KAJIAN KONTRAK MIGAS NON COST RECOVERY TUGAS AKHIR. Oleh: AULIA NUGRAHA SAPUTRA NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KONTRAK MIGAS NON COST RECOVERY TUGAS AKHIR. Oleh: AULIA NUGRAHA SAPUTRA NIM"

Transkripsi

1 KAJIAN KONTRAK MIGAS NON COST RECOVERY TUGAS AKHIR Oleh: AULIA NUGRAHA SAPUTRA NIM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

2 KAJIAN KONTRAK MIGAS NON COST RECOVERY TUGAS AKHIR Oleh: AULIA NUGRAHA SAPUTRA NIM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung Disetujui oleh: Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Tanggal.. (Dr. Ir. Arsegianto)

3 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-nya serta petunjuk dan pertolongan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik dan sekaligus mengakhiri masa studi penulis di Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung. Pengerjaan dan penulisan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak dan Ibu penulis tercinta, yang selalu ada di saat penulis membutuhkan mereka. Di saat penulis merasa telah begitu dalam mengecewakan mereka, ternyata mereka masih menaruh harapan dan kepercayaan kepada penulis. Ini yang selalu memotivasi penulis untuk senantiasa berusaha memberi yang terbaik kepada mereka, 2. Athia, Anggie, Adipraja dan Ambar Fitra Lugina tercinta yang senantiasa memberi dukungan moril pada penulis untuk tidak pernah menyerah dan selalu berusaha bangkit dari keterpurukan, 3. Abah Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA, sebagai Dosen Wali penulis yang senantiasa membimbing penulis dalam banyak hal, dan selalu memacu penulis untuk tidak menyerah, 4. Bapak Dr. Ir. Taufan Marhaendrajana. M.Sc. selaku Ketua Program Studi Teknik Perminyakan ITB yang selalu tersenyum ramah kepada penulis, 5. Bapak Dr. Ir. Arsegianto selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberi masukan, dan dorongan selama penulis menyelesaikan Tugas Akhir, 6. Mas Ir. Bambang Yasmadi, M.T. selaku pembimbing yang telah meluangkan banyak dari waktunya untuk senantiasa memberi petunjuk, motivasi, dan dengan sabar membimbing penulis hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, 7. Seluruh staf pengajar di Program Studi Teknik Perminyakan yang telah membagi ilmu dan pengalaman-pengalaman kepada penulis, 8. Pak Oman, Pak Paryono, Pak Acep, Pak Haryanta, Teh Yuti, Bu Tuti, serta seluruh pegawai Tata Usaha Program Studi Teknik Perminyakan yang telah

4 membantu administrasi penulis tanpa kenal lelah dan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di ITB, 9. Nashir, Kay, Ranov, Gilang, Hida, Riza, Mardhani, Masun, Yuyus, Cheppy, Lay, Budi, Adit, Hida, Mahatir, Moelyadi, Dani, Dimas dan semua teman seperjuangan penulis yang selalu menjadi teman yang baik yang mendorong penulis untuk maju, membantu penulis dalam tiap kesulitan penulis, baik dalam belajar, dalam bermain, dalam begadang, maupun dalam hal lainnya, 10. Semua anggota Genk TMB, tanpa maen bola dan gaul dengan mereka, penulis pastinya tidak bisa menyelesaikan kuliah di ITB ini, 11. Pemain-pemain WE yang tidak kenal lelah menjadi tempat penyaluran dari stress dan kesuntukkan penulis, (ayo kita buktikan walau begadang maen WE kita tetap bisa lulus!), 12. Aasep, Teh Iyah, Pak Uha, Pak Satpam, dan orang-orang rumah yang tidak lepas dari keseharian penulis, 13. Rekan-rekan 2002 lain yang terlebih dulu meninggalkan kampus dan juga rekan-rekan adik angkatan penulis di Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan PATRA ITB yang masih menyempatkan diri untuk kenal dengan penulis, Penulis menyadari bahwa hasil penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir penulis ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi setiap pembaca. Bandung, Juli 2008 Penulis, Aulia Nugraha Saputra

5 KAJIAN KONTRAK MIGAS NON COST RECOVERY Study of Non Cost Recovery Contract for Oil and Gas Oleh : Aulia Nugraha Saputra* Sari Minyak dan gas bumi (migas) merupakan sumber daya alam tidak terbarukan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain merupakan sumber utama devisa negara, minyak dan gas bumi merupakan pemasok utama kebutuhan energi dan bahan baku industri di Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya migas harus dapat memberi manfaat sebesar - besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Kebijakan yang dibuat Pemerintah Indonesia adalah menyerahkan investasi kepada pihak swasta yang disebut sebagai Kontraktor. Pertanggungjawaban Kontraktor kepada Pemerintah Indonesia diatur dalam sebuah kontrak kerja sama. Saat ini, model kontrak yang digunakan di Indonesia adalah Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC). Salah satu komponen dalam PSC adalah cost recovery. Cost recovery adalah seluruh biaya operasi yang dikeluarkan oleh Kontraktor yang akan diganti oleh Pemerintah setelah produksi berjalan. Dalam perkembangannya, penerapan cost recovery pada PSC mendapatkan kritikan yang cukup tajam dari publik karena dianggap dapat berpotensi mengurangi penerimaan negara. Sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut diusulkan sebuah model PSC Non Cost Recovery, yaitu dengan menghilangkan komponen cost recovery pada kontrak PSC dengan share yang disesuaikan sehingga tetap menarik bagi Kontraktor. Prosentase sharing profit yang diperoleh dari model usulan ini adalah 53.77% untuk Pemerintah dan 43.23% untuk Kontraktor. Kontrak PSC Non Cost Recovery memberikan dampak positif terhadap efisiensi dari operasi perminyakan, karena biaya yang ditanggung Kontraktor tidak diganti oleh pemerintah. Apabila Kontraktor bisa melakukan efisiensi dengan baik, NPV yang didapat akan lebih tinggi daripada apabila menggunakan model PSC Standar. Model PSC Non Cost Recovery baik untuk digunakan sebagai perpanjangan kontrak, karena infrastruktur produksi sudah menjadi milik Negara, dan Kontraktor hanya melakukan pemeliharaan saja. Kata kunci: cost recovery, non cost recovery, NPV, PSC Abstract Oil and gas are non renewable natural resources which play important role to Indonesia s economics. Besides being a main source of devizen for our country, oil and gas are also the major supplier of domestic energy needs and industry material in Indonesia. Thus, oil and gas resource management has to give maximum benefit for Indonesian prosperity. Policy that is made by Indonesian Government is to open investment for private sector, which is known as Contractor. Contractor responsibility to Indonesian Government is arranged in a contract of cooperation. At this time, contract model that is used in Indonesia is a Production Sharing Contract (PSC). One of the components in PSC is cost recovery. Cost recovery is all of expenses that will be paid back by Government after production. The implementation of cost recovery in PSC gets quite sharp criticism from public because cost recovery can potentially lessen the National Income. As an alternative to overcome that problem, this paper proposed a model of Non Cost Recovery PSC, which eliminates cost recovery from PSC contract, and also adjusts profit sharing to make the contract remains attractive for Contractors. Percentage of profit sharing from the model proposed is 53.77% for Government and 43.23% for Contractor. This Non Cost Recovery PSC contract model gives a good improvement on efficiency of petroleum operations, because all of Contractor s expenses will not be recovered by the Government. If the Contractor can improve their efficiency, the Contractor s NPV will be higher than when they use the Standard PSC model. Non Cost Recovery PSC model is best used as a contract renewal, because the production infrastructures have become the property of Indonesia, and the Contractor only have to do maintenance for the infrastructures. Keywords: cost recovery, non cost recovery, NPV, PSC * Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB. Aulia Nugraha Saputra, , Sem2 2007/2008 1

6 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Minyak dan gas bumi (migas) merupakan sumber daya alam tidak terbarukan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain merupakan sumber utama devisa negara, minyak dan gas bumi merupakan pemasok utama kebutuhan energi dan bahan baku industri di Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya migas harus dapat memberi manfaat sebesar - besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Kebijakan yang dibuat Pemerintah Indonesia adalah menyerahkan investasi kepada swasta yang mayoritas adalah perusahaan asing. Pihak swasta ini disebut sebagai Kontraktor. Pertanggungjawaban Kontraktor kepada Pemerintah Indonesia diatur dalam sebuah kontrak kerja sama. Sebelum tahun 1960, kontrak yang digunakan ini adalah Kontrak Konsesi, yaitu Kontraktor mempunyai kewenangan penuh dan minyak yang dihasilkan juga sepenuhnya dimiliki oleh Kontraktor, dan Pemerintah mendapatkan royalty atas minyak yang dihasilkan. Berdasarkan Undang - Undang No. 44 Prp. Tahun 1960 Jo. Undang - Undang No. 8 Tahun 1971, model kontrak Minyak dan Gas Bumi yang digunakan di Indonesia adalah Kontrak Bagi Hasil atau Production sharing contract (PSC). Pada Kontrak PSC ini terdapat istilah cost recovery. Cost recovery adalah seluruh biaya operasi yang dikeluarkan oleh Kontraktor yang akan diganti oleh Negara setelah produksi berjalan. Dalam perkembangannya dewasa ini penerapan cost recovery yang besarannya 100% tersebut mendapatkan kritikan yang cukup tajam dari publik karena dianggap dapat berpotensi mengurangi penerimaan negara, sehingga penerapan cost recovery dalam kontrak kerja sama PSC perlu dikaji kembali. Salah satu alternatif bentuk kontrak kerja sama PSC untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah kontrak kerja sama PSC Non Cost Recovery, yaitu dengan menghilangkan penerapan cost recovery pada kontrak PSC. Model kontrak kerja sama ini boleh diterapkan di Indonesia karena menurut Undang - Undang No. 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi pasal 1 ayat 19, selain bentuk Kontrak Bagi Hasil, dapat pula digunakan bentuk Kontrak Kerja Sama lain yang lebih menguntungkan bagi Negara. Sistem kontrak PSC Non Cost Recovery ini dibuat dengan memodifikasi sistem PSC yang berlaku namun tetap memperhitungkan aspek keekonomian bagi Kontraktor dan Pemerintah Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan melakukan kajian terhadap model kontrak kerjasama PSC Non Cost Recovery dan juga memberi masukan dan pertimbangan kepada penentu kebijakan energi di Indonesia untuk menerapkan model kontrak ini dalam rangka peningkatkan efisiensi dalam pengusahaan migas di Indonesia 1.3. Sumber Data Data - data lapangan yang akan dipergunakan dalam analisis keekonomian model kontrak PSC Non Cost Recovery ini sebagian adalah data hipotetik dan data lainnya disesuaikan dengan peraturan Pemerintah di sektor migas saat ini. II. TINJAUAN KONTRAK KERJASAMA MIGAS DI INDONESIA 2.1. Sistem Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil (PSC) Sistem Production sharing contract (PSC) merupakan pengganti dari sistem Kontrak Karya (Contract of Work) yang tidak sesuai dengan amanat UUD Manajemen perusahaan dan kegiatan operasi minyak dan gas bumi pada sistem PSC berada di tangan Pemerintah Sejarah Perkembangan Kontrak Bagi Hasil Dalam perkembangannya, kontrak bagi hasil yang dimulai pada tahun 1965 telah banyak mengalami perubahan. Perubahan - perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan situasi dunia perminyakan yang selalu berubah. Secara umum perubahan tersebut dikelompokkan dalam 3 generasi, yaitu: PSC Periode I (Tahun ) 1. Manajemen operasi dipegang oleh Pertamina. 2. KPS menanggung resiko eksplorasi. Bila ditemukan hidrokarbon maka penggantian biaya dibatasi sampai maksimum 40% per tahun dari jumlah pendapatan minyak yang dihasilkan tersebut. 2 TM-FTTM-ITB Sem

7 3. Pendapatan setelah dipotong biaya operasi dibagi dengan persentase 65% / 35% untuk keuntungan negara. 4. Kontraktor wajib menyerahkan 25% dari bagiannya kepada Pemerintah sebagai DMO dengan menerima fee US $ 0,20/bbl. 5. Kredit investasi sebesar 20%. 6. Semua peralatan dan fasilitas yang dibeli oleh Kontraktor menjadi milik Pertamina. 7. Sebesar 10% dari interest Kontraktor ditawarkan kepada perusahaan nasional Indonesia setelah lapangan minyak tersebut dinyatakan komersial PSC Periode II (Tahun ) 1. Batasan cost recovery ditiadakan dan capital expenditure dapat diperoleh kembali melalui depresiasi dalam waktu 7 tahun menggunakan sistem double declining balance dan non capital cost termasuk intangible cost, dapat diexpense. 2. Produksi setelah dipotong biaya operasi : a. Minyak : 65,91% untuk Pertamina, 34,09% untuk Kontraktor. b. Gas : 31,82% untuk Pertamina, 68,18% untuk Kontraktor. Berdasarkan pembayaran pajak sebesar 45% pajak pendapatan dan 20% pajak deviden yang menghasilkan 85% dan 15%, bagi keuntungan Pemerintah dan Kontraktor untuk minyak, sedangkan untuk gas 70% dan 30%. Berdasarkan UU Pajak 1984 maka untuk tetap menghasilkan equity split 85% dan 15%, maka pembagian pendapatan setelah dipotong biaya operasi dibagi 71,15% bagian Pemerintah dan 28,85% bagian Kontraktor untuk minyak dan 42,31% bagian Pemerintah dan 57,69% bagian Kontraktor untuk gas. 3. Untuk new field, KPS diberi investment credit terhadap capital expenditures yang dikeluarkan untuk fasilitas produksi sebesar 20%. 4. Untuk kontrak yang diperpanjang atau kontrak baru, domestic market obligation (DMO) crude setelah 5 tahun pertama ditetapkan dengan nilai US $ 0,20/bbl. 5. Kontraktor mendapat insentif : Harga ekspor penuh untuk DMO setelah lima tahun pertama produksi. Insentif pengembangan 20% dari modal yang dikeluarkan untuk fasilitas produksi PSC Periode III (Tahun Sekarang) Paket Insentif 31 Agustus 1988 : 1. Pemberian investment credit, dengan syarat bahwa Pemerintah harus memperoleh 49% dari pendapatan kotor tidak berlaku lagi. 2. Pendapatan komersialitas, jaminan minimum 25% dari pendapatan kotor untuk Pemerintah tidak diperlukan. 3. Harga DMO 10% dari harga ekspor setelah selesai 60 bulan pertama. 4. Penyisihan minyak pertama, 20% dari produksi disisihkan sebelum dikurangi biaya operasi kemudian dibagi antara Pertamina dan Kontraktor. 5. Pembagian Produksi Daerah Frontier Sampai dengan 50 MBOPD = 80/ MBOPD = 85/ MBOPD = 90/10 6. Tatacara perizinan disederhanakan PSC Periode III (Tahun Sekarang) Lanjutan Paket Insentif 22 Februari 1989 : 1. Pembagian untuk lapangan marjinal dan tertiary EOR pada wilayah konvensional 80/20 dan wilayah frointer 75/ Pembagian untuk produksi di daerah Pre- Teritary dan laut dalam pembagian tambahan untuk produksi frointer (lihat 1). 3. Investment Credit untuk laut dalam sebesar 110% untuk minyak dan 55% untuk gas. 4. Perpanjangan masa eksplorasi 6 tahun menjadi 1 x 14 tahun. 5. Harga gas diorientasikan pada komersialitas untuk pengembangan lapangan. 6. Akses data tidak terbatas pada lahan yang ditenderkan. 7. Perolehan data lapangan dilakukan oleh Pertamina dan terbuka bagi Kontraktor Elemen Elemen Dalam Kontrak Bagi Hasil Dalam kontrak bagi hasil terdapat beberapa elemen yang digunakan dalam perhitungan indikator keekonomian suatu proyek Investasi Capital dan Non Capital Kontraktor melakukan investasi berupa capital dan juga non capital. Istilah capital dan non capital digunakan untuk mendefinisikan nilai suatu barang atau modal sebagai fungsi dari waktu. Barang - barang yang digolongkan sebagai capital adalah barang - barang yang dianggap memiliki pengurangan nilai atau depresiasi terhadap waktu, sedangkan barang - barang non capital dianggap tidak memiliki nilai depresiasi. Istilah barang / aset capital Aulia Nugraha Saputra, , Sem2 2007/2008 3

8 didefinisikan sebagai nilai uang dari suatu modal (asset) yang tangible, hal ini meliputi bangunan - bangunan, peralatan pemboran dan produksi, mesin - mesin, fasilitas produksi konstruksi dan alat transportasi yang mengalami depresiasi nilai karena pemakaian. Sedangkan istilah barang non capital adalah modal yang meliputi semua tipe dari material, biaya - biaya operasi dan pemeliharaaan. Tidak ada nilai yang dapat ditetapkan pada saat pemeriksaan dan modal tidak mengalami depresiasi terhadap waktu. Penggolongan suatu barang apakah termasuk capital atau non capital bersifat tidak pasti, tergantung pada perjanjian yang dilakukan Depresiasi Suatu barang atau modal capital akan mengalami pengurangan nilai karena waktu atau pemakaian. Faktor - faktor yang harus diperhitungkan dalam menghitung periode depresiasi dari suatu barang atau modal adalah biaya awal (initial cost), harga / biaya yang dapat diperoleh (recoverable cost) pada waktu barang - barang selesai atau tak dapat dipakai lagi dan lama waktu pemakaian. Beberapa metode depresiasi yang sering dipakai adalah straight line, declining balance, dan double declining balance with cross over dan write off, yang mempergunakan kombinasi dari metode double declining balance dan straight line. Metode Straight Line Pada metode ini depresiasi dihitung dengan menganggap penurunan nilai barang tiap tahunnya dianggap konstan dari awal tahun sampai akhir periode depresiasi. Secara matematis, metode ini dapat ditulis sebagai berikut : Depresiasi = Investasi (1) Waktu Depresiasi Metode Declining Balance Pada metode ini depresiasi dihitung dengan menganggap penurunan nilai barang tidak sama dari tahun ke tahun. Pada awal penurunan nilai barang lebih besar dibanding pada tahun berikutnya. Secara matematis, metode ini dapat ditulis sebagai berikut : 1 ( Depresiasi ) i = ( Investasi Depresiasii 1) (2) T dimana : (subscript) i = waktu perhitungan T = lama waktu depresiasi Metode Double Declining Balance Metode ini hampir sama dengan metode declining balance, hanya saja nilai suatu barang akan berkurang dua kali lebih cepat daripada metode declining balance. Secara matematis, metode ini dapat dituliskan sebagai berikut : 2 ( Depresiasi ) i = ( Investasi Depresiasii 1) (3) T First Trench Petroleum (FTP) Pada tahun 1987 telah terasa timbulnya gejala permasalahan dalam perjanjian Production sharing contract yang berlaku saat itu, terutama dari sudut pandang keekonomiannya. Permasalahan tersebut muncul akibat : Tingkat pemasaran dan harga minyak bumi yang rendah dan tak menentu. Ukuran penemuan cadangan yang semakin mengecil. Peraturan pelaksanaan perundangan yang kemudian dikeluarkan tidak mendukung kelancaran operasi dan cenderung mengabaikan sifat strategis minyak dan gas. Dengan latar belakang permasalahan tersebut, timbul kekhawatiran akan terjadi hal - hal yang menghambat kelangsungan industri perminyakan, sehingga mempengaruhi penerimaan Indonesia dari sektor minyak dan gas bumi. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, maka dilakukan modifikasi terhadap bentuk perjanjian Production sharing contract. Konsep yang diajukan sebagai hasil modifikasi PSC adalah First Trench Petroleum (FTP). FTP adalah bagian dari minyak yang diproduksi, yang akan dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor sebelum dikurangi dengan cost recovery. Besar FTP ini adalah 20% dari gross revenue dan mulai diberlakukan untuk kontrak lapangan - lapangan baru ataupun kontrak perpanjangan yang diadakan sejak deregulasi pada bidang perminyakan bulan Agustus Secara sistematis perhitungan FTP adalah sebagai berikut : FTP = 20% x Gross Revenue (4) FTP Pertamina = (1 SH) x FTP (5) FTP Kontraktor = SH x FTP (6) Cost recovery Cost recovery terdiri atas: Non capital cost tahun tersebut. Depresiasi capital cost tahun tersebut. Operating cost tahun tersebut. Unrecovered cost (uncovered operating cost tahun sebelumnya). Non capital cost merupakan operating cost yang berhubungan dengan operasi selama 4 TM-FTTM-ITB Sem

9 tahun yang bersangkutan termasuk di dalamnya biaya pekerja, material, survey seismik dan intangible cost dari peralatan pemboran meliputi lumpur pemboran dan bahan kimia, bit, casing serta work over. Operating cost untuk tiap volume hidrokarbon yang dihasilkan merupakan pembagian biaya - biaya yang berlangsung dengan jumlah hidrokarbon yang dihasilkan. Biaya yang dapat dibayarkan pada tahun yang bersangkutan disebut Recoverable Cost (Recovery). Recovery dari Kontraktor dapat diperoleh kembali dari pendapatan kotor hasil penjualan hidrokarbon (gross revenue) pada tahun bersangkutan. Bila cost recovery Kontraktor melebihi pendapatan (gross revenue) Kontraktor, maka kekurangan tersebut dapat diperoleh pada tahun berikutnya. Kekurangan pada tahun yang bersangkutan disebut dengan carry forward, sedangkan kekurangan pada tahun sebelumnya disebut sebagai unrecovered prior year. Secara matematis, kondisi diatas dinyatakan sebagai berikut : Jika (Cost recovery + Investment Credit) > Revenue, maka Recovery = Revenue (7) Unrecovered = Cost recovery + Investment Credit Recovery (8) Jika tidak, maka Recovery = Cost recovery + Investment Credit (9) Unrecovered = 0 (10) Elemen cost recovery, pada kajian ini, coba dihilangkan dengan mengusulkan model kontrak yang baru tanpa cost recovery. Karena cost recovery dihilangkan besarnya share untuk Kontraktor diperbesar Domestic Market Obligation (DMO) DMO merupakan kewajiban Kontraktor menyerahkan sebagian minyak yang dihasilkan kepada Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Jumlah yang diserahkan ini besarnya ditetapkan secara merata terhadap seluruh Kontraktor yang beroperasi di Indonesia dan dibatasi maksimum 25% dari minyak yang dihasilkan pada tahun yang bersangkutan. Minyak yang diserahkan sebagai DMO diambil dari bagian Kontraktor. Berdasarkan kontrak bagi hasil, perhitungan DMO adalah sebagai berikut : Jika (25% x Revenue x %ShareContractor ) > Contractor Share, maka DMO = Contractor Share (11) Jika tidak, maka DMO = 25% x Revenue x %ShareContractor (12) Sedangkan perolehan Kontraktor atas minyak yang dijual kepada Pemerintah dengan harga domestik tersebut disebut dengan fee DMO. Untuk 5 tahun pertama produksi fee DMO sama dengan DMO, yang mana keadaan ini disebut five years holidays. Sedangkan untuk berikutnya 10% dari DMO Net Contractor Share Net Contractor Share dihitung berdasarkan persamaan berikut : Jika Taxable Share > 0, maka Net Contractor Share = Taxable Income Tax (13) Jika tidak, maka Net Contractor Share = 0 (14) Cash Flow Contractor Cash Flow Contractor dihitung dari hasil pengurangan Net Contractor Share dengan Total Cost (Capital + Non Capital + Operating cost), atau dinyatakan : Cash Flow Contractor = Net Contractor Share Total Cost (15) III. METODOLOGI Tahapan penyelesaian Kajian ini terdiri dari pengumpulan data - data yang dibutuhkan dan analisis. Data - data yang dibutuhkan yaitu perturan dan perundang - undangan, model PSC saat ini serta mekanisme sharing profitnya, total cadangan, produksi dan harga minyak, biaya operasi, dan lain - lain. Analisis dilakukan dengan memperhatikan 2 aspek yaitu aspek hukum dan ekonomi. Analisis aspek hukum dilakukan dengan menganalisis peraturan perundang - undangan yang berlaku yaitu UUD 45 Pasal 33 ayat 3, Undang - Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, dan Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Sedangkan analisis aspek ekonomi dilakukan dengan menganalisis indikator - indikator kelaikan suatu proyek. Indikator kelaikan proyek adalah parameter - parameter untuk dapat menilai kelayakan suatu proyek investasi secara objektif. Indikator kelaikan proyek ini secara kuantitatif dapat digunakan sebagai petunjuk atau alat eveluasi dalam mengambil keputusan mengenai kelayakan proyek. Indikator - indikator kelaikan proyek tersebut adalah: Net Present Value (NPV) NPV dapat dikatakan sebagai jumlah keuntungan bersih yang dinilai pada waktu Aulia Nugraha Saputra, , Sem2 2007/2008 5

10 sekarang yang dihitung berdasarkan suatu harga bunga (interest rate) tertentu. Dari nilai NPV dapat dinilai kelayakan suatu proyek. Apabila NPV bernilai positif, maka menunjukan proyek tersebut layak dijalankan, karena memberikan keuntungan. Namun sebaliknya jika NPV bernilai negatif, maka proyek tak layak dijalankan karena akan memberikan kerugian secara ekonomis. Apabila NPV = 0, berarti investasi tersebut menghasilkan internal rate of return yang sama besarnya dengan harga yang digunakan. Net Present Value dapat dinyatakan dengan: NPV = C 0 + C1 C (1 + i) (1 + i) Cn n (1 + i) (16) dimana : C 0 = nilai uang pada waktu awal (investasi pada tahun ke-0) C n = nilai uang pada waktu n (tahun) i = interest rata - rata n = waktu (tahun) Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) didefinisikan sebagai harga bunga yang menyebabkan harga semua cash inflow sama besarnya dengan cash outflow bila cash flow ini didiskon untuk suatu waktu tertentu. Dengan kata lain IRR adalah tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV = 0. IRR dapat dinyatakan dengan: j Cn = 0 (17) n (1 IRR n= 0 + ) Untuk menghitung IRR umumnya dilakukan dengan pendekatan coba - coba (trial and error) yaitu menentukan NPV pada beberapa tingkat diskon sampai diperoleh nilai NPV negatif dan positif, kemudian dilakukan interpolasi dimana NPV sama dengan nol. Kelemahan konsep IRR adalah pada kenyataan bahwa IRR tidak dapat dipakai untuk mempertimbangkan resiko secara eksplisit. IRR juga tidak memberikan informasi mengenai jumlah biaya yang terlibat dalam proyek dan berapa lama Pay Out Time akan tercapai. Pay Out Time (POT) Pay Out Time adalah lamanya jangka waktu sampai investasi kembali. Investor selalu menginginkan dana yang ditanamkan cepat kembali, yaitu proyek yang mempunyai POT yang lebih pendek. Namun indikator POT ini mempunyai kelemahan yaitu tidak memberikan gambaran apa yang akan terjadi setelah POT tercapai. Dengan kelemahan indikator ini maka POT jarang digunakan sebagai parameter utama dalam pemilihan proyek tapi hanya sebagai pertimbangan tambahan. IV. PERBANDINGAN KONTRAK PSC STANDAR DENGAN KONTRAK PSC NON COST RECOVERY 4.1. Data yang Digunakan Dalam melakukan perbandingan kontrak PSC Standar dengan kontrak PSC usulan yaitu Non Cost Recovery, diperlukan data - data produksi, data harga - harga, dan data - data lain yang disesuaikan dengan peraturan dan kondisi di Indonesia. Asumsi yang digunakan untuk project life yaitu selama 30 tahun. Untuk data laju produksi selama 30 tahun digunakan data hipotetik. Data dan asumsi - asumsi yang digunakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 di bawah ini. Tabel 1. Data Hipotetik Laju Produksi Minyak Year Production (MM BBL) Tabel 2. Data dan Asumsi yang Digunakan Recoverable reserve MM BBL Price 100 US$ / BBL Price Excalation 0% Operating Cost 10 US$ / BBL Contractor Tax 44% FTP 20% Investment Credit 16.80% DMOI 25% DMO fee 10% Production success ratio 100% Capital 76 M US$ Non Capital 31 M US$ 6 TM-FTTM-ITB Sem

11 Depreciation (Dec. Balance) 5 year Discount Factor 10% Project Life 30 year 4.2. Model Kontrak PSC Standar Model kontrak PSC Standar yang saat ini digunakan di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. Biaya - biaya yang dikeluarkan oleh Kontraktor, akan diganti oleh Pemerintah, melalui cost recovery. 12. Domestik Market Obligation (DMO) sampai tahun ke-5 = 0, sedangkan tahun ke-6 dihitung dengan rumus: Jika 25% x %ShareContractor x R / 0.56 > CS, maka DMO = CS, jika tidak, maka DMO = %25 x %ShareContractor x R / DMOfee = 10% x DMO 14. Contractor Taxable Income (CTI) = CS + IC DMO + DMOfee 15. Government Tax (GT) = %Tax x CTI 16. Net Contractor Share (NCS) = CTI GT 17. Total Contractor Income (TCI) = NCS + Rec IC 18. Expenditure (Exp) = Cap + NC + OC 19. Contractor Cash Flow (CCF) = TCI Exp 20. Indonesia Take (IT) = (R CS) + DMO DMOfee + GT Rec 4.3. Model Kontrak PSC Non Cost Recovery yang Diusulkan Gambar 1. Sistem Kontrak PSC Standar Prosedur dan rumus yang digunakan dalam perhitungan cash flow adalah sebagai berikut: 1. Revenue (R) = Produksi x harga minyak 2. Investment = Capital (Cap) + Non Capital (NC) 3. Depresiasi (Dep), metode yang digunakan adalah metode declining balance 4. Operating cost (OC) = Biaya produksi x produksi 5. FTP = R x 20% 6. Investment Credit (IC) = 16.8% x Cap 7. Unrecovered (UR) untuk tahun pertama adalah biaya capital pada tahun sebelumnya. Untuk tahun selanjutnya, digunakan rumus: Jika IC + Cost recovery > Recovered, maka UR = Cost recovery + IC - Recovered 8. Cost recovery (CR), jika R > 0, maka CR = NC + Dep + OC + UR 9. Recovery (Rec), jika IC + CR > R FTP maka Rec = R FTP, jika tidak, maka Rec = IC + CR 10. Equity to be Split (ES) = R FTP Rec 11. Contractor Share (CS) = %ShareContractor / (1 - %Tax) x ES + %ShareContractor / (1 - %Tax) x FTP Mengacu kepada UU No.22 Tahun 2001 maka diusulkan model kontrak PSC Non Cost Recovery yaitu model PSC yang menghilangkan komponen cost recovery dan semua biaya ditanggung oleh Kontraktor, sehingga share Kontraktor diperbesar agar tetap menarik, namun disesuaikan agar tetap menghasilkan NPV Pemerintah yang lebih menguntungkan daripada NPV Pemerintah pada model PSC Standar. Data asumsi pada Tabel 2 digunakan untuk perhitungan cash flow pada model usulan ini, kecuali Investment Credit. Investment Credit adalah insentif yang diberikan Pemerintah kepada Kontraktor sebesar persen tertentu dari besarnya capital. Pada sistem tanpa cost recovery ini, Investment Credit dihilangkan. Gambar 2 merupakan skematik dari model kontrak PSC Non Cost Recovery yang diusulkan. Gambar 2. Sistem Kontrak PSC Non Cost Recovery Aulia Nugraha Saputra, , Sem2 2007/2008 7

12 Prosedur dan rumus yang digunakan dalam perhitungan cash flow PSC Non Cost Recovery adalah sebagai berikut: (ROR) Pay Out Time, year Indonesia 10% , , R = Produksi x harga minyak 2. Investment = Cap + NC 3. Dep, digunakan declining balance 4. OP = Biaya produksi x produksi 5. Indonesia Share (IS) = %ShareGovernment x R 6. CS = %ShareContractor x R 7. Cost = NC + Dep + OC 8. Contractor Income (CI) = CS Cost 9. DMO sampai tahun ke-5 = 0, sedangkan tahun ke-6 dihitung dengan rumus: Jika 25% x (R IS) / 0.56 > CI, maka DMO = CI, jika tidak, maka DMO = 25% x (R IS) / DMOfee = 10% x DMO 11. CTI = CI DMO + DMOfee 12. GT = %Tax x CTI 13. NCS = CTI GT 14. CCF = R Cap NC OC IS DMO + DMOfee - GT 15. IT = IS + DMO DMOfee + GT 4.4. Hasil Perhitungan Kontrak PSC Standar dan PSC Non Cost Recovery Untuk memperoleh pemahaman mengenai perilaku dari tiap - tiap model kontrak, terlebih dahulu digunakan data - data hipotetik untuk menghitung cash flow dari model standar ini. Kemudian, dengan menggunakan data - data yang sama, ROR pada Non Cost Recovery disamakan dengan ROR PSC Standar, yaitu 110%, dengan mengganti - ganti besarnya share Pemerintah dan share Kontraktor. Asumsi bagi hasil PSC Standar adalah 85:15 (after tax), yaitu 85% untuk Pemerintah dan 15% untuk Kontraktor. Dengan data - data dan parameter lain yaitu pajak 44%, DMO 25% dan DMO fee 10% maka diperoleh kesebandingan share bagi hasil pada model Non Cost Recovery 56.77:43.23 (before tax), yaitu 56.77% untuk Pemerintah dan 43.23% untuk Kontraktor. NPV yang diperoleh Pemerintah pada Non Cost Recovery lebih besar dibandingkan dengan NPV Pemerintah pada PSC Standar. Hasil perbandingan indikator keekonomian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3, dan cash flow masing - masing model dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 terlampir. Setelah diperoleh bagi hasil yang menghasilkan ROR yang sama tersebut, dilakukan sensitivity analysis terhadap perubahan harga, biaya operasi, produksi, dan biaya investasi. Hasil selengkapnya dari sensitivity analysis dapat dilihat pada Gambar 3 sampai Gambar 18 di bawah ini. Gambar 3. Pengaruh Perubahan Harga terhadap ROR pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 4. Pengaruh Perubahan Harga terhadap NPV Contractor pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 5. Pengaruh Perubahan Harga terhadap NPV Government pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Tabel 3. Perbandingan Indikator Keekonomian Indikator PSC STANDAR NON COST RECOVERY Contractor 10% Rate of Return 110% 110% 8 TM-FTTM-ITB Sem

13 Gambar 6. Pengaruh Perubahan Harga terhadap POT pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 10. Pengaruh Perubahan Total Produksi terhadap POT pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 7. Pengaruh Perubahan Total Produksi terhadap ROR pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 11. Pengaruh Perubahan Operating cost terhadap ROR pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 8. Pengaruh Perubahan Total Produksi terhadap NPV Contractor pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 12. Pengaruh Perubahan Operating cost terhadap NPV Contractor pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 9. Pengaruh Perubahan Total Produksi terhadap NPV Government pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 13. Pengaruh Perubahan Operating cost terhadap NPV Government pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Aulia Nugraha Saputra, , Sem2 2007/2008 9

14 Gambar 14. Pengaruh Perubahan Operating cost terhadap POT pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 18. Pengaruh Perubahan Jumlah Investasi terhadap POT pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery 4.5. Analisis Aspek Hukum Gambar 15. Pengaruh Perubahan Jumlah Investasi terhadap ROR pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 16. Pengaruh Perubahan Jumlah Investasi terhadap NPV Contractor pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Gambar 17. Pengaruh Perubahan Jumlah Investasi terhadap NPV Government pada Model PSC Standar dan Non Cost Recovery Sebelum menganalisa keekonomian dari model PSC Non Cost Recovery, perlu dilakukan analisa terhadap aspek hukum terlebih dahulu. Dasar hukum dari model kontrak yang diusulkan ini adalah Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2001 pasal 1 ayat 19. Pada Undang - Undang tersebut disebutkan bahwa kontrak yang digunakan di Indonesia adalah kontrak PSC atau kontrak lainnya lebih menguntungkan bagi negara. Salah satu indikator keekonomian adalah NPV, karena NPV Pemerintah pada model Non Cost Recovery ini lebih besar dibandingkan pada PSC Standar. Dapat dikatakan, dengan menggunakan model PSC Non Cost Recovery Pemerintah lebih untung daripada ketika menggunakan model PSC Standar, tanpa memperhitungkan sensitivity analysis dapat disimpulkan sementara bahwa model yang diusulkan ini dapat digunakan di Indonesia. Selanjutnya, pada pasal 14, disebutkan bahwa jangka waktu Kontrak Kerja Sama dilaksanakan paling lama 30 tahun. Pada pasal 6 dikatakan bahwa kepemilikan sumber daya alam tetap berada di tangan pemerintah, dan pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana (BP Migas), modal dan resiko seluruhnya ditanggung Kontraktor. Pada model PSC Non Cost Recovery yang diusulkan, kedua hal ini telah sesuai dengan peraturan tersebut. Adapun diusulkan perhitungan DMO baru yang dilakukan dengan ketentuan DMO sampai tahun ke-5 = 0, sedangkan tahun ke-6 dihitung dengan ketentuan jika 25% x (R IS) / 0.56 > CI, maka DMO = CI, namun jika tidak, maka DMO = 25% x (R IS) / Ini dilakukan untuk menyesuaikan sharing profit pada PSC Non Cost Recovery. Hal hal lain yang tidak disebutkan di atas, disesuaikan pula dengan aturan aturan yang berlaku pada UU No.22 Tahun 2001 Tentang 10 TM-FTTM-ITB Sem

15 Migas dan PP No.35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas yang saat ini berlaku Aspek Keekonomian Berdasarkan hasil perbandingan awal antara model PSC Standar dengan model usulan, yaitu PSC Non Cost Recovery, terlihat bahwa pada ROR yang sama, NPV Kontraktor pada model usulan, lebih kecil dibandingkan model PSC Standar, berbanding terbalik dengan NPV Pemerintah. Hal ini dikarenakan pengaturan bagi hasil sedemikian rupa agar dapat menghasilkan NPV Pemerintah yang lebih tinggi, namun tetap menarik untuk Kontraktor. Hasil analisa sensitivitas menunjukkan bahwa grafik ROR terhadap perubahan harga, produksi, biaya investasi, dan biaya operasi model Non Cost Recovery selalu lebih tajam dibandingkan dengan model PSC Standar, ini dipengaruhi oleh adanya unsur cost recovery yang menyebabkan stabilitas ROR lebih terjaga, karena biaya yang dikeluarkan diganti melalui cost recovery, sedangkan pada model usulan, tidak ada pergantian biaya. Grafik NPV Kontraktor pada PSC Standar lebih landai daripada pada model usulan. Ini artinya, perubahan pada harga, total produksi, operating cost, dan investasi berpengaruh lebih besar pada model usulan dibandingkan pada PSC Standar. Hal ini bagi Kontraktor dapat dikatakan buruk, tetapi dapat pula dikatakan baik. Dikatakan buruk karena terjadi ketidakstabilan pada pendapatan Kontraktor. Sedangkan dikatakan baik karena apabila terjadi perubahan, Kontraktor dapat saja memperoleh peningkatan NPV yang lebih tinggi dibandingkan pada model PSC Standar. Sebagai contoh, apabila harga minyak naik, Kontraktor pada model usulan dapat memperoleh NPV lebih tinggi dibandingkan pada model PSC Standar. Begitu pula apabila Kontraktor menghemat operating cost, yaitu menekan biaya operasi, Kontraktor pada model usulan ini akan memperoleh kenaikan NPV yang lebih signifikan dibandingkan apabila Kontraktor pada model PSC Standar melakukan penghematan. Hal tersebut yang dapat menjadi daya tarik bagi Kontraktor untuk berinvesasi di Indonesia. Namun di sisi lain, terlihat bahwa grafik NPV Pemerintah model usulan lebih landai daripada model PSC Standar, ini dikarenakan pada suatu sistem bagi hasil, jika ada pihak yang memperoleh penambahan, maka tentunya pihak lain akan mengalami pengurangan. Bila diibaratkan membagi sepotong kue, tentunya apabila ada yang memperoleh bagian lebih besar, pasti ada yang memperoleh bagian lebih kecil. Meskipun begitu, kondisi seperti ini tetap dapat dikatakan menguntungkan bagi Pemerintah, karena artinya Kontraktor akan berusaha untuk lebih efisien dalam segala kegiatan mereka. Hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap NPV Pemerintah, tetapi ini dapat mempermudah Pemerintah dalam melakukan pengawasan, sehingga iklim usaha di Indonesia lebih sehat dan kemungkinan terjadinya penyelewengan - penyelewengan biaya dapat dihindari Implikasi Kontrak PSC Non Cost Recovery pada BP Migas Sejak ditetapkannya UU No.22 tahun 2001 tentang Migas dan PP No.42 tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas, pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerjasama atau Kontrak Productions Sharing yang sebelumnya dilaksanakan oleh PERTAMINA kini dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas atau BPMIGAS. Tugas BP migas antara lain: 1. Memberikan pertimbangan kepada Menteri untuk penyiapan dan penawaran WK serta KKS 2. Menandatangani Kontrak Kerja Sama 3. Mengkaji dan menyampaikan POD lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu WK kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan; 4. Memberikan persetujuan POD berikutnya 5. Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran 6. Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan KKS 7. Menunjuk penjual Migas bagian negara Dengan diberlakukannya kontrak PSC Non Cost Recovery tentunya berimplikasi pada tugas BP migas. Akan terjadi pengurangan porsi dari tugas BP migas menjadi lebih ringan. BP migas hanya mengawasi produksi baik itu naik atau turunnya produksi, dalam arti BP migas tetap harus mengawasi dan mengetahui besarnya produksi di lapangan yang dikelola Kontraktor, sehingga diharapkan pembagian keuntungan dapat berlangsung sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Selain itu, BP migas juga mengawasi masuknya penerimaan negara dari pajak migas. Berkaitan dengan poin ke-5 dari tugas BP Migas di atas, dengan berlakunya kontrak model usulan ini, BP migas tidak lagi mengawasi pengeluaran yang dilakukan oleh Kontraktor. Sebagai efek dari pengurangan porsi kerja ini, selain harus disusun ulangnya kelembagaan dan pembagian tugas dari divisi - divisi pada BP Migas, dana yang dialokasikan Aulia Nugraha Saputra, , Sem2 2007/

16 Pemerintah untuk operasional BP migas pun dapat dirampingkan sedemikian rupa. Dengan demikian, Pemerintah dapat mengalokasikan dana tersebut untuk hal hal penting lainnya. Sehingga efisiensi dana pengeluaran APBN lebih baik dan semakin memperhatikan kesejahteraan rakyat Indonesia. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Untuk memperoleh ROR sebesar 110%, model usulan, yaitu PSC Non Cost Recovery, memerlukan bagi hasil 56.77:43.23 dengan share Pemerintah before tax 56.77% dan share Kontraktor 43.23%. 2. Pada ROR yang sama (110%), diperoleh NPV Pemerintah model usulan sebesar US$ 5, juta, yaitu lebih besar daripada NPV Pemerintah model PSC Standar yang besarnya US$ 5, juta. 3. Grafik ROR dan NPV Kontraktor yang diperoleh dari sensitivity analysis untuk model usulan lebih tajam daripada model PSC Standar. Sebaliknya NPV Pemerintah model usulan lebih landai dibandingkan NPV Pemerintah model PSC Standar. 4. Model PSC Non Cost Recovery lebih menguntungkan dan menarik bagi Kontraktor pada saat harga dan produksi total naik. Apabila Kontraktor dapat menekan biaya operasi dan juga menghemat investasi, NPV Kontraktor pada model usulan akan lebih tinggi dibandingkan apabila menggunakan model PSC Standar. 5. NPV Pemerintah pada model PSC Non Cost Recovery akan lebih tinggi pada saat operating cost dan jumlah investasi naik, dibandingkan dengan pada model PSC Standar. 6. Dari sensitivity analysis, secara umum, POT pada PSC Non Cost Recovery lebih lama daripada PSC Standar, namun pada harga di atas US$ 134 / BBL nilai POT mendekati angka yang sama, begitu pula pada investasi di bawah US$ 70 dan total produksi di atas 350 MM BBL. 7. Sensitivitas NPV Pemerintah pada model usulan terhadap perubahan harga minyak sampai pada harga di bawah US$ 110 / BBL dan juga terhadap perubahan jumlah total produksi tidak terlalu berbeda jauh dengan NPV Pemerintah pada model PSC Standar. 8. Model PSC Non Cost Recovery dapat memberi dampak positif terhadap efisiensi dari operasi perminyakan. Karena, berkaitan dengan poin 4, apabila operating cost tidak dikontrol dengan baik, yang mengalami kerugian adalah Kontraktor itu sendiri Saran 1. Diharapkan studi ini dapat dilakukan lebih lanjut karena pada kajian ini belum dilakukan perbandingan dengan negara lain yang menggunakan model PSC Non Cost Recovery, yaitu salah satunya adalah Libya. 2. Kekurangan dan kelebihan dari kedua model yang dibandingkan pada kajian ini perlu dicermati lebih jauh, dengan begitu, Pemerintah dapat menentukan model kontrak seperti apa yang terbaik untuk digunakan di negara kita. 3. Pada kondisi harga minyak stabil dan di bawah US$ 110 / BBL, Pemerintah dapat menerapkan model kontrak ini, dengan beberapa perubahan pada pembagian tugas di divisi divisi BP Migas. 4. Model PSC Non Cost Recovery sebaiknya digunakan sebagai perpanjangan kontrak, karena infrastruktur produksi sudah menjadi milik Negara, dan Kontraktor hanya melakukan pemeliharaan. VI. DAFTAR SIMBOL C 0 C n i n T = Nilai uang pada waktu awal (investasi pada tahun ke-0) = Nilai uang pada waktu n (tahun) = interest rata - rata = waktu (tahun) = Lama waktu depresiasi VII. DAFTAR PUSTAKA 1. Arsegianto: Ekonomi Minyak dan Gas Bumi, Diktat Kuliah Teknik Perminyakan ITB, Johnston, Daniel: Petroleum International Fiscal, Partowidagdo, Widjajono: Manajemen dan Ekonomi Minyak dan Gas Bumi, Penerbit Program Studi Pembangunan Pasca Sarjana ITB, Peraturan Pemerintah No.35 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, Simamora, Rudi: Hukum Perminyakan, Undang Undang Republik Indonesia No.22 tentang Minyak, dan Gas Bumi, TM-FTTM-ITB Sem

17 Tabel 4. Cash Flow PSC Standar Aulia Nugraha Saputra, , Sem2 2007/

18 Tabel 5. Cash Flow PSC Non Cost Recovery 14 TM-FTTM-ITB Sem

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan KOMERSIALITAS 1 Sistem Kontrak Bagi Hasil Kontrak bagi hasil adalah bentuk kerjasama antara pemerintah dan kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya migas berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja Sama Migas

COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja Sama Migas IATMI 2005-39 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005. COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja

Lebih terperinci

PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI

PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI Rudi Rubiandini R.S, Andrias Darmawan, Herbert Sipahutar

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN COALBED METHANE (CBM) DI INDONESIA DENGAN BERBAGAI MODEL PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC) BERBASIS JOINT STUDY PADA LAPANGAN CBM X Abstrak Arif Budi Ariyanto, Siti Nuraeni

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN IV.1 Prinsip Perhitungan Keekonomian Migas Pada prinsipnya perhitungan keekonomian eksplorasi serta produksi sumber daya minyak dan gas (migas) tergantung pada: - Profil produksi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi Studi ini adalah untuk mengevaluasi model kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia. Beberapa model kontrak mulai dari model Kontrak PSC Konvensional, model kontrak negara lain

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING Oleh: KUSWO WAHYONO 1 PRODUCTION SHARING CONTRACT Produksi setelah dikurangi cost recovery dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor berdasarkan suatu persentase

Lebih terperinci

KEASLIAN KARYA ILMIAH...

KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERUNTUKAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi RINGKASAN... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT William

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA. Oleh : Rizky Sulaksono*

PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA. Oleh : Rizky Sulaksono* PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA Oleh : Rizky Sulaksono* Sari Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 01 Tahun 2008, yang dimaksud dengan sumur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... SURAT PERNYATAAN KARYA ASLI TUGAS AKHIR... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... ABSTRAK...

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B Sebelum dilakukan perhitungan keekonomian dari pengusahaan Gas Metana- B sesuai dengan prosedur penelitian yang telah diuraikan pada Bab III, kita harus melakukan

Lebih terperinci

Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B

Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B Bab ini membahas pemodelan yang dilakukan untuk pengembangan kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia dengan melakukan review terhadap model

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN DEPLETION PREMIUM DALAM ANALISIS KEEKONOMIAN PROYEK MINYAK DAN GAS BUMI

KAJIAN PENERAPAN DEPLETION PREMIUM DALAM ANALISIS KEEKONOMIAN PROYEK MINYAK DAN GAS BUMI KAJIAN PENERAPAN DEPLETION PREMIUM DALAM ANALISIS KEEKONOMIAN PROYEK MINYAK DAN GAS BUMI Oleh: Agus Rendi Wijaya * Sari Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan dan memegang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN KONTRAK DAN HARGA GAS METANA BATUBARA (COALBED METHANE/CBM) DI INDONESIA TESIS

ANALISIS KEBIJAKAN KONTRAK DAN HARGA GAS METANA BATUBARA (COALBED METHANE/CBM) DI INDONESIA TESIS ANALISIS KEBIJAKAN KONTRAK DAN HARGA GAS METANA BATUBARA (COALBED METHANE/CBM) DI INDONESIA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh

Lebih terperinci

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI 1 1 I LATAR BELAKANG 2 2 Kondisi Hulu Migas Saat ini 1. Skema PSC Cost Recovery kurang

Lebih terperinci

Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008

Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008 Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008 Latar Belakang : 1. Defisit Neraca APBN tiap tahun serta kenaikan harga BBM. Disisi lain indonesia masih menghasilan minyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan disuatu lokasi lapangan sumur gas Segat di propinsi Riau dan Jakarta. Penelusuran data dilakukan di Jakarta yang merupakan kantor

Lebih terperinci

ERA BARU MIGAS INDONESIA:

ERA BARU MIGAS INDONESIA: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Temu Netizen ke-8 ERA BARU MIGAS INDONESIA: Investasi dan Kontrak Gross Split Migas Selasa, 20 Februari 2018 1 Realisasi dan Rencana Investasi Sektor Energi dan

Lebih terperinci

Contoh Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Dua Sektor Produksi. Alokasi Output Permintaan Antara Sektor Produksi Struktur Input 1 2

Contoh Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Dua Sektor Produksi. Alokasi Output Permintaan Antara Sektor Produksi Struktur Input 1 2 BAB II Kajian Pustaka II.1 Analisis input output II.1.1 Tabel Input-Output Hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antara satuan kegiatan (sektor) perekonomian dengan sektor lain secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Analisis Investasi Tambang Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan endapan bahan galian yang meliputi

Lebih terperinci

ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA

ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA Muhammad Aulia Rizki Agsa 1), Trijana Kartoatmodjo 2), Siti Nuraeni E. Sibuea 3) 1) Mahasiswa Teknik Perminyakan Universitas Trisakti 2)

Lebih terperinci

TAKARIR. = Pipa Selubung. = Pipa Produksi

TAKARIR. = Pipa Selubung. = Pipa Produksi TAKARIR Break Event Point Cost Recovery Casing Declining Balance Dry Gas First Tranche Petroleum Flow Line Gross Revenue Higher Rate of Income Tax Net Present Value Off Shore On Shore Packer Payback Period

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumber pendapatan dari sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional didasarkan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 2. Tiap peluang memberikan hasil yang berbeda. 3. Tiap peluang memberikan resiko yang berbeda.

BAB III TEORI DASAR. 2. Tiap peluang memberikan hasil yang berbeda. 3. Tiap peluang memberikan resiko yang berbeda. BAB III TEORI DASAR 3.1 Analisis Investasi Tambang Investasi merupakan penukaran sejumlah dana dengan kemungkinan perolehan 100 % (karena telah dikuasai) dengan jumlah dana yang lebih besar, tetapi kemungkinan

Lebih terperinci

Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut?

Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut? Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut? Benny Lubiantara Agustus 2011 Beberapa bulan yang lalu, kita melihat di mass media isu mengenai masalah pembayaran pajak perusahaan minyak. Karena

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split Oleh Prahoro Nurtjahyo Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Investasi dan Pengembangan Infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Ekplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi

Lebih terperinci

RELEVANSI MODEL PSC MODIFIKASI REVENUE TO COST INDEX(R/C) PADA KERJASAMA MIGAS DI INDONESIA

RELEVANSI MODEL PSC MODIFIKASI REVENUE TO COST INDEX(R/C) PADA KERJASAMA MIGAS DI INDONESIA RELEVANSI MODEL PSC MODIFIKASI REVENUE TO COST INDEX(R/C) PADA KERJASAMA MIGAS DI INDONESIA TUGAS AKHIR Oleh: YUYUS BAHTIAR NIM 12203035 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA

Lebih terperinci

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember 2009 Makalah Profesional IATMI 09 010 Depletion Premium : Tinjauan Teori, Hukum, dan Penerapan Pada Kontrak

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

Analisis Ekonomi Pemilihan Electric Submersible Pump Pada Beberapa Vendor

Analisis Ekonomi Pemilihan Electric Submersible Pump Pada Beberapa Vendor Analisis Ekonomi Pemilihan Electric Submersible Pump Pada Beberapa Vendor Economic Analysis of Electric Submersible Pump Selection on Multiple Vendors Muhammad Ariyon Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2)

Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2) M a n a j e m e n K e u a n g a n 103 Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2) Mahasiswa diharapkan dapat memahami, menghitung, dan menjelaskan mengenai penggunaan teknik penganggaran modal yaitu Accounting

Lebih terperinci

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD)

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD) UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa Kegiatan Hulu Migas Survey Umum Pembagian Wilayah Kerja (WK) Tanda tangan kontrak Eksplorasi: Eksploitasi

Lebih terperinci

Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas

Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas Disampaikan Dalam FGD Tranparansi Dana Bagi Hasil (DBH) Industri Ekstraktif Batam, 09 April 2018 1 II DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis Perlakuan perpajakan..., Rusfin Molid Alamsyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis Perlakuan perpajakan..., Rusfin Molid Alamsyah, FISIP UI, 2009 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. KERANGKA TEORI 2.1.1. Pengertian Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang kegiatan atau usaha atau bisnis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Studi Kelayakan Proyek Dalam menilai suatu proyek, perlu diadakannya studi kelayakan untuk mengetahui apakah proyek tersebut layak untuk dijalankan atau tidak. Dan penilaian tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisa faktor..., Esther Noershanti, FT UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisa faktor..., Esther Noershanti, FT UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas kegiatan investasi eksplorasi minyak dan gas yang dilakukan memiliki risiko dimana terdapat kemungkinan tidak ditemukannya sumber minyak dan gas baru,

Lebih terperinci

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS Biro Riset BUMN Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Tantangan pengelolaan migas di Indonesia dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menjadi awal tonggak reformasi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

Minggu-15. Budget Modal (capital budgetting) Penganggaran Perusahaan. By : Ai Lili Yuliati, Dra, MM

Minggu-15. Budget Modal (capital budgetting) Penganggaran Perusahaan. By : Ai Lili Yuliati, Dra, MM Penganggaran Perusahaan Minggu-15 Budget Modal (capital budgetting) By : Ai Lili Yuliati, Dra, MM Further Information : Mobile : 08122035131 Email: ailili1955@gmail.com 1 Pokok Bahasan Pengertian Penganggaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan literatur, baik berupa buku-buku

III. METODE PENELITIAN. Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan literatur, baik berupa buku-buku III. METODE PENELITIAN A. Umum Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan literatur, baik berupa buku-buku maupun jurnal-jurnal yang membahas tentang studi kelayakan, yang dapat menambah pengetahuan tentang

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA KELAYAKAN PERPANJANGAN KONTRAK BLOK XO DENGAN SISTEM PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC)

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA KELAYAKAN PERPANJANGAN KONTRAK BLOK XO DENGAN SISTEM PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC) ANALISA KELAYAKAN PERPANJANGAN KONTRAK BLOK XO DENGAN SISTEM PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC) Fataninda Dwi Kesumaputri, Syamsul Irham Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Terkait penulisan skripsi ini, ada beberapa penulis terdahulu yang telah melakukan penelitian yang membahas berbagai persoalan mengenai analisis kelayakan usaha. Adapun skripsi

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 33 ayat (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 33 ayat (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semangat melakukan eksplorasi sumber daya alam di Indonesia adalah UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Kelayakan Investasi Evaluasi terhadap kelayakan ekonomi proyek didasarkan pada 2 (dua) konsep analisa, yaitu analisa ekonomi dan analisa finansial. Analisa ekomoni bertujuan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NILAI EKONOMI SUMBER DAYA NIKEL DI WILAYAH PT XYZ MINING

PERHITUNGAN NILAI EKONOMI SUMBER DAYA NIKEL DI WILAYAH PT XYZ MINING PERHITUNGAN NILAI EKONOMI SUMBER DAYA NIKEL DI WILAYAH PT XYZ MINING TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertambangan di Institut Teknologi Bandung oleh

Lebih terperinci

BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya perhitungan keekonomian eksplorasi serta produksi sumber daya minyak dan gas (migas) tergantung pada profil produksi migas yang akan dihasilkan, biaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Dwi Susianto pada tahun 2012 dengan judul Travel AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

Lebih terperinci

OPTIMASI PASOKAN GAS BUMI MENGGUNAKAN ANALISIS INPUT-OUTPUT TESIS. JATI ARIE WIBOWO NIM : Program Studi Teknik Perminyakan

OPTIMASI PASOKAN GAS BUMI MENGGUNAKAN ANALISIS INPUT-OUTPUT TESIS. JATI ARIE WIBOWO NIM : Program Studi Teknik Perminyakan OPTIMASI PASOKAN GAS BUMI MENGGUNAKAN ANALISIS INPUT-OUTPUT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh JATI ARIE WIBOWO NIM : 22206006

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Budget Budget adalah ungkapan kuantitatif dari rencana yang ditujukan oleh manajemen selama periode tertentu dan membantu mengkoordinasikan apa yang dibutuhkan untuk diselesaikan

Lebih terperinci

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha ANALISIS BISNIS DAN STUDI KELAYAKAN USAHA MAKALAH ARTI PENTING DAN ANALISIS DALAM STUDI KELAYAKAN BISNIS OLEH ALI SUDIRMAN KELAS REGULER 3 SEMESTER 5 KATA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

Investasi dalam aktiva tetap

Investasi dalam aktiva tetap Investasi dalam aktiva tetap Investasi dalam aktiva tetap Secara konsep Investasi dalam aktiva tetap tidak ada perbedaan dengan Investasi dalam aktiva lancar Perbedaannya terletak pada waktu dan cara perputaran

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor minyak dan gas bumi merupakan penghasil devisa terbesar bagi pemerintah Indonesia, setelah itu disusul oleh sektor yang lainnya seperti dari Tenaga Kerja Indonesia

Lebih terperinci

IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI

IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI Suatu pabrik layak didirikan jika telah memenuhi beberapa syarat antara lain safety-nya terjamin dan dapat mendatangkan profit. Investasi pabrik merupakan dana atau modal

Lebih terperinci

Analisis Pembiayaan Proyek Hulu Migas dengan pendekatan Probabilistik

Analisis Pembiayaan Proyek Hulu Migas dengan pendekatan Probabilistik Paper Analisis Pembiayaan Proyek Hulu Migas dengan pendekatan Probabilistik Nuzulul Haq - Principal - A Publication of http:/explorerealoptions.com LOGO Overview (1) Perbankan nasional masih belum banyak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch

BAB V PENUTUP. 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch BAB V PENUTUP V.1 KESIMPULAN Dari uraian dan pembahasan yang telah dilakukan, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch Profit Tax

Lebih terperinci

Bab 5 Penganggaran Modal

Bab 5 Penganggaran Modal M a n a j e m e n K e u a n g a n 90 Bab 5 Penganggaran Modal Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan mengenai teori dan perhitungan dalam investasi penganggaran modal dalam penentuan keputusan

Lebih terperinci

Bab IV Pembahasan dan Analisa

Bab IV Pembahasan dan Analisa 39 Bab IV Pembahasan dan Analisa IV.1. Evaluasi Ekonomi Dalam hasil perhitungan keekonomian dengan mempergunakan harga minyak dunia pada saat ini sebesar US$ 100 / barrel, menunjukan nilai indikator ekonomi

Lebih terperinci

ReforMiner Quarterly Notes

ReforMiner Quarterly Notes ReforMiner Quarterly Notes ReforMiner Quarterly Notes September 2017 Catatan terhadap Posisi dan Peran Industri Hulu Migas Dalam beberapa waktu terakhir sejumlah pihak menilai dan menyimpulkan bahwa saat

Lebih terperinci

FORMAT SURAT SETORAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI SURAT SETORAN PAJAK MIGAS (SSP MIGAS)

FORMAT SURAT SETORAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI SURAT SETORAN PAJAK MIGAS (SSP MIGAS) 2012, No.544 14 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/PMK.02/2012 TENTANG TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN/ATAU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

ANALISA LAPORAN KEUANGAN ERDIKHA ELIT

ANALISA LAPORAN KEUANGAN ERDIKHA ELIT ANALISA LAPORAN KEUANGAN www.mercubuana.ac.id LAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

KONSEP DAN METODE PENILAIAN INVESTASI

KONSEP DAN METODE PENILAIAN INVESTASI KONSEP DAN METODE PENILAIAN INVESTASI 4.1. KONSEP INVESTASI Penganggaran modal adalah merupakan keputusan investasi jangka panjang, yang pada umumnya menyangkut pengeluaran yang besar yang akan memberikan

Lebih terperinci

IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI

IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI Suatu pabrik layak didirikan jika telah memenuhi beberapa syarat antara lain safety-nya terjamin dan dapat mendatangkan profit. Investasi pabrik merupakan dana atau modal

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Sejalan dengan visi, misi, dan program transformasi Pertamina untuk menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia, dan seiring dengan berkembangnya pasar angkutan

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No No.116, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2017 TENTANG KONTRAK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi minyak bumi, salah satunya dengan menerapkan teknologi Enhanched Oil Recovery (EOR) pada lapangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Studi Kelayakan Bisnis 2.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Bisnis Kata bisnis berasal dari bahasa Inggris busy yang artinya sibuk, sedangkan business artinya kesibukan. Bisnis dalam

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN INVESTASI THE CORAL HOTEL DI SURAKARTA

STUDI KELAYAKAN INVESTASI THE CORAL HOTEL DI SURAKARTA STUDI KELAYAKAN INVESTASI THE CORAL HOTEL DI SURAKARTA Investment Feasibility Study Of The Coral Hotel At Surakarta Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Juta US$ 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini masuk sebagai negara net importir migas, meskipun sebelumnya sempat menjadi salah satu negara eksportir migas dan menjadi anggota dari Organization

Lebih terperinci

ANALISIS CAPITAL BUDGETING SEBAGAI PENILAIAN EKSPANSI USAHA (Studi Kasus pada PT. Wijaya Karya Beton, Tbk)

ANALISIS CAPITAL BUDGETING SEBAGAI PENILAIAN EKSPANSI USAHA (Studi Kasus pada PT. Wijaya Karya Beton, Tbk) ANALISIS CAPITAL BUDGETING SEBAGAI PENILAIAN EKSPANSI USAHA (Studi Kasus pada PT. Wijaya Karya Beton, Tbk) Aditya Satriawan Topowijono Achmad Husaini Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak Belanda ini mendorong diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. minyak Belanda ini mendorong diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era industri migas dikelompokkan menjadi tiga era yaitu era kolonial belanda, era awal kemerdekaan, dan era industri migas modern. Era kolonial Belanda ditandai

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PROYEK PEMBANGUNAN PERUMAHAN AKASIA RESIDENCE

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PROYEK PEMBANGUNAN PERUMAHAN AKASIA RESIDENCE ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PROYEK PEMBANGUNAN PERUMAHAN AKASIA RESIDENCE TUGAS AKHIR OLEH : NI PUTU FITRI MAHA INDRAWATI ( 1004105083) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 UCAPAN

Lebih terperinci

KAJIAN NILAI INSENTIF UNTUK PENGUSAHAAN BATUBARA MUTU RENDAH DI INDONESIA

KAJIAN NILAI INSENTIF UNTUK PENGUSAHAAN BATUBARA MUTU RENDAH DI INDONESIA KAJIAN NILAI INSENTIF UNTUK PENGUSAHAAN BATUBARA MUTU RENDAH DI INDONESIA ROCHMAN SAEFUDIN Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman No 623 Bandung 40211,

Lebih terperinci

MENTORING PMKP UTS Mufida Sekardhani Maret, 2016

MENTORING PMKP UTS Mufida Sekardhani Maret, 2016 MENTORING PMKP UTS 2014-2015 Mufida Sekardhani Maret, 2016 JAWABAN SOAL 1(a) Project Financing vs Conventional Direct Financing Criterion Direct Financing Project Financing 1. Organization Biasanya berbentuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Profil Perusahaan Pada 1992 Pemerintah Indonesia mengeluarkan deregulasi sector ketenagalistrikan. Proses ini berawal dengan diterbitkannya Keputusan Presiden

Lebih terperinci

TEHNIK PENGANGGARAN BARANG MODAL (CAPITAL BUDGETING) Oleh : Padlah Riyadi, SE. Ak 1

TEHNIK PENGANGGARAN BARANG MODAL (CAPITAL BUDGETING) Oleh : Padlah Riyadi, SE. Ak 1 TEHNIK PENGANGGARAN BARANG MODAL (CAPITAL BUDGETING) Oleh : Padlah Riyadi, SE. Ak 1 Penganggaran Barang Modal (Capital Budgeting) Adalah proses perencanaan pengeluaran untuk aktiva yang diharapkan akan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka 5 Bab II Tinjauan Pustaka II.1. Potensi Cadangan Minyak Blok Cepu Secara geologi kawasan blok Cepu termasuk dalam cekungan jawa timur laut yang termasuk salah satu mandala cekungan migas tertua di dunia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TESIS DIAH AYUDYA GALAWIDYA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER 2008

TESIS DIAH AYUDYA GALAWIDYA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER 2008 ANALISIS PERBANDINGAN TERMIN FISKAL PRODUCTION SHARING CONTRACT DI INDONESIA, PRODUCTION SHARING CONTRACT NON COST RECOVERY DAN PRODUCTION SHARING CONTRACT DI MALAYSIA TESIS DIAH AYUDYA GALAWIDYA 0606147195

Lebih terperinci

IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI

IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI Suatu pabrik layak didirikan jika telah memenuhi beberapa syarat antara lain safety-nya terjamin dan dapat mendatangkan profit. Investasi pabrik merupakan dana atau modal

Lebih terperinci

TIN205 - Ekonomi Teknik Materi #8 Genap 2015/2016 TIN205 EKONOMI TEKNIK

TIN205 - Ekonomi Teknik Materi #8 Genap 2015/2016 TIN205 EKONOMI TEKNIK TIN205 - Ekonomi Teknik Materi #8 TIN205 EKONOMI TEKNIK Definition 2 Synonym: IRR (Internal Rate of Return). Popular measurement on investment worth. Which one represent the correct interpretation of ROR?

Lebih terperinci

MANAJEMEN PROYEK LANJUT

MANAJEMEN PROYEK LANJUT MANAJEMEN PROYEK LANJUT Advance Project Management Dr. Ir. Budi Susetyo, MT Fakultas TEKNIK Program Magister SIPIL - MK www.mercubuana.ac.id 1 Bagian Isi 1. PM and Project financial management 2. Money

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP INVESTASI & ALIRAN KAS. bahanajar

PRINSIP-PRINSIP INVESTASI & ALIRAN KAS. bahanajar PRINSIP-PRINSIP INVESTASI & ALIRAN KAS bsphandout@yahoo.co.id bahanajar INVESTASI Jangka Waktu yang panjang Penuh Ketidakpastian Beresiko Penganggaran Modal (Capital Budgeting) merupakan seluruh proses

Lebih terperinci

1. Studi Kelayakan Proyek. 2. Capital Budgeting. 3. Analisis Biaya-Volume-Laba

1. Studi Kelayakan Proyek. 2. Capital Budgeting. 3. Analisis Biaya-Volume-Laba 1. Studi Kelayakan Proyek 2. Capital Budgeting 3. Analisis Biaya-Volume-Laba Pengertian: serangkaian penelitian utk mengevaluasi dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dg berhasil Tujuan: utk menghindari

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Provisioning Provisioning (Quickguide Standar Instalasi PT-1) adalah proses penyediaan suatu layanan jaringan FTTH (Fiber To The Home) yang mencakup persiapan material, aksesoris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini laju pertumbuhan ekonomi dunia dipengaruhi oleh dua elemen penting yaitu globalisasi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan persaingan diantara perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam studi kasus ini adalah data sekunder yang didapat dari PT.Kimia Farma Tbk, Bursa Efek Indonesia (BEI), www.kimiafarma.co.id

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya dengan harapan untuk memperoleh hasil dan

Lebih terperinci