HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan.
|
|
- Surya Kartawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda, tergantung faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Menurut Sastroutomo (1990), komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya diferensiasi baik secara vertikal maupun horizontal. Setiap jenis tumbuhan tersebar dengan ketinggian tempat berbedabeda dan tersebar pada lokasi dan jarak yang berbeda-beda pula. Untuk mengetahui kondisi gulma di suatu lahan, perlu dilakukan analisis vegetasi. Komunitas gulma dibedakan menjadi gulma di gawangan dan gulma di piringan. Untuk gulma di gawangan, data diambil dengan menggunakan metode kuadran berukuran 1 m x 1 m yang dilemparkan secara acak. Pelemparan dilakukan pada 5 gawangan pada setiap blok dengan setiap gawangan dilakukan pelemparan sebanyak 5 kali. Untuk gulma di piringan, data diambil dengan mencatat populasi gulma pada 5 gawangan untuk setiap blok dengan setiap gawangan diambil 10 pokok contoh secara acak. Setiap individu yang ditemukan pada petak pengamatan dihitung jumlah masing-masing. Data persentase populasi gulma diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah individu suatu jenis gulma yang ditemukan pada semua petak pengamatan dengan total individu semua jenis gulma yang ditemukan pada petak. Jenis gulma yang ada di blok C13 dan B15 Divisi III disajikan pada Tabel 8. Data pada Tabel 8 tentu belum bisa menggambarkan keadaan gulma yang sebenarnya di lapangan. Blok C13 dan B15 memiliki kedalaman yang berbedabeda. Blok C13 memiliki kedalaman gambut antara 2-8 m, sedangkan Blok B15 memiliki kedalaman gambut 6 m sampai lebih dari 8 m. Hal ini tentu memiliki pengaruh terhadap kondisi gulma yang ada pada masing-masing blok. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas gulma adalah iklim terutama curah hujan. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi memiliki pertumbuhan gulma yang cepat, beragam, dan kerapatannya tinggi.
2 46 Berdasarkan Schmidth-Ferguson, kebun PT JAW memiliki tipe iklim A dengan curah hujan mm/tahun. Kondisi tanah, yang didominasi oleh tanah gambut, pada musim penghujan sangat basah. Hal ini menjadikan kebun PT JAW sebagai lahan yang baik bagi pertumbuhan gulma. Pertumbuhan gulma di kebun sangat cepat karena didukung oleh curah hujan yang tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kondisi gulma yang berat ketika pelaksanaan penyemprotan dan sudah tumbuh lagi dengan baik sebelum rotasi pengendalian gulma pertama selesai. Tabel 8. Jenis-jenis Gulma di Blok C13 dan B15 No. Jenis gulma di gawangan Populasi 1 Nephrolepis bisserata % 2 Paspalum conjugatum % 3 Axonopus compressus % 4 Ottochloa nodosa 1. 3 % 5 Ageratum conyzoides 8. 7 % 6 Mikania micrantha 6. 2 % 7 Borreria alata 4. 9 % 8 Chromolaena odorata 3. 8 % 9 Melastoma malabathricum 1. 2 % Total % No. Jenis gulma di piringan Populasi 1 Nephrolepis bisserata % 2 Asystasia coromandeliana % 3 Kentosan (anakan sawit liar) % 4 Pteridium esculentum % 5 Paspalum conjugatum 5. 4 % Total % Sumber : Pengamatan di Lapangan Kultur teknis. Kegiatan teknis kebun yang berpengaruh terhadap komunitas gulma adalah pengolahan lahan, pemupukan, dan pengendalian gulma sebelumnya. Pengolahan lahan berpengaruh terhadap penyebaran gulma.
3 47 Pemupukan berkaitan dengan daya saing gulma dalam penyerapan hara. Gulma di piringan akan tumbuh baik jika pemupukan dilakukan tanpa pembersihan gulma. Pengendalian gulma sebelumnya berkaitan dengan rotasi pengendalian gulma yang tepat. Jika rotasi dilakukan hanya 2 kali setahun, maka gulma sudah tumbuh berat sebelum satu rotasi selesai dilaksanakan. Kondisi tanaman pokok. Kondisi tanaman pokok mempengaruhi komunitas tanaman di bawahnya, yaitu gulma. Tanaman pokok yang baik memiliki tajuk yang saling menutup sehingga cahaya yang masuk ke permukaan tanah tidak banyak. Hal ini akan menghambat pertumbuhan gulma di bawah tajuk karena intensitas cahaya matahari kurang bagi pertumbuhan gulma. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa areal yang tajuk tanamannya sudah menutup rapat memiliki sedikit populasi gulma. Gulma tumbuh banyak di bagian luar gawangan karena penerimaan intensitas cahaya matahari lebih tinggi, sedangakan di dalam gawangan relative lebih sedikit. Pertumbuhan tanaman pada lahan gambut memang tidak sebaik pada tanah mineral berkaitan dengan daya dukung tanah terhadap pertumbuhan kelapa sawit. Banyak pokok kelapa sawit yang tumbuh miring akibat fisik tanah tidak mampu menopang bobot tanaman. Teknik Pengendalian Gulma Aplikasi Herbisida Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida. Menurut Moenandir (1993), herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan mematikan tumbuhan. Selanjutnya herbisida bisa diklasifikasikan menurut cara kerjanya menjadi herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida kontak bekerja pada bagian yang terkena herbisida dan tidak ditranslokasikan, sedangkan herbisida sitemik adalah herbisida yang ditranslokasikan ke jaringan tumbuhan. Masalah keselamatan kerja kurang menjadi perhatian oleh para pekerja sendiri. Pekerja tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja penyemprotan, seperti pakaian khusus penyemprot dan masker. Pekerja menganggap perlengkapan tersebut menghambat kerja. Pakaian khusus
4 48 penyemprot tidak nyaman dipakai karena terasa panas. Masker khusus penyemprot dianggap menyulitkan pekerja bernafas. Meskipun sudah menyediakan, perusahaan tidak menekankan penggunaan perlengkapan tersebut karena pekerja tidak mau bekerja jika dipaksa menggunakannya. Dosis. Untuk mendapatkan hasil semprot yang baik, perlu diperhatikan dosis dan volume semprot yang dibutuhkan dalam pengendalian gulma. Manajemen PT JAW telah menetapkan dosis herbisida melalui perhitungan jumlah dosis dan volume semprot berdasarkan rekomendasi dari perusahaan. Kebutuhan herbisida perluasan dipengaruhi oleh umur tanaman dan luas bidang semprot gawangan. Berikut adalah contoh penentuan dosis herbisida Gramoxone 276 SL. Dosis rekomendasi blanket = 1.5 l/ha SPH (Stand Per Ha) = jumlah tanaman per ha = 135 pokok Jarak tanam dalam baris = 9.2 m Diameter piringan = 5 m Diameter tanaman = 0.8 m Lebar jalan pikul yang disemprot = 1.2 m Rata-rata diameter tanaman = 0.8 m Maka luas bidang semprot adalah luas piringan ditambah luas jalan pikul. L piringan/ha = (L lingkaran piringan - L areal tanaman) x SPH = (πr 2 - πr 2 ) x 135 = (3.14 x (2.5 m) x (0.4 m ) 2 ) x 135 = m 2 L jalan pikul = panjang jalan pikul x lebar jalan pikul = x 1.2 m = x 1.2 m = 745 m 2 L bidang semprot/ha = m m 2 = m 2 Maka, dosis per ha = x L bidang semprot
5 49 = x m 2 = l, atau dibulatkan menjadi 0.5 l/ha. Dosis yang digunakan tidak selalu tepat 0.5 l/ha, tergantung pada kondisi gulma. Akan tetapi, ketika penulis melaksanakan magang, perusahaan menekan penggunaan herbisida hingga dosis 0.4 l/ha untuk efisiensi biaya,. Hal ini sering menjadi masalah di lapangan. Perusahaan menginginkan gulma bisa dikendalikan dengan dosis 0.4 l/ha, namun untuk kondisi gulma yang berat, dosis 0.4 l/ha tidak mampu menekan gulma. Mandor semprot sering memerintahkan penggunaan dosis 0.5 l/ha meskipun dengan risiko mendapat sanksi dari pimpinan. Penggunaan dosis yang melebihi anggaran biaya tersebut menyebabkan pembengkakan biaya pada realisasi penggunaan herbisida. Tabel Lampiran 8 menunjukkan realisasi pengendalian gulma secara kimiawi di Divisi III PT JAW. Sebagian besar realisasi pengendalian gulma melebihi anggaran biaya penggunaan herbisida yang telah ditetapkan, yaitu dosis 0.4 l/ha, sedangkan penggunaan herbisida di lapangan sering mencapai 0.5 l/ha. Volume semprot. Volume semprot per ha ditetapkan agar efisiensi penyemprotan bisa tercapai. Volume semprot adalah banyaknya larutan yang dibutuhkan perluasan. Volume semprot berpengaruh terhadap penggunaan dosis herbisida. Jika volume semprot tidak memenuhi standar kebun, maka herbisida yang digunakan juga tidak sama dengan dosis yang telah ditetapkan. Volume semprot yang digunakan dipengaruhi oleh kondisi jalan, kecepatan jalan, dan nozzle yang digunakan. Untuk mempermudah pekerjaan di lapangan, maka diperlukan kalibrasi volume semprot terlebih dahulu sehingga diketahui kebutuhan herbisida per knapsack. Berikut adalah contoh perhitungan standar volume semprot menggunakan nozzle hitam V = A = Ukuran lebar semprot rata-rata (m) B = jarak yang ditempuh operator semprot per menit (m/menit) C = rata-rata output semprot per menit (l/menit) L = Luas bidang semprot (m 2 )
6 50 V = volume semprot Maka, V = = = liter Untuk memudahkan pelaksanaan penyemprotan, volume semprot dinyatakan dalam satuan knapsack (15 liter). Volume semprot yang dibutuhkan untuk semprot jalan pikul dan piringan per hektar ( m 2 ) adalah liter : 15 liter sama dengan 9.9 knapsack atau dibulatkan menjadi 10 knapsack. Pada pelaksanaan teknis penyemprotan di lapangan, volume semprot yang diaplikasikan tidak selalu tepat liter. Untuk alasan yang telah disebutkan pada pembahasan tentang dosis, perusahaan menekan penggunaan herbisida menjadi 0.4 l/ha, dengan demikian kebutuhan volume semprot juga berkurang menjadi 8 knapsack. Besarnya volume semprot yang telah ditetapkan harus dipatuhi oleh pekerja. Namun, dalam pelaksanaannya volume semprot juga dipengaruhi oleh faktor operator. Berdasarkan pengujian terhadap 5 orang operator semprot dengan cara simulasi semprot di tempat yang datar untuk mengetahui nozzle output yang dihasilkan masing-masing operator menggunakan knapsack dan nozzle merah yang sama, diperoleh data yang disajikan pada Tabel 9. Operator semprot Tabel 9. Data Pengamatan Nozzle Output. Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata liter/menit A B C D E Sumber : Pengamatan di lapangan
7 51 Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dengan nozzle dan knapsack yang sama, setiap operator menghasilkan output semprot yang berbeda. Meskipun perbedaannya kecil, jika dilakukan dalam waktu yang lama, yaitu selama kegiatan penyemprotan, bisa mempengaruhi volume semprot yang digunakan. Hal ini disebabkan perbedaan kecepatan dan kekuatan memompa. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua operator semprot menggunakan nozzle yang standar. Operator semprot biasanya memperbesar lubang pengeluaran nozzle untuk mempercepat keluarnya larutan dengan cara dicongkel atau dikorek menggunakan jarum. Tabel 10 menunjukkkan hasil pengujian terhadap 5 orang operator semprot menggunakan knapsack dan nozzle merah masing-masing. Tabel 10. Data Pengamatan Nozzle Output 5 Operator Semprot Menggunakan Knapsack dan Nozzle Merah Masing-masing. Operator semprot Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata l/menit A B C D E Sumber : Pengamatan di lapangan Data pada Tabel 10 menunjukkan volume semprot juga dipengaruhi oleh nozzle yang digunakan. Nozzle yang lubang pengeluarannya diperbesar menghasilkan volume semprot yang lebih besar juga. Hal ini menyebabkan penyemprotan kurang merata karena pemakaian cairan herbisida boros. Hasil uji pada Tabel 9 dan Tabel 10 belum bisa menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan. Volume semprot dipengaruhi juga oleh kecepatan jalan operator. Pada umumnya, kecepatan di lahan gambut lebih lambat dibandingkan pada lahan datar sehingga volume semprot yang dihasilkan pun lebih besar. Pada lahan yang kondisi gulmanya sudah berat, prestasi kerja karyawan tidak mencapai 2 ha/hk karena pekerja mengalami hambatan dalam pengerjaan yang diakibatkan oleh populasi gulma tersebut. Selain itu, kondisi lahan yang
8 52 sering mengalami hujan menghambat laju pekerja dalam aplikasi herbisida. Berkurangnya kecepatan jalan pekerja mempengaruhi volume herbisida yang digunakan. Semakin lambat pekerja berjalan, maka semakin banyak herbisida yang digunakan. Pengendalian gulma SP3TPH. Kegiatan SP3TPH dilaksanakan di piringan, jalan pikul, dan TPH. Gulma yang berada di piringan dibersihkan hingga W 0, sedangakan gulma di gawangan terutama jalan pikul dikendalikan hingga pada kondisi yang tidak mengganggu. Gulma di gawangan mati tidak dikendalikan secara intensif berkaitan dengan efisiensi biaya. Campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL sangat efektif untuk mengendalikan gulma daun lebar seperti Neprolephis biserrata, clidemia hirta, chromolaena odorata, dan Asystasia coromandeliana. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gulma-gulma tersebut mengalami kerusakan efek bakar setelah beberapa jam dari waktu aplikasi. Pemakaian campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL memperlebar spektrum pengendalian kedua herbisida. Gramoxone 276 SL yang merupakan herbisida kontak berbahan aktif paraquat bekerja pada semua jenis gulma dan bekerja secara cepat menimbulkan efek bakar pada jaringan yang terkena, sedangkan Ally 20 WDG merupakan herbisida sistemik berbahan aktif metil metsulfron ditranslokasikan ke seluruh jaringan tumbuhan sehingga bisa menghambat pertumbuhan bagian gulma yang berada di bawah tanah. Menurut Tomlin (1994), metil metsulfron merupakan herbisida sistemik dan selektif. Herbisida ini kompatibel dengan banyak herbisida dan efektif dalam mengendalikan gulma daun lebar dan teki. Gambar 6 memperlihatkan hasil semprot menggunakan campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL yang ditandai dengan warna coklat terbakar pada bagian yang terkena cairan. Penggunaan Smart 486 AS. Smart 486 AS mengandung bahan aktif glifosat yang merupakan herbisida sistemik nonselektif yang berspektrum luas. PT JAW menggunakan Smart 486 AS untuk mengendalikan gulma rumput di gawangan. Dosis dan volume semprot Smart 486 AS sama dengan dosis dan volume semprot pada pengendalian gulma menggunakan campuran Ally 20 WDG
9 53 dan Gramoxone 276 SL. Hasil pengamatan pengendalian gulma menggunakan Smart 486 AS disajikan pada Tabel 11. Gambar 6. Hasil Aplikasi Campuran Gramoxone dan Ally pada Gulma Pakis Tabel 11. Hasil Aplikasi Smart 486 AS Jenis gulma Tingkat kerusakan II MSA Kemudahan dicabut Paspalum conjugatum 40 % Sangat sulit Otochloa nodosa 40 % Sangat sulit Axonopus compressus 40 % Sangat sulit Nephrolepis biserrata 20 % Sangat sulit Mikania michranta 20 % Sangat sulit Asystasia coromandeliana 20 % Sangat sulit Jenis gulma Tingkat kerusakan IV MSA Kemudahan dicabut Paspalum conjugatum 80 % Mudah Otochloa nodosa 80 % Mudah Axonopus compressus 80 % Mudah Nephrolepis biserrata 50 % Sulit Mikania michranta 50 % Sulit Asystasia coromandeliana 50 % Sulit Sumber : Pengamatan di Lapangan (2009) Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa Smart 486 AS efektif dalam mengendalikan gulma rumput. Pengamatan hasil semprot yang lain juga
10 54 menunujukkan pada 7 MSA, gulma daun lebar sudah tumbuh lagi sedangkan gulma daun sempit masih dalam keadaan mati. Gambar 7 menunjukkan pertumbuhan kembali gulma daun lebar pada 7 MSA herbisida Smart 486 AS. Hal ini disebabkan matinya gulma rumput menyediakan ruang bagi cahaya masuk ke permukaan tanah sehingga biji gulma daun lebar bisa tumbuh. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sari (2002) yang menunjukkan bahwa glifosat 486 AS dosis 1.5 l/ha efektif mengendalikan gulma rumput sampai pada 12 MSA, sedangkan pengendalian gulma daun lebar membutuhkan dosis yang lebih tinggi karena glifosat cenderung sulit berpenetrasi pada tumbuhan berdaun tebal akibat adanya lapisan kutikula yang tebal. Sukarji dan Tobing (1987) menyebutkan gulma daun lebar umumya termasuk gulma semusim dengan organ perbanyakan berupa biji. Glifosat merupakan herbisida yang diaplikasikan lewat daun, bila jatuh ke tanah bahan aktifnya menjadi tidak aktif sehingga tidak mematikan biji gulma yang berkecambah. Gambar 7. Hasil Aplikasi Smart 486 AS pada 7 MSA pada Gulma Rumput dan Daun Lebar Pengendalian Gulma Piringan Selektif Kegiatan ini merupakan kegiatan pengendalian gulma secara manual yang pelaksanaannya masih dalam tahap percobaan berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan. Kegiatan piringan selektif memerlukan biaya yang besar sedangkan hasil kerja karyawan sangat rendah. Perusahaan mengujicobakan cara pengupahan 5/7 HK dan borongan. Cara pengupahan 5/7 HK dilaksanakan dengan cara karyawan bekerja selama 5 jam dengan upah Rp ,00. Dengan cara ini, prestasi pekerja adalah pokok.
11 55 Sistem borongan dilakukan dengan upah Rp 375,00 / pokok dalam 5 jam kerja. Hasil pekerjaan tidak berbeda jauh dengan sistem 5/7 HK. Dengan sistem ini pekerja menyelesaikan pokok. Hal ini disebabkan pekerjaan piringan selektif merupakan pekerjaan berat. Kondisi lahan pengerjaan piringan selektif merupakan lahan dengan kondisi gulma berat. Gulma yang tumbuh umumnya gulma daun lebar berupa Asystasia coromandeliana, Chromolaena odorata, kentosan (anakan sawit liar), Nephrolepis bisserata, dan rayutan. Masalah paling berat adalah pelepah sawit yang menumpuk di piringan, akibat dari kegiatan panen yang tidak rapi, dan harus dibongkar dan dirapikan ke gawangan mati. Ketersediaan KHL untuk kegiatan piringan selektif juga menjadi masalah. Pada umumnya karyawan merasa upah yang diterima tidak sebanding dengan pekerjaan. Hal ini menjadi perhatian penting bagi perusahaan mengingat hasil pekerjaan rendah sedangkan biaya pekerjaan tinggi. Faktor-Faktor Keberhasilan Pengendalian Gulma Pengendalian gulma ditujukan untuk mengendalikan populasi gulma hingga tahap tidak merugikan. Dalam pelaksanaanya, pengendalian gulma memenuhi efisiensi dan keefektifan pengerjaan karena akan berdampak pada penggunaan dana perusahaan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar bisa dicapai keberhasilan pengendalian gulma. Faktor iklim. Iklim berperan aktif dalam menunjang kelancaran pelaksanaan pengendalian gulma. Curah hujan yang tinggi menjadi penghambat kagiatan pengendalian gulma. Kondisi lapangan berpengaruh besar terhadap kelancaran pelaksanaan kegiatan pengendalian gulma. Kondisi lapangan yang banjir tidak memungkinkan pelaksanaan kegiatan sehingga pekerjaan tertunda. Hal ini bisa mengakibatkan jadwal rotasi pengendalian gulma terganggu dan bisa mengakibatkan mundurnya jadwal rotasi berikutnya. Keterlambatan realisasi pengendalian gulma akan berpengaruh pada keterlambatan rotasi selanjutnya dan hal ini akan menghambat kegiatan kebun yang lain. Curah hujan yang tinggi juga berpengaruh pada prestasi kerja pengendalian gulma dan hasil kerjanya. Data iklim lokasi magang, yang disajikan pada Lampiran 3, menunjukkan curah hujan rata-rata tahunan antara tahun 1998
12 56 sampai 2008 adalah mm/tahun. Hasil pengamatan pada penyemprotan campuran Gramoxone dan Ally di lapangan menunjukkan bahwa hujan yang turun beberapa saat setelah penyemprotan dilakukan menyebabkan hasil semprot tidak baik yang ditunjukkan dengan gulma tidak mengalami kerusakan. Jika dibandingkan dengan kondisi gulma pada barisan yang disemprot pada hari berikutnya yang tidak terjadi hujan, maka secara visual bisa dilihat perbedaannya pada 3 Hari Setelah Aplikasi (HSA). Gulma pada barisan yang disemprot pada hari hujan tidak mengalami kerusakan, sedangkan gulma yang disemprot pada hari tidak hujan sudah menunjukkan gejala kerusakan yang berarti. Pengendalian gulma tidak bisa dilaksanakan pada hari hujan meskipun hanya gerimis karena hujan akan mencuci herbisida sehingga keefektifan kerja herbisida berkurang. Untuk mendapatkan hasil yang baik, minimum 6 jam setelah aplikasi tidak terjadi hujan. Alat dan bahan. Pengendalian gulma membutuhkan alat dan bahan yang tepat agar pelaksanaannya berjalan lancar dan sesuai sasaran. Alat dan bahan tersedia dalam jumlah cukup dan dalam kondisi yang baik. Ketidaktersediaan bahan akan menghambat jalannya kegiatan yang berakibat pada keterlambatan pengendalian. Gulma yang seharusnya sudah dikendalikan menjadi lebih banyak dan mengakibatkan pengendalian lebih sulit. Gangguan pada jadwal pengendalian akan mengakibatkan mundurnya jadwal rotasi. Bahan kimia berupa herbisida merupakan bahan yang sangat berharga. Di samping harganya mahal, herbisida sering mengalami ketidaktersediaan di gudang akibat keterlambatan pasokan dari pusat. Di lapangan sering ditemukan permasalahan pada alat-alat semprot seperti knapsack bocor, karet pompa macet, nozzle aus, dll. Selain mengganggu pelaksanaan kegiatan, kondisi tersebut bisa mengakibatkan kerugian dalam pemakaian materi. Knapsack yang bocor mengakibatkan herbisida terbuang siasia. Nozzle aus mengakibatkan pemborosan materi dan hasil semprot tidak merata. Rotasi Pengendalian Gulma Rotasi pengendalain gulma adalah waktu antara pengendalian gulma dengan pengendalian gulma berikutnya pada blok yang sama. Pada tahun 2009,
13 57 PT JAW menerapkan rotasi pengendalian gulma 2 kali per tahun pengendalian gulma secara kimia. Rotasi pertama dimulai pada Januari sampai Mei, dan rotasi kedua dimulai pada bulan Juli sampai November. Pengendalian secara manual merupakan teknik pengendalian yang masih diujicobakan dan dilaksanakan pada rotasi pertama. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, rotasi 2 kali pengendalian secara kimia per tahun memunculkan masalah pada bulan-bulan akhir rotasi. Pada bulan ketiga atau keempat, populasi gulma sudah meningkat dan menghambat kegiatan kebun. Menurut Agustine (2003), interaksi herbisida paraquat (1 l/ha) dengan metil metsulfron (20 g/ha) mampu menekan pertumbuhan gulma hanya sampai 6 MSA. Persentase penutupan gulma mulai meningkat setelah 6 MSA. Gulma rumput mengalami pertumbuhan kembali karena alat perkembangbiakan vegetatif berupa stolon masih aktif, sedangkan gulma daun lebar mengalami pertumbuhan baru oleh biji yang berada di bawah tanah. Hasil penelitian Sari (2002) menunjukkan bahwa glifosat dengan dosis 1.5 l/ha mampu mengendalian gulma pada tingkat tidak merugikan hanya sampai 12 MSA. Dalam bukunya, Pahan (2008) merekomendasikan pengendalian gulma untuk tanaman lebih dari 6 tahun dilakukan sebanyak 3 kali setahun.
PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN DI PT JAMBI
Lebih terperinciPELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN
PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN Aspek Teknis Kebun Selama menjalani kegiatan magang, penulis melaksanakan kegiatankegiatan teknis di lapangan ketika berstatus sebagai KHL. Selama menjadi KHL, penulis mengikuti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, pertama kali ada di Indonesia sebagai tanaman koleksi yang ditanam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengendalian gulma di Gunung Kemasan Estate terdiri atas lima jenis pekerjaan yaitu gawangan manual, piringan manual, gawangan kimiawi, piringan dan pasar rintis kimiawi dan oles anak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas Angiospermae, subkelas Monocotyledonae, ordo Palmales, famili Palmae, genus Elaeis,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang dapat memenuhi kebutuhan akan minyak nabati. Tanaman lain yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di
I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di Indonesia. Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar dikarenakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil minyak masak, bahan industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunan kelapa
Lebih terperinciPENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT
Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 2009 PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG,
Lebih terperinciPENGENDALIAN GULMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT
Makalah Seminar Program Studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGENDALIAN GULMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq.)
Lebih terperinciKAJIAN EFIKASI, EFISIENSI DAN PERKEMBANGAN GULMA JANGKA PENDEK DARI 3 HERBISIDA PADA KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI BENGKULU
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KAJIAN EFIKASI, EFISIENSI DAN PERKEMBANGAN GULMA JANGKA PENDEK DARI 3 HERBISIDA PADA KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI BENGKULU DR. IR. WAHYU WIBAWA,
Lebih terperinciTUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT
TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT NAMA INSTANSI FASILITATOR : MU ADDIN, S.TP : SMK NEGERI 1 SIMPANG PEMATANG : Ir. SETIA PURNOMO, M.P. Perencanaan pemeliharaan merupakan tahapan awal yang sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Sub sektor perkebunan mempunyai peranan
Lebih terperinciPada mulsa eceng gondok dan alang-alang setelah pelapukan (6 MST), bobot gulma naik dua kali lipat, sedangkan pada mulsa teki dan jerami terjadi
PEMBAHASAN Sebagian besar perubahan jenis gulma pada setiap perlakuan terjadi pada gulma golongan daun lebar, sedangkan golongan rumput relatif tetap pada 3 MST dan 6 MST. Hal ini diduga dipengaruhi oleh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk
62 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan dan menjaga keseimbangan hara di dalam tanah. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gulma Gulma adalah tumbuh-tumbuhan (tidak termasuk jamur) yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi tujuan manusia. Suatu tumbuhan
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
10 Divisi, dan Kepala Administrasi. Karyawan nonstaf terbagi menjadi karyawan Bulanan, Karyawan Harian Tetap (KHT), dan Karyawan Harian Lepas (KHL). Karyawan Bulanan terdiri atas pekerja tidak langsung
Lebih terperincipercobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis
PEMBAHASAN Tujuan pemupukan pada areal tanaman kakao yang sudah berproduksi adalah untuk menambahkan unsur hara ke dalam tanah supaya produktivitas tanaman kakao tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit,
Lebih terperinciV. ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. Semua kegiatan lapangan yang dilakukan harus benar-benar diamati dan
40 V. ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Hasil Semua kegiatan lapangan yang dilakukan harus benar-benar diamati dan data yang diperoleh digunakan sebagai bahan penyusunan laporan magang. Data yang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan di masa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila),
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar
15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Kecamatan Natar, Kabupaten
Lebih terperinciPENGENALAN HERBISIDA (Laporan Praktikum Ilmu Dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Yudi Des Yulian
PENGENALAN HERBISIDA (Laporan Praktikum Ilmu Dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Yudi Des Yulian 1014121192 LABORATORIUM HAMA PENYAKIT TANAMAN JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Lebih terperinciKEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi
KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar
Lebih terperinciPEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan
47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG. Pelaksanaan Teknis
17 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Pelaksanaan Teknis Pelaksanaan pengelolaan perkebunan kelapa sawit meliputi pengelolaan kegiatan teknis di lapangan dan kegiatan administrasi. Pelaksanaan teknis yang dilakukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jenis - Jenis Gulma 2.1.1. Penggolongan Berdasarkan Habitat a. Gulma Air (Aquatic Weeds) Pada umumnya, gulma air tumbuh di air, baik mengapung, tenggelam, ataupun setengah tenggelam.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri
Lebih terperinciPengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut
Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Penyusun E. Sutisna Noor Penyunting Arif Musaddad Ilustrasi T. Nizam Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah iklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI
1 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI Oleh NUR AYSAH NIM. 080500129 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Untuk memenuhi populasi
TINJAUAN PUSTAKA Sistem Jarak Tanam Salah satu faktor penentu produktivitas jagung adalah populasi tanaman yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Untuk memenuhi populasi tanaman tersebut,
Lebih terperinci= Paraquat diklorida 414 g b.a./ha + Metil metsulfuron 15 g b.a./ha. 1,5 L Gramoxone/ha + 75 g Ally/ha
P2 = Paraquat diklorida 414 g b.a./ha 414 x 1 L Gramoxone 276 = 1,5 L Gramoxone/ha P3 = Paraquat diklorida 414 g b.a./ha + Metil metsulfuron 15 g b.a./ha 414 x 1 L Gramoxone + 15 x 1 g Ally 267 0,2 1,5
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki seperti pada areal perkebunan yang terdapat di PT. Great Gian Pineapple. Gulma secara
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang yang dilakukan mencakup aspek teknis dan aspek manajerial. Aspek teknis yang dilakukan meliputi kegiatan penyisipan, pengendalian gulma (manual dan kimiawi),
Lebih terperinciPengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Bangun Koling
Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Bangun Koling Weed Control of Oil Palm Plantation (Elaeis guineensis Jacq.) in Bangun Koling Estate Budi Yadhika Sarjono
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting sebagai bahan pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan industri dan rumah
Lebih terperinciPengendalian Gulma Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Perkebunan Padang Halaban, Sumatera Utara
Pengendalian Gulma Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Perkebunan Padang Halaban, Sumatera Utara Weeds Control on Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Plantation in Padang Halaban Estate,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Taksonomi tanaman
Lebih terperinciMETODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Kerja Praktek Langsung di Kebun
METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan magang ini dilaksanakan sejak tanggal 14 Februari 2008 hingga tanggal 14 Juni 2008 di perkebunan kelapa sawit Gunung Kemasan Estate, PT Bersama Sejahtera Sakti, Minamas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan berumpun. Umur tanaman padi mulai dari benih sampai bisa dipanen kurang lebih 4 bulan.
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG. Aspek Teknis
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Penulis selama dua bulan melakukan perkerjaan teknis sebagai karyawan harian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup pengelolaan air, pengendalian gulma, pemupukan,
Lebih terperincikeja pengendalian gulma secara manual tidak pernah dapat dicapai oleh tenaga kerja, ha1 ini disebabkan oleh kerapatan dan penutupan gulma.
Marulak Erikson Butar-Butar. Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Dengan Aspek Khusus Pemeliharaan Tanaman di Perkebunan Kelapa Sawit P.T. Permata Hijau Sawit, Kebun Sosa Indah, Tapanuli Selatan (Di bawah
Lebih terperinciMETODE MAGANG. Tempat dan Waktu
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan yang terhitung mulai dari 14 Februari hingga 14 Juni 2011. Kegiatan ini bertempat di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama
Lebih terperinciDOSIS RENDAH, HASIL LEBIH BAIK
DOSIS RENDAH, HASIL LEBIH BAIK SPEEDUP 480 SL merupakan herbisida purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun sempit, berdaun lebar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Penanaman dilakukan dengan menanam di Kebun Raya Bogor,
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima adalah kegiatan pembibitan, persiapan lahan, sensus tanaman, penyulaman, dan pemeliharaan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai November 2009 di PTP Nusantara VI pada unit usaha Rimbo Satu Afdeling IV (Gambar Lampiran 5), Rimbo Dua Afdeling
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet
3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma Masalah gulma timbul pada suatu jenis tumbuhan atau sekelompok tumbuhan mulai mengganggu aktifitas manusia baik kesehatannya maupun kesenangannya. Istilah gulma bukanlah
Lebih terperinciANALISA PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENYEMPROTAN HERBISIDA DI PEMBIBITAN UTAMA KELAPA SAWIT. Aang Kuvaini.
ANALISA PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENYEMPROTAN HERBISIDA DI PEMBIBITAN UTAMA KELAPA SAWIT Aang Kuvaini Abstrak Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 bertempat
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oriza sativa) adalah salah satu jenis serealia yang umumnya dibudidayakan melalui sistem persemaian terlebih dahulu. Baru setelah bibit tumbuh sampai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis
Lebih terperinciMENGENDALIKAN GULMA DAN BIJINYA
MENGENDALIKAN GULMA DAN BIJINYA METAFURON 20 WG merupakan herbisida pra dan purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk butiran halus yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun lebar,
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
renca kerja, juga menyetujui surat atau dokumen atau perjanjian kerja sesusai kerja dan tanggung jawab. Group maneger dalam melaksanakan kerja dibantu oleh staf kebun, yaitu asisten kepala, asisten kebun
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Pengendalian Gulma Aplikasi jenis pengendalian dilakukan di Kebun Adolina meliputi pengendalian secara kimia (chemist) dan secara manual. Pengendalian gulma tersebut
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sering kali tumbuh pada tempat dimana menimbulkan kerugian pada
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gulma Para ahli Ekologi memberi batasan gulma sebagai tumbuhan yang mempunyai kemampuan khusus menimbulkan gangguan pada lokasi tertentu terhadap tujuan yang diinginkan
Lebih terperinciPRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013
PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana
Lebih terperinciPEMBAHASAN Konsep Pemupukan Tepat Jenis
PEMBAHASAN Konsep Pemupukan Keefektifan pemupukan berkaitan dengan tingkat hara pupuk yang diserap tanaman. Pupuk dikatakan efektif jika sebagian besar hara pupuk diserap tanaman. Efesiensi pemupukan berkaitan
Lebih terperinciWarlinson Girsang Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK USI
PENGARUH TINGKAT DOSIS HERBISIDA Isopropilamina glifosat DAN SELANG WAKTU TERJADINYA PENCUCIAN SETELAH APLIKASI TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN GULMA PADA PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis) TBM ABSTRAK
Lebih terperinciMENGENAL DAN MERAWAT MESIN PENYEMPROT
MENGENAL DAN MERAWAT MESIN PENYEMPROT Pada budidaya tanaman untuk mengendalikan gulma, hama dan penyakit tanaman umumnya digunakan pestisida berbentuk cair dan tepung. Untuk mengaplikasikannya pestisida
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok
26 HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok Sistem manajemen perkebunan kelapa sawit pada umumnya terdiri atas Kebun (Estate) yang dikepalai oleh seorang Estate Manager. Seorang Estate Manager membawahi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat konsumsinya cukup tinggi di kalangan masyarakat. Hampir pada setiap masakan, sayuran ini selalu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gulma Pada permulaan kehidupan manusia dibumi tidak ada tumbuhan yang disebut gulma. Pada waktu usaha manusia berpindah dari usaha pengumpulan hasil Hutan ke usaha
Lebih terperinciPERGESERAN DOMINANSI SPESIES GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SETELAH APLIKASI HERBISIDA SISTEMIK
PERGESERAN DOMINANSI SPESIES GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SETELAH APLIKASI HERBISIDA SISTEMIK Araz Meilin 1 ABSTRACT This research aims at identification of 1) weeds domination in palm oil plantation
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut. A. Jenis atau Varietas Kelapa Sawit Jenis (varietas)
Lebih terperinciEFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN KNAPSACK SPRAYER
EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN KNAPSACK SPRAYER DAN KNAPSACK MOTOR PADA PENYEMPROTAN GULMA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Yuliyanto 1 ; Nafrin Wijaya Kesuma 2 ; & Rufinusta Sinuraya 3 1,2,3 Program Budidaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari permintaan pasar internasionalyang terus meningkat dari tahun ke tahun. Nanas
Lebih terperinciUJI EFEKTIFITAS PENGENDALIAN GULMA. KARET (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) di DUSUN SUKA DAMAI DESA PONDOK MEJA KABUPATEN MUARO JAMBI
UJI EFEKTIFITAS PENGENDALIAN GULMA SECARA KIMIAWI dan MANUAL pada LAHAN REPLANTING KARET (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) di DUSUN SUKA DAMAI DESA PONDOK MEJA KABUPATEN MUARO JAMBI Hayata 1*, Araz Meilin
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Waktu Pangkas
PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di kebun teh yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan menurunkan tinggi tanaman sampai ketinggian tertentu.
Lebih terperinciManajemen Pengendalian Gulma Kelapa Sawit Berdasarkan Kriteria ISPO dan RSPO di Kebun Rambutan Sumatera Utara
Manajemen Pengendalian Gulma Kelapa Sawit Berdasarkan Kriteria ISPO dan RSPO di Kebun Rambutan Sumatera Utara Weed Control Management of Palm Oil Based on ISPO and RSPO Criteria in Rambutan Plantation
Lebih terperinciManajemen gulma di Kebun Kelapa Sawit Bangun Bandar: Analisis Vegetasi dan Seedbank Gulma
Manajemen gulma di Kebun Kelapa Sawit Bangun Bandar: Analisis Vegetasi dan Seedbank Gulma Weed Manajemen in Oil Palm Plantation of Bangun Bandar: Weespecies and Seedbank Aditya Wira Tantra dan Edi Santosa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman
Lebih terperinciPELAKSANAAN TEKNIS MAGANG
PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG Pelaksanaan teknis magang yang dilakukan di PT National Sago Prima meliputi persiapan lahan (Land clearing), pengambilan anakan, persemaian, sensus, penanaman dan penyulaman,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang yang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
10 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Januari sampai Juni 2010. Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 23.2 o C-31.8 o C. Curah
Lebih terperinciIII. METODE PELAKSANAAN. Pelaksanaan kegiatan PKPM berlokasi di CILIANDRA PERKASA GROUP
38 III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan PKPM Pelaksanaan kegiatan PKPM berlokasi di CILIANDRA PERKASA GROUP (CLP GROUP) dengan nama P.T. SUBUR ARUM MAKMUR kebun Senamanenek I (PT.
Lebih terperinciPENGELOLAAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. ERAMITRA AGRO LESTARI, BAKRIE SUMATERA PLANTATION, JAMBI (DENGAN ASPEK KHUSUS PEMANENAN)
PENGELOLAAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. ERAMITRA AGRO LESTARI, BAKRIE SUMATERA PLANTATION, JAMBI (DENGAN ASPEK KHUSUS PEMANENAN) Oleh INDRA HARIMURTI SARTONO PRABOWO A34104063 DEPARTEMEN
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
7 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Kegiatan magang ini dilaksanakan selama tiga bulan dari 13 Februari hingga 13 Mei 2012 bertempat di Tambusai Estate, Kec. Tambusai Utara, Kab. Rokan Hulu, Riau. Tambusai
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
12 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang yang dilakukan mencakup aspek teknis dan aspek manajerial. Aspek teknis meliputi kegiatan pengendalian gulma (manual dan kimiawi), pemupukan, pemanenan, penunasan,
Lebih terperinciMETODE MAGANG. Tempat dan Waktu
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dimulai dari tanggal 13 Februari 2012 sampai 12 Mei 2012 di Teluk Siak Estate (TSE) PT. Aneka Intipersada, Minamas Plantation,
Lebih terperinciPEMBAHASAN Prosedur Gudang
44 PEMBAHASAN Pemupukan merupakan salah satu kegiatan penting di Unit Perkebunan Tambi selain pemetikan. Hal ini terkait dengan tujuan dan manfaat dari pemupukan. Tujuan pemupukan di Unit Perkebunan Tambi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Panen Kelapa sawit Panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang, kemudian mengutip tandan dan memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih
18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia. Jagung berperan sebagai bahan makanan pokok pengganti beras dan sebagai bahan pakan
Lebih terperinciGambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal
Lebih terperinciKOMBINASI HERBISIDA GOLONGAN BIPIRIDILIUM DENGAN GOLONGAN SULFONILURA UNTUK MENGENDALIKAN PAKIS Stenochlaena pallustris
KOMBINASI HERBISIDA GOLONGAN BIPIRIDILIUM DENGAN GOLONGAN SULFONILURA UNTUK MENGENDALIKAN PAKIS Stenochlaena pallustris Edison Purba Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Tipe Pangkasan
8 PEMBAHASAN Tanaman teh dibudidayakan untuk mendapatkan hasil produksi dalam bentuk daun (vegetatif). Fase vegetatif harus dipertahankan selama mungkin untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit
4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun milik petani di desa Muara Putih, Kecamatan
23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun milik petani di desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum
Lebih terperinciPengelolaan Gulma Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Studi Kasus di Kalimantan Selatan
Pengelolaan Gulma Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Studi Kasus di Kalimantan Selatan Weed Management of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) case : at South Kalimantan Winda Nufvitarini, Sofyan Zaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang dibudidayakan secara
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang dibudidayakan secara luas di Indonesia. Tebu sendiri adalah bahan baku dalam proses pembuatan gula. Dalam
Lebih terperinci= pemanen. Sistem Penunasan
PEMBAHASAN Kebijakan penunasan di PT Inti Indosawit Subur adalah mempergunakan sistem penunasan progresif. Penunasan progresif adalah penunasan yang dilakukan oleh pemanen dengan bersamaan dengan panen.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perusahaan PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Aspek Teknis
PEMBAHASAN Aspek Teknis Pengendalian Gulma Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi kompetisi antara gulma dengan tanaman utama dalam pemanfaatan unsur hara, mineral CO 2, dan air. Bagian yang perlu
Lebih terperinci