STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF PADA DOMBA LOKAL DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA SKRIPSI NOK MALEKHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF PADA DOMBA LOKAL DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA SKRIPSI NOK MALEKHA"

Transkripsi

1 STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF PADA DOMBA LOKAL DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA SKRIPSI NOK MALEKHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN NOK MALEKHA. D Studi Karakteristik Sifat Kualitatif pada Domba Lokal di Beberapa Wilayah Indonesia. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, SPt. M. Si. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. Indonesia memiliki tiga jenis domba lokal, yaitu domba Ekor Tipis (Javanese thin-tailed), domba Priangan (Priangan of West Java) dan domba Ekor Gemuk (Javanese fat-tailed). Variasi sifat kualitatif tinggi diantara domba lokal dan tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik sifat kualitatif domba lokal di beberapa wilayah Indonesia yang dapat dijadikan sebagai ciri spesifik domba lokal. Wilayah pengambilan data mencakup Desa Padasuka Kecamatan Ciomas, Desa Cinagara Kecamatan Cinagara, Margawati (Garut), Indramayu, Pulau Madura (Pamekasan, Sumenep, Bangkalan dan Sampang), Pulau Sumbawa (NTB), Pulau Rote (NTT), Kabupaten Donggala (Sulteng), dan Pulau Kisar (Maluku). Domba yang digunakan sebanyak 768 ekor terdiri dari 63 ekor dari Ciomas (jantan 46 ekor dan betina 17 ekor), 72 ekor dari Cinagara (jantan 53 ekor dan betina 19 ekor), 74 ekor dari Margawati (jantan 12 ekor dan betina 62 ekor), 86 ekor dari Madura (jantan 28 ekor dan betina 58 ekor), 100 ekor dari Indramayu (jantan 42 ekor dan betina 58 ekor), 30 ekor dari Sumbawa (jantan 10 ekor dan betina 20 ekor), 52 ekor dari Rote (jantan 23 ekor dan betina 29 ekor), 60 ekor dari Donggala (jantan 10 ekor dan betina 50 ekor), dan 231 ekor dari Pulau Kisar (jantan 99 ekor dan betina 132 ekor). Karakteristik sifat kualitatif yang diamati meliputi garis muka, posisi daun telinga, bentuk daun telinga, sifat bertanduk, bentuk ekor, bentuk bulu, pola warna bulu dan warna bulu. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif perhitungan frekuensi relatif. Domba Ciomas, Cinagara, dan Margawati memiliki karakteristik sebagai domba Garut namun memiliki karakteristik sebagai domba Ekor Tipis yaitu bentuk ekor tipis pada domba Cinagara, Margawati dan betina Ciomas. Domba Indramayu, Sumbawa dan Donggala memiliki karakteristik sebagai domba Ekor Gemuk namun memiliki karakteristik domba Garut yaitu bentuk telinga hiris dan bentuk bulu berombak pada domba Indramayu, jantan bertanduk dan bentuk bulu berombak pada domba Sumbawa, jantan bertanduk pada domba Donggala. Domba Madura memiliki karakteristik sebagai domba Ekor Gemuk. Domba Rote memiliki karakteristik sebagai domba Ekor Gemuk tetapi memiliki karakteristik domba Ekor Tipis yaitu bentuk ekor tipis pada domba betina. Domba Kisar memiliki karakteristik sebagai domba Ekor Gemuk tetapi memiliki karakteristik domba Ekor Tipis yaitu bentuk ekor tipis dan memiliki karakteristik domba Garut yaitu jantan bertanduk, pola warna bulu tidak polos dan berkombinasi. Kata-kata kunci : domba, karakteristik sifat kualitatif, wilayah

3 ABSTRACT The Study of Qualitative Trait Characteristic of Local Sheep in Some Indonesian Regions N. Malekha, Jakaria, and C. Sumantri Sheep in Indonesia are Javanese thin-tailed sheep, Priangan of West Java sheep and Javanese fat-tailed sheep. Qualitative trait variations are high among local sheep and spread in some Indonesian regions. The objected of this research was to get qualitative traits of local sheep in some Indonesian regions which can be as characteristic of local sheep. The research used secondary data of RUT experiment by was done from 2004 up to 2007 in Ciomas, Cinagara, Margawati (Garut), Indramayu, Madura Island (Pamekasan, Sumenep, Bangkalan and Sampang), Sumbawa Island (NTB), Rote Island (NTT), Donggala (Central Sulawesi), and Kisar Island (Maluku). The number of observation sheep were 768 heads. Qualitative traits which observed were facial lines, positions of pinna, shapes of pinna, horned traits, shapes of tail, shapes of wool, wool colors and color patterns of wool. The experimental design used in this research were ralative frequency (descriptive analysis). Sheep from Ciomas, Cinagara, and Margawati have characteristic as Priangan of West Java sheep and Javanese thin-tailed sheep. Sheep from Indramayu, Sumbawa and Donggala have characteristic as Javanese fat-tailed sheep and Priangan of West Java sheep. Sheep from Madura has characteristic as Javanese fattailed sheep. Sheep from Rote has characteristic as Javanese fat-tailed sheep and Javanese thin-tailed sheep. Sheep from Kisar has characteristic as Javanese thintailed sheep, Priangan of West Java sheep and Javanese fat-tailed sheep Keywords : sheep, qualitative trait characteristic, region

4 STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF PADA DOMBA LOKAL DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA NOK MALEKHA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF PADA DOMBA LOKAL DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA Oleh NOK MALEKHA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan komisi Ujian lisan pada tanggal 20 Mei 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Jakaria, SPt. M.Si. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M. Sc. Agr NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1983 di Pekalongan. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Tarono dan Ibu Carem. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Negeri Tugu VI Cimanggis Depok, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP 2 Cimanggis Depok dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Negeri 98 Jakarta Timur. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER), juga dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus, diantaranya dalam kepanitiaan sheep management training tahun 2005 di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah mendapatkan beasiswa dari Institut Pertanian Bogor yaitu beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2005/2006. Selain itu, penulis juga mendapatkan beasiswa di luar Institut Pertanian Bogor yaitu beasiswa Woman International Club (WIC) dari tahun 2005 sampai tahun 2006.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat, hidayah serta curahan nikmat yang tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-nya skripsi dengan judul Studi Karakteristik Sifat Kualitatif pada Domba Lokal di Beberapa Wilayah Indonesia dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan kepada umatnya sampai akhir zaman. Informasi dasar mengenai karakteristik sifat kualitatif pada domba lokal di beberapa wilayah Indonesia saat ini masih belum lengkap. Oleh karena itu, melalui skripsi ini penulis ingin mencoba menambah kelengkapan informasi dasar mengenai karakteristik sifat kualitatif pada domba lokal. Skripsi ini disusun berdasarkan data sekunder hasil penelitian Riset Unggulan Terpadu (RUT). Dengan adanya skripsi ini diharapkan dapat menambah informasi dasar mengenai karakteristik sifat kualitatif pada domba lokal di beberapa wilayah Indonesia, sehingga mempermudah penyusunan program pemuliaan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi yang masih jauh dari sempurna ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah pengetahuan bangsa dan berguna untuk kemajuan dunia peternakan. Bogor, Mei 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba... 3 Domba Ekor Tipis (DET)... 4 Domba Priangan... 4 Domba Ekor Gemuk (DEG)... 5 Sifat Kualitatif... 6 Profil Muka... 7 Warna... 7 Telinga Tanduk... 9 Ekor Wol METODE Lokasi dan waktu Materi Prosedur Peubah Yang Diamati Garis Muka Posisi Daun Telinga Bentuk Daun Telinga Sifat Bertanduk Bentuk Ekor Bentuk Bulu Pola Warna Bulu Warna Bulu ii iii iv v vi viii ix x

9 Analisis Data Analisis Deskriptif HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Lokal Garis Muka Posisi Daun Telinga Bentuk Daun Telinga Sifat Bertanduk Bentuk Ekor Bentuk Bulu Pola Warna Bulu Warna Bulu Karakteristik Sifat Kualitatif Masing-masing Domba Lo kal KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpuan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA... 39

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Frekuensi Relatif Garis Muka pada Domba Jantan Frekuensi Relatif Garis Muka pada Domba Betina Frekuensi Relatif Posisi Daun Telinga pada Domba Jantan Frekuensi Relatif Posisi Daun Telinga pada Domba Betina Frekuensi Relatif Bentuk Daun Telinga pada Domba Jantan Frekuensi Relatif Bentuk Daun Telinga pada Domba Betina Frekuensi Relatif Sifat Bertanduk pada Domba Jantan Frekuensi Relatif Sifat Bertanduk pada Domba Betina Frekuensi Relatif Bentuk Ekor pada Domba Jantan Frekuensi Relatif Bentuk Ekor pada Domba Betina Frekuensi Relatif Bentuk Bulu pada Domba Jantan Frekuensi Relatif Bentuk Bulu pada Domba Betina Frekuensi Relatif Pola Warna Bulu pada Domba Jantan Frekuensi Relatif Pola Warna Bulu pada Domba Betina Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Ciomas, Cinagara dan Margawati Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Indramayu, Madura, Sumbawa, Rote dan Donggala Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Kisar... 36

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Garis Muka Cembung, Lurus dan Cekung Posisi Daun Telinga Gantung, Tegak Samping dan Tegak Atas Bentuk Daun Telinga Rubak, Hiris dan Rumpung Bertanduk, Benjolan dan Tidak Bertanduk Bentuk Ekor Lebar, Sedang dan Tipis Bentuk Bulu Keriting, Berombak dan Lurus Pola Warna Bulu Putih, Hitam dan Cokelat Pola Warna Bulu Bercak Kecil, Bercak Besar dan Bintikbintik Pola Warna Bulu Strip Sempit dan Strip Besar Warna Bulu Putih Cokelat, Putih Hitam dan Cokelat Putih Warna Bulu Cokelat Hitam, Hitam Putih dan Hitam Cokelat Kombinasi Tiga Warna Bulu Putih, Hitam dan Cokelat Karakteristik Sifat Kualitatif pada Domba Ekor Tipis dan Domba Ekor Gemuk Karakteristik Sifat Kualitatif pada Domba Jantan dan Betina Priangan/Garut... 36

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Frekuensi Relatif Warna Bulu pada Domba Jantan Frekuensi Relatif Warna Bulu pada Domba Betina Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Lokal Jantan di Beberapa Wilayah Indonesia Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Lokal Betina di Beberapa Wilayah Indonesia... 45

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan dan sangat populer dikalangan peternak di Indonesia. Pada tahun 2006 populasi ternak domba di Indonesia berjumlah ekor, antara lain populasi domba di Jawa Barat sebesar ekor, Jawa Timur sebesar ekor, Nusa Tenggara Barat sebesar ekor, Nusa Tenggara Timur sebesar ekor, Sulawesi Tengah sebesar ekor, Maluku sebesar ekor dan sisanya tersebar di daerah lainnya di Indonesia (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Domba merupakan salah satu hewan ternak yang mempunyai peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, sumber protein dan gizi masyarakat Indonesia. Komoditas ternak domba yaitu daging, wol dan kulit sangat berpotensi dan dapat memberi peluang usaha untuk meningkatkan taraf hidup rakyat karena mempunyai beberapa keuntungan, antara lain mudah perawatannya, tidak banyak modal yang dikeluarkan, dan dapat berkembang biak dengan tingkat kesuburan tinggi dan mudah beradaptasi. Perbedaan-perbedaan pada kondisi lingkungan dan latar belakang genetik dapat menyebabkan individu-individu yang identik secara genetis pada lokus tertentu menunjukkan fenotipe (sifat kualitatif) yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena suatu genotipe tertentu tidak selalu merespons dengan cara yang sama. Masingmasing populasi beradaptasi secara potensial terhadap kondisi lokal, dan bukannya teradaptasi secara umum terhadap lingkungan spesies tersebut ditemukan (Elrod, 2007). Sehingga menurut Suparyanto et al. (1999) perbedaan karakteristik morfologis antar agroekosistem dapat dijadikan sebagai gambaran spesifikasi bangsa ternak. Upaya pengembangan ternak domba di Indonesia saat ini masih perlu ditingkatkan melalui seleksi dan pemurnian. Seleksi perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu genetik suatu ternak, sedangkan pemurnian bertujuan untuk melestarikan plasma nutfah dan menambahkan informasi dasar asal-usul domba lokal di Indonesia. Kendala yang dihadapi saat ini adalah kurangnya informasi mengenai karakteristik sifat kualitatif domba lokal di beberapa wilayah di Indonesia. 1

14 Informasi mengenai asal-usul dan karakteristik domba lokal di Indonesia diperlukan untuk program seleksi. Informasi tersebut dapat dilakukan melalui kajian eksterior (fenotipe) yang melibatkan sifat kualitatif (garis muka, posisi daun telinga, bentuk daun telinga, sifat bertanduk, bentuk ekor, bentuk bulu, pola warna bulu dan warna bulu). Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan inventarisasi mengenai karakteristik khususnya sifat kualitatif domba lokal di beberapa wilayah di Indonesia. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik sifat kualitatif domba lokal di beberapa wilayah Indonesia yang dapat dijadikan sebagai ciri spesifik domba lokal. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi perbedaan karakteristik sifat kualitatif domba lokal di beberapa wilayah Indonesia. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Domba Pada awal sebelum terjadinya proses domestikasi, domba masih hidup liar di pegunungan dan diburu untuk diambil dagingnya. Domba yang sekarang menyebar di seluruh dunia ini sebenarnya berasal dari daerah pegunungan Asia Tengah, dimana sebagian menyebar ke arah barat dan selatan sehingga dikenal sebagai kelompok urial dan yang lainnya menyebar ke arah timur dan utara yang dikenal sebagai kelompok argali. Banyak domba yang telah didomestikasi, antara lain Ovis canadensis (Amerika Utara), Ovis nivicola (Siberia), dan Ovis dalli (Alaska), serta yang berasal dari bagian Barat dan Selatan Asia, yaitu Ovis musimon, Ovis ammon, dan Ovis orientalis (Ensminger, 2002). Bangsa domba yang dipelihara sekarang ini adalah domba tipe perah, pedaging, dan penghasil wol. Pada mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Menurut Ensminger (2002), domba yang kini dipelihara mempunyai taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Arthidactyla Famili : Bovidiae Sub-famili : Caprinae Genus : Ovis Spesies : Ovis aries Menurut Fahmi (1996) domba di Indonesia terdiri dari dua tipe, berekor tipis dan berekor gemuk, dengan beberapa perbedaan bangsa dalam masing-masing tipe, terutama sekali pada tipe ekor tipis. Asal-usul domba tidak diketahui, tetapi agaknya tipe berekor tipis berasal dari India/Bangladesh, dan tipe berekor gemuk berasal dari Barat Asia. Populasi yang cukup besar dengan tingkat keragaman yang cukup tinggi, baik dalam bangsa maupun antar bangsa menjadikan domba-domba di Indonesia beragam bentuk dan pola warnanya. Perbedaan karakteristik morfologis antar agroekosistem dapat dijadikan sebagai gambaran spesifikasi bangsa ternak tersebut (Suparyanto et 3

16 al., 1999). Domba yang ada di Indonesia terdiri dari domba Ekor Tipis, domba Priangan/Garut dan domba Ekor Gemuk (FAO, 2004). Domba Ekor Tipis (DET) Jumlah yang paling besar dalam tipe ekor tipis adalah Javanese Thin-tailed, yang paling dominan di Jawa Barat, yaitu Provinsi dengan populasi domba tertinggi Fahmi (1996). Bradford dan Inounu (1996) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis menyebar di Jawa Barat, Semarang dan Sumatera. Menurut (Riwantoro, 2005) domba Ekor Tipis baik jantan maupun betina mempunyai garis muka lurus. Domba Ekor jantan bertanduk sedangkan pada betina tidak bertanduk. Bentuk telinga pada jantan maupun betina yaitu rubak. Bentuk bulu baik jantan maupun betina yaitu lurus. Warna dasar bulu pada jantan maupun betina yaitu putih. Pola warna pada jantan maupun betina yaitu polos. Domba Priangan (Domba Garut) Domba priangan ditemukan di Provinsi Jawa Barat, bangsa domba ini digunakan sebagai pejantan tangkas dan pedaging. Bangsa ini merupakan variasi dari domba Ekor Tipis. Beberapa diantaranya Afrikander dan Merino yang diperkenalkan pada abad 19. Bangsa ini biasanya hitam atau belang, kadang-kadang abu-abu atau coklat. Jantan bertanduk dan betina tidak bertanduk (Mason, 1996). Menurut Heriyadi (2009), proses pembentukan domba Priangan atau domba Garut, diyakini berawal dari persilangan antara tiga bangsa domba, yaitu domba Merino, domba Kaapstad dan domba Lokal di wilayah Priangan. Dalam perkembangan selanjutnya domba hasil silangan tersebut dikenal dengan nama domba Priangan atau domba Garut. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa performa domba Garut dipengaruhi oleh tiga bangsa domba, yaitu domba Kaapstad yang mempengaruhi tinggi dan pemunculan warna putih, domba Merino yang mempengaruhi sifat tanduk dan pemunculan warna putih, sedangkan domba Lokal yang mempengaruhi sifat tangkas dan pemunculan warna hitam dan cokelat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (2006) dalam pemilihan bibit domba Garut harus memenuhi persyaratan teknis yaitu persyaratan umum dan khusus, peryaratan umum meliputi sehat dan bebas cacat, sedangkan persyaratan khusus meliputi sifat kuantitatif dan sifat kualitatif (warna bulu putih, hitam atau 4

17 putih dan hitam, betina tidak bertanduk, jantan bertanduk, telinga rumpung atau hiris). Menurut FAO (2004) domba Garut memiliki garis muka cembung, posisi telinga semi-pendolous, bentuk ekor lebar atau sedang. Menurut Riwantoro (2005) garis muka domba Garut Tangkas jantan dan Pedaging jantan cenderung sama dengan domba Ekor Gemuk yaitu berbentuk cembung sedangkan pada betina berbentuk lurus. Domba Garut tangkas jantan mempunyai tanduk khas dan berbentuk rumpung sedangkan pada betina ada yang bertanduk. Tanduk pada domba Garut Pedaging jantan cenderung sama dengan domba Lokal yaitu pendek dan lebih kecil dibanding tanduk domba Garut Tangkas jantan sedangkan pada betina tidak bertanduk. Bentuk telinga domba Garut Tangkas baik jantan maupun betina adalah rumpung. Bentuk telinga hiris ditemukan pada domba Garut Pedaging jantan sedangkan pada betina berbentuk rubak. Bentuk bulu pada domba Garut Tangkas dan Pedaging baik jantan maupun betina umumnya lurus. Warna dasar pada domba Garut Tangkas jantan adalah hitam sedangkan pada betina putih. Warna dasar pada domba Garut Pedaging jantan dan betina adalah putih. Pola warna pada domba Garut Tangkas jantan sama dengan Garut Pedaging jantan, yaitu bercak besar. Domba Garut Tangkas betina mempunyai pola warna bercak kecil sedangkan pada domba Garut Pedaging betina mempunyai pola warna polos. Domba Ekor Gemuk (DEG) Menurut Hardjosubroto (1994) domba Ekor Gemuk diduga berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Sekitar tahun , pemerintah Hindia Belanda memutuskan mengimpor domba Ekor Gemuk pejantan Kirmani dari Persia. Belum diketahui dengan pasti apakah domba Ekor Gemuk yang ada di Indonesia merupakan keturunan dari domba-domba ini. Menurut Bradford dan Inounu (1996) domba Ekor Gemuk banyak terdapat di Jawa Timur. Menurut FAO (2004) domba Ekor Gemuk banyak di temukan di daerah Madura, Jawa Timur, dan wilayah Indonesia Timur seperti Lombok, Sumbawa, Kisar dan Sawa. Dijelaskan lebih lanjut oleh Bradford dan Inounu (1996) bahwa tanda-tanda yang merupakan khas domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Dijelaskan pula bahwa diantara populasi domba Ekor Gemuk, domba 5

18 yang berada di Pulau Madura mempunyai ekor gemuk yang ekstrim dengan bagian pangkal ekor besar dan bagian ujung ekor kecil. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (2006) dalam pemilihan bibit domba Ekor Gemuk harus memenuhi persyaratan teknis yaitu persyaratan umum dan khusus, peryaratan umum meliputi sehat dan bebas cacat, sedangkan persyaratan khusus meliputi sifat kuantitatif dan sifat kualitatif (warna bulu putih dan kasar, jantan dan betina tidak bertanduk, ekor besar lebar dan panjang). Menurut Riwantoro (2005) domba Ekor Gemuk jantan mempunyai garis muka cembung sedangkan pada betina lurus. Domba Ekor Gemuk baik jantan maupun betina tidak bertanduk. Bentuk telinga pada jantan maupun betina yaitu rubak. Bentuk bulu pada jantan maupun betina yaitu lurus. Warna dasar bulu pada jantan maupun betina yaitu putih. Pola warna pada jantan maupun betina yaitu polos. Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa karakteristik khas domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor yang membesar merupakan timbunan lemak (cadangan energi), sedangkan bagian ujung ekor yang kecil tidak berlemak. Pada saat banyak pakan, ekor domba penuh dengan lemak sehingga terlihat ekornya membesar. Namun apabila keadaan pakan kurang, maka ekor domba tersebut akan mengecil karena cadangan energi pada ekornya dipergunakan untuk mensuplai energi yang dibutuhkan dan bulu wolnya kasar. Warna bulu yang putih juga dapat mengurangi stres akibat panas. Domba Ekor Gemuk mempunyai suatu keistimewaan, yaitu kemampuannya dalam beradaptasi terhadap lingkungan kering (Mulyaningsih, 1990), dan juga terhadap lingkungan yang panas (Hardjosubroto, 1994). Domba ekor gemuk merupakan domba tipe pedaging dengan bobot badan pada jantan dewasa kg, dan betina kg (Hardjosubroto, 1994). Sutama (1993) melaporkan bahwa pengembangan domba Ekor Gemuk meliputi daerah yang cukup luas dan umumnya mengarah ke wilayah Indonesia bagian Timur dengan kondisi agroekosistem yang kering. Sifat Kualitatif Sifat kualitatif adalah suatu sifat mewaris yang diperoleh pada ternak, sifat ini menurut Warwick et al. (1990) dapat diklasifikasikan ke dalam sifat luar, cacat genetik, dan polimorfisme genetik. Ribuan sifat kualitatif pada hewan-hewan 6

19 pertanian, banyak di antaranya yang ternyata diatur oleh satu atau beberapa pasang gen (rangkaian alel). Pada sifat kualitatif dapat dibedakan peran gen yang dominan dan resesif atau sifat interaksi lainnya seperti epistasis dan hipostasis. Sifat-sifat ini dalam populasi secara statistik tidak berdistribusi normal, dan dapat dikelompokkan ke dalam kelas yang berbeda demikian pula sifat ini tidak banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sifat kualitatif sangat mudah dibedakan tanpa harus mengukurnya, biasanya dikontrol oleh sepasang gen, variasinya tidak kontinu dan bersifat tidak aditif (Noor, 2004). Sifat kualitatif menunjuk pada fenotipe yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok daripada menunjukkan nilai yang terukur (Damron, 2003). Sedangkan menurut Simm (2000) fenotipe adalah karakteristik penampilan atau yang ditunjukkan pada hewan termasuk performa. Penanda fenotipik merupakan penanda yang telah banyak digunakan baik dalam program genetika dasar maupun dalam program praktis pemuliaan, karena penanda ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan (Sarbaini, 2004). Lebih lanjut Sarbaini (2004) mengemukakan bahwa penanda fenotipik merupakan penciri yang ditentukan atas dasar ciri-ciri fenotipe yang dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk dan sebagainya. Profil Muka Profil muka menunjukkan bentuk dari garis dahi dan hidung, walaupun bukan karakteristik yang spesifik, profil kepala dapat dijadikan sebagai indikator dari bangsa. Tampak dari samping, ada 3 tipe muka yang dapat dibedakan, yaitu lurus, cembung (roman nosed) dan cekung (pike-nosed), berbagai bentuk profil muka ditemukan pada domba mulai dari agak cekung dan kemudian lurus yang merupakan paling banyak ditemukan pada bangsa domba, sampai cembung (Sasimowski, 1987). Warna Menutut Hardjosubroto (1999) pada hewan dikenal adanya berbagai macam corak warna kulit dan bulu. Dikenal adanya warna hitam sampai putih dengan berbagai macam derajat pewarnaan atau intensitas warna. Disamping warna hitam, dikenal juga warna merah dan kuning sebagai warna dasar. Kecuali adanya perbedaan warna dasar dan intensitas pewarnaannya, dikenal juga adanya pola warna 7

20 yang kompak dan pola warna samar-samar (dilute), yaitu pola warna dengan dua warna atau lebih yang saling berbaur. Kecuali itu dikenal adanya pola warna yang mulus dan berbintik-bintik. Tergantung dari besar kecilnya pola bintiknya, maka bintik tersebut dapat hanya berupa noda-noda, belang atau bercak. Pada ternak dikenal beraneka ragam corak dan warna yang berbeda-beda. Namun demikian ada ternak atau hewan yang memiliki baik warna maupun pola yang seragam. Dalam hal demikian ini, maka pola dan warna ternak sangat berperan dalam penentuan kemurnian bangsa (Hardjosubroto, 1999). Adanya berbagai macam warna dan corak pewarnaan pada hewan disebabkan karena dalam pewarnaan kulit dan bulu hewan, berbagai macam gen telah berperan aktif. Kecuali adanya berbagai macam gen, maka kerja gen tersebut juga bermacammacam. Ada gen yang hanya mempunyai hubungan dominan-resesif dengan pasangannya, tetapi ada gen bersifat interaksi satu sama lain, bahkan ada pula yan bersifat multi alel ataupun poligen. Dengan demikian maka gen-gen yang mempengaruhi pewarnaan dapat dikelompokkan menjadi gen penentu pola berbintikbintik atau tidak, kombinasi warna, intensitas warna dan pemudaran (Hardjosubroto, 1999). Secara umum menurut Wendelboe (2009) lokus yang mempengaruhi pemunculan warna pada domba dibedakan menjadi tiga lokus, yaitu lokus agouti yang mengatur pola, lokus brown yang mengatur warna, dan lokus spotting yang memberikan bintik. Lokus agouti terdiri atas agouti white (A Wt ), agouti grey Mouflon (A gt ), agouti grey (A g ), agouti badgerface (A b ), agouti reverse badgerface (A t ), dan non-agouti (A a ). Lokus brown terdiri atas hitam (dominan) yang disimbolkan B B dan cokelat (resesif) yang disimbolkan B b. Lokus spotting terdiri atas polos atau non spot (dominan) yang disimbolkan S S dan bintik atau spot (resesif) yang disimbolkan S s, pola warna strip pada domba belum seluruhnya dimengerti pola pewarisannya. Salamena (2006) membagi sebaran pola warna ke dalam warna dasar dominan yang dikelompokkan dalam empat kelompok utama yaitu putih, hitam, cokelat, atau kombinasi dari ketiga warna tersebut sesuai dengan sebaran kombinasinya. Pola warna dikelompokkan lagi menjadi polos, bercak (belang) besar dan kecil, bintik-bintik, polos, strip sempit dan besar. Pola warna bercak adalah 8

21 kombinasi dari warna dasar putih dengan bercak-bercak hitam, demikian juga dengan pola warna bintik-bintik merupakan kombinasi dari warna dasar putih dengan bintikbintik hitam atau cokelat. Telinga Bentuk telinga merupakan sifat kualitatif bentuknya mulai dari kecil, sedang dan lebar. Menurut Hardjosubroto (1999), telinga pendek dipengaruhi sepasang gen dalam keadaan homozigot resesif (tt), sedangkan telinga sedang atau medium dalam keadaan heterozigot (Tt), dan untuk telinga panjang dalam keadaan homozigot dominan (TT). Kategori istilah tipe telinga menurut Diwyanto (1982) adalah tipe pendek atau rumpung berukuran panjang kurang dari 5 cm, medium atau hiris antara 5-7 cm dan tipe panjang atau rubak lebih dari 7 cm. Sehingga menurut (Sasimowski, 1987) pada domba, panjang dan posisi telinga terkadang menunjukkan karakteristik bangsa. Bentuk telinga rumpung (sempit) yaitu bila daun telinga menguncup (seperti kuncup bunga ros) atau menggulung dan lubang telinga tidak tampak jelas, berukuran pendek, kecil dan bahkan tampak seolah-olah tidak berdaun telinga. Telinga berdaun hiris (medium) seolah-olah hampir menggulung, tetapi telinga masih tampak jelas dan daun telinga meruncing ke ujung. Telinga rubak (lebar) daun telinga lebar dan panjang, ujung telinga tidak runcing (bulat), lubang telinga tampak jelas (Salamena, 2006). Tanduk Bentuk, ketebalan, panjang dan warna tanduk sering berbeda dalam bangsa, tetapi berhubungan dengan kondisi iklim. Pada iklim panas memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan tanduk, sedangkan pada kondisi dingin memperlambat pertumbuhan tanduk (Sasimowski, 1987). Menurut Taylor (2004) sifat mewaris bertanduk dan tidak bertanduk adalah sex-influenced dan umumnya dikontrol oleh sepasang gen, pertumbuhan tanduk juga dipengaruhi oleh aktivitas hormon testosteron. Campbell, et al. (2003) mendapatkan bahwa ekspresi dari sifat bertanduk pada domba dipengaruhi oleh jenis kelamin, walaupun sebenarnya gen sifat bertanduk terletak pada autosom tetapi dalam kondisi tertentu yang seharusnya 9

22 menimbulkan tanduk pada jantan (dominan), tetapi pada betina hal tersebut tidak muncul tanduk (resesif). Menurut Mulliadi (1996) dikatakan tonjolan apabila panjang tanduk kurang dari 4 cm atau penonjolan tersebut bukan merupakan tulang tanduk, dan dikatakan bertanduk bila menampakan tonjolan tulang tanduk lebih dari 4 cm. Tonjolan pada domba jantan bukan berarti domba tersebut tidak bertanduk melainkan domba tersebut masih berumur kurang dari 1 tahun, dan seiring bertambahnya umur tanduk tersebut berkembang dan bertambah besar. Sedangkan menurut Noor (2004) penonjolan tanduk bersifat heterozigot secara genetik. Ekor Karakteristik ekor pada domba sangat penting karena dapat dijadikan sebagai kriteria (long-tailed dan short tailed). Ekor panjang (perpanjangan melebihi hock) atau pendek (tidak mencapai hock), tipis atau tebal. Perubahan ekor dari ekor ukuran sedang sampai ekor gemuk tergantung dari status nutrisi, penampilan dan derajat percampuran dengan non-fat tailed dalam keturunan (Sasimowski, 1987). Menurut Diwyanto (1982) bentuk ekor dikategorikan kedalam tiga tipe berdasarkan lebarnya ekor, yaitu ekor tipis dengan lebar kurang dari 5 cm, ekor sedang antara 5-7 cm dan ekor gemuk diatas 7 cm. Wol Wol adalah pelindung alami penutup tubuh, wol berbeda dari serat binatang lain yaitu permukaannya bergerigi karena adanya crimp (kerutan) yang memiliki penampakan bergelombang sebagat tanda derajat elastisitas yang paling baik. Lain halnya dengan hair yang memiliki permukaan licin, tidak ada crimp atau tidak akan meregang. Sebagai produk kulit atau kutikel binatang vertebrata, wol sama seperti jaringan kulit yang ditemukan pada binatang seperti tanduk dan kuku. Crimp sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan jumlah tergantung dari bangsa domba, kehalusan dan karakter wol (Ensminger, 2002). Berdasarkan keadaan seratnya, ada yang benar-benar lurus (kasar), agak berkerut (sedang) dan serat yang banyak kerutan (halus) (Ensminger, 2002). Wol normal (keriting) bersifat homozigot dominan, wol kasar (lurus) bersifat homozigot resesif, dan wol sedang (berombak) bersifat heterozigot (Noor, 2004) 10

23 METODE Lokasi dan waktu Wilayah pengambilan data mencakup Desa Padasuka Kecamatan Ciomas dan Desa Cinagara Kecamatan Cinagara dari bulan Maret sampai Mei Margawati (Garut), Indramayu, Pulau Madura (Pamekasan, Sumenep, Bangkalan dan Sampang) dari bulan Agustus 2005 sampai dengan Januari Dari tahun 2004 sampai 2007 di Pulau Sumbawa (NTB), Pulau Rote (NTT), Kabupaten Donggala (Sulteng), dan Pulau Kisar (Maluku). Materi Data domba yang dikumpulkan merupakan data sekunder hasil pengamatan Riset Unggulan Terpadu (RUT) sebanyak 768 ekor domba yang terdiri dari 63 ekor dari Ciomas (jantan 46 ekor dan betina 17 ekor), 72 ekor dari Cinagara (jantan 53 ekor dan betina 19 ekor), 74 ekor dari Margawati (jantan 12 ekor dan betina 62 ekor), 86 ekor dari Madura (jantan 28 ekor dan betina 58 ekor), 100 ekor dari Indramayu (jantan 42 ekor dan betina 58 ekor), 30 ekor dari Sumbawa (jantan 10 ekor dan betina 20 ekor), 52 ekor dari Rote (jantan 23 ekor dan betina 29 ekor), 60 ekor dari Donggala (jantan 10 ekor dan betina 50 ekor), dan 231 ekor dari Pulau Kisar (jantan 99 ekor dan betina 132 ekor). Prosedur Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian data sekunder ini meliputi sifat kualitatif (garis muka, posisi daun telinga, bentuk daun telinga, sifat bertanduk, bentuk ekor, bentuk bulu, pola warna bulu, dan warna bulu) Salamena (2006). Peubah yang diamati meliputi: 1. Garis Muka Berdasarkan penonjolan tulang hidung dan dahi maka garis muka jika dilihat dari samping dapat dikelompokan menjadi garis muka cembung jika penonjolan tulang hidung melebihi tulang dahi, lurus jika penonjolan tulang hidung dan dahi sama rata dan cekung jika penonjolan tulang hidung lebih rendah dari tulang dahi. Garis muka cembung, lurus dan cekung dapat dilihat pada Gambar 1. 11

24 Gambar 1. Garis Muka Cembung (Adjisoedarmo, 2008), Lurus (Blogspot Domba Garut a, 2009) dan Cekung (Sheep 101, 2009) 2. Posisi Daun Telinga Posisi daun telinga dapat dikelompokan menjadi posisi daun telinga gantung, tegak samping dan tegak atas. Posisi daun telinga gantung, tegak samping dan tegak atas dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Posisi Daun Telinga Gantung (Adjisoedarmo, 2008), Tegak Samping (Deptan, 2009) dan Tegak Atas (Graymonk, 2009) 3. Bentuk Daun Telinga Berdasarkan penampakan daun telinga maka bentuk daun telinga dapat dikelompokan menjadi bentuk daun telinga lebar (rubak) jika lebarnya lebih dari 5 cm, sedang (hiris) jika lebarnya antara 5-7 cm dan sempit (rumpung) jika lebarnya kurang dari 5 cm. Bentuk daun telinga lebar (rubak), sedang (hiris) dan sempit (rumpung) dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Bentuk Daun Telinga Rubak, Hiris dan Rumpung (Blogspot Domba Garut a, 2009) 12

25 4. Sifat Bertanduk Berdasarkan ada atau tidak adanya tanduk maka sifat bertanduk dapat dikelompokan menjadi bertanduk, benjolan jika penonjolan tulang tanduk kurang dari 4 cm dan tidak bertanduk. Sifat bertanduk, benjolan dan tidak bertanduk dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Bertanduk (Disnak Jabar, 2008), Benjolan dan Tidak Bertanduk (Blogspot Domba Garut a, 2009) 5. Bentuk Ekor Berdasarkan lebar pangkal ekor maka bentuk ekor dapat dikelompokan menjadi bentuk ekor lebar jika lebarnya lebih dari 7 cm, sedang jika lebarnya antara 5-7 cm dan tipis jika lebarnya kurang dari 5 cm. Bentuk ekor lebar, sedang dan tipis dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Bentuk Ekor Lebar, Sedang dan Tipis (Disnak Jabar, 2008) 6. Bentuk Bulu Berdasarkan ada atau tidak adanya gelombang (crimp) pada bulu maka bentuk bulu dapat dikelompokan menjadi bentuk bulu keriting jika ada crimp, gelombang jika ada crimp namun lebih sedikit dari pada bulu keriting dan lurus jika tidak ada crimp. Bentuk bulu keriting, gelombang dan lurus dapat dilihat pada Gambar 6. 13

26 Gambar 6. Bentuk Bulu Keriting (Flickr, 2009), Berombak (Sheepfarm, 2009) dan Lurus (Made-in-China, 2009) 7. Pola Warna Bulu Berdasarkan sebaran warna bulu pada bagian badan yang diamati mulai dari leher dan badan tanpa ekor dan kaki maka pola warna bulu dapat dikelompokan menjadi pola warna bulu polos (putih, hitam atau cokelat) dan tidak polos (bercak kecil, bercak besar, bintik-bintik, strip sempit atau strip besar). Pola warna bulu putih, hitam dan cokelat dapat dilihat pada Gambar 7, pola warna bulu bercak kecil, bercak besar, dan bintik-bintik dapat dilihat pada Gambar 8 dan pola warna bulu strip sempit dan strip besar dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 7. Pola Warna Bulu Putih (Adjisoedarmo, 2008), Hitam (Disnak Jabar, 2008) dan Cokelat (Disnak Jabar, 2008) Gambar 8. Pola Warna Bulu Bercak Kecil (Flickr, 2009), Bercak Besar (Google, 2009) dan Bintik-bintik (Google, 2009) 14

27 Gambar 9. Pola Warna Bulu Strip Sempit (Wendelboe, 2009) dan Strip Besar (Blogspot b, 2009) 7. Warna Bulu Berdasarkan sebaran warna bulu pada bagian badan yang diamati mulai dari leher dan badan tanpa ekor dan kaki maka warna bulu dapat dikelompokan menjadi warna bulu satu warna (putih, hitam atau cokelat), kombinasi dua warna dan kombinasi tiga warna. Kombinasi dua warna dapat dilihat pada Gambar dan kombinasi tiga warna dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 10. Warna Bulu Putih Cokelat, Putih Hitam dan Cokelat Putih (Blogspot Domba Garut b, 2009) Gambar 11. Warna Bulu Cokelat Hitam, Hitam Putih dan Hitam Cokelat (Blogspot Domba Garut b, 2009) 15

28 Gambar 12. Kombinasi Tiga Warna Bulu Putih, Hitam dan Cokelat (Brassfarm, 2009) Analisis Data Data sifat kualitatif domba ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif perhitungan frekuensi dilakukan dengan menghitung jumlah domba yang mempunyai sifat kualitatif tertentu dibagi dengan jumlah domba yang diamati dikalikan 100%. Analisis menggunakan perhitungan frekuensi relatif (Mulliadi, 1996) dengan formula sebagai berikut: Keterangan: Frekuensi Relatif Sifat A = sifat A x 100% N A= salah satu sifat kualitatif yang diamati N= total domba yang diamati 16

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Lokal Garis Muka Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif garis muka cembung domba jantan Ciomas, Margawati, dan Indramayu lebih tinggi daripada garis muka lurus dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 93%; 67% dan 93%. Sisanya memiliki garis muka lurus dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 7%; 33% dan 7%. Domba jantan Cinagara, Sumbawa, Rote, dan Kisar memiliki garis muka cembung dengan frekuensi relatif mencapai 100% (seragam). Domba jantan Madura dan Donggala memiliki frekuensi relatif garis muka lurus lebih tinggi daripada garis muka cembung dengan frekuansi relatif masing-masing 68% dan 90%. Sisanya memiliki garis muka cembung dengan frekuensi relatif masing-masing 32% dan 10%. Frekuensi relatif garis muka pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 1. Tabel 1. Frekuensi Relatif Garis Muka pada Domba Jantan Jantan Wilayah Cembung Lurus Total n % n % Ciomas Cinagara Margawati Indramayu Madura Sumbawa Rote Donggala Kisar Keterangan: n=jumlah domba jantan Menurut Riwantoro (2005) garis muka cembung dimiliki oleh domba Garut Tangkas jantan dan domba Ekor Gemuk jantan sedangkan garis muka lurus dimiliki oleh domba Ekor Tipis jantan dan domba Garut Pedaging jantan. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif garis 17

30 muka cembung untuk domba betina Ciomas dan Sumbawa mencapai 100% (seragam). Domba betina Cinagara, Margawati, Indramayu, Rote dan Kisar memiliki frekuensi relatif garis muka cembung berturut-turut sebesar 79%; 77%; 91%; 97% dan 98%. Sisanya memiliki garis muka lurus dengan frekuensi relatif 21% untuk domba betina Cinagara, 23% untuk domba betina Margawati, 9% untuk domba betina Indramayu, 3% untuk domba betina Rote, 2% untuk domba betina Kisar. Lain halnya dengan domba betina Madura dan Donggala yang memiliki frekuensi relatif garis muka lurus lebih tinggi daripada garis muka cembung, 79% garis muka lurus untuk domba betina Madura sedangkan sisanya 21 % garis muka cembung, 100% (seragam) garis muka lurus untuk domba betina Donggala. Frekuensi relatif garis muka pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 2. Tabel 2. Frekuensi Relatif Garis Muka pada Domba Betina Betina Wilayah Cembung Lurus Total n % n % Ciomas Cinagara Margawati Indramayu Madura Sumbawa Rote Donggala Kisar Keterangan: n=jumlah domba betina Menurut Riwantoro (2005) garis muka lurus dimiliki oleh domba Garut Tangkas dan Pedaging betina, domba Ekor Gemuk betina, domba Ekor Tipis betina. Sedangkan Menurut Mulliadi (1996) domba Garut Tangkas dan Pedaging betina memiliki garis muka cembung. Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada garis muka lurus atau cembung maka dapat dikatakan bahwa domba jantan dan betina dari Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Sumbawa, Rote dan Kisar memiliki garis muka cembung sedangkan domba jantan dan betina dari Madura dan Donggala memiliki garis muka 18

31 lurus. Tingginya frekuensi relatif garis muka lurus pada domba Madura dan Donggala mengindikasikan adanya persilangan domba yang memiliki garis muka lurus dengan garis muka lurus sehingga meningkatkan heterozigositas dan menurunkan homozigositas, hal ini dapat dilihat masih adanya domba garis muka cembung dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan domba garis muka lurus. Tingginya frekuensi relatif garis muka cembung pada domba Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Rote, dan Kisar mengindikasikan adanya persilangan domba garis muka lurus dengan lurus atau domba garis muka lurus dengan cembung karena masih terdapatnya domba garis muka lurus dan cembung. Lain halnya dengan domba Sumbawa, tingginya frekuensi relatif garis muka cembung mengindikasikan adanya persilangan antara domba garis muka cembung sehingga meningkatkan frekuensi relatif garis muka cembung bahkan mencapai 100%. Posisi Daun Telinga Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping lebih tinggi daripada posisi daun telinga gantung dimiliki oleh domba jantan Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala. Frekuensi posisi daun telinga tegak samping 67% untuk domba jantan Ciomas, 98% untuk domba jantan Cinagara, 75% untuk domba jantan Margawati, 93% untuk domba jantan Indramayu sedangkan sisanya memiliki posisi daun telinga gantung dengan frekuensi relatif masing-masing 33%; 2%; 25% dan 7% sedangkan domba jantan Madura, Sumbawa dan Donggala memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping 100% (seragam). Sebaliknya domba jantan Rote dan Kisar memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga gantung lebih tinggi daripada posisi telinga tegak samping. Frekuensi relatif posisi daun telinga gantung 87% dan posisi daun telinga tegak samping 13% untuk domba jantan Rote sedangkan frekuensi relatif posisi daun telinga gantung pada domba jantan Kisar mencapai 100% (seragam). Frekuensi relatif posisi daun telinga pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 3. 19

32 Tabel 3. Frekuensi Relatif Posisi Daun Telinga pada Domba Jantan Jantan Wilayah Tegak Samping Gantung Total n % n % Ciomas Cinagara Margawati Indramayu Madura Sumbawa Rote Donggala Kisar Keterangan: n=jumlah domba jantan Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping lebih tinggi daripada posisi daun telinga gantung dimiliki oleh domba betina Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala. Frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping 71% untuk domba betina Ciomas, 95% untuk domba betina Cinagara, 98% untuk domba betina Margawati sedangkan sisanya memiliki posisi daun telinga gantung dengan frekuensi relatif masing-masing 29%; 5% dan 2%. Domba betina Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping 100% (seragam). Sebaliknya domba betina Rote dan Kisar memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga gantung lebih tinggi daripada posisi daun telinga tegak samping. Frekuensi relatif posisi daun telinga gantung untuk domba betina Rote dan Kisar masing-masing 93% dan 96%. Sisanya memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping 7% untuk domba betina Rote dan 4% untuk domba betina Kisar. Frekuensi relatif posisi daun telinga pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4. 20

33 Tabel 4. Frekuensi Relatif Posisi Daun Telinga pada Domba Betina Betina Wilayah Tegak Samping Gantung Total n % n % Ciomas Cinagara Margawati Indramayu Madura Sumbawa Rote Donggala Kisar Keterangan: n=jumlah domba betina Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada posisi daun telinga tegak samping atau gantung maka dapat dikatakan bahwa domba jantan dan betina dari Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala memiliki posisi daun telinga tegak samping sedangkan domba jantan dan betina dari Rote dan Kisar memiliki posisi daun telinga gantung. Tingginya frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping pada domba Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, dan Donggala mengindikasikan adanya persilangan antara domba yang memiliki daun telinga tegak samping sehingga meningkatkan heterozigositas dan menurunkan homozigositas, hal ini dapat dilihat masih adanya domba berdaun telinga gantung dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan domba berdaun telinga tegak samping. Tingginya frekuensi relatif posisi daun telinga gantung pada domba Rote dan Kisar mengindikasikan adanya persilangan antara domba berdaun telinga tegak samping atau domba berdaun telinga tegak samping dengan gantung karena masih terdapatnya domba berdaun telinga tegak samping dan gantung. Bentuk Daun Telinga Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbandingan frekuensi relatif bentuk daun telinga rubak, hiris dan rumpung pada domba jantan Ciomas berturut-turut adalah 22%; 43% dan 35%. Domba jantan Cinagara dan 21

34 Margawati memiliki frekuensi relatif bentuk daun telinga rumpung tertinggi dibandingkan dengan rubak dan hiris bahkan mencapai 100% (seragam). Lain halnya dengan domba jantan Indramayu yang memiliki frekuensi relatif bentuk daun telinga hiris tertinggi yaitu 100% (seragam). Frekuensi relatif domba jantan Madura, Rote, Donggala dan Kisar mencapai 100% (seragam) untuk bentuk daun telinga rubak. Selain bentuk telinga rubak dengan frekuensi relatif 60%, domba jantan Sumbawa memiliki bentuk daun telinga hiris dengan frekuensi relatif 10% dan rumpung 30%. Frekuensi relatif bentuk daun telinga pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 5. Wilayah Tabel 5. Frekuensi Relatif Bentuk Daun Telinga pada Domba Jantan Jantan Rubak Hiris Rumpung Total n % n % n % Ciomas Cinagara Margawati Indramayu Madura Sumbawa Rote Donggala Kisar Keterangan: n=jumlah domba jantan Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbandingan frekuensi relatif bentuk daun telinga rubak, hiris dan rumpung pada domba betina Ciomas berturut-turut adalah 18%; 53% dan 29%. Domba betina Cinagara dan Margawati memiliki frekuensi relatif bentuk daun telinga rumpung tertinggi dibandingkan dengan rubak dan hiris bahkan mencapai 100% (seragam). Lain halnya dengan domba betina Indramayu yang memiliki frekuensi relatif bentuk daun telinga hiris tertinggi yaitu 100% (seragam). Frekuensi relatif domba betina Rote dan Donggala mencapai 100% (seragam) untuk bentuk daun telinga rubak. Bentuk daun telinga rubak terbanyak juga dimiliki oleh domba betina Madura, Sumbawa dan Kisar dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 98%; 85% dan 98%. Selain bentuk daun telinga rubak, domba betina Madura, Sumbawa dan Kisar memiliki bentuk daun telinga hiris dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 2%; 5% dan 2%. Selain bentuk daun telinga rubak dan hiris, domba betina Sumbawa memiliki 22

35 bentuk daun telinga rumpung dengan frekuensi relatif 10%. Frekuensi relatif bentuk daun telinga pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 6. Wilayah Tabel 6. Frekuensi Relatif Bentuk Daun Telinga pada Domba Betina Jantan Rubak Hiris Rumpung Total n % n % n % Ciomas Cinagara Margawati Indramayu Madura Sumbawa Rote Donggala Kisar Keterangan: n=jumlah domba betina Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada bentuk daun telinga rubak, hiris atau rumpung maka dapat dikatakan bahwa domba jantan dan betina dari Ciomas dan Indramayu memiliki bentuk daun telinga hiris sedangkan domba jantan dan betina dari Cinagara dan Margawati memiliki bentuk daun telinga rumpung. Bentuk daun telinga rubak dimiliki oleh domba jantan dan betina Madura, Sumbawa, Rote, Donggala dan Kisar. Tingginya frekuensi relatif daun telinga rubak yang mencapai 100% pada domba Rote dan Donggala mengindikasikan adanya persilangan antara domba berdaun telinga rubak. Tingginya frekuensi relatif telinga rubak pada domba Madura dan Kisar kemungkinan mengindikasikan adanya persilangan domba berdaun telinga rubak dengan hiris. Begitupula dengan domba Sumbawa yang memiliki frekuensi relatif daun telinga rubak tinggi mengindikasikan adanya persilangan domba berdaun telinga hiris dengan hiris. Tingginya frekuensi relatif daun telinga hiris yang mencapai 100% pada domba Indramayu mengindikasikan adanya persilangan domba berdaun telinga rubak dengan rumpung. Tingginya frekuensi relatif daun telinga hiris juga terdapat pada domba Ciomas, selain itu terdapat domba berdaun telinga rubak dan rumpung, hal ini mengindikasikan adanya persilangan antara domba berdaun telinga hiris yang dapat meningkatkan heterozigositas dan menurunkan homozigositas, sedangkan tingginya frekuensi relatif daun telinga rumpung pada domba Cinagara dan Margawati disebabkan oleh seleksi secara terus-menerus. 23

TINJAUAN PUSTAKA Domba

TINJAUAN PUSTAKA Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Pada awal sebelum terjadinya proses domestikasi, domba masih hidup liar di pegunungan dan diburu untuk diambil dagingnya. Domba yang sekarang menyebar di seluruh dunia ini sebenarnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba sejak dahulu sudah mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi dan seleksi berpuluh-puluh tahun. Pusat domestikasinya diperkirakan berada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan

Lebih terperinci

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi JURNAL PETERNAKAN VOLUME : 01 NO : 01 TAHUN 2017 ISSN : 25483129 1 Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas Aisyah Nurmi Dosen Program

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia Ternak atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil, merupakan ternak herbivora yang sangat populer di kalangan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU UMI ADIATI dan A. SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Domba Priangan merupakan domba yang mempunyai potensi sebagai domba

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA

KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA Makalah Tentang KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA Disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Produksi Ternak Potong Oleh: Sohibul Himam Haqiqi 0710510087 FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KARAKTERISTIK WARNA BULU DOMBA-DOMBA LOKAL (EKOR GEMUK, EKOR TIPIS, KISAR DAN GARUT) SKRIPSI LIA KARTIKA

KERAGAMAN DAN KARAKTERISTIK WARNA BULU DOMBA-DOMBA LOKAL (EKOR GEMUK, EKOR TIPIS, KISAR DAN GARUT) SKRIPSI LIA KARTIKA KERAGAMAN DAN KARAKTERISTIK WARNA BULU DOMBA-DOMBA LOKAL (EKOR GEMUK, EKOR TIPIS, KISAR DAN GARUT) SKRIPSI LIA KARTIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KERAGAMAN POLA WARNA TUBUH, TIPE TELINGA DAN TANDUK DOMBA KURBAN DI BOGOR

KERAGAMAN POLA WARNA TUBUH, TIPE TELINGA DAN TANDUK DOMBA KURBAN DI BOGOR KERAGAMAN POLA WARNA TUBUH, TIPE TELINGA DAN TANDUK DOMBA KURBAN DI BOGOR HENI INDRIJANI 1, ARIFAH HESTI SUKMASARI 2 dan EKO HANDIWIRAWAN 3 1 Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Domba Garut Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia, disamping produk daging yang berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Domba Garut Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun yang telah diidentifikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RUMPUN DOMBA PALU DI WILAYAH LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH (Characteristic of Palu Sheep Family In Palu Valley Region Central Sulawesi)

KARAKTERISTIK RUMPUN DOMBA PALU DI WILAYAH LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH (Characteristic of Palu Sheep Family In Palu Valley Region Central Sulawesi) KARAKTERISTIK RUMPUN DOMBA PALU DI WILAYAH LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH (Characteristic of Palu Sheep Family In Palu Valley Region Central Sulawesi) F.F. Munier Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK 1. Lokasi :... 2. Bangsa Sapi 1 :... 3. Identitas : (Kalung/No. Sapi/Nama Pemilik...) *) 4. Jenis Kelamin : ( / ) *) 5. Pengenalan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi SIFAT-SIFAT KUANTITATIF DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YEARLING PADA MANAJEMEN PEMELIHARAAN SECARA TRADISIONAL DI PESISIR PANTAI SELATAN KABUPATEN GARUT QUANTITATIVE TRAITS OF THIN TAIL SHEEP RAM YEARLING IN

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa pulang anak kambing dari hasil buruannya. Anak-anak kambing

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab. 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Kuda Menurut Blakely dan Bade (1991) secara umum klasifikasi zoologis ternak kuda adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Qurban

TINJAUAN PUSTAKA. Qurban TINJAUAN PUSTAKA Qurban Definisi dan Hukum Berqurban Qurban adalah usaha pendekatan diri seorang hamba kepada Allah SWT dengan jalan menyembelih ternak, membagikan daging terutama kepada fakir miskin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan) karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba lebih menyukai rumput dibandingkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang memadai, merupakan pilar utama dalam menyokong pengembangan ternak tanah air. Penyediaan domba yang berkualitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 33 pertalian genetik yang relatif dekat akan kurang memberikan laju pertumbuhan anaknya dengan baik. Sifat morfolgis ternak seperti ukuran tubuh dan pola warna dapat digunakan untuk menganalisis estimasi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Kuda TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi ilmiah yaitu kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mammalia (menyusui), ordo Perissodactylater

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa domba sapudi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

Bibit domba Garut SNI 7532:2009

Bibit domba Garut SNI 7532:2009 Standar Nasional Indonesia Bibit domba Garut ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Spesifikasi...

Lebih terperinci

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin Program Studi Peterenakan Fakultas Peternakan Dan Perikanan Universitas

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Rumpun Domba Rumpun adalah segolongan hewan dari suatu jenis yang mempunyai bentuk dan sifat keturunan yang sama. Jenis domba di Indonesia biasanya diarahkan sebagai domba pedaging

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN PERSENTASE KARKAS DAN TEBAL LEMAK PUNGGUNG DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Fajar Muhamad Habil*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui) Sejarah Kambing Kambing lokal (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies dari kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Kambing merupakan suatu jenis binatang memamah biak yang berukuran

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAGING DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG SKRIPSI ADE IRMA SURYANI HARAHAP

SIFAT FISIK DAGING DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG SKRIPSI ADE IRMA SURYANI HARAHAP SIFAT FISIK DAGING DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG SKRIPSI ADE IRMA SURYANI HARAHAP DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Puyuh ( Coturnix Coturnix Japonica) Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan terus berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan. 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Utara pada koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal usul Domba Garut Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun yang telah diidentifikasi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR

KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR JERRY F. SALAMENA 1, HARIMURTI MARTOJO 2, RONNY R. NOOR 2, CECE SUMANTRI 2 dan ISMETH INOUNU 3 Jurusan Peternakan Fakulas Pertanian Universitas Pattimura 1 Fakultas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba Menurut Blakely dan Bade (1991) domba sudah sejak lama diternakkan orang, tetapi hanya sedikit saja yang mengetahui asal mula dilakukannya seleksi dan domestikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas penghasil daging. Domba memiliki keuunggulan diantaranya yaitu memiliki daya adaptasi yang baik terhadap

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1 TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Secara taksonomi domba termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries. Dari sisi genetik

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KARAKTERISTIK WARNA BULU DOMBA-DOMBA LOKAL (EKOR GEMUK, EKOR TIPIS, KISAR DAN GARUT) SKRIPSI LIA KARTIKA

KERAGAMAN DAN KARAKTERISTIK WARNA BULU DOMBA-DOMBA LOKAL (EKOR GEMUK, EKOR TIPIS, KISAR DAN GARUT) SKRIPSI LIA KARTIKA KERAGAMAN DAN KARAKTERISTIK WARNA BULU DOMBA-DOMBA LOKAL (EKOR GEMUK, EKOR TIPIS, KISAR DAN GARUT) SKRIPSI LIA KARTIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PEMOTONGAN TERNAK (KAMBING)

PEMOTONGAN TERNAK (KAMBING) PEMOTONGAN TERNAK (KAMBING) PEMERIKSAAN ANTEMORTEM Hasil Pengamatan (kerjakan sesuai dengan ternak kelompok saudara!) Bangsa Kambing :... Jenis Kelamin : ( / ) *) Pengenalan bangsa/karakteristik fenotipe

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci