ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KEPITING INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KEPITING INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KEPITING INDONESIA RANDY HAZEMI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ekspor Kepiting Indonesia : Randy Hazemi : H Disetujui, Pembimbing Dr.Ir. Dwi Rachmina, M.Si NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Faktor- Faktor yang Berpengaruh terhadap Ekspor Kepiting Indonesia adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Randy Hazemi H

4 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sapporo pada tanggal 13 November Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Jimmy Hariantono dan Ibu Hanny Wijaya. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Regina Pacis Bogor pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Regina Pacis Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Regina Pacis Bogor diselesaikan pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus International Association of Students in Agriculture and Related Sciences (IAAS) pada Divisi Exchange Program periode dan Pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada Divisi Sosial dan Lingkungan periode Penulis juga tercatat sebagai ketua UKM Bola Basket IPB periode Pada tahun 2010, penulis menerima beasiswa unggulan dari Badan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional dan mengilkuti program Hokkaido University Short Term Exchange Program periode

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ekspor Kepiting Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia ke beberapa negara tujuan utamanya serta menilai potensi pasar di negara-negara yang selama ini menjadi tujuan utama ekspor komoditas tersebut. Skripsi ini hanya sebuah sarana bagi para pembaca untuk mengetahui gambaran kegiatan ekspor kepiting Indonesia. Penulis berharap penelitian ini dapat mendorong studi-studi terkait sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi semakin komprehensif dan bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Februari 2013 Randy Hazemi H

6 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Ir. Lusi Fausia, MSc sebagai pembimbing akademik dan pembimbing skripsi atas seluruh bantuan, nasihat, dan perhatiannya selama masa studi penulis. 2. Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Amzul Rifin, SP. MA dan Eva Yolynda, SP. MM atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan segala masukan untuk perbaikan skripsi ini serta. 4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dorongan, doa, dan dukungan yang telah diberikan. 5. Dosen dan staf Departemen Agribisnis serta keluarga besar Agribisnis 44 dan 45 yang telah menjadi tempat bernaung selama masa studi penulis di Institut Pertanian Bogor. 6. Tim Gladi Karya Desa Kedawung-Tegal atas dukungan dan segala pengorbanannya selama dan setelah masa Gladi Karya. 7. Kepada mereka yang telah datang, tinggal, dan pergi yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan inspirasi yang telah diberikan. Bogor, Februari 2013 Randy Hazemi

7 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Penduduk diatas 15 Tahun yang Bekerja menurut Lapangan Kerja Utama Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor Pertanian Menurut Lapangan Usaha tahun Produksi Kepiting di Indonesia Berdasarkan Jenis Penangkapan Tahun Volume dan Nilai FOB Ekspor Kepiting Segar (HS ) Indonesia tahun Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun Jenis, Simbol, dan Sumber Data Penelitian Kerangka Identifikasi Autokorelasi Luas Lahan Berpotensi untuk Budidaya Tambak di Indonesia Tahun Delapan Propinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap di Indonesia Tahun Volume dan Nilai Ekspor Kepiting Segar Dunia Tahun Perkembangan Harga Kepiting Indonesia (FOB) di Pasar Domestik dan Pasar Ekspor Tahun Perkembangan Harga Ekspor Kepiting (FOB) Thailand dan Filipina Tahun Perkembangan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Jumlah Kasus Penolakan Terhadap Produk Komoditas Perairan Indonesia Statistik Deskriptif Volume Ekspor Kepiting Indonesia Output Model Analisis Regresi Gravity Model Ekspor Kepiting Indonesia dengan Metode Fixed Effect Perkembangan GDP dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Statistik Deskriptif Jarak Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia... 64

8

9 20. Perkembangan Nilai Tukar dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Perkembangan Harga dan Volume ekspor Kepiting Indonesia Pada Tahun Potensi Perdagangan Bilateral Kepiting Indonesia... 71

10 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Kerangka Pemikiran Operasional Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Perkembangan Nilai Tukar Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia Terhadap Rupiah Tahun Perkembangan Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan Tahun

11 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Statistik Deskriptif Data Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode Fixed Effect Histogram Normality Test Actual, Fitted, Residual Table Korelasi Antar Variabel Uji Autokorelasi Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode Pooled Least Square Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode Random Effect Output Correlated Random Effect / Hausman Test Redundant Fixed Effect Test / Likelihood Ratio Actual, Fitted, Residual Table... 85

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 8 II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Empiris Mengenai Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia Kajian Empiris Mengenai Aliran Perdagangan Kajian Empiris Mengenai Gravity Model Kajian Empiris Mengenai Nilai Potensi Perdagangan III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Perdagangan Internasional Analisis Keseimbangan Parsial Gravity Model Model Regresi Panel Data Nilai Potensial Perdagangan Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Perumusan Model Pengujian Kesesuaian Model Chow Test Hausman Test LM Test Pengujian Statistik Uji-t Uji-F Koefisien Determinasi (R 2 ) Pengujian Asumsi Uji Normalitas Halaman ix xi xii

13 Uji Multikolinearitas Uji Autokorelasi Uji Heteroskedastisitas Nilai Potensial Perdagangan Definisi Operasional V GAMBARAN UMUM KOMODITAS KEPITING Karatkteristik Kepiting Kandungan dan Manfaat Kepiting Jenis-Jenis Kepiting Komersial di Indonesia Perkembangan Luas Areal Budidaya Tambak Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia Negara Pesaing Indonesia dalam Ekspor Kepiting Harga Kepiting Harga Kepiting Indonesia Harga Kepiting Negara Pesaing Gambaran Ekspor Kepiting Indonesia Kasus Penolakan Terhadap Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Regulasi dan Standard Internasional untuk Ekspor Produk Perikanan VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA Pengujian Asumsi Pengaruh-Pengaruh Variabel Ekonomi dan Non Ekonomi Terhadap Ekspor Kepiting Indonesia GDP Indonesia (Yi) GDP Negara Tujuan (Yj) Jarak Negara Indonesia dengan Negara Tujuan (Dij) Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Terhadap Rupiah (ERij) Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan (Tij) Potensi Perdangan Kepiting Indonesia di Negara-Negara Tujuan Ekspor VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 77

14 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap bangsa. Kelalaian dalam mengelola sektor ini dapat berdampak pada bencana kemanusiaan hingga terancamnya kedaulatan suatu negara. Bagi bangsa Indonesia, sektor pertanian memiliki peranan yang belum dapat tergantikan oleh sektor lainnya. Hingga kini, sektor tersebut masih merupakan sektor yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Pada Tabel 1, terlihat bahwa sektor pertanian pada tahun 2010 mampu menyerap tenaga kerja atau sebesar 39,87% dari keseluruhan jumlah tenaga kerja di Indonesia. Kontribusi tersebut masih yang tertinggi dan sulit untuk dapat diimbangi oleh sektor lainnya. Tabel 1. Penduduk di atas 15 Tahun yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Laju (%/tahun) ,16 No. Lapangan Pekerjaan Utama 2008 (Feb) 2009 (Feb) 2010 (Feb) 1 Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 2 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel 3 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan , ,42 4 Industri Pengolahan ,44 5 Angkutan, Pergudangan dan ,65 Komunikasi 6 Bangunan ,24 7 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan ,77 8 Pertambangan dan Penggalian ,79 9 Listrik, Gas, dan Air ,15 Total ,59 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Sektor pertanian juga menjadi salah satu sektor penyumbang Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) tertinggi bagi Indonesia. Hal ini terlihat pada Tabel 2, sektor pertanian menempati posisi tertinggi ketiga untuk

15 kontribusi GDP tahun di bawah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kedua fakta tersebut menunjukkan betapa besarnya kontribusi sektor pertanian dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengingat vitalnya sektor pertanian bagi Indonesia, maka pengembangan sektor ini akan menjadi langkah yang sangat tepat dan strategis dalam menciptakan pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Tabel 2. No. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha PDB/GDP (Miliar Rupiah) * Laju (%/tahun) 1 Industri Pengolahan , , ,9 3,48 2 Perdagangan, Hotel & Restoran , , ,9 4,98 3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan , , ,7 3,47 4 Keuangan, Real Estate & Jasa , , ,2 5,44 Perusahaan 5 Jasa-jasa , , ,4 6,21 6 Pengangkutan dan Komunikasi , , ,4 14,63 7 Pertambangan dan Penggalian , , ,9 4,02 8 Konstruksi , , ,4 7,01 9 Listrik, Gas & Air Bersih , , ,2 9,81 Jumlah 2.082, , ,0 5,41 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 *. Angka sementara Sektor pertanian Indonesia pada dasarnya telah dikaruniai berbagai keunggulan berupa kemudahan mengakses sumberdaya alam, kondisi geografis yang mendukung, lahan yang produktif, serta tersedianya jumlah tenaga kerja yang memadai. Keunggulan tersebut terlihat jelas salah satunya pada subsektor perikanan. Garis pantai sepanjang km serta jumlah luas perairan laut termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) yang mencapai 5,8 juta km 2 merupakan potensi yang sangat besar bagi subsektor ini untuk terus berproduksi dan bersaing dengan negara-negara lainnya. Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki

16 potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari segi kuantitas maupun diversitas. Kedua, industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada. Berdasarkan laporan FAO Statistical Yearbook 2009, Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia. Di samping itu, Indonesia juga merupakan salah satu produsen terbesar perikanan budidaya dunia. Pada tahun 2007, posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi per tahun sejak tahun 2003 mencapai 8,79%. Hal ini mengisyaratkan bahwa Indonesia memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia, seiring dengan terus meningkatnya produksi perikanan Indonesia di dunia pada periode Tabel 3. Sektor Usaha Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor Pertanian menurut Lapangan Usaha Tahun Kontribusi Terhadap GDP (Milyar Rupiah) Laju (%/tahun) Tanaman Pangan ,83 Perikanan ,09 Perkebunan ,69 Peternakan ,35 Kehutanan ,47 Total ,99 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Subsektor perikanan juga merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap GDP di sektor pertanian. Berdasarkan Tabel 3, kontribusi subsektor perikanan terhadap GDP sektor pertanian menempati posisi kedua di bawah subsektor tanaman pangan dan terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Selain

17 itu, subsektor perikanan juga mempunyai peluang yang cukup besar untuk menguasai pasar internasional. Hal ini disebabkan oleh sifat sebagian besar komoditasnya yang merupakan komoditas ekspor unggulan dan banyak diminati di pasar internasional. Salah satu komoditas ekspor perikanan yang cukup potensial dan bernilai komersial tinggi adalah kepiting. Kepiting merupakan salah satu dari sepuluh komoditas utama dan unggulan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kepiting bakau (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus pelagicus) adalah dua jenis kepiting yang umum diproduksi di Indonesia. Cita rasa serta kandungan gizi yang tinggi pada daging kepiting merupakan salah satu alasan tingginya minat konsumsi terhadap komoditas tersebut. Produksi kepiting di Indonesia menurut jenis penangkapannya digolongkan ke dalam produksi hasil tangkap dan budidaya. Tabel 4 menunjukkan masih tingginya proporsi hasil produksi komoditas kepiting melalui proses penangkapan. Hal ini tentu mengakibatkan besarnya kemungkinan fluktuasi jumlah produksi karena tingginya ketergantungan proses produksi komoditas hasil tangkap terhadap kondisi alam. Selain itu, proses produksi budidaya kepiting di Indonesia belum dapat diandalkan sepenuhnya karena rendahnya ketersediaan bibit yang memadai. Meskipun kepiting sudah berhasil dibenihkan secara buatan, berbagai keterbatasan membuat sebagian besar peternak pembesaran kepiting di Indonesia masih mengandalkan pasokan bibitnya dari hasil penangkapan. Tabel 4. Produksi Kepiting Berdasarkan Jenis Penangkapan Tahun Tahun Produksi Kepiting (Ton) Hasil Tangkap (%) Budidaya (%) Total Produksi ,32% ,68% ,00% ,34% ,66% ,00% ,15% ,85% ,00% Laju (%/tahun) 12,81 27,17 14,34 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011 (%)

18 Dari segi pemasaran, komoditas ini dapat dipasarkan di dalam maupun luar negeri. Harga kepiting di tingkat pedagang pengumpul lokal biasanya adalah sekitar Rp ,- per kg untuk grade CB (betina besar berisi/bertelur, ukuran > 200 g/ekor) dan Rp ,- per kg untuk LB (jantan besar berisi, ukuran > 500 g g/ekor). Harga yang lebih tinggi ditawarkan oleh pasar ekspor. Untuk kepiting grade CB, harga yang ditawarkan dapat mencapai 8,40-9,70 US$ dan grade LB dihargai sebesar 6,10-9,00 US$.

19 Tabel 5. Volume dan Nilai FOB Ekspor Kepiting Segar (HS ) Indonesia tahun Tahun Volume (Kg) Nilai (US$) Harga (US$/Kg) , , , , , , , , , ,35 Laju (%/tahun) 1,42-0,75-27,58 Sumber : United Nations Commodity Trade, 2012 Komoditas kepiting yang diekspor dapat berupa kepiting segar, beku, ataupun olahan. Selama periode tahun , kepiting Indonesia yang diekspor sebagian besar masih dalam bentuk segar. Permintaan kepiting segar di pasar dunia yang cukup tinggi khususnya berasal dari Amerika Serikat yang memang merupakan negara tujuan utama ekspor produk-produk kepiting Indonesia. Singapura, Malaysia, dan RRC juga tercatat sebagai negara dengan jumlah transaksi impor terbesar untuk komoditas kepiting dari Indonesia dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa volume ekspor kepiting dari Indonesia terus berfluktuasi sepanjang tahun 2001 hingga tahun Pada tahun 2005 volume ekspor mencapai 12,6 ribu ton namun kemudian terus mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya hingga hanya sebesar 7,7 ribu ton pada tahun Bahkan pada tahun 2008, penurunan terbesar laju volume ekspor terjadi ketika laju harga kepiting di tahun tersebut tengah meningkat secara signifikan. Volume ekspor kepiting Indonesia baru kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 yakni sebesar 9,3 ribu ton. Perkembangan ekspor maupun perkembangan produksi kepiting, keduanya masih menunjukan fluktuasi. Meskipun dalam hal produksi terdapat kecenderungan

20 untuk meningkat, hal tersebut tidak diimbangi oleh volume ekspornya yang cenderung menurun sejak tahun Hal ini tentu saja ironis karena berdasarkan Tabel 6, laju konsumsi kepiting dunia cenderung meningkat setiap tahunnya namun ekspor kepiting Indonesia justru mengalami penurunan. Untuk menanggapi hal ini, perlu adanya upaya perbaikan serta peningkatan dari seluruh pihak terkait secara menyeluruh dan tepat sasaran. Hal ini bertujuan agar upaya serta kebijakan yang ditempuh dapat berpengaruh secara nyata terhadap perkembangan ekspor komoditas kepiting Indonesia. Salah satu langkahnya adalah dengan terlebih dahulu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia. Tabel 6. Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun Tahun Total Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) Tahun Total Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) , , , , , , , , , , , , , , , , , ,62 Laju (%/tahun) 3,41 Sumber : Food and Agriculture Organization, Perumusan Masalah Saat ini, produksi perikanan tangkap Indonesia berada di peringkat ketiga dunia setelah RRC, dan Peru, sedangkan perikanan budidaya Indonesia berada di peringkat keempat setelah RRC, India, dan Vietnam (KKP, 2011). Bahkan pada pasar ekspor komoditas kepiting, Indonesia berhasil menempati peringkat kedua setelah Kanada. Meskipun demikian, dominasi ekspor kepiting Indonesia terus menghadapi berbagai tantangan dari negara-negara pesaingnya. Kesalahan dalam menyusun strategi pemasaran produk perikanan di pasar internasional sering kali luput dari perhatian para stakeholder kita. Kebijakan pemasaran yang dilakukan sering kali berorientasi pada keuntungan jangka pendek dan cenderung tidak responsif terhadap

21 keadaan pasar tujuannya. Akibatnya, daya saing komoditas perikanan Indonesia terus mengalami penurunan terhadap negara pesaingnya. Hal ini dibuktikan oleh jumlah volume ekspor komoditas kepiting Indonesia yang terus berfluktuasi bahkan cenderung turun. Berdasarkan data United Nations Commodity Trade, ekspor komoditas kepiting Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun dari tahun 2001 hingga 2010 terus mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 dan 2009 volume ekspor kepiting mengalami penurunan yang cukup drastis secara berturut-turut menjadi dan ton dari sebesar ton pada tahun Di sisi lain, negara pesaing utama Indonesia seperti RRC dan Filipina justru mencatatkan peningkatan pada ekspor kepiting segarnya. Bahkan Filipina mengalami kenaikan volume ekspor pada tahun 2009 menjadi sebesar ton dari tahun 2008 yang hanya sebesar ton. Mengingat sumberdaya perikanan di kedua negara tersebut yang hampir serupa dengan Indonesia, maka keberhasilan di pasar ekspor kepiting segar tersebut akan banyak ditentukan oleh efisiensi perdagangannya. Dengan ketersediaan sumberdaya yang melimpah serta belum optimalnya pemanfaatan potensi pasar ekspor kepiting Indonesia maka diperlukan adanya suatu upaya agar ekspor komoditas kepiting Indonesia kembali meningkat seiring dengan usaha pemulihan ekonomi global. Beberapa jenis kepiting Indonesia seperti kepiting bakau dan rajungan memang telah berhasil dipasarkan ke luar negeri, akan tetapi aliran perdagangan (permintaan ekspor) dari komoditas tersebut memiliki kecenderungan yang berfluktuasi. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya fluktuasi tersebut baik dari faktor internal maupun eksternal. Dalam permasalahan kali ini faktor-faktor yang diperkirakan menjadi penyebab berfluktuasinya volume ekspor kepiting Indonesia antara lain Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia, GDP negara tujuan ekspor, nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap rupiah, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor. Agar dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor kepiting Indonesia secara optimal serta mengantisipasi permintaan ekspor yang terus berfluktuasi, maka

22 diperlukan adanya suatu analisis dan kajian mengenai aliran perdagangan ekspor kepiting dari negara Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor yang tentu memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Melalui kajian ini, kita juga akan melihat nilai potensial perdagangan dengan negara-negara yang selama ini menjadi importir komoditas kepiting Indonesia yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan strategi perdagangan yang lebih efisien. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan kepiting Indonesia dan faktor apa yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume ekspor ke negara-negara tujuan? 2. Bagaimana nilai potensial perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia di masing-masing negara tujuan? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kepiting Indonesia dan faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume ekspor ke negara tujuan utama. 2. Mengetahui nilai potensial perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia di masing-masing negara tujuan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi instansi pengambil keputusan terutama pemerintah dan eksportir kepiting, dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ekspor kepiting Indonesia. 2. Bagi pembaca yaitu sebagai sumber informasi dan perbandingan serta masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis yaitu meningkatkan kemampuan menganalisis suatu permasalahan dengan mengimplementasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah.

23 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia. Jenis kepiting yang dianalisis adalah kepiting segar dengan kode HS tahun 2007 (Harmonized System) Dalam penelitian ini digunakan lima variabel bebas, yaitu GDP Indonesia, GDP negara tujuan ekspor, jarak antara negara tujuan dengan Indonesia, kurs mata uang negara tujuan ekspor terhadap rupiah, dan harga kepiting Indonesia di negara tujuan. Gravity model yang disusun merupakan hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi panel data dari tahun pada tujuh negara tujuan ekspor terbesar kepiting Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, RRC, Jepang, Belanda, dan Korea.

24 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empiris Mengenai Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia Beberapa penelitian mengenai ekspor kepiting sebelumnya sudah pernah dilaksanakan, salah satunya oleh Meistika (2009) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia di pasar internasional. Penelitian tersebut menggunakan teknik Principal Component Regression (PCR) sebagai alat analisisnya. Teknik PCR dipilih karena teknik tersebut mampu menghilangkan multikolinearitas yang terjadi antara variabel-variabel bebas yang digunakan. Variabel-variabel bebas yang digunakan pada penelitian tersebut adalah produksi kepiting Indonesia, nilai tukar (Rupiah/US$), harga ekspor kepiting Indonesia, GDP perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor kepiting Kanada, dan dummy krisis ekonomi. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia dan mampu menjelaskan sebesar 84,8% keragaman pada model tersebut. Lebih jauh lagi, penelitian tersebut juga menunjukkan tingkt keelastisitasan permintaan ekspor kepiting Indonesia terhadap variabel-variabel tersebut. Dalam hal elastisitas permintaannya, ekspor kepiting Indonesia hanya elastis terhadap perubahan (meningkat atau menurun) dua variabel bebas saja yakni GDP perkapita dan jumlah penduduk Amerika Serikat. Permintaan ekspor kepiting Indonesia cenderung tidak terlalu responsif (inelastis) terhadap perubahan pada variabel bebas lainnya yang terdapat di dalam model tersebut. Lubis dan Rahmawati (2010) melakukan studi mengenai dampak China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) terhadap perdagangan di sektor perikanan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari masa Early Harvest Program (2006) hingga tahun 2010 tidak terjadi adanya perubahan yang berarti pada struktur perdagangan perikanan antara Indonesia dengan RRC, namun terjadi penurunan daya saing komoditas perikanan Indonesia terhadap produk dari RRC. Hal tersebut diakibatkan oleh lebih siapnya RRC dalam menyongsong perdagangan bebas dengan meningkatkan kualitas dan efisiensi

25 produksinya melalui perbaikan infrastruktur, teknologi produksi, serta efisiensi tenaga kerja yang tinggi. 2.2 Kajian Empiris Mengenai Aliran Perdagangan Hasil dari beberapa studi empiris mengenai aliran perdagangan menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aliran perdagangan suatu komoditi. Studi-studi empiris tersebut juga menunjukkan bahwa setiap komoditi memiliki faktor-faktor yang berbeda dalam mempengaruhi aliran perdagangan suatu negara. Studi empiris terdahulu menunjukkan bahwa Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara berpengaruh positif terhadap ekspor (Setyo (2009) dan Kartikasari (2008)). GDP menggambarkan keadaan perekonomian suatu negara. GDP merupakan ukuran ekonomi suatu negara yang menggambarkan kemampuan suatu negara di dalam memproduksi suatu barang atau jasa pada periode ekonomi tertentu. Selain itu GDP juga menggambarkan jumlah pendapatan masyarakat suatu negara yang secara tidak langsung mencerminkan kemampuan daya beli masyarakat di negara tersebut terhadap suatu barang konsumsi. Apabila suatu negara memiliki tingkat GDP yang tinggi, maka negara tersebut akan memiliki kemampuan yang semakin besar dalam menyerap barang-barang yang diperdagangkan di pasar Internasional. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya GDP suatu negara akan meningkatkan volume ekspor ke negara tersebut. Populasi negara tujuan ekspor berpengaruh positif dan nyata terhadap besarnya ekspor dan Kartikasari (2008)). Semakin besar populasi negara tujuan maka akan menyebabkan besarnya permintaan domestik akan suatu produk di negara tujuan, dengan demikian apabila kebutuhan dalam negeri tidak terpenuhi maka negara tersebut harus mengimpor kekurangan permintaan domestiknya dari negara lain yang menjadi mitra dagangnya. Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk suatu negara diharapkan dapat meningkatkan permintaan komoditi ekspor, maka jumlah komoditi yang diperdagangkan di antara dua atau beberapa negara semakin besar. Sedangkan menurut hasil studi Setyo (2009), bertambahnya populasi negara tujuan berpengaruh

26 positif namun tidak signifikan terhadap permintaan ekspor. Hal tersebut disebabkan oleh sifat komoditas manggis yang memiliki banyak produk substitusi dan tidak dikonsumsi oleh hampir seluruh individu suatu populasi layaknya panganan pokok. Harga komoditi di negara tujuan berpengaruh negatif dan nyata terhadap besarnya ekspor (Hadianto (2010) dan Kartikasari (2008)). Semakin tingginya harga komoditi di negara tujuan akan menurunkan besarnya ekspor komoditi ke negara tujuan. Kenaikan harga komoditi pengekspor di negara tujuan merupakan kenaikan harga impor bagi negara tujuan. Hal ini dapat mengakibabtkan berkurangnya konsumsi dari negara importir akan komoditas tersebut. Meningkatnya harga komoditas di Negara tujuan juga dapat mengakibatkan beralihnya permintaan negara pengimpor kepada negara lain yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau kepada produsen lain yang memiliki harga ekspor sama namun dengan kualitas yang lebih baik. Jarak suatu negara terhadap negara tujuan ekspor berpengaruh negatif dan nyata terhadap besarnya ekspor (Setyo (2009) dan Hadianto (2010)). Semakin besar jarak antar kedua negara maka akan mengurangi besarnya volume ekspor ke Negara tujuan. Pengaruh jarak pada volume ekspor perdagangan digambarkan oleh besar kecilnya biaya transportasi. Semakin jauh jarak antar negara, maka semakin besar pula biaya transportasi yang harus dikeluarkan sehingga volume ekspor produk menjadi semakin rendah. Nilai tukar mata uang negara terhadap negara tujuan berpengaruh positif terhadap besarnya ekspor (Kartikasari (2008)). Terdepresiasinya mata uang negara pengekspor akan mengakibatkan terapresiasinya mata uang negara tujuan. Akibatnya, harga ekspor di pasar internasional menjadi relatif lebih murah sehingga negara tujuan akan lebih banyak melakukan impor. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari temuan studi-studi yang telah dilakukan, aliran perdagangan komoditi antara dua negara atau lebih dapat digambarkan oleh gravity model. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya ekspor suatu komoditi ke negara-negara tujuan

27 ekspor. Lingkup penelitian kali ini akan difokuskan pada komoditas kepiting pada sembilan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap aliran perdagangan ekspor suatu komoditi secara umum adalah Gross Domestic Product (GDP) negara asal ekspor, Gross Domestic Product (GDP) negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, harga komoditi Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap mata uang negara pengekspor. Pengolahan kuantitatif untuk data panel dengan menggunakan analisis regresi panel data dengan menggunakan gravity model dengan persamaan kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). 2.3 Kajian Empiris Mengenai Gravity Model Gravity model merupakan model yang menjelaskan hubungan antara jumlah volume produk yang diperdagangkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Gravity model sering digunakan dalam berbagai penelitian tentang analisis aliran perdagangan karena relatif sederhana dan mampu menyajikan analisis perdagangan yang lebih empiris. Penelitian dengan menggunakan model regresi berganda dengan metode gravity model dilakukan oleh Yuliandar (2011) yang meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh hitam Indonesia. Data yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan data cross section dan data time series. Variabel-variabel bebas yang digunakan adalah GDP Indonesia, GDP negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan ekspor, harga komoditas di negara tujuan ekspor, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabelvariabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Dengan kata lain, semua variabel bebas dapat menjelaskan variasi perubahan volume ekspor teh hitam Indonesia ke negara-negara tujuan. Variabel bebas yang berpengaruh positif terhadap ekspor teh hitam Indonesia adalah GDP negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap

28 rupiah. Variabel yang memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor teh hitam Indonesia adalah GDP Indonesia, harga teh hitam Indonesia di negara tujuan, dan jarak Indonesia dengan negara tujuan. GDP negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan, harga teh hitam Indonesia di negara tujuan, jarak Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah signifikan dengan pengujian statistik-t pada taraf nyata satu persen. 2.4 Kajian Empiris Mengenai Nilai Potensial Perdagangan Nilai potensial perdagangan merupakan rasio antara nilai perdagangan aktual dengan nilai prediksi perdagangannya. Yuniarti (2008) dalam penelitiannya tentang potensi perdagangan Indonesia menyatakan bahwa nilai potensial perdagangan berguna untuk menganalisis tujuan perdagangan di masa yang akan datang. Penelitian yang menggunakan gravity model dengan teknik OLS tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh adalah pendapatan total, jarak, kesamaan ukuran perekonomian, dummy keanggotaan APEC, dummy koloni mitra dagang. Sedangkan populasi, dummy perbedaan faktor endowment, keanggotaan dalam AFTA, dummy bahasa, dan dummy batas negara tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral dengan Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa negaranegara seperti Kongo, Uzbekistan, dan Turkmenistan memiliki potensi terbesar dari 32 negara yang diteliti dengan potensi perdagangan lebih dari dua puluh kali perdagangan aktualnya. Selain itu, dari 11 negara mitra dagang utama, hanya Jepang dan RRC yang masih menunjukkan kemungkinan penambahan perdagangan karena nilai potensial perdagangannya yang masih kurang dari satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi kejenuhan pasar akibat kelebihan perdagangan (overtrade) pada negara-negara mitra dagang utama dan perlu adanya pengalihan ataupun ekspansi ke negara-negara lain yang masih kekurangan perdagangan (undertrade).

29 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditas antar negara. Menurut Lindert dan Kindleberger (1995) perdagangaan internasional terjadi karena adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang terjadi merupakan hasil interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang dapat dihasilkan secara lebih efisien dan mengimpor komoditas yang lebih mahal dalam penggunaan sumber daya. Lahirnya teori perdagangan internasional dimulai dengan munculnya tulisantulisan mengenai perdagangan internasional di beberapa negara seperti Inggris, Perancis, Spanyol, Portugal, dan Belanda. Pada abad ke-17 hingga abad ke-18, sekelompok orang (para pedagang, bankir, pegawai pemerintah, bahkan fislsuf) telah menulis esai dan pamflet yang kemudian menjadi dasar dari doktrin merkantilisme. Secara singkat, paham ini berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan menghasilkan surplus ekspor sebesarbesarnya (melakukan sebanyak mungkin ekspor dan melakukan impor sesedikit mungkin). Namun, karena setiap negara tidak secara simultan mampu menghasilkan surplus ekspor, maka keuntungan perdagangan bagi penganut paham merkantilisme hanya dapat diperoleh dengan mengorbankan negara lain (zero sum game). Pada akhir abad ke-18, pandangan tersebut digantikan oleh beberapa teori-teori yang cenderung mendukung perdagangan bebas seperti teori Adam Smith tentang (Keunggulan Absolut), David Ricardo (Keunggulan Komparatif) dan Haberler (Biaya Oportunitas) yang menyatakan bahwa kepentingan suatu bangsa dan kepentingan dunia akan lebih baik bila dilayani apabila setiap individu dibiarkan melakukan perdagangan seperti yang mereka inginkan. (Salvatore, 1997).

30 Teori Adam Smith tentang keunggulan absolut merupakan suatu teori yang mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value). Kelebihan dari asumsi teori keunggulan absolut ini adalah terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda akan menyebabkan terjadinya interaksi ekspor dan impor yang akan meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan. Pada tahun 1817, David Ricardo memperkenalkan teori keunggulan komparatif (comparative advantage) yang hingga kini merupakan salah satu teori yang paling penting dalam hukum perdagangan internasional dan merupakan hukum ekonomi yang belum mendapat tantangan dari berbagai aplikasi dan prakteknya. Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi selama harga komparatif di kedua negara berbeda walaupun salah satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut. Ricardo berpendapat bahwa setiap negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi-komoditi lainnya yang tidak memiliki keunggulan tersebut. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional tetap dapat saling menguntungkan meskipun salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan yang lainnya relatif berbeda.

31 Teori keunggulan komparatif milik David Ricardo yang berdasarkan pada teori nilai tenaga kerja kemudian disempurnakan oleh Habeler dengan teori biaya oportunitas. Teori nilai tenaga kerja ini dinilai terlalu menyederhanakan sebab teori ini beranggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen dan merupakan satusatunya faktor produksi. Padahal dalam kenyataannya, tenaga kerja sifatnya tidak homogen, faktor produksi juga tidak hanya satu, serta mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Teori biaya oportunitas oleh Habeler tidak mengasumsikan bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi dan homogen. Keunggulan komparatif pada teori ini diterangkan dengan jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi tambahan satu unit komoditi pertama. Teori selanjutnya adalah teori modern Heckscher-Ohlin atau teori H-O. Teori ini menyatakan bahwa Faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan internasional pada dasarnya adalah manfaat yang diperoleh karena perbedaan biaya produksi. Perbedaan ini terjadi karena adanya endowment faktor (faktor bawaan alam) sehingga mendorong masing-masing negara menjadi spesialis dari proporsi penggunaan faktor-faktor produksi dari hadiah alam tersebut. Heckser-Ohlin dalam teori yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan internasional menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut (Salvatore, 1997) Analisis Keseimbangan Parsial Analisis keseimbangan parsial adalah analisis yang menggunakan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk satu komoditas tertentu sedangkan analisis keseimbangan umum merupakan analisis yang melibatkan dua atau lebih komoditas dan menggunakan kurva tawar-menawar (offer curves) untuk analisis dua komoditas.

32 Gambar 1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore (1997) Gambar 1 menunjukkan proses terjadinya keseimbangan dalam perdagangan internasional. Pada kondisi autarki (tidak ada pengaruh dari negara lain), kurva 1 menunjukkan keseimbangan negara I berada di titik A dengan harga keseimbangan tersebut sebesar P1 dan pada kurva negara II, titik keseimbangan terjadi di titik A dengan tingkat harga P3. kondisi ini terjadi dengan asumsi bahwa harga domestik di negara I lebih rendah dibanding dengan harga di negara II (PA < PA ). Pada kondisi harga di atas PA, di negara I mengalami peningkatan penawaran dan berada di atas tingkat permintaan negara tersebut, sehingga menyebabkan kelebihan penawaran suatu komoditas (excess supply) di negara I. Sementara, bila harga berada di bawah PA maka negara II akan mengalami kenaikan tingkat permintaan karena konsumen akan meminta lebih banyak pada tingkat harga yang relatif lebih rendah. Hal tersebut mengakibatkan permintaan melebihi tingkat penawaran (excess demand) di negara II Gravity Model Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perdagangan antara dua negara. Model yang dibentuk berdasarkan kinerja hukum gravitasi Newton ini diaplikasikan untuk menganalisis terjadinya aliran perdagangan antar negara. Selain aplikasi dalam aliran perdagangan, model ini juga diaplikasikan dalam ilmu sosial lainnya seperti transportasi dan perpindahan penduduk antar kota bahkan benua. Model ini telah sukses secara

33 empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar negara. Menurut model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masingmasing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antar negara (Bergstrand, 1985). Pertama kali gravity model digunakan dalam analisis perdagangan internasioanal oleh Tinbergen (1962) dan Ponyohen (1963) untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) menerapkan persamaan gravitasi dari perkembangan model perdagangan dunia. Tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat, gravity model juga diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas. Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk dasarnya, menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya seperti Produk Domestik Bruto (GDP). Sesuai dengan perumusan Newton terhadap model gravitasi fisika yaitu interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing. Dengan F adalah volume ekspor, M adalah ukuran ekonomi untuk kedua negara, D adalah jarak antara kedua negara, dan G adalah konstanta. Dengan menggunakan logaritma, persamaan di atas diubah ke dalam bentuk linier untuk analisis ekonometrik menjadi: Log (Aliran perdagangan bilateral) = a + ß1 Log (GDP negara 1) + ß2 Log (GDP negara 2) + ß3 Log (Jarak) + e (Konstanta G menjadi bagian dari a) Secara umum persamaan gravity model adalah sebagai berikut: Log Xij = ß0 + ß1 log Yi + ß2 log Yj + ß3 log Dij + eij Keterangan :

34 Xij Yi Yj Dij eij β0 = Volume komoditi yang diperdagangkan dari negara i ke negara j = GDP/PDB negara i = GDP/PDB negara j = Jarak antara negara i dengan negara j = Random error = Konstanta (intersep) β0 = Parameter yang diduga, n = 1, 2,..., 5 Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka variabel yang akan digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan ekspor adalah GDP (per kapita) negara asal ekspor, GDP (per kapita) negara tujuan ekspor yang mewakili pendapatan dan jumlah industri, jarak antar negara Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar negara asal ekspor. Dengan demikian persamaan gravity model aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dinyatakan sebagai berikut : Keterangan : X ij = β0yi β1 Yj β2 Nj β3 Pj β4 Dij β5 ERij β6 εij Xij = Volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan (kg) GDPi = GDP/PDB per kapita negara Indonesia (US$) GDPj = GDP/PDB per kapita negara tujuan ekspor (US$) Pj Dij ERij εij β0 = Harga kepiting Indonesia di negara tujuan (US$/kg) = Jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan (km) = Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar negara asal ekspor (domestik/rp) = Random error = Konstanta (intersep) βn = Parameter yang diduga, n = 1, 2,..., 6

35 Pada penerapannya dalam perdagangan antar negara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model untuk aliran perdagangan bilateral yaitu: 1. Variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor (Yi dan Yj) 2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor (Xij). 3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan (Dij dan Pj). Berdasarkan hasil studi tinjauan terdahulu dari beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, maka variabel-variabel yang akan digunakan dalam gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia adalah Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita Indonesia, Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita negara tujuan, harga komoditas kepiting di negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar rupiah. A. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu negara. GDP menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa (Mankiw, 2003). Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. GDP per kapita merupakan nilai total GDP yang telah dibagi dengan jumlah penduduk. Nilai GDP per kapita umumnya digunakan untuk menilai penghasilan dan daya beli rata-rata dari penduduk di negara tersebut. GDP per kapita suatu negara juga mengindikasikan kapasitas rata-rata penduduk untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Oleh sebab itu, GDP per kapita negara produsen dan GDP per kapita negara tujuan ekspor akan mempengaruhi volume perdagangan. Bagi negara pengimpor, peningkatan GDP dapat dilihat sebagai peningkatan daya beli rata-rata masyarakatnya. Semakin besar daya beli tentunya akan meningkatkan jumlah permintaan di negara tersebut yang akan mendorongnya untuk melakukan impor.

36 Sedangkan bagi negara pengekspor, peningkatan GDP per kapita di negara tersebut justru akan mengurangi volume ekspornya. Seperti yang kita ketahui sebekumnya, semakin meningkatnya GDP per kapita di suatu negara mengindikasikan adanya kenaikan daya beli masyarakatnya dan berimplikasi pada meningkatnya permintaan di negara tersebut sehingga mengurangi volume komoditas yang akan diekspor. B. Harga Komoditas Harga komoditas merupakan salah satu faktor penentu bagi sebuah negara sebelum melakukan perdagangan. Harga merupakan refleksi dari keunggulan komparatif yang dimiliki oleh kedua negara dan menjadi dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Semakin besar selisih antara harga di pasar domestik dengan harga di pasar internasional akan mendorong negara pengekspor untuk melakukan ekspor. Sebaliknya bagi negara pengimpor, harga komoditas memiliki korelasi negatif dengan jumlah komoditas yang akan diimpor olehnya. Semakin tinggi harga suatu komoditas maka akan semakin sedikit pula permintaan komoditasnya dan sebaliknya, semakin rendah harga suatu komoditas maka akan semakin banyak pula komoditas yang akan diminta. C. Jarak antara Indonesia dengan Negara Tujuan Variabel jarak merupakan salah satu variabel utama di dalam analisis aliran perdagangan gravity model yang merupakan variabel asli dari persamaan gravitasi Newton. Variabel jarak merupakan indikasi adanya biaya transportasi di dalam melakukan suatu perdagangan. Jarak dari titik produksi ke titik konsumsi atau dari negara pengekspor ke negara pengimpor cenderung sama atau konstan dari waktu ke waktu, namun yang membedakannya adalah biaya transportasi. Oleh sebab itu, dalam penelitian kali ini, variabel jarak sebagai proksi dari biaya transportasi merupakan hasil dari pengalian jumlah jarak dengan harga minyak dunia pada tahun tersebut. Hal ini bertujuan agar variabel jarak menjadi dinamis terhadap perubahan waktu. Adanya biaya transportasi akan dibebankan langsung kepada produk yang diperdagangkan

37 melalui kenaikan ataupun peningkatan harga pada negara importir. Semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan maka akan berdampak pada penurunan dalam produksi yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan volume perdagangan. D. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan terhadap Rupiah Nilai tukar perdagangan suatu negara merupakan rasio antara harga komoditi ekspor suatu negara terhadap harga komoditi impornya. Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah harga dimana kedua negara saling melakukan perdagangan. Kondisi penawaran dan permintaan pada keseimbangan parsial aliran perdagangan juga turut mempengaruhi nilai tukar perdagangan dan volume perdagangan. Ketika permintaan dan penawaran pada keseimbangan parsial mengalami perubahan maka kurva keseimbangan parsial akan mengalami pergeseran dan pergeseran kurva tersebut dapat merubah nilai tukar dan volume perdagangan negara bersangkutan. Nilai tukar perdagangan mengacu pada nilai tukar perdagangan komoditi (commodity term of trade). Peningkatan ataupun perbaikan nilai tukar perdagangan yang dilakukan oleh negara bersangkutan akan menguntungkan bagi negara itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh harga yang diperoleh dari harga ekspornya akan lebih tinggi dan meningkat secara relatif terhadap harga barang ataupun komoditi yang harus dibayarkan untuk mendapatkan produk atau komoditi impor. Nilai tukar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan internasional. Tinggi rendahnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain akan mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara. Dari sisi permintaan, kondisi dimana terapresiasinya mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap mata uang negara asal ekspor mengakibatkan harga suatu komoditi di luar negeri atau di pasar internasional relatif lebih murah dibandingkan harga komoditi domestik yang relatif lebih mahal. Sehingga hal ini membawa implikasi terdorongnya penduduk domestik untuk membeli produk impor. Tentunya hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara tujuan ekspor. Sementara untuk sisi penawaran, kondisi dimana terdepresiasinya mata uang domestik negara pengekspor, dalam hal ini Indonesia yaitu rupiah terhadap mata uang negara importir akan menyebabkan harga komoditi di pasar internasional

38 menjadi lebih murah dan mendorong terjadinya peningkatan jumlah penawaran ekspor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan nilai tukar (depresiasi) menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor sedangkan kenaikan nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan penurunan ekspor Model Regresi Panel Data Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series, jumlah pengamatan yang diamati menjadi banyak sehingga model yang menggunakan data ini menjadi lebih kompleks (parameternya banyak). Oleh karena itu diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatasi model yang menggunakan data panel (Nachrowi dan Usman, 2006). 1) Model Pooled Least Square Menurut Nachrowi dan Usman (2006), teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model dengan data panel adalah Pooled Least Square. Model ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Model pooled didapatkan dengan cara mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan time series yang akan diduga dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Misalkan terdapat persamaan seperti di bawah ini : Yit = α + βxit + εit Dimana : Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas α = intersep β = slope i = individu ke-i t = periode waktu ke-t ε = error 2) Model Efek Tetap (Fixed Effect)

39 Asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam pendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect). Model fixed effect adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) yaitu: Yit = αi + βjxit + εit Dimana : Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i βj = parameter untuk variabel ke-j i = individu ke-i t = periode waktu ke-t ε = error 3) Model Efek Acak (Random Effect) Pada model efek tetap perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan pada intercept. Lain halnya dengan model efek acak, perbedaan tersebut dicerminkan dengan error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mempunyai kemungkinan berkorelasi sepanjang time series dan cross section. Bentuk model efek acak ini yaitu : Yit = α1t + αi + βjxjit + εit Dimana : Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

40 α1t βj i t ε = α1 + εit, dengan nilai intersep yang akan beredar antar individu cross section i akibat random error (εit) antar individu tersebut = parameter untuk variabel ke-j = individu ke-i = periode waktu ke-t = error Nilai Potensial Perdagangan Pada dasarnya setiap negara tujuan ekspor memiliki kemampuan menyerap produk yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran pasar di masing-masing negara tersebut. Nilai potensial perdagangan (PP) merupakan nilai yang menggambarkan kecenderungan bilateral suatu negara dalam melakukan perdagangan suatu komoditas dengan negara mitra dagangnya. Penghitungan nilai potensial perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut: PP Dimana : PP : Nilai Potensial Perdagangan A : Nilai Aktual Perdagangan P : Nilai Potensial Perdagangan Apabila nilai potensial perdagangan yang diperoleh lebih besar daripada 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antara negara pengimpor dan pengekspor tersebut telah melebihi potensi pasarnya (over trade). Terjadinya Over trade menandakan bahwa pasar di negara tersebut telah jenuh dan akan mengakibatkan kecenderungan negara pengimpor untuk mengurangi volume perdagangan dengan negara pengekspor tersebut. Sebaliknya apabila nilai potensial perdagangannya kurang dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar negara pengimpor dan pengekspor tersebut masih kurang dari potensi pasarnya (under trade) dan negara pengimpor akan cenderung untuk menambah volume perdagangannya dengan negara mitra dagangnya tersebut.

41 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kepiting merupakan salah satu komoditas yang berpotensi menjadi komoditas unggulan nasional sektor perikanan selain udang dan tuna di pasar ekspor. Potensi Indonesia sebagai salah satu negara produsen kepiting terbesar serta terus meningkatnya konsumsi per kapita dunia mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan produksi komoditas ini. Total produksi kepiting nasional yang berasal dari hasil tangkap dan budidaya juga terus menunjukkan peningkatan. Namun perkembangan volume dan nilai ekspor kepiting Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ditimbulkan oleh negara Indonesia sebagai pengekspor maupun oleh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia. Negara-negara tujuan ekspor kepiting Indonesia pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini dapat dilihat dari faktor ekonomi dan faktor non ekonominya. Faktor ekonomi terdiri dari GDP per kapita negara tujuan GDP merupakan ukuran ekonomi suatu negara. Hal ini dapat terlihat baik dari negara pengekspor maupun pengimpor. Perubahan pada pendapatan masyarakat akan berpengaruh pada permintaan suatu komoditi. Jika GDP naik, maka permintaan terhadap suatu komoditi akan bertambah (Lipsey et al. 1995). Faktor non ekonomi diwakili oleh jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan. Jarak sebagai suatu variabel aliran perdagangan bilateral, bertindak sebagai suatu wakil untuk biaya transportasi. Jarak antar negara yang semakin jauh akan meningkatkan biaya-biaya transportasi dan mengurangi volume perdagangan. Variabel jarak adalah suatu faktor perlawanan perdagangan yang menghadirkan penghalang perdagangan seperti biaya pengangkutan dan waktu. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting yang merupakan cerminan dari biaya transportasi. Untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia, maka perlu dilakukan analisis terhadap variabel yang diduga mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia. Pendugaan dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi data panel (cross section dan time series) yang

42 menyertakan faktor gravity dalam bentuk persamaan logritma natural. Hasil estimasi yang dipilih adalah persamaan regresi yang memiliki R 2 tertinggi dan memenuhi pengujian asumsi model dan uji hipotesis. Penelitian ini juga akan menilai potensi perdagangan kepiting Indonesia di negara-negara tujuan ekspornya. Hal tersebut dapat diketahui dengan menghitung nilai potensial perdagangan komoditas kepiting antara Indonesia dengan negaranegara tujuan ekspornya. Nilai potensial perdagangan diperoleh dari rasio antara nilai potensial dengan nilai aktual perdagangan yang merupakan hasil dari pengolahan data dengan gravity model yang sebelumnya telah dilakukan. Secara umum, penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi ekspor kepiting ke berbagai negara tujuan ekspor serta potensi perdagangan kepiting Indonesia dengan negara tujuan ekspornya. hasil pengamatan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan volume dan pangsa pasar kepiting Indonesia. Bagan kerangka pemikiran operasional aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Dalam penelitian ini digunakan tujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia sebagai pembentuk model regresi dengan data cross section pada tahun yang selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia ke tujuh negara tujuan utama yaitu Singapura, Malaysia, RRC, Amerika Serikat, Belanda, Jepang dan Korea Selatan. Ketujuh negara tersebut dipilih karena volume ekspor ke negara-negara tersebut merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 2001 hingga Hasil yang diperoleh melalui analisis kuantitatif tersebut diharapkan dapat digunakan untuk menganalisis potensi ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuannya.

43 Indonesia sebagai salah satu produsen utama komoditas kepiting Peluang pertumbuhan pasar ekspor dengan adanya peningkatan pada jumlah produksi domestik dan konsumsi kepiting dunia produksi Fluktuasi volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia : 1. GDP per kapita Indonesia 2. GDP per kapita negara tujuan ekspor 3. Harga kepiting Indonesia di negara tujuan 4. Jarak Indonesia ke negara tujuan 5. Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah Gravity Model Nilai aktual perdagangan dari estimasi gravity model Nilai prediksi perdagangan dari estimasi gravity model Nilai potensi perdagangan kepiting antara Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor

44 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

45 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan masalah, pengumpulan data pada berbagai instansi terkait, pemrosesan data, analisis data, interpretasi data, dan penarikan kesimpulan. Kegiatan pengumpulan data dilakukan di BPS pusat dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berlokasi di Jakarta. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama empat bulan yaitu dimulai dari November 2011 sampai dengan Februari Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dengan ruang lingkup nasional dan internasional. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data panel, yaitu data gabungan antara data deret waktu (time series) dan data satu waktu (cross section). Data deret waktu meliputi data time series selama sepuluh tahun ( ). Data satu waktu atau data cross section adalah pengamatan yang dilakukan pada satu titik waktu atau periode waktu yang sama. Pengamatan data untuk data cross section dilakukan pada tujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Jepang, RRC, Belanda, dan Korea Selatan. Baik data time series ataupun data cross section yang diambil meliputi variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu, variabel GDP per capita Indonesia, GDP per capita negara tujuan, jumlah penduduk negara tujuan, jarak Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting Indonesia di negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah. 4.2 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan merupakan data ekspor kepiting segar atau unfrozen crabs dengan kode Harmonized System tahun 2007 (HS2007) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pooled (panel) lima variabel bebas dari tujuh negara pengimpor kepiting Indonesia sepanjang tahun 2001 hingga tahun Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Biro Pusat Statistik

46 (BPS) Pusat serta melalui penelusuran internet (Uncomtrade, Indexmundi, Oanda, dan Searates). Adapun data-data yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia tercantum dalam Tabel 7. Tabel 7. Jenis, Simbol, dan Sumber Data Penelitian Variabel Satuan Simbol Sumber Volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan Gross Domestic Product (GDP) per kapita Indonesia Gross Domestic Product (GDP) per kapita negara tujuan Kg Xij BPS, Uncomtrade US$ Yi Indexmundi US$ Yj Indexmundi Harga ekspor kepiting Indonesia US$/kg Pj BPS, Uncomtrade Jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor (Biaya Transportasi) Nilai tukar (exchange rate) US$ Dij Searates Domestic Currency/Rp Erij Oanda 4.3 Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum agribisnis kepiting Indonesia serta menginterpretasikan hasil output pada pengolahan kuantitatif, sehingga diketahui maksud dan hasil dari pengolahan data secara kuantitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi data panel dengan menggunakan gravity model dengan persamaan tunggal digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia. Selanjutnya nilai potensial perdagangan dapat diperoleh dengan membagi nilai aktual perdagangan dengan nilai potensial yang diperoleh dari hasil pengolahan data panel untuk mengetahui potensi perdagangan yang berlangsung antara Indonesia dengan negara mitra dagangnya. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program Eviews 7, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data. Pemilihan alat pengolahan dilakukan atas dasar kemudahan dan kemampuannya

47 dalam mengolah data. Karena mengkombinasikan data cross section dan time series maka panel data memiliki beberapa keunggulan, antara lain (Gujarati, 2004) : 1) Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni. 2) Mampu mengontrol heterogenitas individu. 3) Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien. 4) Data panel lebih baik digunakan untuk studi dynamics of adjustment karena terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang. 5) Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks. 4.4 Perumusan Model Perumusan model merupakan langkah pertama dan yang paling penting harus dilakukan dalam mempelajari hubungan antara variabel-variabel. Model digunakan untuk memilih hubungan variabel-variabel dalam bentuk matematika dimana suatu perumusan ekonomi dipenuhi secara empirik. Aliran perdagangan komoditi pada penelitian ini dijelaskan dengan menggunakan gravity model. Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis ekspor kepiting Indonesia adalah GDP per capita Indonesia, GDP per capita negara tujuan ekspor, harga kepiting Indonesia di negara tujuan ekspor, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah. Analisis yang digunakan adalah regresi panel data dengan model logaritma natural. Transformasi model dalam bentuk log dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi yang memampatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi perbedaan dua kali lipat (Gujarati 1997). Dugaan persamaan aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana : L n X ijt = β 0 + β 1 lny it +β 2 lny jt + β 3 lnp ijt + β 4 lnd ijt + β 5 lner ijt + ε ijt

48 X ijt Y it Y jt P ijt D ijt ER ijt ε ijt β 0 = Volume ekspor komoditas ke negara tujuan (ton) = GDP per capita Indonesia (milyar US$) = GDP per capita negara tujuan ekspor (milyar US$) = Harga komoditas di negara tujuan ekspor (US$/kg) = Jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor (Km) = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah (domestik/rp) = random error = konstanta (intercept) β n = parameter yang diduga (n = 1,2,...,6) 4.5. Pengujian Kesesuaian Model Pada analisis model dengan menggunakan data panel, dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square), Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect), dan Pendekatan Efek Acak (Random Effect). Agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara berbagai pilihan model maka kita perlu menganalisis dugaan model yang kita gunakan berdasarkan pertimbangan statistik. Terdapat tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling baik untuk kita pilih, diantaranya : Chow test Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistik merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu : H 0 : Model Pooled OLS H 1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan Fstatistik seperti yang dirumuskan : CHOW

49 Dimana : RRSS : Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URRS : Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed) N T K : Jumlah data Cross Section : Jumlah data Time Series : Jumlah variabel penjelas Dimana pengujian ini menggunakan distribusi F statistik yaitu F N-1, NT-N-K. Jika nilai CHOW Statistic (F statistik ) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang digunakan adalah model Fixed Effect, begitu juga sebaliknya jika nilai CHOW Statistic (F statistik ) lebih kecil dari F tabel maka model yang digunakan adalah model Pooled Least Square Hausman Test Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji ini yaitu : H 0 : Model random effect H 1 : Model fixed effect Nilai statistik hausman akan dibandingkan dengan nilai Chi square sebagai dasar dalam menolak H 0. Jika nilai χ 2 statistik hasil pengujian lebih besar dari χ 2 - tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H 0 sehingga pendekatan yang digunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya LM Test

50 LM test (The Breusch Pagan LM Test) digunakan sebagai dasar pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect dan Pooled Least Square. Hipotesis dari uji ini yaitu : H 0 : Model Pooled effect H 1 : Model Random effects Dasar penolakan H 0 yaitu dengan cara membandingkan antara nilai statistik LM dengan nilai Chi-square. Apabila nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari χ 2 - tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H 0 sehingga model yang akan digunakan adalah random effect dan sebaliknya. Dalam melakukan pengujian estimasi model ada beberapa hal yang perlu diingat agar dalam pemilihan model dapat dilakukan secara cepat, yaitu dengan menguji : a. Random Effect vs Fixed Effect (Hausmann Test) b. Pooled Least Square vs Fixed Effect (Chow Test) Strategi yang dilakukan dalam mengambil keputusan dalam memilih sebuah model yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 1. Jika (b) tidak signifikan maka menggunakan Pooled Least Square. 2. Jika (b signifikan namun (a) tidak signifikan maka menggunakan Random Effect Model. 3. Jika keduanya signifikan maka menggunakan Fixed Effect Model. 4.6 Pengujian Statistik Pengujian statistik berfungsi untuk mengetahui model dalam penelitian yang digunakan apakah sudah cukup baik atau belum dalam menjelaskan keragaman yang

51 terdapat pada suatu permasalahan, terdapat beberapa kriteria pengujian statistik yaitu uji t, uji F, dan koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq adj) Uji t Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak pada suatu taraf tertentu (taraf yang digunakan peneliti). Uji t dilakukan untuk melihat apakah variabel penjelas atau variabel bebas secara individu mempunyai pengaruh yang nyata (signifikan) atau tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel tak bebas yang terdapat pada suatu model. Hipotesis H 0 : β i = 0 H 1 : β i 0 Uji Statistik t hitung = t tabel = tα(n-k) dimana : Sd(β i ) = Standar deviasi parameter untuk β i β i n k = koefisien ke-i yang diduga = jumlah pengamatan = jumlah parameter Kriteria Uji Apabila : t hitung > t tabel, maka tolak H 0 Kesimpulan t hitung < t tabel, maka terima H 0

52 Jika tolak hipotesis H 0 berarti variabel bebas yang diuji pada model tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Sebaliknya apabila terima H 0 berarti variabel bebas yang diuji pada model tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebasnya Uji F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel penjelas secara bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (Nachrowi dan Usman, 2006). Hipotesis H 0 : β 1 = β 2 = β 3 = β 4 = β 5 = 0 H 1 : minimal ada satu slope yang tidak sama dengan nol Uji Statistik Fhitung = dimana : e2 = jumlah kuadrat regresi (1-e2) = jumlah kuadrat sisa n k = jumlah sampel = jumlah parameter Kriteria Uji Apabila : F hitung > F tabel, maka tolak H 0 F hitung < F tabel, maka terima H 0 Kesimpulan Jika tolak hipotesis H 0 berarti terdapat minimal satu slope yang nilainya tidak sama dengan 0. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diuji pada

53 model tersebut secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Sebaliknya apabila terima H 0 berarti seluruh slope bernilai 0 sehingga variabel bebas yang diuji pada model secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel tak bebasnya Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) adalah suatu ukuran yang menunjukkan keragaman pada variabel tak bebas (dependen) yang dapat diterangkan pada variasi model regresi atau menunjukkan besarnya sumbangan dari variabel penjelas terhadap variabel respon, nilai koefisien determinasi berkisar antara nol hingga satu (0<R 2 <1) dimana semakin besar nilai koefisiennya atau mendekati satu maka model yang dibentuk dapat menjelaskan keragaman dari variabel dependen (model semakin baik), begitu pula sebaliknya jika nilai koefisien determinasi rendah atau mendekati nol maka model tersebut kurang dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak bebasnya. Adapun rumus untuk koefisien determinasi (R 2 ) dapat dilihat di bawah ini : R 2 = Dimana : RSS : Jumlah kuadrat regresi (Residual Sum Square) TSS : Jumlah Kuadrat Total (Total Sum Square) Selain itu ada pengukuran R 2 yang lain yaitu R 2 adjusted yang merupakan nilai R 2 yang telah disesuaikan terhadap banyaknya variabel bebas dan banyaknya observasi. Rumus R 2 -adjusted adalah : R 2 -adj =1- Dimana : R 2 -adj : koefisien determinasi yang telah disesuaikan

54 k n : jumlah variabel bebas : jumlah observasi 4.7 Pengujian Asumsi Pengujian asumsi dilakukan agar model yang dihasilkan merupakan model yang efisien, konsisten, serta tidak dilakukan pelanggaran terhadap asumsi-asumsi mendasar seperti normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Jika terjadi pelanggaran terhadap asumsi-asumsi tersebut maka model menjadi tidak valid Uji Normalitas Salah satu pengujian yang dilakukan dalam persamaan regresi untuk menguji apakah nilai-nilai dari Y berdistribusi normal pada tiap nilai dari X adalah uji normalitas. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan metode yang digunakan untuk menguji kenormalan data adalah metode Kolmogorov Smirnov. Hipotesis : H 0 : Sebaran Normal H 1 : Sebaran Tidak Normal Uji Statistik D n = max (F e F 0 ) Dimana : D n = Nilai Kolmogorov Smirnov hitung F e = Frekuensi harapan F 0 = Frekuensi observasi Kriteria uji

55 KS hitung > KS tabel atau P value < 5%, maka tolak H 0 KS hitung < KS tabel atau P value > 5%, maka tolak H Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah hubungan linier antara variabel-variabel bebas (independen) penyusun model dalam persamaan regresi berganda. Beberapa indikasi suatu model persamaan regresi mengandung multikolinieritas dapat dilihat pada hasil estimasi output pada eviews dimana dari nilai R 2 yang didapat tinggi (antara 0,7 dan 1) tetapi dalam output tersebut tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang nyata pada taraf uji tertentu dan tanda koefisien dari regresi dugaan banyak yang tidak sesuai teori. Adapun beberapa cara untuk menghilangkan masalah kolinieritas dalam suatu model, diantaranya : 1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya 2. Mengkombinasikan data cross section dengan data time series 3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi 4. Mentransformasikan data 5. Mendapat tambahan atau data baru Uji Autokorelasi Autokorelasi mencerminkan adanya hubungan yang terjadi antara error masa lalu dengan error saat ini yang dapat menyebabkan parameter menjadi bias sehingga pendugaan parameter menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Berikut merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi. Tabel 8. Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai Durbin Watson Keterangan 4 dl < DW < 4 Tolak H 0, korelasi serial negatif

56 4 du < DW < 4 dl Hasil tidak dapat ditentukan 2 < DW < 4 du Terima H 0, tidak ada korelasi serial du < DW < 2 dl < DW < du Terima H 0 tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < dl Tolak H 0, korelasi serial positif Sumber : Gujarati (2004) Korelasi serial terjadi apabila error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Untuk mendeteksi hal ini yaitu dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan persamaan terbebas dari masalah autokorelasi sehinga asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model persamaan regresi adalah bahwa ragam sisaan (ε t ) sama atau homogen, asumsi ini disebut homoskedastisitas. Sedangkan jika ragam sisaan tidak konstan atau berubah-ubah maka hal tersebut dinamakan heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas dalam hasil olahan data panel dapat dilakukan dengan melihat grafik plot residual. Apabila titik-titik pada grafik tersebut tersebar di atas dan di bawah 0 serta tidak menunjukkan adanya pola tertentu maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut terbebas dari adanya heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat nilai sum square residual nya apabila model menggunakan metode Generalize Least Square dan pembobotan. Apabila nilai sum square residual pada weighted statistic lebih kecil daripada nilai sum square residual pada unweighted statistic nya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat heteroskedastisitas pada model tersebut. 4.8 Nilai Potensial Perdagangan Nilai potensial perdagangan (PP) pada penelitian kali ini merupakan rasio antara nilai aktual perdagangan dengan nilai prediksi dari perdagangan komoditas kepiting antara Indonesia dengan ketujuh mitra dagangnya. Penghitungan nilai potensial perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut: PP

57 Dimana : PP : Nilai Potensial Perdagangan A : Nilai Aktual Perdagangan P : Nilai Prediksi Perdagangan Adapun nilai A dan P pada persamaan di atas diperoleh dari hasil pengolahan gravity model. Pada software eviews 7, nilai A dan P diperoleh dengan melihat actual, fitted, residual table (Lampiran 11). Nilai A merupakan nilai actual per negara pada akhir periode time series (tahun 2010) pada tabel tersebut, sedangkan Nilai P adalah nilai fitted tahun 2010 per negara/cross section pada tabel tersebut. Setelah dimasukkan ke dalam persamaan di atas, maka dapat dilakukan interpretasi sesuai dengan keterangan berikut : PP > 1 PP < 1 telah terjadi kelebihan perdagangan atau over trade dengan negara tersebut masih terdapat kekurangan perdagangan atau under trade dengan negara tersebut Apabila nilai potensial perdagangan yang diperoleh lebih besar daripada 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antara negara pengimpor dan pengekspor tersebut telah melebihi potensi pasarnya (over trade). Terjadinya Over trade menandakan bahwa pasar di negara tersebut telah jenuh dan akan mengakibatkan kecenderungan negara pengimpor untuk mengurangi volume perdagangan dengan negara pengekspor tersebut. Sebaliknya apabila nilai potensial perdagangannya kurang dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar negara pengimpor dan pengekspor tersebut masih kurang dari potensi pasarnya (under trade) dan negara pengimpor akan cenderung untuk menambah volume perdagangannya dengan negara mitra dagangnya tersebut. 4.9 Definisi Operasional 1. Volume permintaan ekspor kepiting Indonesia di negara tujuan ekspor yang menjadi variabel tak bebas dalam model merupakan total permintaan ekspor

58 kepiting Indonesia di negara tujuan ekspor yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg). 2. Gross Domestic Product (GDP) Negara asal ekspor yang digunakan dalam penelitian ini merupakan GDP per kapita dari Negara Indonesia yang dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika (US$). 3. Gross Domestic Product (GDP) Negara tujuan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan GDP per kapita masing-masing negara tujuan ekspor kepiting Indonesia yang dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika (US$). 4. Harga ekspor merupakan harga yang digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Harga ekspor dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika per kilogram (US$/kg). 5. Jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia didefinisikan sebagai jarak antara pelabuhan terbesar di negara Indonesia dengan pelabuhan terbesar di negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam satuan kilometer (Km). Jarak merupakan proksi bagi biaya transportasi. 6. Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar negara tujuan tujuan ekspor terhadap negara asal ekspor yang dinyatakan dalam satuan Importer s Currency/Rupiah.

59 V GAMBARAN UMUM KOMODITAS KEPITING 5.1 Karakteristik Kepiting Berdasarkan taksonomi, kepiting tergolong ke dalam kelas crustacea karena tubuhnya yang dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Hewan berkaki sepuluh dari infraordo Brachyura ini memiliki perut (abdomen) yang sama sekali tersembunyi di bawah dada (thorax). Brachyura sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya mempunyai ekor yang sangat pendek (brachy = pendek, ura = ekor). Brachyura mencakup kepiting, ketam, dan rajungan. Beragam jenis kepiting tersebar di semua samudera dunia. Ada pula beberapa jenis kepiting air tawar dan darat, khususnya di wilayahwilayah tropis. Kepiting beraneka ragam ukurannya dari ketam kacang, yang lebarnya hanya beberapa millimeter hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4 m. 5.2 Kandungan dan Manfaat Kepiting Kepiting mengandung nutrisi yang penting bagi kesehatan tubuh. Daging kepiting rendah kandungan lemak jenuh serta merupakan sumber niacin, folate, pottassium, sumber protein, vitamin B 12, phosphorous, zinc, copper, dan selenium yang sangat baik untuk tubuh. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker, perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri (Kasry, 1996). Fisheries Research and Development Corporation di Australia berpendapat, bahwa dalam 100 gram daging kepiting bakau terkandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58 mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6 (AA) yang sangat penting untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak. Kandungan asam lemak yang lebih besar dimiliki oleh rajungan, yaitu sebesar 137 mg Omega-3 (EPA), 90 mg Omega-3 (DHA), dan 86 mg Omega-6 (AA) untuk setiap 100 gram dagingnya. Selain dagingnya, kulit kepiting juga memiliki nilai komersial. Kulit kepiting umumnya diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat,

60 kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memiliki peran sebagai anti virus, anti bakteri, dan digunakan sebagai obat untuk meringankan serta mengobati luka bakar. Selain itu, bahan tersebut dapat juga digunakan untuk bahan pengawet makanan yang murah dan aman. 5.3 Jenis-Jenis Kepiting Komersial di Indonesia Moosa (1980) menyebutkan bahwa di Indo Pasifik Barat, jenis kepiting dan rajungan diperkirakan ada 234 jenis, sedangkan di Indonesia terdapat sekitar 124 jenis. Tidak semua jenis kepiting dan rajungan merupakan jenis yang dapat dimakan (edible crab) karena ukuran tubuhnya yang tidak cukup besar ataupun menimbulkan keracunan. Di Indonesia, kepiting bakau dan rajungan merupakan jenis kepiting konsumsi yang mendominasi ekspor komoditas kepiting Indonesia. Kepiting banyak terdapat di area pesisir dimana terdapat mangrove dan air payau. Habitat kepiting bakau terdapat di perairan yang memiliki hutan mangrove. Hutan mangrove menjadi habitat berbagai jenis organisme yang memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan ekosistem. Kepiting bakau ditemukan di daerah estuari dan kebanyakan ditangkap di daerah pesisir seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulistiono et al., 1994). Kepiting bakau dapat dibagi dalam 4 golongan (tiga spesies dan satu subspesies) yaitu S. serrata, S. oceanica, S. tranquberica dan S. serrata var. paramamosain. Kepiting bakau hijau (Scylla serrata) dikenal sebagai giant mud crab, karena ukurannya yang dapat mencapai 2-3 kg per ekor. Scylla serrata dapat dibedakan dengan dua jenis lainnya berdasarkan morfologi terutama bentuk duri baik pada carapace maupun pada bagian capitnya serta warna dominan pada tubuhnya. Scylla serrata memiliki duri yang relatif pendek dibanding dua species lainnya. Warna kemerahan hingga oranye terutama pada capit dan kakinya, sedangkan pada jenis lain dominan warna ungu pucat atau kehitaman. Ciri lain yaitu pada Scylla oceanic berwarna kehijauan dan terdapat garis-garis biru coklat hampir pada bagian seluruh tubuhnya kecuali bagian perut. Scylla transquebarica berwarna kehijauan sampai kehitaman dengan sedikit garis-garis berwarna kecoklatan pada kaki

61 renangnya. Secara umum Scylla oceanica, dan Scylla transquebarica memiliki ukuran lebih besar daripada S. serrata untuk umur yang sama. Kepiting jantan dicirikan oleh bagian abdomen yang berbentuk agak lancip menyerupai segitiga sama kaki, sedangkan pada kepiting betina dewasa agak membundar dan melebar. Pada kepiting dewasa, yang jantan memiliki ukuran capit lebih besar dibandingkan dengan betina untuk umur yang sama demikian pula halnya dengan ukuran tubuhnya. Selain kepiting bakau, jenis lain yang memiliki nilai ekspor adalah rajungan atau dikenal dengan nama swimming crab. Kepiting bakau cukup mudah dibedakan dengan famili lainnya, khususnya rajungan. Perbedaan kepiting bakau dengan rajungan (Portunus pelagicus) dapat terlihat cukup dengan melihat warna karapas dan jumlah duri-duri pada karapasnya. Rajungan memiliki warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas rajungan relatif lebih panjang dan lebih runcing dari duri akhir pada kepiting bakau. Rajungan bila tidak berada di lingkungan air laut hanya tahan hidup beberapa jam saja (Kasry, 1996). Jenis rajungan yang umum dimakan (edible crab) ialah jenis-jenis yang termasuk cukup besar yaitu sub famili Portuninae dan Podopthalminae. Jenis-jenis lainnya walaupun dapat dimakan, tetapi berukuran kecil dan tidak memiliki daging yang berarti. Jenisjenis rajungan yang umum terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah Portunus pelagicus. Jenis yang kurang umum tetapi masih sering dijumpai di pasar adalah rajungan bintang (Portunus sanguinolentus), rajungan angin (Podopthalamus vigil), rajungan karang (Charybdis feriatus). Jenis-jenis lainnya yang berukuran cukup besar dan biasa dimakan, tetapi jarang dijumpai dipasar-pasar adalah Charybdis callanassa, Charybdis lucifera, Charybdis natatas, Charybdis tunicata, Thalamita crenata, Thalamita danae, Thalamita puguna, dan Thalamita spimmata. Rajungan jantan memiliki abdomen yang sempit, berbentuk T pada sisi abdomen dan capit berwarna biru. Sedangkan rajungan betina yang belum matang memiliki bentuk abdomen V atau rajungan dewasa memiliki bentuk abdomen U. Pada hewan ini terlihat adanya perbedaan yang mencolok antara jantan dan betina. Jantan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dan capit yang lebih panjang dibandingkan dengan rajungan betina.

62 5.4 Perkembangan Luas Areal Budidaya Tambak Wilayah perairan Indonesia memiliki hutan bakau yang sangat banyak dan tersebar. Keadaan laut Indonesia penuh kekayaan alam menciptakan habitat untuk kepiting bisa bertahan hidup. Produksi kepiting di Indonesia sebagian besar masih berasal dari hasil tangkap laut dan hanya sebagian kecil saja yang dihasilkan dari budidaya tambak. Permintaan kepiting yang terus meningkat setiap tahunnya, menyebabkan sistem produksi yang berbasi pada penangkapan menjadi tidak lagi sustainable. Menurunnya kualitas dan ukuran kepiting hasil tangkap setiap tahunnya menjadi pertanda telah terjadi penangkapan berlebih. Kondisi ini menyebabkan beberapa tahun Indonesia mengalami penurunan produksi pada sektor penangkapan kepiting di laut. Cara budidaya tambak diharapkan dapat memberi solusi untuk mengatasi masalah ini, sehingga total produksi kepiting Indonesia setiap tahunnya dapat kembali meningkat. Tabel 9 menunjukkan luas lahan yang digunakan untuk budidaya tambak di Indonesia. Lahan tersebut tiap tahunnya terus meningkat, namun sebagian besar lahan tersebut masih digunakan untuk budidaya tambak udang dan bandeng. Hal ini disebabkan teknik pembudidayaan kepiting yang masih tergolong baru dan belum dikenal secara luas oleh masyarakat seperti halnya budidaya tambak udang ataupun bandeng. Tabel 9. Luas Lahan Berpotensi untuk Budidaya Tambak Tahun Tahun Luas Lahan (Ha) Tahun Luas Lahan (Ha) Laju (%/tahun) 4,63 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2007 telah mengembangkan klaster industri perikanan khusus komoditi kepiting di beberapa

63 kabupaten diseluruh Indonesia guna mengangkat komoditas perikanan unggulan di wilayah tersebut. Pengembangan klaster industri perikanan sebenarnya sudah diterapkan pula di negara lain seperti Jepang dan Vietnam yang menggunakan sistem satu desa satu komoditas. Beberapa daerah yang mengembangkan sistem klaster industri kepiting dan rajungan antara lain di Medan (Sumatera Utara), Sambas (Kalimantan Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), Pemalang (Jawa Tengah), dan Gresik (Jawa Timur). 5.5 Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia Perkembangan produksi subsektor perikanan Indonesia selama ini dapat dikatakan dalam kondisi baik. Permintaan hasil perikanan Indonesia tiap tahunnya meningkat setelah Indonesia melakukan pemasaran ke pasar dunia. Aneka macam komoditi hasil laut dikirim ke negara lain sesuai kebutuhan tiap negara. Konsumsi akan sumber daya laut masyarakat global mengalami peningkatan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Pertama, meningkatnya jumlah penduduk disertai dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Kedua, meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy good) sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat. Terakhir, karena berjangkitnya penyakit pada hewan yang menjadi sumber protein hewani lainnya selain ikan dan sumberdaya laut sehingga sumber daya laut menjadi sumber alternatif terbaik. Produksi kepiting dari hasil tangkap laut sejauh ini tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Pada Tabel 10 terlihat lokasi produksi kepiting tangkap di Indonesia yang dihasilkan tidak tersebar secara merata dari seluruh provinsi yang ada. Hanya terdapat beberapa provinsi yang berpotensi menghasilkan komoditi kepiting tangkap yaitu provinsi yang memiliki perairan dengan hutan mangrove. Tabel 10. Delapan Provinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap di Indonesia Tahun Nama Provinsi Laju (%/tahun) Jawa Timur ,80

64 Bangka Belitung ,56 Jawa Barat ,91 Sulawesi Tenggara ,51 Kalimantan Timur ,77 Sumatera Utara ,64 Kalimantan Selatan ,27 Sumatera Barat ,13 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011 Produksi kepiting di Indonesia awalnya lebih dari 70% berasal dari hasil tangkap kekayaan laut, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah diberlakukan usaha budidaya kepiting di Indonesia. Pada tahun 1994 dan 1998, terjadi penurunan produksi kepiting karena terdapat beberapa permasalahan seperti penurunan hasil tangkapan nelayan karena keadaan laut yang tidak terurus serta adanya keterbatasan dalam hal teknologi maupun dalam hal pengelolaan penangkapan. Oleh sebab itu, budidaya tambak kepiting masih merupakan solusi terbaik untuk permasalahan produksi tersebut. Usaha untuk menggalakan budidaya tambak kepiting ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an, namun perluasan wilayah tangkap masih lebih banyak dipiih oleh para pelaku bisnis ini pada masa itu karena dinilai relatif lebih mudah, murah, dan cepat menghasilkan. Kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya kepiting antara lain kurangnya minat para investor menanamkan modal karena biaya operasionalnya yang tinggi, risiko kerugian dianggap besar, serta ketersediaan teknologi yang belum mendukung. Namun usaha budidaya ini sangatlah potensial dan menguntungkan mengingat terus menurunnya kualitas dan jumlah kepiting hasil tangkap. Hal ini dibuktikan dengan semakin pesatnya pertumbuhan usaha budidaya tambak kepiting pada beberapa tahun terakhir seperti di daerah pantai utara (Pantura) Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, serta Cilacap. 5.6 Negara Pesaing Indonesia dalam Ekspor Kepiting Filipina, Vietnam, dan Thailand merupakan beberapa negara pengekspor produk perikanan di kawasan Asia Tenggara. Letak geografis yang berdekatan serta sumberdaya alam yang hampir sama dengan Indonesia menjadikan kedua negara

65 tersebut sebagai pesaing utama dalam hal ekspor komoditas perikanan. Kedua negara tersebut juga banyak mengekspor komoditas perikanan seperti ikan bandeng, udang, dan kepiting yang selama ini menjadi komoditas unggulan Indonesia. Dalam hal ekspor komoditas kepiting, Filipina merupakan ancaman terbesar bagi Indonesia karena mengekspor jenis komoditas yang sama yakni rajungan dan kepiting bakau dalam jumlah yang cukup besar. Berdasarkan data FAO, pada tahun 2009, Filipina menyumbang sekitar 20% dari total 28 ribu ton produksi kepiting rajungan di dunia. Jumlah tersebut menempatkan Filipina sebagai produsen kepiting rajungan terbesar di dunia di atas Indonesia (16%). Sedangkan untuk komoditas kepiting bakau, Indonesia pada tahun 2007 menjadi produsen tangkap terbesar yakni sebesar ton, jauh di atas Thailand dan Filipina yang hanya sebesar ton dan ton. Namun sebaliknya dalam hal budidaya kepiting bakau, Indonesia hanya mampu menghasilkan ton dan berada di bawah Filipina yang mampu menghasilkan ton per tahun. Tabel 11. Volume dan Nilai Ekspor Kepiting Segar Dunia Tahun Negara Volume (Ton) Nilai (1000 $) Negara Volume (Ton) Nilai (1000 $) Negara Volume (Ton) Nilai (1000 $) Indonesia Indonesia Indonesia Inggris Kanada Kanada Kanada Inggris Inggris India India USA USA USA RRC Irlandia RRC Filipina RRC Filipina India Perancis Irlandia Irlandia Vietnam Perancis Hongkong Korea Hongkong Pakistan Jerman Vietnam Perancis Filipina Korea Korea Australia Australia Jepang Thailand Pakistan Australia Sumber: United Nations Commodity Trade, 2012

66 Produksi kepiting Indonesia memang sejauh ini mampu mendominasi para pesaing tersebut. Berdasarkan Tabel 11, nilai ekspor Indonesia menjadi yang terbesar di dunia selama beberapa tahun terakhir. Filipina dan Thailand hanya mampu menempati peringkat ke 13 dan 15 pada tahun Namun ekspor dari Filipina terus meningkat secara signifikan hingga pada tahun 2010, menempati peringkat ke 6 dalam hal ekspor kepiting segar. Melihat fakta tersebut, Indonesia harus segera berbenah terutama dalam hal kesinambungan produksi maupun efisiensi pemasarannya agar tetap mampu bersaing dan mempertahankan dominasinya. Pada Tabel 11 juga terdapat beberapa negara yang menjadi tujuan utama ekspor kepiting Indonesia seperti Amerika Serikat, RRC, dan Korea Selatan. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis spesies yang diekspor dan diimpor oleh mereka dari Indonesia (mud crabs dan blue swimming crabs). Ekspor kepiting RRC didominasi oleh mitten crabs sedangkan Amerika Serikat banyak mengekspor jenis king crabs, stone crabs, dan dungeness crabs. 5.7 Harga Kepiting Harga Kepiting Indonesia Indonesia memiliki kualitas kepiting yang baik untuk diekspor ke pasar internasional. Harga kepiting di dalam negeri (domestik) tergolong salah satu komoditi perikanan dengan harga jual yang tinggi. Di pasar internasional, harga kepiting Indonesia merupaka salah satu yang paling tinggi. Pada Tabel 12 terlihat perbedaan harga kepiting di pasar domestik dan di pasar dunia. Hal ini disebabkan komoditas kepiting yang diekspor merupakan komoditas dengan grade yang lebih baik dari yang ada di pasar domestik sehingga harganya pun menjadi lebih mahal. Selain itu, kepiting yang diekspor tentunya memiliki berbagai tambahan biaya yang dibebankan pada produk tersebut seperti biaya administrasi sebelum akhirnya bisa dikirim sampai ke konsumen. Tabel 12. Perkembangan Harga Kepiting Indonesia (FOB) di Pasar Domestik dan Pasar Ekspor Tahun

67 Tahun Harga Domestik (Rp/Kg) Harga Domestik (US$/Kg) Harga Ekspor (US$/kg) ,06 1,035 8, ,52 1,253 7, ,70 2,417 6, ,71 1,623 7, ,56 1,818 7, ,21 2,175 8, ,53 2,022 10, , ,35 Laju (%/tahun) Sumber: Kementerian Kelautan Perikanan, 2009 dan United Nations Commodity Trade, 2012 Harga ekspor kepiting Indonesia di pasar dunia juga terus berfluktuasi dari tahun 2002 hingga Pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga ekspor mencapai 10,35 US$/ton yang disebabkan oleh kenaikan harga kepiting di pasar dunia (KKP, 2009). Harga ekspor kepiting tidak bisa dikendalikan secara langsung oleh pemerintah karena harga yang terbentuk merupakan hasil dari permintaan dan penawaran kepiting di pasar dunia Harga Kepiting Negara Pesaing Thailand dan Filipina merupakan dua pesaing utama Indonesia dalam ekspor kepiting. Hal ini disebabkan oleh kesamaan pada jenis komoditas kepiting yang diekspor serta letak geografisnya yang cukup dekat dengan Indonesia. Selain itu, keduanya juga memiliki mitra dagang yang hampir sama dengan Indonesia. Harga kepiting di kedua negara pesaing tersebut ternyata jauh lebih murah bila dibandingkan dengan Indonesia. Pada Tabel 13 terlihat perkembangan harga kepiting di negara tersebut. Secara kasat mata, harga kepiting Indonesia bisa mencapai dua hingga empat kali lipat harga kepiting yang ditawarkan oleh negara tersebut. Meskipun demikian, jumlah ekspor Indonesia masih jauh mengungguli kedua negara tersebut. Hal ini ternyata disebabkan oleh kualitas kepiting Indonesia yang dinilai

68 tinggi sehingga lebih sering dipergunakan untuk bahan baku masakan restoran di negara tujuan ekspornya, khususnya Amerika Serikat. Tabel 13. Perkembangan Harga Ekspor Kepiting (FOB) Thailand dan Filipina Tahun Tahun Harga Ekspor Kepiting Thailand (US$/kg) Tahun Harga Ekspor Kepiting Filipina (US$/kg) , , , , , ,87 Laju (%/tahun) 45,26 4,78 Sumber: United Nations Commodity Trade, Gambaran Ekspor Kepiting Indonesia Kepiting yang diproduksi dipasarkan ke pasar domestik dan dunia. Pasar produk kepiting Indonesia telah memasuki beberapa negara yaitu Amerika Serikat, RRC, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan beberapa negara Eropa seperti Belanda dan Inggris. Sejauh ini, Amerika Serikat masih merupakan pasar utama tujuan ekspor kepiting Indonesia. Komoditas kepiting tersebut diekspor dalam bentuk segar, beku, kering, maupun dalam kemasan. Beberapa perusahaan importir dari Amerika Serikat seperti Philips Foods bahkan sengaja mendirikan perusahaan eksportir di Indonesia untuk menjamin kelancaran pasokan kepitingnya. Philips Foods, perusahaan di Amerika Serikat yang paling banyak mengimpor kepiting dari Indonesia mendirikan perusahaan Philips Seafoods Indonesia yang juga merupakan eksportir kepiting terbesar ke Amerika Serikat (Urner Barry Foreign Trade Data). Philips Seafoods pada tahun 2008 mengekspor sebesar 23% dari total ekspor kepiting Indonesia diikuti oleh Tongga Tiur Putra (19,43%), Windika Utama (7,09%), dan Kelola Mina Laut (6,40%). Tabel 14. Perkembangan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Year Volume Ekspor Kepiting Indonesia (kg) Nilai (US$)

69 Laju (%/tahun) Sumber: United Nations Commodity Trade, 2012 Berdasarkan Tabel 14, perkembangan ekspor kepiting Indonesia selama periode tahun , mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, baik dalam hal nilai maupun volume ekspornya. Pada tahun 2005, volume ekspor kepiting Indonesia adalah sebesar ton dengan nilai sebesar US$ , kemudian terus mengalami penurunan hingga tahun 2009 volume ekspornya hanya sebesar ton dan nilai perdagangan terendah sebesar US$ Hal ini tidak terlepas dari adanya dampak dari krisis global yang bermula di Amerika Serikat dan Eropa sehingga menyebabkan kondisi perdagangan dunia menjadi tidak stabil dan cenderung menurun Kasus Penolakan terhadap Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan utama Indonesia dalam mengekspor kepiting. Sebesar 60% komoditi kepiting yang diekspor Indonesia dikirim ke Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan restoran seafood di Amerika Serikat menggunakan kepiting asal Indonesia (KKP, 2011). Selain Amerika Serikat, negara lainnya seperti Singapura, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, dan Belanda juga merupakan negara-negara yang selama 10 tahun terakhir menjadi pengimpor utama produk kepiting Indonesia. Seperti usaha ekspor produk perikanan lainnya, ekspor kepiting Indonesia juga tidak terlepas dari adanya risiko penolakan dari negara tujuan. Indonesia sebagai negara eksportir utama produk perikanan juga mengalami berbagai kasus penolakan. Berdasarkan data yang dilansir oleh Uni Eropa melalui Rapid Alert System for Food and Feed (RASSF), sejak tahun 2003 sampai 2008, sering kali ditemukan kasus

70 detention/penahanan terhadap produk perikanan yang diekspor ke uni eropa, meskipun kecenderungannya mulai menurun. Tabel 15. Jumlah Kasus Penolakan terhadap Produk Komoditas Perairan Indonesia Negara Uni Eropa Jepang Amerika Serikat Kanada Sumber: Ababouch (2006) Kecenderungan notifikasi yang menunjukkan peningkatan selama periode mengakibatkan ditetapkannya CD 235 tahun 2006 yang mewajibkan seluruh produk perikanan Indonesia yang masuk ke Uni Eropa harus diuji terlebih dahulu sehingga meningkatkan biaya ekspor. Terdapat 4 penyebab utama penolakan produk perikanan Indonesia, yaitu penggunaan bahan kimia seperti antibiotic, nitrofuran, maupun chloraphenicol melebihi ambang batas yang diperbolehkan, kandungan mikrobiologi (salmonella) yang tinggi, histamin, serta kandungan logam berat. Selain dari Uni Eropa, penolakan produk perikanan Indonesia juga dilakukan oleh Amerika Serikat dan Jepang. Berbeda dengan jenis kasus penolakan dari Uni Eropa yang dominan disebabkan oleh kondisi bahan baku, maka di Amerika Serikat penahanan produk oleh USFDA lebih disebabkan oleh kondisi pengolahan produk yang terkontaminasi secara fisik (filthy). Amerika Serikat dengan sistem automatic detention yang dikendalikan oleh USFDA membuka fakta bahwa sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 ditemukan lebih dari 100 kasus penahanan setiap tahunnya, puncaknya pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 442 kasus. Positifnya sejak tahun 2005 baik di Uni Eropa, Amerika Serikat, maupun Jepang terdapat kecenderungan kasus penolakan produk perikanan yang menurun.

71 5.8.2 Regulasi dan Standar Internasional untuk Ekspor Produk Perikanan Peno lakan yang dilakukan oleh beberapa negara importir tersebut dilakukan guna memproteksi konsumennya dari produk-produk impor yang tercemar. Dalam konteks perdagangan Internasional, konsep proteksi ini dikenal dengan istilah Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement dan Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement. Dalam impelementasi TBT dan SPS, terdapat mekanisme untuk menolak bahkan memusnahkan produk-produk yang tidak sesuai dengan standar kualifikasi yang telah ditentukan oleh masing-masing negara. Standar tersebut diwujudkan dalam bentuk regulasi teknis sebagai berikut: 1. Uni Eropa EC No.178/2002 tentang persyaratan utama undang-undang pangan serta prosedur keamanan pangan EC No.882/2004 tentang pengawasan oleh pemerintah EC No.852/2004 tentang keamanan bahan pangan EC No.853/2004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan baku EC No.854/2004 tentang badan pengawas keamanan asal bahan pangan EC No.446/2001 tentang batas maksimum kontaminasi dalam bahan pangan EC No.2073/2005 tentang ktiteria mikrobiologi bagi bahan pangan 2. Amerika Serikat Federal Food, Drug and Cosmetic Act (FDA) Code of Federal Regilation (CFR) 123 Bioterorism Act (TBA) 3. Kanada Food and Drug Act Canadian Food Inspection Agency Act Fish Inspection Act Consumer and Labelling Act Fish Inspection Regulation 4. Jepang Food Sanitation law

72 5. China (RRC) Food Hygine of the People s Republic of China Secara garis besar, poin penting yang tertera dari masing-masing regulasi teknis adalah bagaimana eksportir membuktikan bahwa produk yang dipasarkan telah memenuhi persyaratan standar yang dibutuhkan. Biasanya masing-masing negara mengembangkan prosedur monitoring, pengujian maupun pemeriksaaan yang dapat menjamin bahwa produk sesuai standar yang diinginkan. Umumnya pembuktian terhadap kesesuaian standar diwujudkan dalam bentuk sertifikasi. Selain persyaratan yang bersifat wajib (regulasi teknis), beberapa negara terkadang juga memiliki persyaratan pasar yang bersifat sukarela (voluntary). Beberapa persyaratan standar yang sifatnya sukarela adalah: 1. Marine Stewardship Council (MSC), fokus pada isu lingkungan seperti chain of custody produk perikanan dan fisheries management. Dipersyaratkan oleh beberapa importir dari Amerika Serikat, Jepang maupun Australia. 2. Aquaculture Certification Council (ACC), fokus pada isu praktek-praktek budidaya perikanan yang baik mencakup aspek teknis, lingkungan dan sosial. Importir dari Amerika Serikat merupakan pendukung utama standar ini. 3. International Standardisation Organisation (ISO), fokus pada isu kemanan pangan (ISO 22000), lingkungan (ISO 14001) serta kualitas (ISO 9001). Standar yang ditetapkan oleh skema ISO umumnya dipersyaratkan oleh masing-masing importir di banyak negara. 4. British Retail Consortium (BRC), fokus pada keamanan pangan produk, pengemasan sampai penyimpanan dan distribusi. Dipersyaratkan terutama oleh importir Uni Eropa. Meskipun bersifat sukarela, meningkatnya kepedulian konsumen di negaranegara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa terhadap konservasi habitat kepiting sering kali secara halus memaksa eksportir untuk memiliki berbagai sertifikasi tersebut. Sebagian besar konsumen tidak mau membeli kepiting Indonesia jika cara penangkapannya merusak lingkungan. Bahkan terdapat wacana mulai tahun

73 2012, produk kepiting Indonesia baru diperbolehkan masuk ke pasar Amerika Serikat jika eksportir memiliki sertifikat Marine Stewardship Council (MSC). Saat ini komoditi kepiting Indonesia yang diekspor sudah merupakan hasil produksi yang tempat penangkapannya (laut) sudah diterapkan konservasi habitatnya (KKP, 2011). Pemerintah melakukan konservasi untuk mengatasi permasalahan penurunan produksi kepiting di laut. Pemberian label pada produk kepiting yang berasal dari pengelolaan ramah lingkungan akan menyebabkan kepiting yang diperoleh sesuai standar internasional yang diminta negara importir utama. Kondisi penerapan ecolabeling nantinya akan menguntungkan para nelayan dan pembudidaya ikan, karena pendapatan nelayan akan meningkat. Hal ini disebabkan para nelayan akan menjual kepiting dengan ukuran yang besar saja. Nelayan dapat menjaga volume kepiting yang akan diproduksi dalam jangka waktu yang panjang.

74 VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi yang disyaratkan, yakni uji asumsi normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi. Terpenuhinya uji asumsi-asumsi tersebut akan membuat penaksir kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linier tak bias menghasilkan variabel penduga terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Sebaliknya, jika ada setidaknya satu asumsi dalam model regresi yang tidak dapat dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model itu atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan itu akan diragukan. Secara umum, gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini telah memenuhi uji asumsi normalitas. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian Jarque Bera (Lampiran 3). Pada taraf nyata sepuluh persen diperoleh p-value sebesar 0, Nilai yang diperoleh tersebut lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen atau 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas sudah terpenuhi. Pengujian asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah uji heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas ini dapat dilihat melalui gambar standardized residual graph (Lampiran 4). Berdasarkan grafik plot tersebut diketahui bahwa data tersebar di bawah dan di atas titik nol serta tidak menggambarkan pola tertentu. Selain itu, hasil output pada lampiran 2 menunjukkan bahwa nilai sum square residual pada weighted statistic (66,3769) lebih besar daripada pada unweighted statistic (59,12537) nya sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut terbebas dari heteroskedastisitas. Berikutnya adalah pengujian asumsi multikolinearitas. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas yang sempurna antar variabel independen pada model dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel independen pada model yang dibangun. Berdasarkan Lampiran 5 (Uji Klein), model dapat dinyatakan terbebas dari

75 multikolinearitas karena seluruh koefisien korelasi antar variabel tidak ada yang melebihi koefisien determinasi (R-square) 0, Hal ini juga didukung oleh uji statistik t, F, dan p-value yang signifikan. Berdasarkan uji statistik-t dengan taraf sepuluh persen, terdapat empat variabel bebas pada model tersebut yang dinyatakan memiliki pengaruh signifikan yaitu variabel GDP per kapita negara tujuan ekspor, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, jarak Indonesia terhadap negara tujuan, dan nilai tukar negara tujuan terhadap mata uang negara asal ekspor. Dengan demikian, secara umum seluruh variabel yang digunakan di dalam model regresi tersebut sudah memenuhi asumsi multikolinieritas. Uji asumsi yang terakhir adalah uji yang mensyaratkan model terbebas dari adanya autokorelasi. Untuk mendeteksi apakah model yang dibangun steril dari masalah autokorelasi dapat diketahui dengan melakukan uji Durbin-Watson (Lampiran 6).Setelah diuji dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson diperoleh nilai DW sebesar 1, Nilai tersebut terletak di antara nilai DU (1,7683) dan 2 yang artinya masih berada di luar selang autokorelasi positif. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi pada model tersebut. Berdasarkan pengujian dari asumsi-asumsi yang telah dijelaskan di atas tersebut maka regresi gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia sudah memenuhi asumsi-asumsi dan dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan antara aliran perdagangan kepiting Indonesia dengan GDP per kapita Indonesia (Yi), GDP per kapita negara tujuan (Yj), jarak antara Indonesia dengan negara tujuan (Dij), harga kepiting Indonesia di negara tujuan (Pij), dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah (ERij). Berdasarkan Tabel 16 Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia yang (mean) rata-rata jumlah volume ekspornya tertinggi. Sedangkan, Malaysia menjadi negara tujuan ekspor kepiting Indonesia yang memiliki jumlah volume ekspor yang relatif paling stabil. Hal ini terlihat dari nilai standar deviasi yang cukup kecil serta nilai mean, median maximum, dan minimumnya yang tidak terlalu berfluktuasi dibandingkan ketujuh negara lainnya.

76

77 Tabel 16. Statistik Deskriptif Volume Ekspor Kepiting Indonesia Negara Volume Ekspor (kg) Standar Deviasi Mean Median Maximum Minimum Amerika Serikat Singapura Malaysia RRC Jepang Belanda Korea Pengaruh Variabel-variabel Ekonomi dan Non Ekonomi terhadap Ekspor Kepiting Indonesia Aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia pada penelitian ini dijelaskan dengan menggunakan gravity model. Model ini digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap ekspor kepiting Indonesia ke negaranegara tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui model yang dibangun dapat diketahui variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan. Hasil analisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi terhadap ekspor kepiting Indonesia dengan metode fixed effect secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2, dengan persamaan yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Ekspor Kepiting Indonesia dengan Metode Fixed Effect Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas C -2, , ,5482 GDP per kapita Indonesia -0, , ,6613 GDP per kapita Negara Tujuan 0, , ,0683 Nilai Tukar 0, , ,0251 Harga Komoditas -1, , ,0000 Jarak 0, , ,0002 R-squared 0, F-statistik 160,5062 Adjusted R-squared 0, Prob (F-statistik) 0, Berdasarkan Tabel 17, diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 96,82 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 96,82 persen keragaman aliran

78 perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Sedangkan sebesar 3,18 persen sisa keragaman aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model atau error. Berdasarkan uji statistik-t pada taraf nyata sebesar sepuluh persen, terdapat empat variabel bebas di dalam model tersebut yang berpengaruh nyata terhadap besar kecilnya ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan ekspornya. Keempat variabel tersebut adalah GDP per kapita negara tujuan (GDPj), harga kepiting Indonesia di negara tujuan (Pj), Jarak antara Indonesia terhadap negara tujuan (Dij), dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah (ERij). Sedangkan variabel GDP per kapita negara Indonesia dan GDP per kapita negara tujuan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor kepiting Indonesia. Berdasarkan pengujian statistik-f model, nilai probability (F-statistik) pada model ini juga lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa model dianggap mampu merepresentasikan permintaan ekspor kepiting Indonesia di negara tujuan. Regresi yang dihasilkan menunjukkan bahwa secara bersama-sama seluruh variabel bebas dalam model dapat menjelaskan variasi perubahan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan ekspornya. Analisis pengaruh variabel bebas pada hasil regresi gravity model terhadap ekspor kepiting Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: GDP per kapita Indonesia (Yi) GDP atau produk domestik bruto merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP menyatakan berapa banyak uang yang mengalir mengelilingi aliran sirkuler perekonomian suatu negara per unit waktu atau juga nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. GDP menggambarkan keadaan perekonomian suatu negara. GDP adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah dan ekspor bersih. Sedangkan GDP per kapita menggambarkan tingkat kesejahteraan serta kemampuan ekonomi rata-rata setiap penduduk di negara tersebut.

79 Apabila suatu negara memiliki tingkat GDP per kapita yang semakin besar, maka kemampuan rata-rata penduduk negara tersebut dalam memproduksi barang dan jasanya juga semakin besar. Selain itu, GDP per kapita juga menggambarkan kemampuan (daya beli) rata-rata penduduk dalam menyerap barang-barang dari dalam negeri maupun yang diperdagangkan di pasar internasional. Pada penelitian kali ini, nilai probabilitas variabel GDP per kapita Indonesia yang lebih besar dari taraf nyata sebesar sepuluh persen menunjukkan bahwa parameter GDP per kapita Indonesia memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap aliran perdagangan kepiting Indonesia. Variabel GDP per kapita Indonesia juga memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekspor kepiting Indonesia terlihat dari nilai koefisien parameter yang besarnya -0, Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan GDP per kapita Indonesia sebesar satu persen maka akan terjadi penurunan besarnya volume ekspor kepiting Indonesia sebesar 0, persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Pertumbuhan GDP per kapita Indonesia (pengekspor) merupakan salah satu indikator bagi ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan. Meningkatnya GDP per kapita Indonesia dapat diartikan sebagai peningkatan daya beli rata-rata masyarakat Indonesia yang serta merta akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap barang dan jasa dalam negeri termasuk permintaan komoditas kepiting Indonesia. Peningkatan konsumsi domestik akan mengurangi jumlah ekspor kepiting karena pada dasarnya ekspor dilakukan ketika terjadi kelebihan produksi di tingkat domestik. Produk kepiting Indonesia yang biasanya diperdagangkan ke luar negeri merupakan produk dengan grade yang lebih tinggi dari yang umum diperdagangkan di pasar domestik. Namun dengan meningkatnya daya beli masyarakat domestik, komoditas kepiting dengan grade tinggi tersebut menjadi lebih terjangkau oleh konsumen lokal sehingga permintaannya pun akan meningkat GDP per kapita Negara Tujuan (Yj) GDP merupakan salah satu indikator ekonomi yang mampu menggambarkan skala atau ukuran ekonomi suatu negara. Dalam hal perdagangan antar negara, ukuran

80 ekonomi negara importir akan menentukan besarnya jumlah komoditi ekspor yang dapat dijual oleh negara eksportir. Variabel GDP per kapita negara tujuan mewakili ukuran ekonomi serta daya beli masyarakat di negara tersebut. Semakin besar daya beli dan ukuran ekonomi suatu negara tentu semakin besar pula permintaan pasar di negara tersebut Singapura Malaysia China Japan Belanda Korea Gambar 3. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa negara-negara tujuan ekspor kepiting Indonesia cenderung mengalami peningkatan GDP per kapita setiap tahunnya. GDP per kapita negara tujuan ekspor kepiting berpengaruh secara nyata dalam mempengaruhi besar kecilnya volume ekspor kepiting Indonesia. Koefisien slope pada variabel GDP per kapita negara tujuan yang bertanda positif, mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya GDP per kapita negara tujuan akan cenderung memiliki jumlah impor kepiting yang semakin banyak. Sebaliknya, negara dengan GDP per kapita yang lebih rendah memiliki jumlah impor kepiting yang lebih sedikit. Nilai koefisien variabel GDP per kapita negara tujuan dari hasil analisis regresi gravity model ekspor kepiting Indonesia adalah sebesar 0, Hal ini menunjukkan bahwa, jika secara kolektif GDP per kapita ketujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia meningkat sebesar satu persen maka ekspor kepiting

81 Indonesia ke negara-negara tujuan akan meningkat sebesar 0,42 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel GDP per kapita negara tujuan masih lebih rendah dari taraf nyata sebesar sepuluh persen sehingga faktor tersebut dapat dinyatakan sebagai faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kepiting Indonesia. Tabel 18. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Negara Standar Deviasi GDP Negara Tujuan (US$) Mean Median Max Min Laju GDP per kapita (%/tahun) Laju Volume Ekspor (%/tahun) Amerika Serikat ,28-0,12 Singapura ,98 0,60 Malaysia ,58 0,47 RRC ,66 0,72 Jepang ,27-2,68 Belanda ,48 9,27 Korea ,59 4,23 Sumber : * ** (diolah) Berdasarkan Tabel 18, telihat bahwa pertumbuhan volume ekspor cenderung meningkat ke negara-negara tujuan ekspor yang memiliki pertumbuhan GDP per kapita yang relatif besar. Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa dua negara yang memiliki pertumbuhan GDP per kapita terendah yakni Amerika Serikat dan Jepang memiliki pertumbuhan volume ekspor yang negatif. Hal ini sesuai dengan Lipsey et al. (1995) yang menyatakan bahwa kenaikan pendapatan akan menaikkan pula permintaan terhadap suatu barang atau jasa dan sebaliknya. Hal ini juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2009) dan Widianingsih (2009) dalam penelitiannya berturut-turut mengenai aliran perdagangan komoditas pisang dan biji kakao. Pada studi yang dilakukan oleh keduanya variabel GDP memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor komoditas tersebut. Kondisi demikian membuat Indonesia sebagai negara pengekspor kepiting harus lebih giat memasarkan produk kepiting Indonesia di negara yang memiliki pendapatan per kapita yang besar untuk dijadikan negara tujuan ekspornya. Selain itu, Indonesia juga perlu melihat tren

82 pertumbuhan GDP per kapita pada negara-negara tujuannya karena tidak semua negara tujuan memiliki kecenderungan GDP per kapita yang meningkat setiap tahunnya Jarak Indonesia dengan Negara Tujuan (Dij) Jarak akan mempengaruhi perdagangan bilateral antar dua negara atau beberapa negara dalam bentuk penurunan perdagangan. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh akan semakin memperbesar biaya transportasi yang harus dikeluarkan sehingga semakin rendah volume ekspor produknya (semakin rendah aliran perdagangan). Pada dasarnya jarak antar negara relatif konstan sehingga pada penelitian ini kedinamisan pengaruh variabel jarak akan diwakilkan oleh biaya transportasi. Sebagai bentuk penyederhanaan, biaya transportasi yang dipergunakan merupakan hasil dari perkalian antara jarak pelabuhan terbesar antar negara dengan harga minyak dunia pada tahun tersebut. Keberadaan biaya pengangkutan tidak merubah prinsip-prinsip dasar keunggulan komparatif atau keunggulan perdagangan. Pada kondisi riil, biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta berbagai pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu tempat sementara (transit). Selain itu, risiko penyusutan ataupun rusaknya barang akan meningkat seiring dengan semakin jauhnya jarak yang harus ditempuh. Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjelaskan mengapa sebagian besar barang dan jasa yang ada di masing-masing negara tidak diperdagangkan secara internasional (diekspor atau diimpor). Akan tetapi dewasa ini biaya dan teknologi transportasi telah banyak berkembang berkat adanya berbagai metode pengangkutan massal yang relatif murah seperti truk berukuran besar, fasilitas kontainer dan kapalkapal raksasa, serta pesawat berbadan lebar yang mampu menekan waktu dan biaya transportasi. Perkembangan ini pula yang menyebabkan banyak komoditi yang awalnya tidak dapat diperdagangkan secara internasional kini menjadi komoditi perdagangan antar negara yang lazim.

83 Tabel 19. Statistik Deskriptif Jarak (Biaya Transportasi) Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia Negara Biaya Transportasi (US$) Standar Deviasi Mean Median Maximum Minimum Amerika Serikat Singapura Malaysia RRC Jepang Belanda Korea Sumber : (diolah) Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan justru memiliki slope yang positif. Dengan demikian, apabila jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor semakin jauh, maka volume ekspor kepiting yang diperdagangkan akan semakin besar, ceteris paribus. Nilai koefisien variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan adalah sebesar 0, Hal ini menunjukkan bahwa, jika jarak antara Indonesia dengan salah satu negara tujuan ekspor kepiting Indonesia bertambah sebesar satu persen maka ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan akan bertambah sebesar 0, persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Variabel jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik-t dengan taraf sepuluh persen. Temuan ini inkonsisten baik dengan hipotesis maupun studi yang dilakukan oleh Hadi (2009) dalam penelitiannya mengenai aliran perdagangan mangga, Setyo (2009) dalam penelitiannya mengenai aliran perdagangan komoditas pisang, dan Hadianto (2010) mengenai komoditi hasil hutan bukan kayu. Ketiga penelitian tersebut menyatakan bahwa pertambahan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan akan cenderung mengurangi volume perdagangannya. Perbedaan pada hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh fakta bahwa sejauh ini negara-negara yang mengimpor kepiting Indonesia dalam jumlah besar adalah negara yang terletak jauh dari Indonesia. Mengingat bahwa komoditas

84 yang diperdagangkan adalah komoditas segar, maka semakin segar produk tersebut akan semakin diminati pula oleh para konsumen. Untuk memperoleh kesegaran yang tinggi, produk harus dikirimkan secara cepat dan tentunya akan meningkatkan biaya pengirimannya. Selain itu, kedekatan secara geografis suatu negara dengan Indonesia juga dapat mengakibatkan jenis komoditas kepiting yang dapat diproduksi oleh negara tersebut relatif sama dengan Indonesia. Akibatnya, alih-alih mengimpor kepiting dari Indonesia, negara tersebut justru dapat menjadi pesaing Indonesia di pasar ekspornya

85 6.2.4 Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Terhadap Rupiah (ERij) Kurs mata uang adalah nilai tukar atau harga dari mata uang suatu negara dalam satuan mata uang negara lainnya. Dalam hal ini, kurs yang dimaksud adalah nilai tukar dari mata uang negara-negara tujuan ekspor kepiting terhadap mata uang domestik Indonesia yakni rupiah. Pada umumnya, kurs ditentukan oleh besar kecilnya permintaan dan penawaran pasar dari mata uang tersebut. Keadaan perekonomian Indonesia pada saat krisis moneter menyebabkan rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar AS yang sangat besar dan mengakibatkan anjloknya nilai mata uang rupiah. Meskipun demikian, depresiasi rupiah tersebut justru memberikan keuntungan bagi perkembangan volume ekspor Indonesia khususnya produk-produk pertanian. Depresiasi menyebabkan harga produk yang dihasilkan dari dalam negeri menjadi relatif lebih murah. Hal ini tentu saja mendorong negara-negara importir untuk mengkonsumsi lebih banyak barang dari Indonesia, tak terkecuali kepiting, sehingga volume ekspor kepiting akan cenderung meningkat Amerika Serikat Singapura Malaysia China Jepang Belanda Korea Selatan Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia Terhadap Rupiah Tahun Analisis regresi gravity model aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia menunjukkan bahwa koefisien nilai tukar mata uang bernilai positif. Sesuai dengan hipotesis yakni terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan

86 mengakibatkan harga ekspor kepiting di pasar internasional menjadi relatif lebih murah, sehingga penduduk negara tujuan akan lebih banyak membeli kepiting dari Indonesia. Variabel ini mempengaruhi besarnya volume ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan dengan nilai koefisien sebesar 0, Nilai ini berarti bahwa apabila terjadi pelemahan (depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan sebesar satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan sebesar 0,97 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Variabel nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah menjadi faktor penting yang sangat mempengaruhi besarnya ekspor kepiting Indonesia karena variabel ini memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen, sehingga variabel nilai tukar negara tujuan ekspor kepiting terhadap rupiah tersebut signifikan dan berbeda nyata dengan nol. Temuan ini konsisten dengan studi yang dilakukan oleh Widianingsih (2009) dan Kartikasari (2008) masing masing mengenai aliran perdagangan komoditi biji kakao dan anggrek. Besarnya koefisien variabel nilai tukar merupakan gambaran bahwa pengaruh dari nilai tukar sebagai faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia sangat besar. Semakin menguatnya nilai tukar negara tujuan terhadap rupiah semakin besar pula potensi negara tersebut dalam meningkatkan volume ekspor kepiting Indonesia. Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa mata uang negara-negara tujuan ekspor kepiting Indonesia cenderung mengalami apresiasi terhadap rupiah. Tabel 20. Perkembangan Nilai Tukar dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun Negara Standar Deviasi Nilai Tukar (Importer s Currency/Rp) Mean Median Max Min Laju Nilai Tukar (%/tahun) Laju Volume Ekspor (%/tahun) Amerika Serikat 584, , , , ,8-0,14-0,12 Singapura 738, , , , ,6 0,20 0,60 Malaysia 235, , , , ,7 0,07 0,47 RRC 152, , , , ,3 0,02 0,72 Jepang 12,6 87,1 83,7 111,4 74,2-0,54-2,68 Belanda 1.929, , , , ,8 0,33 9,27 Korea 0,9 8,4 8,1 9,9 7,2 0,03 4,23

87 Sumber : (diolah) Tabel 20 menunjukan bahwa negara yang memiliki rata-rata apresiasi terhadap rupiah tertinggi selama tahun 2001 hingga tahun 2010 adalah Belanda yaitu sebesar 0,33 persen dengan persentase pertumbuhan volume ekspornya yang juga tertinggi di antara yang lainnya yakni mencapai 9,27% per tahun. Penurunan pertumbuhan volume ekspor Amerika Serikat juga dapat dijelaskan pada variabel ini. Depresiasi nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah menjadikan nilai riil komoditas kepiting Indonesia lebih tinggi di Amerika Serikat sehingga mengurangi pertumbuhan jumlah impor di negara tersebut. Tanda positif pada variabel nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan, mengindikasikan bahwa negara dengan nilai tukar mata uang terhadap rupiah yang tinggi memiliki volume ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan negara-negara yang nilai tukar terhadap rupiahnya lebih rendah Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan (Pij) Perdagangan internasional pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan harga yang terbentuk pada masing-masing negara. Perbedaan harga ini disebabkan salah satu negara lebih efisien dibandingkan negara lain dalam menghasilkan suatu komoditi tertentu, sedangkan negara lain lebih efisien dalam menghasilkan komoditi lainnya. Dengan demikian, masing-masing negara akan melakukan spesialisasi terhadap salah satu komoditi yang mengandung keunggulan komparatif dan mengekspor sebagian outputnya ke negara lain. Perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antar dua negara pada dasarnya mencerminkan keunggulan komparatif bagi masing-masing. Harga juga yang menjadi pijakan setiap negara dalam melangsungkan hubungan dagang yang saling menguntungkan. Harga relatif ekuilibrium setelah perdagangan berlangsung, merupakan harga relatif bersama yang berlaku di negara pengekspor dan negara pengimpor. Harga ini pula yang sekaligus akan menyeimbangkan hubungan dagang di antara kedua negara tersebut. Tinggi rendahnya harga kepiting di pasar

88 internasional sangat dipengaruhi kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan negara-negara yang melakukan perdagangan. Teori permintaan ekspor menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat harga yang terjadi pada transaksi perdagangan maka jumlah permintaan komoditi suatu barang akan semakin menurun. Dari hasil estimasi model diketahui bahwa koefisien dari variabel Px bernilai negatif sebesar -1, Artinya, jika harga ekspor kepiting meningkat sebesar satu persen akan menurunkan permintaan kepiting Indonesia sebesar 1,11 persen, ceteris paribus. Variabel harga kepiting Indonesia di negara tujuan signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf nyata sepuluh persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga berpengaruh signifikan terhadap besar kecilnya volume ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan. Temuan ini konsisten dengan studi yang dilakukan oleh Hadi (2009) dalam penelitiannya mengenai aliran perdagangan komoditi pisang dan mangga Amerika Serikat Singapura Malaysia China Jepang Belanda Korea Selatan Gambar 5. Perkembangan Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan Tahun Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa perkembangan harga kepiting Indonesia di negara-negara tujuan ekspor cenderung mengalami fluktuasi dengan trend meningkat. Variabel harga kepiting Indonesia di negara tujuan memberikan

89 pengaruh yang nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel tersebut menjadi pertimbangan bagi negara pengimpor dalam menentukan volume kepiting yang akan diimpor dari Indonesia. Jika harga kepiting Indonesia di negara tujuan tinggi, maka volume kepiting yang diperdagangkan ke negara tersebut akan semakin kecil. Harga kepiting Indonesia ditentukan oleh situasi penawaran dan permintaan di pasar internasional. Harga menjadi murah pada saat persediaan besar dan mahal pada saat persediaan rendah atau sedikit. Sesuai dengan hukum permintaan bahwa konsumen cenderung menginginkan harga yang relatif lebih murah. Kenaikan harga kepiting Indonesia merupakan kenaikan harga impor bagi negara tujuan ekspor. Hal ini dapat menyebabkan berpalingnya negara pengimpor kepada produsen atau negara lainnya yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau kepada produsen lain yang memiliki harga ekspor yang sama, namun dengan kualitas kepiting yang lebih baik. Harga merupakan cerminan dari tingkat efisiensi suatu produk. Agar harga kepiting Indonesia tetap stabil tentunya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Harga yang terbentuk dipengaruhi oleh biaya-biaya yang dibebankan pada suatu komoditi, seperti biaya produksi dan biaya pemasaran. Penekanan pada biaya produksi dan biaya pemasaran diharapkan mampu menjaga harga kepiting untuk tetap stabil sehingga tidak akan berdampak pada penurunan volume ekspor kepiting Indonesia. Tabel 21. Perkembangan Harga dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia pada Tahun Negara Standar Deviasi Harga di Negara Tujuan (US$/kg) Mean Median Max Min Laju Harga (%/tahun) Laju Volume Ekspor (%/tahun) Amerika Serikat 2,32 14,60 13,90 19,62 12,14 1,19-0,12 Singapura 0,33 1,91 1,96 2,40 1,35 9,68 0,60 Malaysia 0,24 1,26 1,29 1,80 0,87-33,98 0,47 RRC 1,52 1,55 1,44 5,30 0,23 6,98 0,72 Jepang 3,09 3,96 3,12 10,57 1,16 123,12-2,68 Belanda 1,57 8,04 8,12 11,44 5,73 1,24 9,27 Korea 3,80 6,40 6,31 12,83 1,51 68,38 4,23 Sumber : (diolah)

90 Tabel 21 menunjukkan bahwa negara yang memiliki tingkat pertumbuhan harga kepiting terendah dari tahun 2001 sampai tahun 2010 adalah Malaysia dengan penurunan harga sebesar 33,98 persen setiap tahunnya. Pada variabel ini juga dapat dijelaskan anjloknya rata-rata pertumbuhan ekspor kepiting ke negara Jepang. Seperti terlihat pada Tabel 21, di antara ketujuh negara di atas, Jepang memiliki persentase pertumbuhan harga yang paling tinggi dan sangat signifikan yakni mencapai 123,12 persen sehingga tingkat permintaannya terhadap komoditas kepiting Indonesia pun berkurang secara drastis. 6.3 Potensi Perdagangan Kepiting Indonesia di Negara-negara Tujuan Ekspor Untuk mempertajam analisis mengenai aliran perdagangan kepiting Indonesia, langkah berikutnya adalah melakukan analisis potensi perdagangan. Dengan membagi nilai prediksi perdagangan (P) dengan nilai aktual perdagangan (A) dari estimasi gravity model dapat diketahui potensi perdagangan kepiting Indonesia di negara-negara tujuannya. Apabila rasio antara nilai aktual perdagangan dengan nilai prediksi perdagangannya lebih kecil dari 1 (A/P < 1), maka perdagangan yang dilakukan dengan mitra dagang tersebut masih lebih kecil daripada potensi yang ada di negara tersebut (undertrade). Sebaliknya jika rasio antara nilai aktual perdagangan dengan nilai prediksi perdagangannya lebih besar dari 1 (A/P > 1), maka perdagangan yang dilakukan dengan mitra dagang tersebut sudah melebihi potensi yang ada di negara tersebut (overtrade). Tabel 22. Potensi Perdagangan Bilateral Kepiting Indonesia Negara Mitra Dagang Nilai Aktual (A) Nilai Prediksi (P) Potensi Perdagangan (PP) Keterangan Implikasi Amerika Serikat 15, ,3470 0, Undertrade Potensial Singapura 14, ,6147 0, Undertrade Potensial Malaysia 14, ,5041 0, Overtrade RRC 14, ,6539 1, Overtrade Jepang 9, ,6825 0, Undertrade Potensial Belanda 9, ,0500 0, Undertrade Potensial Korea Selatan 11,0144 9,7256 1, Overtrade

91 Berdasarkan hasil perhitungan nilai potensial perdagangan, maka implikasi terhadap mitra dagang kepiting Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu mitra dagang yang pasarnya berpotensi untuk dikembangkan di masa mendatang dan mitra dagang yang telah melebihi potensi perdagangannya. Amerika Serikat, Singapura, Jepang, dan Belanda merupakan negara mitra dagang komoditas kepiting Indonesia yang masih berpotensi untuk ditambah volume ekspornya. Hal ini terlihat pada nilai potensial perdagangan serta implikasinya pada tabel 22. Berdasarkan tabel tersebut, Belanda adalah negara mitra dagang dengan potensi tertinggi karena memiliki nilai potensial perdagangan terendah yakni sebesar 0, Nilai tersebut menunjukkan bahwa perdagangan komoditas kepiting dari Indonesia ke Belanda masih sebesar 83,98% dari keseluruhan potensi perdagangan. Sehingga masih terdapat 16,02% peluang ekspor kepiting Indonesia ke Belanda yang dapat dioptimalkan oleh Indonesia. Meskipun terdapat empat negara yang masih potensial untuk ditingkatkan ekspornya, nilai potensi perdagangan di keempat negara tersebut sudah mendekati nilai impas (PP=1). Hal ini menyiratkan bahwa perdagangan di pasar komoditas kepiting negara-negara tersebut sudah mendekati kejenuhan sehingga Indonesia perlu mempersiapkan alternatif pasar yang baru. Sebagai salah satu negara produsen kepiting segar terbesar, Indonesia harus segera melakukan penetrasi pasar ke negaranegara lainnya. Investasi perlu dilakukan dalam bentuk promosi atau kampanye mengenai berbagai kelebihan serta pentingnya mengkonsumsi produk kepiting khususnya kepiting Indonesia di negara-negara yang konsumsi kepitingnya tergolong rendah. Melalui kampanye tersebut diharapkan akan terbentuk suatu kebutuhan untuk mengkonsumsi kepiting di benak para konsumen yang pada akhirnya meningkatkan permintaan kepiting di negara-negara tersebut.

92 VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1) Faktor-faktor yang dipilih dalam model penelitian kali ini mampu menjelaskan aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuannya sebesar 96,82 persen. Sisanya sebesar 3,18 persen dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak terdapat dalam model atau error. Melalui pendekatan model fixed effect diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi secara nyata ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan terdiri dari: GDP per kapita negara tujuan ekspor, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah. 2) Amerika Serikat, Singapura, Jepang, dan Belanda merupakan negara tujuan utama yang masih memiliki pasar yang potensial untuk penambahan volume ekspor kepiting dari Indonesia. 7.2 Saran 1) Indonesia dalam menyusun strategi ekspor komoditas kepitingnya perlu mempertimbangkan faktor jarak antara Indonesia dengan negara tujuan, GDP per kapita negara tujuan ekspor, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah. 2) Perlu adanya peningkatan ekspor ke negara-negara tujuan utama yang belum termaksimalkan potensi perdagangannya seperti Amerika Serikat, Singapura, Jepang, Belanda dan sebaliknya mengurangi ekspor komoditas kepiting ke negara-negara seperti RRC, Korea Selatan, dan Malaysia yang telah mengalami kelebihan perdagangan dengan Indonesia. 3) Indonesia perlu melakukan ekspansi pasar komoditas kepiting ke negara-negara lain. Hal ini dapat dimulai dengan promosi dan kampanye yang gencar mengenai berbagai kelebihan serta pentingnya mengkonsumsi kepiting sehingga tercipta demand baru di negara-negara yang belum banyak mengkonsumsi kepiting.

93 DAFTAR PUSTAKA Ababouch L Detention and Rejections of Fish and Seafood at Borders of Major Importing Countries. Italy: Food and Agriculture Organization. [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Indonesia Jakarta: Badan Pusat Statistik. Batra A India s Global Trade Potential: The Gravity Model Approach. [12 Februari 2012] Bergstrand JH The Gravity Equation in International Trade: Some Microeconomic Foundations and Empirical Evidence. Review of Economics and Statistics 67(3): A second attempt to provide theoretical foundations to the gravity model. Christie E Potential Trade in South East Europe: A Gravity Model Approach. [12 Februari 2012] CSG Network Kilometer, Nautical and Statute Mile Converter. [23 Januari 2012] Daryanto A Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan. Buletin Craby & Starky, Edisi Januari [FAO] Food and Agriculture Organization FAO Statistical Yearbook Rome: Food and Agriculture Organization. Gujarati D Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Hadi I Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Pisang dan Mangga Indonesia ke Negara Tujuan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Hadianto Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Indexmundi Country Profile. [23 Januari 2012] Kalbasi H The Gravity Model and Global Trade Flows. [12 Februari 2012]

94 Kartikasari MA Analisis Daya Saing Komoditi Tanaman Hias dan Aliran Perdagangan Anggrek Indonesia Di Pasar Internasional [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kasry A Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Jakarta: Bhatara. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Kelautan dan Perikanan dalam Angka Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Info Komoditas Utama Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lambaga A Akselerasi Ekspor Produk Perikanan Indonesia Melalui Penerapan Standar. Di dalam Prosiding PPI Standardisasi; Makassar, 3 Juni Lindert PH, Kinderleberger CP Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga. Lipsey RG, Steiner PO, Purvis D Pengantar Mikroekonomi. Jilid kesatu. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Binarupa Aksara. Lubis AD, Rahmawati I Dampak Pelaksanaan FTA China-ASEAN Untuk Produk Perikanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Mankiw NG Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Meistika R Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Moosa MK Systematical and zoogeographical observation the Indo-West Pasific Portunidae. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI. Nachrowi DN, Usman H Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Naila FM Keragaan Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Perairan Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Oanda Average Exchange Rates. [23 Januari 2012]. Ramadhan A Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

95 Ridwan Dampak Integrasi Ekonomi terhadap Investasi di Kawasan ASEAN: Analisis model gravitasi. Jurnal Organisasi dan Manajemen Vol V No.2 (September): Salvatore D Ekonomi Internasional. Jilid I. Edisi Kelima. Haris Munandar [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga. Searates Port to Port Distances. &country2=172&fcity2=11175&speed=14. [23 Januari 2012]. Setyo AF Analisis Aliran Perdagangan Manggis Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Sulistiono S, Watanabe S, Tsuchida Biology and fisheries of crabs in Segara Anakan Lagoon. p In: Ecological assessment for management planning in Segara Anakan Lagoon, Cilacap, Central Java. JSPS-DGHE Program. NODAI Center for International Program: Tokyo University of Agriculture, Japan. [SFP] Sustainable Fisheries Partnership Market Analysis: Indonesia Blue Swimming Crab. Honolulu: Sustainable Fisheries Partnership. [SFP] Sustainable Fisheries Partnership Scooping Out: Indonesia Blue Swimming Crab Fisheries. Honolulu: Sustainable Fisheries Partnership. United Nation Commodity Trade Statistics Database. Berbagai Terbitan. [Januari-Maret 2012]. Widianingsih Y Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. World Consumptions Database. Berbagai Terbitan. [Januari- Maret 2012]. World Shipping Council Top 50 World Container Ports. [23 Januari 2012]. Yuliandar D Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh Hitam Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Yuniarti D Potensi Perdagangan Global Indonesia Indonesia: Pendekatan Gravity Model. Jurnal Ekonomi Vol XIII No.2 (Juli):

96 Lampiran 1. Statistik Deskriptif Data Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia Xij GDPi GDPj ERij Pj Dij Mean Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability Sum Sum Sq. Dev

97 Lampiran 2. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode Fixed Effect Dependent Variable: XIJ Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 01/23/13 Time: 13:50 Sample: Periods included: 10 Cross-sections included: 7 Total panel (balanced) observations: 70 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ Cross-section fixed (dummy variables) Effects Specification Weighted Statistics R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Sum squared resid F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Unweighted Statistics R-squared Mean dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Negara Koefisien Dummy Cross Section USA SIN MAL CHN JPN NLD KOR

98 Lampiran 3. Histogram Normality Test Series: Standardized Residuals Sample Observations 70 Mean -6.92e-17 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability Lampiran 4. Standardized Residual Graph Standardized Residuals

99

100 Lampiran 5. Coefficent Covariance Matrix / Korelasi Antar Variabel (Uji Klein) C GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ C GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ Lampiran 6. Uji Autokorelasi k = 5 ; n = 70 Model dl 4-dL du 4-dU DW Sumber : Data Primer (2012) Gambar. Daerah Uji Autokorelasi Sumber: Rangkuti (2005)

101 Lampiran 7. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode Pooled Least Square Dependent Variable: XIJ Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 01/23/13 Time: 13:48 Sample: Periods included: 10 Cross-sections included: 7 Total panel (balanced) observations: 70 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ Weighted Statistics R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Sum squared resid F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Unweighted Statistics R-squared Mean dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat

102 Lampiran 8. Output Aliran Perdagangan Kepiting Indonesia dengan Metode Random Effect Dependent Variable: XIJ Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 01/23/13 Time: 14:09 Sample: Periods included: 10 Cross-sections included: 7 Total panel (balanced) observations: 70 Swamy and Arora estimator of component variances White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ Effects Specification S.D. Rho Cross-section random Idiosyncratic random Weighted Statistics R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Sum squared resid F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Unweighted Statistics R-squared Mean dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat

103 Lampiran 9. Output Correlated Random Effect / Hausman Test Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ01 Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random * Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero. ** WARNING: robust standard errors may not be consistent with assumptions of Hausman test variance calculation. Cross-section random effects test comparisons: Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: XIJ Method: Panel Least Squares Date: 01/23/13 Time: 14:12 Sample: Periods included: 10 Cross-sections included: 7 Total panel (balanced) observations: 70 White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ Cross-section fixed (dummy variables) Effects Specification R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat

104 Prob(F-statistic) Lampiran 10. Redundant Fixed Effect Test / Likelihood Ratio Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01 Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F (6,58) Cross-section Chi-square Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: XIJ Method: Panel Least Squares Date: 01/23/13 Time: 14:15 Sample: Periods included: 10 Cross-sections included: 7 Total panel (balanced) observations: 70 White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C GDPI GDPJ ERIJ DIJ PJ R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic)

105 Lampiran 11. Actual, Fitted, Residual Table obs Actual Fitted Residual Residual Plot * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

106 * * obs Actual Fitted Residual Residual Plot * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

107 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KEPITING INDONESIA SKRIPSI RANDY HAZEMI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

108 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KEPITING INDONESIA SKRIPSI RANDY HAZEMI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan masalah, pengumpulan data pada berbagai instansi terkait, pemrosesan data, analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Penawaran Menurut Sukirno (2013) teori penawaran menerangkan tentang ciri hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah barang yang ditawarkan para

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Arti Perdagangan Internasinal Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN 2001 2015 JURNAL Oleh: Nama : Ilham Rahman Nomor Mahasiswa : 13313012 Jurusan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat lebih besar daripada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan berupa data sekunder baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data sekunder kuantitatif terdiri dari data time series dan cross section

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bawang Merah Bawang merah dikenal dengan nama ilmiah Allium ascalonicum L. Bawang Merah berasal dari wilayah yang sama dengan bawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rajungan yang diekspor Indonesia. Penelitian daya saing komoditas perikanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rajungan yang diekspor Indonesia. Penelitian daya saing komoditas perikanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1. Penelitian tentang Daya Saing Penelitian tentang daya saing ekspor kepiting dan rajungan sampai saat ini masih belum ada yang melakukan. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, perancangan tujuan penelitian, pengumpulan data dari berbagai instansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF Wahono Diphayana 1. MERKANTILISME a. Pandangan Merkantilisme Mengenai PI Suatu negara akan kaya atau makmur dan kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan

2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Ekspor Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor. Kegiatan ekspor-impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor.

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor. digilib.uns.ac.id 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Sapi di Indonesia Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai lahan yang sangat luas terutama luas daratan yang mencapai 1.919.440 km 2 yang menempatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL SKRIPSI MARK MAJUS RAJAGUKGUK H34066078 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 43 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi perkembangan variabel 1. Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia Negara yang menjadi tujuan ekspor nonmigas terbesar adalah negara Jepang, nilai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS ) III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Analisis Kinerja Ekspor Teh Indonesia ke Pasar ASEAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H14102043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN ANALISIS

V. HASIL DAN ANALISIS 53 V. HASIL DAN ANALISIS 5.1. Analisis Regresi Data Panel Statis Tabel 8 menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel statis pada persamaan (1). Koefisien estimasi yang disajikan merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 27 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahun 2005-2009 yang berasal dari World Integrated Trade Solutions (WITS), United

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 12 1.3. Tujuan Penelitian... 14 1.4.

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG 1 ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS Oleh Baida Soraya 117039030/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Hal. i ii iii

DAFTAR ISI. Hal. i ii iii DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1.2. Rumusan Masalah... 1.3. Tujuan dan Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA Halaman Tulisan Jurnal ( Judul dan Abstraksi ) ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA Oleh : Candra Mustika,SE,Msi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci