V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 55 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Tingkat Perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo Persepsi Masyarakat Kabupaten Gowa merupakan salah satu Kabupaten penghasil budidaya perikanan darat dan payau di Provinsi Sulawesi Selatan. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh Kabupaten Gowa dalam pengembangan kawasan adalah ketersediaan lahan, permodalan, sistem produksi, industri pemasaran dan sumberdaya manusia. Dalam rangka pengembangan potensi sumberdaya ikan dan memenuhi pangsa pasar ikan air tawar/payau, maka Pemerintah Kabupaten Gowa melalui SK No. 362/VII/2008 menetapkan lima kecamatan sebagai daerah minapolis dan lima kecamatan sebagai daerah hinterlandnya, selain itu penetapan tersebut diperkuat dengan SK Menteri KKP No.Kep-41/Men/2009 tentang penetapan Kabupaten Gowa sebagai salah satu lokasi minapolitan di Provinsi Sulawesi Selatan selain Kabupaten Luwu Timur. Dalam rangka mensukseskan program tersebut, pemerintah daerah berupaya mensosialisasikan kepada para masyarakat dan petani ikan agar program tersebut dapat berjalan dengan baik. Persepsi masyarakat/responden terhadap pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo dapat dilihat pada Gambar 8, Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh, 46% masyarakat mengetahui akan program pengembangan Kawasan Minapolitan yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan sebanyak 54% masyarakat belum mengetahui akan program tersebut. Masyarakat sebagian besar menganggap saat ini sedang berjalan program pengembangan kawasan Minapadi dimana pembudidayaan ikan dilakukan di lahan pertanian. Sebagian masyarakat yang mengetahui program pengembangan Kawasan Minapolitan hanya sebatas pernah mendengar belum mengetahui sampai konsep itu seperti apa.

2 56 Pengetahuan responden akan minapolitan ya 46% tidak 54% Gambar 11. Persentase Pengetahuan Responden Mengenai Minapolitan. Sumber informasi mengenai minapolitan yang didengar oleh masyarakat dalam kawasan menyatakan berasal dari adanya sosialisasi pemerintah sebesar 50%, berasal dari media sebesar 33% dan berasal dari teman sebesar 17%. Berdasarkan informasi dari para aparat desa, bahwa pemerintah daerah melalui dinas perikanan minimal pada tiap hari senin dalam seminggu sekali selalu mengadakan konsultasi dan sosialisasi dengan para petani yang berada di kecamatan yang termasuk dalam kawasan selebihnya melakukan peninjauan di lapangan. Selain itu pemerintah mensosialisasikan program minapolitan melalui media cetak dan elektronik. Sumber Informasi teman 17% media 33% pemerintah 50% Gambar 12. Sumber Informasi Responden Mengenai Minapolitan.

3 57 Dalam penetapan kawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebanyak 83% responden menyatakan setuju tentang penetapan kawasan minapolitan, sedangkan 9% responden menyatakan kurang setuju dan 8% responden menyatakan tidak setuju. Responden dalam hal ini berharap program ini dapat terlaksana dengan baik bukan hanya sebagai wacana belaka. Persentase responden mengenai penetapan Kawasan Minapolitan dapat dilihat pada Gambar 13. Persetujuan Responden tidak 8% kurang 9% setuju 83% Gambar 13. Persentase Responden Mengenai Penetapan Kawasan Minapolitan. Responden berharap dengan adanya program pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo ini dapat memeberikan kontribusi yang nyata terhadap dampak positif yang akan diterima oleh mereka baik dari segi peningkatan kesejahteraan hidup, peningkatan sebagainya. Sebanyak 85% ekonomi, responden kesempatan menyatakan bekerja bahwa dan program pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo dapat memberikan dampak yang sangat positif seperti peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan ekonomi bila semua pihak memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankannya. Sedangkan 15% responden menyatakan ragu-ragu akan berjalannya program tersebut. Persentase responden dalam menyikapi pengembangan Kawasan Minapolitan dapat dilihat pada Gambar 14.

4 58 Peningkatan Lapangan Pekerjaan ragu 15% ya 85% (a) Peningkatan Ekonomi ragu 15% ya 85% (b) Gambar 14. Persentase Responden Dalam Menyikapi Minapolitan (a) dapat meningkatkan lapangan pekerjaan, (b) dapat meningkatkan ekonomi daerah. Keberhasilan pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo tidak terlepas dari adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai terutama prasarana jalan sebagai jalur perekonomia kawasan. Berdasarkan pendapat para responden, menyatakan bahwa kondisi jalan yang ada di tiap kecamatan berada dalam kondisi sangat bagus sebesar 8%, kondisi bagus sebesar 61%, dan 31% responden menyatakan kondisi jalan dalam keadaan sedang. Kondisi jalan di kecamatan disajikan pada Gambar 15.

5 59 sangat jelek 0% Kondisi Jalan jelek 0% sangat bagus 8% sedang 31% bagus 61% Gambar 15. Kondisi Jalan di Kecamatan. Keberhasilan pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo di Kabupaten Gowa sangat ditentukan dengan koordinasi dan kerjasama yang baik dari berbagai stakeholders. sebagai pelaku lebih Responden berharap petani ikan pada dasarnya baik berasal dari masyarakat lokal dan dalam pemberdayaan masyarakat akan menyerap masyarakat lokal sebesar 46%, masyarakat lokal dengan daerah lain sebesar 46% dan masyarakat lokal dengan daerah lain bahkan lintas negara sebesar 8% (Gambar 16). lokal,daerah lain,internasion al 8% Pemberdayaan Masyarakat lokal 46% lokal dan daerah lain 46% Gambar 16. Pemberdayaan Masyarakat dalam Kawasan Minapolitan.

6 Identifikasi Potensi Wilayah Pengembangan Kawasan Minapolitan Kajian wilayah penelitian meliputi 18 kecamatan, yaitu 1) Kecamatan Bontonompo, (2) Kecamatan Bontonompo Selatan, (3) Kecamatan Bajeng, (4) Kecamatan Bajeng Barat, (5) Kecamatan Pallangga, (6), Kecamatan Barombong, (7) Kecamatan Somba Opu, (8) Kecamatan Bontomarannu, (9) Kecamatan Pattalasang, (10) Kecamatan Parangloe, (11) Kecamatan Manuju, (12) Kecamatan Tinggimoncong, (13) Kecamatan Tombolopao, (14) Kecamatan Parigi, (15) Kecamatan Bungaya, (16) Kecamatan Bontolempangan, (17) Kecamatan Tompobulu dan (18) Kecamatan Biringbulu termasuk di dalamnya 5 Kecamatan yang merupakan Kawasan Minapolitan saat ini, yaitu 1) Kecamatan Bontonompo, (2) Kecamatan Bontonompo Selatan, (3) Kecamatan Bajeng, (4) Kecamatan Bajeng Barat, (5) Kecamatan Pallangga dan 5 Kecamatan yang merupakan daerah hinterland yaitu (1), Kecamatan Barombong, (2) Kecamatan Somba Opu, (3) Kecamatan Bontomarannu, (4) Kecamatan Parangloe, dan (5) Kecamatan Tinggimoncong. Setiap kecamatan yang termasuk ke dalam Kawasan Minapolitan dikaji untuk mengetahui potensi perikanan sehingga dapat dijadikan basis dalam pengembangaan kawasan minapolitan. Seluruh kecamatan di Kabupaten Gowa dikaji untuk mengetahui potensi wilayah secara keseluruhan. Analisis Location Quotient (LQ) merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk mengetahui potensi suatu wilayah untuk kemudian dapat dijadikan basis dalam pengembangan kawasan minapolitan. Analisis LQ ini didasarkan atas tiga kriteria, yaitu nilai LQ>1, LQ=1, dan LQ<1. Kriteria pertama apabila nilai LQ>1 hal ini menunjukkan bahwa komoditas/sektor tersebut merupakan unggulan kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Kriteria kedua apabila nilai LQ=1 menunjukkan bahwa komoditas/sektor tersebut mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan di wilayah yang bersangkutan. Kriteria ketiga apabila nilai LQ<1 menunjukkan bahwa komoditas/sektor tersebut bukan unggulan atau bukan merupakan kegiatan utama yang ada di wilayah tersebut. Sektor basis (unggulan) merupakan sektor penggerak ekonomi wilayah yang hasil produksinya dapat melayani di dalam maupun di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis (bukan unggulan) merupakan sektor dengan kegiatan ekonomi yang baru mampu menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di dalam batas perekonomian yang bersangkutan. Sektor non basis tidak

7 61 mampu memasarkan barang dan jasanya keluar batas perekonomiannya sehingga ruang lingkup produksi dan daerah pasarnya bersifat lokal. Nilai LQ>1 dapat dijadikan petunjuk bahwa wilayah tersebut memiliki kegiatan yang dominan dalam memproduksi komoditas tertentu atau memiliki tingkat kegiatan yang tinggi pada suatu sektor yang dilakukan sebagai mata pencaharian kesehariannya. Komoditas-komoditas ini juga telah banyak diminati oleh masyarakat setempat untuk dan cukup sesuai dengan kondisi agroklimat, sehingga dapat dikatakan komoditas-komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan baik dilihat dari keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, upaya peningkatan produksi terhadap komoditas-komoditas yang telah dikembangkan oleh masyarakat perlu terus digiatkan terhadap komoditas yang memiliki nilai LQ>1 mengingat komoditas-komoditas ini sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat secara umum. Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan melalui kegiatan ekstesifikasi dan intensifikasi, dengan tingkat penggunaan sarana produksi perikanan dan pemanfaatan teknologi perikanan yang masih kurang, sehingga komoditas dominan tersebut masih mempunyai peluang yang besar untuk ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Data yang digunakan dalam analisis LQ ini berupa data produksi perikanan yang dibudidayakan di lokasi tambak, kolam, sawah, rawa, sungai dan waduk yang ada di Kabupaten Gowa dan Kawasan Minapolitan pada tahun 2008 dan data potensi wilayah seluruh komoditas dalam kecamatan di Kabupaten Gowa. Hasil analisis yang diperoleh dapat menggambarkan potensi apa yang dimiliki oleh setiap kecamatan di Kabupaten Gowa, kecamatan apa saja yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan budidaya perikanan dan teknik budidaya apa saja yang dapat digunakan dalam budidaya perikanan di tiap kecamatan tersebut. Hasil analisis LQ untuk masing-masing tujuan dan kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 15, Tabel 16 dan Lampiran 3.

8 62 Tabel 15. Nilai LQ Budidaya Sub Sektor Perikanan masing-masing Kecamatan dalam Kabupaten Gowa Kecamatan tambak kolam sawah rawa sungai waduk Biringbulu - 1,47 2,61 1,43 1,31 - Tompobulu - 1,09 2,50 1,78 1,30 - Bontolempangan - 0,71 1,33 3,71 0,62 - Bungaya - 3,58 4, Parigi - - 5,31 2, Tombolopao - 1,51 4,69 0,73 0,63 - Tinggimoncong** - - 1,03 3,20-2,38 Manuju , Parangloe** - 0,43 0,44-0,18 5,85 Pattalasang ,45 1,21 - Bontomarannu** - 1,13 1,28 3,64 0,46 - Somba Opu** - 1,51 0,39 2,33 1,84 - Barombong** - 8, Bontonompo* - 2,37 1,22 3, bontonompo selatan* 7, ,88 - Bajeng* - 3,24 2,01 1,38 0,67 - bajeng barat* - 5,96 2, Pallangga* - 6,24 2, Keterangan: *daerah minapolis ** daerah hinterland Sumber: Data hasil analisis, 2010 Pada Tabel 15 dapat diketahui potensi perikanan apa saja yang dimiliki oleh setiap kecamatan baik yang termasuk ke dalam Kawasan Minapolitan dan yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Gowa. Nilai tersebut dapat dijadikan satu masukan bagi teknik budidaya perikanan yang akan dikembangkan di masing-masing daerah. Teknik budidaya tambak dapat dikembangkan di Kecamatan Bontonompo Selatan karena hanya di wilayah ini saja yang terdapat fasilitas tambak. Teknik budidaya kolam dapat dikembangkan di Kecamatan Barombong, Kecamatan Bajeng, Kecamatan Bajeng Barat dan Kecamatan Pallangga. Teknik budidaya sawah atau lebih dikenal dengan minapadi dapat dikembangkan di Kecamatan Biringbulu, Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Bungaya dan Kecamatan Tombolopao. Teknik budidaya rawa dapat dikembangkan di Kecamatan Bontolempangan, Kecamatan Tinggimoncong, Kecamatan Manuju, Kecamatan Pattalasang, Kecamatan Bontomarannu, Kecamatan Somba Opu dan Kecamatan Bontonompo. Teknik budidaya waduk dapat dikembangkan di Kecamatan Parangloe.

9 63 Ditinjau dari status lokasi sebagai Kawasan Minapolitan, Kecamatan Bontonompo merupakan lokasi yang dapat digunakan untuk dilakukan pengembangan teknik budidaya rawa, Kecamatan Bontonompo Selatan merupakan lokasi yang cocok untuk dilakukan pengembangan teknik budidaya tambak, Kecamatan Pallangga, Kecamatan Bajeng dan Kecamatan Bajeng Barat merupakan lokasi yang cocok untuk dilakukan pengembangan dengan basis teknik budidaya kolam karena tenik tersebut dominan dilakukan oleh masyarakat setempat. Tabel 16. Nilai LQ Sub Sektor Perikanan masing-masing Kecamatan dalam Kawasan Minapolitan Bajen Bontonompo Pallangg Jenis Budidaya Bontonompo Bajeng g Selatan a Barat Tambak - 20, ,70 Kolam 1,68-2,18 4,18 1,42 Sawah 0,86-1,35 1,80 0,48 Rawa 2,48-0,93-0,23 Sungai - 2,45 0,45-1,66 Waduk Balai Benih Ikan - - 1, Usaha Pembenihan Rakyat Sumber: Data hasil analisis, ,96 1,88 2,46 Pada Tabel 16 diketahui berdasarkan analisis potensi wilayah, Kecamatan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai Kawasan Minapolitan Bontonompo memiliki nilai LQ>1 sehingga dapat dikatakan mendukung terhadap masingmasing teknik budidaya berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Kecamatan Bontonompo mendukung dalam pengembangan teknik budidaya rawa, Kecamatan Bontonompo Selatan mendukung dalam pengembangan teknik budidaya tambak, Kecamatan Bajeng mendukung dalam pengembangan Balai Benih Ikan, Kecamatan Bajeng Barat mendukung dalam pengembangan teknik budidaya kolam dan Kecamatan Pallangga mendukung dalam pengembangan usaha pembenihan rakyat akan tetapi bila ditinjau berdasarkan nilai LQ keseluruhan, budidaya perikanan merupakan alternatif pengembangan kawasan atau penunjang bagi pengembangan yang berdasarkan sektor pertanian, perkebunan dan peternakan, hal ini dapat dilihat pada hasil Analisis nilai LQ potensi wilayah yang terlampir pada lampiran 3.

10 Kinerja Perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo Minapolitan merupakan kota perikanan yang tumbuh dan berkembang dikarenakan adanya proses/sistem dan usaha agribisnis yang berjalan, serta mampu melayani, mendorong, menarik, dan menghela kegiatan pembangunan perikanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Penilaian perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo diperoleh berdasarkan pengamatan kondisi eksisting sistem dan usaha agribisnis yang berkembang di kawasan tersebut. Aspekaspek yang digunakan dalam penilaian kinerja perkembangan Kawasan Minapolitan meliputi aspek input produksi, aspek usaha tani, aspek agroindustri, aspek agroniaga/pemasaran dan aspek penunjang (infrastruktur dan kelembagaan). Kawasan Minapolitan Bontonompo keberadaannya diperkuat dengan SK Bupati Gowa No. 523/080/Perikanan Tahun 2008 tentang Program Kegiatan Minapolitan dan legalitas kawasan berdasarkan SK Bupati Gowa No. 443 Tahun 2006 tentang UPP. Kawasan ini dialokasikan di Kecamatan Bajeng, Bajeng Barat, Bontonompo Selatan, Bontonompo, dan Pallanga sebagai lokasi minapolis dan Kecamatan Somba Opu, Barombong, Bontomarannu, Parangloe dan Tinggimoncong sebagai lokasi hinterland. Total luas Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa adalah 600 Ha atau sekitar 10,2% dari total luas Kabupaten Gowa. Komoditas unggulan di kawasan ini adalah jenis perikanan darat dan payau. Jenis komditas unggulan dalam kawasan ini adalah ikan mas, nila, bandeng, udang dan kepiting diperkuat dengan SK Bupati Gowa No. 362/VII/2008 Tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Gowa. Penilaian perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo diperoleh melalui pengamatan kondisi sistem agribisnis yang berkembang di kawasan, sebab pada prinsipnya minapolitan merupakan kota perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis, serta mampu melayani, mendorong kegiatan pembangunan perikanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Aspek penilaian perkembangan kawasan meliputi Aspek input produksi, usahatani, agroindustri, agroniaga/pemasaran dan penunjang (infrastruktur dan kelembagaan).

11 Faktor-Faktor Sensitif/Dominan yang Mempengaruhi Kinerja Perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo a. Aspek Usaha Tani Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Usaha Tani dalam perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo di Kabupaten Gowa ditunjukkan pada Gambar 17. Kegunaan faktor pengungkit adalah untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Usaha Tani menuju status yang lebih baik. Leverage of Attributes Ketersediaan lahan Ketersediaan produk unggulan Pembibitan dan budidaya Pengadaan vitamin Pengadaan obat-obatan Kualitas SDM petani ikan Ketersediaan tenaga kerja perikanan Attribute Aksesibilitas permodalan Pola pemeliharaan Luas kawasan usaha tani Produktivitas komoditas unggulan Jumlah komoditas unggulan Aksesibilitas Teknologi budidaya Masyarakat yang terlibat Nilai ekonomis komoditas uggulan Kelayakan usaha tani Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 17. Hasil Analisis Leverage Aspek Usahatani. Pada Gambar 17 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit utama untuk aspek Usaha Tani di Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1)

12 66 Produktivitas komoditas unggulan; (2) Jumlah komoditas unggulan, (3) Ketersediaan tenaga kerja perikanan, dan (4) Aksesibilitas permodalan. Dengan melakukan intervensi atau perlakukan terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Usaha Tani ke tingkat yang lebih baik. Munculnya faktor pengungkit utama berupa produktivitas komoditas unggulan diduga dikarenakan bahwa produktivitas komoditas unggulan saat ni belum mencapai angka yang optimal bagi budidaya perikanan, maka dari itu diadakanlah program revolusi biru oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan dengan tujuan meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dan budidaya. Oleh karena itu pada masa yang akan datang perlu dilakukan pembaharuan teknik budiaya yang mudah diterapkan dan ramah lingkungan sehingga produktivitas dapat ditingkatkan tanpa meninggalkan bagian penting dalam pelestarian lingkungan. Munculnya faktor pengungkit kedua berupa jumlah komoditas unggulan diduga dikarenakan bahwa saat ini jumlah komoditas unggulan memiliki nilai positif sebagai dasar bagi berkembangnya konsep Minapolitan dimana terdapat 5 jenis komoditas yang diunggulkan baik perikanan tawar (Ikan Mas dan Ikan Nila) maupun payau/laut (Ikan bandeng, Udang dan Kepiting) di Kawasan Minapolitan Bontonompo. Oleh karena itu pada masa yang akan datang diperlukan dukungan dari setiap dimensi yang terkait guna mengoptimalkan potensi dasar yang telah dimiliki untuk perkembangan perikanan yang lebih baik. Ketersediaan tenaga kerja muncul sebagai faktor pengungkit ketiga dalam aspek usaha tani. Untuk memperbaiki nilai aspek usaha tani dimasa mendatang pemerintah dapat menciptakan kesempatan kerja dalam sub sektor perikanan agar ketersediaan tenaga kerja dapat terpenuhi, karena sebagaimana diketahui, sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan industri saat ini memegang peran yang dominan dalam menciptakan lapangan pekerjaan dibanding dengan sub sektor perikanan. Aksesibilitas permodalan dalam aspek Usaha Tani muncul sebagai faktor pengungkit keempat. Untuk memperbaiki status aspek Usaha Tani dalam aksesibilitas permodalan pada masa mendatang, pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan dunia perbankan melalui sistem penjaminan, yaitu pemerintah daerah menyimpan dana di bank sebagai jaminan untuk penyaluran kredit bagi pengembangan industri, ekonomi dan petani lokal. Kemitraan dapat juga

13 67 dilakukan dengan cara pemerintah mengundang perusahaan-perusahaan besar baik perusahaan swasta maupun BUMN untuk memberikan kemudahan dalam pembiayaan dalam rangka Corporate Social Responsibility (SCR). Pemerintah daerah dapat mengembangkan bentuk kemitraan-kemitraan pembiayaan lainnya dengan tujuan agar memudahkan para pelaku usaha untuk mengakses permodalan. b. Aspek Agroindustri Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Agroindustri dalam perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo di Kabupaten Gowa ditunjukkan pada Gambar 18. Kegunaan faktor pengungkit adalah untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Agoindustri menuju status yang lebih baik. Leverage of Attributes Produktivitas hasil agroindustri 3.15 Skala industri pengolahan 3.10 Teknologi Pengolahan 2.85 Jumlah produk olahan 2.74 Attribute Jumlah tenaga kerja 2.80 Nilai ekonomi komoditas unggulan 2.61 Masyarakat yang terlibat Kelayakan usaha agroindustri 7.24 Pengolahan/pemanfaatan limbah agroindustri Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 18. Hasil Analisis Laverage Aspek Agroindustri.

14 68 Pada Gambar 18 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit utama untuk aspek Agroindustri di Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat yang terlibat; (2) Kelayakan usaha agroindustri, (3) produktivitas hasil agroindustri, dan (4) Skala industri pengolahan. Dengan melakukan intervensi atau perlakukan terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Agroindustri ke tingkat yang lebih baik. Munculnya faktor pengungkit utama masyarakat yang terlibat diduga dikarenakan bahwa keterlibatan masyarakat terhadap sektor perikanan berada pada nilai yang minimal. Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam industri perikanan merupakan faktor penting yang dapat menghambat pengembangan kawasan melalui aspek agroindustri, masyarakat sebagai pelaku secara tidak langsung menyebabkan pengembangan tidak berjalan dengan baik. Untuk menjalankan suatu industri besar dibutuhkan keterlibatan masyarakat yang besar pula sebagai pelaku dan tenaga kerjanya, sebagai contoh untuk industri rumah tangga dibutuhkan tenaga kerja 1-4 orang, untuk industri kecil dibutuhkan tenaga kerja 5 19 orang, untuk industri sedang dibuuhkan tenaga kerja orang sedangkan untuk industri besar dibutuhkan tenaga kerja > 99 orang (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gowa). Saat ini Industri hasil pertanian termasuk di dalamnya industri perikanan menempati urutan teratas dalam hal jumlah perusahaan sebanyak perusahaan, kemudian industri logam, mesin dan kimia perusahaan terakhir industri aneka sebanyak 755 perusahaan yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Untuk menarik minat masyarakat diperlukan kerja sama dari semua pihak yang terlibat baik investor maupun pemerintah itu sendiri. Apabila keterlibatan masyarakat meningkat, kesejahteraan masyarakat meningkat akibat adanya agroindustri maka dapat dikatakan bahwa usaha agroindustri perikanan layak untuk dijalankan maka dari itu kelayakan usaha agroindustri muncul sebagai faktor pengungkit kedua dalam aspek agroindustri. Munculnya faktor pengungkit ketiga dan keempat produktivitas hasil agroindustri dan skala industri pengolahan diduga dikarenakan keadaan agrondustri yang kurang berjalan dengan optimal. Skala industri pengolahan komoditas unggulan dikawasan relatif masih merupakan industri kecil dan menengah. Saat ini di Kabupaten Gowa tercatat terdapat satu industri kecil dan satu industri menengah yang bergerak di bidang perikanan yaitu industri ikan

15 69 asap dan pengolahan tepung ikan yang berada di Kecamatan Barombong yang nerupakan daerah hinterland. Peningkatan skala usaha menjadi industri skala kelompok dengan pemberdayaan kelompok tani perlu mendapat perhatian khusus. Pengembangan industri skala kelompok ini akan memberikan efisiensi produksi yang lebih tinggi seperti penggunaan teknologi yang cenderung akan mempengaruhi meningkatnya biaya produksi, pengelolaan secara kelompok akan menekan biaya tersebut. Selain itu akan terbentuk peluang untuk menbentuk industri skala menengah dan skala besar yang akan menjadi industri pengolahan lanjutan dari hasil industri skala kelompok. Peran pemerintah daerah dalam membuka peluang investasi dengan mengundang berbagai investor untuk dapat menanamkan modalnya sangat diperlukan sehingga industri daerah dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan mampu bersaing di dalam dan luar negeri. Berdasarkan jumlah komoditas unggulan yang dimiliki oleh Kawasan Minapolitan Bontonompo ini, maka jumlah dan jenis produk olahan yang dapat di produksi juga memiliki jumlah yang tidak sedikit, seperti dari produk ikan dapat dijadikan kerupuk kulit, dendeng dan presto, produk udang begitu juga dengan produk kepiting, dengan ini Kawasan Minapolitan memiliki masa depan yang sangat baik bila sehingga sehingga kelayakan agroindustri menjadi faktor yang dominan dan sensitif. c. Aspek Agroniaga/Pemasaran Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Agroniaga dalam perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo di Kabupaten Gowa ditunjukkan pada Gambar 19. Kegunaan faktor pengungkit adalah untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Agroniaga menuju status yang lebih baik.

16 70 Leverage of Attributes Tujuan pemasaran 1.92 Sistem pemasaran 1.05 Ketersediaan pasar saprokan 1.67 Sub Terminal Agribisnis 4.50 Attribute Standarisasi produk Jarak pasar dengan pembeli Sarana pengangkutan 1.89 Biaya pengangkutan 2.93 Teknologi informasi pemasaran Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 19. Hasil Analisis Leverage Aspek Agroniaga. Pada Gambar 19 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit utama untuk aspek Agroniaga di Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Sub Terminal Agribisnis; (2) Biaya Pengangkutan, (3) Standarisasi Produk, dan (4) Jarak Pasar dengan Pembeli. Dengan melakukan intervensi atau perlakukan terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Agroniaga ke tingkat yang lebih baik. Munculnya faktor pengungkit utama sub terminal agribisnis diduga dikarenakan belum adanya fasilitas tersebut di Kawasan Minapolitan Bontonompo. Saat ini hasil budidaya dan olahan menggunakan lahan atau gudang pengumpulan hasil pertanian atau produk-produk lainnya secara bersamaan. Keberadaan sub terminal agribisnis merupakan aspek penting yang harus dimiliki dalam perkembangan Kawasan Minapolitan dikarenakan di tempat ini seluruh produk baik yang mentah maupun olahan di kumpulkan untuk kemudian di pasarkan dan didistribusikan ke tingkat pengelolaan yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu pada masa yang akan datang diperlukan keberadaan

17 71 sub terminal agribisnis yang diharapkan dapat membantu perkembangan perikanan yang lebih baik. Biaya pengangkutan muncul sebagai faktor pengungkit kedua diduga hal ini telah menjadi persoalan tersendiri bagi para petani ikan, sebagian besar petani ikan membebankan biaya pengangkutan kepada pemilik modal atau pengumpul yang datang untuk mengambil hasil budidaya perikanan. Oleh karena itu pada masa yang akan datang diperlukan dukungan dari pemerintah dengan memberlakukan sistem pemasaran yang baik dan teknologi transportasi yang tercapai oleh para petani untuk perkembangan perikanan yang lebih baik. Petani Ikan Pedagang pengumpul Perusahaan Pengolah Industri Pengolahan lanjutan Konsumen Produk Produk Produk Produk Jadi/ mentah/ antara/ antara/ Tersier Primer Sekunder Sekunder Gambar 20. Sistem pemasaran perikanan di Kawasan Minapolitan Bontonompo. Jarak pasar kemudian muncul sebagai faktor pengungkit keempat, hal ini diduga dikarenakan adanya asumsi dimana jarak pasar yang terlalu jauh dari pembeli menyebabkan keengganan para calon pembeli untuk pergi berbelanja untuk membeli produk perikanan, kecuali para pengumpul dan pemiliki modal yang datang untuk mengambil dalam jumlah besar untuk kemudian diolah kembali sebelum dipasarkan dalam bentuk olahan.

18 72 Gambar 21. Lokasi penjualan ikan di kawasan Minapolitan Bontonompo. d. Aspek Infrastruktur Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Infrastruktur dalam perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo di Kabupaten Gowa ditunjukkan pada Gambar 22. Kegunaan faktor pengungkit adalah untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Infrastruktur menuju status yang lebih baik. Leverage of Attributes Kondisi jalan utama dan usaha tani Attribute Bangunan penyuluh perikanan Jalan penghubung dan poros desa-kota Jaringan pengairan/irigasi Jaringan listrik Jaringan telekomunikasi Jaringan air bersih Jaringan drainase permukiman Bangunan penunjang perikanan Bangunan penunjang pemerintah desa Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 22. Hasil Analisis Laverage Aspek Infrastruktur.

19 73 Pada Gambar 22 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit utama untuk aspek Infrastruktur di Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Jaringan Drainase Permukiman; (2) Kondisi Jalan Utama dan Usaha Tani, (3) Jaringan Listrik, dan (4) Jaringan Telekomunikasi. Dengan melakukan intervensi atau perlakukan terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Infrastruktur ke tingkat yang lebih baik. Munculnya faktor pengungkit utama jaringan drainase permukiman diduga dikarenakan ketersediaan jaringan tersebut belum optimal. Oleh karena itu diperlukan adanya peningkatan kualitas drainase permukiman untuk perkembangan aspek infrastruktur yang lebih baik dalam mendukung perkembangan perikanan. Munculnya faktor pengungkit kedua kondisi jalan utama dan jalan usaha tani diduga kualitas jalan memilki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan kawasan terutama di bidang perindustrian dan pemasaran. Oleh karena itu peningkatan kualitas jalan utama dan jalan usaha tani diperlukan untuk perkembangan perikanan yang lebih baik. Jaringan listrik dalam aspek infrastruktur merupakan faktor pengungkit ketiga dan jaringan telekomunikasi muncul sebagai faktor pengungkit keempat. Hal ini diduga dikarenakan jaringan listrik memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan perikanan bagi setiap aspek yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan dengan basis sektor perikanan. Berdasarkan data dan observasi di lapangan, aspek penunjang memang terlihat sudah dipersiapkan untuk menghadapi pengembangan daerah yang akan dilakukan oleh pemerintah, hal ini dapat dilihat dari kemudahan aksesibilitas dalam kawasan dengan dukungan jalan penghubung kota-kota, desa-kota dan jalan poros desa (Gambar 23), jalan merupakan salah satu prasarana dalam menunjang sekaligus memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan adanya prasarana jalan tentunya akan mempermudah mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang baik antar kota maupun antar daerah. Sampai Tahun 2007 panjang jalan di Kabupaten Gowa mengalami peningkatan dibanding Tahun 2006 yaitu dari 2.456,7 km menjadi 2.601,86 km atau bertambah sekitar 5,82%. Pada Tahun 2007 proporsi panjang jalan yang diaspal adalah 42,21% kemudian 21,71% dengan permukaan kerikil dan 36,1% masih jalan tanah.

20 74 Dilihat dari kondisi jalan pada Tahun 2007 panjang jalan dengan kondisi baik sebesar 32,18%. Sedangkan kondisi jalan rusak berat 28,49%. Sedangkan bila dilihat perbandingan terhadap total panjang jalan, pada Tahun 2007 jalan dengan kondisi baik berkurang 23,6% sebaliknya jalan dengan kondisi rusak meningkat 0,34%. Saat ini terdapat 742 ruas jalan yang melewati 18 kecamatan di Kabupaten Gowa dengan panjang total 2.386,85 km dan lebar tiap ruasnya 4 m, adapun jembatan yang terdapat di Kabupaten Gowa sebanyak 149 jembatan dengan panjang total 1.792,00 m, lebar 722,55 m dan jumlah bentang beragam antara 1 atau 2. Gambar 23. Kondisi sarana jalan dan jembatan di Kawasan Minapolitan Bontonompo.

21 75 Jaringan listrik berdasarkan perkiraan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2007 Jumlah rumah tangga di Kabupaten Gowa yang menikmati penerangan listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) sekitar 92,26% dari total jumlah rumahtangga. Sedangkan selebihnya masih menikmati penerangan dari sumber penerangan selain yang berasal dari PLN. Pada Tahun 2007 jumlah pelanggan PLN tercatat sebanyak dengan daya tersambung sebesar VA. Sedangkan produksi listrik yang terjual tercatat sebesar Kwh dengan nilai penjualan sebesar milyar rupiah. Untuk mendukung peningkatan Pembangunan Nasional, PT. Telkom telah berusaha memperlancar arus informasi serta memperluas jangkauan jasa telekomunikasi ke seluruh pelosok tanah air. Upaya ini bisa dilihat dengan meningkatnya jumlah pelanggan telepon hingga Desember 2007 yang tercatat sebanyak pelanggan, sedangkan pada akhir Tahun 2006 hanya pelanggan atau mengalami peningkatan sekitar 3,49%. Seiring berkembangnya teknologi, saat ini banyak masyarakat beralih kepada telepon selular yang sudah berkembang di kawasan tersebut. e. Aspek Suprastruktur Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek Suprastruktur dalam perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo di Kabupaten Gowa ditunjukkan pada Gambar 24. Kegunaan faktor pengungkit adalah untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek Suprastruktur menuju status yang lebih baik.

22 76 Leverage of Attributes Ketersediaan kelompok tani Kebijakan PEMDA sektor perikanan ( Jumlah penyuluh perikanan Ketersediaan koperasi Attribute Ketersediaan lembaga Badan pengelola kawasan minapolitan Ketersediaan Lembaga penyuluhan Pelaksanaan pendidikan pelatihan Ketersediaan lembaga konsultasi Root 0 Mean Square 1 Change 2 in Ordination 3 when Selected 4 Attribute 5 Removed (on 6 Sustainability scale 0 to 100) Gambar 24. Hasil Analisis Laverage Aspek Suprastruktur. Pada Gambar 24 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit utama untuk aspek Suprastruktur di Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) Ketersediaan Lembaga Keuangan/Bank; (2) Ketersediaan Koperasi, (3) Jumlah Penyuluh Perikanan, dan (4) Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan. Dengan melakukan intervensi atau perlakukan terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status aspek Suprastruktur ke tingkat yang lebih baik. Munculnya faktor pengungkit utama ketersediaan lembaga keuangan/bank dan ketersediaan koperasi sebagai faktor pengungkit kedua diduga dikarenakan belum optimalnya fungsi lembaga keuangan/bank dan koperasi yang ada terhadap pemenuhan kebutuhan permodalan bagi perkembangan industri perikanan di Kawasan Minapolitan Bontonompo sehingga para petani masih bergantung kepada subsidi yang diberikan oleh pemerintah dan adanya para pemilik modal. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dalam bidang pembiayaan usaha dengan tujuan agar memudahkan para pelaku usaha untuk mengakses permodalan.

23 77 Jumlah penyuluh perikanan muncul sebagai faktor pengungkit ketiga dalam aspek suprastruktur dalam pengembangan perikanan di Kawasan Minapolitan bontonompo. Untuk memperbaiki status aspek Suprastruktur dalam jumlah penyuluh perikanan pada masa mendatang, yaitu dengan cara melakukan penambahan personil penyuluh dibidang perikanan dengan kualitas yang memadai. Kawasan Minapolitan memiliki tenaga penyuluh perikanan sebanyak 3 orang yang terpusat di Kecamatan Bajeng, sedangkan secara keseluruhan Kabupaten Gowa memiliki tenaga penyuluh perikanan sebanyak 7 orang dengan cakupan 18 kecamatan (BPS, 2008). Kegiatan pelaksanaan penyuluhan perikanan merupakan sarana pembelajaran bagi para petani beserta keluarganya dalam penerapan teknologi perikanan dengan tujuan untuk peningkatan SDM, produksi dan pendapatan usaha taninya. Oleh sebab itu peran Penyuluh perikanan dalam pembangunan ekonomi perikanan sangatlah penting, untuk membantu petani dalam mengelola lahannya sehingga memperoleh optimalisasi dalam berbudidaya perikanan. Pelaksanaan pendidikan pelatihan muncul sebagai faktor pengungkit keempat dalam aspek suprasruktur Tingkat Perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo Penentuan status perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo secara keseluruhan menggunakan analisis penentuan bobot untuk aspek perkembangan. Hasil analisis ini berupa bobot dari masing-masing aspek perkembangan. Dengan diketahuinya indeks masing-masing aspek pengembangan dari hasil analisis Multi Dimensional Scaling (MDS) dan Bobot masing-masing aspek pengembangan, maka akan diketahui status perkembangan secara keseluruhan. Tingkat perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Sulawesi Selatan dari setiap aspek penilaian antara lain aspek usahatani, agroindustri, pemasaran, infrastruktur dan suprastruktur terdapat pada Tabel 18.

24 78 Tabel 18. Hasil Analisis MDS untuk Menentukan Status Perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo Sulawesi Selatan Aspek pel Bobot gabungan Nilai aspek pel Jumlah nilai Agroindustri 0, ,85 4,55 Pemasaran 0, ,53 11,70 Usaha Tani 0, ,73 4,13 Infrastruktur 0, ,80 14,59 Suprastruktur 0, ,65 8,00 JUMLAH 1, ,56 42,97 Sumber: Data hasil analisis, 2010 Berdasarkan kategori perkembangan kawasan agropolitan Deptan (2002) skala nilai indeks gabungan, maka tingkat perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa masuk ke dalam kategori pra Kawasan Minapolitan II dimana indeks gabungan <33,30 masuk dalam kategori pra Kawasan Minapolitan I; Indeks gabungan dengan nilai >33,31 dan <66,30 merupakan pra Kawasan Minapolitan II, serta Indeks >66,31% masuk kategori kawasan minapolitan. Nilai indeks dari penilaian setiap aspek memperlihatkan bahwa aspek infrastruktur (80,80) memiliki indeks perkembangan tertinggi, diikuti oleh dimensi suprastruktur (56,65), pemasaran (44,53), usahatani (25,73) dan agroindustri (17,85). Besar nilai indeks setiap aspek penilai digambarkan dalam diagram batang pada Gambar 25. Diagram Batang Perkembangan Infrastruktur Suprastruktur Pemasaran Usaha Tani Agroindustri Gambar 25. Diagram Batang Nilai Indeks Aspek Perkembangan Kawasan. Perkembangan infrastruktur/penunjang, suprastruktur/kelembagaan dan pemasaran di Kawasan Minapolitan Bontonompo mengalami peningkatan yang cukup baik. Berbagai perbaikan jalan penghubung dalam kawasan atau

25 79 penghubung keluar kawasan (daerah sekitar) seperti jalan usahatani, jalan poros desa hingga jalan desa ke kota secara bertahap telah dilakukan oleh pemerintah daerah/pusat dan masyarakat lokal, tetapi berbagai sarana dan prasarana pendukung lainnya masih harus terus dikembangkan dan harus ditunjang oleh pengelolaan yang lebih baik sehingga dapat berkembang secara optimal. Usaha tani dan agroindustri merupakan aspek permasalahan yang masih dihadapi oleh masyarakat dan pemerintahan daerah Kabupaten Gowa, hal ini terlihat dari nilai indeks kedua aspek tersebut yang rendah (<33,30). Kawasan Minapolitan Bontonompo sudah berjalan selama dua tahun, berbagai teknologi budidaya belum mengalami peningkatan, baik dari sumberdaya manusia (skill) pelaksana dan keterbatasan jumlah dan jenis sarana teknologi. Faktor lain yang menyebabkan industri pengolahan periankan tidak mengalami peningkatan yaitu tidak adanya kepastian pasar produk olahan sebagaimana diketahui tidak terdapat prabrik olahan yang menerima hasil produk perikanan maupun industri pengolahan hasil perikanan, selain itu keinginan para petani yang menginginkan perputaran keuntungan yang sederhana juga menjadi faktor penyebab mengapa industri perikanan di Kabupaten Gowa kurang berjalan maksimal. Berbagai indsutri perikanan yang ada hanya tercatat 2 buah saja selama tahun 2008 dan saat ini sudah mengalami penghentian produksi. Perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo secara keseluruhan tergolong cukup baik bila dilihat dari indeks perkembangan kawasan yang tergolong pada status Kawasan Minapolitan II, atau dalam kata lain kawasan ini telah mengalami perkembangan, kondisi ini harus dipertahankan sehingga Kawasan Minapolitan Bontonompo dapat terus dikembangkan. Satu hal yang perlu diperhatikan khususnya dalam upaya pengembangan sistem agribisnis dikawasan adalah keterkaitan setiap subsistem agrobisnis tersebut. Perkembangan satu subsistem akan mempengaruhi dan dipengaruhi olah subsistem yang lainnya, sehingga pengembangan yang akan dilakukan haruslah dilakukan secara proposional, seperti yang diutarakan Soekartawi (2002) agribisnis merupakan suatu sistem yang holistik, suatu proses yang utuh dari poses pertanian didaerah hulu sampai ke daerah hilir atau proses dari penyediaan input sampai pemasaran.

26 Validasi Analisis Penilaian Kinerja Perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo Kemampuan menjelaskan dari setiap atribut yang digunakan di setiap aspek dapat terihat dari nilai koefisien determinasi (R 2 ), dari lima aspek yang dinilai memperlihatkan bahwa nilai rata-rata R 2 yang dihasilkan berada pada nilai yang cukup baik (mendekati 1) yaitu 0.95, hal ini membuktikan bahwa atributatribut yang disertakan memiliki peran yang cukup besar dalam menjelaskan keragaman dari setiap aspek yang dibangun. Determinan (R 2 ), Stress Hasil Analisis Nilai Koefisien dan Selisih persentase Monte Carlo dengan Nilai Indeks setiap aspek perkembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Sulawesi Selatan terdapat pada Tabel 19. Tabel19. Hasil Analisis Nilai Koefisien Determinan (R 2 ), Stress dan Selisih Monte Carlo dengan Nilai Indeks Aspek Perkembangan Kawasan Dimensi R 2 Stress MDS Monte Carlo Selisih* 95% Agroindustri 0,95 0,13 17,85 2,25 20,10 Pemasaran 0,95 0,14 43,63 0,90 44,53 Usaha Tani 0,96 0,13 25,73 1,58 27,31 Infrastruktur 0,95 0,13 80,80 3,75 77,05 Suprastruktur 0,95 0,14 56,65 0,19 56,84 * = Selisih antara hasil Ananlisis Monte Carlo dengan Indeks Perkembangan (MDS) Sumber: Data hasil analisis, 2010 Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai selisih antara nilai MDS dengan nilai Monte Carlo memiliki nilai antara , hal ini menunjukkan bahwa hasil perhitungan analisis MDS memiliki relatif kesalahan kecil dan sedang dalam prosedur penentuan skoring atribut akibat dari minimnya informasi, terdapat relatif kesalahan yang rendah dari variasi perbedaan skor akibat perbedaan opini. Tingkat stabilitas MDS tinggi dapat dihindari dari kesalahan dalam entry atau missing data dan dapat dihindari dari tingginya nilai Stress. Selanjutnya hal ini diperkuat dengan nilai stress, bila dilihat dari nilai stress yang dihasilkan dalam analisis MDS, memperlihatkan nilai antara atau <0.25, hal ini membuktikan ketepatan konfigurasi titik-titik (goodness of fit) dari setiap aspek yang dibangun untuk penilaian perkembangan kawasan dapat merepretasikan kondisi yang baik (Kavanagh and Pitcher, 2004). Menurut Fisheries (1999), hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25 (25%) dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) mendekati nilai 1,0.

27 Status Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Bontonompo Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi Hasil analisis keberlanjutan dimensi ekologi dengan menggunakan 11 atribut penilai menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 43,41%. Hal ini menunjukkan bahwa keberlanjutan dimensi ekologi termasuk ke dalam kriteria belum cukup berkelanjutan. Indeks ini juga dapat diartikan bahwa secara ekologis kawasan tersebut belum cukup mendukung dalam upaya pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo. Dalam pengembangannya, dimensi ekologi memerlukan peningkatan di dalam beberapa atribut penilai yang termasuk ke dalam faktor dominan/sensitif, faktor tersebut didapat melalui analisis leverage (Gambar 26). Leverage of Attributes Kuantitas limbah perikanan 1.65 Ketersediaan lahan untuk kolam 0.46 Jenis pakan ikan 2.85 Frekuensi kejadian banjir 1.69 Kejadian kekeringan 2.00 Attribute Daya dukung pakan Agroklimat Tingkat pemanfaatan air 1.39 Sumber Air 3.39 Pemanfaatan limbah peternakan untuk pakan ikan 2.89 Pemanfaatan tumbuhan untuk pakan ikan Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 26. Hasil Analisis Leverage Dimensi Ekologi. Berdasarkan hasil analisis leverage dimensi ekologi menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan/sensitif bagi pengembangan keberlanjutan dimensi ekologi antara lain daya dukung pakan, sumber air, pemanfaatan limbah peternakan untuk pakan ikan, jenis pakan ikan, pemanfaatan tumbuhan sebagai pakan ikan dan kejadian kekeringan merupakan faktor dominan atau sensitif

28 82 terhadap keberlanjutan dimensi ekologi Kawasan Minapolitan Bontonompo. Bagi pengembangan perikanan, faktor-faktor dominan/sensitif yang ada merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan bagi perkembangan perikanan. Daya dukung/ketersediaan pakan memiliki pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan kawasan. Kondisi daya dukung pakan sampai saat ini tergolong rawan mendekati aman, karena selama ini pasokan pakan masih banyak dijual di pasar-pasar saprokan terdekat berupa pelet dan mudah didapat, akan tetapi harga pelet ini harganya semakin lama mengalami kenaikan, dengan kondisi petani ikan saat ini, terdapat kemungkinan dimana kemampuan membeli pakan akan menurun. Untuk menghadapi situasi tersebut, para petani memberikan pakan alami berupa dedak yang jauh lebih murah. Dalam budidaya perikanan, pakan yang baik dan terjaga kualitasnya dapat memberikan hasil panen yang bernilai tinggi. Dalam rangka menjaga produksi perikanan, maka daya dukung pakan harus tetap terjaga supaya produktivitasnya terus meningkat. Selain pakan, air merupakan sumber kehidupan bagi perikanan, maka dari itu sumber air yang digunakan untuk pengembangan perikanan harus bersumber dari air yang kualitasnya terjaga, karena ikan tidak dapat hidup bila habitat atau air yang digunakan mengalami pencemaran dan lain sebagainya. Saat ini sumber air yang digunakan berasal dari pengairan/irigasi yang ketersediaannya tidak pernah kering sepanjang musim kemarau sedangkan air tanah digunakan sebagai sumber kebutuhan air bersih. Demi mendorong produktivitas perikanan maka jenis pakan pun perlu diperhatikan. Pakan ikan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh para petani guna memacu pertumbuhan ikan. Jenis pakan ikan dapat berupa pakan alami dan pakan pelet. Pelet merupakan pakan yang didapat para petani melalui para pedagang maupun pemilik modal yang menitipkan bibitnya untuk dibudidaya. Lebih dari 80% petani ikan menggunakan teknologi tradisional. Penggunaan teknologi erat kaitannya dengan modal sehingga jenis pakan yang banyak dipakai oleh para petani merupakan pakan alami. Pakan alami yang digunakan berupa hasil penggilingan ampas jagung kuning yang mengering. Pemanfaatan tumbuhan sebagai pakan ikan memiliki kelebihan yang akan membuat rasa daging ikan menjadi lebih digemari, ketahanan ikan terhadap penyakit meningkat dan tidak berbau lumpur dibandingkan dengan menggunakan pelet karena pelet bersifat tenggelam sehingga ikan mencari pelet tersebut di dasar kolam. Biaya pakan ikan sangat menentukan harga pasaran

29 83 ikan. Apabila biaya pakan ikan mahal, maka secara otomatis akan menaikan harga ikan karena bertambahnya biaya produksi. Untuk mengatasi masalah pakan, Kementerian KP berusaha mengembangkan pakan murah berupa larva lalat sebagai pakan ikan alternatif dan mudah dibudidayakan yang bahan dasarnya berasal dari limbah kelapa sawit dan ampas produksi pengolahan tahu. Dengan adanya alternatif pakan ikan dengan harga yang terjangkau oleh para petani dengan kandungan protein yang tinggi diharapkan produksi ikan akan semakin meningkat dan rasa daging yang lebih baik. Kabupaten Gowa merupakan daerah yang beriklim basah. Curah hujan relatif tinggi dengan ratarata 237,75 mm/bulan. Dalam melakukan budidaya masalah yang sering dialami para petani adalah debit air yang terjadi pada musim hujan, seringkali mengalami peluapan, meskipun tidak pernah mengalami kekeringan, namun debit ait yang kurang pada musim kemarau sangat berpengaruh terhadap usaha budidaya. Pemanfaatan pakan yang berasal dari tumbuhan dan limbah peternakan merupakan suatu bentuk kepedulian teknologi terhadap lingkungan dengan menganut sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yaitu memanfaatkan limbah untuk digunakan kembali dan mengurangi dampak limbah terhadap lingkungan, selain dapat menekan harga pakan juga mengajarkan petani untuk berkreatifitas. Saat ini pemanfaatan ampas jagung kuning yang mengering sisa hasil perkebunan telah dilakukan oleh beberapa petani ikan di kawasan Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Hasil analisis keberlanjutan dimensi ekonomi dengan menggunakan 18 atribut penilai menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 28,14%. Hal ini menunjukkan bahwa keberlanjutan dimensi ekonomi termasuk ke dalam kriteria belum berkelanjutan. Indeks ini juga dapat diartikan bahwa secara ekonomi kawasan tersebut belum mendukung dalam upaya pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo. Dalam pengembangannya, dimensi ekonomi memerlukan peningkatan di dalam beberapa atribut penilai yang termasuk ke dalam faktor dominan/sensitif, faktor tersebut didapat melalui analisis leverage (Gambar 27).

30 84 Leverage of Attributes Attribute Jenis produk yang dihasilkan Jenis komoditas unggulan Jumlah tenaga kerja perikanan Harga komoditas ikan Persentase penduduk prasejahtera dan Besarnya subsidi Kelayakan agroindustri Perubahan nilai APBD bidang perikanan Perubahan jumlah sarana ekonomi (5 Jumlah pasar ikan Sistem Jual-Beli Pasar produk perikanan Transfer keuntungan Rataan penghasilan petani ikan relatif Rataan penghasilan petani ikan relatif Kontribusi terhadap Pendapatan Asli Kontribusi terhadap Produk Domestik Keuntungan yang diperoleh Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 27. Hasil Analisis Leverage Dimensi Ekonomi. Berdasarkan hasil analisis leverage dimensi ekonomi menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan/sensitif bagi pengembangan keberlanjutan dimensi ekonomi antara lain jumlah pasar ikan, kelayakan agroindustri, harga komoditas ikan, sistem jual-beli, perubahan jumlah sarana ekonomi (5 tahun terakhir), pasar produk perikanan, rataan penghasilan petani ikan relatif terhadap UMR kabupaten, perubahan nilai APBD di bidang perikanan (5 tahun terakhir), dan transfer keuntungan merupakan faktor dominan atau sensitif terhadap keberlanjutan dimensi ekologi Kawasan Minapolitan Bontonompo. Bagi pengembangan perikanan, faktor-faktor dominan/sensitif yang ada merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan bagi kehidupan dan kesehatan ikan itu sendiri. Saat ini pasar ikan secara fisik belum tersedia di kawasan akan tetapi para petani biasa menjajakan hasil perikanannya di pasar-pasar umum yang tersedia di setiap daerah dan pasar yang tersedia di sepanjang jalan Kecamatan Bajeng dan Kecamatan Pallangga. Para petani menolak dilokalisasikan pemerintah setempat ke dalam pasar yang telah disediakan oleh pemerintah dengan alasan

31 85 susahnya akses bagi para pembeli dan sepinya kunjungan. Beberapa tempat dapat dilihat pada gambar 31. Gambar 28. Lokasi Pedagang Menjual Ikan. Bila ditinjau berdasarkan jumlah komoditas unggulan, kegemaran masyarakat mengkonsumsi ikan dan target Kementrian Kelautan dan Perikanan, untuk meningkatkan nilai konsumsi masyarakat maka agroindustri layak untuk dijalankan akan tetapi saat ini kegiatan perindustrian di bidang perikanan belum berjalan dengan baik di daerah Kawasan Minapolitan. Agroindustri berpengaruh terhadap keberlanjutan Kawasan Minapolitan karena bila agroindustri tidak berjalan maka perkembangan perekonomian kawasan sulit berkembang. Perubahan harga di suatu daerah merupakan salah satu indikator dalam melihat keadaan ekonomi di daerah tersebut. Tingkat stabilitas harga akan sangat berpengaruh terhadap tingkat stabilitas ekonomi daerah tersebut. Harga komoditas ikan dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi di masyarakat, pada saat produk ikan melimpah maka harga ikan akan mengalami penurunan dikarenakan banyaknya stok yang ada di pasaran, sedangkan pada saat produk ikan terbatas maka harga ikan akan meningkat, harga akan mencapai kestabilan apabila pembudidaya ikan memiliki program budidaya perikanan yang teratur sehingga stok produk perikanan tidak mengalami kelebihan produksi di pasaran dan tidak mengalami krisis stok produk perikanan. Sistem jual-beli mempengaruhi keuntungan yang diterima oleh petani, sistem dengan jual beli saat ini tidak memberikan keuntungan yang cukup berarti bagi petani dimana petani tidak memiliki kemampuan untuk melakukan negosiasi penawaran harga dikarenakan posisi menawar dimiliki oleh para pengumpul dan pemiliki modal. Para petani membudidayakan bibit dan benih yang disuplai oleh

32 86 pemerintah atau pengumpul untuk kemudian dibeli kembali oleh pemilik modal bila masa panen tiba langsung di lokasi pembudidayaan. Sarana ekonomi dapat memperlihatkan suatu kawasan memiliki perokonomian yang baik bilamana sarana tersebut telah berfungsi dengan baik dan masyarakat setempat berperan aktif didalamnya, hal ini memperlihatkan kegiatan perekonomian telah maju. Perubahan jumlah sarana ekonomi (5 tahun terakhir) tidak terlalu banyak berubah, jumlah bank dengan status cabang/cabang pembantu yang beroperasi di Kabupaten Gowa sampai tahun 2007 ada 4 buah bank. Total dana perbankan yang tersedia dari 4 bank tersebut sampai dengan bulan Desember 2007 tercatat sebesar 214,55 milyar rupiah, yang berarti bertambah sebesar 55,39 milyar rupiah atau 34,80% bila dibandingkan dengan keadaan Desember tahun sebelumnya. Jumlah pinjaman yang disalurkan oleh perbankan Cabang Sungguminasa hingga Desember tahun 2007 tercatat sebesar 210,35 milyar rupiah. Jumlah ini mengalami peningkatan sekitar 43,15% jika dibanding tahun sebelumnya pada periode waktu yang sama. Sedangkan jumlah peminjam hingga Desember 2007 tercatat sebanyak nasabah, sedangkan jumlah penabung tercatat sebanyak nasabah. Pasar produk perikanan yang ada di Kabupaten Gowa masih bersifat lokal dan produk yang dihasilkan masih terbatas. Produk perikanan yang ada di Kawasan Minapolitan Bontonompo masih berupa produk primer. Hal tersebut disebabkan karena teknologi yang digunakan masih bersifat tradisional dan belum adanya industri perikanan dengan skala yang besar. Industri perikanan yang ada sekarang masih berskala rumah tangga dan jumlahnya sangat minim. Selain itu kurangnya skill yang dimiliki serta pola pemikiran para petani ikan yang menginginkan keuntungan secepat-cepatnya menyebabkan produk dijual dalam bentuk primer dan masih terbatas di sekitar daerah saja. Untuk meningkatkan kondisi tersebut perlu didirikan industri-industri perikanan dengan skala menengah dan besar seperti industri fillet, tepung ikan, dan sarden. Tujuan dari pembangunan pedesaan dengan konsep minapolitan bertujuan untuk menyetarakan kebutuhan desa dan kota sehingga kehidupan masyarakat desa tidak tertinggal jauh dengan kehidupan di kota, dalam hal ini rataan penghasilan petani ikan relatif terhadap UMR kabupaten dinilai mempengaruhi keberlanjutan pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo di kabupaten Gowa, selain itu perubahan nilai APBD di bidang perikanan (5 tahun terakhir) dapat dijadikan suatu indikator kemajuan perikanan akan tetapi saat ini kontribusi

33 87 perikanan masih sangat jauh dibawah kontribusi yang diberikan oleh bidang pertanian, perkebunan dan peternakan yaitu hanya sebesar 0,27%, perikanan dapat dijadikan komoditas unggulan bilamana memiliki kontribusi dengan nilai >10%, selain itu transfer keuntungan lebih banyak terasa di luar daerah dikarenakan pengolahan produk perikanan terjadi di luar daerah Status Keberlanjutan Dimensi Sosial dan Budaya Hasil analisis keberlanjutan dimensi sosial dan budaya dengan menggunakan 17 atribut penilai menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 26,69%, hal ini menunjukan bahwa keberlanjutan dimensi sosial dan budaya termasuk ke dalam kriteria belum berkelanjutan. Indeks ini juga dapat diartikan bahwa secara sosial dan budaya kawasan tersebut belum mendukung dalam upaya pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo. Dalam pengembangannya, dimensi sosial dan budaya memerlukan peningkatan di dalam beberapa atribut penilai yang termasuk kedalam faktor dominan/sensitif, faktor tersebut didapat melalui analisis leverage (Gambar 29). Berdasarkan hasil analisis leverage dimensi sosial dan budaya menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan/sensitif bagi pengembangan keberlanjutan dimensi tersebut antara lain frekuensi konflik, status kepemilikan lahan, frekuensi penyuluhan dan pelatihan, tingkat penyerapan tenaga kerja perikanan, dan pertumbuhan rumah tangga perikanan merupakan faktor dominan atau sensitif terhadap keberlanjutan dimensi sosial dan budaya Kawasan Minapolitan Bontonompo. Bagi pengembangan perikanan, faktor-faktor dominan/sensitif yang ada merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan bagi kehidupan dan kesehatan ikan itu sendiri.

34 88 Leverage of Attributes Jumlah desa dengan penduduk bekerja di sektor Alokasi waktu yang digunakkan untuk usaha Pertumbuhan penduduk relatif terhadap Kabupaten Attribute Alternatif usaha selain usaha perikanan Tingkat penyerapan tenaga kerja perikanan Frekuensi penyuluhan dan pelatihan Peran masyarakat dalam usaha perikanan Partisipasi keluarga dalam usaha perikanan Frekuensi konflik Tingkat pendidikan relatif terhadap pendidikan Pengetahuan terhadap lingkungan Pertumbuhan rumah tangga perikanan Status kepemilikan lahan usahatani Jumlah rumah tangga perikanan Jarak lokasi usaha perikanan dengan Kearifan lokal Pekerjaan dilakukan secara individual atau Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 29. Hasil Analisis Leverage Dimensi Sosial dan Budaya. Keberlanjutan pengembangan kawasan dapat terjadi apabila semua pihak terkait bekerjasama dan saling mendukung sehingga tidak terjadi konflik, saat ini kejadian konflik terjadi di tingkat kelembagaan dan masyarakat petani, salah satunya terjadi saat pembentukkan kelompok kerja bagi pengembangan Kawasan Minapolitan yang tidak ada kejelasan sampai saat ini sehingga pengembangan belum bisa berjalan secara optimal, selain itu para petani yang ada sulit sekali untuk melakukan koordinasi dan bekerja dlam kelompok. Bila pengembangan kawasan ingin mengalami peningkatan, maka permasalahan konflik tidak boleh terjadi lagi. Lahan yang digunakan dalam membudidayakan perikanan merupakan lahan miliki para petani, dalam pembudidayaannya mereka mendapatkan bibit dan benih dari subsidi pemerintah dan para pemilik modal untuk dibudidayakan

35 89 untuk kemudian hasil perikanan dibeli kembali oleh para pemodal dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Frekuensi penyuluhan dan pelatihan dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk memberikan keterampilan kepada para petani agar mereka dapat berbudidaya secara mandiri sehingga hasil yang ada dapat dirasakan secara maksimal. Saat ini bidang pertanian menjadi sumber penyerapan tenaga kerja terbanyak yaitu 41,54% sedangkan perikanan belum dapat menyerap tenaga kerja, pertumbuhan rumah tangga perikanan sendiri 2 tahun terakhir ini mengalami penurunan, diketahui pada tahun 2006 terdapat RT perikanan dan pada tahun 2007 terdapat RT perikanan. Dalam rangka meningkatkan status keberlanjutan kawasan, peningkatan segala faktor dominan/sensitif yang ada harus ditingkatkan kembali Status keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi Hasil analisis keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi dengan menggunakan 10 atribut penilai menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 40,89%, hal ini menunjukan bahwa keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi termasuk ke dalam kriteria belum cukup berkelanjutan. Indeks ini juga dapat diartikan bahwa secara infrastruktur dan teknologi kawasan tersebut belum cukup mendukung dalam upaya pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo. Dalam pengembangannya, dimensi infrastruktur dan teknologi memerlukan peningkatan di dalam beberapa atribut penilai yang termasuk ke dalam faktor dominan/sensitif, faktor tersebut didapat melalui analisis leverage (Gambar 30). Berdasarkan hasil analisis leverage dimensi infrastruktur dan teknologi menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan/sensitif bagi pengembangan keberlanjutan dimensi tersebut antara lain kondisi prasarana jaan desa, teknologi pengolahan produk perikanan, teknologi inormasi dan transportasi, kondisi prasarana jalan usaha, dan tingkat penguasaan teknologi budidaya perikanan merupakan faktor dominan atau sensitif terhadap keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi Kawasan Minapolitan Bontonompo. Bagi pengembangan perikanan, faktor-faktor dominan/sensitif yang ada merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan bagi kehidupan dan kesehatan ikan itu sendiri.

36 90 Leverage of Attributes Ketersediaan teknologi informasi perikanan 0.17 Tingkat penguasaan teknologi budidaya perikanan 3.36 Teknologi informasi dan transportasi 4.09 Teknologi pengolahan produk perikanan 4.52 Attribute Teknologi pakan Sistem pemeliharaan Kondisi prasarana jalan desa 4.42 Kondisi prasarana jalan usaha 3.83 Penggunaan pupuk untuk kolam 2.08 Penggunaan vitamin dan probiotik untuk memacu pertumbuhan ikan Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 30. Hasil Analisis Leverage Dimensi Infrastruktur dan Teknologi. Jalan merupakan salah satu prasarana dalam menunjang sekaligus memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan adanya prasarana jalan tentunya akan mempermudah mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang baik antar kota maupun antar daerah. Sampai Tahun 2007 panjang jalan di Kabupaten Gowa mengalami peningkatan dibanding Tahun 2006 yaitu dari 2.456,7 Km menjadi 2.601,86 Km atau bertambah sekitar 5,82%. Panjang jalan yang menjadi wewenang negara 21,5 Km; 192,5 Km menjadi wewenang Provinsi dan sisanya sebanyak 2.387,86 Km merupakan wewenang Pemerintah kabupaten. Pada Tahun 2007 proporsi panjang jalan yang diaspal adalah 42,21% kemudian 21,71% dengan permukaan kerikil dan 36,1% masih jalan tanah.

37 91 Dilihat dari kondisi jalan pada Tahun 2007 panjang jalan dengan kondisi baik sebesar 32,18%. Sedangkan kondisi jalan rusak berat 28,49%. Sedangkan bila dilihat perbandingan terhadap total panjang jalan, pada Tahun 2007 jalan dengan kondisi baik berkurang 23,6% sebaliknya jalan dengan kondisi rusak meningkat 0,34%. Saat ini terdapat 742 ruas jalan yang melewati 18 kecamatan di Kabupaten Gowa dengan panjang total 2.386,85 km dan lebar tiap ruasnya 4 m, adapun jembatan yang terdapat di Kabupaten Gowa sebanyak 149 jembatan dengan panjang total 1.792,00 m, lebar 722,55 m dan jumlah bentang beragam antara 1 atau 2. Peningkatan teknologi yang digunakan dalam teknik budidaya sangat dibutuhkan oleh perkembangan aspek usaha tani, penggunaan teknologi yang modern dapat memberikan kemudahan bagi petani ikan dalam hal berbudidaya baik dalam penyebaran bibit, pemberian pakan, pengairan, pengelolaan kualitas air, hingga saat panen tiba, sampai saat ini petani masih menggunakan teknologi sederhana dalam berbudidaya perikanan, tetapi pengairan sudah berupa irigasi teknis. Keterbatasan pengetahuan petani akan teknologi budidaya yang baik dirasa masih kurang sehingga dibutuhkan pelatihan dan penyuluhan akan keterampilan akan teknologi budidaya bagi masyarakat. Apabila penerapan teknologi ditingkatkan akan sangat membantu perkembangan Kawasan Minapolitan dalam aspek usaha tani. Selain teknologi budidaya, teknologi pengolahan pun dapat diterapkan sehingga produk perikanan dapat berkembang tidak hanya produk primer saja melainkan menjadi produk sekunder dan tersier. Saat ini tidak dilakukan pengolahan terhadap produk-produk perikanan, adapun teknologi pengolahan yang sederhana yang dilakukan masyarakat berupa ikan asap akan tetapi pengolahan tersebut tidak berkembang. Pengangkutan hasil produksi perikanan saat ini belum menggunakan teknologi transportasi yang memadai, pengangkutan hasil produksi biasanya dilakukan oleh pada agen pengumpul dan pemilik modal menggunakan truk, bagi petani pengangkutan hasil produksi perikanan menuju tempat penjualan menggunakan angkutan umum atau kendaraan roda dua untuk berkeliling menjajakan dagangannya (Gambar 31).

38 92 Gambar 31. Teknologi Transportasi yang digunakan oleh Masyarakat Status keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan Hasil analisis keberlanjutan dimensi sosial dan budaya dengan menggunakan 8 atribut penilai menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 62,51%, hal ini menunjukan bahwa keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan termasuk ke dalam kriteria cukup berkelanjutan. Indeks ini juga dapat diartikan bahwa secara hukum dan kelembagaan kawasan tersebut belum cukup mendukung dalam upaya pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo. Dalam pengembangannya, dimensi hukum dan kelembagaan memerlukan kestabilan dan bila perlu ditingkatkan kembali di dalam beberapa atribut penilai yang termasuk ke dalam atribut dominan/sensitif agar menjadi lebih baik lagi, atribut tersebut didapat melalui analisis leverage (Gambar 32).

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Kondisi Geografis dan Administratif Kawasan Minapolitan Bontonompo terletak di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten Gowa terletak

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

BAB V. kelembagaan bersih

BAB V. kelembagaan bersih 150 BAB V ANALISIS KEBERLANJUTAN 5.1 Analisis Dimensional Analisis keberlanjutan pengelolaan air baku lintas wilayah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencakup empat dimensi yaitu dimensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU No. 32 Tahun 2004, kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Produktivitas, Pendapatan, Keberlanjutan

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Produktivitas, Pendapatan, Keberlanjutan Judul : Analisis Keberlanjutan Usahatani Kedelai melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Kabupaten Jember Peneliti : Titin Agustina 1 Mahasiswa Terlibat : Dewina Widyaningtyas 2 Sumberdana :

Lebih terperinci

VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI KESIMPULAN DAN SARAN 237 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Status Keberlanjutan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kaliorang Keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering di Kaliorang dianalisis dengan model MDS. Nilai indeks

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap*

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Sebagai Kabupaten dengan wilayah administrasi terluas di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap menyimpan potensi sumberdaya alam yang melimpah. Luas Kabupaten

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN Oleh: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat. Peneliti Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA DAN STATUS KEBERLANJUTAN KAWASAN AGROPOLITAN PERPAT BELITUNG

EVALUASI KINERJA DAN STATUS KEBERLANJUTAN KAWASAN AGROPOLITAN PERPAT BELITUNG EVALUASI KINERJA DAN STATUS KEBERLANJUTAN KAWASAN AGROPOLITAN PERPAT BELITUNG Hariyadi *, Catur Herison **, Edi Suwito *** * Staf Pengajar Fakultas pertanian IPB, e-mail : - ** Staf Pengajar Fakultas pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA OLEH ELSA THESSIA YENEVA 06114052 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BONDOWOSO. Endang Siswati

PENYUSUNAN MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BONDOWOSO. Endang Siswati PENYUSUNAN MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BONDOWOSO Endang Siswati ABSTRAK Judul Penelitian Penyusunan Masterplan Minapolitan Kabupaten Bondowoso. Tujuan dari penelitian ini adalah Meningkatkan produksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang belum banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo 1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring

Lebih terperinci

BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU

BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim yang dikenal

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan 82 BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan Konsep pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Leuwiliang adalah dan mengembangakan kegiatan pertanian

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability Attribute VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI 6. Keberlanjutan Rawa Lebak Masing-masing Dimensi Analisis status keberlanjutan pemanfaatan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp) BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk Sulawesi Tengah dengan padi, kakao, kelapa, cengkeh dan ikan laut sebagai komoditi

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN Sektor perikanan di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting. Dari sektor ini dimungkinkan akan menghasilkan protein hewani dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

VII. STATUS KEBERLANJUTAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO. Abstrak

VII. STATUS KEBERLANJUTAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO. Abstrak VII. STATUS KEBERLANJUTAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO Abstrak Pemerintah Kabupaten Situbondo masih belum menetapkan untuk pengembangan kawasan agropolitan. Untuk itu sebelum program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan serangkaian tahapan penelitian ini dapat dirumuskan beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Faktor - faktor penentu dalam pengembangan wilayah berbasis

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN JALAN PRODUKSI PERIKANAN DI KABUPATEN SIDOARJO. Oleh. Farida Hardaningrum ABSTRAK

PENGEMBANGAN JALAN PRODUKSI PERIKANAN DI KABUPATEN SIDOARJO. Oleh. Farida Hardaningrum ABSTRAK e-jurnal Spirit Pro Patria Volume 1 Nomor 1 April 2015 E-ISSN 2443-1532 PENGEMBANGAN JALAN PRODUKSI PERIKANAN DI KABUPATEN SIDOARJO Oleh Farida Hardaningrum ABSTRAK Keberadaan jalan produksi oleh para

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir Arahan Strategi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Komoditas Unggulan yang Berdaya saing di Kabupaten Indramayu sebagai kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : DR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan Cepat Tumbuh Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Terjadi dorongan kerjasama pembangunan antar wilayah secara fungsional Kawasan Cepat Tumbuh Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk unggulan Tercipta keterpaduan,

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA Andi Ella, dkk PENDAHULUAN Program strategis Kementerian Pertanian telah mendorong Badan Litbang Pertanian untuk memberikan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah

Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2010-2015 MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah No Tujuan Indikator Kinerja Tujuan Kebijakan Umum Sasaran Indikator Sasaran Program Kegiatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi Kebijakan Perikanan Budidaya Riza Rahman Hakim, S.Pi Reflection Pembangunan perikanan pada dasarnya dititikberatkan pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya Pada dekade 80-an perikanan budidaya mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN A. Kebijakan Umum BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN Pembangunan jangka menengah Kabupaten Pati diupayakan untuk mendukung kebijakan pembangunan nasional yang pro poor, pro job, pro growth

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK BULETIN PSP ISSN: 251-286X Volume No. 1 Edisi Maret 12 Hal. 45-59 ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN Oleh: Asep Suryana

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pedesaan saat ini menempati bagian paling dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pedesaan saat ini menempati bagian paling dominan dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pedesaan saat ini menempati bagian paling dominan dalam mengisi wacana pembangunan daerah. Hal tersebut bukan saja didasarkan atas alasan fisik geografis,

Lebih terperinci

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013 C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN Pembangunan pertanian khususnya sektor perikanan merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi, dalam hal ini sektor perikanan adalah sektor

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Sungguminasa, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kab. Gowa. Joni Matasik, SE

Sekapur Sirih. Sungguminasa, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kab. Gowa. Joni Matasik, SE Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci