: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ": Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa"

Transkripsi

1 Judul : Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Nama Penulis : Widad Nabilah Yusuf ( ) Pendahuluan Soemantri (2006) mengatakan tunagrahita memiliki pengertian seorang anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut memiliki arti yang sama dengan kondisi anak yang kecerdasaannya jauh dibawah rata - rata ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Hal tersebut menyebabkan anak tuna grahita memiliki kesulitan dalam program pendidikan yang di sekolah biasa secara klasikal, sehingga anak keterbelakangan ini membutuhkan layanan pendidikan secara khusus disesuaikan dengan kemampuan anak. Bentuk penyesuaian diri anak tunagrahita di antaranya yaitu ingin mandiri, memiliki keinginan sama dengan orang normal, interaksi sosial, memiliki kontrol diri, serta percaya diri. Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyesuaian diri pada anak tunagrahita yaitu faktor fisik, psikologis serta faktor lingkungan, yaitu adanya perhatian dari lingkungan, seperti anggota keluarga dan tetangga sekitar tempat tinggal subjek. Dalam upaya penyesuaian dirinya, anak tunagrahita membutuhkan peran orangtua yang baik, yaitu yang memberikan dukungan dan pengasuhan yang tepat. Peran orangtua meliputi dukungan materi, dukungan perhatian, penerimaan orangtua, nasehat dan pengasuhan (Triana dan Andriany, 2010). Guru juga memiliki peranan dalam mendidik anak tunagrahita. Salah satunya keberhasilan pendidikan di sekolah bagi anak tunagrahita ringan yaitu ditentukan oleh mampu atau tidaknya seorang anak tunagrahita ringan membaca huruf, menggabung huruf menjadi kata. Tidak ada kegiatan pembelajaran di sekolah yang tidak mensyaratkan perlunya kemampuan membaca bagi anak didiknya. Anak tunagrahita ringan pada umumnya gagal dalam suatu kegiatan pembelajaran yang disebabkan oleh kemampuan membacanya yang sangat rendah meskipun dalam segi kemampuan termasuk anak yang mampu didik (Nurzalenawati, 2013). Oleh karena itu, metode dalam pembelajaran bahasa lisan memiliki

2 peran penting untuk anak tunagrahita dalam kelancaran berbahasa untuk kehidupan sosialnya nanti. Layanan pendidikan pada anak tunagrahita dalam mengikuti pembelajaran memiliki pandangan negatif bahwa anak tunagrahita tidak memiliki keinginan untuk mengikuti pelajaran atau kurang adanya pemberian metode yang bervariasi dari guru. Hal tersebut mengakibatkan anak cepat merasa bosan dan ingin keluar kelas sehingga hasil belajar yang diharapkan kurang tercapai dengan baik (Nurzalenawati, 2013). Anak tunagrahita juga memiliki stereotype yaitu anak yang tidak memiliki ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, mudah teralihkan atau rentang perhatian yang pendek. Sehingga, karakteristik mendidik yang relevan untuk anak tunagrahita yang mengalami penurunan perhatian dalam pembelajaran merupakan sifat umum pada setiap anak tunagrahita. Di Indonesia, sekolah - sekolah luar biasa C untuk menangani anak-anak tunagrahita dan cacat mental lainnya sudah didirikan semenjak tahun 1950an. Seluruh sekolah luar biasa menyerahakan pengelolaannya pada pihak swasta. Hal tersebut menyebabkan pemerintah hanya memberikan garis- garis besar pendidikan berdasarkan pendidikan umum dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak luar biasa C yaitu bagi anak tunagrahita (Wibowo, 2009). Sedangkan, anak yang mengalami tunagrahita membutuhkan penanganan atau bimbingan khusus untuk masalah sosial atau perkembangan bahasa untuk berinteraksi di lingkungan sosial. Pembimbing tunagrahita juga harus mempunyai kemampuan khusus dalam membimbing karena anak tunagrahita tidak seperti anak normal lainnya pada tahapan seusianya. Hal tersebut dikarenakan anak-anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam intelegensi maka mereka juga memiliki keterbatasan untuk memahami dan menyampaikan yang mereka ketahui. Kecenderungan umum pada anak tunagrahita untuk menekankan pengembangan keterampilan fisik dan sosial, dengan keyakinan bahwa anak-anak dengan keterbelakangan mental memiliki potensi yang minim dalam pengembangan kognitif. Heward dan Kubina menjelaskan adanya sebuah stereotip dalam kelompok sosial memberikan sebutan bagi anak tunagrahita yaitu "anak terbelakang mental" yang memiliki pengertian "lambat belajar" dan membutuhkan pengajaran yang lambat. Secara khusus kurikulum yang tersedia saat ini, tidak memperhitungkan tingkat kapasitas belajar seperti kelancaran berbahasa pada anak tunagrahita (Cavallini, Berardo dan Perini, 2010)

3 Pemahaman dan penggunaan bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif yang digunakan sebagian orang untuk berinteraksi. Menurut Piaget, pikiran membentuk bahasa sehingga tanpa pikiran, bahasa tidak akan ada. Pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kognitif secara keseluruhan. Perkembangan kosa kata pada anak adalah hasil dari peralihan intelek kepada representasi akal atau mental. Bahasa distrukturi oleh nalar sehingga perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Hal tersebut menyebabkan perkembangan kognitif menentukan perkembangan bahasa seseorang (Rahayu, 2011). Perkembangan bahasa akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan seseorang pada umumnya. Anak normal memiliki perbedaan dengan anak yang mengalami keterbelakangan mental yaitu memiliki keterbatasan dalam pengembangan bahasanya (Pruthi, 2013). Abbeduto dan Rosenberg (Rahayu, 2011), anak-anak dengan keterbelakangan mental menghadapi kesulitan khususnya pada tingkat kognitif dan perkembangan bahasanya. Kelemahan pada anak tunagrahita ringan memiliki kesamaan pada setiap anak yaitu dalam perkembangan bahasa anak tunagahita dinyatakan dalam bentuk kekurangan perbendaharaan kata, kelemahan artikulasi, kebiasaan untuk berbicara dengan menggunakan kata-kata yang terpisah satu sama lain. Golongan tunagrahita yang ringan yaitu anak yang dapat dididik pada masa dewasanya kelak yaitu usia mental yang mereka capai setara dengan anak usia delapan tahun hingga usia sepuluh tahun sembilan bulan. Anak tunagrahita memiliki rentang IQ antara 55 hingga 69 yaitu pada usia satu hingga lima tahun. Anak tunagrahita sering kali sulit dibedakan dengan anak-anak normal sampai mereka menjadi remaja yaitu umur 16 tahun. Anak tunagrahita ringan biasanya mampu mengembangkan keterampilan komunikasi dan mampu mengembangkan keterampilan sosial (Wibowo, 2009). Wicks-Nelson (Wibowo, 2009), meskipun anak tunagrahita memiliki kemampuan yang sangat terbatas, akan tetapi masih memiliki harapan bahwa anak-anak tersebut masih kesempatan untuk dilatih, dibimbing dan didukung. Sehingga, anak tunagrahita dapat mengembangkan potensi-potensinya, membantu dirinya sendiri dan memiliki harga diri yang sama pada anak-anak pada umumnya. Intinya adalah agar anak tunagrahita dapat memfungsikan potensi-potensi yang masih ada dalam dirinya terutama agar dapat menjalani hidup yang bermartabat dan tidak tergantung pada orang lain.

4 Sekolah luar biasa (SLB) merupakan sekolah yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus dididik dan dipelajari berbagai keterampilan dan keahlian khusus yang sekiranya dapat menyiapkan bekal bagi orang-orang kebutuhan khusus setelah lulus dari sekolah dan terjun dalam masyarakat normal (Susanto, 2008). Bahasa merupakan faktor yang terpenting pada setiap individu normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus. Sehingga, peran dukungan lingkungan terhadap pengembangan anak tunagrahita yaitu ditegaskan pada posisi pendidikan dan posisi pengembangan anak tunagrahita (Wibowo, 2009). Hal tersebut mendukung pada proses penanganan tunagrahita khususnya dalam metode pembelajaran yang dapat dilakukan oleh orang tua atau guru-guru yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus mengenai perkembangan bahasa. Salah satunya anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan kognitifnya yaitu anak tunagrahita ringan yang masih dapt dididik. Dari data berikut akan dijabarkan beberapa metode pembelajaran bahasa bagi anak tunagrahita ringan dan efektifitasnya yang dapat mempermudah anak tunagrahita dalam pembelajaran. Pembahasan Menurut Piaget (Rahayu, 2011), pikiran membentuk bahasa sehingga tanpa pikiran maka bahasa tidak akan ada. Pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kognitif secara keseluruhan. Perkembangan kosa kata pada anak adalah hasil dari peralihan intelek kepada representasi akal atau mental. Bahasa distrukturi oleh nalar sehingga perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Hal tersebut menyebabkan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa. Sehingga, proses pembelajaran pada anak tunagrahita ringan tidak dapat diperoleh secara singkat. Proses yang diawali dengan mengenalkan huruf dengan menghafal dan membaca. Berdasarkan hasil penelitian oleh Nurzalenawati (2013), penelitian tersebut mengenai pengajaran pada anak tunagrahita melalui metode fenotis. Metode tersebut mengajarkan pada siswa yaitu bunyi setiap huruf dan bunyi kombinasi huruf. Bunyi huruf juga disebutkan dengan memperkenalkan bentuk huruf pada siswa. Oleh karena itu, siswa akan diajarkan logografis yaitu simbol dari tiap-tiap huruf. Biasanya metode ini digunakan siswa tidak perlu menghafal sedemikian banyak suku kata namun anak tunagrahita hanya perlu menguasai bunyi dari setiap huruf sedikitnya 26 bunyi huruf. Pada setiap huruf memiliki tiga komponen

5 utama sebagai identitas huruf. Pertama,bentuk atau ciri-ciri (simbol atau logo), nama (identitas) dan bunyi (fonetik). Landasan berfikirnya metode ini adalah menawarkan jalan keluar dari kelemahan baca (Reading Disabilities) dengan membuat anak mudah dan cepat mengenal bentuk, bunyi huruf dan kombinasinya. Hasil penelitian ini menunjukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga metode fonetis menjadi lebih efektif. Hal ini tercemin oleh adanya kemauan siswa yang sangat tinggi, siswa tidak cepat bosan, serta berupaya untuk memahami materi pembelajaran (Nurzalenawati, 2013). Metode fenotis ini umumnya digunakan untuk anak tunagrahita sedang maupun ringan karena pada umumnya bentuk kesulitan yang dialami anak tunagrahita sedang adalah kemampuan dasar akademik seperti membaca, menulis dan berhitung dan tunagrahita rendah mengenai kemampuan pembendaharaan yang kurang. Metode ini dapat digunakan karena anak tunagrahita sedang dan ringan termasuk kedalam anak yang mampu latih dan didik. Jadi, dalam proses belajar mengajar bahasa indonesia seorang guru harus menguasai ilmu pengetahuan kebahasaan, keterampilan penyajian, kreatif dan inovatif sehingga guru tidak hanya sebagai pelaksana yang baik saja tetapi juga mampu menemukan cara-cara mengajar yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran (Nurzalenawati, 2013). Berdasarkan hasil penelitian lainnya oleh Febriana (2013), dapat diketahui bahwa individu yang mengalami tunagrahita ringan dengan menggunakan kegiatan intervensi peneliti dengan bermain hilang dalam pasir ini merupakan bentuk bermain dengan menggunakan kartu huruf, yaitu anak tunagrahita ringan diminta untuk mencari bentuk huruf sesuai dengan huruf yang kita sebutkan kepada anak. Kemudian anak diminta untuk membacakan huruf yang telah diambil dari dalam pasir tersebut. Hasil menunjukan metode dianggap efektif pada anak tunagrahita ringan. Menurut Moh. Amin dalam Febriana (2013), anak tunagrahita ringan lancar berbicara tetapi perbendaharaan kata-kata kurang, kesukaran berpikir abstrak, tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik. Kecerdasan berpikir paling tinggi pada seorang anak tunagrahita ringan sama dengan anak normal usia 12 tahun. Berdasarkan hasil penelitian oleh Rahayu (2011), penelitian ini mengenai pengajaran anak tunagrahita ringan dalam pembelajaran mengarang dengan stimulus kartu bergambar. Metode ini menggunakan bantuan kartu bergambar yaitu jika stimulus gambar berjumlah satu, maka isi karangan yang dibuat oleh siswa hanya ada satu kalimat, sedangkan jika stimulus gambar berjumlah empat, maka isi karangan hanya ada empat kalimat. Metode ini memacu anak tunagrahita ringan dalam mengarang menjadi lebih kreatif dengan menggunakan kata-

6 kata dengan menceritakan atau menulis. Selain itu, gambar yang menyertai bacaan atau yang dijadikan bahan pijakan untuk menulis dan mengarang yang mendorong kemampuan berbahasa dalam tulisan dan lisan. Namun, anak tunagrahita ringan sering kali tidak memahami gambar yang ditunjukan saling berkaitan sehingga setiap kalimat tidak berkesinambungan Proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah luar biasa pada anak tunagrahita membutuhkan kesabaran dibandingkan dengan anak normal lainnya. Hal tersebut disebabkan anak tungrahita membutuhkan pengulangan dalam pembelajaran. Sebagian sekolah luar biasa juga sering kali menyamakan bentuk pengajaran antara tunagrahita yang memiliki tingkat klasifikasi antara ringan, sedang dan berat. Hal tersebut mengalami perbedaan penanganan anak tunagrahita pada setiap tingkat klasifikasinya. Anak tunagrahita ringan termasuk anak yang mampu didik, anak tunagrahita sedang termasuk dalam tingkat anak mampu latih sedangkan anak tunagrahita berat memiliki tingkat anak mampu latih namun masih harus memiliki penanganan khusus. Permasalahan yang dialami oleh anak tunagrahita dalam kelas yaitu cenderung kurang menggunakan komunikasi verbal yaitu subjek mengangguk, menunjuk atau sering kali guru menggunakan bahasa isyarat. Oleh karena itu diperlukan metode yang sesuai dalam pengajaran anak tunagrahita dengan tingkat klasifikasi ringan, sedang dan berat. Sekolah luar biasa merupakan tempat yang menyediakan pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Karakteristik umum pada anak tunagrahita dalam konsentrasi membuat guru memberikan pengajaran ekstra pada anak tunagrahita. Metode pembelajaran yang dilakukan pada anak tunagrahita merupakan proses yang diawali dengan mengenal, mengeja huruf dan membaca melalui pengenalan setiap huruf dan kata dengan mengeja yang diperlukan keterampilan khusus. Cara pengajarannya yaitu dengan memberikan metodemetode pengajaran seperti metode fenotis, bermain dengan pasir dan mengarang dengan menggunakan stimulus kartu. Metode fenotis dapat digunakan untuk mengenal huruf yang memberikan hasil yang efektif pada anak tunagrahita ringan, metode bermain dengan pasir dapat digunakan pada anak tunagrahita ringan sedangkan metode mengarang dapat digunakan pengajaran bahasa mengenai lisan maupun tulisan. Metode tersebut digunakan dengan cara yang bervariasi yang bertujuan agar mengikuti pembelajaran agar tidak bosan, anak-anak tunagrahita dapat berkonsentrasi dan memiliki pembendaharan kata-kata bagi anak tunagrahita.

7 Kesimpulan dan saran Proses pembelajaran yang dilakukan untuk anak tunagrahita tidak hanya menunjang dalam segi akademik akan tetapi lingkungan sosial yang akan menjadi tempat bagi anak tunagrahita dalam membawa hidupnya menjadi mandiri. Alasan tersebut menjadi sebuah tujuan pengajaran bahasa yang dilakukan untuk anak tunagrahita ringan. Sehingga, anak yang berkebutuhan khusus dapat tidak mengalami ketergantungan terhadap orang terdekatnya. Kesesuaian pengajaran pada kebutuhan khusus yang dimiliki anak tunagrahita ringan akan menunjang kemampuan anak tunagrahita dalam berprestasi dalam bidangnya masingmasing. Berdasarkan teori-teori mengenai metode pengajaran bahasa pada anak tunagrahita ringan yang diperoleh, maka peneliti ingin memberikan saran untuk menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan anak tunagrahita ringan. Proses pembelajaran bahasa diawali oleh pembelajaran mengenal huruf pada metode fenotis. Metode ini dapat digunakan untuk anak tunagrahita yang mampu didik yaitu tunagrahita ringan. Metode fenotis merupakan metode yang mengajarakan mengenai pembendaharaan kata. Pada metode ini, anak tunagrahita diajarkan mengenai pelafalan dan bentuk huruf. Dalam penelitian anak tunagrahita, metode fenotis memiliki kelebihan yaitu anak tunagrahita diajarkan pelafalan setiap huruf. Hal tersebut menyebabkan anak tunagrahita dapat melafalkan huruf secara benar dan menghafal bentuk huruf. Sedangkan, kekurangan dalam metode fenotis yaitu anak tunagrahita ringan sering kali bosan dalam mengikuti pembelajaran sehingga diperlukan metode bermain agar anak tunagrahita tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Metode fenotis digunakan sebagai proses awal dalam pengajaran bahasa lisan pada anak tunagrahita ringan. Selanjutnya, metode bermain dengan pasir yaitu mendorong anak tunagrahita dalam untuk menghafal huruf. Kelebihan dalam metode ini adalah anak-anak dapat mengahafal dengan cepat dengan bentuk dan bunyi huruf yang telah disebutkan. Metode bermain dengan pasir juga dapat dikatakan efektif yaitu siswa yang menggunakan metode ini dapat terlihat peningkatannya. Namun, kekurangan dalam metode ini adalah belum memiliki variasi dengan penggabungan huruf dengan menjadi sebuah kata. Selanjutnya, metode yang menggunakan stimulus kartu bergambar dengan tujuan anak dapat mengarang dengan membuat kalimat baik berupa tulisan atau lisan. Kelebihan dalam metode ini yaitu anak tunagrahita menjadi tertarik dalam belajar dengan menggunakan kartu

8 yang bergambar. Namun, kekurangan metode melalui stimulus kartu bergambar yaitu anak tunagrahita diharuskan sudah mengenal dan mempelajari bentuk huruf-huruf serta cara membacanya dengan benar. Selain itu, metode ini memiliki keterbatasan yaitu jumlah satu kartu menghasilkan satu kalimat. Hal tersebut menyebabkan metode ini akan efektif dengan menggunakan beberapa kartu yang mendorong anak untuk menceritakan gambar pada sebuah kartu. Metode ini dapat dikatakan sebuah proses pada anak tunagrahita untuk merangkai katakata sesuai dengan kemampuannya. Metode-metode diatas yang mengajarkan bahasa lisan pada anak tunagrahita ringan memiliki kekurangan dan kelebihan. Pada metode fenotis dan bermain dengan pasir merupakan metode yang efektif digunakan pada pengajaran awal yang berhubungan dengan pengajaran bentuk dan bunyi huruf. Namun, metode dengan stimulus bergambar dapat diajarkan apabila subjek telah mengenal huruf dan pengetahuan kata-kata.

9 Daftar Pustaka Cavallini, F., Berardo, F. dan Perini, S. (2010). Mental retardation and reading rate: effects of precision teaching. University of Parma: Parma. Febriana, S.(2013). Efektifitas Bermain Hilang dalam Pasir untuk Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf pada Anak Tunagrahita Ringan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus. Volume: 1, Nomor: 1 diakses pada 12 September 2013 dari Nurzalenawati, S. (2013). Meningkatkan Kemampuan Membaca Kata melalui Metode Fenotis Bagi Anak Tuna Grahita. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus.Volume: 1, Nomor: 2 diakses pada 12 September 2013 dari Rahayu, E. (2011). Pengaruh Jumlah Stimulus Gambar dalam Kemamapuan Mengarang pada Siswa Menengah Luar Biasa Tunagrahita Ringan. Volume: 14, Nomor: 1 diakses pada 12 September 2013 dari Soemantri, T.S. (2006). Karakteristik dan Masalah Perkembangan Anak Berbakat: Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika. Susanto, B. (2008). Penyam(b)un(g) Suara Lidah Rakyat. Cet. Ke-1. Yogyakarta: Kanisius. Triana, N,Y. dan Andriany, M. (2010). Family Stress And Coping With Mentally Retarded Child In SLB C and SLB C1 Widya Bhakti Semarang. Universitas Diponegoro: Semarang. Wibowo, S.M. (2009). Penanganan Anak Tuna Grahita diakses pada 12 September 2013 dari Pruthi, G. (2013). Language Development in Children With Mental Retardation. National Council of Educational Research and Training diakses pada 15 September 2013 dari

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K Pengaruh Penggunaan Media Kartu Limbah Rumah Tangga Bungkus Plastik Bermerk Terhadap Kemampuan Membaca Kata Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas DII SLB C YSSD Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks yang menuntut kerjasama antara sejumlah kemampuan. Kesanggupan seseorang dalam membaca atau menangkap makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Luar Biasa merupakan salah satu bentuk pendidikan yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu anak tunagrahita. Anak tunagrahita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa

BAB I PENDAHULUAN. sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak normal, usia 6 tahun merupakan masa yang paling sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa mendatang. Bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Membaca merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia sebagai pintu gerbang pengetahuan. Seseorang dengan kemampuan membacanya bisa mendapatkan informasi

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam kehidupan modern saat ini, penguasaan bahasa bagi seseorang mutlak diperlukan. Keterampilan berbahasa seseorang harus mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar peserta didik terampil berbahasa Indonesia dengan benar, yaitu dalam kecakapan menyimak, berbicara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang dimiliki setiap individu itu berbeda-beda, baik dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi motorik, afektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, hanya saja masalah tersebut ada yang ringan dan ada juga yang masalah pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia secara optimal, karena pendidikan merupakan sarana investasi untuk meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang. penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang. penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari membaca mempunyai makna yang penting. Membaca bukan saja sekedar memandangi lambang-lambang tertulis saja tetapi merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin maju suatu bangsa maka kesadaran akan pendidikan juga semakin tinggi. Hal ini terbukti bahwa banyak orangtua yang mulai menyekolahkan anaknya sedari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan hakikatnya, bahasa dimiliki oleh manusia saja. Tuhan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan hakikatnya, bahasa dimiliki oleh manusia saja. Tuhan memberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sesuai dengan hakikatnya, bahasa dimiliki oleh manusia saja. Tuhan memberi kemampuan kepada manusia untuk dapat berbahasa. Manusia diberi bekal untuk berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita merupakan anak dengan kebutuhan khusus yang memiliki intelegensi jelas-jelas berada dibawah rata-rata yang disertai dengan kurangnya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa tunarungu adalah salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam pendengaran, sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, dapat ditetapkan dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara, 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa mempunyai tujuan agar siswa terampil berbahasa yang meliputi keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan membaca dan keterampilan

Lebih terperinci

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN Hubungan kemampuan menyimak dan kemampuan membaca dengan kemampuan berkomunikasi lisan pada pengajaran bahasa Indonesia anak tunagrahita kelas D-5B di SLB-C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2006/2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ingatan adalah salah satu bagian dalam kognisi. Kata ingatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ingatan adalah salah satu bagian dalam kognisi. Kata ingatan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ingatan adalah salah satu bagian dalam kognisi. Kata ingatan merupakan alih bahasa dari memori meskipun tidak sedikit yang menggunakan kata memori ini sebagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN 12 BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN A. Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kecerdasan kemampuan intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah sudah menjadi sempit. Interaksi antar manusia dalam wujud tertentu sudah tidak dapat dibatasi

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang 1. Pendahuluan Tunagrahita merupakan suatu keadaan seseorang yang memiliki keterbelakangan mental. Hal ini ditandai dengan lemahnya kecerdasan dengan IQ dibawah rata-rata atau dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga pendidikan tempat anak memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan. Salah satu keterampilan yang hendaknya dikuasai seorang anak adalah keterampilan

Lebih terperinci

Research and Development untuk Mengoptimalkan Kemampuan Membaca Anak Retardasi Mental Berbasis Audio Video

Research and Development untuk Mengoptimalkan Kemampuan Membaca Anak Retardasi Mental Berbasis Audio Video P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:80-90 Research and Development untuk Mengoptimalkan Kemampuan Membaca Anak Retardasi Mental Berbasis Audio Video Alexander

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat. Ia banyak memperlihatkan, membicarakan atau menanyakan tentang berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling. akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca.

BAB I PENDAHULUAN. pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling. akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa. Dalam pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 3 Nomor 1 Januari 2014 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 372-379 EFEKTIFITAS PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan secara sadar untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan menjadi sesuatu hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak keterampilan yang harus dikuasai oleh anak baik sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus dikuasai anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 2, No. 2, April 17 ISSN 2477-22 (Media Cetak). 2477-3921 (Media Online) MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA

Lebih terperinci

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh :

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh : Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh : Fristyani Elisabeth Hutauruk Yudi Perbawaningsih Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang- BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membaca merupakan salah satu di antara empat keterampilan berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. Membaca merupakan salah satu di antara empat keterampilan berbahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membaca merupakan salah satu di antara empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) yang penting untuk dipelajari dan dikuasai oleh setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Deteksi Dini Pola Gangguan Artikulasi Pada Anak Tunagrahita Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Deteksi Dini Pola Gangguan Artikulasi Pada Anak Tunagrahita Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini membuat instrumentasi untuk mendeteksi gangguan artikulasi dan pedoman terapi berbicara. Setelah menemukan instrumen yang tepat, penelitian ini juga menyajikan pola gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an adalah petunjuk nyata bagi seluruh umat manusia yang kemurniannya terjaga sampai akhir zaman. Salah satu cara menjadi bagian dari orang-orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia khususnya pembangunan di bidang pendidikan akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika mempunyai peran penting dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika mempunyai peran penting dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pelajaran matematika diberikan untuk membekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erma Setiasih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erma Setiasih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana belajar untuk mengembangkan potensi individu agar mencapai perkembangan secara optimal. Di tempat itulah semua potensi anak dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hak semua anak, demikian pula dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sudah diatur dalam Undang-Undang No.20

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan adalah suatu hal yang harus dikuasai oleh manusia berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan adalah suatu hal yang harus dikuasai oleh manusia berkaitan dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Keterampilan adalah suatu hal yang harus dikuasai oleh manusia berkaitan dengan peranannya sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN A. Latar belakang Penelitian Lina Rahmawati,2013

BAB I PENDAHULAN A. Latar belakang Penelitian Lina Rahmawati,2013 1 BAB I PENDAHULAN A. Latar belakang Penelitian Masyarakat awam masih belum memahami dan belum mengerti secara mendalam terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, banyak masyarakat yang masih ada meyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia mengalami suatu kemajuan sehingga berpengaruh pula kepada bidang pendidikan. Pendidikan ini diharapkan mampu

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap makhluk memiliki keterbatasan baik itu pengetahuan, daya pikir, daya nalar dan daya kreativitas. Ada pula keterbatasan kemampuan fisik dan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pembelajaran. Adapun yang termasuk perangkat program pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK

BAB I PENDAHULUAN. tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman kanak-kanak jenjang pendidikan anak usia dini (yakni usia 6 tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK ditekankan pada pemberian rangsangan

Lebih terperinci

Panduan Observasi. No. Indikator Hal Yang diamati 1. Guru PAI sebagai membimbing, menuntun, member tauladan, dan membina. disampaikan.

Panduan Observasi. No. Indikator Hal Yang diamati 1. Guru PAI sebagai membimbing, menuntun, member tauladan, dan membina. disampaikan. LAMPIRAN LAMPIRAN Panduan Observasi No. Indikator Hal Yang diamati 1. Guru PAI sebagai membimbing, menuntun, member tauladan, dan membina 1 Memperhatikan bagaimana cara guru PAI mengajar anak tunagrahita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental. Tepatlah bila dikatakan bahwa usia dini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuna grahita Ringan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna grahita adalah kata lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ali Murtadho Fudholy, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ali Murtadho Fudholy, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan luar biasa adalah bentuk layanan pendidikan yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk anak tunagrahita ringan. Banyak istilah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dituangkan melalui instrumen atau suara dengan unsur dasar melodi,

BAB I PENDAHULUAN. yang dituangkan melalui instrumen atau suara dengan unsur dasar melodi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu karya seni yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, musik salah satu cabang kesenian yang merupakan sarana dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Seiring zaman yang selalu berkembang dan dunia pendidikan yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Seiring zaman yang selalu berkembang dan dunia pendidikan yang selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. 1. Latar Belakang Masalah Seiring zaman yang selalu berkembang dan dunia pendidikan yang selalu mengalami perubahan, manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak normal pada umumnya. Salah satunya

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA KATA MELALUI METODE DRILL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN Oleh: NOFRAN Abstract This research background of the fact that investigators found problems at school SLB Bhakti Amal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan yang penting dalam dunia pendidikan dan merupakan penunjang dalam semua bidang studi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani kehidupan yang bahagia dalam membina suatu keluarga. Anak merupakan suatu anugerah yang

Lebih terperinci

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecakapan hidup adalah berbagai jenis keterampilan yang memupuk dan melatih remaja putra dan putri menjadi anggota masyarakat yang kreatif, inovatif, produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan, maupun lisan. Bahasa sangat penting dalam perkembangan peradaban

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETAHANAN DUDUK BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS I MELALUI PLANNED HUMOR MENGGUNAKAN BONEKA TANGAN (SSR di SLB Negeri 1 Padang)

MENINGKATKAN KETAHANAN DUDUK BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS I MELALUI PLANNED HUMOR MENGGUNAKAN BONEKA TANGAN (SSR di SLB Negeri 1 Padang) Volume Nomor September 2014 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 160-168 MENINGKATKAN KETAHANAN DUDUK BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS I MELALUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum memiliki tujuan untuk membentuk kedewasaan individu dalam berbagai aspek, baik pengetahuannya, sikapnya, maupun keterampilannya. Pendidikan

Lebih terperinci

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016 Efektifitas Flash Card Dalam Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf Alphabet Pada Siswa Tunarungu Kelas Tk-A2 SLB Negeri Cicendo Kota Bandung Riani Rachmawati, Tati Hernawati, dan Juhanaini Departemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Proses belajar dimulai sejak manusia dilahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan pada semua jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang telah mengalami banyak perkembangan, majunya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut juga dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Membaca merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia yaitu berbahasa. Berbahasa merupakan kemampuan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pusti Mustika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pusti Mustika, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan.artinya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan.artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua identitas yang saling berkaitan. Pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan.artinya pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang terbilang pokok bagi kehidupan setiap manusia. Mengapa demikian, karena dengan pendidikan seorang manusia bisa mengetahui

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi beberapa simpulan dan saran. Beberapa simpulan hasil penelitian sebagai jawaban terhadap masalah-masalah penelitian yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya.

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 3 Nomor 3 September 2014 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 251-260 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENJUMLAHAN MELALUI MEDIA KARTU YANG BERGAMBAR

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL

PENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL PENGARUH MEDIA PERMAINAN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL HURUF VOKAL PADA ANAK TUNA GRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SLB N SLEMAN ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya. 1 BAB I PENDAHAULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Manfaat Penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR DAN METODE DRILL. terpenting dalam pembelajaran. Menurut Nana Sudjana 1, definisi dari. dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono, 2

BAB II HASIL BELAJAR DAN METODE DRILL. terpenting dalam pembelajaran. Menurut Nana Sudjana 1, definisi dari. dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono, 2 BAB II HASIL BELAJAR DAN METODE DRILL A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Di dalam proses pembelajaran hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Menurut Nana Sudjana 1, definisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi tersebut sangatlah penting untuk tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Ki Hajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah. Islam sebagai agama yang dianut penulis mengajarkan bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga negara. Bahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua orang tua. Manakala harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan, allah lah yang menentukan segalanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neti Asmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neti Asmiati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Membaca merupakan pintu gerbang pengetahuan, dengan membaca seseorang akan mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan. Informasi yang diperoleh dari membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari learning disability. Learning

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari learning disability. Learning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari learning disability. Learning adalah belajar, disability artinya ketidak mampuan sehingga terjemahannya menjadi ketidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, termasuk anak berkebutuhan khusus. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus berhak memperoleh pendidikan

Lebih terperinci