JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017"

Transkripsi

1 HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMK NEGERI 1 LUMUT KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2017 TINAWATI NAINGGOLAN DOSEN STIKES NAULI HUSADA SIBOLGA ABSTRACT Young women are vulnerable to maternal deaths, child and infant mortality, unsafe abortion, STIs, drugs and sexual abuse / abuse. Parents as the first social environment of teenagers are expected to adopt a parenting pattern that prioritizes open dialogue between adolescents and parents about reproductive health so that adolescents have the right attitude about reproductive health. This study aims to determine the relationship of parental parenting with the attitude of young women about reproductive health in SMK Negeri 1 Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah The design used in this research is descriptive correlation. The sample in this research is female adolescent SMK Negeri 1 Lumut which amounts to 170 people. Sampling using Total Sampling technique. The results of the study of 170 respondents, the majority of 74.1% in categorizeolaasuhauthoritative (democratic) and the majority of 71.2% bersikappositif. The results of the test are measured by ρ = 0,000, this means ho rejected that the relationship of the parent's parents with the attitude of the police about the reproductive health. It is expected to be an input for educational institutions to cooperate with health officers in the Directorate of Youth and Protection of Reproductive Rights, BKKBN to enable PIK-KRR in educational institutions and parents are expected to apply parenting that prioritizes open dialogue on reproductive health in adolescents. Keywords: Parenting Parenting, Young Women Attitudes, Reproductive Health LATAR BELAKANG Remaja merupakan bagian fase kehidupan manusia dengan karakter khasnya yang penuh gejolak. Data demografi menunjukan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur tahun.sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang(soetjiningsih, 2007). Di Indonesia, pada tahun 2007 jumlah remaja usia tahun terdapat sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah penduduk Indonesia (Proyeksi Penduduk Indonesia tahun , dkk. 2005, dalam Muadz, dkk, 2008). Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka (Suryoputro, Ford & Shaluhiyah, 2006). Perkembangan emosi yang belum stabil dan bekal hidup yang masih perlu dipupuk menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Diakui atau tidak, fakta telah menjelaskan keteledoran orang tua dan pendidik dalam mengarahkan dan membimbing anaknya berkontribusi meningkatkan problem-problem sosial dan kriminal (Muzayyanah, 2008). Permasalahan remaja yang ada saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia yang dilaporkan hingga desember 2009 mencapai kasus, dengan usia tahun sebesar 3,05%. Dari sisi lain jumlah penyalah guna narkoba sebesar 1,5% dari penduduk Indonesia atau 3,2 juta penduduk Indonesia didapati sebagai penyalah guna NAPZA. ±70% dari pengguna narkoba adalah remaja. Berdasarkan data Perkumpulan Keluarga Berencana Nasional Indonesia (PKBI), tahun 2006, didapatkan bahwa 2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun, 27% (±700 ribu) dilakukan oleh remaja, dan sebagian besar dilakukan dengan cara tidak aman. Sekitar 30-35%, aborsi ini adalah penyumbang kematian ibu (BKKBN, 2010). Hal inilah yang menyebabkan remaja putri rentan terhadap kematian maternal, kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS, NAPZA dan kekerasan/pelecehan seksual (MOH-GOI, 1999, dalam Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum, 2009, hlm. 160). Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama, yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya bagi remaja. Pola asuh otoriter, permisif maupun demokratis memberikan dampak yang berbeda-beda bagi remaja (Soetjaningsih, 2010, hlm. 50). 76

2 Orangtua sebagai lingkungan sosial pertama remaja diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang mengutamakan adanya dialog yang terbuka antara remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi sehingga remaja memiliki sikap yang benar tentang kesehatan reproduksi. Namun pada kenyataannya orang tua seringkali menganggap tabu pembicaraan tentang fungsi dan proses reproduksi serta seksualitas kepada remaja, akhirnya remaja berusaha mencari informasi lewat media massa dan teman-temannya sehingga mereka kadang-kadang memperoleh informasi yang kurang tepat, malah terkadang menyesatkan dan menjerumuskan mereka sendiri(mutakim, 2008). Oleh karena itu pola asuh orang tua sangat penting untuk membentuk sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi. Berdasarkan hasil penelitian Vani Bagus Setiana (2010) didapatkan 59,0% responden mempunyai sikap positif, 56,9% orang tua responden mempunyai pola asuh positif, dan 41,1% responden mempunyai sikap dan pola asuh orang tua yang positif. Setelah dilakukan uji statistik dengan spearman rank dengan menggunakan program komputer didapatkan bahwa (0,00) lebih kecil dari (0,05), yang artinya ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja tentang NAPZA pada siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Jombang. Berdasarkan hasil penelitian Rohdiyati (2007) disimpulkan bahwa ada pengaruh antara pola asuh orang tua permisif dengan sikap remaja terhadap seks pra nikah pada kelas XI di SMU 17 AGUSTUS. Hasil penelitian Fatmawati (2010) dengan menggunakan uji korelasi product moment, diperoleh hasil bahwa nilai r = 0,433 dengan nilai p = 0,001 karena nilai p lebih kecil dari 0,05 maka signifikan berarti ada hubungan antara pola asuh authoritative dengan sikap siswa tentang seks bebas di SMA N 1 Tawangsari Sukoharjo. SMK Negeri 1 Lumut merupakan salah satu sekolah yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah. Siswinya berasal dari desa yang berbeda-beda, dengan kebiasaan yang berbeda pula. Yang tentunya pola asuh yang digunakan oleh orangtuanya juga berbeda antara satu dengan yang lain. Di sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi dan kegiatan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi dari lembaga wilayah setempat. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru, pernah ada siswa kelas XII yang putus sekolah akibat hamil di luar nikah. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMK Negeri 1Lumut. TINJAUAN PUSTAKA Sikap Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo (2007, hlm. 142), menyatakan bahwa sikap merupakan suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Tingkatan Sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga memiliki berbagai tingkatan (Notoadmodjo, 2005, hlm. 144), yaitu : a. Menerima (Receiving) Dapat diartikan bahwa orang (objek) mau dan memeperhatikan stmulasi yang diberikan (objek). b. Merespon (Responding) Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (Valving) Memberikan orang lain untuk mengerjakan/mendiskusikan suatu masalah atau suatu indikasi sikap. a. Bertanggung Jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoadmodjo, 2003). 77

3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2009, dalam Kusumastuti, 2010, hal.13-16) adalah: a) Pengalaman pribadi Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. b) Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan. c) Orang lain yang dianggap penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, sesorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang satatus sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri tau suami dan lain-lain. d). Media massa Media massa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya. Media massa membawa pula pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. e). Institusi/ lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri ndividu. Pemahaman akan baikdan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. f). Faktor emosi dalam diri individu Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadangkadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. 78

4 Pengukuran Sikap Model Likert Skala ini digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap gejala-gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau yang dialaminya (Hidayat, 2010, hlm. 102). Beberapa bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam kategori skala likert adalah sebagai berikut : a. Untuk pertanyaan/pernyataan positif Sangat Setuju : 4 Setuju : 3 Tidak Setuju : 2 Sangat Tidak Setuju : 1 b. Untuk pertanyaan/pernyataan negatif Sangat Setuju : 1 Setuju : 2 Tidak Setuju : 3 Sangat Tidak Setuju : 4 Pola Asuh Orang Tua Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Chabib Thoha (1996, hlm. 109, dalam Astuti, 2005, hlm. 36) pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif. Pola asuh menurut Soetjiningsih (2004, dalam Astuti, 2005, hlm. 36) adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak,yaitu bagaimana cara sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak,termasuk cara penerapan aturan,mengajarkan nilai / norma,memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi sikap anaknya (Theresia,2009, dalam Suparyanto, 2010) a. NAPZA 1) Pengertian NAPZA NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Zat Additive lainnya) adalah zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik secara oral (melalui mulut), dihirup (melalui hidung). Kata lain yang sering dipakai adalah narkoba (Narkotika, psikotropika dan bahan-bahan berbahaya lainnya). 2) Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Pecandu adalah orang yang menggunakan/menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis. Ketergantungan narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus. Rehabilitas medis adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Jenis narkotika adalah opioid atau opiad yang berasal dari kata opium. Opiad alami adalah heroin (diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), danhydromorphone (dialudid). Efek samping yang ditimbulkan adalah mengalami perlambatan dan kekacauan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan risiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan seks, kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis. Adapun jenis narkotika adalah opioid (opiad) yang sering disalahgunakan adalah candu. 79

5 1. Alkohol Alkohol terdapat dalam minuman keras (MIRAS). Minuman keras terbagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu: - Gol. A berkadar alkohol 1%-5% - Gol. B berkadar alcohol 5 %-20% - Gol. C berkadar alcohol 20%-50% Beberapa jenis minuman beralkohol dan kadar yang terkandung di dalamnya: - Bir, Green Sand 1%-5% - Martini, Wind (anggur) 5%-20% - Whisky, Brandy 20%-55% Efek samping yang ditimbulkan adalah dalam jumlah kecil, alkohol menimbulkan perasaan relax, dan pengguna akan lebih mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan kemarahan. Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, akan muncul efek sebagai berikut : merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri tanpa ada perasaan terhambat menjadi lebish emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan). Pemabuk atau pengguna alcohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver, dan kerusakan otot. 3.Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika, bersifat atau berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan tingkah laku. Zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak dan merangsang system saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku disertai dengan timbulnya halusinasi (menghayal), ilusi, gangguan cara berfikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya. Psikotropika terbagi dalam 4 golongan yaitu, psikotropika golongan I, golongan II, golongan III dan golongan IV. Psikotropika yang sekarang sedang popular dan banyak disalahgunakan adalah psikotropika golongan I, yang diantaranya yang dikenal dengan ekstasi dan psikotropika golongan II yang dikenal dengan nama shabu-shabu. 1. Tahapan Pengguna a. Pemakai coba-coba Biasanya untuk memenuhi rasa ingin tahu atau agar diakui oleh kelompoknya. b. Pemakai sosial atau rekreasi Biasanya untuk bersenang-senang, pada saat rekreasi atau santai, umumnya dilakukan dalam kelompok. c. Pemakai situasional Biasanya untuk menghilangkan rasa ketegangan, kesedihan, atau kekecewaan. d. Pemakai ketergantungan Biasanya sudah tidak dapat melalui hari tanpa mengkonsumsi NAPZA. 2. Dampak Penyalahgunaan a. Fisik 1) Gangguan pada system saraf (neurologis), seperti kejang-kejang. Halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan saraf. 2) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), seperti infeksi akut otot jantung dan gangguan pembuluh darah. 3) Gangguan pada kulit (dermatologist), seperti: adanya nanah, bekas suntukan atau sayatn dan alergi. 4) Gangguan pada paru-paru, seperti: kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru, dan penggumpalan benda asing yanmg terhirup. 5) Gangguan pada darah: pembentukan sel darah terganggu. 6) Gangguan pencernaan: mencret, radang lambung, dan kelenjar ludah perut, hepatitis, perlemakan hati, pengerasan dan pengecilan hati. 7) Gangguan sistem reproduksi: gangguan fungsi seksual sampai kemandulan, gangguan fungsi reproduksi, ketidakteraturan menstruasi, serta cacat bawaan yang dikandung. 8) Gangguan pada otot dan tulang, seperti peradangan otot akut, penurunan fungsi otot. 9) Terinfeksi virus Hepatitis B dan C, serta HIV. 10) Kematian akibat pemakaian berlebihan (over dosis). 80

6 b. Psikologis 1) Ketergantungan fisik dan psikologis kadangkala sulit dibedakan karena pada akhirnya ketergantungan psikologis lebih mempengaruhi. 2) Ketergantungan pada NAPZA menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan prilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. 3) Berbagai gangguan psikis dan kejiwaan yang sering di alami oleh mereka yang yang menyalahgunakan NAPZA antara lain adalah: depresi, paranoid, percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan, dll. 4) Gangguan kejiwaan ini bias bersifat sementara tetapi juga bias permanent karena kadar ketergantungan pada NAPZA yang semakain tinggi. 5) Gangguan psikologis yang paling nyata ketika pengguna berada pada tahap compulsive yaitu berkeinginan sangat kuat dan hamper tidak bias mengendalikan dorongan untuk menggunakan NAPZA. Dorongan psikologis untuk memakai dan memakai ulang ini sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan. 6) Banyak pengguna sudah mempunyai masalah psikologis sebelum memakai NAPZA dan penyalahgunaan NAPZA menjadi pelarian atau usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut. 7) NAPZA tertentu justru memperkuat perasaan depresi pada pengguna tertentu. 8) Gejala psikologis yang biasa dialami para pengguna NAPZA antara lain: a) Keracunan (Intoksikasi) Adalah suatu keadaan ketika zat-zat yang digunakan sudah mulai meracuni darah pemakai dan mempengaruhi perilaku pemakainya; misalnya tidak lagi bisa berbicara normal, berpikir lambat, dd. b) Peningkatan Dosis (Toleransi) Yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulang kali. Dalam jangka waktu lama, jumlah atau dosis yang digunakan akan meningkat. Toleransi akan hilang jika gejala putus obat hilang. c) Gejala Putus Obat Adalah keadaan dimana pemakai mengalami berbagai gangguan fisik dan psikis karena tidak memperoleh zat yang biasa ia pakai. Gejalanya antara lain gelisah, berkeringat, kesakitan, mualmual. Gejala putus obat menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan zat atau bahan yang biasa dipakai.gejala putus obat akan hilang ketika kebutuhan akan zat dipenuhi kembali atau bila pemakai sudah terbebas sama sekali dari ketergantungan pada zat/obat tertentu. Perlu diketahui bahwa menangani gejala putus obat bukan berarti menangani ketergantungannya pada obat. Gejala putus obatnya selesai, belum tentu ketergantungan pada obatnya juga selesai. d) Ketergantungan Adalah keadaan di mana seseorang selalu membutuhkan zat/obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar, baik fisik maupun psikologis.pemakai tidak bisa lagi hidup wajar tanpa zat/obat-obat tersebut. (Muadz, 2008:90-91). KERANGKA PENELITIAN Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan pustaka, pada penelitian ini variabel pola asuh yang akan diteliti adalah authoritarian (otoriter), authoritative (demokratis)dan permessive. Sedangkan variabel sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi yang akan diteliti meliputi seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA. Pola Asuh Orangtua - authoritarian (otoriter) Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi - authoritative (demokratis) - permessive. Gambar 3.1 Kerangka Penelitian 81

7 Definisi Operasional 1. Variabel Independen Yang menjadi variable independen dari penelitian ini adalah pola asuh orangtua meliputi pola asuh authoritarian (otoriter), authoritative (demokratis)dan permissive. Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Independen Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Pola asuh orangtua a. Authoritaria n (otoriter) b. Authoritativ e (Demokrati s) a. Pola asuh yang : - Kaku yaitu 1. Tidak menerima pendapat orang lain termasuk anaknya sendiri. 2. Tidak ada diskusi tentang kesehatan reproduksi dengan anak karena dianggap tabu untuk dibicarakan. 3. Tidak lemah lembut. - Diktator yaitu 1. Orangtua bertindak semena-mena. 2. Anak cenderung takut dan patuh. 3. Orangtua sering menggunakan hukuman fisik jika anak berbuat salah. - Memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah orangtua tanpa banyak alasan. - Cenderung mengekang keinginan anak. - Menekankan pengawasan orangtua untuk mendapatkan ketaatan dan kepatuhan. b. Pola asuh yang : - Mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orangtua termasuk tentang kesehatan reproduksi - Memberikan kebebasan pada anak untuk bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi masih dalam pengawasan dari orangtua. Kuesioner dengan 10 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban 0 = tidak pernah 1 = Jarang 2 = Sering Kuesioner dengan 10 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban 0 = tidak 82 Tidak Authoritarian = 0-10 Authoritarian = Tidak Authoritative = 0-10 Authoritative = Nominal Nominal

8 c. Perme Ssive c. Pola asuh yang : - Memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya sendiri. - Kurang menekankan pengawasan dari orangtua. - Membuat anak lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan teman. - Membuat anak lebih banyak mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi bukan dari orangtua, melainkan dari teman dan media komunikasi. pernah 1 = Jarang 2 = Sering Kuesioner dengan 17 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban 0 = tidak pernah 1 = Jarang 2 = Sering Tidak Permessive = 0-10 Permessive = Nominal 2. Variabel Dependen Yang menjadi variable dependen dari penelitian ini adalah sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi meliputi seksualitas, PMS dan NAPZA. Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Dependen Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi Operasional Respon atau reaksi remaja putri tentang : a. seksualitas b. HIV/AIDS c. NAPZA Kuesioner dengan 24 pernyataan : Jika pernyataan positif (+) maka : Sangat Setuju : 4 Setuju : 3 Tidak Setuju : 2 Sangat Tidak Setuju : 1 Jika pernyataan negatif (-) maka : Sangat Setuju : 1 Setuju : 2 Tidak Setuju : 3 Sangat Tidak Setuju : 4 Positif jika total skor Negatif jika total skor Ordinal 3. Hipotesis Hipotesa yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu adanya hubungan antara pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi. 83

9 HASIL PENELITIAN Analisa Univariat Pola Asuh Orangtua Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Orangtua di SMK Negeri 1 Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Pola Asuh Orangtua Frekuensi Persentase (%) Authoritarian (otoriter) 22 12,9 Authoritative (demokratis) ,1 Permessive 22 12,9 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa hasil penelitian distribusi responden berdasarkan pola asuh orang tua menunjukkan bahwa dari170 responden, mayoritas responden 74,1% (126 orang) dalam kategori pola asuh orangtua authoritative (demokratis), dan minoritas responden 12,9% (22 orang) dalam kategori pola asuh orangtua authoritarian (otoriter) dan permessive. Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Kesehatan Reproduksi Di SMK Negeri 1 Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Sikap tentang Kesehatan Reproduksi Frekuensi Persentase (%) Positif ,2 Negatif 49 28,8 Jumlah ,0 Berdasarakan tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa hasil penelitian distribusi responden berdasarkan sikap tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa dari 170 responden, mayoritas responden 71,2% (121 orang) bersikap positif dan minoritas responden 28,8% (49 orang) bersikap negatif. Analisa Bivariat Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi Tabel 5.3 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMK Negeri 1 Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Pola Asuh Orangtua Sikap Jumlah Persentase Positif Negatif (%) F % F % Authoritarian (otoriter) , ,9 Authoritative (demokratis) ,2 5 3, ,2 Permessive , ,9 Total , , X 2=146,595 ρ=0,000 84

10 Pearson Chi-Square N of Valid Cases Tabel 5.4 Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) 146,595 a 2 0, a. 0 cells (0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa hasil penelitian hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putrid tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa dari 170 responden, 22 orang (12,9%) yang berpola asuh authoritarian (otoriter) mempunyai sikap negatif, 121 orang (71,2%) yang berpola asuh authoritative (demokratis) mempunyai sikap positif dan 22 orang (12,9%) yang berpola asuh permessive mempunyai sikap negatif. Tabel 5.4 menunjukkan hasil uji statistik dengan analisa chi-square diperoleh nilai ρ=0,000, ini berarti ada hubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 170 remaja putri di SMK Negeri 1 Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai berikut: 1. Mayoritas responden 74,1% (126 orang) dalam kategori pola asuh orangtua authoritarian (demokratis), dan minoritas responden 12,9% (22 orang) dalam kategori pola asuh orangtua authoritative (otoriter) dan permissive. 2. Mayoritas responden 71,2% (121 orang) bersikap positif dan minoritas responden 28,8% (49 orang) bersikap negatif. 3. Terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMK Negeri 1 Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah tahun Saran Untuk meningkatkan sikap positif remaja putri tentang kesehatan reproduksi diharapkan: 1. Bagi institusi pendidikan Diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan untuk menjalin kerjasama dengan petugas kesehatan di Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi, BKKBN untuk mengaktifkan PIK-KRR di institusi pendidikan untuk meningkatkan pemahaman remaja putri tentang kesehatan reproduksi, sehingga seluruh remaja putri SMK Negeri 1 Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki sikap positif tentang kesehatan reproduksi. 2. Bagi Orang tua Diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang memungkinkan adanya dialog terbuka antara orangtua dan remaja tentang kesehatan reproduksi sehingga remaja memiliki sikap positif tentang kesehatan reproduksi. 3. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkandapatmelakukan penelitian tentang pola asuh orangtua yangpalingefektif dalam membentuk sikap positif remaja putri tentang kesehatanreproduksi. DAFTAR PUSTAKA Ali, M., Mohammad, A. (2010). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: BumiAksara. Bidang Pengendalian KB dan KR. (2010). Laporan Kegiatan After School Program KRR/PKBR bagi Siswa-Siswi SMP dan SMA Tingkat Provinsi Sumatera Utara Angkatan I (Pertama). Medan : BKKBN Provinsi Sumatera Utara. Danniati, R.R. (2009). Hubungan Persepsi tentang Pola Asuh Orangtua dengan Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 1 Bangsri Kabupaten Jepara. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fatmawati, Ari. (2010). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pola Asuh Orangtua tentang Sikap Remaja tentang Seks Bebas di SMA N 1 TawangsariSukoharjo, retrivied from 85

11 Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi & Pusdiklat Pegawai dan Tenaga Program BKKBN. (2008). Modul Workshop : Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Calon Konselor Sebaya. Jakarta : BKKBN Provinsi Sumatera Utara. Hidayat, A.A.A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Hurlock, Elisabeth. (2007). Perkembangan Anak jilid II. Jakarta:Erlangga. Kusumaastuti, Fadhila A. D. (2010). Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Seksual Pranikah Remaja, retrivied from uns.ac.id. Mahfiana, L., Elfi,Y.R. (2009). Remaja dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: STAIN PRESS Ponorogo bekerja sama dengan CEF RS. Manik, M, Nur, A.S., Nur, A. (2010). Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Medan: Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Manuaba, A.C., Ida,B.G.F.M, Ida,B.G.M. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Muadz, M.M., dkk. (2008). Kurikulum dan Modul Pelatihan Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi, BKKBN, 2, (2008). Modul Pelatihan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Calon Konselor Sebaya. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi, BKKBN, 2, retrivied from Muzayyanah, S.N.(n.d.). Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja:Bagaimana menyikapinya. Retrieved 19 Mei 2009, from Notoadmojo, S.(n.d). (2007). MetodologiPenelitianKesehatan.Jakarta : Rineka Cipta. Nuru, N. (1994). U.P.P: Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah SMA pada SMA Negeri VI Medan. Medan: LembagaPenelitianUsuMedan. Oktiva, YayukDwi. (2010). Hubunganantara Tingkat PengetahuantentangKesehatanReproduksiRemajadanPolaAsuh Orang TuadenganSikapRemajatentangSeksBebas di SMA Negeri 1 TawangsaSukoharjo, retrivied from Parke, R.D. &Virginia,O.L. (1999). Child Psychology. (5 th ed). USA: The Mc.Graw, Inc. Riduwan.(2010). Dasar-Dasar Statistik. Bandung: Alfabeta. Rohdiyati,Suci. (2007). HubunganPolaAsuhPermisifDenganSikapRemajaTerhadapSeksPraNikah,retrivied from Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiana, Vani Bagus. (2010). HubunganAntaraPolaAsuh Orang TuaDenganSikapRemajaTentangNapzaPadaSiswaKelas Xi Di SmaPgri 1JombangKabupatenJombang 2010, retrivied fromhttp://dr-suparyanto.blogspot.com/2011/01/ Soetjaningsih. (2010). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Agung Seto. Suparyanto. (2010). Konsep Pola Asuh Anak, retrivied from Suyanto &Ummi,S.(2008). Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. Suryoputro,A., Nicholas, J.F., Zahroh,S. (2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi.Makara, Kesehatan. 10 (1), Widyastuti,Y., Anita, R., Eka, Y.P. (2009). KesehatanReproduksi. Jakarta:Fitramaya 86

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG TRIAD KRR DI SMAN KECAMATAN KISARAN TAHUN 2013

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG TRIAD KRR DI SMAN KECAMATAN KISARAN TAHUN 2013 LEMBAR KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG TRIAD KRR DI SMAN KECAMATAN KISARAN TAHUN 2013 I. Karakteristik Responden Nama : Usia : Jenis Kelamin : Kelas : No :.. Petunjuk

Lebih terperinci

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN PENDAHULUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS Eny Pemilu Kusparlina (Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun) ABSTRAK Pendahuluan: Angka aborsi di

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA Febry Heldayasari Prabandari *, Tri Budi Rahayu Program Studi D3 Kebidanan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bernama Corah Julianti/105102061 adalah mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN PERILAKU ASERTIF UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA. Kata kunci: narkoba; asertif; bimbingan kelompok

MENGEMBANGKAN PERILAKU ASERTIF UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA. Kata kunci: narkoba; asertif; bimbingan kelompok MENGEMBANGKAN PERILAKU ASERTIF UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA Rahmi Sofah, Harlina, Rani Mega Putri, Vira Afriyanti Universitas Sriwijaya E-mail: rani@konselor.org ABSTRAK Narkoba adalah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulasi atau objek. Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo (2007, hlm. 142),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulasi atau objek. Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo (2007, hlm. 142), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap 1. Pengertian Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo (2007, hlm. 142),

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG Dyan Kunthi Nugrahaeni 1 dan Triane Indah Fajari STIKES A. Yani Cimahi ABSTRAK

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29, PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29, 9 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menilai bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan aktivitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa anakanak untuk menuju masa dewasa. Remaja memiliki keunikan dalam tahap pertumbuhan dan perkembangannya yang pesat

Lebih terperinci

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH Latar Belakang Kehamilan merupakan st proses luar biasa, dimana ibu bertanggung jawab untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tunas, generasi penerus, dan penentu masa depan yang merupakan modal dasar pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan kelompok remaja tidak

Lebih terperinci

PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA SEBAGAI DAMPAK KONSUMSI MINUMAN BERALKOHOL

PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA SEBAGAI DAMPAK KONSUMSI MINUMAN BERALKOHOL PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA SEBAGAI DAMPAK KONSUMSI MINUMAN BERALKOHOL Yustina Ananti 1, Evy Ernawati 2 1,2 STIKES Guna Bangsa, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta E-mail: yustina010311@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI

ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI Retno Palupi Yonni STIKes Surya Mitra Husada Kediri e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode

Lebih terperinci

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Bebas Pada (Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina Patria 1 Sukoharjo) Abstract :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa Remaja adalah fase kehidupan manusia yang spesifik. Pada saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa ini berdampak pada fisik dan jiwa

Lebih terperinci

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Serambi Saintia, Vol. V, No. 1, April 2017 ISSN : 2337-9952 Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Maya Maulida Fitri 1, Masyudi 2 1,2) Fakultas Kesehatan Masyarakat USM Email: masyudi29@gmail.com

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN DAN KEBIDANAN (JOURNAL OF MIDWIFERY AND HEALTH)

JURNAL KESEHATAN DAN KEBIDANAN (JOURNAL OF MIDWIFERY AND HEALTH) JURNAL KESEHATAN DAN KEBIDANAN (JOURNAL OF MIDWIFERY AND HEALTH) GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN DI SMA MASEHI KUDUS DESCRIPTION OF KNOWLEDGE ON ADOLESCENT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang.

Lebih terperinci

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini. STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini Dewi Elliana*) *) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi : elliana_dewi@yahoo.com ABSTRAK Masa remaja adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016 HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016 Ajeng Novita Sari Akademi Kebidanan Mamba ul Ulum Surakarta ABSTRAK Hubungan pengetahuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN SIKAP TERHADAP ABORSI DI KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN SIKAP TERHADAP ABORSI DI KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN SIKAP TERHADAP ABORSI DI KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG Eni Fitrotun Imbarwati*) Dewi Elliana*) *)Akademi kebidanan

Lebih terperinci

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG 7 ABSTRAK Di era globalisasi, dengan tingkat kebebasan yang longgar dari

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan global yang sudah menjadi ancaman serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saat ini, penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak dan dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dari fisik,

Lebih terperinci

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan proposi remaja yang diindikasikan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk (Indrawanti, 2002). Menurut WHO (1995)

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ABORSI DENGAN SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP SEKS PRANIKAH DI KELAS XII SMAN KUTOWINAGUN Evi Wahanani 1, Cokro Aminoto 2, Wuri Utami 3 1, 3 Jurusan Keperawatan STIKES

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya pelaku seks pranikah, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Fenomena

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: DELYANA 201410104149 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Novi Dewi Saputri 201410104171 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, 10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Masa remaja yang

Lebih terperinci

Maria Ulfa dan Ika Agustina STIKes Patria Husada Blitar

Maria Ulfa dan Ika Agustina STIKes Patria Husada Blitar PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MENARCHE TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI PRA MENSTRUASI ( The Effectiveness Of Menarche Health Promotion to the Pre Menstrual Female Adolescents Knowledge And Attitude

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN UNINTENDED PREGNANCY PADA REMAJA DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN UNINTENDED PREGNANCY PADA REMAJA DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN UNINTENDED PREGNANCY PADA REMAJA DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Lidya Yulanda sari 201510104281 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Pada masa remaja terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan. Terjadinya perubahan ini

Lebih terperinci

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI KELAS X DAN XI TENTANG KEGIATAN PUSAT INFORMASI KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (PIK-KRR) DI MAN 1 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2015 Yusnidar 1*) 1 Dosen Politeknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya BNN (2006). Narkoba pada awalnya digunakan untuk keperluan medis, pemakaiannya akan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG IDENTITAS DIRI REMAJA PADA SISWA SMA KARTIKA I-2 MEDAN

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG IDENTITAS DIRI REMAJA PADA SISWA SMA KARTIKA I-2 MEDAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG IDENTITAS DIRI REMAJA PADA SISWA SMA KARTIKA I-2 MEDAN Eis Sumiati* Mahnum Lailan Nasution** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Jiwa dan Komunitas Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT) LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan ODHA Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan Tahun 2012

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI Annysa Yanitama, Iwan Permana, Dewi Hanifah Abstrak Salah satu masalah remaja adalah masalah

Lebih terperinci

No :.. II. Sumber Informasi. Universitas Sumatera Utara

No :.. II. Sumber Informasi. Universitas Sumatera Utara LEMBAR KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PUTRI SEKS PRANIKAH DI SMK BISNIS MANAJEMEN PERSATUAN AMAL BAKTI III KECAMATAN MEDAN ESTATE TAHUN 2010 No :.. I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah penduduk

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL SMK MUHAMMADIYAH 1 SENTOLO RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL Tugas Perkembangan 3 : Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat Sekolah : SMK Muhammadiyah 1 Sentolo Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2) P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:209-217 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Responden Dalam penelitian ini, responden yang digunakan adalah mahasiswa atau mahasiswi di Universitas X Jakarta yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Kriteria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) atau yang populer diistilahkan dengan narkoba di kalangan sekelompok masyarakat kita menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Lebih terperinci

POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN

POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN Susi Yanti*, Siti Zahara Nasution** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas Fakultas Keperawatan,

Lebih terperinci

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H A. PENDAHULUAN Narkoba sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia, narkoba sudah menjadi momok bagi orang tua

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 SITI WAHYUNI 1 1 Tenaga Pengajar Pada STiKes Ubudiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) remaja adalah suatu fase

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP. dan dependen (Nursalam, 2008, hal. 55). Variabel independen dalam penelitian ini

BAB III KERANGKA KONSEP. dan dependen (Nursalam, 2008, hal. 55). Variabel independen dalam penelitian ini BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Konsep adalah abtraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara dua variabel independen dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK ROHMATUL MAGFIROH DESA PAKISAJI KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK ROHMATUL MAGFIROH DESA PAKISAJI KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK ROHMATUL MAGFIROH DESA PAKISAJI KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG Heni Dwi Windarwati*, Asti Melani A*, Rika Yustita*

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) 2012, kelompok

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Definisi Pola Asuh Orang

Lebih terperinci

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PACARAN SEHAT DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMA KOTA SEMARANG Riana Prihastuti Titiek Soelistyowatie*) *) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi

Lebih terperinci

III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN. Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :

III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN. Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor : III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN Penyalahguanaan adalah : penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS Sevi Budiati & Dwi Anita Apriastuti Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN Rachel Dwi Wilujeng* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no. Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan salah satu penduduk terbesar di dunia. Pada data sensus penduduk tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan system dan fungsi, serta proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alkohol bagi remaja sangat mengkhawatirkan dikarenakan mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat dan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar penduduknya berusia 10-24 tahun dan 90% diantaranya tinggal di negara berkembang (PBB, 2013). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Astrid Rusmanindar

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Astrid Rusmanindar HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) PADA SISWI SMA N 1 PUNDONG BANTUL TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA Ita Rahmawati 1 INTISARI Perubahan tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak langsung

Lebih terperinci

Rahmawati, Murwati, Henik Istikhomah Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan

Rahmawati, Murwati, Henik Istikhomah Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANG TUA DAN PENGETAHUAN SISWI DENGAN KESIAPAN SISWI DALAM MENGHADAPI MENSTRUASI DI MI SANGGRONG TEGALREJO PURWANTORO WONOGIRI Rahmawati, Murwati, Henik Istikhomah Kementerian

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU Riske Chandra Kartika, Kamidah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO Asih Setyorini, Deni Pratma Sari ABSTRAK Perubahan pada masa remaja adalah hormon reproduksi

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012 The Influence Factors Of Adolescent s Motivation In Preventing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Merokok merupakan kebiasaan buruk yang menjadi masalah seluruh dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang. Di negara-negara yang maju kebiasaan merokok telah jauh

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP SIKAP SEKSUAL REMAJA DI SMK PIRI 3 YOGYAKARTA 2012

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP SIKAP SEKSUAL REMAJA DI SMK PIRI 3 YOGYAKARTA 2012 PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP SIKAP SEKSUAL REMAJA DI SMK PIRI 3 YOGYAKARTA 2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: LELY INDAH WAHYUNI 201110104261 PROGRAM STUDI DIPLOMA IV BIDAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI Yudha Indra Permana & Ida Untari Akper PKU Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Masa reproduksi adalah masa yang penting bagi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA KELAS X DAN XI DI SMA MUHAMMADIYAH SEWON BANTUL

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA KELAS X DAN XI DI SMA MUHAMMADIYAH SEWON BANTUL HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA KELAS X DAN XI DI SMA MUHAMMADIYAH SEWON BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Alifah Nurrahmawati 201510104006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang membuat remaja itu kebingungan mengenai situasi yang ia hadapi,

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) 69 LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini: N a m a : U s i a : Alamat : Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa: setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). Kasus HIV dan AIDS pertama kali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi yang ditetapkan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development/ICPD)

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 46 HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 Oleh : Siti Dewi Rahmayanti dan Septiarini Pujiastuti STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK Pola asuh orang

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WARIA DENGAN TINDAKAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI KOTA MEDAN TAHUN 2010 No. Responden: I. IDENTITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang. Pengetahuan tentang seksualitas ataupun perkembangan seksual yang seharusnya dipahami

Lebih terperinci