PENGARUH POLA ASUH SOSIAL-EMOSI, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERIKATAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMA DI KOTA BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH POLA ASUH SOSIAL-EMOSI, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERIKATAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMA DI KOTA BOGOR"

Transkripsi

1 PENGARUH POLA ASUH SOSIAL-EMOSI, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERIKATAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMA DI KOTA BOGOR RETNO KUMORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Pola Asuh Sosial-Emosi, Kecerdasan Emosional dan Keterikatan Teman Sebaya terhadap Perilaku Bullying pada Siswa SMA di Kota Bogor adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2013 Retno Kumoro NRP: I

4

5 ABSTRACT RETNO KUMORO. The Effect of Parenting Patern of Social-Emotion, Emotional Intelligence and Attachment to Peers Towards Bullying Behavior at High School Students in Bogor City. Under guidance of HERIEN PUSPITAWATI and TIN HERAWATI This study aimed to (1) Identify the characteristics of the sample, family characteristics, characteristics of friends and school characteristics, (2) Identify the parenting patern of social-emotion, emotional intelligence, attachment to peers and bullying behavior of the child, (3) Analyze the effect of emotional intelligence and bullying behavior towards children. The study was conducted on two high school in the city of Bogor are SMUN X and SMKN Y. The study used cluster random sampling method that applied for second grade. Based on the analysis of gender showed there is a difference between boys and girls the application of parenting patern of social-emotion and emotional intelligent. The attachment to peers and bullying behavior showed no differences between boys and girls. The results of the Pearson correlation test showed of gender is positively and significantly with the dimensions of emotional intelligence to manage emotions, self-motivation, empathy, total score emotional intelligence and parenting patern of social-emotion. School is positively and significantly associated with emphaty, relationship and physic bullying behavior. School is negatively and significantly with verbal bullying behavior and social bullying behavior. Father's education negatively and significantly associated with selfmotivation, empathy dimensions, total score emotional intelligent and attachment to peers. Father s education positively and significantly with verbal bullying behavior. Maternal education negatively and significantly associated with selfmotivation, total score emotional intelligent and the attachment to peers. Maternal education negatively and significantly with verbal bullying behavior. Family s income positively and significantly with verbal bullying behavior. Family s income negatively and significantly with the attachment to peers. Attachment to peers is positively and significantly associated with emotional intelligence dimensions of managing emotions, self-motivation, emphaty, total score emotional intelligent and parenting patern of social-emotion. Attachment to peers is negatively and significantly with verbal bullying behavior. Parenting patern of social-emotion related positively and significantly with to know the emotions, managing emotions, self-motivation, total score emotional intelligence and attachment to peers. Parenting patern of social-emotion related negatively and significantly with verbal bullying behavior and total score bullying behavior. Factors that influence the emotional intelligence with gender, amounth of friends, friend age, attachment to peers and parenting patern of social-emotion. While the variable factors that influence bullying behavior is amounth of friends, friend age, the parenting patern of social-emotion and managing emotions dimensions, self motivations dimensions and emphaty dimension of emotional intelligent. Keywords: parenting patern of social-emotion, emotional intelligence, attachment to peers, bullying behavior

6

7 RINGKASAN RETNO KUMORO. Pengaruh Pola Asuh Sosial-Emosi, Kecerdasan Emosional dan Keterikatan Teman Sebaya terhadap Perilaku Bullying pada Siswa SMA di Kota Bogor. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI dan TIN HERAWATI. Bullying atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah perundungan, berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan dampak negatif. Perilaku tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan yang sangat beragam, diantaranya adalah faktor dari keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Anak yang menerima pesan negatif di rumah, akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif pula. Menyikapi hal tersebut maka peran keluarga terutama pada pola asuh sosial-emosi perlu diperhatikan karena akan membawa dampak terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak. Emosi seseorang berkembang secara alamiah sejak individu dilahirkan sampai berkembang hingga mencapai tahap kedewasaannya. Kondisi emosi pula yang akan membawa pada pertemanan dari remaja dengan sebaya yang saling mempengaruhi sehingga keterikatan pertemanan akan menjadi semakin kuat. Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu menganalisis pengaruh pola asuh sosial-emosi, kecerdasan emosional dan keterikatan teman sebaya terhadap perilaku bullying pada anak laki-laki dan perempuan. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, karakteristik teman dan karakteristik sekolah pada anak laki-laki dan perempuan; (2) Mengidentifikasi pola asuh sosial-emosi, kecerdasan emosional, keterikatan teman sebaya dan perilaku bullying pada anak laki-laki dan perempuan; (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional dan perilaku bullying. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study dan dilakukan secara purposive pada pemilihan contoh sekolah (SMUN mewakili sekolah umum dan SMKN mewakili sekolah kejuruan di Kota Bogor) dan penarikan sampel secara acak klaster (Cluster Random Sampling) pada pemilihan contoh siswa yaitu 70 laki-laki dan 70 perempuan sehingga keseluruhan contoh adalah 140. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dengan bantuan kuesioner dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif (rata-rata, standar deviasi, minimum, maksimum dan uji beda ) dan statistik inferensia (korelasi Pearson dan uji regresi linier berganda). Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh contoh (52.9%) berumur rata-rata 16 tahun. Hampir setengah dari contoh (45.7%) merupakan anak dengan urutan kelahiran kesatu. Usia ayah contoh rata-rata 47 tahun sedangkan usia ibu contoh rata-rata 43 tahun. Pendidikan ayah dan ibu contoh persentase terbesar adalah lulus SMA. Persentase terbesar (31.4%) pekerjaan ayah contoh adalah swasta sedangkan ibu contoh adalah Ibu Rumah Tangga (67.1%). Persentase terbanyak (25.7%) pada pendapatan keluarga contoh adalah antara Rp ,00 sampai Rp ,00. Persentase terbanyak (31.7%) contoh memiliki teman yang berjumlah antara empat sampai tujuh orang, namun pada contoh laki-laki memiliki teman lebih banyak yaitu antara empat sampai lima belas orang. Persentase terbanyak (62.9%) contoh memiliki teman yang berusia

8 antara tahun. Lebih dari separuh (63.6%) contoh memiliki teman yang berpendidikan antara SMA sampai PT. Separuh contoh (50.7%) menyatakan alasan pertemanan adalah karena adanya kesamaan kegiatan. Berdasarkan analisis jenis kelamin pada variabel pola asuh sosial-emosi menunjukkan persentase (65.7%) pada contoh laki-laki dan perempuan berada pada kategori sedang. Rata-rata skor perempuan (29.0) lebih tinggi dari laki-laki (27.4) dan terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Pada variabel kecerdasan emosional menunjukkan persentase contoh laki-laki (72.9%) berada pada kategori sedang dan contoh perempuan (67.1%) berada pada kategori tinggi. Rata-rata skor perempuan (194.8) lebih tinggi dari rata-rata skor laki-laki (185.3) dan terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Variabel keterikatan teman sebaya menunjukkan persentase (61.4%) pada laki-laki maupun perempuan berada pada kategori sedang. Rata-rata skor perempuan (95) lebih tinggi dari laki-laki (92.8) dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Variabel perilaku bullying menunjukkan persentase contoh laki-laki (92.9%) dan perempuan (94.3%) berada pada kategori sedang. Rata-rata skor laki-laki dan perempuan adalah sama (70.7 dan 70.8) dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel kecerdasan emosional adalah jenis kelamin, jumlah teman, usia teman, pola asuh sosial-emosi dan keterikatan teman sebaya, yang keseluruhan bernilai positif. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel perilaku bullying adalah jumlah teman, usia teman, pola asuh sosial-emosi, kecerdasan emosional dimensi memotivasi diri dan dimensi empati, yang bernilai positif dan kecerdasan emosional dimensi mengelola emosi bernilai negatif. Kata kunci: pola asuh sosial-emosi, kecerdasan emosional, keterikatan teman sebaya, perilaku bullying

9 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

10

11 PENGARUH POLA ASUH SOSIAL-EMOSI, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERIKATAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMA DI KOTA BOGOR RETNO KUMORO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Diah Krisnatuti Pranadji, M.S

13 Judul Tesis Nama NRP : Pengaruh Pola Asuh Sosial-Emosi, Kecerdasan Emosional dan Keterikatan Teman Sebaya terhadap Perilaku Bullying pada Siswa SMA di Kota Bogor : Retno Kumoro : I Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Ketua Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si Anggota Diketahui oleh Koordinator Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 7 Januari 2013 Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Mei 2012 ini adalah perundungan (bullying), dengan judul Pengaruh Pola Asuh Sosial- Emosi, Kecerdasan Emosional dan Keterikatan Teman Sebaya terhadap Perilaku Bullying pada Siswa SMA di Kota Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahman dan rahimnya kepada seluruh umat tidak terkecuali pada penulis sampai detik ini. 2. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc selaku pembimbing I dan Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si selaku pembimbing II serta Dr. Ir. Diah Krisnatuti Pranadji, M.S selaku dosen penguji luar komisi atas semua bimbingan, arahan, saran-saran, pemberian spirit dan motivasi yang luar biasa dalam proses penyusunan, penelitian dan penyelesaian tesis ini. 3. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) atas segala bantuan dan penyediaan fasilitas serta dosen dan staf IKA yang merupakan orang-orang hebat dalam keilmuan, berdedikasi tinggi, memiliki loyalitas yang luar biasa dan bekerja secara profesional. 4. Kepala Sekolah, Wakil kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha dan Guru serta Siswa kelas XI sekolah terpilih di Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian pada sekolah tersebut. 5. Suami tercinta, Dandun Prakosa, S.T., M.E yang selalu memberikan dorongan baik material maupun spiritual yang sangat luar biasa. Anak-anak tercinta, Muhammad Nabil Ramadhan dan Safira Mustafida Husna yang telah menjadikan inspirasi, motivasi serta arti yang sangat spesial bagi penulis sebagai seorang ibu. 6. Ayahanda tercinta almarhum Bapak Winarno yang pernah mengamanatkan kepada penulis untuk selalu menimba ilmu dimanapun dan kapanpun selagi nafas dikandung badan.

16 7. Ibunda dan mertua tercinta, Ibu Sri Purwaningsih, Bapak Tukimin Darmo Utomo dan Ibu Djuminem serta kakak dan adik yang selalu memberikan doa tulus, restu dan semangatnya. 8. Teman-teman IKA khususnya angkatan 2010: Novit, Diana, Emak Siti, Mitha, Ria, Tita, Nurul, Dian ata, Andri, Riza, Hani, Ediana, Atika dan Vivi yang telah memberikan warna tersendiri bagi penulis dalam menuntut ilmu di IKA IPB. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan untuk ilmu yang telah kita miliki. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2013 Retno Kumoro

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Pekalongan Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 20 April 1972 dari ayah bernama Winarno (alm) dan ibu Sri Purwaningsih. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar ditempuh selama 6 tahun di Sekolah Dasar Negeri Podosugih 1 Kota Pekalongan, lulus tahun Dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama yang ditempuh di SMPN 3 Kota Pekalongan, lulus tahun Pendidikan selanjutnya adalah di SMA Negeri 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan, lulus tahun 1990 dan tahun yang sama pula penulis melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi yaitu di Universitas Pekalongan Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Tanaman dan lulus tahun Pengalaman dalam dunia pendidikan yang penulis miliki dimulai sebagai Kepala Sekolah SBB (Semai Benih Bangsa) setara dengan Taman kanak-kanak yaitu di SBB/TKQ An Nur sejak tahun 2005 sampai 2007, selanjutnya menjadi pengajar di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Al Mawaddah sejak tahun Tahun 2009 sampai sekarang, penulis menjadi pengajar di Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi Bogor. Pada tahun 2010, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak (IKA), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

18

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 6 Kegunaan Penelitian... 7 TINJAUAN PUSTAKA... 9 Pengertian dan Pendekatan Teori Keluarga... 9 Pengertian Keluarga... 9 Pendekatan Teori Struktural Fungsional... 9 Remaja Pengertian Remaja Perkembangan Fisik Remaja Perkembangan Kognitif Remaja Perkembangan Sosial Remaja Pola Asuh Sosial Emosi Keterikatan Teman Sebaya Kecerdasan Emosional Perilaku Bullying Hasil Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh Jenis Dan Tehnik Pengambilan Data Pengukuran, Pengolahan Dan Analisis data Definisi Operasional... 38

20 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Jumlah Guru dan Siswa Fasilitas Sekolah Peraturan Sekolah Karakterisktik Contoh Jenis Kelamin dan Usia Contoh Urutan Kelahiran Karakteristik Keluarga Usia Orangtua Pendidikan Orangtua Pekerjaan Orangtua Pendapatan Keluarga Karakteristik Teman Jumlah Teman Usia Teman Pendidikan Teman Alasan Pertemanan Pola Asuh Sosial Emosi Keterikatan Teman Sebaya Kecerdasan Emosional Kemampuan Mengenal Emosi Kemampuan Mengelola Emosi Kemampuan Memotivasi Diri Kemampuan Empati Kemampuan Membina Hubungan dengan Orang Lain Total Kecerdasan Emosional Perilaku Bullying Bullying Secara Verbal Bullying Secara Fisik Bullying Secara Sosial Bullying Secara Elektronik... 66

21 Total Perilaku Bullying Hubungan antar Variabel Penelitian Berdasarkan Analisis Jenis Kelamin Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kecerdasan Emosional 75 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Bullying Pembahasan Umum Keterbatasan Penelitian SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

22 DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan materi penelitian Jenis, cara pengumpulan data dan pengukuran variabel Hasil uji reliabilitas alat ukur variabel (nilai alpha cronbach) Kategori pola asuh sosial emosi, kecerdasan emosional, keterikatan teman sebaya dan perilaku bullying Luas lahan,status kepemilikan,jumlah kelas, jumlah guru, jumlah siswa dan rasio guru dan siswa Penilaian guru/wali kelas terhadap siswa Sebaran usia contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran urutan kelahiran contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran kategori usia orangtua contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran pendidikan orangtua contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran pekerjaan orangtua contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran pendapatan total keluarga contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran jumlah teman contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran usia teman contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran pendidikan teman contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran alasan pertemanan contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran kategori pola asuh sosial-emosi contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran kategori keterikatan teman sebaya contoh berdasarkan jenis kelamin Hasil uji regresi linier berganda faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional Hasil uji regresi linier berganda faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku bullying... 79

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran konseptual pengaruh pola asuh sosial emosi, kecerdasan emosional dan keterikatan teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa SMA di Kota Bogor Kerangka Penarikan Contoh DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil analisis uji beda T pada variabel pola asuh sosial emosi, kecerdasan emosional, keterikatan teman sebaya dan perilaku bullying Hasil uji korelasi Pearson variabel karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pola asuh sosial emosi, kecerdasan emosional, keterikatan teman sebaya dan perilaku bullying berdasarkan jenis kelamin Hasil uji korelasi Pearson antar variabel karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pola asuh sosial emosi, kecerdasan emosional, keterikatan teman sebaya dan perilaku bullying Sebaran pola asuh sosial-emosi contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran keterikatan teman sebaya contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran kecerdasan emosional dimensi mengenal emosi contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran kecerdasan emosional dimensi mengelola emosi contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran kecerdasan emosional dimensi memotivasi diri contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran kecerdasan emosional dimensi empati contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran kecerdasan emosional dimensi kemampuan membina hubungan contoh berdasarkan jenis kelamin

24 11. Sebaran total kecerdasan emosional contoh berdasar jenis kelamin Sebaran bullying secara verbal contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran bullying secara fisik contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran bullying secara sosial contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran bullying secara elektronik contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran total bullying contoh berdasarkan jenis kelamin Wawancara mendalam terhadap contoh terpilih

25 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anak sebagai modal sumber daya manusia yang unggul di negara ini, diharapkan dapat memiliki kecerdasan secara intelektual, spiritual bahkan kecerdasan secara emosional karena generasi muda (remaja) merupakan motor penggerak kemajuan sebuah negera. Sebuah negara menjadi kuat eksistensinya ketika para pemudanya mampu tampil aktif dan dinamis di tengah masyarakat. Tongkat estafet pembangunan karakter bangsa dan negera ini terus berganti dari masa ke masa sehingga dibutuhkan sosok generasi yang tangguh dan ulet. Mendapatkan generasi yang kuat perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah pola pengasuhan dalam keluarga, kecerdasan emosional serta pergaulan dengan teman sebaya pada remaja (Papalia 2008). Pada masa remaja tersebut juga rentan terhadap beberapa permasalahan kenakalan remaja yang dihadapi seperti pemakaian narkotika, merokok, tawuran, seks bebas dan bullying serta beberapa kasus kenakalan lainnya. Bullying dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah perundungan, menurut Olweus (1994) dimaknai sebagai perilaku agresif dari seseorang / kelompok anak terhadap anak lain yang lebih lemah dan dilakukan secara berulang-ulang serta terstruktur dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Menurut Sejiwa (2006), menyatakan biasanya orang tua atau guru menganggap bahwa hal itu adalah salah satu cara berteman mereka. Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang kompleks. Faktor tersebut antara lain dari keluarga, sekolah, teman sebaya dan dalam diri remaja itu sendiri. Beberapa macam cara yang dilakukan dalam bullying, yaitu secara verbal, fisik, sosial dan elektronik. Faktor keluarga yaitu anak yang melihat orang tua atau saudara melakukan bullying maka akan mengembangkan perilaku bullying pula di lingkungan sekitar anak. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik, verbal dan psikologis di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif pula, kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung lebih dulu menyerang orang lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang

26 2 mengancam. Oleh karena itu perlu mengembalikan fungsi keluarga dengan baik. Menurut Landis (1989) keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anaknya baik dari segi materiil maupun spirituil, sehingga dengan memperhatikan prinsip pengasuhan secara sosial dan emosi anak akan selalu terkontrol dari hal-hal yang tidak diinginkan. Pola asuh sosial-emosi dapat dilihat dari beberapa dimensi yaitu kehangatan, emosi dan pengarahan. Pola asuh sosial-emosi yang diberikan kepada anak, hendaknya berorientasi pada kasih sayang dan pengawasan serta dorongan. Pengasuhan memiliki peran yang sangat penting bagi seorang anak, karena dalam proses pengasuhan mencakup: 1) Interaksi antara anak, orang tua dan lingkungan masyarakat (termasuk guru dan teman sekolah), 2) Penyesuaian kebutuhan hidup dan temperamen anak dengan orang tuanya, 3) Pemenuhan tanggung jawab untuk membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak, 4) Proses mendukung atau menolak keberadaan anak dan orang tua, serta 5) Proses mengurangi resiko dan perlindungan terhadap individu dan lingkungan sosialnya. Kelima proses tersebut akan membentuk gaya pengasuhan yang diterapkan kepada anak yaitu penerimaan dan kehangatan (Bern 1997). Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberi masukan negatif pada siswa, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah padahal lingkungan sekolah merupakan rumah kedua bagi anak. Anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anakanak yang lainnya. Rata-rata anak menghabiskan waktu di sekolah sekitar 6-8 jam sehari (Sarwono 2002). Hal ini menunjukkan bahwa sepertiga waktunya dihabiskan di sekolah bersama dengan guru dan teman sekolah. Menurut Papalia (2008), sekolah merupakan pengorganisir pusat pengalaman dalam kehidupan sebagian besar remaja. Interaksi yang terjadi di sekolah dan di sekitar rumah dengan teman sebaya, kadang kala anak akan terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lain dalam rangka untuk membuktikan bahwa bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun dirasa tidak nyaman

27 3 dengan perilaku tersebut. Interaksi yang ideal dengan teman sebaya hendaknya merupakan proses yang simetris dan timbal balik. Bersama teman sebaya pula diharapkan remaja belajar menjadi pasangan yang terampil dan sensitif dalam membentuk hubungan. Pertemanan dengan sebaya membutuhkan kemampuan kognisi dan sosial emosi yang baik, agar tidak terjadi penolakan dan agresi (Papalia 2008). Keadaan dalam diri remaja menyangkut perkembangan fisik, kognitif maupun sosial-emosi. Dijelaskan oleh Soesilowidradini (1990) dalam Puspitawati (2009) bahwa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan yang lain, yaitu (a) Status remaja dalam masyarakat masih tidak menentu; (b) Rasa emosional yang tinggi, cepat marah, takut, cemas, ingin tahu, iri hati, sedih dan kasih sayang; (c) Perasaan yang tidak stabil, mempunyai masalah dengan keadaan jasmani, kebebasan, nilai-nilai yang dianut, peranan pria dan wanita dewasa, lawan jenis dan masyarakat; (d) Kemampuan mengerjakan sesuatu yang terkadang sukar diselesaikan karena menganggap orang tua dan guru terlalu tua untuk mengerti pikiran dan perasaannya. Oleh karena itu hendaknya remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosi diri sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif (Goleman 2002). Bullying sudah menjadi masalah global yang kemudian tidak bisa diabaikan lagi. Oleh sebab itu banyak elemen harus ikut terlibat, baik orang tua, pihak sekolah, bahkan pemerintah yang mempunyai andil sangat besar untuk menentukan kebijakan-kebijakan undang-undang yang berkaitan dengan moralitas bangsa. Berdasarkan uraian diatas maka dirasa perlu untuk lebih mengenali kecerdasan emosional diri anak terkait dengan pola asuh sosial-emosi yang diterapkan orang tua pada anaknya, sehingga anak dapat mengembangkan konsep diri dalam pertemanan dengan sebaya dan pada akhirnya diharapkan dapat menekan perilaku bullying.

28 4 Perumusan Masalah Bullying merupakan bagian dari suatu kenakalan yang dilakukan oleh para remaja. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa. Menurut Santrock (2007), kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa terjadinya perubahanperubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan 2006). Permasalahan lain yang biasa dihadapi adalah adanya pola pengasuhan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Terdapat banyak hal yang dapat membentuk cara dan gaya pengasuhan orang tua. Salah satunya adalah pengalaman masa lalu yang menjadi bagian dari sejarah kehidupan orang tua. Orang tua yang memiliki pengalaman traumatis karena disiksa dan dianiaya oleh orang tua mereka akan melakukan hal yang sama pada pengasuhan terhadap anaknya, jadi pada perkembangan sosial-emosi seorang anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh sosial-emosi yang dilakukan kepada anaknya (Hastuti 2008). Secara umum pola asuh yang diberikan orang tua terhadap anak, terutama pola asuh sosial emosi akan membawa dampak terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak. Emosi seseorang berkembang secara alamiah sejak individu dilahirkan hingga mencapai tahap kedewasaan. Perkembangan emosi disebabkan adanya situasi perkembangan usia dan kematangan individu (Baradja 2005). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khajehpour di Teheran (2011) menyatakan bahwa kecerdasan emosional dan keterlibatan orang tua dalam pengasuhannya dapat memprediksi prestasi akademik siswa. Seiring dengan bertambahnya usia anak, maka anak remaja akan keluar dari lingkungan keluarga dan memasuki lingkungan pergaulan sosial dalam masyarakat yang lebih luas. Pada lingkungan yang baru tersebut para remaja akan membentuk kelompok dalam melakukan kegiatan bersama teman (Gunarsa & Gunarsa 2001). Hasil penelitian Puspitawati (2009) menunjukkan bahwa perilaku kenakalan pelajar dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung

29 5 oleh kedua variabel yaitu komunikasi orang tua yang rendah dan keterikatan teman yang tinggi, ditambah dengan pengaruh langsung dari perilaku agresif pelajar itu sendiri. Data yang diperoleh dari Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bogor antara tahun mengenai kenakalan remaja adalah 49 kasus yang meliputi membawa senjata tajam, tawuran, mengeroyok, pemakaian psikotropika, menganiaya bahkan membunuh yang dilakukan oleh pelajar SMA di Bogor. Berdasarkan data dari Sejiwa (2006), mengatakan bahwa dari penelitian selama tahun pada tiga SMA di dua kota besar di Pulau Jawa, satu dari lima guru menganggap bullying adalah hal biasa dalam kehidupan remaja dan tak perlu dipermasalahkan. Bahkan, satu dari empat guru berpendapat bahwa sesekali penindasan tidak akan berdampak buruk terhadap kondisi psikologis siswa. Kecanggihan tehnologi komunikasi seperti telepon genggam selular maupun akses internet membawa dampak positif dan negatif bagi pemakainya karena bullying juga tengah merambah di dunia maya tersebut. Pelaku bisa orang yang dikenal ataupun tidak, dan biasanya mereka memakai nama samaran agar tak dapat dideteksi. Hampir disetiap penjuru dunia, orang sudah memakai internet dan telepon genggam, karena itu bullying secara elektronik juga menjelma menjadi bentuk bullying yang marak di abad 21. Seseorang yang berniat mengganggu bisa menggunakan pesan pendek, , chat room, dan aneka jejaring sosial atau bahkan membuat situs khusus untuk mempermalukan orang lain. Bullying secara elektronik mengakibatkan dampak yang bisa jauh lebih berbahaya dari sekedar luka fisik. Permasalahan bullying secara elektronik lebih sulit untuk ditindaklanjuti karena sulit untuk mengendalikan sesuatu yang tersebar melalui dunia maya (Sejiwa 2006). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2006) menyatakan bahwa terdapat sejumlah 25 juta kasus kekerasan mulai dari kasus ringan sampai berat di seluruh Indonesia, dan berdasar data dari Kepolisian Republik Indonesia (2009), melaporkan bahwa dari keseluruhan kasus yang ada terdapat 30 persen kasus yang dilakukan oleh anak-anak dan dari 30 persen tersebut, sebanyak 48 persen dilakukan di lingkungan sekolah. Data yang lain diperoleh dari Plan Indonesia (Sejiwa 2006), menyatakan dalam hasil penelitian yang dilakukan di

30 6 empat kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Bogor terdiri dari 1500 siswa SMA dan 75 guru, diperoleh hasil sebanyak 67.9 persen terdapat kasus bullying secara verbal, fisik dan psikologis serta 27.9 persen pelajar terlibat sebagai pelaku sedangkan 25.4 persen adalah sebagai penonton atau hanya diam saja ketika melihat perilaku bullying terjadi di depan mata mereka. Penelitian lain yang dilakukan oleh Smith (2002) yang dilakukan di Inggris dengan sampel yang berusia 14 tahun, menyatakan bahwa sebanyak 62 persen pernah melakukan bullying secara sosial, 91 persen pernah melakukan bullying secara fisik dan 94 persen pernah melakukan bullying secara verbal. Penelitian mengenai bullying secara elektronik juga dilakukan oleh Rivers (2000) dalam Smith (2002) yang menggunakan sampel sebanyak 656 anak yang berusia tahun, diperoleh hasil sebanyak 16 persen melakukan bullying dengan sms, 7 persen melakukan bullying dengan internet chat room dan 4 persen dengan . Dari beberapa uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola asuh sosial-emosi yang tepat untuk menghindari perilaku bullying. 2. Bagaimana kecerdasan emosional yang baik untuk dapat mematangkan pribadi seorang anak sehingga dapat menurunkan tingkat perilaku bullying. 3. Bagaimana keterikatan teman sebaya dalam menghadapi perilaku bullying. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola asuh sosial-emosi, kecerdasan emosional dan keterikatan teman sebaya terhadap perilaku bullying anak Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, karakteristik contoh, karakteristik teman dan karakteristik sekolah pada anak laki-laki dan perempuan. 2. Mengidentifikasi pola asuh sosial-emosi, kecerdasan emosional, keterikatan teman sebaya dan perilaku bullying pada anak laki-laki dan perempuan.

31 7 3. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional, dan perilaku bullying pada anak laki-laki dan perempuan. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola asuh sosial-emosi, kecerdasan emosional, keterikatan teman sebaya dan perilaku bullying anak. Semoga penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi orang tua dalam menerapkan pola asuh secara sosial dan emosi yang tepat terhadap anak remaja sehingga dapat meningkatkan kecerdasan emosional dan diharapkan dapat menjadi manusia yang berkualitas. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi instansi terkait dalam mengambil kebijakan untuk mendukung gerakan anti bullying baik di rumah maupun di lingkungan sekitar termasuk lingkungan sekolah. Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan landasan bagi pengembangan penelitian sejenis dimasa yang akan datang.

32 8

33 9 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga adalah wahana utama dan pertama bagi anggota-anggotanya untuk mengembangkan potensi, mengembangkan aspek sosial dan ekonomi serta penyemaian benih cinta kasih dan sayang antar anggota keluarga. Menurut beberapa ahli, keluarga merupakan unit sosial ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan dan adopsi (BKKBN 1992; Khairuddin 1985; Landis 1989; Day et al. 1995; Gelles 1995). Tujuan membentuk keluarga adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota keluarga. Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota keluarga dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Landis 1989; BKKBN 1992). Setiap keluarga mempunyai tujuan dan fungsi keluarga. Menurut Rice dan Tucker (1989) mengatakan bahwa fungsi keluarga meliputi fungsi ekspresif yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan emosi dan perkembangan anak termasuk moral, loyalitas dan sosialisasi anak, fungsi instrumental yaitu fungsi manajemen sumberdaya keluarga untuk mencapai berbagai tujuan keluarga melalui prokreasi dan sosialisasi anak, dukungan serta pengembangan anggota keluarga. Pendekatan Teori Struktural Fungsional Pendekatan yang dimaksud di sini adalah suatu pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga dan mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Struktur dan fungsi keluarga tersebut tidak terlepas dari pengaruh budaya, norma dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat tersebut (Megawangi 2002). Teori struktural fungsional menganggap bahwa masyarakat sebagai organisme biologis yang terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, dan

34 10 ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Kerusakan atau tidak berfungsinya satu elemen dalam suatu struktur organisme hidup dapat mempengaruhi elemenelemen lainnya sehingga suatu sistem kehidupan dapat tidak berfungsi dengan baik (Puspitawati 2009). Pendekatan struktural fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat. Boss et al. (1993), menyatakan bahwa konsep keseimbangan mengarah kepada konsep homeostatis suatu organisme yaitu suatu kemampuan untuk memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga dengan baik meskipun di dalamnya mengakomodasi adanya adaptasi dengan lingkungan. Untuk mencapai keseimbangan dalam sebuah sistem sosial yang tertib dan selanjutnya dapat mempengaruhi ketertiban dalam sistem sosial yang lebih besar lagi, maka dapat memperhatikan 3 aspek yaitu: Aspek struktural, aspek fungsional dan aspek karakteristik dari sistem keluarga. Menurut Levy dalam Megawangi (2002) menyatakan bahwa keluarga yang tidak dapat memenuhi perannya dengan baik akan terjadi konflik yang akan mempengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Persyaratan struktural yang dibuat sebagai pemenuhan agar sistem keluarga dapat terpenuhi, adalah (1) Diferensiasi peran, alokasi ini mengacu pada gender, generasi, atau posisi dalam status ekonomi dan politik dari masing-masing peran yang dijalankan dalam keluarga. (2) Alokasi solidaritas merupakan sebuah bentuk distribusi kasih sayang antara anggota keluarga yang mengacu kepada keutamaan sebuah relasi terhadap relasi lainnya. (2) Alokasi ekonomi merupakan distribusi barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, didalamnya juga terdapat diferensiasi tugas terutama dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi barang juga jasa. (3) Alokasi politik merupakan distribusi kekuasaan dalam keluarga dan yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. (4) Alokasi integrasi dan ekspresi yaitu distribusi tekhnik atau cara yang bertanggung jawab untuk cara sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga.

35 11 Remaja Pengertian Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja merupakan periode perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Transisi dari tahap yang satu menuju tahap yang selanjutnya bersifat gradual dan tidak pasti, tetapi meskipun jarak waktunya tidak selalu sama pada setiap orang, pada akhirnya sebagian besar remaja akan tumbuh menjadi orang dewasa yang matang. Oleh karena itu masa remaja dapat diartikan sebagai jembatan antara masa kanakkanak dan masa dewasa yang harus dilalui oleh seorang individu sebelum mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang seutuhnya dan mampu bertanggungjawab (Rice & Dolgin 2008). Berdasarkan usia remaja menurut World Human Organizations (WHO) dibagi menjadi dua yaitu remaja awal (10-11 tahun) dan remaja akhir (15-20 tahun). Sementara di Indonesia batasan usia remaja adalah antara tahun (Sarwono 2002). Menurut Hurlock (1978) remaja adalah mereka yang berada pada usia tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah tahun. Menurut Stanley Hall (Santrock 2007) usia remaja berada pada rentang tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Perkembangan Fisik Remaja Masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sistem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi dan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk

36 12 tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya (Hurlock 1978). Berdasarkan penelitian Pranadji dan Muharrifah (2010) menyatakan bahwa anak perempuan lebih mudah untuk stres dibanding laki-laki hal itu berkaitan erat dengan hormon dan proses kematangan perempuan yang lebih cepat dibanding dengan laki-laki. Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik (Santrock 2007). Perkembangan Kognitif Remaja Menurut Crain (2007), berdasar teori perkembangan kognitif dari Piaget ada empat tahapan perkembangan yaitu : 1. Tahapan sensorimotor yang terjadi pada masa infant 2. Tahapan preoperasional yang terjadi pada masa anak-anak awal 3. Tahapan formal operational yang dimulai pada masa remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Piaget (Crain 2007) adalah tentang perubahan struktur kognitif anak sebagai suatu fungsi perkembangan yang terjadi masa puber pada adolescent. Perubahan dalam struktur kognitif menyangkut transisi dari pemikiran tahapan operasional ke pemikiran tahapan formal yang muncul selama masa remaja tergantung pada modifikasi kualitatif termasuk; (1) Kemampuan kognitif yang telah dikembangkan menyangkut keterampilan berpikir abstrak, (2) Kemampuan untuk menghubungkan antara satu elemen

37 13 dengan elemen yang lainnya sehingga mengarah pada analisis dan (3) Adanya proses berpikir yang konkrit yang terbalik. Selain dapat berpikir lebih logis, abstrak dan idealis, karakteristik tahapan pemikiran operasional formal Piaget dapat berubah secara kognitif juga. David Elkind (1978) dalam Santrock (2007) mendeskripsikan mengenai bagaimana egosentrisme remaja mempengaruhi cara remaja berpikir tentang masalahmasalah sosial. Egosentrisme remaja adalah kesadaran diri yang bertambah tinggi pada remaja, yang menganggap semua orang tertarik pada mereka, disertai perasaan munculnya perasaan unik dan tidak terkalahkan. Perkembangan Sosial Dalam masa perkembangan ini, seorang remaja mulai tergugah rasa sosial untuk ingin bergabung dengan anggota-anggota kelompok yang lain. Pergaulannya yang dulu terbatas dengan keluarga, tetangga dan teman-teman sekolah, pada perkembangannya ingin lebih meluaskan pergaulannya sehingga tidak jarang mereka meninggalkan rumah. Menurut Otto Rank dalam Sarwono (2002) pada diri remaja terjadi perubahan yang sangat drastis, yaitu dari keadaan tergantung pada orang lain (dependence) pada masa kanak-kanak menuju kepada keadaan mandiri (independence) pada masa dewasa. Hal-hal lain yang dapat dikaitkan dengan perkembangan sosial remaja adalah (1) Dependency atau ketergantungan kepada orang lain; (2) Otonomi yaitu melakukan sesuatu tanpa adanya bantuan orang lain; (3) Mastery atau penguasaan sebagai keunggulan individu; dan (4) Kompetensi artinya kecakapan atau kemahiran seseorang (Crain 2007). Tahap-tahap perubahan yang terjadi dalam perkembangan sosial pada anak-anak sampai dewasa adalah sebagai berikut: (1) Pembebasan kehendak dari kekuatan-kekuatan dari dalam sendiri maupun dari lingkungannya (misalnya dari orang tuanya yang selama ini mendominasinya), (2) Pemilahan kepribadian (division in personality). Dalam tahap ini terjadi perpecahan (discunity) antara kehendak (will) dan kontra kehendak (counter will). Terjadilah perjuangan moral antara dorongan-dorongan neurotik (kecenderungan untuk tetap tertekan) dengan dorongan-dorongan kreatif (kecenderungan untuk mencipta dan mengatur). Akibat dari konflik moral itu timbullah perasaan bersalah, menyesali dan

38 14 menyalahkan diri sendiri (self criticism) dan perasaan rendah diri. Ketika proses ini berkepanjangan maka remaja yang bersangkutan akan terlibat dalam gejala neurotik, tetapi kalau bisa mengatasi tahap ini dengan baik, remaja yang bersangkutan akan masuk ketahap berikutnya yaitu menjadi manusia yang produktif kreatif, (3) Integrasi antara kehendak dan kontra-kehendak menjadi pribadi yang harmonis. Tahapan perkembangan dan konflik yang dikemukakan oleh Erikson, menyebut fase remaja ini sebagai fase identitas lawan kekaburan peran (role diffusion). Individu pada tahap ini sudah ingin menonjolkan identitas diri, akan tetapi masih terperangkap oleh kaburnya peran dalam lingkungan asal. Kaburnya peran remaja dalam lingkungan mengakibatkan remaja mulai membentuk kelompok-kelompok. Penggabungan diri dengan anggota kelompok lain sebenarnya merupakan usaha mencari nilai-nilai baru, sebab remaja mulai meragukan kewibawaan dan kebijaksanaan orang tua, norma-norma yang ada dan sebagainya (Mulyono 1995). Perkembangan sosial memiliki makna lain yaitu perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (socialized) memerlukan tiga proses yaitu (1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial artinya setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima, (2) Memainkan peran sosial yang dapat diterima artinya setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi, dan (3) Perkembangan sikap sosial yaitu untuk bermasyarakat dengan baik dalam aktivitas sosial (Hurlock 1978). Pola Asuh Sosial-Emosi Pembentukan kualitas anak dalam keluarga merupakan faktor penting yang terdapat pada pola pengasuhan dari orang tuanya. Pengasuhan atau disebut juga parenting adalah proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran hingga dewasa. Proses pengasuhan mencakup interaksi antara anak, orang tua dan masyarakat. Adanya proses mengurangi resiko dan perlindungan terhadap individu dan lingkungan sosial ( Hastuti 2008).

39 15 Penerapan pengasuhan yang menyangkut sejumlah keterampilan interpersonal secara sosial dan emosi yang intensif dari orang tua didapat melalui pembelajaran dari orang tuanya, sebagian orang tua menerima cara mengasuh anak dari orang tuanya dulu dan sebagian lagi tidak memakai cara dari orang tuanya (Santrock 2007). Hasil penelitian dari Satoto (1990), menyatakan bahwa faktor yang saling berkaitan pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak adalah adanya interaksi antara ibu dan anak secara timbal balik dan pemberian stimulasi dari orang dewasa disekitar anak. Hal ini menunjukkan bahwa ketika seseorang telah menempatkan komitmen sebagai fondasi dalam kehidupan berkeluarganya maka kualitas hubunganlah yang dipertaruhkan untuk menentukan arah mana keluarga tersebut akan dibawa. Segala kepentingan pribadi menjadi pemikiran tersendiri untuk diletakkan pada skala prioritas. Banyak faktor yang menentukan keberhasilan interaksi diantara keluarga, salah satunya dengan menempatkan waktu kebersamaan dalam keluarga yang diatur dengan jadwal yang telah disepakati antara orang tua dengan anak-anak. Hasil penelitian Lee (2008) mengatakan bahwa ibu terutama yang berusia relatif muda atau dibawah usia 19 tahun memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku pengasuhan yang keras terhadap anak-anaknya karena adanya generation gap terlebih jika tidak mendapatkan dukungan sosial dari pihak luar terutama oleh suaminya sebagai mitra pengasuh dalam keluarga. Pola asuh dalam keluarga sudah lama dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam filosofi pendidikan yang pada perkembangannya dapat diterapkan pada keluarga yaitu trikon atau konsentris, kontinuitas dan konvergensi. Lebih jauh dalam penelitian Satu (2008) mengatakan bahwa pola asuh yang mengacu pada konsep trikon tersebut diharapkan akan memacu tumbuh dan berkembangnya anak menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas baik secara fisik maupun non fisik yang dicirikan dengan pribadi yang tangguh dan ulet menghadapi tantangan di masa mendatang. Berdasarkan konsep trikon tersebut dikembangkan suatu pola asuh yang memperhatikan tiga aspek yaitu intelektual, emosi dan psikomotorik yang seimbang Penelitian dari Larsen et al. (2007) menyatakan bahwa kualitas persahabatan pada remaja yang rendah merupakan faktor resiko baik bagi laki-laki

40 16 maupun perempuan yang disebabkan karena pengaruh pola asuh dari keluarganya, hal ini menunjukkan pentingnya pengasuhan yang memperhatikan aspek sosial maupun emosi yang berkorelasi dengan kualitas persahabatan dan remaja yang terlibat interparental konflik. Pengembangan kematangan sosial emosi anak yang dilakukan oleh orang tua kepada anak, perlu dilakukan suatu metode pendekatan yang diterangkan oleh Goleman (2002) dalam beberapa aspek, yaitu: (1) Mengakui potensi anak yaitu kemampuan orang tua untuk mengakui potensi dan bakat anak agar anak memiliki kepercayaan atas dirinya sendiri, tidak menghina atau mencela perbuatan anak dan merasa bangga atas perbuatan yang telah dilakukan oleh anak, (2) Mendorong kemampuan berkomunikasi anak kemampuan orang tua untuk mendorong anak berkomunikasi secara terbuka dengan menggunakan bahasa yang positif, sopan sesuai adat timur dan agama yang dianut, (3) Melatih mengungkapkan emosi anak yaitu kemampuan orang tua melatih anak agar dapat mengungkapkan emosi atau perasaannya dengan cara yang tepat, sesuai dengan norma yang berlaku dan mampu mendengarkan keluh kesah dan perasaannya, (4) Menghargai pertemanan anak merupakan kemampuan orang tua untuk menghargai pertemanan yang dipilih anak sambil mengarahkan anak untuk memilih teman yang baik, (5) Memberikan kepercayaan yaitu kemampuan orang tua memberikan kepercayaan kepada anak untuk mandiri dan memutuskan kepentingannya sendiri namun tetap diberikan batasan atau aturan yang sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Keterikatan Teman Sebaya Pertemanan dengan sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral serta tempat bereksperimen. Menurut Sarafino (1994), keterikatan teman sebaya adalah suatu keterikatan antar remaja dengan teman sebaya yang memiliki kesenangan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang dirasakan dari orang lain atau kelompok dan adanya keterikatan dengan teman sebaya yang dipercaya, bahwa mereka merasa dicintai dan diperhatikan, berharga dan bernilai, dan menjadi bagian dari jaringan sosial, seperti keluarga dan komunitas organisasi, yang dapat membekali kebaikan, pelayanan, dan saling memperhatikan ketika dibutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Pendekatan Teori Struktural Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Pendekatan Teori Struktural Fungsional 9 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga adalah wahana utama dan pertama bagi anggota-anggotanya untuk mengembangkan potensi, mengembangkan aspek sosial

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh 29 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada saat dan waktu tertentu. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di Indonesia 62 juta remaja sedang tumbuh di tanah air. Artinya satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI

ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan sumberdaya alam yang melimpah. Namun dengan ketiga potensi yang dimilikinya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara berkesinambungan dan saling berkaitan yang berlangsung secara teratur dimulai sejak konsepsi sampai dewasa.

Lebih terperinci

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA Ita Rahmawati 1 INTISARI Perubahan tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak langsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Menurut beberapa ahli, selain istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Kesehatan reproduksi (kespro) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan 46 KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan keluarga yang mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketiadaan istri dalam keluarga menjadi tantangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K KONTRIBUSI IQ (INTELLIGENCE QUOTIENT) DAN EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : SITI FATIMAH NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di 6 sekolah yang terdiri dari SMA dan SMK negeri dan swasta di Kota Bogor.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masih banyak sekolah yang menerapkan betapa pentingnya kecerdasan IQ (Intelligence Question) sebagai standar dalam kegiatan belajar mengajar. Biasanya, kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala]. [3 April 2009]. 2

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala].  [3 April 2009]. 2 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus suatu bangsa dan merupakan ujung tombak yang akan berperan dalam pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, suatu bangsa membutuhkan remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI Yudha Indra Permana & Ida Untari Akper PKU Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Masa reproduksi adalah masa yang penting bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula di kaitkan pubertas atau

Lebih terperinci

R Sq Linear = 0.02 R Sq Linear = 0.007 R Sq Linear = 0.027 150 pendidikan ibu, relasi gender, manajemen keuangan, kesejahteraan keluarga subjektif, sebaliknya berhubungan negatif nyata dengan usia ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Namun saat ini adolescence memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan depresi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit dan kecacatan pada remaja usia 10-19 tahun, sedangkan bunuh diri menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT ULFAH MUSHLIHA ADHANI PUARADA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci