BAB I PENDAHULUAN. merupakan karotenoid yang paling banyak ditemukan dalam. makanan yang direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Administration),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. merupakan karotenoid yang paling banyak ditemukan dalam. makanan yang direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Administration),"

Transkripsi

1 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Latar belakang BAB I PENDAHULUAN β-karoten merupakan karotenoid yang paling banyak ditemukan dalam makanan yang direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Administration), memiliki aktivitas provitamin A tertinggi, dan memberikan manfaat kesehatan seperti anti-inflamasi dan anti kanker. Aplikasi β-karoten dalam formulasi pangan fungsional sangat terbatas karena rendahnya kelarutan dalam air, titik leleh yang tinggi, sangat rentan terhadap degradasi dan bioaksesibilitas yang rendah (Qian et al a ; 2012 b ; Piorkowski dan McClements, 2014; Xia et al., 2014). Senyawa bioaktif yang mampu secara efektif berperan pada kesehatan adalah senyawa yang terabsorbsi oleh tubuh. Peranan karotenoid dalam perlindungan penyakit terkait dengan kapasitas antioksidannya. Oleh karena itu, stabilitas, bioaksesibilitas, dan kapasitas antioksidan merupakan parameter yang sangat penting untuk diketahui dalam rangka pengembangan β-karoten sebagai bahan tambahan pangan fungsional. Bioaksesibilitas didefinisikan sebagai zat gizi yang tersedia untuk absorbsi, yaitu fraksi yang dapat diakses untuk penyerapan ke dalam mukosa. Bioaksesibilitas meliputi tahapan-tahapan sebelum penyerapan di usus (termasuk tahapan miselarisasi untuk komponen lipofilik), dan umumnya dievaluasi menggunakan simulasi digesti in vitro (Courraud et al., 2013). Bioaksesibilitas merupakan konsep kunci untuk memastikan efisiensi zat gizi makanan dan pangan formula yang dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan manusia. Bioaksesibilitas karotenoid adalah fraksi karotenoid yang tersedia untuk diabsorpsi oleh sel-sel epitel mukosa usus halus, dan dinyatakan sebagai rasio 1

2 karotenoid yang tergabung dalam fase misel (mixed micelles) terhadap total karotenoid yang dikonsumsi. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan bioaksesibilitas karotenoid dalam makanan, yaitu antara lain pengolahan yang mengakibatkan rusaknya dinding sel matriks makanan seperti pengecilan ukuran dan homogenisasi tekanan tinggi (dengan maupun tanpa pemanasan), penambahan minyak atau co-ingesti (konsumsi bersama) minyak, dan dengan menggabungkannya dalam sistem pembawa berbasis emulsi (emulsion-based delivery system) (seperti emulsi, mikroemulsi dan nanoemulsi). Beberapa penelitian memperlihatkan kelemahan dari strategi pengecilan ukuran, homogenisasi tekanan tinggi, pengolahan dengan penggunaan panas maupun co-ingesti minyak pangan. Pengecilan ukuran dan homogenisasi tekanan tinggi tidak mempengaruhi bioaksesibilitas β-karoten pada wortel dengan perlakuan panas maupun emulsi tomat (Lemmens et al., 2010; Svelander et al., 2011) bahkan menurunkan bioaksesibilitas likopen tomat (Colle et al., 2010). Pengolahan pangan dengan penggunaan panas menyebabkan terjadinya isomerisasi trans-cis karotenoid (Castenmiller dan West, 1998; Khoo et al., 2011). Bioefisiensi (yaitu fraksi karotenoid provitamin A yang diabsorpsi dan dikonversi menjadi bentuk aktifnya (retinol)), bioavailabilitas dan kapasitas antioksidan karotenoid mengalami penurunan akibat isomerisasi trans-cis karotenoid (Edge et al.,1997; Deming et al., 2002 b ; Deming et al., 2002 c ; Schieber dan Carle, 2005). Co-ingesti minyak pangan terbukti meningkatkan bioaksesibilitas karotenoid, namun ada fakta bahwa bioaksesibilitas karotenoid fraksi hidrofilik dari beberapa sumber pangan lebih tinggi dibanding fraksi lipofiliknya (Ferna ndez-garci a et al., 2008; Fernández-García et al., 2012). 2

3 Bioaksesibilitas β-karoten dalam sistem pembawa nanoemulsi maupun emulsi dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi minyak (Qian et al., 2012 b ; Salvia-Trujillo et al., 2013 a ), konsentrasi β-karoten (Wang et al., 2012), ukuran droplet (Liu et al., 2012; Wang et al., 2012; Salvia-Trujillo et al., 2013 b ; Yi et al., 2014), dan tingkat lipolisis fase minyak (Nik et al., 2010; Nik et al., 2011). Bioaksesibilitas β-karoten dalam nanoemulsi dengan fase minyak trigliserida rantai panjang (long chain triglycerides, LCT), lebih tinggi dibanding nanoemulsi dengan trigliserida rantai sedang (medium chain triglycerides, MCT). Nanoemulsi dengan konsentrasi minyak yang lebih tinggi memberikan bioaksesibilitas β-karoten yang lebih tinggi, jika sebagai fase minyak digunakan MCT. Bioaksesibilitas β-karoten berbanding terbalik dengan ukuran droplet emulsi dan berbanding lurus dengan tingkat lipolisis fase minyak. VCO (virgin coconut oil) diketahui kaya asam lemak rantai sedang, seperti asam lemak kaprat (C10:0) (5.21%), laurat (C12:0) (48.66%), miristat (C14:0) (17.82%) (Dayrit et al., 2007). Menurut Mu dan Høy (2004), trigliserida dominan pada minyak kelapa adalah DDD (laurat, laurat, laurat), CDD (kaprat, laurat, laurat) dan CDM (kaprat, laurat, miristat). VCO merupakan minyak dengan trigliserida dominan rantai sedang (MCT) dan telah dilaporkan memiliki manfaat bagi kesehatan. Minyak sawit merupakan minyak dengan trigliserida dominan LCT yang tingkat konsumsinya di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dan penggunaannya terutama untuk pangan (Respati et al., 2010). Asam lemak penyusun minyak sawit adalah palmitat (C16:0) (36,7%), stearat (C18:0) (6,6%), oleat (C18:1) (46,1%), linoleat (C18:2) (8,6%) (Ramos et al., 2009). Trigliserida 3

4 dominan pada minyak sawit adalah POP (palmitat, oleat, palmitat), POO (palmitat, oleat, oleat) dan POL (palmitat, oleat, linoleat) (Mu dan Høy, 2004). Produksi emulsi dan nanoemulsi dalam industri pangan umumnya menggunakan metode energi tinggi, seperti homogenisasi tekanan tinggi, teknik emulsifikasi-evaporasi, mikrofluidisasi dan sonikasi. Ada beberapa keterbatasan penggunaan metode energi tinggi, yaitu tingginya biaya peralatan dan operasional, kebutuhan daya tinggi, potensi kerusakan peralatan, dan sulitnya menghasilkan droplet dengan ukuran sangat kecil dari bahan yang diperbolehkan untuk pangan. Mikroemulsi memiliki beberapa kelebihan dibanding emulsi maupun nanoemulsi. Mikroemulsi dapat dibuat tanpa melibatkan energi tinggi yaitu dengan emulsifikasi spontan (Flanagan dan Singh, 2006; Anton dan Vandamme, 2011). Mikroemulsi umumnya lebih mudah dibuat (Rao dan McClements, 2011 a ), memiliki ukuran diameter droplet yang sangat kecil ( 50nm), thermodynamically stable, transparan dan viskositasnya rendah (Huang et al., 2010; McClements, 2010; Rao dan McClements, 2011 b ; Ziani et al., 2012). Nanoemulsi juga memiliki kenampakan transparan karena ukuran partikel dropletnya yang sangat kecil ( 100nm) namun bersifat thermodynamic unstable (McClements, 2012 b ; Piorkowski dan McClements, 2014). Mikroemulsi dengan emulsifikasi spontan dapat dibentuk pada rasio surfaktan-minyak lebih dari 1 (Yang et al., 2012). Tadros et al. (2004), melaporkan bahwa penggunaan mixed surfactant menghasilkan tegangan antarmuka yang lebih kecil dibandingkan penggunaan masing-masing surfaktan secara sendiri-sendiri, dan mikroemulsi bisa terbentuk jika tegangan antarmukanya rendah (Lv et al., 2006). Cho et al. (2008) memperlihatkan bahwa penggunaan campuran surfaktan HLB (hydrophile lipohile 4

5 balance) rendah dan HLB tinggi meningkatkan stabilitas mikroemulsi yang terbentuk. Surfaktan dengan HLB rendah akan berada di bagian dalam dan yang HLBnya tinggi akan berada di bagian luar dengan ekor rantai hidrokarbon saling berdekatan, sehingga meningkatkan partisi surfaktan pada lapisan antarmuka. Ariviani (2009) mengindikasikan bahwa surfaktan HLB sedang berperan sebagai kosurfaktan yang mampu berinteraksi dengan kedua jenis surfaktan yang lain (HLB rendah dan HLB tinggi), sehingga penggunaan campuran surfaktan HLB rendah, HLB sedang dan HLB tinggi mampu membentuk mikroemulsi yang stabil terhadap sentrifugasi, pemanasan, pengenceran maupun penyimpanan pada suhu ruang. Ariviani (2009) berhasil membuat food grade mikroemulsi β-karoten dengan emulsifikasi spontan menggunakan minyak kedelai maupun minyak kanola sebagai fase minyak, dengan kombinasi 3 surfaktan nonionik Span 80 (HLB rendah), Span 40 atau Span 20 (HLB sedang) dan Tween 80 (HLB tinggi), serta rasio surfaktanminyak 6,25. Chen dan Zong (2015), membuat mikroemulsi β-karoten dengan melarutkan β-karoten dalam minyak peppermint diikuti penambahan Tween 20, lesitin, dan aquades dengan rasio surfaktan-minyak 6,67-7,67. Roohinejad et al. (2015), membuat mikroemulsi β-karoten dengan metode emulsifikasi spontan, menggunakan fase minyak MCT berbagai konsentrasi, surfaktan Tween 80 dan rasio surfaktan-minyak 9; 4 dan 0,67. Tween dan Span merupakan surfaktan yang banyak dipergunakan dalam preparasi mikroemulsi dibidang farmasi karena potensi iritasi dan toksisitasnya rendah (Flanagan dan Singh, 2006). Jenis minyak dan rasio surfaktan-minyak berpengaruh terhadap sifat dan stabilitas dispersi koloid yang terbentuk. Jenis minyak berpengaruh terhadap karakteristik diameter partikel droplet (Salvia-Trujillo et al., 2013 a ) dan zeta potensial (Qian et al., 2012 b ; Salvia-Trujillo et al., 2013 a ) nanoemulsi β-karoten. 5

6 Zeta potensial memberikan gambaran tentang muatan listrik permukaan droplet, dan dapat digunakan untuk memprediksi stabilitas emulsi. Rasio surfaktan-minyak berpengaruh terhadap pembentukan sistem emulsi, seperti miniemulsi (Lamaallam et al., 2005), emulsi, nanoemulsi maupun mikroemulsi (Rao dan McClements, 2011 a ; Rao dan McClements, 2011 b ; Qian dan McClements, 2011). Ukuran partikel droplet semakin kecil dengan semakin meningkatnya rasio surfaktan-minyak. Stabilitas sistem emulsi semakin meningkat dengan semakin kecilnya ukuran droplet (Izquierdo et al., 2005). Struktur molekul β-karoten yang merupakan rantai poliena terkonjugasi mengakibatkan senyawa ini rentan terhadap degradasi. Kinetika degradasi β- karoten dipengaruhi oleh konsentrasi awalnya (Stefanovich dan Karel, 1982). Degradasi karotenoid menyebabkan warnanya memudar dan menurunkan peranannya bagi kesehatan. Degradasi karotenoid dipicu oleh panas, cahaya, oksigen singlet, asam, besi dan iodin, serta radikal bebas. Larutan β-karoten dalam aseton mengalami degradasi kimiawi mencapai 69% setelah dipapar simulasi digesti in vitro (Courraud et al., 2013). β-karoten dalam minyak terdegradasi keseluruhan (retensi = 0%) setelah disimpan selama 10 hari pada suhu 25 C tanpa cahaya (gelap). Penyimpanan selama 30 hari pada suhu 4 C pada kondisi gelap menyisakan β-karoten sebesar 0,2% (Liang et al., 2013). Degradasi β-karoten dalam etil asetat pada penyimpanan suhu ruang selama 1 hari, 3 hari dan 5 hari berturut-turut mencapai 50%; 95,5% dan 98,1% (Chen dan Zong, 2015). Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk melindungi karotenoid dari degradasi adalah dengan menggabungkannya dalam sistem pembawa berbasis emulsi. Yi et al. (2014) dan Qian et al., (2012 b ), melaporkan bahwa tidak teramati adanya degradasi β-karoten dalam emulsi maupun nanoemulsi setelah dipapar 6

7 simulasi mulut, lambung maupun usus. Laju degradasi β-karoten selama penyimpanan dapat dihambat dengan menggabungkannya dalam sistem pembawa nanoemulsi (Liang et al. 2013) maupun mikroemulsi (Chen dan Zhong, 2015). Degradasi β-karoten dalam sistem pembawa nanoemulsi maupun emulsi selama penyimpanan berbanding terbalik dengan diameter partikel droplet (Tan dan Nakajima, 2005 Yi et al., 2014), meningkat seiring peningkatan suhu penyimpanan (Yuan et al., 2008; Hou et al., 2010; Qian et al., 2012 a ; Liang et al.,2013) dan dipengaruhi oleh jenis surfaktannya (Mao et al., 2009; Yin et al., 2009). Perilaku molekul bioaktif dalam sistem emulsi sangat dipengaruhi oleh sifat sistem emulsi yang membawanya selama melewati saluran pencernaan. Droplet emulsi lipid mengalami satu seri proses fisik dan biokimiawi selama digesti yang menyebabkan destabilisasi emulsi lipid. Stabilitas fisik emulsi maupun nanoemulsi β-karoten selama simulasi digesti dipengaruhi oleh jenis surfaktan, diameter partikel dropet, dan jenis fase minyak (Liu et al., 2012; Qian et al., 2012 b ; Salvia- Trujillo et al., 2013 a ; Mun et al., 2015). Sufaktan yang umum digunakan dalam pangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok protein seperti kaseinat, β-laktoglobulin, isolate protein whey (WPI, whey protein isolate), dan kelompok non protein seperti sorbitan ester (Span), etoksilated sorbitan ester (Tween), fosfolipid. Penggunaan surfaktan dari golongan protein untuk menstabilkan emulsi β-karoten terbukti tidak stabil terhadap kondisi saluran pencernaan. Emulsi β- karoten mengalami flokulasi dan koalesensi pada simulasi lambung karena hidrolisis surfaktan oleh pepsin (Nik et al., 2010; Nik et al., 2011; Liu et al., 2012; Xu et al., 2012; Hou et al., 2014). Kapasitas antioksidan (Trolox equivalent antioxidant capacity, TEAC) karotenoid (γ- dan β-karoten, likopen, rubixantin dan β-kriptoxantin) berbanding terbalik dengan bioaksesibilitasnya (Sólyom et al., 2014). Beberapa penelitian 7

8 seperti Perales et al. (2008), Pavan et al., (2014), dan Santini et al. (2014) menunjukkan peningkatan TEAC fraksi bioksesibel beberapa buah maupun minuman buah dibanding awalnya. Kapasitas antioksidan karotenoid meningkat dengan peningkatan solubilitas (Kobayashi dan Sakamoto, 1999). Mikroemulsi mampu meningkatkan solubilitas komponen bioaktif hidrofobik yang dibawanya, seperti likopen (Spernath et al., 2002; Garti et al., 2004), gliserol mono laurat (Zhang et al., 2008), dan beberapa obat yang tidak larut air (Araya et al., 2005; Fanun, 2012). Ariviani et al. (2011 a ; 2011 b ), memperlihatkan bahwa mikroemulsi mampu meningkatkan efektivitas β- karoten dalam menghambat kerusakan fotooksidatif vitamin C Perumusan masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan mikroemulsi sebagai sistem pembawa β-karoten dalam meningkatkan stabilitas, bioaksesibilitas dan kapasitas antioksidan β-karoten. Permasalahan utama tersebut dijabarkan dalam beberapa permasalahan berikut: 1. Berapakah rasio surfaktan-minyak yang menghasilkan mikroemulsi stabil jika dibuat dengan metode emulsifikasi spontan menggunakan VCO maupun minyak sawit sebagai fase minyak? 2. Bagaimanakah karakteristik mikroemulsi β-karoten dengan kadar β-karoten yang berbeda, yang dibuat dengan rasio surfaktan-minyak terpilih? 3. Bagaimanakah stabilitas kimiawi β-karoten dalam mikroemulsi terpilih selama penyimpanan suhu 27 C, 15 C dan 4 C? 4. Bagaimanakah stabilitas fisik mikroemulsi, stabilitas kimiawi dan bioaksesibilitas β-karoten dalam mikroemulsi dengan penggunaan VCO 8

9 maupun minyak sawit pada konsentrasi 2% b/b dan 4% b/b sebagai fase minyak, pada simulasi digesti in vitro? 5. Bagaimanakah tingkat lipolisis minyak sawit maupun VCO dalam droplet mikroemulsi β-karoten dan korelasinya dengan bioaksesibilitas β-karoten? 6. Bagaimanakah perubahan kapasitas antioksidan (TEAC) β-karoten dalam mikoemulsi sebelum dipapar kondisi saluran pencernaan dan β-karoten yang bioaksesibel (tergabung dalam misel)? 7. Bagaimanakah efektivitas mikroemulsi dalam meningkatkan bioaksesibilitas dan kapasitas antioksidan β-karoten dibanding emulsi? 1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi kemampuan mikroemulsi sebagai sistem pembawa β-karoten untuk meningkatkan stabilitas, bioaksesibilitas dan kapasitas antioksidan. Tujuan umum ini dicapai melalui beberapa tujuan khusus yaitu: 1. Formulasi mikroemulsi stabil dengan variasi rasio surfaktan-minyak, menggunakan VCO maupun minyak sawit sebagai fase minyak, dengan metode emulsifikasi spontan. 2. Karakterisasi mikroemulsi β-karoten dengan kadar β-karoten yang berbeda yang dibuat dengan rasio surfaktan-minyak terpilih. 3. Evaluasi stabilitas kimiawi β-karoten dalam mikroemulsi terpilih selama penyimpanan suhu 27 C, 15 C dan 4 C. 4. Menentukan stabilitas fisik mikroemulsi, stabilitas kimiawi dan bioaksesibilitas β-karoten dalam mikroemulsi dengan fase minyak VCO maupun minyak sawit pada konsentrasi 2% b/b dan 4% b/b, menggunakan model digesti in vitro. 9

10 5. Menentukan tingkat lipolisis minyak sawit maupun VCO dalam droplet mikroemulsi β-karoten dan korelasinya dengan bioaksesibilitas β-karoten. 6. Menentukan kapasitas antioksidan (TEAC) β-karoten dalam mikroemulsi awal dan β-karoten yang bioaksesibel (tergabung dalam misel). 7. Menentukan efektivitas mikroemulsi dalam meningkatkan bioaksesibilitas dan kapasitas antioksidan β-karoten dibanding emulsi Manfaat penelitian Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif penyelesaian masalah rendahnya stabilitas dan bioaksesibilitas β-karoten, sekaligus sebagai dasar bagi pengembangannya sebagai functional food ingredient. 1.3 Kebaruan Penelitian Kebaruan dari penelitian ini dibandingkan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengkaji potensi mikroemulsi sebagai sistem pembawa β-karoten dalam meningkatkan stabilitas, bioaksesibilitas dan kapasitas antioksidan. Kebaruan penelitian secara lengkap disajikan pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Kebaruan penelitian dibandingkan penelitian sebelumnya No Tema Penelitian sebelumnya Kebaharuan penelitian 1. Formulasi mikroemulsi Lanjutan Tabel 1.3 Cho et al. (2008) membuat mikroemulsi dengan homogenisasi kecepatan tinggi menggunakan kombinasi 2 surfaktan dan minyak kanola sebagai fase minyak. Spernath et al. (2002), Amar et al. (2003), Li et al. (2005), membuat mikroemulsi dengan emulsifikasi spontan. Mikroemulsi dibuat menggunakan surfaktan HLB tinggi saja atau kombinasi HLB tinggi dan rendah. Ariviani (2009) menghasilkan mikroemulsi dengan stabilitas terbaik dengan metode emulsifikasi spontan menggunakan kombinasi 3 surfaktan nonionik. Minyak Formulasi mikroemulsi menggunakan metode emulsifikasi spontan, dengan kombinasi tiga surfaktan nonionik. VCO maupun minyak sawit sebagai fase minyak, pada rasio surfaktanminyak 2, 3, 4, dan 5. 10

11 2. Pembuatan mikroemulsi β- karoten 3. Stabilitas β- karoten selama penyimpanan 4. Stabilitas fisikokimiawi β- karoten dalam sistem pembawa berbasis emulsi selama digesti in vitro Lanjutan Tabel Bioaksesibilitas β-karoten dalam sistem pembawa berbasis emulsi kedelai maupun minyak kanola sebagai fase minyak, dan rasio surfaktan-minyak 6,25. Chen dan Zong (2015), membuat mikroemulsi β-karoten menggunakan fase minyak peppermint dengan proporsi minyak, Tween 20, β-karoten, lesitin berturut-turut 3% b/b; 20% b/b; 0,1% b/v; 0% - 3% b/b, dan rasio surfaktan-minyak 6,67-7,67. Roohinejad et al. (2015), membuat mikroemulsi β-karoten menggunakan fase minyak trigliserida rantai sedang (1 8% b/b, 16% b/b dan 30% b/b), surfaktan Tween 80 dengan rasio surfaktan-minyak berturut-turut 9; 4 dan 0,67. Pada penelitian Ariviani (2009), β-karoten yang diisikan 300ppm, menggunakan minyak kedelai maupun kanola dengan konsentrasi minyak 1,57% b/b, dan rasio sufraktanminyak 6,25. Hou et al. (2010) dan Yi et al. (2014) mengkaji stabilitas emulsi β-karoten selama penyimpanan. Tan dan Nakajima (2005), Yuan et al. (2008), Mao et al. (2009), Yin et al. (2009) Qian et al., (2012a), dan Liang et al., (2013) dan telah mempelajari stabilitas β-karoten dalam nanoemulsi selama penyimpanan. Chen dan Zong (2015) mempelajari stabilitas β-karoten (0,1% b/v) dalam mikroemulsi dengan fase minyak peppermint selama penyimpanan suhu ruang, 60 C, 80 C dan radiasi UV. Liu et al. (2012) dan Mun et al. (2015), mempelajari stabilitas fisik emulsi β-karoten selama digesti in vitro. Salvia-Trujillo et al. (2013a), mempelajari stabilitas fisik nanoemulsi β-karoten selama digesti in vitro. Yi et al. (2014) mempelajari stabilitas kimiawi β-karoten dalam emulsi selama digesti in vitro. Qian et al. (2012b) mempelajari stabilitas fisik dan kimiawi nanoemulsi β-karoten selama digesti in vitro. Liu et al.( 2012) dan Wang et al. (2012) mempelajari bioaksesibilitas β-karoten dalam emulsi. Qian et al.( 2012b), Wang et al. (2012), Salvia-Trujillo et al.( 2013a) dan Salvia- Menggunakan formula mikroemulsi terpilih (rasio surfaktan minyak 4) dengan fase minyak VCO maupun minyak sawit dan kadar β- karoten 0,025% b/b dan 0,05% b/b. Mengevaluasi stabilitas β-karoten (0,025% b/b dan 0,05% b/b) dalam mikroemulsi yang berbeda jenis minyaknya (VCO dan minyak sawit) selama penyimpanan berbagai suhu (4 C, 15 C dan suhu 27 C) yang merepresentasikan kondisi komersial akhir. Mempelajari stabilitas fisik dan kimiawi mikroemulsi β- karoten dengan fase minyak yang berbeda jenis dan konsentrasinya, selama digesti in vitro. Mempelajari bioaksesibilitas β- karoten dalam mikroemulsi dengan jenis dan konsentrasi 11

12 5. Tingkat lipolisis fase minyak dan korelasinya dengan bioaksesibilitas 6 Kapasitas antioksidan (TEAC) β- karoten dalam mikroemulsi 7 Efektivitas mikroemulsi dalam meningkatkan biosksesibilitas in vitro dan kapasitas antioksidan β- karoten Trujillo et al. (2013b) mempelajari bioaksesibilitas β-karoten dalam nanoemulsi. Liu et al. (2012), Yi et al.( 2014) dan Mun et al. (2015) mempelajari tingkat lipolisis emulsi β-karoten. Qian et al. (2012b), Salvia-Trujillo et al. (2013a; 2013b) mempelajari tingkat lipolisis nanoemulsi β-karoten. Nik et al. (2010) dan Nik et al. (2011) mempelajari korelasi antara lipolisis fase minyak emulsi dan proporsi β-karoten yang tergabung dalam fase miselar. Chen dan Zong (2015) menentukan TEAC mikroemulsi β-karoten dibandingkan mikroemulsi tanpa β-karoten, β-karoten dalam etanol dan campuran surfaktan yang digunakan untuk pembuatan mikroemulsi. Roohinejad et al. (2014) melaporkan kemampuan mikroemulsi β-karoten dalam menghambat kerusakan oksidatif sel Caco-2 yang disebabkan oleh H2O2. Ariviani (2011a; 2011b) memperlihatkan efektivitas mikroemulsi β-karoten dalam menghambat kerusakan fotooksidatif vitamin C dalam sistem model maupun sari buah jeruk. Sólyom et al. (2014) mengevaluasi kapasitas antioksidan (TEAC) β-karoten dalam heksan dan β-karoten yang bioaksesibel setelah emulsi β-karoten dipapar simulasi digesti in vitro. Wang et al. (2012) membandingkan bioaksesibilitas β-karoten dalam emulsi dengan berbagai ukuran diameter partikel (18315nm, 1978 nm, 873 nm dan 684 nm). Salvia-Trujillo et al. (2013b) membandingkan bioaksesibilitas β-karoten dalam emulsi dengan diameter partikel rerata besar (23000 nm), sedang (380 nm) dan kecil (210 nm). Yi et al. (2014) membandingkan bioaksesibilitas β-karoten dalam emulsi dengan diameter partikel 368 nm, 312 nm, 207nm, 175nm, dan 124nm. fase minyak yang berbeda. Ditentukan tingkat lipolisis mikroemulsi dengan fase minyak yang berbeda jenis dan konsentrasinya. Selanjutnya diuji korelasinya terhadap bioaksesibilitas β- karoten. Mikroemulsi β- karoten dengan konsentrasi dan jenis minyak yang berbeda ditentukan kapasitas antioksidan (TEAC) sebelum dipapar simulasi digesti (awal) dan yang bioaksesibel. Kemampuan mikroemulsi dibandingkan dengan emulsi dalam meningkatkan bioaksesibilitas dan kapasitas antioksidan (TEAC) β-karoten. 12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben yang secara alami terdapat dalam buah blueberries, kulit buah berbagai varietas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Oksidasi dapat menyebabkan hilangnya nutrien, terbentuknya flavor yang

BAB I. PENDAHULUAN. Oksidasi dapat menyebabkan hilangnya nutrien, terbentuknya flavor yang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Oksidasi dapat menyebabkan hilangnya nutrien, terbentuknya flavor yang tidak disukai, perubahan warna, dan terbentuknya senyawa toksis yang membuat produk makanan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

Setyaningrum Ariviani 1, Sri Raharjo 2, Sri Anggrahini 2, Sri Naruki 2. AGRITECH, Vol. 35, No. 1, Februari 2015

Setyaningrum Ariviani 1, Sri Raharjo 2, Sri Anggrahini 2, Sri Naruki 2. AGRITECH, Vol. 35, No. 1, Februari 2015 FORMULASI DAN STABILITAS MIKROEMULSI O/W DENGAN METODE EMULSIFIKASI SPONTAN MENGGUNAKAN VCO DAN MINYAK SAWIT SEBAGAI FASE MINYAK: PENGARUH RASIO SURFAKTAN-MINYAK Formulation and Stability of O/W Microemulsion

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin C telah digunakan dalam kosmesetika berupa produk dermatologis karena telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan pada kulit, antara lain sebagai pemutih

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Orientasi formula mikroemulsi dilakukan untuk mendapatkan formula yang dapat membentuk mikroemulsi dan juga baik dilihat dari stabilitasnya. Pemilihan emulgator utama

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. goreng segar, 15% pada daging ayam/ikan berbumbu, 15-20% pada daging

BAB I PENDAHULUAN. goreng segar, 15% pada daging ayam/ikan berbumbu, 15-20% pada daging BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan yang digoreng menyerap lemak atau minyak goreng dalam jumlah yang bervariasi, yaitu 5% pada kentang goreng beku, 10% pada kentang goreng segar, 15% pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN (PROSES PENCAMPURAN AWAL) Parameter pengamatan yang digunakan pada proses pencampuran awal ini adalah persentase volume pemisahan air terhadap volume

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipilih sebagai cara pengolahan makanan karena mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipilih sebagai cara pengolahan makanan karena mampu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggorengan merupakan salah satu metode tertua dan paling umum dalam teknik persiapan makanan. Penggorengan dengan minyak atau lemak lebih banyak dipilih sebagai cara

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang disintesis oleh tanaman, alga, dan bakteri fotosintesis sebagai sumber warna kuning, oranye, dan merah

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang. Karotenoid merupakan suatu kelompok pigmen organik berwarna kuning oranye, atau merah oranye yang terjadi secara alamiah dalam tumbuhan yang berfotosintesis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai16,436 juta ton pada tahun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan sebagai antihipertensi,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penampilan kulit adalah indikator utama dari usia. Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia.

Lebih terperinci

4. Emulsifikasi dan homogenisasi

4. Emulsifikasi dan homogenisasi Minggu 4 4. Emulsifikasi dan homogenisasi 4.. Emulsi Emulsi adalah suatu larutan yang terdiri dari fase disperse dan fase continue. Ada dua tipe emulsi yaitu air dalam lemak dan lemak dalam air. Contoh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoenkapsulasi telah banyak diterapkan di bidang farmasi dan kesehatan. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan beberapa keunggulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK DALAM AIR (O/W) YANG STABIL MENGGUNAKAN KOMBINASI TIGA SURFAKTAN NON IONIK DENGAN NILAI HLB RENDAH, TINGGI DAN SEDANG

FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK DALAM AIR (O/W) YANG STABIL MENGGUNAKAN KOMBINASI TIGA SURFAKTAN NON IONIK DENGAN NILAI HLB RENDAH, TINGGI DAN SEDANG AGRITECH, Vol. 3, No., FEBRUARI 2 FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK DALAM AIR (O/W) YANG STABIL MENGGUNAKAN KOMBINASI TIGA SURFAKTAN NON IONIK DENGAN NILAI HLB RENDAH, TINGGI DAN SEDANG Stable O/W Microemulsion

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Mengkudu mengandung berbagai komponen antara

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dapat diberikan melalui kulit untuk mendapatkan efek pada tempat pemakaian, jaringan di dekat tempat pemakaian, ataupun efek sistemik. Meskipun terdapat banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO VCO diproduksi dengan menggunakan metode pengasaman, oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan ph optimum dari krim kelapa.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Pola Spektra Karotenoid dari Ekstrak Buah Sawit Segar dan Pasca-Perebusan Pola spektra karotenoid dari ekstrak buah sawit segar maupun buah sawit pascaperebusan menunjukkan

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya hidup seperti diet tinggi kolesterol atau asam lemak jenuh tinggi dan kurangnya olahraga.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini pemasarannya sudah semakin meluas dan dikonsumsi oleh seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80% fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Lemak dan minyak merupakan makanan yang sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan kelapa yang mencapai 3.187.700 ton pada tahun 2013 (BPS, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembuatan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan yang baru untuk suatu aplikasi tertentu di suatu industri, tetapi juga melakukan pencarian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

METABOLISME LEMAK. Yunita Eka Puspitasari, S.Pi, MP

METABOLISME LEMAK. Yunita Eka Puspitasari, S.Pi, MP METABOLISME LEMAK Yunita Eka Puspitasari, S.Pi, MP MEMBRAN Pada umumnya, lipid tidak larut dalam air Asam lemak tertentu... (sebutkan )... Mengandung gugus polar Larut dalam air dan sebagian larut dalam

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa polifenol merupakan senyawa yang mempunyai peran penting di bidang kesehatan. Senyawa ini telah banyak digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki gaya hidup beragam dan cenderung kurang memperhatikan pola makan dan aktivitas yang sehat. Akibatnya,

Lebih terperinci

KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN LITBANGYASA TEKNOLOGI INDUSTRI. PENGEMBANGAN INDUSTRI (BPPI) : Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri

KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN LITBANGYASA TEKNOLOGI INDUSTRI. PENGEMBANGAN INDUSTRI (BPPI) : Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN LITBANGYASA TEKNOLOGI INDUSTRI Kementerian Negara/ Lembaga Unit Eselon I Program Hasil : Unit Eselon II/Satker Indikator Kinerja Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak Kelapa Murni (VCO, Virgin Coconut Oil) berasal dari tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Minyak Kelapa Murni (VCO, Virgin Coconut Oil) berasal dari tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak Kelapa Murni (VCO, Virgin Coconut Oil) berasal dari tanaman kelapa (Cocos nucifera) yang telah turun temurun digunakan dan dimanfaatkan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm), dan setelah di ekstraksi akan menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) atau dikenal dengan Noni merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk terapi penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Cokelat adalah olahan yang dihasilkan dari bahan baku yaitu biji dan lemak

I PENDAHULUAN. Cokelat adalah olahan yang dihasilkan dari bahan baku yaitu biji dan lemak I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Cokelat adalah olahan yang dihasilkan dari bahan baku yaitu biji dan lemak kakao. Cokelat merupakan kategori makanan yang mudah dicerna oleh tubuh dan mengandung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Penelitian.. B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan harus mampu mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang berperan dalam proses pertumbuhan, menjaga berat badan, mencegah penyakit defisiensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti inflamasi NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) golongan propanoat yang biasa digunakan untuk

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C NOTULENSI DISKUSI PHARM-C Hari, tanggal : Sabtu, 15 Juli 2017 Waktu : 19.00-21.30 WIB Tempat : Online (LINE Grup Pharm-C Kloter 1) Pembicara Tema Diskusi Moderator Notulis Time Keeper Jumlah Peserta :

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari x BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lipid Pengertian lipid secara umum adalah kelompok zat atau senyawa organik yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari zat

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak terlepas dari konsumsi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak terlepas dari konsumsi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minyak merupakan bahan baku yang penting dalam rumah tangga maupun industri terkait dengan fungsinya sebagai media penggorengan. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 4 HSIL PERCON DN HSN Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi homogenisasi;

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi glukosa ester dari beras dan berbagai asam lemak jenuh dilakukan secara bertahap. Tahap pertama fermentasi tepung beras menjadi glukosa menggunakan enzim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mono- dan diasilgliserol merupakan molekul amfifilik, yaitu memiliki gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang lainnya. Mono- dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus yang dapat bertahan dari waktu ke waktu. Organisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penampilan adalah hal yang penting, berbagai cara dilakukan demi menciptakan penampilan yang menarik. Bagian tubuh yang sering menjadi perhatian dalam setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarencana Pabrik Keju Cheddar Substitute I-1

BAB I PENDAHULUAN. Prarencana Pabrik Keju Cheddar Substitute I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini, keju merupakan salah satu jenis bahan pangan yang tidak lagi asing di masyarakat. Berbagai kalangan masyarkat telah menggunakan keju sebagai bahan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dan banyak sekali produk turunan dari minyak sawit yang dapat menggantikan keberadaan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci