SKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2"

Transkripsi

1 SKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2 1. Penjenjangan Tarif Bound Sampai saat ini telah banyak usulan tentang banyaknya jenjang dan batas nilai tarif pada suatu jenjang, antara lain: (1) usulan Kelompok (K)-20 atau G-20, (2) usulan Uni Eropa (UE), (3) usulan Australia dan Amerika Serikat, dan (4) usulan ACP (Africa, Caribbean, and Pacific countries), serta usulan Selandia Baru. Setiap usulan ini tentu akan memberikan konfigurasi jumlah dan rataan tarif yang berbeda-beda satu sama lain. Penjenjangan tarif menurut G-20 mirip dengan usulan Uni Eropa. Untuk negara berkembang (NB) G-20 dan UE mengusulkan pengelompokan tarif sebanyak 4 jenjang, yaitu : Jenjang 1, T < 30; Jenjang 2, 30 < T < 80; Jenjang 3, 80 < T < 130; dan Jenjang 4, T > 130. Usulan G-20 ini menyebabkan pos tarif Indonesia, sebagian besar (lebih dari 90% dari jumlah seluruh tarifnya) berada di Jenjang 2, hanya sedikit (kurang dari 5%) yang berada di Jenjang 4 dan sedikit sekali (di bawah 1%) berada di Jenjang 1 dan Jenjang 3. Rataan tarif di Jenjang 1 adalah persen; di Jenjang 2, persen; di Jenjang 3, 95.0 persen; dan di Jenjang 4, persen. Khusus di Indonesia, persebaran pos tarif dan kelompok komoditas yang memiliki tarif tertinggi pada setiap jenjang tarif dapat pula ditelusuri seperti diperlihatkan tabel 1. Tabel 1. Kelompok Komoditas di Indonesia dengan Tarif Tertinggi pada setiap Jenjang Tarif Usulan G-20 Jenjang Tarif Kelompok/Chapter Jumlah Pos Tarif Rataan Tarif (%) T = 30 Kelompok 13 dan 23 Masing-masing <T = 80 Kelompok <T = 130 Kelompok T>130 Kelompok Lima komoditas pertanian Indonesia dengan rataan tarif tertinggi di Jenjang 1 adalah komoditas 13 (Lak; getah, damar dan sap serta ekstrak nabati lainnya) dan 23 (Residu dan sisa dari industri makanan; olahan makanan hewan) dengan rataan sebesar 30 persen dan masing-masing hanya 1 pos tarif; komoditas 10 (Serealia), 35 (Zat albumina; pati dimodifikasi; enzim) dan 52 (kapas) dengan rataan sebesar 27 persen dan jumlah pos tarif berturut-turut 5,3 dan 1. Selanjutnya beberapa komoditas 2 Bahan disarikan dari Hutabarat et al. (2006) dan dipersiapkan atas permintaan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Pertanian, Departemen Pertanian, Kamis, 5 Juli

2 yang tidak memiliki pos tarif sama sekali di kelompok ini adalah komoditas 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 19, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 29, 33, 38, 41, 43, 50, 51, dan 53. Di Jenjang 2, semua komoditas memiliki pos tarif. Lima komoditas dengan rataan tarif tertinggi di Indonesia adalah komoditas 22 (Minuman, alkohol dan cuka) dengan rataan 55,63 persen dan sejumlah 16 pos dan kisaran dari 40 persen 70 persen; komoditas 20 (Olahan dari sayuran, buah, biji/kacang atau bagian lain dari tanaman) dengan rataan 48,45 persen dan sejumlah 116 pos dan kisaran 40 persen 60 persen; komoditas 8 (Buah dan biji/kacang yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk dan melon) dengan rataan 47,20 persen dan sejumlah 82 pos dan kisaran 40 persen 60 persen; komoditas 7 (Sayuran dan akar serta bonggol tertentu yang dapat dimakan) dengan ratan 46,42 persen dan sebanyak 81 pos dan kisaran 40 persen 60 persen komoditas 2 (Daging dan sisa daging yang dapat dimakan) yang mempunyai rataan 45,94 persen dan sebanyak 64 pos tarif dengan kisaran 40 persen 50 persen. Nilai rataan tarif terkecil adalah 40 persen yang dimiliki oleh beberapa komoditas antara lain 1, 4, 5, 10 19, 16 18, 23 25, 33, 35, 38, 41, 43, dan Pada Jenjang 3, hanya komoditas 17 (Gula dan kembang gula) yang memiliki pos tarif, yaitu sebanyak 14, yang semuanya bernilai 95 persen. Selainnya, tidak memiliki pos tarif sama sekali. Sedangkan pada Jenjang 4 hanya 3 komoditas yang memiliki pos tarif, yaitu kelompok 4 (Produk susu; telur unggas; madu alam; produk hewani yang dapat dimakan, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain) dengan nilai 210 persen untuk semua pos tarif yang berjumlah 12; kelompok 10 (Serealia) dengan nilai 160 persen untuk pos tarif yang berjumlah 8; dan kelompok 22 (Minuman alkohol dan cuka) dengan nilai 150 persen untuk semua pos tarif yang berjumlah 35. Sisanya, tidak memiliki pos tarif sama sekali. Dalam perspektif ini jelaslah bahwa ada beberapa komoditas yang memang sebaiknya dipertahankan dengan tarif yang tinggi dan sebagian lagi memang dapat disarankan untuk masuk dalam kelompok penurunan tarif yang lebih cepat. Namun, pertimbangannya haruslah jelas dan diperkirakan dampak dan manfaatnya baik langsung maupun tidak langsung dan untuk jangka pendek atau jangka panjang harus dikaji, karena memang pertimbangan untuk masing-masing komoditas akan berbeda-beda. Hambatan tarif merupakan instrumen kebijakan yang paling tersedia saat ini bagi Indonesia. Kebijakan tarif ini dapat menangkal semakin derasnya arus dan konsumsi barang impor dan pada saat yang sama memberi pendapatan bagi pemerintah, tetapi sisi negatifnya adalah munculnya perdagangan yang menyimpang dari hukum, penyelundupan dan korupsi. Dalam kaitan ini, pengenaan tarif yang 35

3 tinggi bagi kelompok 22 misalnya, tidak akan menimbulkan masalah karena secara etika kita tidak meinginkan konsumsi komoditas ini semakin meningkat mengingat dampak negatif yang dapat ditimbulkannya. Untuk komoditas 4 pertimbangannya mungkin berbeda, yaitu justru kita menginginkan masyarakat semakin mudah memperoleh komoditas ini, sehingga barangkali pengenaan tarif tinggi mungkin kurang tepat. 2. Skenario Penurunan Tarif G-20 mengusulkan penurunan tarifnya diusulkan secara garis lurus (linear cut) dan dilakukan melalui dua skenario, sebagai berikut: 1. Skenario a: Jenjang 1 diturunkan 25 persen Jenjang 2 diturunkan 30 persen Jenjang 3 diturunkan 35 persen Jenjang 4 diturunkan 40 persen 2. Skenario b: Jenjang 1 diturunkan 45 persen Jenjang 2 diturunkan 55 persen Jenjang 3 diturunkan 65 persen Jenjang 4 diturunkan 75 persen Dalam naskah ini yang diolah lebih lanjut dan dianalisis adalah skenario a K-20. Untuk negara maju G-20 mengajukan usulan penurunan tarif yang berbeda menurut jenjang (5 buah) dan tingkat penurunannya, sebagai berikut: Jenjang 1, T < 20 persen; Jenjang 2, 20 persen < T < 40 persen; Jenjang 3, 40 persen < T < 60 persen; Jenjang 4, 60 persen < T < 80 persen; dan Jenjang 5, T > 80 persen. Tingkat penurunannya dilakukan secara garis lurus dan tingkat penurunan tarif bagi tarif yang tinggi lebih besar daripada tingkat penurunan tarif bagi tarif yang rendah. Sampai saat ini K 20 belum mempunyai usul yang nyata untuk penurunan tarif itu. 3. Konfigurasi Tarif Baru Dengan penurunan tarif sebesar 25 persen pada Jenjang 1, Indonesia sendiri mengalami penurunan tarif dari 29,19 persen menjadi 18,10 persen, yang berkisar antara 6,75 persen 20,25 persen (tabel 2). Di Jenjang 2, pemotongan tarif sebesar 30 persen bagi Indonesia yang memiliki pos tarif terbanyak mendapatkan penurunan tarif dari 42,78 persen menjadi 29,95 persen pada kisaran 29,5 persen 49 persen. Di Jenjang 3, Indonesia mengalami penurunan tarif dari 95,0 persen menjadi 61,75 persen untuk semua pos tarif sebanyak 14 di jenjang itu dan di Jenjang 4, Indonesia mengalami penurunan tarifnya dari 169,55 persen menjadi 98,73 persen, yang ada pada selang dari 150 persen 210 persen. 36

4 4. Dampak Pemotongan Tarif Untuk menganalisis dampak pemotongan tarif ini, gugus data yang digunakan adalah GTAP Database Versi 6.0 yang menggambarkan besaran-besaran tarif yang berlaku (applied tariff) pada tahun 2001 dan bukan tarif terikat (bound tariff) dari masing-masing negara atau wilayah yang diteliti. Hal ini dikemukakan karena adanya kesenjangan yang sangat lebar antara tarif berlaku dengan tarif terikat di suatu negara atau wilayah. Besaran pemotongan tarif ditentukan sebagai rataan pemotongan tarif dari beberapa jenjang yang diusulkan negara atau wilayah tersebut, yakni : (a) Skenario pemotongan tarif usulan K20, dengan rataan pemotongan tarif 30 persen. Tabel 2. Jenjang Perbandingan Hasil Skenario Pemotongan Usulan G-20 antara Indonesia dan G-33, Desember 2006 Indonesia K33 Selang Rataan tarif (%) Selang Rataan tarif (%) tarif baru (%) Lama Baru tarif baru (%) Lama Baru Jenjang Jenjang Jenjang Jenjang Kalau seandainya tarif impor dipotong, maka produksi hampir semua komoditas pertanian Indonesia akan menurun, kecuali untuk komoditas Ayam_Telur, Pertan_Lain, Minyak_Nabati dan Olahan Makanan. Hal ini ditunjukkan oleh semua skenario (tabel 3), sementara untuk KN-33 produksi Padi_Olahan, Hortikultura, Gula_Tebu, Pertan_Lain dan Olah_Makanan meningkat, tetapi produksi komoditas lain menurun, yakni jagung, kedelai, komoditas peternakan dan Minyak_Nabati. Laju penurunan atau peningkatannya kecil. Pada keadaan sama-sama terjadi peningkatan produksi, laju peningkatan bagi Indonesia lebih besar daripada laju peningkatan bagi KN-33 dan pada keadaan sama-sama terjadi penurunan produksi, laju penurunan bagi Indonesia juga lebih besar daripada laju penurunan bagi KN-33, kecuali kedelai. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dampak pemotongan tarif impor komoditas pertanian di Indonesia tidak serta-merta menunjukkan arah yang sama dengan di KN

5 Berhubung produksi beberapa komoditas pertanian Indonesia diatas menurun, maka penurunan tarif juga menunjukkan bahwa permintaan atau penggunaan masukan, terutama lahan, tenaga kerja tak terdidik dan modal akan menurun pula bagi komoditas-komoditas ini, tetapi bagi komoditas yang produksinya meningkat, permintaan akan masukan juga meningkat (tabel 3). Ini menunjukkan adanya peralihan penggunaan sumberdaya pertanian di Indonesia. Besarnya penurunan atau peningkatan penggunaan masukan sejalan dengan besaran penurunan tarif. Selanjutnya, laju penurunan penggunaan masukan untuk tanaman kedelai selalu lebih cepat dibanding komoditas lain, diikuti oleh Gula_Tebu, Padi_Olah dan Spi_Dmb, tetapi laju peningkatan penggunaan masukan tidak selalu terjadi pada komoditas Pertan_Lain. Hal ini terjadi hanya pada masukan lain, sedangkan laju permintaan tenaga kerja tak terdidik dan modal paling tinggi didapatkan pada komoditas MinyakNabati. Sementara itu, diperoleh pula bahwa penggunaan masukan lahan cenderung menurun, penggunaan masukan tenagakerja tak terdidik dan modal bahkan meningkat pada komoditas OlahMakanan. Tabel 3. Dampak pemotongan tarif berlaku (applied tariff) komoditas pertanian Indonesia menurut usulan G-20 (%) Produksi Perdagangan Komoditas Permintaan masukan Komoditas Indonesia Indonesia KN-33 Indonesia KN-33 Lahan TK tak terdidik Modal Padi dan Olahannya Jagung Hortikultura Kedelai Gula tebu Sapi dan Domba Ayam dan Telur Pertanian Lainnya Minyak Nabati Olahan Makanan Dengan menurunnya produksi beberapa komoditas pertanian di Indonesia, maka defisit neraca perdagangan (selisih Ekspor dengan Impor) akan terjadi untuk komoditas-komoditas tersebut, kecuali bagi komoditas yang laju produksinya positif seperti komoditas yang disebutkan di atas, yakni komoditas Ayam_Telur, Pertan_Lain, Minyak_Nabati dan OlahanMakanan, sementara untuk KN-33 terjadi surplus perdagangan untuk Padi_Olahan, Hortikultura, Gula_Tebu, Pertan_Lain dan 38

6 Olah_Makanan meningkat, tetapi defisit bagi komoditas lain, yakni jagung, kedelai, komoditas peternakan dan Minyak_Nabati (Tabel 3). Pada keadaan sama-sama terjadi defisit perdagangan, nilai defisit perdagangan Indonesia jauh lebih kecil daripada KN-33 dan pada keadaan sama-sama terjadi surplus perdagangan, nilai surplus Indonesia juga lebih kecil daripada KN-33. Selanjutnya, pemotongan tarif dengan skenario di atas menyebabkan pendapatan rumahtangga di Indonesia akan meningkat, sementara di wilayah kelompok KN-33 akan menurun (tabel 4). Pemotongan tarif secara bersamaan di seluruh dunia menyebabkan kesejahteraan di semua negara atau wilayah yang dianalisis meningkat, kecuali bagi AS. Jadi, meskipun pendapatan rumahtangga atau PDB menurun di negara atau wilayah yang dikaji, apabila tarif diturunkan secara bersamaan dengan nilai yang sama, maka kesejahteraan negara atau wilayah yang dianalisis meningkat, kecuali bagi AS. Tabel 4. Dampak pemotongan tarif menurut usulan G-20 terhadap pendapatan Rumahtangga (RT), Nilai PDB dan Tingkat Kesejahteraan Indonesia Variabel Indonesia KN-33 Pendapatan RT Nilai PDB Perubahan (%) Tingkat Kesejahteraan (EV) (dalam AS$ juta) Hal ini seharusnya menjadi pendorong bagi semua negara untuk melakukan pemotongan tarif impornya, termasuk Indonesia. Namun, sebelum memutuskan langkah ini dan langkah yang lebih jauh, Indonesia perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap produksi, neraca perdagangan dan penggunaan sumberdaya pertaniannya, terutama tenaga kerja tak terdidik mengingat besarnya surplus tenaga kerja tak terdidik di sektor pertanian di Indonesia. Untuk itu masih perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terhadap penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan di Indonesia. Selain itu, mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap AS, maukah AS melakukannya atau akankah AS mengkompensasikan dampak negatif ini dengan memberi BD kepada petaninya? Apakah ini pertanda bahwa tarif komoditas pertanian di AS telah sangat rendah, sehingga penurunan berikutnya menjadi pemicu turunnya gairah berproduksi dan investasi di bidang produksi pertanian masih perlu dikaji lebih lanjut. Namun, hasil ini perlu ditafsirkan secara hatihati, mengingat betapa rumitnya agregasi-agregasi yang harus dilakukan dalam membangun pangkalan data analisis dan dalam menganalisisnya. 39

7 4. Kesimpulan dan Saran Kebijakan (1) Usulan pengelompokan tarif dari G-20 menyebabkan pos tarif menyebar merata ke Jenjang 1, 2, dan 3. (2) Usulan K 20 memberikan hasil penurunan tarif yang agak lambat tidak sedrastis usulan Australia, AS dan Selandia Baru. (3) G-33 perlu mengkaji usulan penurunan tarif yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan ciri dan kerawanan sektor pertanian dan komoditaskomoditas pertanian andalannya di negara-negara anggota. Jadi, penetapan penurunan tarif dan sasaran komoditasnya perlu dikaji secara mendalam untuk mengantisipasi dampaknya terhadap agribisnis komoditas, petani yang terlibat dan masyarakat secara luas. (4) Pemotongan tarif impor tidak serta-merta menunjukkan arah yang sama dampaknya terhadap produksi komoditas pertanian di Indonesia dan di KN-33. Produksi hampir semua komoditas pertanian Indonesia (Padi_Olah, Jagung, Kedelai, Hortikultura, Gula_Tebu, dan Spi_Dmb) akan menurun, kecuali untuk komoditas Ayam_Telur, Pertan_Lain, Minyak_Nabati dan OlahanMakanan, sementara untuk KN-33 produksi Padi_Olahan, Hortikultura, Gula_Tebu, Pertan_Lain dan Olah_Makanan meningkat, tetapi produksi komoditas lain menurun, yakni jagung, kedelai, komoditas peternakan dan Minyak_Nabati. (5) Semua skenario penurunan tarif juga menunjukkan bahwa permintaan atau penggunaan masukan, terutama lahan, tenaga kerja tak terdidik dan modal akan menurun pula bagi komoditas-komoditas ini, tetapi bagi komoditas yang produksinya meningkat, permintaan akan masukan juga meningkat. Besarnya penurunan atau peningkatan penggunaan masukan sejalan dengan besaran penurunan tarif dari masing-masing proposal. (6) Penurunan produksi beberapa komoditas pertanian di Indonesia juga menyebabkan defisit neraca perdagangan, kecuali bagi komoditas yang laju produksinya positif seperti komoditas yang disebutkan di atas, yakni komoditas Ayam_Telur, Pertan_Lain, Minyak_Nabati dan OlahanMakanan, sementara untuk KN-33 terjadi surplus perdagangan untuk Padi_Olahan, Hortikultura, Gula_Tebu, Pertan_Lain dan Olah_Makanan meningkat, tetapi defisit bagi komoditas lain, yakni jagung, kedelai, komoditas peternakan dan Minyak_Nabati. (7) Pada keadaan sama-sama terjadi defisit perdagangan, nilai defisit perdagangan Indonesia jauh lebih kecil daripada KN-33 dan pada keadaan sama-sama 40

8 terjadi surplus perdagangan, nilai surplus Indonesia juga lebih kecil daripada KN-33. (8) Semua skenario pemotongan tarif menunjukkan bahwa pendapatan rumahtangga di Indonesia dan NM lain akan meningkat, sementara di wilayah yang lain, termasuk kelompok KN-33 akan menurun. Laju peningkatan pendapatan rumahtangga di Indonesia lebih rendah daripada di kelompok Negara Maju lain. Peningkatan pendapatan rumahtangga di Indonesia dan Negara Maju lain ini juga diikuti oleh peningkatan PDB di Indonesia dan Negara Maju lain tersebut dan laju persentase peningkatan pendapatan dan PDB hampir sama. Namun, analisis menunjukkan bahwa pemotongan tarif secara bersamaan menyebabkan kesejahteraan di semua negara atau wilayah yang dianalisis meningkat, kecuali bagi AS. 41

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO Oleh : Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans B.M. Dabukke Erna M. Lokollo Wahida PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN Oleh : Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Helena Juliani

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 FLEKSIBILITAS PENERAPAN SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM DAN KAJI ULANG KEBIJAKAN DOMESTIC SUPPORT UNTUK SPECIAL PRODUCT INDONESIA Oleh : M. Husein Sawit Sjaiful Bahri Sri Nuryanti

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENURUNAN SUBSIDI EKSPOR NEGARA MAJU TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN INDONESIA. Abstrak

ANALISIS DAMPAK PENURUNAN SUBSIDI EKSPOR NEGARA MAJU TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN INDONESIA. Abstrak ANALISIS DAMPAK PENURUNAN SUBSIDI EKSPOR NEGARA MAJU TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo, Wahida, dan Budiman Hutabarat Abstrak Pilar subsidi ekspor, telah disepakati batas waktu

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENURUNAN BANTUAN DOMESTIK NEGARA MAJU TERHADAP HARGA DAN PENGGUNAAN SUMBERDAYA PERTANIAN INDONESIA

ANALISIS DAMPAK PENURUNAN BANTUAN DOMESTIK NEGARA MAJU TERHADAP HARGA DAN PENGGUNAAN SUMBERDAYA PERTANIAN INDONESIA ANALISIS DAMPAK PENURUNAN BANTUAN DOMESTIK NEGARA MAJU TERHADAP HARGA DAN PENGGUNAAN SUMBERDAYA PERTANIAN INDONESIA Helena J. Purba, Erna Maria Lokollo, dan Budiman Hutabarat Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 4 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 2 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JUNI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan. Indikator

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. SEPTEMBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JULI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin Bulanan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 1 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. OKTOBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 3 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENURUNAN SUBSIDI EKSPOR NEGARA MAJU TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN INDONESIA

ANALISIS DAMPAK PENURUNAN SUBSIDI EKSPOR NEGARA MAJU TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN INDONESIA ANALISIS DAMPAK PENURUNAN SUBSIDI EKSPOR NEGARA MAJU TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo, Wahida, dan Budiman Hutabarat Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl.

Lebih terperinci

PERTANIAN.

PERTANIAN. PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PADI, JAGUNG, KEDELAI DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PADI, JAGUNG, KEDELAI DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PADI, JAGUNG, KEDELAI DI INDONESIA Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, MS 1), Prof. Dr. Ir. Masyhuri 1), Dr. Ir. Sumaryanto 2), dan Ir.

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) Nizwar Syafa at, Sudi Mardianto, dan Pantjar Simatupang Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh : LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Nizwar Syafa at Prajogo Utomo Hadi Dewa K. Sadra Erna Maria Lokollo Adreng Purwoto Jefferson Situmorang Frans

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia Oleh : Budiman Hutabarat M.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 No. 19/04/Th. VIII, 3 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Februari tercatat US$ 12,41 juta atau mengalami kenaikan sebesar 20,72 persen

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN PENETAPAN TARGET INDIKATOR MAKRO DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN 2015-2019 Oleh Pantjar Simatupang Sri Hery Susilowati Supriyati Sri Hastuti

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 8/Agustus 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 8/Agustus 2014 AGUSTSU 2014 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 8/Agustus 2014 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc Redaktur

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 9/September 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 9/September 2014 SEPTEMBER 2014 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 9/September 2014 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 10/Oktober 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 10/Oktober 2014 OKTOBER 2014 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 10/Oktober 2014 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN BAHASAN 1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN NUHFIL HANANI AR UNIVERSITAS BAWIJAYA Disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan Indonesia, yang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan produksi, memperluas lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara mampu memenuhi sendiri kebutuhannya. Sehingga hal yang lazim disaksikan adalah adanya kerjasama

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume IX, Nomor 3/Maret 2015

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume IX, Nomor 3/Maret 2015 MARET 2015 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume IX, Nomor 3/Maret 2015 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc Redaktur

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/03/Th. XVI, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI 2013 SEBESAR 97,22 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Februari 2013 sebesar 97,22

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 3/Maret 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 3/Maret 2014 MARET 2014 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 3/Maret 2014 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc Redaktur

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 5/Mei 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 5/Mei 2014 MEI 2014 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 5/Mei 2014 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc Redaktur

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 6/Juni 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 6/Juni 2014 JUNI 2014 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 6/Juni 2014 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc Redaktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 4/April 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 4/April 2014 APRIL 2014 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 4/April 2014 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc Redaktur

Lebih terperinci

KUTUKAN FISKAL DARI NEGERI KANGGURU Oleh: Rendra Wasita, S.P. Abstrak

KUTUKAN FISKAL DARI NEGERI KANGGURU Oleh: Rendra Wasita, S.P. Abstrak KUTUKAN FISKAL DARI NEGERI KANGGURU Oleh: Rendra Wasita, S.P. Abstrak Perdagangan produk pertanian antara Indonesia dan Australia selama 4 tahun terakhir mengalami defisit rata-rata sebesar 2.7 milyar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tapi kontradiktif dalam sistem usahatani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN DESEMBER 2015

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN DESEMBER 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN DESEMBER 2015 No. 03/01/35/Th.XIV, 4 Januari 2016 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Desember 2015 turun 0,41 persen. Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 No. 18/03/35/Th.X, 1 Maret 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Februari 2012 Turun 1,39 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XV, 2 April 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MARET 2012 SEBESAR 97,86 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Maret 2012 sebesar 97,86 persen,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

POSISI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI BIDANG PERTANIAN Analisis Skenario Modalitas

POSISI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI BIDANG PERTANIAN Analisis Skenario Modalitas ISBN : 979-3566-55-8 POSISI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI BIDANG PERTANIAN Analisis Skenario Modalitas Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Helena J. Purba Sri Nuryanti Adi Setyanto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 97,55 PERSEN No. 04/02/Th. XIV, 1 Februari 2011 Pada bulan Januari 2011, NTP Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing subsektor tercatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Jumlah Desa/Kelurahan Swasembada Menurut Kabupaten/Kota Tahun

DAFTAR TABEL. Jumlah Desa/Kelurahan Swasembada Menurut Kabupaten/Kota Tahun Tabel 2.1 DAFTAR TABEL Banyaknya Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah Menurut Kabupaten Kota Tahun 14... Halaman 6 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2. Banyaknya

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2)

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN (PTE101002) PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. Dr.Ir. Rini Dwiastuti, MS (Editor) TM 3 MATERI PEMBELAJARAN Sektor

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN KONTRIBUSI INVESTASI SWASTA TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN 2010 2014 Pendahuluan Dalam perhitungan PDRB terdapat 3 pendekatan, yaitu

Lebih terperinci

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 12/Desember 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 12/Desember 2014 DESEMBER 2014 Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 12/Desember 2014 Ukuran Buku : 20,5 cm x 29,0 cm Desain grafis: Sehusman, SP Penanggung Jawab: Ir. M. Tassim Billah, MSc

Lebih terperinci