BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN"

Transkripsi

1 12 BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN A. Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kecerdasan kemampuan intelektual di bawah rerata. Menurut PP No. 72 Tahun 1991 yang dikutip dari Moh. Amin ( 1995:10) menyebutkan Di dunia ini disamping anak - anak dengan kemampuan normal pasti ada anak yang dibawah normal dan anak diatas normal. Anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan/atau lebih lamban dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak terbelakang mental, atau istilah resminya di Indonesia disebut anak tunagrahita. Moh. Amin (1995: 11) menyebutkan bahwa anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas di bawah rata-rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit dan berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang, atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya, dan bukan hanya dalam satu hal tetapi hampir segala-galanya. Menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD), yang dikutip dari ( menyatakan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang secara umum memiliki kekurangan dalam hal fungsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan itu, berdampak pula pada kekurangannya dalam hal perilaku adaptifnya, dimana hal tersebut terjadi pada masa perkembangannya dari lahir sampai dengan usia delapan belas tahun. Pernyataan tersebut pun dapat pula diartikan bahwa anak tunagrahita adalah mereka yang memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan

2 13 intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Anak tersebut memiliki kemampuan intelektualnya yang berada pada dua standar deviasi di bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainya. Yang kedua adalah kekurangan pada sisi perilaku adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya. Keadaan tersebut terjadi pada proses pertumbuhannya, cara berfikir dan kemampuannya dalam bermasyarakat sejak anak tersebut lahir dan berusia delapan belas tahun. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita merupakan anak yang mempunyai hambatan kecerdasan secara nyata dan jelas, dan mempunyai ketidak mampuan dalam hal perilaku adaptif yang terjadi pada masa perkembangan yaitu usia 0 18 tahun. hal tersebut berdampak pula pada kesukaran di dalam mengikuti pelajaran yang diberikan kepadanya, khususnya mata pelajaran matematika dalam hal operasi hitung penjumlahan yang bersifat abstrak. 2. Tunagrahita Ringan AAMD mengklasifikasikan tunagrahita sebagai berikut: 1) Mild mental retardation (tunagrahita ringan IQ nya 70-55); 2) Moderate mental retardation (tunagrahita sedang IQ nya 55-40); 3) Severe mental retardation (tuagrahita berat IQ nya 40-25); 4) Profound mental retardation (tunagrahita sangat berat IQ nya 25 kebawah). Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat (2008:13).

3 14 Pada skripsi ini yang akan dibahas adalah anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki tingkat kecerdasan paling tingi diantara semua anak tunagrahita. American Assosiation on Mental Retardation (AAMR) mengemukakan bahwa : angka kecerdasan anak tunagrahita ringan berkisar antara 52 sampai 68 sedangkan menurut Binet kecerdasan anak tunagrahita ringan berkisar 55 sampai 70 menurut skala Wechsler (WISC) (Ashman, 1994 : 440). Dengan angka kecerdasan tersebut kapasitas belajar mereka terbatas, terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka kurang mampu memusatkan perhatian, mengikuti petunjuk, dan kurang mampu untuk menghindari diri dari bahaya. Mereka cepat lupa, cenderung pemalu, kurang kreatif dan inisiatif, perbendaharaan katanya terbatas, dan memerlukan tempo belajar yang relatif lama. 3. Karakteristik Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan memiliki IQ antara menurut skala Binnet, sedangkan menurut skala Wechsler (WISC) memili IQ Jika dilihat dari konsep intelegensi sebagai faktor bawaan potensial yang dinyatakan dalam bentuk hasil tes pada satuan ukuran yang disebut IQ. Maka kemampuan kecerdasan anak tunagrahita ringan mereka masih bisa belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana, melalui bimbingan dan pendidikan yang baik. Dapat disadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan berfikir pada anak tunagrahita ringan, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mereka mengalami kesulitan

4 15 belajar. Masalah-masalah yang sering dirasakan berkaitan dengan proses belajar diantaranya adalah kesulitan dalam memahami pelajaran, lemahnya dalam kemampuan berfikir abstrak, dan mempunyai daya ingat yang lemah. Menurut Beirne Smith, Richard F, James, R. Patton (2003) derajat ketunagrahitaan berkorelasi secara signifikan dengan kemampuan mengingat, semakin berat derajat ketunagrahitaan, semakin rendah kemampuan untuk mengingat. Pangkal utama kelemahan daya ingat pada anak tunagrahita sangat erat kaitannya dengan perhatian dan konsentrasi (anak tunagrahita memiliki problem dalam perhatian dan konsentrasi). Mereka mengalami kesulitan untuk menfokuskan pada stimulus yang relevan disaat belajar. Oleh karena itu hambatan yang paling besar dialami anak tunagrahita adalah dalam hal mengingat terletak pada kemampuannya dalam merekonstruksi ingatan jangka pendek. Sehingga dalam proses belajar mengajar, pelajaran yang diberikan pada anak tunagrahita harus diberikan secara berulang-berulang. Proses perkembangan dan belajar menurut Piaget tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan sebagai stimulus. Semua stimulus yang datang dari lingkungan akan direspon oleh anak melalui sistem sensoris (penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil dan perabaan). Oleh karena itu belajar sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan pertama kali terjadi melalui proses sensoris. Pengertian belajar menuruit Piaget dalam Murray, Thomas, (1997) adalah melakukan tindakan terhadap apa yang dipelajari. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran bagi anak-anak harus

5 16 menfungsikan semua sensoris, begitupun halnya dalam proses belajar matematika atau aritmatik. Atas penjelasan di atas maka proses belajar pada anak tunagrahita harus dimulai dari hal konkrit. Konsekuensi dari semua ini proses belajar hendaknya melalui tahapan konkrit, semi konkrit, semi abstrak, dan abstrak. Proses belajar seperti ini baik dilakukan pada anak dalam proses pembelajarannya. Belajar pada tahap konkrit adalah proses belajar yang dilakukan dengan mengaktifkan alat sensoris dengan cara memanipulasi objek. Pada tahap belajar seperti ini mutlak harus menggunakan media pembelajaran atau alat peraga. B. Operasi Hitung Penjumlahan 1. Penjumlahan Bidang studi matematika yang diajarkan di sekolah dasar mencakup tiga cabang, yaitu: (1) aritmatika, (2) aljabar, (3) geometri. Menurut Naga, D.S dalam Abdurahman (2003:253), aritmatika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus permasalahan adalah kemampuan operasi hitung penjumlahan dalam pembelajaran matematika di tingkat dasar. Penjumlahan adalah suatu operasi aritmatika dengan simbol + atau suatu operasi

6 17 hitung yang menghasilkan jumlah dari dua kuantitas atau lebih. Setiap bilangan yang ditambahkan bersama-sama sehingga menghasilkan jumlah tertentu Hallia (2003:22). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penjumlahan adalah suatu operasi hitung aritmatika dengan simbol + yang berarti penambahan atau penggabungan dua kumpulan yang digunakan untuk memperoleh jumlah dari dua bilangan. Penjumlahan dapat dibantu dengan berbagai macam media salah satunya adalah media tangga bilangan, yang sesuai dengan judul pada skripsi ini yang berjudul Penggunaan media tangga bilangan dalam mengembangkan kemampuan operasi hitung penjumlahan pada anak tunagrahita ringan. 2. Penjumlahan Cara Bersusun Mendatar Dengan Tangga Bilangan Salah pokok bahasan dalam matematika adalah penjumlahan. Menurut Derajat dan Ismadi, J (2008: 13) Operasi penjumlahan dapat dikerjakan dengan cara mendatar, cara bersusun panjang dan cara bersusun pendek. Sedangkan menurut Rahayu, N (2009:14) Penjumlahan ada beberapa cara yaitu menggunakan tangga bilangan, cara bersusun (bersusun mendatar dan bersusun pendek), dan mencari suku ke-n yang belum diketahui. Dalam penelitian ini teknik pengajaran yang digunakan adalah dengan menggunakan media tangga bilangan Penjumlahan dengan menggunakan tangga bilangan adalah penulisan sesuai dengan nilai tempatnya dalam satu bilangan.

7 18 C. Media Pembelajaran dan Media Tangga Bilangan 1. Media Pembelajaran Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Menurut Heinic dalam Supriadi (1996:67) menyebutkan bahwa Kata media berasal dari kata medium yang berarti perantara, yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan. Demikian pula yang dikemukakan oleh E. De Corte dalam Wincel (1996:285) mengemukakan bahwa Media pembelajaran adalah suatu sarana non personal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar, yang memegang peranan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan instruksional. Dapat disimpulkan media pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru) kepada penerima (siswa) agar proses interaksi komunikasi edukatif dapat berlangsung tepat guna, termasuk interaksi pembelajaran siswa tunagrahita dengan gurunya. Kedudukan media pembelajaran ada dalam komponen metode mengajar sebagai salah satu upaya mempertinggi proses interaksi guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya, sehingga dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Adapun manfaat dari media pembelajaran matematika menurut Rus Effendi (1995 : 227) adalah sebagai berikut:

8 19 1. Siswa akan termotivasi dalam mengikuti pelajaran matematika; 2. Konsep matematika tersaji dalam bentuk konkrit, lebih dapat mudah dimengerti dan dipahami; 3. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda di alam sekitar dapat dipahami. Berdasarkan manfaat tersebut, nampak jelas bahwa media pembelajaran mempunyai andil yang besar terhadap kesuksesan proses belajar mengajar. Meskipun demikian media sebagai alat dan nara sumber, walaupun demikian media pembelajaran tidak bisa menggantikan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru suatu hal yang mustahil dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Peranan guru masih tetap diperlukan sekalipun media telah merangkum semua bahan pengajaran yang diperlukan oleh siswa. Penggunaan media dalam proses pembelajaran atau disebut juga pembelajaran bermedia dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Dalam pemilihan media pembelajaran yang tepat dan benar dalam penggunaannya, maka akan membantu guru dalam menyampaikan materi yang akan diajarkan. Menurut Sudjana dan Rivai (2005: 4-5) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilihan media pembelajaran, yakni: 1. Tujuan ketepatannya dengan tujuan pengajaran, 2. Ketepatgunaan terhadap isi bahan pengajaran, 3. Keadaan siswa, 4. Ketersediaan, 5. Biaya, 6. Keterampilan guru dalam menggunakannya.

9 20 Dengan kriteria pemilihan media yang diuraikan di atas, guru dapat lebih mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. 2. Media Tangga Bilangan Media pembelajaran adalah suatu cara, alat, atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan ke penerimapesanyang berlangsung dalam proses pembelajran. Media pembelajaran matematika diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran untuk memberikan motivasi kepada siswa agar siswa menjadi senang. Sukayati, (2003:14). Media tangga bilangan merupakan sebuah mainan edukatif atau media pembelajaran matematika yang digunakan untuk memudahkan siswa dalam aplikasi berhitung. Tangga bilangan merupakan pengembangan media bantu pengajaran dari materi tangga bilangan yang lebih dahulu digunakan dalam proses pembelajaran matematika. Tangga bilangan merupakan suatu materi pembelajaran yang sudah sangat sering digunakan,sebagai contoh permasalahan yang dapat diselesaikan dengan cara rekursi. Secara singkat tangga bilangan adalah cara penyelesaian operasi hitung dengan menggunakan sebuah garis yang terdapat angka-angka secara berurutan. Dimana cara pengoperasiannya adalah bergerak kesebelah kanan untuk proses penjumlahan dan ke sebelah kiri untuk pengurangan.

10 21 Sedangkan Media tangga bilangan adalah sebuah media pembelajaran yang digunakan untuk memberikan pemahaman kepada anak tunagrahita dimana media ini berupa susunan balok yang berjajar dengan susunan jumlah balok dari 0 balok sampai dengan 10 balok, sehingga menyerupai sebuah tangga dan di lengkapi juga angkaangka dari 0 sampai dengan angka 10 sebagai petunjuk. Dimana cara pengoperasiannya adalah dengan menaiki anak tangga tersebut sesuai perintah soal dengan alat bantu miniatur / mainan yang anak sukai. Bahan yang digunakan dalam pembuatan media ini adalah kayu. Dikarenakan ini merupakan alat bantu hitung bagi anak anak maka didesain sesederhana mungkin dan tidak berbahaya bagi anak tuna grahita. Selain itu penggunaan warna dan bentuk model yang menarik memungkinkan juga merespon semangat belajar bagi anak tuna grahita. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Media tangga bilangan adalah media pembelajaran yang penggunaannya dengan cara menghitung anak tangga (yang tersusun dari balok-balok) dengan menggunakan model.

11 Gb.1. Media Tangga Bilangan yang Digunakan Dalam Penelitian 3. Penggunaan Media Tangga Bilangan Untuk menerapkan konsep operasi penjumlahan dengan menggunakan media tangga bilangan diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: Memperkenalkan alat Media Tangga Bilangan sebagai alat hitung kepada anak. a. Melakukan stimulasi secara cermat dan tepat, b. Membimbing anak untuk menggunakannya sendiri, dan c. Memberi tugas pada anak agar menggunakannya sendiri. Cara menggunakan atau mengoperasikan Media Tangga Bilangan adalah sebagai berikut:

12 23 a. Posisi awal benda yang menjadi model harus berada pada anak tangga pertama dengan angka nol. b. Model akan naik ke anak tangga selanjutnya sesuai dengan besarnya bilangan pertama sesuai dengan operasi penjumlahan atau soal yang diberikan tersebut. c. Dari bilangan pertama model akan kembali naik ke anak tangga selanjutnya sesuai dengan nilai penjumlahannya. d. Setelah selesai anak dapat langsung melihat hasil akhir penjumlahan tersebut dengan menhitung jumlah balok yang dipijak terlebih dahulu. Media tangga bilangan, merupakan salah satu media pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan yang diharapkan akan meningkatkan kemampuan berhitung khususnya dalam proses operasi hitung penjumlahan. Dalam hal ini hendaknya anak tunagrahita ringan hendaknya lebih banyak dibawa pada proses langsung sehingga lebih dapat memberikan motivasi dalam belajar serta dapat memunculkan minat belajar pada diri siswa. D. Pelaksanaan Operasi Hitung Penjumlahan Dengan Menggunakan Media Tangga Bilangan Dalam belajar matematika khususnya dalam operasi hitung penjumlahan, seorang anak hendaknya harus aktif dalam pembelajaran, sebab hal tersebut merupakan inti dari belajar matematika. Karena hal tersebut yang memungkinkan siswa membentuk pengetahauan mereka sendiri melalui pengalaman. Media tangga

13 24 bilangan merupakan media yang dapat memunculkan minat anak karena bentuknya yang khas serta dilengkapi dengan warna yang menarik dan cara penggunaannya yang mudah untuk dioperasikan. Pelaksanaan operasi hitung penjumlahan dengan menggunakan media tangga bilangan pada anak tunagrahita ringan ialah sebagai berikut: 1. Anak diminta untuk menyelesaikan soal = 2. Perlihatkan kepada anak media Tangga Bilangan. 3. Tempatkan model tepat di atas nol

14 25 4. Mintalah anak untuk menaikan model dari angka 0 ke anak tangga selanjutnya yang terdapat angka 2 sambil menghitung jumlah pijakan tangga Kemudian dari angka 2 anak diminta untuk menaiki lagi anak tangga selanjutnya sebanyak angka pada soal yaitu 3 pada soal =...

15 Anak dapat langsung mengetahui hasil penjumlahannya dengan terlebih dahulu menghitung jumlah balok pada pijakannya yaitu 5, jadi = 5 E. Penelitian Yang Relefan 1. Penelitian karya Imas Soleah pada tahun 2010 dengann judul Pengaruh Penggunaan Media Papan Berhitung Terhadap Peningkatan Kemampuan Operasi Penjumlahan Pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas V SDLB-C Sukapura, hasil penelitian menunjukkan bahwa media papan berhitung dapat meningkatkan kemampuan berhitung (penjumlahan dan pengurangan yang hasil penjumlahannya tidak lebih dari 10).

16 27 2. Penelitian karya Labora Fransisca pada tahun 2008 dengan judul Penggunaan Media CD Cermatika Akal Interaktif dalam Meningkatkan Kemampuan Berhitung Penjumlahan Pada Anak Tunagrahita Ringan hasil penelitian menunjukkan bahwa VCD akal interaktif memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan berhitung anak tunagrahita ringan. 3. Penelitian karya Arifiana Sulistijowati 2009 dengan judul Penggunaan Media Kartu Gambar Kata dalam Meningkatkan Kemampuan Memahami Kosakata Anak Low Vision yang Tuna Ganda (Low Vision dan Tunagrahita Ringan) hasil penelitian menunjukkan bahwa media kartu gambar kata dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan anak dalam memahami kosakata. Dari hasil penelitian tersebut di atas, penulis mendapat gagasan bahwa Media Tangga Bilangan dapat menjadi salah satu alternatif media dalam meningkatkan operasi hitung penjumlahan pada anak tunagrahita ringan. F. Kerangka Berfikir Pada umumnya anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami informasi matematis yang bersifat abstrak. Pemahaman terhadap konsep abstrak matematika dalam operasi penjumlahan bilangan sulit dinalar oleh anak tunagrahita. Hal ini disebabkan setiap simbol-simbol yang mengikat pada matematika memiliki

17 28 arti yang bersifat abstrak. Masalah matematika sesungguhnya masalah yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, dibutuhkan alat bantu sebagai media pembelajaran yang bersifat konkret untuk membantu penalaran anak tunagrahita dalam memahami konsep operasi penjumlahan bilangan secara abstrak yang mengikat pada matematika. Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran untuk memberikan motivasi kepada siswa agar siswa menjadi senang. Salah satunya adalah dengan menggunakan media tangga bilangan. Media tangga bilangan merupakan seperangkat benda konkret yang dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan operasi penjumlahan dalam matematika pada anak tunagrahita ringan. Media tangga bilangan adalah sebuah media pembelajaran yang digunakan untuk memberikan pemahaman kepada anak tunagrahita dimana media ini berupa susunan balok yang berjajar dengan susunan jumlah balok dari 0 balok sampai dengan 10 balok, sehingga menyerupai sebuah tangga dan di lengkapi juga angkaangka dari 0 sampai dengan angka 10 sebagai petunjuk. Dimana cara pengoperasiannya adalah dengan menaiki anak tangga tersebut sesuai perintah soal dengan alat bantu miniatur / mainan yang anak sukai. Dimana cara penggunaan media tersebut adalah anak menaikan simbol orang pada anak tanga bilangan sesuai operasi penjumlahan pada soal. Kemudian anak dapat langsung mengetahui hasil penjumlahannya.

18 29 Sesuai dengan karakteristik dan kemampuan subjek penelitian siswa tunagrahita di kelas IV SDLB. Maka penulis mempunyai analisis bahwa dengan penggunaan media tangga bilangan dapat meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan pada anak tunagrahita ringan.

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Luar Biasa merupakan salah satu bentuk pendidikan yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu anak tunagrahita. Anak tunagrahita

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 4 Nomor 3 September 2015 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :132-140 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENJUMLAHKAN BILANGAN BULAT 1-10 BAGI ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II MEDIA TABEL BILANGAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DASAR PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN. a. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB II MEDIA TABEL BILANGAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DASAR PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN. a. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN 8 BAB II MEDIA TABEL BILANGAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DASAR PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN A. DESKRIPSI TEORI a. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN Anak Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka. 1. Tinjauan tentang tunagrahita ringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka. 1. Tinjauan tentang tunagrahita ringan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan tentang tunagrahita ringan a. Pengertian Tunagrahita Ringan Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Desi Nurdianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN Desi Nurdianti, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Pemerintah No. 72 (Amin, 1995: 11) menyebutkan bahwa anak tunagrahita adalah Anak-anak dalam kelompok dibawah normal dan atau lebih lamban daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Judul : Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Nama Penulis : Widad Nabilah Yusuf (209000274) Pendahuluan Soemantri (2006) mengatakan tunagrahita memiliki

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK A. Pengantar Kita mengetahui bahwa dalam perkembangannya seorang anak berbeda dengan orang dewasa. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas baik itu dalam bentuk fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita merupakan anak dengan kebutuhan khusus yang memiliki intelegensi jelas-jelas berada dibawah rata-rata yang disertai dengan kurangnya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuna grahita Ringan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna grahita adalah kata lain

Lebih terperinci

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks yang menuntut kerjasama antara sejumlah kemampuan. Kesanggupan seseorang dalam membaca atau menangkap makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erma Setiasih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erma Setiasih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana belajar untuk mengembangkan potensi individu agar mencapai perkembangan secara optimal. Di tempat itulah semua potensi anak dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hak semua anak, demikian pula dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sudah diatur dalam Undang-Undang No.20

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 2, No. 2, April 17 ISSN 2477-22 (Media Cetak). 2477-3921 (Media Online) MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PAKEM SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 3 PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2008/2009

PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PAKEM SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 3 PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2008/2009 PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PAKEM SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 3 PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Kusnaeni SMP Negeri 3 Purworejo Jl. Mardihusodo 3 Kutoarjo, Purworejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak Usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak Usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak Usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti

Lebih terperinci

PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB

PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB Septina Tria Pratiwi 1 Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengarah pada arti yang sama yaitu mereka yang kecerdasannya dibawah rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. mengarah pada arti yang sama yaitu mereka yang kecerdasannya dibawah rata-rata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang digunakan untuk anak tunagrahita ringan, namun semua mengarah pada arti yang sama yaitu mereka yang kecerdasannya dibawah rata-rata sehingga

Lebih terperinci

Psikologi Pendidikan SETIAWATI

Psikologi Pendidikan SETIAWATI Psikologi Pendidikan SETIAWATI PPB- FIP- UPI BAKAT MINAT DAN KEMAMPUAN BAKAT MINAT KEMAMPUAN INTELEGENSI WECHSLER W.STERN BINET TERMAN TEORI INTELEGENSI TEORI DAYA (FACULTY THEORY). TEORI DWI FAKTOR (THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indriani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bilangan merupakan hal yang sering anak-anak jumpai disekolah. Menurut hasil penelitian seorang ahli pada surat kabar Kompas dikatakan bahwa 46 % anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang. penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang. penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis saja tetapi merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecakapan berpikir merupakan landasan pokok yang harus dimiliki siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal (Susanto, 2013:183).

BAB I PENDAHULUAN. matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal (Susanto, 2013:183). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika

Lebih terperinci

TINJAUAN DASAR DESAIN USER EXPERIENCE DALAM MEDIA PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

TINJAUAN DASAR DESAIN USER EXPERIENCE DALAM MEDIA PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TINJAUAN DASAR DESAIN USER EXPERIENCE DALAM MEDIA PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Tri Sagirani 12, Lukito Edi Nugroho 2, Paulus Insap Santosa 2, Amitya Kumara 2 1 Institut Bisnis dan Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap anak terlahir dengan pertumbuhan dan perkembangannya masingmasing. Keduanya berjalan seiringan, menurut Witherington (Desmita) mengungkapkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita ringan merupakan kelompok anak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita ringan merupakan kelompok anak yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita ringan merupakan kelompok anak yang memiliki hambatan yang signifikan dalam fungsi kognitif dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak,

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, sulit dan berbelit-belit. Mereka mengalami kesulitan dalam hal mengarang, menyimpulkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Anak Tunagrahita Sedang 1. Pengertian Anak Tunagrahita sedang Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang disebut juga embisil. Kelompok ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan

BAB I PENDAHULUAN. menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran matematika merupakan sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap pembelajaran awal agar siswa dapat belajar memecahkan masalah. Bantuan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ali Murtadho Fudholy, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ali Murtadho Fudholy, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan luar biasa adalah bentuk layanan pendidikan yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk anak tunagrahita ringan. Banyak istilah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia secara optimal, karena pendidikan merupakan sarana investasi untuk meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa tunarungu adalah salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam pendengaran, sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya

Lebih terperinci

TUNAGRAHITA. M. Umar Djani Martasuta

TUNAGRAHITA. M. Umar Djani Martasuta TUNAGRAHITA M. Umar Djani Martasuta PERISTILAHAN KETERBELAKANG MENTAL LEMAH MENTAL LEMAH INGATAN LEMAH OTAK CACAT OTAK CACAT GRAHITA RETARDASI MENTAL MENTALLY RETARDED MENTALLY HANDICAPPED MENTALLY DEVECTIVE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika mempunyai peran penting dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika mempunyai peran penting dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pelajaran matematika diberikan untuk membekali

Lebih terperinci

Menurut Hamalik (1994) belajar merupakan suatu pertumbuhan atau perubahan dalam

Menurut Hamalik (1994) belajar merupakan suatu pertumbuhan atau perubahan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Belajar Matematika Menurut Hamalik (1994) belajar merupakan suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam bertingkah laku yang baru berkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, dapat ditetapkan dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cerdas. Oleh karena itu pembaharuan pendidikan harus dilakukan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cerdas. Oleh karena itu pembaharuan pendidikan harus dilakukan untuk BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kulitas sumber daya manusia tergantung pada kulitas pendidikannya. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi tersebut sangatlah penting untuk tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Ki Hajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Guruan (Association for Education and Communication technology) AECT dalam

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Guruan (Association for Education and Communication technology) AECT dalam BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Media Secara harfiah, kata media berasal dari bahasa latin medium yang memiliki arti perantara atau pengantar. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan.artinya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan.artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua identitas yang saling berkaitan. Pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan.artinya pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Tujuan Pembelajaran Matematika 1) Tujuan Umum a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan dan keadaan dalam kehidupan di dunia yang selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa sesuai dengan tujuan. Tujuan pembelajaran menurut Undang-Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. siswa sesuai dengan tujuan. Tujuan pembelajaran menurut Undang-Undang Sistem BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses yang kompleks (rumit), namun dengan maksud yang sama yaitu, memberi pengalaman belajar pada siswa sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan. Menurut Gagne (2002 : 5), mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berawal dari permasalahan anak tunagrahita adalah individu yang mengalami penyimpangan, kelainan dan hambatan mental. Hambatan mental tersebut sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan siswa diharapkan memiliki kecakapan baik intelektual,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Soal Matematika Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan dengan matematika. Soal tersebut dapat berupa soal pilihan ganda ataupun soal uraian. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beragam kebutuhan yang dimiliki anak tunagrahita baik kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Beragam kebutuhan yang dimiliki anak tunagrahita baik kebutuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beragam kebutuhan yang dimiliki anak tunagrahita baik kebutuhan yang sifatnya pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder dan tertier yang harus dipenuhi. Salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan komunikasi matematis Menurut Wardani (2008) matematika merupakan sebuah alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dasar merupakan fondasi pada proses pendidikan selanjutnya. Keberhasilan guru dalam mendidik siswa menjadi prioritas utama bagi keberlangsungan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat hak atas pendidikan bagi anak penyandang kelainan atau ketunaan diterapkan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang dimiliki setiap individu itu berbeda-beda, baik dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi motorik, afektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak banyak mendapatkan pengalaman saat ia bermain. dengan sekumpulan benda mainannya, misalnya ia memiliki seperangkat

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak banyak mendapatkan pengalaman saat ia bermain. dengan sekumpulan benda mainannya, misalnya ia memiliki seperangkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak banyak mendapatkan pengalaman saat ia bermain dengan sekumpulan benda mainannya, misalnya ia memiliki seperangkat mainan tentara-tentaraan dan balok-balokan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses kegiatan belajar mengajar dikatakan berhasil apabila siswa dianggap

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses kegiatan belajar mengajar dikatakan berhasil apabila siswa dianggap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses kegiatan belajar mengajar dikatakan berhasil apabila siswa dianggap telah belajar. Siswa dikatakan telah belajar apabila tujuan pembelajaran yang dirumuskan

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap makhluk memiliki keterbatasan baik itu pengetahuan, daya pikir, daya nalar dan daya kreativitas. Ada pula keterbatasan kemampuan fisik dan psikologis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Sejarah Ketrampilan Berhitung Berhitung adalah cabang dari matematika. Berbagai kamus ensiklopedi merumuskan berhitung sebagai ilmu (pengetahuan) tentang bilangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. masalah pembelajaran matematika yang dihadapi anak tunagrahita ringan di SLB

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. masalah pembelajaran matematika yang dihadapi anak tunagrahita ringan di SLB BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data Pada bagian penyajian data ini peneliti akan menyajikan data tentang masalah pembelajaran matematika yang dihadapi anak tunagrahita ringan di SLB B/C

Lebih terperinci

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 8 BAB II KAJIAN TEORI A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 1. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD Belajar matematika merupakan konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat dalam matematika serta mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan siswanya. Hal itu dapat diartikan bahwa guru yang

Lebih terperinci

TUGAS EVALUASI PEMBELAJARAN. Oleh : 1. Aprizal Putra 2. Nailur Rahmi 3. Renti Yunda Sari 4. Tika Septia

TUGAS EVALUASI PEMBELAJARAN. Oleh : 1. Aprizal Putra 2. Nailur Rahmi 3. Renti Yunda Sari 4. Tika Septia TUGAS EVALUASI PEMBELAJARAN Oleh : 1. Aprizal Putra 2. Nailur Rahmi 3. Renti Yunda Sari 4. Tika Septia KONSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang mengerahkan segala daya upaya untuk melakukan pembangunan di segala bidang demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pendidikan menjadi sarana penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pendidikan menjadi sarana penting dalam upaya menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pendidikan menjadi sarana penting dalam upaya menciptakan generasi unggul melalui peningkatan kualitas pendidikan formal dengan cara membangun pembelajaran

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 4 Nomor 2 Juni 2015 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :40-49 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN 1-10 MELALUI MEDIA WADAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar merupakan proses perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA 84 BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA Berdasarkan pada data yang telah dipaparkan pada BAB III, maka pada bab ini akan dilakukan analisis data.

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan, yaitu disiplin. Mendidik dan mendisiplinkan anak selalu menjadi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan rata rata anak seusianya atau anak anak pada umumnya. Perbedaan ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan rata rata anak seusianya atau anak anak pada umumnya. Perbedaan ini BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki perbedaan dengan rata rata anak seusianya atau anak anak pada umumnya. Perbedaan

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 3 Nomor 1 Januari 2014 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 372-379 EFEKTIFITAS PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Mulyono (2001: 26) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun

Lebih terperinci

PEMBUATAN TES TERTULIS

PEMBUATAN TES TERTULIS PEMBUATAN TES TERTULIS BENTUK SOAL 1. SOAL JAWABAN SINGKAT 2. SOAL BENAR- SALAH 3. SOAL MENJODOHKAN 4. SOAL PILIHAN GANDA 5. SOAL URAIAN SOAL JAWABAN SINGKAT KARAKTERISTIK: SOAL YANG MENUNTUT PESERTA TES

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori tentang Pembelajaran Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku interaksi individu dengan lingkungan. Menurut Syaiful Bachri Djamarah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari anggota keluarga inti seperti ayah, ibu, dan anak-anak. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Matematika Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein yang artinya mempelajari. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang digunakan manusia untuk memecahkan persoalan sehari-hari dan persoalan ilmu lainnya. Para ahli yang mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang berhak mendapatkan pendidikan khusus. Pernyataan ini sesuai dengan UU No.20 tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irma Octavia Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irma Octavia Damayanti, 2013 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menjadi dasar dari ilmu lainnya. Menurut James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan

Lebih terperinci

2013 PENGGUNAAN MEDIA GARIS BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT

2013 PENGGUNAAN MEDIA GARIS BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia, oleh karena itu setiap orang perlu mengenyam pendidikan di sekolah. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika terbentuk sebagai hasil observasi dan pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan baik itu anak yang normal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan baik itu anak yang normal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan baik itu anak yang normal ataupun anak yang memiliki kebutuhan khusus, karena pendidikan itu sendiri ialah segala usaha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tanpa pertimbangan hasil akhir. Kegaitan tersebut dilakukan dengan sukarela

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tanpa pertimbangan hasil akhir. Kegaitan tersebut dilakukan dengan sukarela BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Bermain Bermain dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan tanpa pertimbangan hasil akhir. Kegaitan tersebut dilakukan dengan sukarela tanpa

Lebih terperinci