruf tertentu. Dengan menerapkan metode membaca permulaan ini, keliahatan siswa memiliki lafal yang lebih 154

172 baik. Ini dikarenakan adanya contoh-contoh atau gambar yang ada dalam alat peraga sehingga siswa lebih mudah untuk mengingatnya. 2. Kalau aspek intonasi, Salah satu kelemahan siswa seperti ALK dan JLS dalam membaca adalah intonasi yang kurang jelas. Kadang saya sendiri tidak mudah untuk menangkap apa isi dari yang dibaca oleh ALK dan JLS. Pengaruh lidah mungkin yang agak pendek bisa menjadi salah satu penyebab tidak jelasnya intonasi dari siswa ini kalau membaca menjadi kurang jelas. Tapi dengan adanya metode pembelajaran yang menggunakan media Baba ini cukup membantu menurut saya. 3. Selama saya mengajar di SLB C Dharma Rena Ring Putera II Yogyakarta, tentu saya juga sudah melakukan berbagai cara atau metode pembelajaran. Saya melakukan hal itu karena memang kondisi siswa yang tunagrahita menuntut kreativitas dan inovasiinovasi guru khususnya dalam metode dan model pembelajaran. Siswa dengan kondisi tunagrahita ini memang tidak selalu mudah untuk mengajarnya. Siswa memiliki beberapa kelemahan di antaranya sangat mudah lupa terhadap apa yang sudah dipelajari. Saya melihat dengan metode yang menggunakan media Baba ini mampu memperlancar cara membaca siswa 155

173 Lampiran 11. Pedoman Wawancara dengan Orangtua Siswa No Pertanyaan Jawaban A. Berkaitan dengan kemampuan membaca siswa tunagrahita dengan adanya pelaksanaan pembelajaran dengan media Baba. 1. Sejauh mana Bapak/Ibu melihat perubahan pada kemampuan membaca anak Bapak/Ibu setelah pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba khususnya dalam aspek pelafalan, Orang tua ALK Orang tua JLS Ya anak saya lafalnya menjadi lebih baik. Dulu anak saya gak bisa ngucapin /r/ dengan baik, selalu dibaca /l/ (el). Tapi sekarang sudah lebih baik. Waktu saya ke sekolah nanya ke gurunya, katanya ada metode baru yang digunakan. Saya lihat banyak kemajuan terutama dalam membaca kata. Misalnya, di rumah ka nada tulisan-tulisan gitu, sekarang ini sudah lebih lancar dan lafalnya sudah cukup bagus yang lebih baik. Ini dikarenakan adanya contoh-contoh atau gambar.(hasil wawancara, 16/04/2012). Saya lihat memang ada perkembangan dari anak saya JLS dalam membaca tulisan kata. Lafal membacanya sudah semakin baik. Dulu anak saya itu susah membedakan beberapa huruf seperti membedakan huruf /d/ dan /b/ serta /h/ dan /n/ /t/ dibaca /f/. Sekarang lafalnya sudah lebih baik. Saya tidak tahu apa yang dilakukan guru kog bisa lebih maju. Saya sendiri sering melatih tapi gak bisa-bisa. Tapi ini sudah lebih baik ya (Hasil wawancara, 16/04/2012) 2. Sejauh mana Bapak/Ibu melihat perubahan pada kemampuan membaca anak Bapak/Ibu setelah pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba khususnya dalam aspek intonasinya Orang tua ALK Kemajuan lain yang saya lihat dari anak saya ALK bahwa sekarang kalau membaca intonasinya menjadi jelas. Ya sekarang lebih cetok (jelas). Anak saya ALK memang memiliki lidah yang agak pendek, sehingga kalau membaca saya sendiri kurang menangkap. Tapi kadang saya mengiyakan aja kalau dia membaca dan minta penjelasan ke saya. Saya takut kalau saya kelihatan gak ngerti, anaknya nanti jadi mutung (malas dan mogok) (Hasil wawancara, 16/04/2012) 156

174 3. Sejauh mana Bapak/Ibu melihat perubahan pada kemampuan membaca anak Bapak/Ibu setelah pembelajaran membaca permulaan dengan media Baba khususnya dalam aspek kelancarannya? Orang tua JLS Orang tua ALK Orang tua JLS Sebenarnya salah satu kelemahan anak saya JLS intonasinya kalau membaca ya kurang jelas. Kadang saya merasa bersalah karena anak saya kalau membaca tidak jelas intonasinya. Seakan-akan dia mengucapkan rata semuanya. Tapi sekarang memang sudah lebih baik. Saya sering lihat dia membaca dengan menggunakan media Baba itu. Saya lihat buku dan peraganya sudah sangat cocok dengan kondisi anak saya yang tunagrahita ini (Hasil wawancara, 16/04/2012) Salah satu hal yang saya lihat perkembangan membaca anak saya ALK bahwa sekarang bisa membaca lebih cepat atau lebih lancar. Saya tahu hal itu ketika ALK mengulang-ulang pelajarannya di rumah sudah bisa lebih lancar. Menurut saya metode pembelajaran yang menggunakan Baba cocok untuk membaca permulaan seperti anak saya (Hasil wawancara, 16/04/2012). Anak saya kalau membaca sering terbata-bata, bahkan cenderung sangat lambat. Ketika menggunakan media Baba, JLS bisa membaca lebih lancar. Salah satu permasalahan anak tunagrahita dalam membaca adalah cenderung lambat dan terbata-bata. Mungkin metode yang digunakan guru dalam mengajar kurang mendukung. Berbeda dengan metode diajarkan guru seperti baru-baru ini yakni menggunakan media Baba kelihatan bagi siswa sangat menyenangkan dan dampaknya adalah anak bisa lebih lancar membaca (Hasil wawancara, 16/04/2012). 157

175 Lampiran 12. Catatan Lapangan Catatan Lapangan 1 Hari : Jumat Tanggal : 12 April 2012 Tempat : Ruang kelas DII Kegiatan : Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan Media Baba Siswa kelas D II dan guru memasuki ruang kelas pukul Wib, pada jam pertama pembelajaran matematika, kemudian dilanjutkan pada jam ke dua dengan pembalajaran Bahasa Indonesia yakni dimulai dari pukul Wib, sebelum pembelajaran bahasa Indonesia dimulai terlebih dahulu guru menyuruh siswa istirhat sebentar siapa yang mau ke kamar mandi dipersilahkan, karena ibu mau mempersiapkan alat-alat pembelajaran kita dengan mengunakan media Baba, kemudian guru menata meja, kursi, dan mengeluarkan kotak abjada Baba dari lemari penyimpanan dan mebagi ke pada siswa satu persatu, kemudian menarik almari Baba dari salah satu sudut ruangan untuk diletakkan di depan kelas, sekaligus juga mempersiapkan gambar-gambar peraga yang akan di ajarkan dalam materi pembelajaran. Setelah ruangan sudah siap, alat-alat media sudah siap, guru bersama siswa memulai pembelajaran dengan mengawali dengan salam pembuka dengan menyapa siswa dengan ucapan selamat pagi semuanya kemudian siswa menjawab selamat pagi bu. Kemudian dilanjutkan guru memasuki kegiatan awal dengan menulis tema atau sub tema dan tujuan 158

176 pembelajaran di papan tulis, setelah itu guru memberikan apresiasi kepada siswa dengan menanyakan nama-nama binatang yang di kenal siswa. Namun salah satu siswa kurang memperhatikan guru karena ada seorang siswa lain dari kelas IV masuk kelas tiba-tiba dan menggangu salah satu siswa yang dekat meja belajarnya dekat dengan pintu masuk kelas. Akan tetapi guru tanggap dan menyuruh siswa tersebut agar masuk kelasnya nanti ibu Dar marah, kamu main ke kelas ini, kemudian siswa tersebut keluar dari kelas D II dan masuk kelasnya, kemudian guru melanjutkan pembelajaran dengan mengajak siswa bernyanyi kukuk kuruyuk begitulah bunyinya kakinya bertanduk hewan apa namanya dan seterusnya, siswa bernyanyi dengan semangat setelah bernyanyi guru kembali mengajak siswa agar memperhatikan kedepan dan medengarkan apa kata ibu guru. Selanjutnya guru memulai kegiatan inti dengan guru menjelaskan pada siswa tentang kegiatan yang akan dilakukan yakni kegiatan melafalkan huruf, dengan lafal, intonasi yang jelas dan tepat, dan lancar dengan bersuara. Kegiatan ini di awali dengan guru menunjukkan alat peraga gambar sesuai dengan tema, seperti itik, ayam, tikus, lalat, sapi, kupu-kupu dan lain lain. Selanjutnya guru menempelkan alat peraga gambar di depan kelas, membaca dengan gambar, setelah dilanjutkan dengan menyusun huruf di alamari baba dan siswa menirukan di kotak abjada baba masing-masing kemudian membaca bersama dengan lafal, intonasi dan lancar. Setelah itu dilanjutkan dengan penugasan kepada siswa dengan memberi tugas dikte di lemari Baba dan siswa lain pada kotak abjad. Setelah selesai ditutup dengan doa penutup, siswa pulang dan brsalaman dengan guru dan teman-taman satu kelas. 159

177 Catatan Lapangan 2 Hari : Senin Tanggal : 16 April 2012 Tempat Kegiatan : Ruang kelas DII : Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia melalui Media Baba Siswa kelas DII dan guru memasuki ruang kelas pukul WIB, setalah mengikuti upacara kegiatan pramuka. Siswa membuka gorden yang ada pada jendela ruang kelas bersama, setelah semua terbuka siswa bersama guru menyapu lantai kelas. Setelah lantai disapu, guru kemudian menata meja, kursi, dan mempersiapkan alat atau saran membaca media Baba agar pelaksanaan proses pembelajaran bahasa Indonesia dapat terlaksana dengan baik. Setelah ruangan dirapikan guru, latihan membaca dengan menggunakan media Baba dimulai pada pukul WIB. Siswa dipersilahkan untuk duduk di bangku masing, kemudian dipimpin guru untuk berdoa dengan membaca basmallah dan mengucapkan salam (selamat pagi). Kemudian Guru menanyakan pada salah satu subyek masih ingat tidak pelajaran kita yang sebelumnya? Guru mengajak siswa bercakap-cakap tentang kegiatan pembelajaran sebelumya. Setelah itu guru dan siswa melakukan tanya jawab mengenai nama-nama benda lingkungan sekitar. Guru berdiskusi tentang kegiatan dan media saat di kelas. Pukul WIB guru memulai pembelajaran dengan menggunakan media Baba, dengan menyebutkan nama alat-alat peraga yakni dimulai dengan gambar peraga, lemari abjad Baba, kemudian kotak abjad Baba yang akan dibagikan kepada setiap siswa. Setelah alat 160

178 tersebut diperkenalkan, guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan adalah mengulang materi pertemuan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan adalah guru pendamping menyusun huruf menjadi suku kata dan merangkainya menjadi kata di depan kelas pada almari Baba, sementara siswa memperhatikan, sembari malakukan kegiatan yang sama siswa menyusun huruf seuai dengan apa yang dicontohkan guru. Guru bersama dengan siswa membaca huruf yang telah disusun bersama-sama dan guru memperhatikan respon siswa dengan mendengarkan pelafalan, intonasi dan kelancaran siswa saat membaca huruf, suku kata, dan kata. Selanjutnya guru memberi tugas perindividu agar menyusun huruf sesuai dengan nama gambar yang ada di dalam buku bacaan, kemudian siswa berlatih menyusun dan mebaca dengan baik, dan yang paling cepat adalah subyek ALK, dibanding Subyek JLS, dengan spontan ALK berkata Bu saya sudah siap menyusunnya JLS kalah bu. Mendengar hal itu JLS ngambek sementara waktu dia tidak mau menyusun dan berhenti, melihat hal itu guru cepat tanggap dan berkata kepada siswa ALK, tidak boleh begitu sama temanya, kemudian membujuk JLS agar melanjutkan menyusun kalau selesai nanti kamu akan ibu beri hadiah, JLS kemudian semangat kembali. Setelah itu guru mendekati ALK, dan menyuruh sekarang coba kamu baca apa yang telah kamu susun dan tutup buku jangan melihat gambar. Situasi di kelas pada hari ini sangat nyaman tidak ada gangguan dari siswa kelas lain sehingga pembelajaranpun berlangsung baik dan siswa sangat antusian dan pembelajaran berakhir pada pukul WIB. Diakhir penutup sebelum istirahat dimulai pukul WIB. Pada waktu istirahat ini, siswa mencuci tangan dan 161

179 makan biskuit yang dibawa guru. Setelah makan biscuit, siswa bermain bebas di luar kelas. Guru berbincang-bincang dengan peneliti. Kegiatan ini berlangsung lama dan hampir satu jam karena menunggu waktu pulang. Akhirnya pada pukul WIB siswa diminta membereskan kotak abjada Baba disimpan di lemari dan menutup kaca jendela dan menutup semua gorden jendela. Setelah itu siswa duduk di kursi dan berdoa dengan membaca hamdallah dan mengucapkan salam (selamat siang). Siswa membawa tas dan bersalaman dengan guru dan peneliti lalu keluar kelas. 162

180 Lampiran 13. Gambar Kegiatan Pelaksanaan Penerapan Media Baba Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas DII SLB C Dharma Rena Ring Putra 2 Yogyakarta Gambar 1. Kegiatan guru memberi contoh untuk melafalkan dengan intonasi yang tepat Gambar 2. Kegiatan individual Siswa menyusun kata sesuai dengan nama gambar 163

181 Gambar 3. Guru mendampingi siswa dalam membaca suku kata dan kata secara individual tanpa gambar dan mendikte siswa di depan kelas dan mengoreksi huruf yang disusun oleh siswa Gambar 4. Kotak Abjad Baba & Almari Baba 164

KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR 1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI 1 SRANDAKAN BANTUL

KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR 1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI 1 SRANDAKAN BANTUL KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR 1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI 1 SRANDAKAN BANTUL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita merupakan anak dengan kebutuhan khusus yang memiliki intelegensi jelas-jelas berada dibawah rata-rata yang disertai dengan kurangnya dalam

Lebih terperinci

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks yang menuntut kerjasama antara sejumlah kemampuan. Kesanggupan seseorang dalam membaca atau menangkap makna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan 2.1.1.1. Pengertian Membaca Permulaan Pembelajaran membaca permulaan erat kaitannya dengan pembelajaran menulis

Lebih terperinci

ANAK TUNAGRAHITA DAN PENDIDIKANNYA

ANAK TUNAGRAHITA DAN PENDIDIKANNYA ANAK TUNAGRAHITA DAN PENDIDIKANNYA Oleh: Astati, Dra. M.Pd. PLB Universitas Pendidikan Indonesia Anak Tunagrahita dan Pendidikannya Definisi lihat slide no 12 Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual

Lebih terperinci

ARTIKEL JURNAL. Oleh. Seti Nevi Arnesta Tondang NIM

ARTIKEL JURNAL. Oleh. Seti Nevi Arnesta Tondang NIM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BABA BAGI SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS D II SEKOLAH LUAR BIASA DHARMA RENA RING PUTRA 2 YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL Oleh Seti Nevi Arnesta

Lebih terperinci

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Judul : Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Nama Penulis : Widad Nabilah Yusuf (209000274) Pendahuluan Soemantri (2006) mengatakan tunagrahita memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K Pengaruh Penggunaan Media Kartu Limbah Rumah Tangga Bungkus Plastik Bermerk Terhadap Kemampuan Membaca Kata Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas DII SLB C YSSD Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam 1 MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA A. Pengertian Dilihat dari tingkat kecerdasannya, ada anak normal, ada anak di bawah normal, dan ada anak di atas normal. Sehingga dalam belajarnya pun ada anak yang lamban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Proses belajar dimulai sejak manusia dilahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa

BAB I PENDAHULUAN. sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak normal, usia 6 tahun merupakan masa yang paling sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa mendatang. Bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang anak dan memengaruhi anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang mengerahkan segala daya upaya untuk melakukan pembangunan di segala bidang demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah. biasanya mencakup empat segi, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah. biasanya mencakup empat segi, yaitu: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Keterampilan Berbahasa Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu: a) Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan, maupun lisan. Bahasa sangat penting dalam perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia hendaknya mengarah pada tujuan pengetahuan bahasa sampai penggunaannya, oleh karena itu harus benar-benar dipahami siswa. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan secara sadar untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan menjadi sesuatu hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Anak Tunagrahita Sedang 1. Pengertian Anak Tunagrahita sedang Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang disebut juga embisil. Kelompok ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh pesan

BAB I PENDAHULUAN. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membaca adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh pesan melalui media kata untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain. Kemampuan membaca memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul tanggung jawab sosial menurut ukuran perkembangan usia, tempat, waktu, dan norma-norma dimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dalam bentuk lambang lambang grafis, yang perubahannya menjadi wicara bermakna dalam

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dalam bentuk lambang lambang grafis, yang perubahannya menjadi wicara bermakna dalam BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Hakikat Membaca Pada hakikatnya membaca merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk lambang lambang grafis, yang perubahannya menjadi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN 12 BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN A. Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kecerdasan kemampuan intelektual

Lebih terperinci

Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas I MIS Sinoutu Melalui Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS)

Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas I MIS Sinoutu Melalui Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) Peningkatan Membaca Permulaan Siswa Kelas I MIS Sinoutu Melalui Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) Muslimin, Muh. Tahir, dan Idris Patekkai Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai nilai di dalam masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang

Lebih terperinci

2016 PENGARUH MED IA PUZZLE KERETA API D ALAM MENYAMBUNGKAN SUKU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK D OWN SYND ROM

2016 PENGARUH MED IA PUZZLE KERETA API D ALAM MENYAMBUNGKAN SUKU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK D OWN SYND ROM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan terdapat proses yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya, yaitu proses belajar dan proses mengajar yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MENGGUNAKAN MEDIA FLASH CARD

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MENGGUNAKAN MEDIA FLASH CARD PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MENGGUNAKAN MEDIA FLASH CARD PADA SISWA TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN KELAS I SEKOLAH DASAR DI SLB C WIYATA DHARMA 2 SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kecerdasan intelektual yang berada di bawah rata-rata dan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kecerdasan intelektual yang berada di bawah rata-rata dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi kecerdasan intelektual yang berada di bawah rata-rata dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial pada umumnya terjadi pada siswa tunagrahita ringan. Namun,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK MELALUI PERMAINAN BERBASIS BIMBINGAN KELOMPOK PADA ANAK TK B SATU ATAP SDN 03 LEBUAWU TAHUN PELAJARAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK MELALUI PERMAINAN BERBASIS BIMBINGAN KELOMPOK PADA ANAK TK B SATU ATAP SDN 03 LEBUAWU TAHUN PELAJARAN PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK MELALUI PERMAINAN BERBASIS BIMBINGAN KELOMPOK PADA ANAK TK B SATU ATAP SDN 03 LEBUAWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Oleh ISTIANATUROCHMAH NIM. 2009-31 - 136 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL

PENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL PENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Bahasa merupakan sesuatu yang penting untuk dikuasai karena bahasa adalah sarana interaksi dan alat komunikasi antar manusia. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh :

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh : Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh : Fristyani Elisabeth Hutauruk Yudi Perbawaningsih Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MERAWAT DIRI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS II SDLB DI SLB BHAKTI PERTIWI PRAMBANAN SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI

PEMBELAJARAN MERAWAT DIRI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS II SDLB DI SLB BHAKTI PERTIWI PRAMBANAN SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI PEMBELAJARAN MERAWAT DIRI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS II SDLB DI SLB BHAKTI PERTIWI PRAMBANAN SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

MENUJU KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA ( Pengayaan) Oleh: Astati

MENUJU KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA ( Pengayaan) Oleh: Astati MENUJU KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA ( Pengayaan) Oleh: Astati A. Makna Kemandirian 1. Pengertian Menumbuhkan kemandirian pada individu sejak usia dini sangatlah penting karena dengan memiliki kemandirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang dibawah rata rata dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, hanya saja masalah tersebut ada yang ringan dan ada juga yang masalah pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah. Islam sebagai agama yang dianut penulis mengajarkan bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga negara. Bahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat hak atas pendidikan bagi anak penyandang kelainan atau ketunaan diterapkan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani anak, agar anak dapat memiliki kesiapan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani anak, agar anak dapat memiliki kesiapan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar, yang merupakan satu upaya pembinaan bagi anak melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang telah mengalami banyak perkembangan, majunya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut juga dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rofi udin dan Darmiyati Zuchdi, 1999: 31) mengatakan bahwa membaca merupakan

BAB II KAJIAN TEORI. Rofi udin dan Darmiyati Zuchdi, 1999: 31) mengatakan bahwa membaca merupakan BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Menurut Soedarso (2002: 14) membaca didefinisikan secara singkat sebagai interaksi pembaca terhadap pesan tulis. Di pihak lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi. dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi. dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan pengalaman, pikiran, perasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Ponija, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Ponija, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut

Lebih terperinci

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN Hubungan kemampuan menyimak dan kemampuan membaca dengan kemampuan berkomunikasi lisan pada pengajaran bahasa Indonesia anak tunagrahita kelas D-5B di SLB-C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2006/2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang tua, guru, dan orang dewasa lainya yang ada disekitarnya. Usaha

BAB I PENDAHULUAN. dari orang tua, guru, dan orang dewasa lainya yang ada disekitarnya. Usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menangani anak usia 4-6 tahun. Menurut para ahli, usia ini disebut juga usiaemas (golden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, dapat ditetapkan dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam hidupnya. Pribadi unik yang dimaksud adalah anak selalu memiliki cara tersendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pembinaan yang ditujukan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pembinaan yang ditujukan kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah saat ini, karena usia dini berada pada

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neti Asmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neti Asmiati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Membaca merupakan pintu gerbang pengetahuan, dengan membaca seseorang akan mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan. Informasi yang diperoleh dari membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak normal pada umumnya. Salah satunya

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKNIS DENGAN MENGGUNAKAN KARTU HURUF PADA SISWA KELAS II SD Pertiwi Laboro Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstrak : Bahasa merupakan saran yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat. Ia banyak memperlihatkan, membicarakan atau menanyakan tentang berbagai hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuna grahita Ringan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna grahita adalah kata lain

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR. Fahrurrozi

MODEL PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR. Fahrurrozi MODEL PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR Fahrurrozi Abstrak, Pengajaran membaca di SD dibagi dalam dua tahapan, yaitu: membaca permulaan dan membaca pemahaman. Membaca permulaan diberikan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM MATERI SHOLAT BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB SUKOHARJO

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM MATERI SHOLAT BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB SUKOHARJO PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM MATERI SHOLAT BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB SUKOHARJO Nurian Anggraini, Dwi Aris Himawanto, Abdul Salim Pascasarjana Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang. penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang. penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis saja tetapi merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia secara optimal, karena pendidikan merupakan sarana investasi untuk meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK DENGAN MEMANFAATKAN MEDIA CERITA DAN TEKNIK MENJAWAB PERTANYAAN PADA PESERTA DIDIK KELAS V SD NEGERI I KADIPIRO KECAMATAN JUMAPOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan, yaitu disiplin. Mendidik dan mendisiplinkan anak selalu menjadi permasalahan

Lebih terperinci

A PERMULAAN SKRIPSII. Persyaratan. Oleh Nisa Liya Dieni NIM FAKULTAS RTA MARET 2015

A PERMULAAN SKRIPSII. Persyaratan. Oleh Nisa Liya Dieni NIM FAKULTAS RTA MARET 2015 PENINGKATANN KETERAMPILAN MEMBACA A PERMULAAN MELALUI METODE GLOBAL PADA SISWA KELAS I SD NEGERI KAPUKANDA TEMPEL SLEMAN TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSII Diajukan kepadaa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hartati (2006: 34)

BAB I PENDAHULUAN. hubungan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hartati (2006: 34) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi manusia untuk menjalin hubungan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hartati (2006: 34) bahasa adalah simbol

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.1.1. Pengertian IPA Dalam Puskur, Balitbang Depdiknas (2009 : 4) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Proses perkembangan ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Proses perkembangan ini tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa anak-anak merupakan suatu masa di mana terjadi berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Proses perkembangan ini tidak hanya dialami oleh anak normal

Lebih terperinci

ARTIKEL JURNAL. Oleh : Gesit Ciptaningrum NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

ARTIKEL JURNAL. Oleh : Gesit Ciptaningrum NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBILANG BAGI ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN MELALUI METODE PERMAINAN SNOWBALL THROWING DI KELAS I SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 SLEMAN ARTIKEL JURNAL Oleh : Gesit Ciptaningrum NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani kehidupan yang bahagia dalam membina suatu keluarga. Anak merupakan suatu anugerah yang

Lebih terperinci

Peningkatan Kemampuan Membaca Awal Dengan. Metode Flash Card Pada Anak Usia 5-6 Tahun. Muldaniah 1, Evy Fitria 2

Peningkatan Kemampuan Membaca Awal Dengan. Metode Flash Card Pada Anak Usia 5-6 Tahun. Muldaniah 1, Evy Fitria 2 ISSN 2301-9905 Volume 6, No. 1, Juli 2017 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan- Universitas Muhammadiyah Tangerang Peningkatan Kemampuan Membaca Awal Dengan Metode Flash Card Pada Anak Usia 5-6 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilan berbahasa yaitu ketrampilan menyimak, ketrampilan. berbicara,ketrampilan membaca dan menulis. Keempat aspek kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilan berbahasa yaitu ketrampilan menyimak, ketrampilan. berbicara,ketrampilan membaca dan menulis. Keempat aspek kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fokus utama tujuan pengajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek ketrampilan berbahasa yaitu ketrampilan menyimak, ketrampilan berbicara,ketrampilan membaca

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MENGGUNAKAN TEKNIK KATA LEMBAGA PADA SISWA KELAS II SD NEGERI JANTI KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MENGGUNAKAN TEKNIK KATA LEMBAGA PADA SISWA KELAS II SD NEGERI JANTI KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MENGGUNAKAN TEKNIK KATA LEMBAGA PADA SISWA KELAS II SD NEGERI JANTI KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO Basori Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah investasi masa depan bagi keluarga dan bangsa yang sedang menjalani proses perkembangan dengan pesat untuk menjalani kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat seperti organisasi sosial. Di dalam kelompok itu, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat seperti organisasi sosial. Di dalam kelompok itu, manusia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang disadari atau tidak, selalu hidup berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain. Kelompok tersebut dimulai dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hak semua anak, demikian pula dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sudah diatur dalam Undang-Undang No.20

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Hasil Belajar Para ahli mengemukakan beberapa pengertian hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999),

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Hasil Belajar Para ahli mengemukakan beberapa pengertian hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999), 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Para ahli mengemukakan beberapa pengertian hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999), menjelaskan hasil belajar merupakan hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh Proses menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat

lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh Proses menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Menulis Pada hakekatnya, menulis ialah menurunkan atau menuliskan lambang lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa bertahan hidup secara sendiri. Fungsi dari manusia sebagai makhluk sosial yaitu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar. Keterampilan membaca memiliki peranan yang sangat penting. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. lancar. Keterampilan membaca memiliki peranan yang sangat penting. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD hendaknya berjalan seefektif mungkin karena Bahasa Indonesia termasuk pembelajaran yang utama. Salah satu faktor keberhasilan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia khususnya pembangunan di bidang pendidikan akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan (insight) dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang Crow

Lebih terperinci

Oleh Riwi Septyan Hanani NIM

Oleh Riwi Septyan Hanani NIM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS STRUKTUR KATA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK GAME BERBASIS BIMBINGAN BAGI SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS IV SDLB PURWOSARI KUDUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Diajukan Kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitiberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci