PENDEKATAN PERILAKU TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH LUAR BIASA DI JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDEKATAN PERILAKU TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH LUAR BIASA DI JAKARTA"

Transkripsi

1 PENDEKATAN PERILAKU TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH LUAR BIASA DI JAKARTA Sesti Mayasari, Nina Nurdiani, Ren Katili Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara Jl K H.Syahdan No.9 Jakarta Barat Tungayang@hotmail.com Abstract Every citizen has an equal right to education including those with visual impairments. Exceptional education provided to citizens who have physical or mental disorder that can later be re-socialize into normal society. Behavior very important role in the architecture of this school to know the needs of students so that buildings are designed to support students' independence. This study is a qualitative research. In general, descriptive research with qualitative analysis that aims to determine how the buildings and facilities that can support students' independence. The results showed that the theory of the ADA (American Disability Act) as a guide in the design of a special school for the blind focus on aksesbility, audibility, interaction, olfactory, safety, security, tangible, sight. Keywords : Education, Special School, The Blind Students Abstrak Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan termasuk para penyandang tunanetra. Pendidikan luar biasa diberikan kepada warga negara yang memiliki kelainan fisik ataupun kelainan mental agar nantinya bisa kembali bersosialisasi ke masyarakat secara normal. Peran Arsitektur Perilaku sangat penting di sekolah ini untuk mengetahui kebutuhan siswa agar bangunan yang dirancang dapat mendukung kemandirian siswa. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pada umumnya penelitian dengan analisis kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana bangunan dan fasilitas yang dapat mendukung kemandirian siswa. Hasil penelitian menunjukan bahwa teori ADA (American Disability Act) menjadi panduan dalam perancangan sekolah luar biasa untuk tunanetra yang fokus pada aksesbility, audibility, interaction, olfactory, safety, security, tangible, sight. Kata Kunci : Pendidikan, Sekolah Luar Biasa, Siswa Tunanetra

2 PENDAHULUAN Latar belakang dari penelitian ini adalah pendidikan dan kemanusiaan adalah dua hal yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan. Khusus bagi para penyandang cacat disebutkan dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik), Jakarta mempunyai orang penyandang disabilitas dan diantaranya terdapat orang penyandang tunanetra, dari jumlah tersebut 488 orang di antaranya merupakan kelompok anak berusia sekolah dari umur 6 19 tahun. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta sendiri memiliki 93 sekolah luar biasa yang diantaranya terdapat 2 sekolah untuk tunanetra dan 91 sekolah untuk sekolah penyandang cacat lainya seperti yang tertera pada table 1. Data dibawah menyebutkan bahwa sekolah untuk tunanetra atau SLB-A menjadi jumlah yang paling sedikit dengan memiliki jumlah penyandang cacat netra terbanyak dibanding dengan penyandang cacat lainnya. Berdasarkan survei pada sekolah SLB-A Pembina Jakarta dan Studi Literatur pada SLB-A Elsafan masing-masing sekolah tersebut hanya tersedia sekitar 40 kelas yang merupakan gabungan dari SDLB, SMPLB, SMALB dan masing-masing kelasnya hanya dapat menampung ratarata 3 siswa. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses belajar mengajar siswa yang mengalami keterbatasan dalam menerima pelajaran. Dari data tersebut dapat di asumsikan 240 siswa yang tertampung dari 488 anak tunanetra usia sekolah dan terdapat 248 anak lainnya yang tidak dapat tertampung oleh pihak sekolah karena keterbatasannya jumlah ruangan. Dengan begitu dapat di ambil kesimpulan bahwa hanya setengah jumlah anak penyandang tunanetra yang dapat tertampung oleh sekolah di Jakarta. Oleh karena itu pembangunan sekolah perlu dilakukan guna untuk menampung anak-anak yang tidak tertampung dan tidak mendapatkan pendidikan. Tabel 1 Jumlah Sekolah Menurut Ketunaan di Beberapa Provinsi No. Provinsi Tuna Netra A Tuna Rungu B Tuna Grahita C Tuna Daksa D Tuna Laras E Tuna Ganda G Camp uran 1 DKI Jakarta 2 Jawa Barat 3 Banten Jawa Tengah 5. DI Yogyaka rta 6 Jawa Timur Sumber: Depdikbud 2010/2011 Dengan pendidikan yang rendah dan ketiadaan keterampilan, membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan sehingga bermunculan fenomena yang sering kita lihat disekitar seperti tunanetra menjadi tukang kerupuk, pengamen, bahkan sampai pengemis. Adapun usaha penanganan yang dilakukan oleh pemerintah untuk pemenuhan akan adanya fasilitas khusus bagi penyandang tunanetra yaitu dalam bentuk memperbanyak Sekolah Luar Biasa Bagian A yang juga menerima siswa double handicap. Uraian yang sudah dijelaskan menghasilkan rumusan permasalahan yang diangkat menjadi bahan penelitian, yaitu bagaimana memberikan tempat dan fasilitas yang dapat melatih kemandirian siswa tunanetra dalam melakukan kegiatannya sendiri? Jml

3 Adapun tujuan dari penelitian adalah memfasilitasi pendidikan khusus kepada siswa tunanetra, seperti ruang- ruang yang responsif terhadap kegiatan yang akan ditampung, serta karakter dan perilaku penyandang tunanetra dengan lengkap, nyaman, dan aman, guna pencapaian pendidikan khusus yang berkualitas, sekaligus dapat mendukung mereka menjadi lebih mandiri dan aktif, dengan indera lain yang mereka miliki. Tinjauan pustaka merupakan hasil rangkuman beberapa penelitian atau artikel yang telah ada yang berkenaan dengan sekolah untuk anak yang berkebutuhan khusus. Ann Heylighen tahun 2011 dalam artikelnya mengenai Haptic design research menyatakan berdasarkan perilaku tunanetra yang sangat mengandalkan indra perabanya kualitas haptic dalam lingkungan binaan berhubungan dengan permukaan, karakteristik bentuk dan material pada permukaan furniture sangat membantu untuk menunjukan arah ruangan yang ingin dituju. Fidear Morina Puspitasari tahun 2010 dalam artikelnya mengenai Karakteristik Lingkungan Fisik sebagai Pendukung Mobilitas Siswa Tunanetra di Lingkungan Sekolah Luar Biasa menyatakan berdasarkan perilaku tunanetra dalam melakukan perpindahan fisik konsep informasi menjadi alat bantunya. Indera selain penglihatan sangat diandalkan untuk mendapatkan informasi mengenai lingkungan fisik di sekitarnya seperti elemen non-taktual antara lain: suara lonceng angin, suara air dari kolam pancuran air, dan aroma bunga. Nina Karina Marpaung tahun 2009 dalam artikelnya Peranan Orientasi Ruang Sekolah Menengah Tunanetra Bandung menyatakan bahwa orientasi ruangan yang sederhana dan tidak banyak cabang pada jalan dapat membantu dalam bermobilisasi menuju ruang luar tapak maupun ke ruang dalam bangunan. METODE PENELITIAN Sebelum penelitian dilakukan menurut Moleong (1991:236) sudah disiapkan rancangan penelitian dengan cakupan komponen-komponen yang diperlukan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pada umumnya penelitian dengan analisis kualitatif dikatagorikan sebagai penelitian deskriptif. Sumber data yang di dapatkan dapat dibagi menjadi dua bagian seperti data primer dan data sekunder. Data primer peneliti adalah kebutuhan ruang yang dibutuhkan oleh siswa maupun guru tunanetra dalam menunjang proses pendidikan dan aktifitas yang dilakukan didalam sekolah tersebut, peneliti datang dan mengikuti proses pembelajaran anak TKLB-A dan SMPLB-A Pembina Jakarta, Lebak Bulus. Dari mulai belajar hingga mengikuti kegiatan Ekstrakulikuler selama beberapa hari sehingga dapat mengetahui bagaimana karakteristik, pola perilaku yang dilalukan dalam lingkungan sekolah, fasilitas yang dibutuhkan. Hal tersebut dilakukaan melalui proses pengamatan dan wawancara terhadap siswa dan guru di sekolah tersebut. Adapun sumber data sekunder adalah literatur antara lain dapat berupa jurnal atau hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai perilaku siswa tunanetra dan sekolah luar biasa tunanetra, gambar arsitektur yang terdapat pada website sekolah sebagai landasan studi banding, peraturan daerah tentang bangun-bangunan, perundang-undangan, dan referensi lainnya yang mendukung maksud penelitian mengenai pengertian dan pola perilaku siswa berkebutuhan khusus tunanetra. Teknis analisis data yang dipergunakan adalah analisis diskriptif kualitatif yang sudah dilakukan sejak pengumpulan data dimulai. Kumpulan data tersebar berupa catatan hasil pengamatan kegiatan yang dilakukan di lingkungan SLB-A, wawancara degan Penghuni Sekolah, foto fasilitas yang diberikan oleh sekolah, artikel mengenai SLB-A dan Pola Perilaku Siswa Tunanetra dan sebagainya. Selanjutnya data yang terkumpul tersebut diatur, diurut, dikelompokkan, diberi kode, dan dikatagorikan. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema yang akhirnya diangkat menjadi teori yang akan diterapkan pada proses desain. Penyajian hasil analisis data menggunakan teknik gabungan antara informal dan formal. Teknik penyajian informal adalah penyajian hasil analisis dengan cara naratif, sedangkan teknik penyajian formal adalah penyajian hasil analisis dalam bentuk foto, gambar, bagan, peta, dan tabel. Pemuatan foto, gambar, bagan, peta, dan tabel sebagai teknik penyajian formal diperlukan untuk memperkuat

4 deskripsi atau narasi dari sajian informal atau sebaliknya. Dominasi dari penyajian hasil analisis data penelitian ini adalah melalui teknik informal. HASIL DAN BAHASAN Karakteristik ruang pada SLB A Pembina Jakarta, SLB-A Karya Murni, dan Mexico School for The Blind dianalisa berdasarkan teori yang mengacu pada ADA (American Disability Act). Teori yang membahas kriteria bangunan sekolah tunanetra agar dapat membantu siswa dalam melakukan aktifitasnya seperti yang akan dijelaskan dibawah ini. Accessibility Accessbility atau aksesbilitas adalah kriteria yang membahas tentang kemudahan pencapaian terhadap suatu lokasi. Di area koridor sekitar kelas SLB-A Pembina Jakarta tersedia lantai pemandu jalan dan perbedaan tekstur pada lantai untuk membedakan pinggir koridor, hal tersebut berguna untuk menentukan arah yang ingin dituju, tidak tersedianya handrailing dikoridor tersebut dapat membahayakan siswa melakukan aktifitas di area koridor yang memiliki perbedaan level yang cukup tinggi dengan taman didepannya. Untuk mengakses perbedaan level dari jalan menuju sekolah yang cukup tinggi tidak ditemukannya ram, akses dibuat dengan menggunakan tangga sehingga mempersulit mereka yang mempunyai kemampuan dalam keterbatasan fisik selain tidak dapat melihat seperti tidak bisa berjalan. Tidak adanya lantai pemandu dan handrailing pada SLB-A Karya Murni untuk mempermudah atau membantu siswa menemukan arah yang dituju sehingga siswa menjadikan kolom disekitar untuk menentukan arah hal tersebut dapat melatih siswa mengeksplorasi ruang dengan tidak dibuatnya pathway secara langsung. Tidak tersedianya ramp pada sekolah ini untuk mengakses perbedaan level dari gedung ke gedung sehingga siswa sering tersandung perbedaan level pada lantai. Koridor pada Mexico School for The Blind tidak banyak menggunakan alat bantu seperti perbedaan tekstur pada lantai sebagai pathway membuat siswa dapat mandiri melakukan aktifitas tanpa bantuan disekelilingnya secara langsung, akan tetapi koridor yang didesain dengan menggunakan perbedaan jenis treatment pada dinding dapat dijadikan siswa sebagai alat bantu secara tidak langsung untuk mengenali jalan yang mereka lewati, hal tersebut dapat melatih siswa terbiasa bermobilitas di luar lingkungan sekolah. Kesimpulannya dari aksesbilitas ketiga sekolah tersebut terdapat beberapa unsur yang dapat diterapkan pada lorong koridor sekolah yang akan dirancang seperti penerapan handrailing yang berbeda tekstur material pada dinding koridor berfungsi untuk siswa mudah mengenali fungsi tiap ruang. Selain handrailing terdapat pula pathway yang akan diterapkan, kegunaan pathway tersebut pada lantai koridor berfungsi untuk menginformasikan kepada siswa bahwa terdapat ruangan atau persimpangan yang dilewatinya. Audibility Audibility adalah kemampuan untuk mengontrol jenis suara yang mempengaruhi para pengguna fasilitas yang dapat menciptakan sebuah pengalaman yang unik yang dapat membantu siswa bernavigasi. Kolam ikan di area taman pada sekolah SLB-A Pembina Jakarta yang dimaksudkan untuk siswa dapat mengetahui posisi mereka berada dengan memanfaatkan indera pendengaran, akan tetapi seiring berjalannya waktu kolam tersebut tidak dirawat dan akhirnya tidak terpakai. Ruang kelas yang berdekatan dengan entrance sekolah tanpa pembatas yang dapat meredam suara bising mempersulit guru menyampaikan pelajaran pada siswa yang sangat mengandalkan indra pendengarannya dalam menerima proses belajar mengajar. Ruang kelas yang di kelilingi oleh taman pada SLB-A Karya Murni membuat suasana lingkungan sekolah menjadi tenang karena suara bising yang berasal dari luar lingkungan sekolah dapat teredam oleh tanaman di sekelilingnya sehingga suasana belajar menjadi kondusif dan siswa dapat mudah berkonsentrasi terhadap pelajaran yang di terimanya. Tidak terdapat fasilitas lain yang berguna untuk siswa dapat mengetahui perbedaan wilayah ruang dengan memanfaatkan pendengarannya. Tidak terdapat treatment yang spesial pada sekolah Mexico School for The Blind untuk mengenali perbedaan ruang dengan memanfaatkan pendengaran. Selain itu ruangan di kelilingi dengan taman

5 yang dapat meredam suara di sekeliling gedung sehingga suasana sekolah sudah kondusif atau tidak mendapat efek suara dari luar sekolah yang tidak diinginkan saat proses belajar mengajar dilakukan. Kesimpulan yang dapat diterapkan pada unsur audibility ini adalah menerapkan white noise atau suara yang dapat berguna untuk mengetahui fungsi ruang seperti terdapat air mancur pada depan lobi drop off sehingga siswa dapat mengenali area lobi dengan mudah. Interaction Interaction adalah area yang dapat menciptakan suatu interaksi satu sama lain antar siswa. Terdapat area Interaksi seperti taman yang dapat digunakan siswa SLB-A Pembina Jakarta saat jam istirahat berlangsung, siswa dapat bermain di sekitar taman sehingga siswa dapat bersosialisasi satu sama lain, akan tetapi taman yang sekarang sudah tidak terawat membuat siswa tidak lagi menggunakan area tersebut dan hanya dijadikan sebagai area hijau sekolah dan siswa bermain di area koridor sekolah. Taman yang masih terawat rapih dan terdapat area permainan didalam SLB-A Karya Murni yang dapat dimanfaatkan siswa saat jam istirahat berlangsung, sama dengan SLB-A Pembina Jakarta area tersebut dapat dijadikan area interaksi siswa dan area hijau di lingkungan sekolah. Area interaksi pada Mexico School for The Blind di desain outdoor agar siswa merasa tidak jenuh dengan aktifitas yang hampir semua dilakukan didalam ruangan, selain itu area pinggir koridor juga dapat dijadikan area interaksi dengan memberikan treatment dengan meletakan bench pada dinding, secara tidak langsung tempat tersebut dapat menjadi area interaksi siswa saat waktu senggang. Kesimpulan dari unsur interaction yang dapat diterapkan adalah terdapat ruang komunal atau ruang belajar yang dapat digunakan untuk berdiskusi bersama siswa lainnya yang tepat mehadap ke area taman sehingga siswa juga dapat menghirup udara segar. Selain itu taman tersebut dapat juga dipakai untuk bersantai dan berinteraksi satu sama lain antar siswa. Olfactory Olfactory atau penciuman bergunan untuk menciptakan tanda aromatik untuk area tertentu atau ruang sehingga membantu dalam pengembangan pemetaan kognitif dan untuk menciptakan pengalaman yang benar-benar unik bagi siswa. Pada ketiga sekolah yang di bandingkan tidak terdapat unsur olfactory atau area yang dapat dimanfaatkan melalui indera penciuman untuk mengetahui perbedaan ruang seperti tidak tersedia taman yang ditanami oleh tumbuhan tertentu yang dapat memberikan aktifnya indera penciuman dan menjadi ciri khas ruangan tersebut. Ruangan tersebut dapat memberitahu siswa dari bahaya, seperti bau yang berkaitan dengan pelanggaran. Pada sekolah yang akan dirancang akan diterapkan unsur olfactory atau unsur yang dapat mengaktifkan indera penciuman seperti perbedaan aroma makanan pada kantin sehingga aroma tersebut dapat menginformasikan keberadaan siswa yang mendekati area kantin. Selain itu aroma lemon yang terdapat pada area cuci tangan di kelas juga dapat menjadi sebuah petunjuk fungsi dari area tersebut. Safety Safety atau keamanan berguna untuk menciptakan lingkungan yang aman di mana siswa dapat bebas untuk bergerak di lingkungan yang bebas hambatan untuk mencegah kebingungan dan cedera. KeamananTangga pada SLB-A Pembina Jakarta dibagi menjadi dua arah menjadi arah naik dan turun dipisahkan dengan railing dapat mengurangi resiko tabrakan antara siswa dalam melakukan perpindahan tempat satu ke tempat lainnya. Pintu yang tidak sliding dapat membahayakan siswa satu sama lain, resiko terjadi benturan saat membuka pintu sangat mungkin di area ini. Selain itu perbedaan level lantai sekitar 30 cm cukup membahayakan siswa sehingga dapat membuat terbatasnya ruang gerak siswa dalam melakukan aktifitasnya. Tangga di ujung selasar SLB-A Karya Murni dapat membahayakan siswa, dengan adanya tangga tersebut dapat menghambat pergerakan siswa yang masih baru dan mempersulit siswa yang memiliki ketunaan fisik lainnya. Selain itu pintu yang membahayakan karena membuka ke luar selasar, menyebabkan siswa tunanetra sering menabrak. Ujung kolom yang tajam yang dapat membahayakan saat melakukan kegiatan disekitarnya.

6 Mexico School for The Blind tidak memfasilitasi siswa dengan fasilitas khusus untuk mendapatkan keselamatan secara khusus seperti mengurangi akses tangga atau memberikan treatment khusus untuk siswa beraktifitas di lingkungan sekolah, sekolah tersebut melatih siswa terlatih dengan lingkungan luar yang dimana tidak semua tempat memfasilitasi penyandang tunanetra, secara tidak langsung siswa dipaksa untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ada agar terlatih mandiri saat tidak di lingkungan sekolah. Kesimpulannya dari unsur safety yang akan diterapkan ialah akses ramp akan menjadi akses utama siswa untuk mencapai lantai berikutnya, terdapat pula tangga yang dapat digunakan sebagai akses pendukung, untuk menghindari tabrakan akses tangga tersebut juga dirancang menjadi dua arah yaitu arah naik dan turun. Pada bangunan SLB-A ini juga tidak diterapkan perbedaan level lantai pada tiap ruang yang dapat mempersulit siswa bermobilitas. Security Fasilitas ini harus menjadi lingkungan yang aman (secure), melindungi siswa dari pengaruh luar. Fasilitas ini harus memberikan rasa aman tanpa ada kesan penjara pada desain. Tidak adanya pembatas akses masuk orang luar masuk ke dalam lingkungan SLB-A Pembina Jakarta membuat siswa tunanetra dapat dengan mudahnya berinteraksi dengan orang luar sehingga guru sering merasa cemas dengan keamanan dari sekolah tersebut. Serta tidak terdapat kantin pada SLB-A Pembina Jakarta mempersulit siswa saat istirahat sehingga mereka membeli makan diluar area sekolah yang merupakan area lalu lalang kendaraan dan mudahnya orang lain masuk ke area sekolah tersebut karena tidak adanya pengamanan pada gerbang sekolah yang cukup lengang. Area bermain siswa terletak dibagian kawasan SLB-A Karya Murni dan siswa juga tidak dapat keluar masuk area sekolah dengan bebas agar menghindari bahaya interaksi dengan orang yang tidak dikenal. Luas area yang cukup besar membuat guru sulit mengawasi siswa yang sedang beraktifitas diluar gedung sekolah. Kesimpulan dari unsur security ini adalah akan diterapkannya area lobi atau area akomodasi akademis terletak pada bagian tengah masa bangunan sehingga berguna menjadi area kontrol pengurus untuk memantau aktifitas siswa, selain itu siswa juga hanya dapat keluar masuk bangunan sekolah melalui satu akses yaitu akses lobi sehingga dapat mudah terkontrol oleh pihak sekolah. Tangible Fasilitas ini harus memberikan tekstur khusus (tangible) pada permukaan untuk menavigasi dengan sentuhan. Penggunaan tekstur khusus untuk pemberitahuan spesifik seperti "bahaya" atau penunjukan toilet, dan sebagainya. SLB-A Pembina Jakarta ini memberikan treatment khusus pada koridor sekolah seperti perbedaan tekstur pada lantai dapat memberikan informasi atau dapat dijadikan penanda bahaya pada lantai yang memiliki perbedaan level pada sekolah tersebut. Terdapat pula path way yang dapat membantu siswa dalam mengerakan tongkatnya untuk menemukan ruangan yang dituju. Perbedaan tekstur pada dinding luar kelas SLB-A Karya Murni guna untuk memberi tanda pada ruangan untuk menginformasikan keberadaan siswa saat berjalan. Selain itu juga dapat meminimalisasi perawatan pada dinding yang sering kotor karena prilaku siswa yang sering meraba tembok untuk penunjuk jalan. Treatment perbedaan tekstur hanya di aplikasikan pada dinding koridor kelas Mexico School for The Blind yang cukup panjang, untuk membantu siswa melakukan aktifitas di lorong, tidak terdapat treatment di ruangan lainnya karena sekolah tersebut lebih membuat siswa dapat mengenali ruangan dengan tidak di fasilitasi secara khusus akan tetapi dengan membiarkan siswa mengeksplorasi ruangan dengan perbedaan material dan elemen ruang. Kesimpulan dari unsur perbedaan material tekstur yang akan diterapkan pada ruang koridor sekolah untuk mengetahui perbedaan fungsi ruang, perbedaan tekstur dan bentuk pada interior kelas untuk mengetahui letak dan kegunaan fungsi perabot di dalam kelas. Sight Fasilitas ini harus menggunakan warna untuk mewakili ruang yang berbeda dan jalur yang dapat membantu dalam wayfinding atau merangsang penglihatan (sight). Penggunaan cahaya siang hari

7 alami dapat membantu untuk menentukan ruang khusus yang memisahkan mereka dari ruang lain dengan menggunakan berbagai tingkat pencahayaan. Pada kedua sekolah SLB-A Pembina Jakarta dan Karya Murni tidak terdapat fasilitas ruang yang membedakan warna pada beberapa ruangan atau cahaya yang signifikan untuk membuat siswa dapat membedakan ruangan yang mereka tuju atau lewati. Skylight pada plafond Mexico School for The Blind membuat cahaya masuk kedalam dan dapat membantu siswa merasakan sinar yang menerpa wajah sehingga membantu siswa mengetahui keberadaan posisinya. Selain sinar yang dapat dirasakan siswa juga dapat merasakan perbedaan suhu pada tiap ruangan dengan mengatur besar kecilnya bukaan pada ruangan di sekolah tersebut. Kesimpulan yang dapat di terapkan dari unsur sight yaitu perbedaan warna yang mencolok pada kaca atau partisi yang terdapat di area ramp dapat membantu siswa mengetahui sejauh apa mereka melewati ramp tersebut atau menjadi tolak ukur siswa dalam mengtahui seberapa jauh mereka berjalan. Selain itu warna yang mencolok pada kaca dalam kelas yang berfungsi juga sebagai fasad juga dapat menjadi alat pembantu siswa untuk mengetahui fungsi ruang tersebut khususnya untuk low vision. Penerapan Konsep ADA (American Disability Act) Dari hasil pengamatan dan pembahasan pada dari perbandingan ke tiga sekolah, diperoleh beberapa simpulan yang fokus terhadap lingkungan fisik saling mempengaruhi terhadap prilaku siswa tunanetra di sekolah dengan mengacu pada teori ADA (American Disability Act) dan perbandingan fasilitas ruang dengan mengacu pada sifat dan karakteristik siswa tunanetra yang telah di amati dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Didukung dengan aksesbilitas yang aksesibel dan fasilitas kelas yang dapat membantu siswa untuk bermobilitas sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain, hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut Accesbility, lorong koridor sekolah yang akan dirancang seperti penerapan handrailing yang berbeda tekstur material pada dinding koridor berfungsi untuk siswa mudah mengenali fungsi tiap ruang. Selain itu lorong koridor sekolah yang akan dirancang seperti penerapan handrailing yang berbeda tekstur material pada dinding koridor berfungsi untuk siswa mudah mengenali fungsi tiap ruang. (Gambar 1) Gambar 1 Lorong Koridor Kelas Audibility, penerapan white noise atau suara yang dapat berguna untuk mengetahui fungsi ruang seperti terdapat air mancur pada depan lobi drop off sehingga siswa dapat mengenali area lobi dengan mudah. (Gambar 4) Interaction, terdapat ruang komunal atau ruang belajar yang dapat digunakan untuk berdiskusi bersama siswa lainnya yang tepat mehadap ke area taman sehingga siswa juga dapat menghirup udara segar. Selain itu taman tersebut dapat juga dipakai untuk bersantai dan berinteraksi satu sama lain antar siswa. (Gambar 2)

8 Gambar 2 Area Komunal Olfactory, diterapkan unsur olfactory atau unsur yang dapat mengaktifkan indera penciuman seperti perbedaan aroma makanan pada kantin sehingga aroma tersebut dapat menginformasikan keberadaan siswa yang mendekati area kantin. Selain itu aroma lemon yang terdapat pada area cuci tangan di kelas juga dapat menjadi sebuah petunjuk fungsi dari area tersebut. Safety, akses ramp akan menjadi akses utama siswa untuk mencapai lantai berikutnya, terdapat pula tangga yang dapat digunakan sebagai akses pendukung, untuk menghindari tabrakan akses tangga tersebut juga dirancang menjadi dua arah yaitu arah naik dan turun. (Gambar 3) Gambar 3 Tangga Utama Security, diterapkannya area lobi atau area akomodasi akademis terletak pada bagian tengah masa bangunan sehingga berguna menjadi area kontrol pengurus untuk memantau aktifitas siswa, selain itu siswa juga hanya dapat keluar masuk bangunan sekolah melalui satu akses yaitu akses lobi sehingga dapat mudah terkontrol oleh pihak sekolah. (Gambar 4) Gambar 4 Area Lobby Entrance Tangible, diterapkan pada ruang koridor sekolah untuk mengetahui perbedaan fungsi ruang, perbedaan tekstur dan bentuk pada interior kelas untuk mengetahui letak dan kegunaan fungsi perabot di dalam kelas. (Gambar 5) Sight, warna yang mencolok pada kaca dalam kelas yang berfungsi juga sebagai fasad juga dapat menjadi alat pembantu siswa untuk mengetahui fungsi ruang tersebut khususnya untuk low vision. (Gambar 5)

9 Gambar 5 Area Ruang Dalam Kelas Beberapa saran dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, yaitu bangunan sekolah tunanetra harus membuat siswa menjadi lebih mandiri dalam melakukan aktifitasnya tanpa mengharapkan bantuan orang lain, dan mempnyai pembekalan diri setelah lulus dari sekolah tersebut. Pembagian Zoning Dalam Tapak dan Bangunan Zoning Horisontal Pada umumnya dalam menentukan zoning ruang, yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah hubungan antar ruang, orientasi matahari dan kebisingan. Gambar 6 merupakan zoning ruang secara horizontal, susunan ruang dikelompokan secara berurutan, susunan zona dalam tapak mempunyai urutan dari publik menuju ke area privasi, zoning tersebut merupakan hasil analisis terbaik mengenai panas dari arah barat dan kebisingan dari jalan utama. Area private yang terdiri dari ruang kelas dan fasilitasnya diletakan saling terhubung dengan fasilitas sekolah yang disediakan, kemudian dihubungkan dengan area semi private atau kantor para guru dan staf yang berada di tengah agar staff maupun pengajar dapat memantau kegiatan siswa dan pengunjung yang datang ke sekolah. Area service diletakan depan kanan tapak yang langsung terhubung dengan parkiran agar sirkulasi area service tidak mengganggu aktifitas lainnya. Area semi publik sengaja mengelilingi bangunan sekolah guna untuk taman yang akan mengelilingi kelas sehingga setiap kelas terjadi pertukaran udara dan mendapatkan sinar matahari. (Gambar 1) Gambar 6 Zoning Horizontal Lantai Dasar Pada Sekolah Zoning Vertikal Pengelompokan area secara vertikal diperlukan agar hubungan antar kegiatan berdasarkan sifat tidak hanya berlangsung secara horizontal, namun dengan menentukan zoning ruang vertikal, ruangan akan menjadi lebih dinamis dalam peletakan nya selain itu guna menghemat luas tapak yang memiliki luas terbatas. Hubungan ruang yang berdekatan dan disusun secara vertikal, akan memperkaya kualitas ruang secara estetika maupun fungsi. Berikut adalah analisis zoning vertikal pada area sekolah. Zona kiri khususnya lantai satu dan dua adalah area publik atau area parkir dan kantin karena arah matahari barat menyorot langsung kebagian area tersebut sehingga ruang yang tidak dipakai secara

10 terus menerus dapat diletakan di zona pertama. Zona tengah adalah area semi publik atau ruang administratif yang merupakan aktifitas pusat dari sekolah selain itu area tersebut dapat terhubung keseluruh bagian ruang. Area private zona paling sebelah kanan dan kiri untuk menunjang jumlah siswa yang membutuhkan kelas yang cukup banyak, pada lantai bawah atau yang berdekatan dengan area semi private ialah ruang kelas SDLB karena siswa SD sangat butuh pengawasan saat tidak bersama guru atau sedang beristirahat. Pada lantai atas terdapat ruang siswa SMP dan SMA yang sudah dapat mandiri sendiri untuk melakukan aktifitasnya. (Gambar 7) Gambar 7 Zoning Vertikal Pada Sekolah Dapat disimpulkan bentukan massa yang terjadi hasil analisis terhadap kondisi tapak dan lingkungan sekitar, aktifitas yang dilakukan diluar ruangan ditempatkan di dalam bangunan sekolah sehingga tercipta void besar pada tengah sekolah untuk menciptakan ruang luar yang terkontrol oleh pihak sekolah. Dengan terdapatnya bukaan pada tengah bangunan juga membuat sirkulasi angin dan matahari dapat masuk secara alami. (Gambar 8) Gambar 8 Gubahan Masa Pada Sekolah SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengamatan dan perbandingan pada tiga sekolah, diperoleh beberapa simpulan pembahasan dari perbandingan ke tiga sekolah. Ketiga sekolah tersebut belum ada yang memenuhi kriteria ADA (American Disability Act) akan tetapi sudah ada beberapa kriteria yang terpenuhi oleh masing-masing sekolah. Untuk menyempurnakan ketiga sekolah tersebut makan dirancang Sekolah Luar Biasa Tunanetra di jalan Kebon Raya, Kebun jeruk dengan memenuhi semua kriteria yang di sebutkan oleh teori ADA (American Disability Act). Penerapan teori ADA (American Disability Act) pada bangunan yang dirancang mencakup 8 aspek yaitu Accessbility, Audibility, Interaction, Olfactory, Safety, Security, Tangible, Sight. Beberapa saran dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, yaitu bangunan sekolah tunanetra harus membuat siswa menjadi lebih mandiri dalam melakukan aktifitasnya tanpa mengharapkan bantuan orang lain, dan mempnyai pembekalan diri setelah lulus dari sekolah tersebut. REFERENSI Departemen Sosial RI. (2002). Panduan Orientasi dan Mobilitas Panti Sosial Penyandang Cacat Netra. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat. Halim, Deddy, (2005). Psikologi Arsitektur, Pangantar Kajian Listas Disiplin. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

11 Sholahudin, M. ( 2007). Setting Ruang dan Pengaruhnya Terhadap Aksesbilitas Para Penyandang Cacat Tubuh di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Jurnal Setting Ruang, jilid 1 No.1, diakses 25 Maret 2014 dari Tanuwidjaja, Gunawan. (2013). Implementasi Service Learning Dalam Desain Inklusi di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa A Surabaya. Jurnal Service Learning, jilid 1 No.1, diakses 25 Maret 2014 dari RIWAYAT HIDUP Sesti Mayasari lahir di kota Jakarta pada tanggal 19 Mei Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Arsitektur pada tahun 2015.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua hal yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan. Artinya pendidikan diselenggarakan dalam

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH TUNANETRA BANDUNG

SEKOLAH MENENGAH TUNANETRA BANDUNG V. KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam merancang sebuah sekolah mengengah luar biasa tunanetra ialah dengan cara membuat skenario perancangan pada desain yang

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru. BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Beberapa hal yang menjadi dasar perencanaan dan perancangan Asrama Mahasiwa Bina Nusantara: a. Mahasiswa yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP RANCANGAN

BAB VI KONSEP RANCANGAN BAB VI KONSEP RANCANGAN Lingkup perancangan: Batasan yang diambil pada kasus ini berupa perancangan arsitektur komplek Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh meliputi fasilitas terapi, rawat inap, fasilitas

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Sekolah Dasar Islam Khusus Anak Cacat Fisik di Malang memiliki dasar konsep dari beberapa penggambaran atau abstraksi yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Bentukan Dasar Bangunan Bentuk massa bangunan terdiri terdiri dari susunan kubus yang diletakan secara acak, bentukan ruang yang kotak menghemat dalam segi

Lebih terperinci

International Fash on Institute di Jakarta

International Fash on Institute di Jakarta BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1. Konsep Dasar Perancangan Pemikiran Konsep: - Fungsi bangunan - Analisis Tapak - Bentuk bangunan sebagai lambang wujud fashion. PEMIKIRAN KONSEP KONSEP FASHION Fashion: - Busana

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan

BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Ide Perancangan Ide rancangan pada Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya berawal dari fakta di lapangan, yaitu fasilitas-fasilitas umum yang kurang memberikan kemudahan

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN Konsep dasar ini tidak digunakan untuk masing-masing ruang, tetapi hanya pada ruang-ruang tertentu. 1. Memperkenalkan identitas suatu tempat Karena

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Terdapat beberapa faktor yang harus dianalisis dalam perencanaan sebuah bangunan, yaitu analisis lingkungan, manusia, dan bangunan itu sendiri. Perancangan bangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata sebagai indera penglihatan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan meliputi pembahasan mengenai pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada City Hotel yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Gedung pusat kebugaran ini direncanakan untuk menjadi suatu sarana yang mewadahi kegiatan olahraga, kebugaran, dan relaksasi. Dimana kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. konsep dasar yang digunakan dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Boom Di

BAB V KONSEP PERANCANGAN. konsep dasar yang digunakan dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Boom Di BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Dasar konsep dasar yang digunakan dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Boom Di Kabupaten Tuban ini adalah Sequence (pergerakan dari satu tempat ketempat lain sepanjang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN BANGUNAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BANGUNAN Sekolah Negeri Terpadu (SD-SMP) 46 BAB V KONSEP PERANCANGAN BANGUNAN 5.1 Konsep Bentuk dan Massa Bangunan Perletakan massa pada tapak. Bangunan proyek sekolah ini memiliki dua Entrance, yaitu dari depan

Lebih terperinci

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar.  Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir BAB IV : KONSEP 4.1 Konsep Dasar Table 5. Konsep Dasar Perancangan Permasalahan & Kebutuhan Konsep Selama ini banyak bangunan atau gedung kantor pemerintah dibangun dengan hanya mempertimbangkan fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dalam mengembangkan ide sebuah rancangan. Langkah-langkah ini meliputi

BAB III METODE PERANCANGAN. dalam mengembangkan ide sebuah rancangan. Langkah-langkah ini meliputi BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Metode Umum Dalam melakukan perancangan membutuhkan metode untuk mempermudah dalam mengembangkan ide sebuah rancangan. Langkah-langkah ini meliputi survey obyek komparasi,

Lebih terperinci

BAB V : KONSEP. 5.1 Konsep Dasar Perancangan

BAB V : KONSEP. 5.1 Konsep Dasar Perancangan BAB V : KONSEP 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam konsep dasar perancangan Bangunan Hotel dan Konvensi ini dipengaruhi oleh temanya, yaitu Arsitektur Hijau. Arsitektur Hijau adalah arsitektur yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN. Bina Nusantara adalah sebagai berikut :

BAB V. KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN. Bina Nusantara adalah sebagai berikut : 112 BAB V KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN V.1. Konsep Perancangan Kegiatan Adapun jenis kegiatan dan sifat kegiatan yang ada di dalam asrama mahasiswa Bina Nusantara adalah sebagai berikut : Jenis Kegiatan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. wadah untuk menyimpan serta mendokumentasikan alat-alat permainan, musik,

BAB VI HASIL RANCANGAN. wadah untuk menyimpan serta mendokumentasikan alat-alat permainan, musik, BAB VI HASIL RANCANGAN Perancangan Museum Anak-Anak di Kota Malang ini merupakan suatu wadah untuk menyimpan serta mendokumentasikan alat-alat permainan, musik, serta film untuk anak-anak. Selain sebagai

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Perencanaan dasar pengunaan lahan pada tapak memiliki aturanaturan dan kriteria sebagai berikut :

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Perencanaan dasar pengunaan lahan pada tapak memiliki aturanaturan dan kriteria sebagai berikut : BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan Untuk mendukung tema maka konsep dasar perancangan yang digunakan pada Pasar Modern adalah mengutamakan konsep ruang dan sirkulasi dalam bangunannya,

Lebih terperinci

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penting dalam menentukan masa depan suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP TAPAK DAN RUANG LUAR IV.1.1 Pengolahan Tapak dan Ruang Luar Mempertahankan daerah tapak sebagai daerah resapan air. Mempertahankan pohon-pohon besar yang ada disekitar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. adalah High-Tech Of Wood. Konsep High-Tech Of Wood ini memiliki pengertian

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. adalah High-Tech Of Wood. Konsep High-Tech Of Wood ini memiliki pengertian BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar Perancangan Pusat Pemasaran Mebel di Kota Pasuruan ini adalah High-Tech Of Wood. Konsep High-Tech Of Wood ini memiliki pengertian konsep perancangan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL RANCANGAN

BAB 5 HASIL RANCANGAN BAB 5 HASIL RANCANGAN 6. Desain Bangunan Desain bangunan pertunjukan seni ini memiliki bentuk kotak masif untuk efisiensi bentuk bangunan dan ruang bangunan. Bentuk bangunan yang berbentuk kotak masif

Lebih terperinci

03 PEMBAHASAN PERSOALAN DESAIN

03 PEMBAHASAN PERSOALAN DESAIN 03 PEMBAHASAN PERSOALAN DESAIN AKSESIBILITAS 31 Pada bab pembahasan ini akan memaparkan kritik desain yang dikaji bedasarkan hasil dari pendekatan masalah yang dikaji dengan teori mengenai aspek psikologi

Lebih terperinci

BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN. memproduksi, memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang

BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN. memproduksi, memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Kabupaten Pamekasan paling berpotensi untuk membangun sentra batik di Madura. Sentra batik di pamekasan ini merupakan kawasan yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

BAB V HASIL RANCANGAN

BAB V HASIL RANCANGAN BAB V HASIL RANCANGAN 5.1 Perancangan Tapak 5.1.1 Pemintakatan Secara umum bangunan dibagi menjadi beberapa area, yaitu : Area Pertunjukkan, merupakan area dapat diakses oleh penonton, artis, maupun pegawai.

Lebih terperinci

Konsep dasar perancangan pada Sekolah Pembelajaran Terpadu ini terbentuk. dari sebuah pendekatan dari arsitektur prilaku yaitu dengan cara menganalisa

Konsep dasar perancangan pada Sekolah Pembelajaran Terpadu ini terbentuk. dari sebuah pendekatan dari arsitektur prilaku yaitu dengan cara menganalisa OUT Sekolah Pembelajaran Terpadu SMP-SMA 45 BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan pada Sekolah Pembelajaran Terpadu ini terbentuk dari sebuah pendekatan dari arsitektur

Lebih terperinci

Pengembangan RS Harum

Pengembangan RS Harum BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. KONSEP DASAR PENINGKATAN DENGAN GREEN ARCHITECTURE Dari penjabaran prinsi prinsip green architecture beserta langkahlangkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. V.1.1. Tata Ruang Luar dan Zoning Bangunan

BAB V KONSEP. V.1.1. Tata Ruang Luar dan Zoning Bangunan BAB V KONSEP V.1. Konsep Perencanaan dan Perancangan V.1.1. Tata Ruang Luar dan Zoning Bangunan Gambar 34. Zoning dan Pola Sirkulasi Main entrance berada pada bagian selatan bangunan. Warna biru menunjukan

Lebih terperinci

Sekolah Luar Biasa Untuk Tunarungu Difabel Antropometri

Sekolah Luar Biasa Untuk Tunarungu Difabel Antropometri Sekolah Luar Biasa Untuk Tunarungu Difabel Antropometri Rezka Levie Nender 1 DR. Judi O. Waani. ST.MT 2 Rieneke L.E.Sela. ST.MT 3 ABSTRAK Pendidikan adalah satu modal utama yang harus kita miliki untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR Perancangan Rumah Sakit Umum Daerah ( kelas B ) Jakarta Selatan dengan penekanan bangunan yang ICONIC melalui Green Architecture DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU

Lebih terperinci

- BAB. V - RUANG DAN BENTUK KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep Perancangan Tapak Konsep Penzoningan Tapak TAMAN/ PUBLIK

- BAB. V - RUANG DAN BENTUK KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep Perancangan Tapak Konsep Penzoningan Tapak TAMAN/ PUBLIK - BAB. V - KONEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan Tapak Konsep Penzoningan Tapak TAMAN/ PUBLIK PARKIR / PUBLIK GEDUNG D/ EMIPRIVAT PERPUTAKAAN / EMIPUBLIK GEDUNG TK/ EMIPRIVAT PARKIR/ PUBLIK YAYAAN/

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Dalegan di Gresik ini adalah difraksi (kelenturan). Konsep tersebut berawal dari

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Dalegan di Gresik ini adalah difraksi (kelenturan). Konsep tersebut berawal dari BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan kawasan wisata Pantai Dalegan di Gresik ini adalah difraksi (kelenturan). Konsep tersebut berawal dari

Lebih terperinci

Aksesibilitas pada Fasilitas Pendidikan Sekolah Luar Biasa untuk Tunanetra di Banyuwangi

Aksesibilitas pada Fasilitas Pendidikan Sekolah Luar Biasa untuk Tunanetra di Banyuwangi Aksesibilitas pada Fasilitas Pendidikan Sekolah Luar Biasa untuk Tunanetra di Banyuwangi Innani Choirun Nisa¹ dan Indyah Martiningrum ² 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Building form Bentuk dasar yang akan digunakan dalam Kostel ini adalah bentuk persegi yang akan dikembangkan lebih lanjut.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM... i ii iv v viii xiv xix xx BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB V 5.1. Konsep Dasar Konsep dasar dari perancangan Pusat Rehabilitasi Medik ini adalah menciptakan suasana nyaman yang membuat pasien merasa baik. Artinya jika pasien merasa baik, maka pasien akan lebih

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK TUNANETRA

PUSAT PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK TUNANETRA Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain PUSAT PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK TUNANETRA Ignatius Deo Grasianto ; Dra. Dona Saphiranti, MT. Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa

Lebih terperinci

BAB V KONSEP RANCANGAN

BAB V KONSEP RANCANGAN BAB V KONSEP RANCANGAN 5.1 Ide Awal Pertimbangan awal saat hendak merancang proyek ini adalah : Bangunan ini mewadahi keegiatan/aktivitas anak yang bias merangsang sensorik dan motorik anak sehingga direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB III : DATA DAN ANALISA

BAB III : DATA DAN ANALISA BAB III : DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik Gambar 29. Lokasi Tapak 1. Data Teknis Lokasi : Area Masjid UMB, JL. Meruya Selatan Luas lahan : 5.803 m 2 Koefisien Dasar Bangunan : 60 % x 5.803

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur yang didasarkan dengan perilaku manusia merupakan salah satu bentuk arsitektur yang menggabungkan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis 185 BAB VI HASIL PERANCANGAN Bab enam ini akan menjelaskan tentang desain akhir perancangan apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis tapak dan objek. 6.1 Tata Massa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil dari uraian bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Pasar Gembrong Cipinang Besar perlu diremajakan. Hal ini dikarenakan kualitas fisik dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Tropis merupakan salah satu bentuk arsitektur yang dapat memahami kondisi iklim tropis beserta permasalahannya.

Lebih terperinci

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 218 Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal Ariq Amrizal Haqy, dan Endrotomo Departemen Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 1.1.1.1 Narasi dan Ilustrasi Skematik Hasil Rancangan Hasil yang akan dicapai dalam perancangan affordable housing dan pertanian aeroponik ini adalah memecahkan

Lebih terperinci

[STASIUN TELEVISI SWASTA DI JAKARTA]

[STASIUN TELEVISI SWASTA DI JAKARTA] 5.1. Konsep Dasar BAB V KONSEP PERANCANGAN Konsep Dasar yang akan di terapkan pada bangunan Stasiun Televisi Swasta ini berkaitan dengan topik Ekspresi Bentuk, dan tema Pendekatan ekspresi bentuk pada

Lebih terperinci

BAB V. Sport Hall/Ekspresi Struktur KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN

BAB V. Sport Hall/Ekspresi Struktur KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN Sport Hall pada dasarnya merupakan sebuah tempat untuk melakukan kegiatan olahraga tertentu dalam ruangan tertutup dimana di dalamnya terdapat sarana

Lebih terperinci

SEKOLAH DASAR INKLUSI DI MAKASSAR

SEKOLAH DASAR INKLUSI DI MAKASSAR JURNAL edimensi ARSITEKTUR VOL. II, NO.1 (2014), 269-276 269 SEKOLAH DASAR INKLUSI DI MAKASSAR Feby Adriana Honsujaya dan Ir.Nugroho Susilo, M.Bdg.Sc. Program Studi Arsitektur, Universitas Kristen Petra

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan 5.1.1 Program Ruang Topik dari proyek ini adalah perilaku atlet, dengan tema penerapan pola perilaku istirahat atlet

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. aktivitas sehari-hari. mengurangi kerusakan lingkungan.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. aktivitas sehari-hari. mengurangi kerusakan lingkungan. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Umum Perancangan V.1.1. Dasar Perancangan Rusun dan pasar di Jakarta Barat merupakan bangunan yang bersifat sosial dan komersial dimana bangunan nantinya

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Makro 5.1.1 Site terpilih Gambar 5.1 Site terpilih Sumber : analisis penulis Site terpilih sangat strategis dengan lingkungan kampus/ perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY 81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN BAB IV: KONSEP PERANCANGAN 4.1. Konsep Dasar Perancangan 4.1.1. Konsep Desain Hotel Convention ini memiliki konsep yang berintegritas dengan candi prambanan yang iconik, serta dapat mengedukasikan bagi

Lebih terperinci

SEKOLAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MEDAN ( ARSITEKTUR PERILAKU )

SEKOLAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MEDAN ( ARSITEKTUR PERILAKU ) SEKOLAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MEDAN ( ARSITEKTUR PERILAKU ) LAPORAN PERANCANGAN TKA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR SEMESTER B TAHUN AJARAN 2011/2012 Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Usia dini merupakan suatu masa keemasan (golden age) bagi setiap manusia. Hal ini dikarenakan, pada masa ini lah seseorang dapat membentuk perilaku dan kepribadiannya

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-179

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-179 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-179 Penerapan Konsep Exchanging Experience untuk Menghapus Pelabelan terhadap Difabel Henni dan Nur Endah Nuffida Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI SENI TEATER JAKARTA

SEKOLAH TINGGI SENI TEATER JAKARTA BAB V KONSEP 5.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep perancangan Sekolah Tinggi Seni Teater ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah INTERAKSI. Interaksi dapat diartikan sebuah bangunan yang dirancang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Umum Sekolah Berkebutuhan Khusus Pengertian Sekolah Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Umum Sekolah Berkebutuhan Khusus Pengertian Sekolah Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Umum 2.1.1 Sekolah Berkebutuhan Khusus Pengertian Sekolah Sekolah atau School berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1 Data Fisik dan Non Fisik Gambar 3. Peta Lokasi Lahan LKPP Data Tapak Lokasi : Lot/Kavling 11B, CBD Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan Luas lahan : 4709 m² Koefisien Dasar Bangunan

Lebih terperinci

Bab V Konsep Perancangan

Bab V Konsep Perancangan Bab V Konsep Perancangan 5.1 Konsep Makro Pada SLB yang akan dirancang, yang merupakan sasaran pengguna utama untuk SLB tersebut adalah anak tunagrahita. Diketahui tunagrahita merupakan difabel dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V. 1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan. mengenai isu krisis energi dan pemanasan global.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V. 1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan. mengenai isu krisis energi dan pemanasan global. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. 1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan Konsep dasar perancangan kostel ini yaitu untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi mahasiswa Binus University, khususnya

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAB 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA BAB 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 3.1 Narasi dan Ilustrasi Skematik Hasil Rancangan 3.1.1 Rancangan Skematik Kawasan Tapak Dalam rancangan skematik kawasan tapak penulis mencoba menyampaikan bagaimana

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik Sumber : KAK Sayembara Arsitektur Museum Batik Indonesia Gambar 40 Lokasi Museum Batik Indonesia 1. Data Tapak - Lokasi : Kawasan Taman Mini Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. Hasil Rancangan menggunakan konsep Serenity in Fluidity yang dijelaskan

BAB VI HASIL RANCANGAN. Hasil Rancangan menggunakan konsep Serenity in Fluidity yang dijelaskan BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1. Hasil Rancangan Kawasan Hasil Rancangan menggunakan konsep Serenity in Fluidity yang dijelaskan dalam bab sebelumnya, yaitu dengan menggunakan lingkungan yang tenang dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1. Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun bersubsidi kriteria utama yang diterapkan adalah : Dapat mencapai kenyamanan di dalam ruang bangunan yang berada pada iklim

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERANCANGAN A. KONSEP MAKRO 1. Youth Community Center as a Place for Socialization and Self-Improvement Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota pendidikan tentunya tercermin dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penyandang Cacat di Jakarta Tahun 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penyandang Cacat di Jakarta Tahun 2008 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kondisi Penyandang Cacat Sejalannya dengan perkembangan zaman, bangunan-bangunan yang ada sekarang ini banyak yang dirancang tanpa memperhatikan keberadaan penyandang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Interior

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Interior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Interior Peningkatan kualitas hidup suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, hal tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : aksesibilitas, kenyamanan spasial, area publik, pengunjung.

ABSTRAK. Kata kunci : aksesibilitas, kenyamanan spasial, area publik, pengunjung. ABSTRAK Tempat makan dengan konsep yang tertata ditunjang makanan enak tidaklah cukup untuk memenuhi kriteria menjadi sebuah tempat makan yang baik. Visualisasi yang baik bukan merupakan jaminan bagi sebuah

Lebih terperinci

mempunyai sirkulasi penghuninya yang berputar-putar dan penghuni bangunan mempunyai arahan secara visual dalam perjalanannya dalam mencapai unit-unit

mempunyai sirkulasi penghuninya yang berputar-putar dan penghuni bangunan mempunyai arahan secara visual dalam perjalanannya dalam mencapai unit-unit BAB VI KESIMPULAN Dari hasil analisa konsep hemat energi pada bangunan tinggi rumah sakit kanker di Surabaya dalam usaha untuk menghemat energi, yang diperoleh melalui kajian literatur, preseden, analisa

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. RESPON KONTEKS DAN KONSEP UMUM Konsep umum dari bangunan terdiri dari beberapa teori yang mencakup Building Shape, Building Context, dan Building Function. Dalam fungsinya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Olahraga merupakan kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kegiatan ini dalam perkembangannya dapat

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TUGAS AKHIR PERIODE 33 SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center KONSEP RANCANGAN Latar Belakang Surabaya semakin banyak berdiri gedung gedung pencakar langit dengan style bangunan bergaya modern minimalis. Dengan semakin banyaknya bangunan dengan style modern minimalis

Lebih terperinci

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TUGAS AKHIR PERIODE 36 REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Gelar Sarjana Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal BAB IV KONSEP 4.1 Ide Awal Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian yang baru dengan kelengkapan berbagai fasilitas. Fasilitas utama pada kawasan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. rancangan terdapat penambahan terkait dengan penerapan tema Arsitektur

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. rancangan terdapat penambahan terkait dengan penerapan tema Arsitektur BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Taman Pintar dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang publik yang semakin menurun, salah satunya adalah Taman Senaputra di kota Malang. Seperti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERANCANGAN

BAB IV ANALISA PERANCANGAN BAB IV 4.1 Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya. 4.1.1 Analisa Pelaku

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan Pusat Studi dan Budidaya Tanaman Hidroponik ini adalah Arsitektur Ekologis. Adapun beberapa nilai-nilai Arsitektur Ekologis

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1. KONSEP MAKRO Secara makro, konsep perencanaan dan perancangan Museum Tekstil Indonesia ini merupakan sebuah alat untuk mendekatkan masyarakat Indonesia agar

Lebih terperinci

PUSAT DESAIN DAN PEMBUATAN MEBEL

PUSAT DESAIN DAN PEMBUATAN MEBEL PUSAT DESAIN DAN PEMBUATAN MEBEL JURNAL PERANCANGAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program S 1 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda OLEH

Lebih terperinci

BAB V KONSEP 5.1 Konsep Tata Ruang Luar Gambar 5.1 Skema Site Plan

BAB V KONSEP 5.1 Konsep Tata Ruang Luar Gambar 5.1 Skema Site Plan BAB V KONSEP 5.1 Konsep Tata Ruang Luar 5.1.1 Konsep Site Plan Dalam standarnya, area parkir pengunjung harus berada di bagian depan site agar terlihat langsung dari jalan. Untuk itu, area parkir diletakkan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. tema perancangan dan karakteristik tapak, serta tidak lepas dari nilai-nilai

BAB V KONSEP PERANCANGAN. tema perancangan dan karakteristik tapak, serta tidak lepas dari nilai-nilai BAB V KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan ini pada dasarnya diperoleh dari hasil analisis pada bab analisis perancangan yang kemudian disimpulkan (sintesis). Sintesis di dapat berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Lingkungan Perletakkan massa bangunan apartemen yang memperhatikan view yang ada, view yang tercipta kearah barat dan utara. Permasalahan yang ada di

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Yang menjadi dasar dari perencanaan dan perancangan Mesjid di Kebon Jeruk adalah : Jumlah kapasitas seluruh mesjid pada wilayah

Lebih terperinci

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah Di Sidoarjo dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin menurun.

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN DAN PASAR DI JAKARTA BARAT SUSTAINABLE ARCHITECTURE. Disusun Oleh : Nama : Neti Nim :

RUMAH SUSUN DAN PASAR DI JAKARTA BARAT SUSTAINABLE ARCHITECTURE. Disusun Oleh : Nama : Neti Nim : RUMAH SUSUN DAN PASAR DI JAKARTA BARAT SUSTAINABLE ARCHITECTURE TUGAS AKHIR Semester Genap Tahun 2008/2009 Disusun Oleh : Nama : Neti Nim : 0800747274 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS SITE LAHAN/TAPAK RELATIF DATAR

ANALISIS SITE LAHAN/TAPAK RELATIF DATAR ANALISIS SITE LAHAN/TAPAK RELATIF DATAR Oleh : Ririn Dina Mutfianti, MT Desain Arsitektur Jurusan Arsitektur-Universitas Widya Kartika Kenapa harus menganalisis Site? Karena : 1. Sebagian besar bangunan

Lebih terperinci