KAJIAN SISTEM KONTRAK GAS METANA BATUBARA DI INDONESIA TUGAS AKHIR. Oleh: DEDE MOCH. NASIR NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN SISTEM KONTRAK GAS METANA BATUBARA DI INDONESIA TUGAS AKHIR. Oleh: DEDE MOCH. NASIR NIM"

Transkripsi

1 KAJIAN SISTEM KONTRAK GAS METANA BATUBARA DI INDONESIA TUGAS AKHIR Oleh: DEDE MOCH. NASIR NIM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

2 KAJIAN SISTEM KONTRAK GAS METANA BATUBARA DI INDONESIA TUGAS AKHIR Oleh: DEDE MOCH. NASIR NIM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung Disetujui oleh: Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Tanggal.. (Dr. Ir. Arsegianto)

3 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil A lamin penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, dan ridho-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik, sehingga dapat mengakhiri masa pendidikan sarjana di Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung. Pengerjaan dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu yang tanpa kenal lelah selalu membesarkan hatiku dan mendo akanku, Ayah yang mengajarkan arti hidup kepada penulis, keluarga dan saudara-saudara tercinta. Terima kasih atas kasih sayang dan motivasi yang diberikan, 2. Ibu Dr. Ir. Nenny Miryani Saptadji dan Dr. Ir. Sudjati Rachmat selaku dosen wali yang telah membimbing dan memberikan pengarahan selama penulis mengenyam pendidikan di Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung, 3. Bapak Dr. Ir. Taufan M. Msc. selaku Ketua Program Studi Teknik Perminyakan ITB, Bapak Dr. Ir. Arsegianto selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberi masukan, dan dorongan selama penulis menyelesaikan tugas akhir. 4. Mas Ir. Bambang Yasmadi, MT. selaku pembimbing yang telah memberi petunjuk, motivasi, dan dengan sabar membimbing penulis hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, 5. Seluruh staf pengajar di Program Studi Teknik Perminyakan yang telah membagi ilmunya kepada penulis, 6. Pak Haryanta, Pak Paryono, Pak Oman, Bu Tuti, Teh Yuti, serta seluruh pegawai tata usaha Program Studi Teknik Perminyakan yang telah membantu tanpa kenal lelah dan sabar agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan di ITB, 7. Special thanks for Dianny, yang telah setia menemani, menenangkan, memberi masukan dan motivasi, serta sabar dalam menghadapi penulis selama menyelesaikan tugas akhir, 8. Aul, Kay, Hida, Gilang, Budi, Chepy, Mas un, Mardani, Adit, Lay, Yuyus, Ranov sebagai teman belajar bareng dan begadang bareng, Teman yang saling menguatkan, Teman diskusi dan juga sebagai teman seperjuangan selama kuliah di Teknik Perminyakan ITB, 9. Rekan-rekan angkatan 2002 dan Rekan-rekan di Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan PATRA ITB. Penulis sadar bahwa hasil penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Bandung, Juli 2008 Penulis, Dede Muhammad Nashir

4

5 KAJIAN SISTEM KONTRAK PENGEMBANGAN GAS METANA BATUBARA (COALBED METHANE) DI INDONESIA Study of Contract System for Coalbed Methane Development in Indonesia Oleh: D. Muhammad Nashir* Sari Potensi Gas Metana Batubara di Indonesia berskala besar, dengan cadangan di tempat mencapai 450 TSCF.Dengan recovery factor yang masih rendah (sekitar 10%), berarti Gas Metana Batubara hanya dapat menyediakan cadangan statik sekitar 45 TSCF. Tetapi, karena penyebaran cadangan yang sangat luas, maka yang betul-betul dapat direalisasikan untuk membantu meningkatkan pasokan energi dari sektor gas dalam 20 tahun kedepan tentunya akan kurang dari nilai tersebut. Gas Metana Batubara diharapkan dapat mensubstitusi sekitar 1-2% (sekitar 250 MMSCFD dari 9 BSCFD produksi gas saat Indonesia ini). Masalah yang mungkin timbul saat ini dalam pengembangan Gas Metana Batubara adalah belum adanya regulasi yang secara spesifik mengatur tentang Gas Metana Batubara, baik secara teknis maupun ekonomis. Oleh karena itu, suatu regulasi yang mengatur pengusahaan Gas Metana Batubara di Indonesia secara menyeluruh mutlak diperlukan dalam waktu dekat. Aturan dan hukum yang ada sekarang dapat dikatakan masih memiliki banyak kekurangan, karena belum menyentuh seluruh aspek, terutama yang menyangkut pembagian pendapatan antara pemerintah dengan pihak kontraktor. Sistem pemroduksian Gas Metana Batubara memang unik dan sedikit berbeda dengan pengusahaan gas konvensional. Investor perlu menanamkan investasi yang lebih besar pada awal masa produksi dengan tingkat pendapatan yang rendah. Dengan demikian, sistem PSC yang ada sekarang tidak cocok bila diterapkan pada pengusahaan Gas Metana Batubara. Sistem kontrak yang dikaji dalam paper ini didasarkan terutama pada pertimbangan ekonomis. Bentuk kontrak tersebut adalah berupa Kontrak PSC dan Royalty&Tax yang telah dimodifikasi. Kedua sistem tersebut memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. pada sistem PSC yang dimodifikasi, cost recovery masih diberlakukan, sehingga pemerintah tetap mendapat sharing yang lebih besar. Sedangkan pada Kontrak Royalty&Tax, kontraktor mendapat kewenangan penuh untuk mengatur usahanya, tetapi seluruh biaya yang dikeluarkan menjadi tanggungan kontraktor. Kata Kunci : gas metana batubara, energi, investasi, sistem kontrak, kontrak Royalty&Tax, PSC. Abstract Coalbed methane potencies in Indonesia has large scale with gas in place reaching 450 TSCF. Having low recovery factor (around 10%), coalbed methane can only provide static resource around 45 TSCF. But, due to vast occurrence of coalbed methane in many places in Indonesia, actual reserve that can be realized to increase energy supply from natural gas in the next twenty years will be less than 45 TSCF. Coalbed methane can only substitute about 1-2% (around 250 MMSCFD out of 9 BSCFD Indonesia s present gas production). A problem that could occur in the present coalbed methane development is that there are no specific regulations yet, which control technically nor economically. Therefore, a regulation which controls all aspect of the development is greatly needed in short time. Rules and laws which now exist, still cannot touch all of the aspects, especially concerning the income split between government and contractor. Coalbed methane production system is unique and slightly different from the conventional natural gas. Investors need to invest much money at the early production period with low income. Therefore, the present used PSC system will not be applicable on coalbed methane development. The proposed contract systems in this study are primarily based on economic considerations. The contract systems are Modified PSC and Royalty&Tax Contract. Both systems have their own advantages and disadvantages. In the modified PSC system Contract, government will still give cost recovery to the contractors. Therefore, on the modified PSC system, government will have the biggest sharing. On the other hand, In Royalty&Tax Contract system, contractors will have full of policies to arrange his field, but they also have to fee operational costs by themselves. Keywords : coalbed methane, energy, investment, contract system, contract of Royalty&Tax, PSC. * Mahasiswa Teknik Perminyakan ITB D.Muhammad Nashir Sem. 2/

6 I. PENDAHULUAN Pengembangan Coalbed Methane (Gas Metana Batubara) di Indonesia dilakukan atas kebijakan Pemerintah yang sudah dikeluarkan oleh Menteri ESDM no.33 tahun 2006, sebagai terobosan atas menurunnya jumlah produksi minyak di Indonesia. Beberapa motivasi yang menjadi pendorong atas dilaksanakannya uji-coba pengembangan Coalbed Methane di Indonesia meliputi: - Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional. - Program langit biru sudah sangat mendesak untuk direalisasikan secara nasional. - Meningkatnya konsumsi gas dunia harus diantisipasi dengan peningkatan pengusahaan gas alam secara komprehensif. - Antisipasi kekurangan pasokan energi listrik di Sumatra Selatan pasca tahun Indonesia dengan potensi Coalbed Methane yang sangat besar harus dapat dikerjakan oleh putra terbaik bangsa sendiri. Coalbed Methane adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai oleh sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batubara yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap (ter-absorbsi) di dalam batubara dan/atau lapisan batubara. Coalbed Methane sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah Coalbed Methane berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoirnya. Sedangkan gas alam yang kita kenal saat ini, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batubara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya dimana reservoir Coalbed Methane harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan. Coalbed Methane berasal dari material organik tumbuhan tinggi, melalui beberapa proses kimia dan fisika (dalam bentuk panas dan tekanan secara menerus) yang berubah menjadi gambut dan akhirnya terbentuk batubara. Selama berlangsungnya proses pemendaman dan pematangan, material organik akan mengeluarkan air, CO 2, gas metana dan gas lainnya. Selain melalui proses kimia, Coalbed Methane dapat terbentuk dari aktifitas bakteri metanogenik dalam air yang terperangkap dalam batubara khususnya lignit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Migas dan ADB (2003), cekungan (basin) dengan potensi Gas Metana Batubara kategori high prospective berada di Sumatera Selatan (183 TSCF), Barito (101.6 TSCF), Kutai (80.4 TSCF), dan Sumatera Tengah (52.5 TSCF), sedangkan untuk kategori moderate antara lain basin Tarakan Utara, Berau, Ombilin, Pasir/Asamasam, dan Jatibarang. Sedangkan basin berkategori low prospective berada di Sulawesi Selatan, Irian Jaya, dan Bengkulu. Berdasarkan rasio cadangan terbukti dan cadangan di tempat yang umumnya sebesar 10%, maka potensi Gas Metana Batubara Indonesia yang dapat diambil sekitar 45 TSCF. Mengingat saat ini cadangan minyak dan gas bumi sangat terbatas, maka dengan potensi Gas Metana Batubara yang besar ini, serta teknologi Gas Metana Batubara yang sudah terbukti, Indonesia berpeluang untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Mengingat bahwa pengembangan Gas Metana Batubara ini berskala nasional dan merupakan salah satu program diversifikasi energi nasional serta minat investor untuk menanamkan modalnya dalam kegiatan usaha Gas Metana Batubara cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk menarik para investor untuk menanamkan modalnya dalam pengembangan Gas Metana Batubara di Indonesia. Salah satu alat tersebut adalah suatu sistem kontrak pengusahaan pengembangan Gas Metana Batubara yang sesuai, sebagai bagian dari pengembangan aturan dan regulasi pengusahaan Gas Metana Batubara di Indonesia. II. GAS METANA BATUBARA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Karakteristik Gas Metana Batubara Coalbed Methane (Gas Metana Batubara) adalah suatu gas alam yang ditemukan pada sebagian besar endapan batubara yang terbentuk selama coalification. Gas Metana Batubara tersimpan dalam batubara melalui proses adsorpsi, dan terletak di dalam pori batubara, atau yang biasa disebut dengan matriks. Sedangkan rekahan- 2 TM-FIKTM-ITB Sem. 2/

7 rekahan terbuka pada batubara, yang umum disebut cleats, dapat juga mengandung gas bebas atau tersaturasi oleh air. Gas Metana Batubara merupakan sweet gas dengan kandungan metana hingga 95%, dengan sedikit sekali kandungan karbon dioksida dan nitrogen. Selain itu, Gas Metana Batubara juga tidak mengandung hidrogen sulfida (H 2 S) yang berbahaya ataupun komponen sulfur lainnya, meskipun berasal dari high-sulfur coal. Oleh karena itu, Gas Metana Batubara memiliki kualitas yang setara dengan gas alam yang telah dimurnikan, yang tentunya telah memenuhi standar kualitas pemasaran. Gas Metana Batubara mempunyai multi guna antara lain dapat dijual langsung sebagai gas alam, dijadikan energi dan sebagai bahan baku industri. Eksploitasi Coalbed Methane tidak akan merubah kualitas matrik batubara dan menguntungkan para penambang batubara, karena gas emisinya telah dimanfaatkan sehingga lapisan batubara tersebut menjadi aman untuk di tambang, selain itu Gas Metana Batubara ini termasuk salah satu sumber energi yang ramah lingkungan. Coalbed Methane diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batubara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batubara akan keluar dari matriks batubaranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batubara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lubang sumur. Pada saat dewatering process dilakukan, Gas Metana Batubara juga turut terproduksi dalam jumlah yang masih sangat kecil. Seiring dengan berjalannya waktu, tekanan pada lapisan batubara akan semakin turun sehingga Gas Metana Batubara yang terproduksi akan semakin banyak, sedangkan air yang terproduksi menjadi lebih sedikit. Baik Gas Metana Batubara maupun air bersama-sama terproduksi hingga ke permukaan untuk selanjutnya diproses secara terpisah. Gas akan dialirkan ke stasiun kompresor lalu menuju pipa-pipa penyalur gas alam untuk dialirkan ke konsumen, sedangkan air terproduksi dapat diinjeksikan kembali ke dalam formasi yang terisolasi, dibuang ke sungai, ataupun untuk keperluan irigasi. Adapun skema produksi gas dan air dari sumur Coalbed Methane ditunjukan pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1 Skema Sumur Produksi CBM Sumur Gas Metana Batubara berproduksi dengan laju alir yang sangat rendah, mendekati 300 ribu kaki kubik per hari (300 MCFD). Profil produksi sumur-sumur Gas Metana Batubara umumnya dapat digambarkan sebagai negative decline, yang berarti bahwa laju produksi gas akan semakin meningkat seiring dengan menurunnya laju alir air. Karakteristik reservoir Gas Metana Batubara berbeda dengan reservoir gas konvensional, sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Tidak seperti reservoir gas, batubara bertindak baik sebagai batuan reservoir maupun batuan sumber gas metana (source rock). Batubara merupakan media berpori yang heterogen serta anisotropic yang memiliki sistem dual-porosity: makropori dan mikropori, sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Makropori, yang juga dikenal sebagai cleats, merupakan rekahan alami yang umum terdapat pada semua lapisan batubara. Sedangkan mikropori, atau matriks, menyimpan sebagian besar kandungan gas. Karakteristik yang unik dari batubara ini menyebabkan Gas Metana Batubara sebagai unconventional gas resource. Tabel 1 Perbandingan Karakteristik Reservoir Gas Metana Batubara Dengan Gas Konvensional Karakteristik Source Rock Struktur Gas Konvensional Batu pasir, gamping atau rekahan batuan beku Rekahan dengan rongga yang acak Coalbed Methane Batubara Cleats dengan ukuran rongga yang seragam D.Muhammad Nashir Sem. 2/

8 Pembentukan Gas Mekanisme Penyimpanan Gas Kinerja Produksi Mekanisme Perpindahan Sifat-sifat Mekanik Gas terbentuk di source rock lalu bermigrasi ke reservoir. Kompresi Laju alir gas mulanya tinggi lalu menurun. Awalnya sedikit atau bahkan tidak ada air GWR semakin menurun. Gradien tekanan (Hukum Darcy) Modulus Young ~ 10 6 Kompresibilitas pori ~ 10-6 Gas terbentuk dan terperangkap dalam batubara Adsorpsi Laju alir gas meningkat seiring dengan waktu, lalu turun. Produksi awal didominasi air. GWR meningkat seiring dengan waktu. Gradien konsentrasi (Hukum Fick) dan Gradien tekanan (Hukum Darcy) Modulus Young ~ 10 5 Kompresibilitas pori ~ 10-4 besar gas tersimpan akibat proses adsorpsi pada matriks batubara. Perlu diperhatikan bahwa pada mulanya sebagian besar batubara tidak tersaturasi oleh gas. Jumlah gas yang sebenarnya dalam batubara disebut sebagai kandungan gas atau gas content. Gas content adalah volume gas pada kondisi standar per unit massa batuan atau batubara. Gas content dari batubara diukur dengan melakukan pengujian desorption atau pelepasan, yang kegiatannya meliputi pengambilan contoh core batubara, penyimpanan dalam tempat khusus, dan mengukur jumlah gas yang terlepas. Porositas, permeabilitas, dan permeabilitas relatif dari cleat mengontrol aliran fluida agar tetap berada dalam sistem cleat. Saat proses desorpsi berlanjut, saturasi gas dalam cleat akan meningkat dan aliran gas metana akan semakin dominan. Produksi air akan turun dengan cepat hingga laju alir gas mencapai peaknya dan saturasi air mendekati irreducible water saturation. Kelakuan produksi dari suatu reservoir Gas Metana Batubara digambarkan pada Gambar 3. Setelah laju alir gas metana mercapai peak, kelakuan reservoir Gas Metana Batubara menjadi hampir sama dengan reservoir gas konvensional. Gambar 2 Sistem Dual Porosity Pada Batubara Gas di dalam batubara tersimpan sebagai gas bebas dalam makropori atau sebagai lapisan teradsorpsi pada permukaan bagian dalam dari mikropori. Mikropori batubara memiliki kapasitas penyimpanan metana yang sangat besar. Batubara dapat menyimpan lebih banyak gas dalam keadaan teradsorpsi dibanding yang terdapat pada reservoir gas konvensional, pada keadaan terkompresi, pada tekanan kurang dari psi. Porositas sistem cleat relatif kecil dan jika terdapat gas bebas, maka jumlahnya sangat tidak signifikan bila dibandingkan dengan keseluruhan gas yang tersimpan dalam batubara. Sebagian 4 Gambar 3 Kelakuan Produksi Reservoir Gas Metana Batubara Kelakuan produksi Gas Metana Batubara sangat kompleks dan sulit diramalkan ataupun dianalisis, terutama pada tahap awal perolehan. Hal ini disebabkan produksi gas dari reservoir Gas Metana Batubara diatur oleh interaksi yang kompleks antara difusi gas melalui sistem mikropori (matriks) dengan aliran dua fasa, gas dan air, melalui sistem makropori (cleat), yang secara bersamaan terjadi dalam suatu proses desorpsi. Kita dapat membandingkan kelakuan reservoir gas konvensional terhadap reservoir TM-FIKTM-ITB Sem. 2/

9 Gas Metana Batubara, seperti ditunjukkan Gambar 4 berikut ini. memberikan tambahan kontribusi gas hingga berpuluh-puluh tahun mendatang. III. DASAR DASAR PENGUSAHAAN GAS METANA BATUBARA DI INDONESIA Total Produksi Produksi Gas Tahun Produksi Air Gambar 4 Kelakuan Produksi Reservoir Gas Konvensional Potensi Gas Metana Batubara di Indonesia Menurut penelitian yang dilakukan Dirjen Migas dan ADB pada tahun 2003, Indonesia memiliki cadangan Gas Metana Batubara sebesar TCF yang tersebar di empat pulau, yaitu Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi, sebagaimana terlihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Potensi Gas Metana Batubara di Indonesia Basin SUMATRA Central Sumatra CBM Resources (TSCF) Prospective Area (KM 2 ) ,000 Ombilin South Sumatra ,000 Bengkulu 3.6 3,000 KALIMANTAN Barito ,000 Kutai ,000 Berau 8.4 2,000 North Tarakan ,500 Pasir/Asam 3 1,000 JAVA Jatibarang SULAWESI Sengkang 2 1,000 Total ,500 Pada tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar kandungan Gas Metana Batubara di Indonesia berada di South Sumatra Basin dengan jumlah sebesar 183 TCF. Cadangan Gas Metana Batubara sebesar itu merupakan suatu jumlah yang sangat besar, yang bila diproduksikan dapat Kebijakan Pemerintah Tentang Energi Nasional Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan energi nasional sebagai blue print bagi penggunaan berbagai macam energi pada tahun 2025 untuk mengamankan pasokan energi bagi kebutuhan domestik. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mengurangi konsumsi minyak mentah Indonesia hingga 20%, dan mendorong penggunaan gas alam hingga 30% dan batubara hingga 33% pada tahun 2025, Kebijakan tersebut juga mendorong penggunaan sumber - sumber energi alternatif bagi kebutuhan domestik sebanyak 17%, yaitu masing-masing 2% untuk liquified coal, 5% untuk biofuel dan geothermal, 5% untuk sumber energi baru dan terbarukan. Gas Metana Batubara termasuk dalam energi baru dan terbarukan dan diharapkan dapat memasok sekitar 1 2% dari total kebutuhan energi pada tahun Gas Metana Batubara memang merupakan hal relatif masih baru bagi Indonesia. Namun, lain halnya dengan negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Kanada, China, dan Australia. Tujuh hal yang harus dipertimbangan sebelum berinventasi dalam industri Gas Metana Batubara. Ketujuh hal tersebut adalah: 1. Ketebalan lapisan batubara 2. Kandungan gas 3. Tingkat kematangan batubara 4. Permeabilitas 5. Produksi air 6. Dana (Pembiayaan) 7. Infrastruktur Secara garis besar tantangan yang dihadapi oleh usaha pengembangan Gas Metana Batubara di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tantangan utama, yaitu: 1. Tantangan Teknis - Karakteristik reservoir, terutama permeabilitas tidak diketahui dan harus diukur dengan insitu well testing. - Industri membutuhkan lebih banyak referensi tentang kandungan gas pada lapisan batubara di Indonesia. - Water disposal dapat menjadi tantangan utama dalam produksi gas metana batubara ini. D.Muhammad Nashir Sem. 2/

10 - Membutuhkan compressor yang mahal sebagaimana gas konvensional. - Kebanyakan potensi Gas Metana Batubara berada di luar pulau Jawa sehingga pasar yang tersedia terbatas. 2. Tantangan Bisnis - Investasi dan resiko bisnisnya tinggi. - Pasar harus berkompetisi dengan gas alam konvensional kecuali pemerintah ambil bagian, yaitu melalui regulasi yang tepat. 3. Tantangan Kebijakan - Berdasarkan otonomi daerah, pemerintah daerah dapat memainkan peranan penting dalam membantu investor memperoleh proses atau akses yang mudah ke bisnis Gas Metana Batubara. - Pengembangan prosedur penawaran yang sesuai dan PSC untuk Gas Metana Batubara, dan mengidentifikasi kebijakan pemerintah yang sesuai untuk mempromosikan Gas Metana Batubara. - Pengembangan rencana aksi untuk mempromosikan pengembangan komersialisasi Gas Metana Batubara Indonesia. IV. KAJIAN SISTEM KONTRAK PENGUSAHAAN GAS METANA BATUBARA DI INDONESIA Bentuk sistem kontrak-kontrak migas yang berlaku di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract). Berdasarkan Pasal 6 Perpu No. 44 Tahun 1960 dan Undang-undang No. 8 Tahun 1971, serta Undang-undang No. 22 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 yang disempurnakan oleh PP No. 34 Tahun Atau bentuk kontrak kerjasama lain yang yang lebih menguntungkan Negara. Berdasarkan Undang Undang No. 22 tahun 2001 Sistem kontrak bagi hasil adalah sistem pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh perusahaan swasta sebagai kontraktor pemerintah, dimana kontraktor dibayar dari hasil produksi. Sistem ini merupakan bentuk pengoperasian minyak yang dipakai saat ini di Indonesia. Kontrak ini mengatur kewajiban-kewajiban kontraktor, caracara perhitungan biaya, dan cara pembagian keuntungan yang diperoleh dari perusahaan minyak dan gas. Perbedaan dari kedua sistem tersebut terletak pada wewenang serta sistem pembagiannya. Pada sistem kontrak royalty&tax, wewenang berada di tangan kontraktor dan sistem pembagian berupa profit sharing, sedangkan pada kontrak bagi hasil, wewenang berada pada Pemerintah yang dalam hal ini dilimpahkan pada Badan Pelaksana Usaha Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP MIGAS). Sistem pembagiannya berupa sejumlah minyak dan gas dengan prosentase tertentu Sistem PSC Gas Alam Konvensional Kontrak Production Sharing didasarkan pada pasal 6 Perpu No. 44 Tahun 1960 dan Undangundang No. 8 Tahun 1971, serta Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 yang disempurnakan oleh PP No. 34 Tahun Pada saat kontraktor mendapatkan gas, maka kontraktor mendapatkan pendapatan kotor (revenue). Revenue merupakan perkalian antara harga gas/mmbtu dan besar produksi tahunan. Penerimaan dari penjualan tersebut pertama-tama dipakai untuk menutupi biaya operasi (recoverable cost) yang harus dibayar setiap tahun yang dikeluarkan untuk merealisasi produksi, meliputi non capital cost, depresisasi capital cost dan unrecoverable cost tahun sebelumnya. Selanjutnya sisa pendapatan tersebut akan dibagi antara kontraktor dan pemerintah yang disebut equity to be split. Di bawah ini, beberapa terminologi perhitungan kontrak bagi hasil dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Gross Revenue (GREV), yaitu penerimaan dari penjualan gas : GREV = Q x P... (1) Dengan : Q = tingkat produksi P = harga Bila dari suatu daerah dihasilkan lebih dari satu jenis produksi, misalnya LPG, gas, dan kondensat maka gross revenue merupakan penjumlahan dari masing-masing produk. 2. Investment Credit / Kredit Investasi (INCR), merupakan insentif yang diberikan 6 TM-FIKTM-ITB Sem. 2/

11 pemerintah sebesar sebagian persen dari investasi kapital yang digunakan untuk membangun fasilitas produksi suatu lapangan. 3. Recoverable Cost (RECO), yaitu segala jenis biaya yang dapat dikurangi dari gross revenue sebelum sisanya dibagi antara kontraktor dan pemerintah. Unsur-unsur recoverable cost adalah : a. Biaya Operasi (OC), biaya yang diperlukan untuk merealisasikan produksi gas, termasuk biaya langsung seperti: gaji pegawai, bahan-bahan, pemeliharaan, administrasi, biaya kantor, dan overhead. b. Biaya Depresiasi (DEPR), pengembalian investasi yang besarnya ditentukan berdasarkan metode double declining. Perhitungan depresiasi dapat digunakan 5 tahun. c. Bunga Pinjaman (INTR), kontrak bagi hasil juga mengizinkan kontraktor untuk memasukkan bunga atas pinjaman yang dilakukan untuk keperluan investasi sebagai salah satu unsur biaya. d. Amortisasi (AMOR), adalah biaya yang berhubungan dengan pengeluaran investasi non fisik, seperti survey atau studi. e. Previous Year Unrecovered Cost (PYUC), yaitu biaya yang dipindahkan dari tahun sebelumnya karena belum ditagih pada tahun tersebut atau disebut cost carry over. Menurut ketentuan KPS, dalam satu tahun recoverable cost tidak boleh melebihi 40% dari gross revenue tahun yang bersangkutan. Sehingga RECO menjadi : RECO = OC + INCR + DEPR + INTR... (2) 4. First Trench Petroleum (FTP), merupakan produksi yang disisihkan oleh Pemerintah sebagai cadangan untuk pembagian yang akan dijumlahkan dengan Equity to be Split. Besar FTP biasanya sebesar 20% dari produksi awal. 5. Pajak (TAX), yaitu bagian pemerintah yang besarnya mengacu pada ketentuan industri migas saat ini yaitu sebesar 44% dari Contractor Share. 6. Equity To Be Split (EQSP), yaitu gross revenue dikurangi recoverable cost. EQSP = GREV RECO... (3) Jumlah inilah yang akan dibagi antara pemerintah dan kontraktor, akan tetapi karena recoverable cost dibatasi 40% maka EQSP tidak akan kurang dari 60% gross revenue. 7. Contractor Equity Share (CEQS), merupakan bagian kontraktor yang diperoleh dari pembagian EQPS. CEQS = (r) x (EQSP)... (4) x adalah split rate yang besarnya : x = contractor share / (1- tax)... (5) Umumnya di Indonesia saat ini, share pemerintah terhadap kontraktor untuk gas adalah sebesar 70: Indonesia Equity Share (IEQS), yaitu EQSP untuk pemerintah yang besarnya : IEQS = (1-x) x (EQSP)... (6) 9. Domestic Market Obligation (DMO), merupakan kewajiban kontraktor menyerahkan sebagian minyak yang dihasilkan kepada Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Jumlah yang diserahkan ini besarnya ditetapkan secara merata terhadap seluruh kontraktor yang beroperasi di Indonesia dan dibatasi maksimum 25% dari minyak yang dihasilkan pada tahun yang bersangkutan. Penyerahan DMO oleh kontraktor mendapat imbalan (fee) sebesar harga ekspor penuh selama 5 tahun pertama. Setelah itu seharga 20 sen US$/barrel. Namun sejak dikeluarkan paket insentif 1988 harga ini dinaikkan menjadi 10% dari harga ekspor dan pada insentif 1993 baik pada lahan konvensional maupun frontier dinaikkan menjadi 25%. Untuk 5 tahun pertama Pemerintah tidak memperoleh DMO dan baru pada tahuntahun berikutnya kewajiban kontraktor tersebut dipenuhi. 10. Contractor Taxable Value (CTXV), sebagaimana telah disebutkan dalam KPS bahwa kontraktor dapat memperoleh kredit investasi dan merupakan salah satu unsur recoverable cost. Nilai ini adalah contractor taxable income ditambah investment credit. Jumlah inilah yang selanjutnya akan dikenakan pajak menurut peraturan yang berlaku. CTXV = CTXI + INCR... (7) D.Muhammad Nashir Sem. 2/

12 11. Umur proyek, menyatakan berapa lama proyek tersebut akan berlangsung dan masih berproduksi secara ekonomis. Gambar 5 di bawah ini menunjukkan Kontrak PSC yang dilakukan dalam mengelola gas alam konvensional. kontraktor (investor) dalam bentuk insentif sebesar sebagian persen dari investasi kapital yang digunakan kontraktor. Diharapkan dengan adanya keringanan dalam investasi ini dapat merangsang minat para investor untuk menanamkan modalnya dalam pengusahaan Gas Metana Batubara. 4. Pendapatan bersih pemerintah dan kontraktor ditentukan berdasarkan jumlah produksi dan lama produksi. Bagan Sistem Kontrak Production Sharing pengusahaan Gas Metana Batubara ditunjukkan pada Gambar 6 berikut ini. Gambar 5 Sistem PSC Gas Alam Konvensional Sistem PSC Yang Sesuai Untuk Gas Metana Batubara Keuntungan penggunaan Sistem Kontrak Production Sharing bagi pengembangan Gas Metana Batubara ini adalah: 1. Merupakan sistem yang sudah umum dipakai di Indonesia. 2. Pemerintah akan mendapatkan pemasukan yang lebih besar. 3. Manajemen ada di tangan negara dan kepemilikan asset ada pada negara. 4. Adanya alih teknologi produksi gas metana batubara bagi pemerintah Indonesia. Berikut adalah syarat-syarat Sistem Kontrak Production Sharing yang diusulkan: 1. Pemberlakuan First Trenche Petroleum (FTP) sepanjang umur proyek. Sistem FTP diberlakukan agar pemerintah pasti mendapat bagian dari hasil produksi. Sebelum sistem ini diberlakukan, kadangkala pemerintah mendapat bagian yang sedikit atau lebih kecil dari yang diharapkan, karena besarnya cost recovery yang harus dibayarkan kepada kontraktor. 2. Pemberlakuan cost recovery. 3. Pemberian Investment Credit sebesar 20%. Investment credit ini merupakan suatu bentuk bantuan pemerintah kepada 8 Gambar 6 Sistem Kontrak Production Sharing Pengusahaan CBM Sistem Kontrak Tax/Royalty yang di Modifikasi Kontrak Royalty&Tax merupakan suatu kontrak dimana pemerintah memberikan izin atau lisensi kepada kontraktor untuk mengeksplorasi dan mengembangkan suatu area yang ditetapkan mengandung minyak bumi (Richard D. Seba). Dalam kontrak ini semua biaya eksplorasi, pengembangan dan operasional ditanggung oleh kontraktor dan hak pengelolaan migas ada di tangan kontraktor sehingga pemerintah tidak campur tangan. Kewajiban kontraktor dalam kontrak ini yaitu membayar Royalty dan Tax yang ditentukan besarnya oleh pemerintah. Royalty diperoleh dari gross revenue atau produksi. Jenis kontrak ini digunakan mulai pertengahan tahun 1950 dan telah digunakan oleh negara-negara di Eropa seperti Inggris, Norwegia, Belanda, Jerman Barat dan Amerika seperti Trinidad dan Kanada. TM-FIKTM-ITB Sem. 2/

13 Setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 pasal 6, istilah kontrak yang digunakan adalah kontrak PSC atau kontrak lainnya lebih menguntungkan bagi negara. Dalam hal penerapan kontrak R/T maka perlu dilakukan modifikasi agar sesuai dengan ketentuan UU No 22/2001 sebagaimana diatur pada Pasal 6, 11 dan 44. Di dalam Pasal 11 jo Pasal 22 diatur mengenai kewajiban DMO yaitu minimal 25%. Sedangkan dalam Pasal 6 dan 44 menggaris-bawahi kepemilikan sumber daya alam dan peran BP Migas sebagai pengendali manajemen operasi. Adapun Model kontrak Royalty & Tax yang dikaji dalam paper ini sudah dimodifikasi agar sesuai degan Undang-undang yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini tetap mempertahankan kepemilikan wilayah kerja di tangan pemerintah RI dan memberlakukan DMO. Skema dari kontrak Royalty & Tax modifikasi dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. 3 pengakuan cadangan (reserves recognition) 4 Government Take 5 Finding & Development cost Medium Royalty/FTP, Profit Oil dan Tax Medium cost High Royalty & Tax High cost 6 user 63 negara 58 negara Menurut (Dr. Pedro van Meurs) salah satu pakar petroleum fiscal system. kita bisa mendisain suatu fiscal system yang memberikan keekononian yang sama persis, regardless bentuk kontraknya. Jadi tidak bisa dikatakan PSC memberikan keekonomian yang lebih baik dari Royalty&Tax atau sebaliknya. Kalau begitu, Contractor tertarik Royalty&Tax atau PSC?. Tentu tertarik terhadap Royalty&Tax, pertama dari title of petroleum transfer, Royalty&Tax lebih baik bagi Contractor, dan intervensi pemerintah pada Royalty&Tax tidak begitu ketat, bukan berarti Contractor bisa semena-mena, tetap ada proses persetujuan juga, hanya dari sisi administrasi secara umum lebih simpel. V. PERBANDINGAN KEEKONOMIAN PSC MODIFIKASI DENGAN ROYALTY&TAX MODIFIKASI Untuk mendapatkan perilaku dari masing-masing model keekonomian maka digunakan data hipotetik dengan menyamakan ROR dari masingmasing model. Dengan asumsi bagi hasil 55:45, pajak 44%, DMO 25% dan DMO fee 10% maka didapatkan kesebandingan royalty sebesar 39% untuk Royalty&Tax modifikasi. Berikut perbandingan indikator keekonomian kedua model tersebut. Gambar 7 Sistem Kontrak Tax/Royalty modifikasi Pengusahaan CBM Tabel 3 Indikator keekonomian Secara umum ada banyak perbedaan antara model kontrak PSC dengan Royalty&Tax, sebagaimana terlihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Perbedaan PSC dengan Royalty&Tax No Parameter PSC Royalty&Tax 1 Aspek legal Host Country Company (transfer of ownership) 2 Point of transfer of ownership point of export wellhead Adapun dalam kajian ini hanya dilakukan sensitivity analysis tiga indikator keekonomian (ROR, NPV dan POT) terhadap empat variable yaitu: terhadap perubahan harga, total produksi, biaya operasi dan total investasi, dapat dilihat pada Gambar 8 sampai dengan Gambar 22. D.Muhammad Nashir Sem. 2/

14 1. Uji sensitivitas indikator keekonomian terhadap perubahan harga. Gambar 12. Perubahan Total Produksi terhadap ROR Gambar 8. Perubahan Harga Terhadap ROR Gambar 13. Perubahan Total Produksi terhadap NPV Goverment Gambar 9. Perubahan Harga Terhadap NPV Goverment Gambar 14. Perubahan Total Produksi terhadap NPV Contractor Gambar 10. Perubahan Harga Terhadap NPV Contractor Gambar 15. Perubahan Total Produksi terhadap POT Gambar 11. Perubahan Harga Terhadap POT Uji sensitivitas indikator keekonomian terhadap perubahan produksi total. Uji sensitivitas indikator keekonomian terhadap perubahan operating cost. TM-FIKTM-ITB Sem. 2/

15 4. Gambar 16. Perubahan Operating Cost terhadap ROR Gambar 20. Perubahan Jumlah Investasi terhadap ROR Gambar 17. Perubahan Operating Cost terhadap NPV Goverment Gambar 21. Perubahan Jumlah Investasi terhadap NPV Goverment Gambar 18. Perubahan Operating Cost terhadap NPV Contractor Gambar 22. Perubahan Jumlah Investasi terhadap NPV Contractor Gambar 19. Perubahan Operating Cost terhadap POT Gambar 23. Perubahan Jumlah Investasi terhadap POT Uji sensitivitas indikator keekonomian terhadap perubahan jumlah investasi. D.Muhammad Nashir Sem. 2/ Indikator keekonomian mengalami perilaku yang berbeda terhadap fluktuasi harga gas, total produksi, perubahan operating cost dan besarya jumlah investasi. Sekarang apa yang dimaksud 11

16 dengan fleksibilitas kontrak cbm?,fleksibilitas disini maksudnya adalah seberapa fleksibel model kontrak tersebut terhadap perubahan tingkat keuntungan (profitability), untuk penyederhanaan diasumsikan bahwa perubahan tingkat keuntungan ini diakibatkan oleh naik turunnya harga gas, pendekatan ini sedikit kasar namun valid, dari beberapa studi disebutkan bahwa kenaikan harga gas pengaruhnya lebih signifikan dibanding kenaikan biaya-biaya. Dari Grafik hubungan antara NPV Goverment dan NPV Contractor terhadap keempat variable tersebut terlihat bahwa system kontrak yang menarik, yang memberikan keuntungan lebih besar, untuk kontraktor adalah kontrak bagi hasil modifikasi, sedangkan yang menarik bagi pemerintah adalah jenis kontrak royalty&tax modifikasi. Namun untuk grafik antara POT dengan keempat variable tersebut kecepatan balik modal relatif lebih cepat untuk model Royalty&Tax modifikasi. Sedangakn dari hubungan antara ROR dengan keempat veariable tersebut kedua model mempunyai kelakuan yang hampir mirip. Karena pengembangan gas metana batubara di Indonesia terbilang masih baru maka lebih disarankan untuk memilih jenis kontrak bagi hasil. Hal ini untuk tujuan menarik investor untuk berinvestasi dalm pengembangan CBM di Indonesia. Untuk model PSC modifikasi tersebut dari sisi Govermnet Take cukup baik. Tapi sayangnya kalau keuntungan meningkat, Govermnet Take nya statis, Jadi tidak bisa dipungkiri kalau kontraktor menikmati kenaikan harga migas tinggi. Jika ini terjadi maka bisa dilakukan negosiasi ulang tentang pembagian persentase keuntungan. Bentuknya apa? Bisa tambahan tax (apapun namanya), bisa juga berupa bonus, misalnya dengan bonus produksi (kalau mencapai kumulatif produki tertentu), nah ini bisa saja diberikan bonus harga minyak tinggi.belajar dari kecenderungan yang terjadi, sepertinya kita perlu meng-improve terms dan conditions (T&C) untuk penawaran blok baru maupun perpanjangan kontrak. Sedemikian rupa dibuat Terms&Condition tersebut fleksibel terhadap keuntungan (gampangnya terhadap harga migas). Tetapi tetap saja pegangannya: one-size fits all model does not exist, jangan pernah membayangkan kita punya satu model untuk semua situasi, karena kita ketahui resikonya juga berbeda-beda (Rate produksi, EOR, marginal, etc), tentu tidak bisa dipukul rata, semua perlu model bagi hasil yang sesuai dengan resiko nya masing masing. 12 Pada saat harga gas naik, tentunya host country akan memperoleh tambahan revenue, namun demikian, tidak otomatis bahwasanya persentase dari keuntungan (profit) akan meningkat juga. Lihat Gambar 24 dibawah: Gambar 24. Persentase profit pemerintah ketika harga gas rendah dan tinggi Kue pie chart diatas adalah profit, dengan kenaikan harga gas, maka otomatis kuenya membesar. Tapi ternyata, persentase kue host country (warna hijau tua) menjadi turun, ketika harga gas rendah, host country memperoleh 65% dari profit, namun pada saat harga gas naik, kue yang diperoleh host country turun, 60%. Dari sensitivitas PSC modifikasi untuk pengembangan CBM di atas, gambarnya seperti Gambar 25 di bawah ini, pada saat harga gas naik, persentase kue tidak terlalu signifikan, tetap saja 55% dari profit, harga gas naik berapapun juga tetap sama. Gambar 25. Persentase profit PSC Modifikasi CBM Gambar 26, pengaruh harga gas terhadap Goverment Take Gambar 26 diatas ini untuk PSC gas konvensional, anggap saja dalam kasus ini tidak ada DMO, jadi bagian Goverment Take tetap saja di angka 55%. TM-FIKTM-ITB Sem. 2/

17 Gambar 27, Goverment Take pada PSC yang Riel Gambar 26 di atas adalah untuk kasus yang lebih realistis dimana seperti kita ketahui dalam PSC kita, ada DMO (Domestic Market Obligation). Adanya DMO ini membuat bagian "kue" (Goverment Take) tadi sedikit naik, tidak tepat di angka 55%, namun sedikit lebih besar sekitar 57%. Para pendukung teori progressive fiscal regimes mengatakan bahwa system kontrak seperti ini kurang signifikan, menurut mereka system itu harus yang progressive, artinya makin naik profit, maka makin naik persentase profit host country, jadi sensitif terhadap keuntungan. Belajar dari pengalaman pada periode tahun 1976 hingga tahun 1988 ketika terjadi perubahan batasan cost recovery dalam kontrak production sharing. Saat itu biaya produksi yang bisa diklaim ke pemerintah yang semula berlaku 40 hingga 60 persen direvisi menjadi 100 persen. Tapi pada kenyataannya, produksi dan cadangan minyak yang ditemukan justru turun signifikan. Dari 1,7 juta barel per hari menjadi sekitar 1,1 juta barel per hari. Berdasar pada hal tersebut saya setuju untuk memberlakukan batasan dalam cost recovery maksimal 65%. VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Potensi Gas Metana Batubara di Indonesia yang sangat besar, yaitu mencapai TCF, sangat berpotensi untuk dikembangkan. 2. Bentuk sistem kontrak yang diusulkan dalam kajian ini adalah Kontrak Bagi Hasil dan kontrak Royalty&Tax yang telah dimodifikasi. 3. Kontrak Bagi Hasil yang diusulkan mengalami modifikasi dalam hal pemberian investment credit sebesar 20% dan pembatasan cost recovery sebesar 65%. Sedangkan komponen PSC yang lain sama seperti pada PSC pengusahaan gas konvensional. 4. Kontrak Royalty& Tax yang dikaji dalam paper ini mengalami modifikasi, disesuaikan dengan aturan&hukum yang berlaku di Indonesia dimana royalty sebesar 39%. 5. Masing masing jenis kontrak mempunyai kelebihan dan kekurangan masing masing dapat dilihat dari Gambar 8 Gambar Sulit sekali untuk membangun satu model kontrak yang dapat mengkompensasi semua situasi, karena kita ketahui resikonya juga berbeda-beda. Saran 1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang pembagian split berdasarkan jumlah produksi. 2. Perlu dilakukan kajian sesuai teori progressive fiscal regims, yaitu system yang sensitif terhadap keuntungan. DAFTAR PUSTAKA 1. Arsegianto, Ekonomi Minyak dan Gas Bumi, Diktat Kuliah Teknik Perminyakan ITB, Johnston, Daniel, International Petroleum Fiscal Systems and Production Sharing Contracts, Daniel Johnston & co. Inc., Hafez, Mohd., Studi Awal Produksi Metana dari Lapisan Batubara (CBM) di Indonesia, Tugas Akhir, Teknik Perminyakan ITB, Legowo, Evita H., Development Of Alternatife Energy in Indonesia, 5 th Asian Petroleum Energy Symposium Presentation, Jakarta, Partowidagdo, Widjajono, Manajemen dan Ekonomi Minyak dan Gas Bumi, Penerbit Program Studi Pembangunan Pasca Sarjana ITB, Rogers, R.E, Coalbed Methane:Principles and Practice, Mississippi State University, Simamora, Rudi M, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Djambatan, Jakarta, D.Muhammad Nashir Sem. 2/

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN COALBED METHANE (CBM) DI INDONESIA DENGAN BERBAGAI MODEL PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC) BERBASIS JOINT STUDY PADA LAPANGAN CBM X Abstrak Arif Budi Ariyanto, Siti Nuraeni

Lebih terperinci

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan KOMERSIALITAS 1 Sistem Kontrak Bagi Hasil Kontrak bagi hasil adalah bentuk kerjasama antara pemerintah dan kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya migas berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B Sebelum dilakukan perhitungan keekonomian dari pengusahaan Gas Metana- B sesuai dengan prosedur penelitian yang telah diuraikan pada Bab III, kita harus melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan energi nasional sebagai blue print bagi penggunaan berbagai macam energi pada tahun 2025 untuk mengamankan pasokan

Lebih terperinci

Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B

Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B Bab ini membahas pemodelan yang dilakukan untuk pengembangan kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia dengan melakukan review terhadap model

Lebih terperinci

PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI

PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI Rudi Rubiandini R.S, Andrias Darmawan, Herbert Sipahutar

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING Oleh: KUSWO WAHYONO 1 PRODUCTION SHARING CONTRACT Produksi setelah dikurangi cost recovery dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor berdasarkan suatu persentase

Lebih terperinci

KEASLIAN KARYA ILMIAH...

KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERUNTUKAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi RINGKASAN... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT William

Lebih terperinci

COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja Sama Migas

COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja Sama Migas IATMI 2005-39 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005. COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi Studi ini adalah untuk mengevaluasi model kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia. Beberapa model kontrak mulai dari model Kontrak PSC Konvensional, model kontrak negara lain

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MODEL KONTRAK MODIFIKASI PSC DAN GROSS PSC DALAM PENGUSAHAAN GAS METHANA BATUBARA DI INDONESIA TUGAS AKHIR. Oleh: JALAL UMARUDDIN

PERBANDINGAN MODEL KONTRAK MODIFIKASI PSC DAN GROSS PSC DALAM PENGUSAHAAN GAS METHANA BATUBARA DI INDONESIA TUGAS AKHIR. Oleh: JALAL UMARUDDIN PERBANDINGAN MODEL KONTRAK MODIFIKASI PSC DAN GROSS PSC DALAM PENGUSAHAAN GAS METHANA BATUBARA DI INDONESIA TUGAS AKHIR Oleh: JALAL UMARUDDIN NIM 12206076 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN KONTRAK DAN HARGA GAS METANA BATUBARA (COALBED METHANE/CBM) DI INDONESIA TESIS

ANALISIS KEBIJAKAN KONTRAK DAN HARGA GAS METANA BATUBARA (COALBED METHANE/CBM) DI INDONESIA TESIS ANALISIS KEBIJAKAN KONTRAK DAN HARGA GAS METANA BATUBARA (COALBED METHANE/CBM) DI INDONESIA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No No.116, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2017 TENTANG KONTRAK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... SURAT PERNYATAAN KARYA ASLI TUGAS AKHIR... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... ABSTRAK...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN IV.1 Prinsip Perhitungan Keekonomian Migas Pada prinsipnya perhitungan keekonomian eksplorasi serta produksi sumber daya minyak dan gas (migas) tergantung pada: - Profil produksi

Lebih terperinci

ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA

ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA Muhammad Aulia Rizki Agsa 1), Trijana Kartoatmodjo 2), Siti Nuraeni E. Sibuea 3) 1) Mahasiswa Teknik Perminyakan Universitas Trisakti 2)

Lebih terperinci

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI Oleh : A. Edy Hermantoro Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas disampaikan pada : DISKUSI EVALUASI BLUE PRINT ENERGI NASIONAL PETROGAS DAYS 2010 Jakarta, 11

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA. Oleh : Rizky Sulaksono*

PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA. Oleh : Rizky Sulaksono* PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA Oleh : Rizky Sulaksono* Sari Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 01 Tahun 2008, yang dimaksud dengan sumur

Lebih terperinci

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI 1 1 I LATAR BELAKANG 2 2 Kondisi Hulu Migas Saat ini 1. Skema PSC Cost Recovery kurang

Lebih terperinci

ANALISIS PERAMALAN PRODUKSI RESERVOIR GAS METANA BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE F.A.S.T. CBM PADA SUMUR RRP LAPANGAN LEVI

ANALISIS PERAMALAN PRODUKSI RESERVOIR GAS METANA BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE F.A.S.T. CBM PADA SUMUR RRP LAPANGAN LEVI ANALISIS PERAMALAN PRODUKSI RESERVOIR GAS METANA BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE F.A.S.T. CBM PADA SUMUR RRP LAPANGAN LEVI Renaldy Reza Pahlevi, M. Taufik Fathaddin, Siti Nuraeni Abstrak Coal Bed Methane

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara 1. Bagaimana terbentuknya? Gas metana batubara terbentuk selama proses coalification, yaitu proses perubahan material tumbuhan menjadi batubara. Bahan organik menumpuk di rawa-rawa sebagai tumbuhan mati

Lebih terperinci

ERA BARU MIGAS INDONESIA:

ERA BARU MIGAS INDONESIA: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Temu Netizen ke-8 ERA BARU MIGAS INDONESIA: Investasi dan Kontrak Gross Split Migas Selasa, 20 Februari 2018 1 Realisasi dan Rencana Investasi Sektor Energi dan

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

KAJIAN KONTRAK MIGAS NON COST RECOVERY TUGAS AKHIR. Oleh: AULIA NUGRAHA SAPUTRA NIM

KAJIAN KONTRAK MIGAS NON COST RECOVERY TUGAS AKHIR. Oleh: AULIA NUGRAHA SAPUTRA NIM KAJIAN KONTRAK MIGAS NON COST RECOVERY TUGAS AKHIR Oleh: AULIA NUGRAHA SAPUTRA NIM 12202035 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan

Lebih terperinci

Bab II Kajian Pustaka

Bab II Kajian Pustaka Bab II Kajian Pustaka Pada bab ini akan dibahas beberapa literatur yang berkaitan dengan pengembangan Gas Metana-B. Beberapa kajian yang berhubungan dengan Gas Metana-B telah banyak dilakukan baik oleh

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split Oleh Prahoro Nurtjahyo Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Investasi dan Pengembangan Infrastruktur

Lebih terperinci

), bikarbonat (HCO 3- ), dan boron (B). Hal ini dapat mempengaruhi penurunan pertumbuhan dan perkembangan pada sektor pertanian.

), bikarbonat (HCO 3- ), dan boron (B). Hal ini dapat mempengaruhi penurunan pertumbuhan dan perkembangan pada sektor pertanian. 1. Apa yang dimaksud dengan gas metana batubara (Coal Bed Methane) Gas metana batubara (Coal Bed Methane) adalah suatu gas alam yang terperangkap di dalam lapisan batubara (coal seam). Gas metana ini bisa

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136 No.1188, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

GAS METANA BATUBARA ENERGI BARU, PERANAN PUSDIKLAT MIGAS

GAS METANA BATUBARA ENERGI BARU, PERANAN PUSDIKLAT MIGAS GAS METANA BATUBARA ENERGI BARU, PERANAN PUSDIKLAT MIGAS Oleh : FX YUDI TRYONO *) Abstrak Pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia khususnya sumber energy harus dilakukan secara tepat dan efisien

Lebih terperinci

Contoh Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Dua Sektor Produksi. Alokasi Output Permintaan Antara Sektor Produksi Struktur Input 1 2

Contoh Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Dua Sektor Produksi. Alokasi Output Permintaan Antara Sektor Produksi Struktur Input 1 2 BAB II Kajian Pustaka II.1 Analisis input output II.1.1 Tabel Input-Output Hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antara satuan kegiatan (sektor) perekonomian dengan sektor lain secara menyeluruh

Lebih terperinci

Proses Pemboran Sumur CBM. Rd Mohammad Yogie W

Proses Pemboran Sumur CBM. Rd Mohammad Yogie W Proses Pemboran Sumur CBM Rd Mohammad Yogie W 101101026 Mengenal CBM Gas Metana Batubara adalah gas bumi (hidrokarbon) dengan gas metana merupakan komposisi utama yang terjadi secara alamiah dalam proses

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Yosua Sions Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menjadi awal tonggak reformasi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kebutuhan energi dunia terus mengalami peningkatan. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumber pendapatan dari sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional didasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan disuatu lokasi lapangan sumur gas Segat di propinsi Riau dan Jakarta. Penelusuran data dilakukan di Jakarta yang merupakan kantor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS Biro Riset BUMN Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Tantangan pengelolaan migas di Indonesia dihadapkan

Lebih terperinci

Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008

Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008 Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008 Latar Belakang : 1. Defisit Neraca APBN tiap tahun serta kenaikan harga BBM. Disisi lain indonesia masih menghasilan minyak

Lebih terperinci

KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA

KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA Diajukan untuk Memenuhi Syarat Permohonan Kuliah Kerja Lapangan O l e h Veto Octavianus ( 03111002051

Lebih terperinci

Bab III Gas Metana Batubara

Bab III Gas Metana Batubara BAB III GAS METANA BATUBARA 3.1. Gas Metana Batubara Gas metana batubara adalah gas metana (CH 4 ) yang terbentuk secara alami pada lapisan batubara sebagai hasil dari proses kimia dan fisika yang terjadi

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember 2009 Makalah Profesional IATMI 09 010 Depletion Premium : Tinjauan Teori, Hukum, dan Penerapan Pada Kontrak

Lebih terperinci

TAKARIR. = Pipa Selubung. = Pipa Produksi

TAKARIR. = Pipa Selubung. = Pipa Produksi TAKARIR Break Event Point Cost Recovery Casing Declining Balance Dry Gas First Tranche Petroleum Flow Line Gross Revenue Higher Rate of Income Tax Net Present Value Off Shore On Shore Packer Payback Period

Lebih terperinci

ReforMiner Quarterly Notes

ReforMiner Quarterly Notes ReforMiner Quarterly Notes ReforMiner Quarterly Notes September 2017 Catatan terhadap Posisi dan Peran Industri Hulu Migas Dalam beberapa waktu terakhir sejumlah pihak menilai dan menyimpulkan bahwa saat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NILAI EKONOMI SUMBER DAYA NIKEL DI WILAYAH PT XYZ MINING

PERHITUNGAN NILAI EKONOMI SUMBER DAYA NIKEL DI WILAYAH PT XYZ MINING PERHITUNGAN NILAI EKONOMI SUMBER DAYA NIKEL DI WILAYAH PT XYZ MINING TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertambangan di Institut Teknologi Bandung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CBM (Coal Bed Methane) atau Gas Metan Batubara pada beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu kandidat alternatif pemenuhan kebutuhan energi fosil, dimana reservoir-reservoir

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA KELAYAKAN PERPANJANGAN KONTRAK BLOK XO DENGAN SISTEM PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC)

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA KELAYAKAN PERPANJANGAN KONTRAK BLOK XO DENGAN SISTEM PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC) ANALISA KELAYAKAN PERPANJANGAN KONTRAK BLOK XO DENGAN SISTEM PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC) Fataninda Dwi Kesumaputri, Syamsul Irham Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Indonesia

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah men

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. BIAYA OPERASI. PPH. Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 118) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang No.118, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. BIAYA OPERASI. PPH. Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6066)

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Struktur Perusahaan

Gambar 3.1. Struktur Perusahaan BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Singkat PT. X Berdasarkan data yang diperoleh melalui Laporan Tahunan 2009, PT. X didirikan pada 9 Juni 1980 di bawah hukum Republik Indonesia dan memulai usahanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 33 ayat (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 33 ayat (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semangat melakukan eksplorasi sumber daya alam di Indonesia adalah UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016

Lebih terperinci

Penentuan Absolute Open Flow Pada Akhir Periode Laju Alir Plateau Sumur Gas Estimation Absolute Open Flow Of The End Of Plateau Rate Of Gas Well

Penentuan Absolute Open Flow Pada Akhir Periode Laju Alir Plateau Sumur Gas Estimation Absolute Open Flow Of The End Of Plateau Rate Of Gas Well Penentuan Absolute Open Flow Pada Akhir Periode Laju Alir Plateau Sumur Gas Estimation Absolute Open Flow Of The End Of Plateau Rate Of Gas Well NOVRIANTI Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

Sertifikasi Cadangan Migas Wahyu Djatmiko PPPTMGB LEMIGAS

Sertifikasi Cadangan Migas Wahyu Djatmiko PPPTMGB LEMIGAS Sertifikasi Cadangan Migas Wahyu Djatmiko PPPTMGB LEMIGAS Pentingnya Sertifikasi Cadangan Di industri perminyakan baik di dunia maupun di Indonesia, jumlah cadangan migas merupakan salah satu parameter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PENGUMUMAN PEMENANG LELANG PENAWARAN LANGSUNG WILAYAH KERJA MIGAS TAHAP II TAHUN 2010 DAN

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PENGUMUMAN PEMENANG LELANG PENAWARAN LANGSUNG WILAYAH KERJA MIGAS TAHAP II TAHUN 2010 DAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PENGUMUMAN PEMENANG LELANG PENAWARAN LANGSUNG WILAYAH KERJA MIGAS TAHAP II TAHUN 2010 DAN LELANG PENAWARAN LANGSUNG WILAYAH KERJA GAS METANA BATUBARA TAHUN 2010

Lebih terperinci

BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya perhitungan keekonomian eksplorasi serta produksi sumber daya minyak dan gas (migas) tergantung pada profil produksi migas yang akan dihasilkan, biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional adalah mencapai masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Juta US$ 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini masuk sebagai negara net importir migas, meskipun sebelumnya sempat menjadi salah satu negara eksportir migas dan menjadi anggota dari Organization

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Executive Summary POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS

Executive Summary POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS Executive Summary POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS POTENSI DISINSENTIF FISKAL DALAM PROSES BISNIS HULU MIGAS Tim Peneliti Tax Centre Departemen Ilmu Administrasi FISIP, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN DEPLETION PREMIUM DALAM ANALISIS KEEKONOMIAN PROYEK MINYAK DAN GAS BUMI

KAJIAN PENERAPAN DEPLETION PREMIUM DALAM ANALISIS KEEKONOMIAN PROYEK MINYAK DAN GAS BUMI KAJIAN PENERAPAN DEPLETION PREMIUM DALAM ANALISIS KEEKONOMIAN PROYEK MINYAK DAN GAS BUMI Oleh: Agus Rendi Wijaya * Sari Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan dan memegang

Lebih terperinci

LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN TAHUN PAJAK PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BAGI KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MIGAS

LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN TAHUN PAJAK PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BAGI KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MIGAS LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-28/PJ/2011 TENTANG : BENTUK DAN ISI SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI BIDANG USAHA HULU

Lebih terperinci

Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut?

Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut? Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut? Benny Lubiantara Agustus 2011 Beberapa bulan yang lalu, kita melihat di mass media isu mengenai masalah pembayaran pajak perusahaan minyak. Karena

Lebih terperinci

OPTIMASI PASOKAN GAS BUMI MENGGUNAKAN ANALISIS INPUT-OUTPUT TESIS. JATI ARIE WIBOWO NIM : Program Studi Teknik Perminyakan

OPTIMASI PASOKAN GAS BUMI MENGGUNAKAN ANALISIS INPUT-OUTPUT TESIS. JATI ARIE WIBOWO NIM : Program Studi Teknik Perminyakan OPTIMASI PASOKAN GAS BUMI MENGGUNAKAN ANALISIS INPUT-OUTPUT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh JATI ARIE WIBOWO NIM : 22206006

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setelah sekian lama bergantung pada minyak bumi, Indonesia memasuki babak baru yaitu era gas. Produksi minyak bumi yang terus merosot, menjadikan gas sebagai komoditas

Lebih terperinci

Kata Kunci : Faktor Perolehan, simulasi reservoir, sumur berarah, analisa keekonomian.

Kata Kunci : Faktor Perolehan, simulasi reservoir, sumur berarah, analisa keekonomian. PENGEMBANGAN LAPANGAN X DENGAN SUMUR BERARAH MELALUI SIMULASI RESERVOIR DAN ANALISA KEEKONOMIAN Jesta* Ir. Tutuka Ariadji, M.Sc., Ph.D.** Sari Lapangan X merupakan lapangan minyak dengan jenis reservoir

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL OLEH : SUGIHARTO HARSOPRAYITNO, MSc DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI DAN PENGELOLAAN AIR TANAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Premium merupakan jenis bahan bakar minyak yang digunakan pada sektor transportasi, khususnya transportasi darat baik itu digunakan pada kendaraan pribadi maupun kendaraan

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. dinilai cukup berhasil dari segi administrasi publik, namun dari sisi keuangan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. dinilai cukup berhasil dari segi administrasi publik, namun dari sisi keuangan BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. Sejarah Objek Penelitian Keberhasilan proses otonomi daerah dapat dinilai dari tata kelola administrasi dan keuangan di masing-masing pemerintah daerah. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sektor minyak dan gas bumi (migas) di negara Republik Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka memenuhi kebutuhan energi nasional

Lebih terperinci

KAJIAN NILAI INSENTIF UNTUK PENGUSAHAAN BATUBARA MUTU RENDAH DI INDONESIA

KAJIAN NILAI INSENTIF UNTUK PENGUSAHAAN BATUBARA MUTU RENDAH DI INDONESIA KAJIAN NILAI INSENTIF UNTUK PENGUSAHAAN BATUBARA MUTU RENDAH DI INDONESIA ROCHMAN SAEFUDIN Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman No 623 Bandung 40211,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun

Lebih terperinci

9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split

9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split 9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split #Kelebihan PSC Gross Split #Model Gross Split Pertama di Dunia April, 2017 Ariana Soemanto, ST, MT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8, Pasal 18,

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D, CA, CMA, Mediator PSE-UGM Yogyakarta,25 Agustus 2014 PRODUK GAS 1. Gas alam kondensat 2. Sulfur 3. Etana 4. Gas alam cair (NGL): propana,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 123, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.304, 2017 PERPAJAKAN. Hulu Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan Usaha. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

TESIS. satu syarat. Oleh NIM

TESIS. satu syarat. Oleh NIM METODE PEMILIHAN POLA INJEKSI-PRODUKSI UNTUK OPTIMASI INJEKSI AIR DI LAPANGAN X TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ZIAD TOURIK

Lebih terperinci

Analisis Ekonomi Pemilihan Electric Submersible Pump Pada Beberapa Vendor

Analisis Ekonomi Pemilihan Electric Submersible Pump Pada Beberapa Vendor Analisis Ekonomi Pemilihan Electric Submersible Pump Pada Beberapa Vendor Economic Analysis of Electric Submersible Pump Selection on Multiple Vendors Muhammad Ariyon Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas

Lebih terperinci

FORMAT SURAT SETORAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI SURAT SETORAN PAJAK MIGAS (SSP MIGAS)

FORMAT SURAT SETORAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI SURAT SETORAN PAJAK MIGAS (SSP MIGAS) 2012, No.544 14 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/PMK.02/2012 TENTANG TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN/ATAU

Lebih terperinci

TESIS DIAH AYUDYA GALAWIDYA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER 2008

TESIS DIAH AYUDYA GALAWIDYA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER 2008 ANALISIS PERBANDINGAN TERMIN FISKAL PRODUCTION SHARING CONTRACT DI INDONESIA, PRODUCTION SHARING CONTRACT NON COST RECOVERY DAN PRODUCTION SHARING CONTRACT DI MALAYSIA TESIS DIAH AYUDYA GALAWIDYA 0606147195

Lebih terperinci